Anda di halaman 1dari 5

Notaris Sebagai Penerima Titipan

Saya titipkan surat-surat tanah saya di notaris suatu saat, ketika saya
ingin menjual terjadi masalah. Yaitu, salah satu surat saya hilang di
tangan notaris, dan konyolnya dia malah masih bisa tagih kita uang
penitipan. Saya harus bagaimana?
Jawaban :

Dalam hal ini, kami kurang mendapat penjelasan apakah Notaris


menerima penitipan surat-surat tanah tersebut (akta tanah) sebagai
bagian dari hal-hal yang diatur dalam akta yang dibuat oleh Notaris
tersebut, atau Notaris menerima penitipan tersebut sepenuhnya hanya
dalam kedudukannya sebagai penerima titipan.

Pada dasarnya, akibat dari keduanya adalah sama yaitu adanya


perjanjian penitipan antara Notaris dengan pemilik akta tanah
tersebut. Hanya saja jika penitipan tersebut merupakan bagian dari
ketentuan dalam akta yang dibuat oleh Notaris, maka dalam hal ini
perjanjian penitipan terselubung dalam akta yang dibuat Notaris
tersebut dan Notaris menjadi pihak dalam akta yang dibuatnya.

Sebagai bagian dari hal-hal yang diatur dalam akta yang dibuat oleh
Notaris tersebut misalnya Notaris membuat akta Perjanjian
Pengikatan Jual Beli (“PPJB”) tanah dengan ketentuan bahwa
sebelum dipenuhi syarat-syarat dalam PPJB dan sebelum dilakukan
jual beli, maka akta tanah akan dititipkan pada Notaris. Selain itu,
biasanya diatur pula mengenai apa yang harus dilakukan atas akta
tanah yang dititipkan tersebut dalam hal terjadi sesuatu sebelum jual
beli dilangsungkan.

Jika yang terjadi adalah hal seperti di atas, maka sebenarnya Notaris
tidak dapat melakukan hal tersebut. Ini karena sebagaimana diatur
dalam Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang No. 30 Tahun 2004
tentang Jabatan Notaris (“UU Jabatan Notaris”), Notaris tidak
boleh menjadi pihak dalam akta yang dibuatnya:

“Notaris tidak diperkenankan membuat akta untuk diri sendiri,


istri/suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan
kekeluargaan dengan Notaris baik karena perkawinan maupun
hubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah
dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis
ke samping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak
untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun
dengan perantaraan kuasa.”

Dengan Notaris tersebut menjadi penerima titipan berdasarkan akta


PPJB tersebut, maka Notaris dalam hal ini menjadi salah satu pihak
dalam akta yang dibuatnya. Berdasarkan Pasal 52 ayat (1) UU Jabatan
Notaris, hal tersebut tidak diperbolehkan.

Sedangkan, jika penitipan tersebut terjadi sepenuhnya hanya pemilik


akta melakukan penitipan saja, maka dalam hal ini Notaris bertindak
bukan dalam jabatannya. Ini karena berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU
Jabatan Notaris, notaris adalah pejabat umum yang berwenang
untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam UU Jabatan Notaris (mengenai kewenangan dapat
dilihat dalam Pasal 15 UU Jabatan Notaris). Jadi, dalam hal ini
Notaris tersebut hanya bertindak sebagai penerima titipan dan bukan
sebagai Notaris.

Sebagaimana telah dikatakan di atas, akibat dari keduanya adalah


sama yaitu adanya perjanjian penitipan sehingga berlaku ketentuan
mengenai penitipan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
(“KUHPer”). Berdasarkan Pasal 1706 KUHPer, penerima titipan
wajib memelihara barang titipan itu dengan sebaik-baiknya seperti
memelihara barang-barang kepunyaan sendiri. Ketentuan ini harus
dilakukan dengan keras jika (Pasal 1707 KUHPer):

1. jika penerima titipan itu yang mula-mula menawarkan diri untuk


menyimpan barang itu;

2. jika ia meminta dijanjikan suatu upah untuk penitipan itu;

3. jika penitipan itu terjadi terutama untuk kepentingan penerima


titipan;

4. jika diperjanjikan dengan tegas, bahwa penerima titipan


bertanggung jawab atau semua kelalaian dalam menyimpan barang
titipan itu.

Selain itu berdasarkan Pasal 1708 KUHPer, dikatakan bahwa


penerima titipan sekali-kali tidak harus bertanggung jawab atas
kejadian-kejadian yang tidak terelakkan datangnya, kecuali kalau ia
telah lalai mengembalikan barang titipan itu. Penerima titipan juga
tidak bertanggung jawab atas hilang atau rusaknya barang itu, jika
barang itu akan musnah juga sekiranya berada di tangan pemberi
titipan.

Ini berarti apabila Anda dapat membuktikan bahwa memang


hilangnya akta tersebut adalah karena salahnya Notaris sebagai
penerima titipan dan bukan karena kejadian yang tidak terelakkan,
maka Notaris tersebut bertanggung jawab.

Berdasarkan uraian di atas, maka Notaris dapat digugat karena tidak


menjalankan kewajibannya sebagai penerima titipan yaitu menjaga
barang yang dititipkan. Penitipan juga adalah perjanjian, oleh karena
itu, atas tidak dilaksanakannya kewajiban penerima titipan menjaga
barang yang dititipkan, pemberi titipan dapat menggugat atas dasar
wanprestasi.

Mengenai penagihan uang penitipan, Anda dapat menggunakan


exceptio non adimpleti contractus. Menurut J. Satrio dalam artikel
yang berjudul Beberapa Segi Hukum Tentang Somasi (Bagian IV),
mengatakan bahwa exceptio non adimpleti contractus adalah suatu
tangkisan, yang mengatakan anda sendiri belum berprestasi dan
karenanya anda tidak patut untuk menuntut saya berprestasi. Eksepsi
ini dikemukakan untuk melawan tuntutan kreditur akan pemenuhan
perikatan. Sudah bisa diduga, bahwa tangkisan itu hanya berlaku
untuk perjanjian timbal balik saja.

Jadi, dalam hal ini Anda dapat menolak untuk membayar uang titipan
karena pihak yang lain juga tidak melakukan prestasinya menjaga
barang titipan tersebut.

Penjelasan tambahan:

Notaris dapat menerima titipan terkait surat wasiat tertulis sendiri


yang seluruhnya ditulis dan ditandatangani oleh si yang mewariskan
(pewaris) sebagaimana diatur dalam Pasal 932 KUHPer. Hal ini
pernah kami ulas dalam artikel berjudul Dapatkah Surat Wasiat
Dibuat dengan Akta di Bawah Tangan?

Catatan editor:

Artikel jawaban ini telah diperbaharui pada 20 September 2013,


pukul 15.30 WIB.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

2. Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Anda mungkin juga menyukai