Sari Kistiana, Margareth Maya P.N, Mario Ekoriano, Desy Nuri F.N, Diah Puspitasari, T.Y. Prihyugiarto, Hadriah Oesman
Peneliti Puslitbang KB dan KS BKKBN
Abstrak
Tingkat putus pakai kontrasepsi diantara wanita usia subur di Indonesia meningkat dalam 15 tahun terakhir, dari 21 persen pada
tahun 2002-2003 menjadi 29 persen pada tahun 2017. Diduga salah satu penyebab ketidakberlangsungan pemakaian kontrasepsi
adalah tidak dilaksanakannya konseling KB sebelum pemasangan kontrasepsi. Penelitian ini mengkaji pelaksanaan komunikasi
interpersonal/konseling KB yang dilakukan oleh bidan terhadap pengetahuan, sikap dan pemakaian kontrasepsi klien. Studi
bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan observasi
langsung dan wawancara mendalam terhadap penyedia layanan KB; pengelola program KB; pembuat kebijakan dan exit klien yang
memperoleh layanan KB. Pendekatan kuantitatif dilaksanakan terhadap 264 klien yang pernah memperoleh layanan KB, dengan
lokasi pengumpulan data di Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Kalimantan Barat. Pemberian dan pelayanan kontrasepsi wajib
didahului oleh konseling KB. Dukungan terhadap kebijakan ini dilaksanakan dengan adanya pelatihan KIP/K KB memakai Alat Bantu
Pengambilan Keputusan (ABPK) ber-KB oleh Pemerintah. Hasil observasi terhadap bidan menunjukkan bahwa konseling dilaksanakan
untuk setiap klien yang datang, baik klien baru, klien kunjungan ulang dan klien yang ingin berhenti memakai kontrasepsi. Namun,
konseling yang dilaksanakan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip KIP/K KB, dimana tidak satupun dari fasilitas kesehatan yang bisa
menjamin privasi saat KIP/K KB dilakukan; langkah-langkah pelaksanaan KIP/K tidak dilaksanakan seperti yang seharusnya dan
beberapa penyedia layanan cenderung mengarahkan klien untuk memakai metode kontrasepsi tertentu. Pendapat yang sedikit
berbeda diperoleh dari sisi klien, dimana hanya 81 persen klien mengatakan bahwa konseling dilakukakan sebelum pelayanan KB.
Keterampilan mikro wajib dimiliki dalam KIP/K, beberapa aspek penting dari keterampilan yang umumnya tidak dilaksanakan antara
lain penyampaian kerahasiaan informasi kepada klien; dorongan untuk bertanya jika klien memiliki masalah dan kekhawatiran;
kebutuhan klien akan kontrasepsi yang berfungsi ganda (mencegah kehamilan dan Infeksi Menular Seksual); memastikan klien
memahami semua penjelasan; dan mendorong klien untuk kembali jika mempunyai pertanyaan dan membutuhkan penjelasan.
Hasil studi juga menyimpulkan adanya perbedaan yang signifikan dalam pengetahuan klien mengenai jenis-jenis kontrasepsi antara
klien yang diberikan KIP/K saat kunjungan dengan klien yang tidak diberikan KIP/K. Atas dasar hasil pengamatan tersebut peneliti
merekomendasikan adanya upaya untuk memastikan KIP/K KB wajib dilaksanakan dengan menggunakan ABPK agar penyampaian
KIP/K KB sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.
T: Tanyakan kepada klien informasi tentang dirinya Tanyakan ttg diri klien Diri (latar belakang keluarga, catatan kesehatan,dll) 79
Tanyakan kebutuhan/keluhan (tujuan kedatangan) 84
Tanyakan jk ada hal-hal yang ingin ditanyakan 52
Tanyakan rencana memiliki anak 71
Tanyakan pengalaman ber-KB 59
Tanyakan pengetahuan ttg metode kontrasepsi 56
Tanyakan kontrasepsi yg ingin dipakai 98
Tanyakan kebutuhan kontrasepsi yg berfungsi ganda mencegah kehamilan sekaligus IMS (HIV 11
AIDS)
U: Uraikan kepada klien mengenai pilihannya dan Tanyakan apa yg ingin diketahui dr kontrasepsi tsb 66
beritahu pilihan reproduksi yang paling mungkin,
termasuk pilihan beberapa jenis kontrasepsi
Penjelasan kontrasepsi yg berfungsi ganda: mencegah kehamilan sekaligus IMS (HIV AIDS) 13
TU: Bantulah klien menentukan pilihannya Tanyakan apa yg disukai dr kontrasepsi tsb 35
Tanyakan sikap pasangan/keluarga thd pemakaian kontrasepsi 13
J: Jelaskan secara lebih lengkap bagaimana menggu- Penjelasan & perlihatkan bentuk fisik kontrasepsi yg dipilih 71
nakan kontrasepsi pilihannya
Penjelasan kondisi-kondisi yg tdk bs memakai kontrasepsi yg dipilih 82
Pemeriksaan/pengecekan kondisi klien u/ melihat apakah klien bs memakai kontrasepsi yg dip- 98
ilih
Penjelasan efek samping yg mungkin terjadi dr pemakaian kontrasepsi yg dipilih 66
Penjelasan langkah-langkah yg dilakukan dlm memasang/cara-cara pemakaian kontrasepsi 74
Penjelasan yg hrs dilakukan jk terjadi efek samping 80
U: Perlunya dilakukan kunjungan Ulang Penjelasan waktu kunjungan ulang 94
Jk ada pertanyaan/membutuhkan penjelasan bs kembali ke faskes 88
menyatakan terlalu dingin dan dua persen menyatakan terlalu MOP MOW AKBK AKDR Suntik KB Pil KB Kondom MAL
Pengetahuan, Sikap dan Pemakaian Kontrasepsi Gambar 2. Persentase Pengetahuan Klien terhadap Metode Kontrasepsi
menurut Penggunaan ABPK
Aspek output dari studi ini adalah penerimaan terhadap terhadap Terkait sikap responden, studi ini meninjau dari lamanya rencana
KIP/K KB; pengetahuan, sikap dan pemakaian kontrasepsi. Dalam menggunakan kontrasepsi yang saat ini dipakai dan ditanyakan
hal penerimaan, 98 persen responden merasa puas terhadap jika suatu saat ada mitos atau rumor terkait alat KB, bagaimana
KIP/K KB yang diberikan, hampir seratus persen mengaku akan sikap klien. Studi ini membandingkan jawaban responden
kembali lagi ke fasilitas kesehatan untuk memperoleh layanan antara yang memperoleh KIP/K dan yang tidak memperoleh
dan 69 persen responden akan memberikan saran kepada orang konseling. Sikap responden terhadap lama penggunaan metode
lain. kontrasepsi yang dipakai saat ini terlihat pada pertanyaan
“berapa lama rencana untuk menggunakan metode kontrasepsi
Dalam pengetahuan metode kontrasepsi, tidak ada satupun yang yang saat ini dipakai?” lebih dari separuh responden (51 persen)
sama sekali tidak mengetahui mengenai metode kontrasepsi. menjawab sampai usia menopause atau sampai yakin tidak bisa
Metode kontrasepsi yang paling dikenal oleh responden adalah hamil lagi; diikuti dengan jawaban hanya dalam jangka waktu
suntik KB (100 persen), diikuti oleh 95 persen pil KB. Metode tertentu akan berhenti karena ingin hamil lagi; 11 persen hanya
kontrasepsi yang yang paling sedikit dikenal oleh responden dalam jangka waktu tertentu akan berhenti jika ingin ganti cara;
adalah Metode Operasi Pria (10 persen) dan MAL (4 persen). Jika dua persen menjawab hanya dalam jangka waktu tertentu akan
responden yang memperoleh KIP/K KB dibandingkan dengan berhenti jika terjadi keluhan atau efek samping dan 14 persen
responden yang tidak memperoleh KIP/K KB, maka pengetahuan menjawab tidak tahu. Jika dibandingkan antara responden yang
mengenai jenis metode kontrasepsi lebih baik pada responden memperoleh KIP/K dan yang tidak memperoleh KIP/K, maka di
semua sikap persentase paling tinggi adalah pada responden
yang memperoleh KIP/K KB. Gambar 1 berikut ini menunjukan
yang memperoleh KIP/K KB.
perbedaan persentase tersebut.
Sikap lainnya yang diukur adalah melalui pertanyaan “apabila
suatu saat ada cerita/mitos/rumor terkait berbahayanya alat
Pengetahuan Klien thd Metode Kontrasepsi menurut
Pelaksanaan KIP/K KB yang saat ini dipakai, namun cerita ini belum terbukti
81%
77%
kebenarannya, apakah akan berhenti menggunakan?” Jawaban
64%
terdiri dari tiga pilihan yaitu berhenti menggunakan; tidak
53% berhenti menggunakan; dan tidak tahu. Umumnya responden
46%
menjawab tidak akan berhenti menggunakan (83 persen).
33%
Jika dibandingkan antara responden yang memperoleh KIP/K
18%
13%
19% 19%
dengan yang tidak memperoleh KIP/K, persentase lebih tinggi
9%
1%
4%
6%
3%
1% pada responden yang memperoleh KIP/K KB.
MOP MOW AKBK AKDR Suntik KB Pil KB Kondom MAL
Umumnya konseling dilaksanakan sebelum klien dilayani KB ABPK yang menjadi satu-satunya alat bantu yang ditemukan
(81%), dan diantara yang diberikan konseling 61% menggunakan di fasilitas kesehatan, membantu provider untuk melaksanakan
ABPK Dalam mekanisme KIP/K untuk klien baru aspek yang sering KIP/K sesuai standar, walaupun tidak selalu dimanfaatkan
dilupakan provider antara lain: kerahasiaan pelayanan (22%); (terutama untuk klien kunjungan ulang) namun menjadi
Penjelasan kontrasepsi yang memiliki fungsi ganda (13 persen); panduan provider ketika lupa atau tidak mengetahui hal-
pendapat/sikap pasangan dalam pemakaian kontrasepsi (13 %). hal terkait kontrasepsi, perlu pencetakan kembali ABPK yang
tidak hanya untuk didistribusikan kepada provider di fasilitas
Pada klien kunjungan ulang umumnya yang terlewatkan
kesehatan pemerintah, tetapi juga faskes swasta, mengingat
adalah menanyakan kepuasan pemakaian (51%). Pada klien
pelayanan lebih banyak di fasilitas kesehatan swasta.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2006. Pedoman Teknis: Komunikasi Interpersonal/Konseling Bagi Penyuluh KB. Jakarta: BKKBN.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2011. Alat Bantu Pengambilaan Keputusan Ber-KB: Alat Bantu Pengambilan Keputusan BerKB
dan Pedoman Bagi Klien dan Bidan Edisi Ketujuh. Jakarta: BKKBN.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2013. Modul Komunikasi Inter Personal/Konseling. Jakarta: BKKBN.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2015a. Modul Diklat Teknis Penggunaan Alat Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK)
Dalam KIP/Konseling KB. Jakarta: BKKBN.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2015b. Pendidikan dan Pelatihan Teknis Penggunaan Alat Bantu Pengambilan
Keputusan. Jakarta: BKKBN.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2015c. Panduan Penyelenggaraan Training of Trainer Pendidikan dan Pelatihan
Teknis Penggunaan Alat Bantu Pengambilan Keputusan Dalam Komunikasi Inter Personal/Konseling Keluarga Berencana Bagi Tim
Fasilitator Provinsi. Jakarta: BKKBN.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2015d. Kurikulum Training of Trainer Pendidikan dan Pelatihan Teknis Penggunaan
Alat Bantu Pengambilan Keputusan Dalam Komunikasi Inter Personal/Konseling Keluarga Berencana Bagi Tim Fasilitator Provinsi.
Jakarta: BKKBN.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2015e. Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Teknis Penggunaan Alat Bantu
Pengambilan Keputusan Dalam Komunikasi Inter Personal/Konseling Keluarga Berencana Bagi Tim Fasilitator Provinsi. Jakarta: BKKBN.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2017a. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional. Jakarta: BKKBN.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2017b. Survei Indikator Kinerja Program KKBPK RPJMN Keluarga Tahun 2017. Jakarta:
BKKBN.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2018a. Materi Rapat Pengendalian Program dan Anggaran Bulan Mei 2018. Jakarta:
BKKBN.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2018b. Jumlah PUS berdasarkan Kesertaan Ber-KB Hasil Pendataan Keluarga.
http://pk.bkkbn.go.id/PK/Laporan/Tabel18.aspx
BPS Kota Palembang. 2018. Kota Palembang Dalam Angka (Palembang Municipality in Figures) 2018. Palembang: CV Alief Media Grafika.
BPS Kabupaten Banyuasin. Banyuasin Dalam Angka (Banyuasin in Figures) 2018. Banyuasin: BPS Kabupaten Banyuasin
BPS Kabupaten Mempawah. Kabupaten Mempawah Dalam Angka (Mempawah Regency in Figures) 2018. Mempawah: BPS Kabupaten
Mempawah.
BPS Kota Singkawang. Kota Singkawang dalam Angka (Singkawang Municipality in Figures) 2018. Singkawang: CV. Anugerah Makmur.
Berelson, B. 1966. “President’s Message”. Population Council Annual Report 1966. New York: Population Council.
Bruce, Judith. 1990. “Fundamental Elements of the Quality of Care: A Simple Framework”. Studies in Family Planning. 21, 2: 61-91.
Cohen, S.A. dan C.I. Richards. 1994. “The Cairo Consensu: Population, Development and Women”. International Family Planning Perspectives.
20 (4): 150-155.
Cotton, Niki., Stanback, John., Maidouka, Halima., Thomas, J T T., & Turk, Tom. 1992. Early Discontinuaton of Contraceptive Use in Niger and
the Gambia. International Family Planing Perspectives, 18 (4): 147.
Devito, Joseph A. 2013. The Interpersonal Communication Book 13th ed. New York: Pearson.
Peraturan
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
Peraturan Pemerintah nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi
Peraturan Menteri Kesehatan nomor 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 97 tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil,
Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual.
Peraturan Menteri Kesehatan 1464/PER/X/2010 tentang Ijin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.