Anda di halaman 1dari 9

STUDI KOMUNIKASI INTER PERSONAL/KONSELING (KIP/K) KB DALAM

PEMAKAIAN KONTRASEPSI RESEARCH


THE STUDY OF FAMILY PLANNING INTERPERSONAL COMMUNICATION/ BRIEF
COUNSELLING IN CONTRACEPTIVE USE
Tahun 2020

Sari Kistiana, Margareth Maya P.N, Mario Ekoriano, Desy Nuri F.N, Diah Puspitasari, T.Y. Prihyugiarto, Hadriah Oesman
Peneliti Puslitbang KB dan KS BKKBN

Abstrak

Tingkat putus pakai kontrasepsi diantara wanita usia subur di Indonesia meningkat dalam 15 tahun terakhir, dari 21 persen pada
tahun 2002-2003 menjadi 29 persen pada tahun 2017. Diduga salah satu penyebab ketidakberlangsungan pemakaian kontrasepsi
adalah tidak dilaksanakannya konseling KB sebelum pemasangan kontrasepsi. Penelitian ini mengkaji pelaksanaan komunikasi
interpersonal/konseling KB yang dilakukan oleh bidan terhadap pengetahuan, sikap dan pemakaian kontrasepsi klien. Studi
bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan observasi
langsung dan wawancara mendalam terhadap penyedia layanan KB; pengelola program KB; pembuat kebijakan dan exit klien yang
memperoleh layanan KB. Pendekatan kuantitatif dilaksanakan terhadap 264 klien yang pernah memperoleh layanan KB, dengan
lokasi pengumpulan data di Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Kalimantan Barat. Pemberian dan pelayanan kontrasepsi wajib
didahului oleh konseling KB. Dukungan terhadap kebijakan ini dilaksanakan dengan adanya pelatihan KIP/K KB memakai Alat Bantu
Pengambilan Keputusan (ABPK) ber-KB oleh Pemerintah. Hasil observasi terhadap bidan menunjukkan bahwa konseling dilaksanakan
untuk setiap klien yang datang, baik klien baru, klien kunjungan ulang dan klien yang ingin berhenti memakai kontrasepsi. Namun,
konseling yang dilaksanakan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip KIP/K KB, dimana tidak satupun dari fasilitas kesehatan yang bisa
menjamin privasi saat KIP/K KB dilakukan; langkah-langkah pelaksanaan KIP/K tidak dilaksanakan seperti yang seharusnya dan
beberapa penyedia layanan cenderung mengarahkan klien untuk memakai metode kontrasepsi tertentu. Pendapat yang sedikit
berbeda diperoleh dari sisi klien, dimana hanya 81 persen klien mengatakan bahwa konseling dilakukakan sebelum pelayanan KB.
Keterampilan mikro wajib dimiliki dalam KIP/K, beberapa aspek penting dari keterampilan yang umumnya tidak dilaksanakan antara
lain penyampaian kerahasiaan informasi kepada klien; dorongan untuk bertanya jika klien memiliki masalah dan kekhawatiran;
kebutuhan klien akan kontrasepsi yang berfungsi ganda (mencegah kehamilan dan Infeksi Menular Seksual); memastikan klien
memahami semua penjelasan; dan mendorong klien untuk kembali jika mempunyai pertanyaan dan membutuhkan penjelasan.
Hasil studi juga menyimpulkan adanya perbedaan yang signifikan dalam pengetahuan klien mengenai jenis-jenis kontrasepsi antara
klien yang diberikan KIP/K saat kunjungan dengan klien yang tidak diberikan KIP/K. Atas dasar hasil pengamatan tersebut peneliti
merekomendasikan adanya upaya untuk memastikan KIP/K KB wajib dilaksanakan dengan menggunakan ABPK agar penyampaian
KIP/K KB sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.

Kata Kunci: Komunikasi Interpersonal, Konseling, Keluarga Berencana; Pemakaian Kontrasepsi

A. LATAR BELAKANG memilih metode kontrasepsi, mengetahui cara mengatasi


masalah-masalah yang timbul berkaitan dengan pemakaian
Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 97 Tahun
kontrasepsi termasuk masalah kesehatan reproduksi dan dapat
2014 tentang Pelayanan kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa
terus menjaga keberlangsungan pemakaian kontrasepsi selama
Hamil, Persalinan dan Masa Sesudah melahirkan, Penyelenggaraan
yang dibutuhkan dalam mengatur kehamilan.
Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual, dalam
Pasal 20 Dalam penyelenggaraan pelayanan KB, menyatakan KIP/K dalam pelayanan kontrasepsi perlu dilengkapi dengan Alat
bahwa pemberian ataupun pemasangan kontrasepsi harus Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK) ber-KB. ABPK merupakan
didahului oleh konseling dan persetujuan tindakan medik media visual berupa lembar balik yang dipergunakan dalam
(Informed Consent). Konseling KB yang dilaksanakan selama memberikan KIP/K pelayanan kontrasepsi. ABPK menjadi alat
ini dikenal dengan Komunikasi Inter Personal/Konseling bantu bagi provider kepada klien yang memuat informasi
(KIP/K). KIP/K KB di fasilitas kesehatan merupakan suatu proses teknis/referensi mengenai jenis metode kontrasepsi; penjelasan
pemberian informasi langsung (tatap muka) oleh petugas medis bentuk; kriteria yang bisa memakai; kemungkinan efek samping;
dan paramedis terlatih secara lengkap, utuh dan berkelanjutan prosedur pemasangan/pemakaian; waktu pemasangan,
untuk membantu klien memahami metode kontrasepsi yang pencabutan dan kunjungan ulang; penjelasan jika terjadi efek
tepat dan paling sesuai dengan situasi dan kondisinya. Dengan samping; dan penjelasan mengenai Infeksi Menular Seksual
demikian, klien dapat membuat keputusan sendiri dalam (IMS), HIV dan AIDS. Dengan menggunakan ABPK, provider bisa

Studi Komunikasi Inter Personal/Konseling (KIP/K) KB dalam Pemakaian Kontrasepsi 1


The Study of Family Planning Interpersonal Communication/Counselling in Contraceptive Use
memberikan bimbingan terhadap klien, sehingga klien bisa klien; pengetahuan klien akan kontrasepsi; sikap klien terhadap
memilih dan memakai metode KB yang paling sesuai dengan kontrasepsi; dan praktik kontrasepsi.
kebutuhan.

Pemberian informasi yang benar melalui konseling KB terhadap


D. METODE
klien memberikan peluang yang lebih besar bagi klien untuk
menggunakan kontrasepsi dalam waktu yang lebih lama sesuai Studi ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan
dengan kebutuhan. Sejak tahun 2013, BKKBN telah melatih kualitatif dan kuantitatif. Studi kualitatif dilakukan dengan
20.403 peserta yang terdiri bidan, dokter, PKB/PLKB dan lainnya observasi langsung dan wawancara mendalam terhadap
untuk memberikan KIP-Konseling KB dengan menggunakan informan, yaitu penyedia layanan KB di Puskesmas dan bidan
ABPK (BKKBN, SIDIKA). Upaya ini ditujukan agar tidak banyak praktek mandiri terpilih; pengelola program KB; pembuat
peserta KB yang putus pakai atau berhenti menggunakan kebijakan di fasilitas kesehatan dan exit klien yang memperoleh
kontrasepsi padahal tidak ingin atau ingin menjarangkan layanan KB. Studi kuantitatif dilaksanakan pada setiap klien
kehamilan. Data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia terpilih, baik akseptor KB maupun non akseptor KB yang pernah
(SDKI) tahun 2017 menunjukkan bahwa tren tingkat putus pakai mengunjungi fasilitas kesehatan terpilih untuk memperoleh
kontrasepsi diantara wanita umur 15-49 tahun di Indonesia layanan KB dalam satu tahun terakhir. Total klien yang diperoleh
semakin meningkat dalam 15 tahun terakhir, dari 21 persen pada sebanyak 264 responden. Lokasi pengumpulan data di dua
tahun 2002-2003 menjadi 34 persen pada tahun 2017. Alasan provinsi yaitu Sumatera Selatan dan Kalimantan Barat, dengan
utama paling tinggi yang dikemukakan adalah berhenti karena pemilihan fasilitas kesehatan dan kabupaten/kota berdasarkan
efek samping atau masalah kesehatan (33 persen), dimana alasan jumlah bidan terlatih KIP/K KB dan jumlah klien yang dilayani
ini lebih tinggi angkanya dari keinginan untuk hamil (30 persen). KB paling banyak. Kota Palembang dan Kabupaten Banyuasin
menjadi kabupaten dan kota terpilih di Provinsi Sumatera
Selatan, Kota Singkawang dan Kabupaten Mempawah menjadi
B. TUJUAN lokasi pengumpulan data di Provinsi Kalimantan Barat.

Walaupun sudah ada kewajiban untuk melaksanakan konseling


KB sebelum pelayanan dan pelatihan sudah dilaksanakan,
E. HASIL DAN PEMBAHASAN
namun seringkali konseling diabaikan atau tidak dilaksanakan
dengan baik. Sehubungan dengan hal tersebut penelitian ini Dukungan Kebijakan KIP/K KB
bertujuan untuk memperoleh gambaran pelaksanaan KIP/K KB
Pelaksanaan KIP/K mengacu kepada kebijakan yang dikeluarkan
yang dilakukan oleh provider (bidan) terhadap pengetahuan,
oleh Pemerintah, baik itu melalui Undang-Undang maupun
sikap dan pemakaian kontrasepsi klien. Gambaran efektivitas
Peraturan Pemerintah yang kesemuanya ditujukan untuk
layanan KIP/K akan dilihat dari berbagai aspek, sesuai dengan
memberikan pelayanan KB yang berkualitas. Kebijakan tersebut
tujuan khusus dari studi ini adalah sebagai berikut: (1)
antara lain:
mengetahui praktik pemberian KIP/K KB terhadap klien; (2)
Mengetahui gambaran mekanisme KIP/K KB yang dilakukan; 1. Undang-Undang nomor 52 tahun 2009 tentang
(3) Mengetahui pemanfaatan alat bantu dalam pelaksanaan Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan
KIP/K KB; (4) Mengetahui penerimaan klien terhadap KIP/K KB; Keluarga Pasal 23 yang menyatakan bahwa penyediaan
(5) Mengetahui pengetahuan, sikap dan pemakaian kontrasepsi informasi mengenai yang lengkap, akurat dan mudah
klien; (6) Mengetahui dukungan fasilitas, sarana dan ketersediaan diperoleh merupakan upaya untuk meningkatkan akses
kontrasepsi untuk mendukung layanan KIP/K; dan (7) Mengetahui dan kualitas konseling. Informasi yang disediakan antara
dukungan Pemerintah Daerah dalam KIP/K KB. lain mengenai efek samping, komplikasi dan kegagalan
kontrasepsi termasuk manfaatnya dalam pencegahan
penyebaran virus penyebab penyakit penurunan daya
C. KERANGKA PIKIR tahan tubuh dan infeksi menular karena hubungan seksual.
2. Peraturan Pemerintah nomor 61 tahun 2014 tentang
Kerangka pikir dalam studi ini berdasarkan tiga komponen dasar
Kesehatan Reproduksi, Pasal 22 yang menyatakan setiap
komunikasi (pengirim pesan, pesan dan penerima pesan) yang
orang memiliki hak memilih kontrasepsi yang sesuai dengan
dipadukan dengan kerangka konsep kualitas pelayanan yang
dirinya, tanpa paksaan dengan mempertimbangkan usia,
dibuat oleh Judith Bruce. Input yang terdiri dari dukungan
paritas, jumlah anak, kondisi kesehatan dan norma agama.
sumber daya fisik dan non fisik yang digunakan dalam konseling
3. Kewajiban melaksanakan konseling terdapat dalam Pasal
KB diantaranya adalah: kebijakan; sarana dan prasarana;
20 Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 97 tahun 2014
ketersediaan kontrasepsi; sumber daya manusia; serta norma dan
tentang Pelayanan Kesehatan Sebelum Hamil, Masa Hamil
budaya setempat. Selain itu juga akan dilihat proses dalam KIP/K
Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan
KB yang terdiri dari pengalaman provider; mekanisme KIP/K;
Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual
cakupan pelayanan KIP/K; situasi dan waktu pelayanan KIP/K.
yang menyatakan bahwa pemberian dan pemasangan
Output yang akan dilihat dalam studi ini adalah penerimaan

2 Studi Komunikasi Inter Personal/Konseling (KIP/K) KB dalam Pemakaian Kontrasepsi


The Study of Family Planning Interpersonal Communication/Counselling in Contraceptive Use
kontrasepsi harus didahului oleh konseling dan Dukungan Sarana dan Prasarana KIP/K KB
persetujuan tindakan medik. Konseling yang dimaksud
Dalam hal sarana dan prasarana, ABPK yang digunakan untuk
berupa Komunikasi Informasi dan Edukasi tentang metode
konseling KB diperoleh provinsi dari BKKBN Pusat, sebagai
kontrasepsi secara lengkap dan cukup sehingga pasien
tambahan Provinsi Kalimantan Barat melakukan pencetakan
dapat memutuskan untuk memilih metode kontrasepsi
ABPK secara mandiri untuk setiap peserta latih. Ketersediaan
yang akan digunakan. kontrasepsi tidak menjadi permasalahan di tingkat provinsi, kab/
4. Lampiran II Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 97 kota dan fasilitas kesehatan, terjadinya stock out untuk beberapa
tahun 2014 yang menyatakan bahwa dalam melaksanakan jenis kontrasepsi bisa ditangani dengan strategi yang dimiliki
konseling petugas kesehatan dapat menggunakan ABPK masing-masing.
ber-KB. ABPK ber-KB membantu petugas dalam melakukan
Fasilitas kesehatan yang menjadi lokus penelitian memiliki
konseling sesuai standard dan sekaligus mengajak klien
minimal satu ABPK, kecuali di salah satu klinik swasta. Jika dilihat
bersikap lebih partisipatif dan membantu klien mengambil
dari aspek kenyamanan, fasilitas kesehatan umumnya bersih
keputusan.
dan nyaman, namun dalam pelaksanaan konseling, tidak ada
Seluruh kebijakan ini yang kemudian ditindaklanjuti dan menjadi ruangan yang dikhususkan untuk konseling, sehingga privasi
kebijakan di tingkat provinsi, kabupaten/kota dan fasilitas kurang terjaga.
kesehatan. Tidak ada kebijakan khusus tertulis yang berupa Lingkungan dapat mempengaruhi seseorang dalam berperilaku.
keputusan ataupun peraturan yang dikeluarkan oleh kedua Terkait dengan cerita atau rumor atau mitos mengenai
provinsi yang menjadi lokasi penelitian. Kebijakan di provinsi kontrasepsi, 72 persen respoden mengaku tidak pernah
mengacu atau turunan dari kebijakan pusat, dimana dalam mendengar rumor terkait KB. Dari 28 persen responden yang
konseling provinsi menekankan bahwa pemberian KIP/K wajib pernah mendengar cerita/rumor/mitos tentang KB, 25 persen
dilakukan sebelum pemberian layanan KB dan penggunaan diantaranya percaya akan rumor tersebut.
ABPK ber-KB dalam KIP/K hanya bersifat himbauan. Begitu juga
SDM dan Keterampilan Mikro KIP/K KB
di tingkat kabupaten/kota, tidak ada kebijakan khusus secara
tertulis mengenai konseling KB. Namun, khusus di DP3AP2KB Jika dilihat dari aspek SDM penyedia layanan, yaitu provider
Kabupaten Banyuasin menyatakan bahwa KIP/K KB tidak hanya yang pernah mengikuti pelatihan KIP/K, hasil studi menunjukkan
dilakukan oleh bidan tetapi juga PKB/PLKB. bahwa seluruh bidan telah berpengalaman dalam melaksanakan
pelayanan KB, pengalaman melayani mulai dari enam sampai
Fasilitas kesehatan pemerintah yang menjadi lokus penelitian dengan 45 tahun. Seluruh bidan informan mampu melayani
umumnya memiliki SOP pelayanan KB yang menjadi acuan dan seluruh metode kontrasepsi, kecuali MOP dan MOW. Rata-rata
pemberian konseling menjadi salah satu prosedur yang harus pelayanan KB yang diberikan oleh bidan sekitar 15-70 akseptor,
diberikan kepada klien, kecuali di Puskesmas Sungai Pinyuh SOP dimana umumnya pelayanan yang diberikan adalah pil dan
yang ada adalah SOP konseling secara keseluruhan, tidak hanya suntik. Pelayanan KB di bidan praktik mandiri lebih banyak
SOP pelayanan KB. daripada pelayanan KB di Puskesmas. Bidan yang melakukan
pelayanan KB umumnya telah memperoleh pelatihan teknologi
Dukungan Kegiatan KIP/K KB
kontrasepsi terkini IUD-Implant/CTU.
Dalam rangka mendukung pelaksanaan KIP/K KB, berbagai Dalam melaksanakan konseling, ada beberapa keterampilan
kegiatan dilaksanakan oleh pengelola program KB baik di tingkat mikro yang seharusnya dikuasai oleh pemberi konseling,
provinsi maupun kabupaten/kota. Pelatihan KIP/K dengan termasuk penyedia layanan KB. Selama pelayanan KB saat
menggunakan ABPK di Provinsi Sumatera Selatan dilaksanakan pengumpulan data, dilakukan observasi terhadap bidan yang
sejak tahun 2010 dan selama tahun 2012 sampai dengan 2017 melayani. Beberapa aspek keterampilan mikro yang harus dikuasai
telah menghasilkan 1.714 tenaga terlatih. Namun sayangnya, dalam melaksanakan KIP/K KB diantaranya adalah keterampilan
peserta pelatihan belum meliputi seluruh kabupaten dan kota di observasi dan memantapkan hubungan baik; keterampilan
Sumatera Selatan. Pelatihan KIP/K dengan menggunakan ABPK di mendengarkan efektif; keterampilan bertanya secara efektif; dan
Kalimantan Barat telah berlangsung sejak tahun 2012, terhitung keterampilan membantu klien untuk mengambil keputusan.
ada 744 SDM yang telah dilatih sejak 2013 sampai dengan 2017. Dari hasil observasi diketahui bahwa untuk aspek keterampilan
Kegiatan lainnya di Sumatera Selatan adalah Pelatihan KIP/K KB observasi dan memantapkan hubungan baik yang dilakukan
KR untuk PKB/PLKB tanpa menggunakan ABPK yang dilaksanakan penyedia layanan antara lain: seluruh bidan memberikan salam
setiap tahun, serta melaksanakan Evaluasi Paska Pelatihan. kepada klien dan menyambut kedatangan klien dengan hangat
dan penuh hormat; dan bersikap santai, ramah dan bersahabat
OPDKB di tingkat kabupaten/kota tidak memiliki data bidan kepada klien. Delapan puluh dua persen bidan tetap menjaga
terlatih untuk wilayahnya dan kegiatan yang dilaksanakan kontak mata dengan klien dan memastikan klien tidak tegang
untuk mendukung KIP/K KB hanya berkoordinasi dengan Dinas dan tetap nyaman selama penjelasan. Salah satu aspek penting
Kesehatan setempat terkait dengan pengiriman peserta. yang tidak dilakukan oleh seluruh bidan adalah mengatakan

Studi Komunikasi Inter Personal/Konseling (KIP/K) KB dalam Pemakaian Kontrasepsi 3


The Study of Family Planning Interpersonal Communication/Counselling in Contraceptive Use
kerahasiaan informasi kepada klien dan mengatakan bahwa Mekanisme Pelaksanaan KIP/K KB
semua yang disampaikan tidak akan diceritakan kepada siapa
Dalam melaksanakan KIP/K KB, responden menyatakan bahwa 81
pun.
persen provider melaksanakan konseling sebelum melaksanakan
Dalam keterampilan mendengarkan efektif, seluruh penyedia pelayanan KB, 19 persen responden menyatakan provider tidak
layanan mendengarkan jawaban klien tanpa pernah memotong melakukan konseling sebelum pelayanan KB dilakukan. Diantara
pembicaraan dan selalu menanggapi semua pertanyaan klien. responden yang menyatakan bahwa provider melaksanakan
Hanya beberapa bidan yang mendorong klien untuk berbicara KIP/K KB, 63 persen menyatakan pada saat KIP/K KB dilaksanakan,
bebas dan bertanya selama interaksi, juga tidak semua bidan provider menggunakan ABPK sebagai alat bantu; 17 persen
mendorong klien untuk bertanya apabila klien mengalami responden menggunakan alat bantu lain selain ABPK; dan tiga
persen responden menjawab tidak tahu untuk penggunaan
masalah dan mempunyai pertanyaan atau kekhawatiran.
alat bantu KIP/K. Tujuh belas responden mengatakan bahwa
Dalam keterampilan bertanya secara efektif, seluruh bidan dalam menyampaikan informasi saat KIP/K KB, provider tidak
yang diobservasi bertanya dan menggali alasan kunjungan menggunakan alat bantu apapun.
klien. Beberapa dari penyedia layanan memeriksa ada tidaknya
Berdasarkan hasil wawancara dengan provider, diketahui bahwa
perubahan status kesehatan atau kebutuhan klien. Salah satu
KIP/K wajib dilaksanakan sebelum pelayanan KB dilakukan,
hal yang penting yang tidak diitanyakan kepada klien adalah khusus di fasilitas kesehatan pemerintah (puskesmas) pelayanan
kebutuhan pemakaian kontrasepsi untuk mencegah kehamilan KB dilaksanakan sesuai dengan SOP yang dimiliki. Dalam
sekaligus IMS termasuk HIV AIDS. melaksanakan pelayanan KB, bidan praktek swasta tidak memiliki
Dalam keterampilan membantu klien untuk mengambil SOP. Pemberian KIP/K KB berbeda-beda diberikan, tergantung
keputusan, seluruh bidan membiarkan klien memberikan pada status klien yang datang. Mekanisme KIP/K untuk klien
baru meliputi: menyapa; menanyakan kebutuhan pelayanan;
keputusan dalam memakai kontrasepsi. Hal yang belum semua
menjelaskan semua kontrasepsi yang tersedia (kecuali jika
penyedia layanan lakukan adalah memastikan klien memahami
klien sudah memiliki pilihan sendiri) yang mencakup cara
semua penjelasan dan mengulang penjelasan bila klien tidak
kerja, cara pasang, memperlihatkan bentuk, masa pemakaian
memahami dan mendorong klien untuk kembali ke fasilitas
dan efek samping); menjelaskan kondisi kesehatan yang tidak
kesehatan jika mempunyai pertanyaan atau membutuhkan
bisa pakai; memberikan waktu pada klien untuk memilih dan
penjelasan. mempertimbangkan kontrasepsi yang akan dipakai; pemeriksaan;
Selain hasil observasi keteramilan mikro klien juga dilihat dari pemberian atau pemasangan dan menginformasikan jadwal
pendapat klien mengenai sikap dan perilaku penyedia layanan kunjungan ulang. Khusus di Puskesmas Multiwahana, KIP/K juga
selama memberikan pelayanan. Umumnya pendapat yang diarahkan pada pemakaian KB MKJP, dimana dalam konseling
diberikan cukup baik, yang dinilai oleh klien cukup tinggi (99 disampaikan bahwa MKJP lebih baik dari non MKJP.
persen) diantaranya adalah: Pada klien kunjungan ulang, umumnya mekanisme yang
dilakukan oleh bidan informan adalah menyapa; menanyakan
• Bersikap santai, ramah dan bersahabat kepada klien
keluhan yang dialami (jika ada); menanyakan keinginan
• Menghormati klien selama pelayanan KB
menambah anak; dan menginformasikan jadwal kunjungan
• Klien merasa nyaman untuk bertanya segala sesuatu yang
berikutnya. Pada klien ganti cara, mekanisme yang dilakukan
berkaitan dengan pemakaian alat KB
adalah menyapa; menanyakan alasan ingin ganti cara;
Lebih dari sembilan puluh persen klien berpendapat bahwa menanyakan apa yang dirasakan; menanyakan jumlah anak
provider: dan umur klien. Pada klien yang ingin berhenti pakai metode
KB, mekanisme yang dilakukan adalah menyapa; menanyakan
• Memberikan salam kepada klien dan menyambut alasan berhenti; menjelaskan jika terjadi efek samping dan
kedatangan klien dengan hangat dan penuh hormat menyarankan ganti cara.
• Memastikan klien tidak tegang dan tetap nyaman selama
Waktu konseling yang dibutuhkan untuk klien baru dan klien
penjelasan
ganti cara adalah 15 sampai dengan 20 menit, sementara untuk
• Mendengarkan jawaban klien tanpa pernah memotong
klien kunjungan ulang membutuhkan waktu 10 menit dan
pembicaraan
klien ingin berhenti membutuhkan waktu konseling 20 menit.
• Percaya bahwa semua yang dikatakan rahasia dan tidak Penggunaan ABPK umumya dimanfaatkan hanya untuk klien
akan diceritakan kepada siapa pun baru.
Keterampilan mikro yang menurut klien belum dilakukan Dalam melaksanakan KIP/K KB ada enam langkah utama
provider adalah mendorong klien untuk kembali ke fasilitas yang harus dilakukan oleh pemberi KIP/K yaitu SATU TUJU,
kesehatan jika mempunyai pertanyaan atau membutuhkan yaitu memberi Salam kepada klien (menciptakan hubungan);
penjelasan (58 persen). Tanyakan kepada klien informasi tentang dirinya; Uraikan kepada
klien mengenai pilihannya dan beritahu pilihan reproduksi yang

4 Studi Komunikasi Inter Personal/Konseling (KIP/K) KB dalam Pemakaian Kontrasepsi


The Study of Family Planning Interpersonal Communication/Counselling in Contraceptive Use
paling mungkin, termasuk pilihan beberapa jenis kontrasepsi; pendapat klien, berikut adalah langkah-langkah dan
bantulah klien menentukan pilihannya; Pada saat ini klien persentasenya dalam melakukan KIP/K KB untuk klien kunjungan
mengambil keputuhan; jelaskan secara lebih lengkap bagaimana ulang:
menggunakan kontrasepsi pilihannya; dan perlunya dilakukan 1. Provider menanyakan kepuasan pemakaian (51 persen)
kunjungan ulang. 2. Provider menanyakan keluhan atau efek samping yang
dialami (73 persen)
Studi ini menguraikan masing-masing aspek dari keenam
3. Klien mengalami keluhan atau efek samping (29 persen)
langkah tersebut, Tabel 1 menunjukkan persentase dari masing-
4. Klien tidak mengalami efek samping (71 persen)
masing aspek yang dirasakan oleh klien baru. Beberapa aspek
5. Provider berupaya memahami keluhan atau efek samping
menunjukkan persentase yang baik, yaitu di atas 90 persen
tersebut (91 persen)
namun ada beberapa aspek yang tidak dilakukan (persentase
rendah) oleh penyedia layanan KB dalam KIP/K, diantaranya 6. Provider memberikan saran untuk mengatasi keluhan atau
adalah penyedia layanan mengatakan bahwa pelayanan bersifat efek samping (91 persen)
rahasia dan tidak akan diceritakan kepada siapapun (22 persen);
Dalam KIP/K dengan menggunakan ABPK tercantum beberapa
penyedia layanan tidak menanyakan kebutuhan kontrasepsi
langkah yang harus dilakukan untuk klien yang ingin berhenti
yang berfungsi ganda: mecegah kehamilan sekaligus IMS
memakai metode kontrasepsi. Berdasarkan pendapat klien,
(HIV AIDS); penjelasan kontrasepsi yang berfungsi ganda; dan
berikut adalah langkah-langkah dan persentasenya dalam
menanyakan sikap pasangan atau keluarga terhadap pemakaian
melakukan KIP/K KB untuk klien berhenti pakai:
kontrasepsi.
1. Provider menanyakan alasan berhenti (91 persen)
Dalam KIP/K dengan menggunakan ABPK tercantum beberapa 2. Saran metode lain sesuai keinginan klien (87 persen)
langkah yang harus dilakukan untuk klien kunjungan ulang 3. Konsekuensi ketika berhenti (66 persen)
sebelum pemberian atau pemasangan kontrasepsi. Berdasarkan 4. Langkah selanjutnya ketika berhenti (52 persen)

Tabel. 1 Persentase Aspek-Aspek dari Satu Tuju dari Klien Baru

SATU TUJU ASPEK %


SA: Salam, beri salam kepada klien (menciptakan Pemberian salam kepada klien 98
hubungan)
Kenyamanan untuk bertanya mengenai segala sesuatu yg berkaitan dgn pemakaian kontrasepsi 99

Pelayanan bersifat rahasia dan tidak akan diceritakan kepada siapapun 22

T: Tanyakan kepada klien informasi tentang dirinya Tanyakan ttg diri klien Diri (latar belakang keluarga, catatan kesehatan,dll) 79
Tanyakan kebutuhan/keluhan (tujuan kedatangan) 84
Tanyakan jk ada hal-hal yang ingin ditanyakan 52
Tanyakan rencana memiliki anak 71
Tanyakan pengalaman ber-KB 59
Tanyakan pengetahuan ttg metode kontrasepsi 56
Tanyakan kontrasepsi yg ingin dipakai 98
Tanyakan kebutuhan kontrasepsi yg berfungsi ganda mencegah kehamilan sekaligus IMS (HIV 11
AIDS)
U: Uraikan kepada klien mengenai pilihannya dan Tanyakan apa yg ingin diketahui dr kontrasepsi tsb 66
beritahu pilihan reproduksi yang paling mungkin,
termasuk pilihan beberapa jenis kontrasepsi
Penjelasan kontrasepsi yg berfungsi ganda: mencegah kehamilan sekaligus IMS (HIV AIDS) 13

TU: Bantulah klien menentukan pilihannya Tanyakan apa yg disukai dr kontrasepsi tsb 35
Tanyakan sikap pasangan/keluarga thd pemakaian kontrasepsi 13

Kekhawatiran/ketakutan akan pemakaian kontrasepsi 71

J: Jelaskan secara lebih lengkap bagaimana menggu- Penjelasan & perlihatkan bentuk fisik kontrasepsi yg dipilih 71
nakan kontrasepsi pilihannya
Penjelasan kondisi-kondisi yg tdk bs memakai kontrasepsi yg dipilih 82
Pemeriksaan/pengecekan kondisi klien u/ melihat apakah klien bs memakai kontrasepsi yg dip- 98
ilih
Penjelasan efek samping yg mungkin terjadi dr pemakaian kontrasepsi yg dipilih 66
Penjelasan langkah-langkah yg dilakukan dlm memasang/cara-cara pemakaian kontrasepsi 74
Penjelasan yg hrs dilakukan jk terjadi efek samping 80
U: Perlunya dilakukan kunjungan Ulang Penjelasan waktu kunjungan ulang 94
Jk ada pertanyaan/membutuhkan penjelasan bs kembali ke faskes 88

Studi Komunikasi Inter Personal/Konseling (KIP/K) KB dalam Pemakaian Kontrasepsi 5


The Study of Family Planning Interpersonal Communication/Counselling in Contraceptive Use
Selain mekanisme, studi ini juga melihat pada aspek kondisi Pengetahuan Klien terhadap Metode Kontrasepsi menurut
Penggunaan ABPK
dan situasi ketika KIP/K KB dilakukan. Hampir 90 persen
responden mengatakan waktu untuk memberikan KIP/K KB 51%
47%
cukup sesuai; enam persen mengatakan terlalu lama; empat 38%
34%
persen mengatakan terlalu cepat dan dua persen mengatakan 30% 30% 29%
25%
tidak ada penjelasan atau konseling yang dilakukan. Responden 20% 19%
17%
ditanyakan mengenai suhu ruangan saat KIP/K KB dilaksanakan, 13%
6%
3%
93 persen responden mengatakan cukup nyaman, enam persen 3%
0%

menyatakan terlalu dingin dan dua persen menyatakan terlalu MOP MOW AKBK AKDR Suntik KB Pil KB Kondom MAL

KIP/K menggunakan ABPK KIP/K dgn media lain


panas.

Pengetahuan, Sikap dan Pemakaian Kontrasepsi Gambar 2. Persentase Pengetahuan Klien terhadap Metode Kontrasepsi
menurut Penggunaan ABPK

Aspek output dari studi ini adalah penerimaan terhadap terhadap Terkait sikap responden, studi ini meninjau dari lamanya rencana
KIP/K KB; pengetahuan, sikap dan pemakaian kontrasepsi. Dalam menggunakan kontrasepsi yang saat ini dipakai dan ditanyakan
hal penerimaan, 98 persen responden merasa puas terhadap jika suatu saat ada mitos atau rumor terkait alat KB, bagaimana
KIP/K KB yang diberikan, hampir seratus persen mengaku akan sikap klien. Studi ini membandingkan jawaban responden
kembali lagi ke fasilitas kesehatan untuk memperoleh layanan antara yang memperoleh KIP/K dan yang tidak memperoleh
dan 69 persen responden akan memberikan saran kepada orang konseling. Sikap responden terhadap lama penggunaan metode
lain. kontrasepsi yang dipakai saat ini terlihat pada pertanyaan
“berapa lama rencana untuk menggunakan metode kontrasepsi
Dalam pengetahuan metode kontrasepsi, tidak ada satupun yang yang saat ini dipakai?” lebih dari separuh responden (51 persen)
sama sekali tidak mengetahui mengenai metode kontrasepsi. menjawab sampai usia menopause atau sampai yakin tidak bisa
Metode kontrasepsi yang paling dikenal oleh responden adalah hamil lagi; diikuti dengan jawaban hanya dalam jangka waktu
suntik KB (100 persen), diikuti oleh 95 persen pil KB. Metode tertentu akan berhenti karena ingin hamil lagi; 11 persen hanya
kontrasepsi yang yang paling sedikit dikenal oleh responden dalam jangka waktu tertentu akan berhenti jika ingin ganti cara;
adalah Metode Operasi Pria (10 persen) dan MAL (4 persen). Jika dua persen menjawab hanya dalam jangka waktu tertentu akan
responden yang memperoleh KIP/K KB dibandingkan dengan berhenti jika terjadi keluhan atau efek samping dan 14 persen
responden yang tidak memperoleh KIP/K KB, maka pengetahuan menjawab tidak tahu. Jika dibandingkan antara responden yang
mengenai jenis metode kontrasepsi lebih baik pada responden memperoleh KIP/K dan yang tidak memperoleh KIP/K, maka di
semua sikap persentase paling tinggi adalah pada responden
yang memperoleh KIP/K KB. Gambar 1 berikut ini menunjukan
yang memperoleh KIP/K KB.
perbedaan persentase tersebut.
Sikap lainnya yang diukur adalah melalui pertanyaan “apabila
suatu saat ada cerita/mitos/rumor terkait berbahayanya alat
Pengetahuan Klien thd Metode Kontrasepsi menurut
Pelaksanaan KIP/K KB yang saat ini dipakai, namun cerita ini belum terbukti
81%
77%
kebenarannya, apakah akan berhenti menggunakan?” Jawaban
64%
terdiri dari tiga pilihan yaitu berhenti menggunakan; tidak
53% berhenti menggunakan; dan tidak tahu. Umumnya responden
46%
menjawab tidak akan berhenti menggunakan (83 persen).
33%
Jika dibandingkan antara responden yang memperoleh KIP/K
18%
13%
19% 19%
dengan yang tidak memperoleh KIP/K, persentase lebih tinggi
9%
1%
4%
6%
3%
1% pada responden yang memperoleh KIP/K KB.
MOP MOW AKBK AKDR Suntik KB Pil KB Kondom MAL

KIP/K dilaksanakan KIP/K tdk dilaksanakan


Dari seluruh responden, hampir seluruhnya memakai kontrasepsi
(96 persen), kontrasepsi yang paling banyak dipakai oleh
Gambar 1. Persentase Pengetahuan Klien terhadap Metode Kontrasepsi responden adalah suntikan 3 bulan (40 persen); pil KB (29 persen);
menurut Pelaksanaan KIP/K KB dan suntik KB 1 bulan (28 persen). Jika dibandingkan pemakaian
kontrasepsi oleh responden antara yang memperoleh KIP/K
Gambar 2 membandingkan pengetahuan klien antara klien dan tidak memperoleh KIP/K KB pemakaian KB lebih banyak
yang memperoleh KIP/K dengan menggunakan ABPK dan KIP/K tiga persen pada responden yang memperoleh KIP/K KB. Jika
dengan menggunakan alat bantu lain. Terlihat bahwa klien yang dibandingkan jenis kontrasepsi yang dipakai antara responden
memperoleh KIP/K dengan menggunakan ABPK pengetahuan yang memperoleh KIP/K KB dengan yang tidak memperoleh KIP/K
mengenai metode KB persentasenya lebih tinggi daripada KIP/K KB, maka responden yang memperoleh KIP/K persentasenya
dengan menggunakan media lain. sedikit lebih tinggi yang memakai metode kontrasepsi jangka

6 Studi Komunikasi Inter Personal/Konseling (KIP/K) KB dalam Pemakaian Kontrasepsi


The Study of Family Planning Interpersonal Communication/Counselling in Contraceptive Use
panjang, seperti AKDR dan ABPK, dibandingkan dengan yang berhenti pakai yang jarang dilakukan adalah menanyakan
responden yang tidak memperoleh KIP/K KB. langkah selanjutnya ketika sudah berhenti (52%).
Situasi dan kondisi faskes sudah sesuai dengan harapan
klien yang umumnya merasa saat KIP/K dilaksanakan waktu
F. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
penjelasan cukup, suhu ruangan cukup nyaman dan tidak kotor,
Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil studi ini antara lain serta kondisi saat KIP/K tidak gaduh/bising.
bahwa KIP/K wajib dilaksanakan sebelum pemberian dan Hampir seluruh klien merasa puas akan penjelasan yangdiberikan
pemasangan kontrasepsi, tidak hanya agar keberlangsungan saat KIP/K, dan 99 persen menyatakan akan kembali ke faskes
pemakaian tetap terjaga, tetapi agar akseptor memiliki tersebut untuk memperoleh pelayanan.
pengetahuan dan menyadari metode kontrasepsi mana yang
sesuai dengan situasi (usia, paritas, jumlah anak) dan kondisi Dalam pengetahuan akan kontrasepsi, seluruh klien mengetahui
kesehatannya. Penggunaan ABPK KB dalam KIP/K membantu suntik KB, dan umumnya lebih mengenai pil KB dan AKBK.
provider untuk melakukan pelayanan konseling sesuai dengan Pengetahuan tentang jenis kontrasepsi klien yang memperoleh
standar. KIP/K lebih baik daripada pengetahuan klien yg tidak diberikan
konseling. Pengetahuan tentang jenis kontrasepsi klien
Kegiatan yang dilaksanakan dalam mendukung pelaksanaan yang memperoleh KIP/K dengan ABPK lebih baik daripada
KIP/K umumnya hanya pelatihan KIP/K dengan menggunakan pengetahuan klien yang menggunakan alat bantu lain.
ABPK yang diselenggarakan oleh Perwakilan BKKBN Provinsi.
Sikap terhadap pemakaian kontrasepsi belum sesuai harapan,
Provider terlatih KIP/K dengan menggunakan ABPK tersebar walaupun klien telah memperoleh KIP/K. Angka pemakaian
hampir di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Selatan kontrasepsi klien yang memperoleh KIP/K maupun tidak cukup
dan di semua kabupaten/kota Kalimantan Barat. tinggi, yaitu masing-masing 97 dan 94 persen. Pemakaian MKJP
Pencetakan ABPK umumnya dilakukan oleh BKKBN Pusat yang akseptor yang memperoleh KIP/K, sedikit lebih tinggi dari yang
didistribusikan ke Kantor Perwakilan BKKBN Provinsi, keberadaan tidak KIP/K.
ABPK sampai di faskes tergantung pada BKKBN Pusat. Dari hasil studi ini diperoleh rekomendasi, sebagai berikut:
Tidak pernah ada permasalahan dalam ketersediaan kontrasepsi, Peningkatan kualitas pelayanan salah satunya melalui
kekosongan alat/obat tidak pernah berlangsung lama dan selalu peningkatan akses dan kualitas konseling menjadi
bisa diatasi dengan pengalihan/peminjaman. Adanya rumor tanggungjawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Jika selama
negatif mengenai kontrasepsi tidak mempengaruhi pemakaian ini keberhasilan pelayanan berdasarkan pada output jumlah
kontrasepsi kesertaan, maka sudah saatnya melihat pada proses.
Provider terlatih KIP/K dengan menggunakan ABPK, umumnya KIP/K berbeda dengan KIE, yaitu tidak hanya sekedar penyampaian
kompeten dalam melaksanakan pelayanan KB, dilihat dari informasi, tetapi klien mendapatkan dorongan, simpati dan
pengalaman melakukan pelayanan, jumlah rata-rata klien yang bantuan dengan mempertimbangkan perasaan, situasi dan
dilayani dan pelatihan yang telah diikuti. kondisi klien. Oleh karena pelaksanaan KIP/K membutuhkan
Pelaksanaan KIP/K membutuhkan adanya keterampilan- keterampilan dalam penyampaiannya, perlu diselenggarakan
keterampilan mikro yang harus dimiliki oleh konselor. Beberapa kembali pelatihan KIP/K dengan menggunakan ABPK.
aspek penting sebagai penunjang keterampilan tidak/ jarang Semua pihak dari tingkat Pusat sampai dengan fasilitas kesehatan
dilaksanakan, seperti: mengatakan kepada klien bahwa apapun perlu menyadari bahwa KIP/K menjadi salah satu faktor penting
yang dikatakan sifatnya rahasia dan tidak akan diceritakan dalam menjaga keberlangsungan pemakaian kontrasepsi dan
kepada siapapun; menanyakan kebutuhan kontrasepsi yang memintarkan masyarakat dalam penggunaan kontrasepsi,
memberikan perlindungan ganda yaitu mencegah kehamilan untuk itu perlu komitmen untuk lebih memberikan perhatian
dan IMS termasuk HIV AIDS; memastikan klien memahami semua pada pelaksanaanya. Misalnya jika sebelumnya kegiatan
penjelasan dan mengulang penjelasan bila tidak dipahami; monitoring evaluasi hanya melihat pada prosedur pelayanan,
mendorong klien kembali kembali ke faskes jika memiliki namun ditambah pada monitoring evaluasi pra pelayanan yang
pertanyaan/membutuhkan penjelasan. dilaksanakan.

Umumnya konseling dilaksanakan sebelum klien dilayani KB ABPK yang menjadi satu-satunya alat bantu yang ditemukan
(81%), dan diantara yang diberikan konseling 61% menggunakan di fasilitas kesehatan, membantu provider untuk melaksanakan
ABPK Dalam mekanisme KIP/K untuk klien baru aspek yang sering KIP/K sesuai standar, walaupun tidak selalu dimanfaatkan
dilupakan provider antara lain: kerahasiaan pelayanan (22%); (terutama untuk klien kunjungan ulang) namun menjadi
Penjelasan kontrasepsi yang memiliki fungsi ganda (13 persen); panduan provider ketika lupa atau tidak mengetahui hal-
pendapat/sikap pasangan dalam pemakaian kontrasepsi (13 %). hal terkait kontrasepsi, perlu pencetakan kembali ABPK yang
tidak hanya untuk didistribusikan kepada provider di fasilitas
Pada klien kunjungan ulang umumnya yang terlewatkan
kesehatan pemerintah, tetapi juga faskes swasta, mengingat
adalah menanyakan kepuasan pemakaian (51%). Pada klien
pelayanan lebih banyak di fasilitas kesehatan swasta.

Studi Komunikasi Inter Personal/Konseling (KIP/K) KB dalam Pemakaian Kontrasepsi 7


The Study of Family Planning Interpersonal Communication/Counselling in Contraceptive Use
Dalam pelaksanaan KIP/K umumnya tidak memperhatikan KIE kepada masyarakat oleh kader ataupun PKB/PLKB, bahwa
pentingnya privasi dan kerahasiaan, sehingga dalam pelaksanaan pelayanan KB di fasilitas kesehatan tidak hanya pembelian atau
pelatihan KIP/K lebih menekankan lagi pentingnya penjelasan pemasangan alat dan obat kontrasepsi tetapi juga termasuk
mengenai kerahasiaan, penjelasan mengenai kontrasepsi yang pelayanan untuk memperoleh dan/mendapat konseling KB;
memberikan perlindungan ganda walaupun yang dilayani mendiskusikan keluhan/efek samping kontrasepsi yang sedang
adalah klien kunjungan ulang. digunakan dan pemeriksaan alat dan obat yang dipakai saat ini.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2006. Pedoman Teknis: Komunikasi Interpersonal/Konseling Bagi Penyuluh KB. Jakarta: BKKBN.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 2011. Alat Bantu Pengambilaan Keputusan Ber-KB: Alat Bantu Pengambilan Keputusan BerKB
dan Pedoman Bagi Klien dan Bidan Edisi Ketujuh. Jakarta: BKKBN.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2013. Modul Komunikasi Inter Personal/Konseling. Jakarta: BKKBN.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2015a. Modul Diklat Teknis Penggunaan Alat Bantu Pengambilan Keputusan (ABPK)
Dalam KIP/Konseling KB. Jakarta: BKKBN.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2015b. Pendidikan dan Pelatihan Teknis Penggunaan Alat Bantu Pengambilan
Keputusan. Jakarta: BKKBN.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2015c. Panduan Penyelenggaraan Training of Trainer Pendidikan dan Pelatihan
Teknis Penggunaan Alat Bantu Pengambilan Keputusan Dalam Komunikasi Inter Personal/Konseling Keluarga Berencana Bagi Tim
Fasilitator Provinsi. Jakarta: BKKBN.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2015d. Kurikulum Training of Trainer Pendidikan dan Pelatihan Teknis Penggunaan
Alat Bantu Pengambilan Keputusan Dalam Komunikasi Inter Personal/Konseling Keluarga Berencana Bagi Tim Fasilitator Provinsi.
Jakarta: BKKBN.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2015e. Kurikulum Pendidikan dan Pelatihan Teknis Penggunaan Alat Bantu
Pengambilan Keputusan Dalam Komunikasi Inter Personal/Konseling Keluarga Berencana Bagi Tim Fasilitator Provinsi. Jakarta: BKKBN.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2017a. Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Badan Kependudukan
dan Keluarga Berencana Nasional. Jakarta: BKKBN.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2017b. Survei Indikator Kinerja Program KKBPK RPJMN Keluarga Tahun 2017. Jakarta:
BKKBN.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2018a. Materi Rapat Pengendalian Program dan Anggaran Bulan Mei 2018. Jakarta:
BKKBN.
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. 2018b. Jumlah PUS berdasarkan Kesertaan Ber-KB Hasil Pendataan Keluarga.
http://pk.bkkbn.go.id/PK/Laporan/Tabel18.aspx
BPS Kota Palembang. 2018. Kota Palembang Dalam Angka (Palembang Municipality in Figures) 2018. Palembang: CV Alief Media Grafika.
BPS Kabupaten Banyuasin. Banyuasin Dalam Angka (Banyuasin in Figures) 2018. Banyuasin: BPS Kabupaten Banyuasin
BPS Kabupaten Mempawah. Kabupaten Mempawah Dalam Angka (Mempawah Regency in Figures) 2018. Mempawah: BPS Kabupaten
Mempawah.
BPS Kota Singkawang. Kota Singkawang dalam Angka (Singkawang Municipality in Figures) 2018. Singkawang: CV. Anugerah Makmur.
Berelson, B. 1966. “President’s Message”. Population Council Annual Report 1966. New York: Population Council.
Bruce, Judith. 1990. “Fundamental Elements of the Quality of Care: A Simple Framework”. Studies in Family Planning. 21, 2: 61-91.
Cohen, S.A. dan C.I. Richards. 1994. “The Cairo Consensu: Population, Development and Women”. International Family Planning Perspectives.
20 (4): 150-155.
Cotton, Niki., Stanback, John., Maidouka, Halima., Thomas, J T T., & Turk, Tom. 1992. Early Discontinuaton of Contraceptive Use in Niger and
the Gambia. International Family Planing Perspectives, 18 (4): 147.
Devito, Joseph A. 2013. The Interpersonal Communication Book 13th ed. New York: Pearson.

8 Studi Komunikasi Inter Personal/Konseling (KIP/K) KB dalam Pemakaian Kontrasepsi


The Study of Family Planning Interpersonal Communication/Counselling in Contraceptive Use
Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuasin. 2016. Profil Kesehatan Kabupaten Banyuasin. Banyuasin: Dinas Kesehatan.
Gedeian, Arthur G. 1991. Organization Theory and Design. Denver: University of Colorado.
Hidayat. 1986. Teori Efektivitas Dalam Kinerja Karyawan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Laporan Akhir Riset Fasilitas Kesehatan 2011 Puskesmas. Jakarta: Kementerian Kesehatan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Pedoman Manajemen Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta: Kementrian Kesehatan.
Kreager, Phillip. 1977. Family Planning Drop-Outs Reconsidered: A Critical Review of Research and Research Findings. London: International
Planned Parenthood Federation.
Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
National Population and Family Planning Board (NPFPB), Statistics Indonesia, Ministry of Health and USAID. 2017. Indonesia Demographic
and Health Survey 2017: Main Indicators. Jakarta: NPFPB.
Pena, M.M., Silva, E.M.S, Tronchin, D.M.R & Melleiro, M.M. 2013. The Use of the Quality Model of Parasuraman, Zeithaml & Berry in Health
Services. Retrived from http://www.scielo.br/pdf/reeusp/v47n5/0080-6234-reeusp-47-05-1227.pdf
POGI, IDI, IBI, PKB, PKMI, BKKBN dan Kemkes RI. 2011. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi Edisi 3. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Simon, R & Elias C. 1994. The Study of Client-Provider Interactions: A Review of Methodological Issues. Studies Family Planning. 25 (1): 1-17.
Sulistyawati, Ari. 2011. Pelayanan Keluarga Berencana. Jakarta: Salemba Medika.
Weihrich, H & Koontz, H. 1993. Management A Global Perspective 10th Ed. New York: McGraw-Hill, Inc)
Yang, Z & Peterson, R. 2004. Customer Perceveid Value, Satisfaction and Loyalty: The Role of Switching Costs. Psychology & Marketing.
Retrieved from http://citeseerx.ist.psu.edu/viewdoc/download?doi=10.1.1.390.4274&rep=rep1&type=pdf

Peraturan
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga.
Undang-Undang Republik Indonesia nomor 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
Peraturan Pemerintah nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi
Peraturan Menteri Kesehatan nomor 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan Pada Jaminan Kesehatan Nasional.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 97 tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil, Masa Hamil,
Persalinan, dan Masa Sesudah Melahirkan, Penyelenggaraan Pelayanan Kontrasepsi, serta Pelayanan Kesehatan Seksual.
Peraturan Menteri Kesehatan 1464/PER/X/2010 tentang Ijin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan.

Studi Komunikasi Inter Personal/Konseling (KIP/K) KB dalam Pemakaian Kontrasepsi 9


The Study of Family Planning Interpersonal Communication/Counselling in Contraceptive Use

Anda mungkin juga menyukai