Anda di halaman 1dari 132

01/26/2018

OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA


KANTOR PERWAKILAN PROVINSI PAPUA

LAPORAN TAHUNAN
PERIODE 2017

OMBUDSMAN RI PERWAKILAN PROVINSI PAPUA


Jln. Raya Abe Pantai RT. 001/RW. 005 Kel. Asano, Distrik Abepura, Jayapura
Telp. (0967)-5185815
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………………………….ii

KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………………………..iii

IKHTISAR LAPORAN BERBENTUK INFOGRAFIS…………………………………………………………….v

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………………………………….2

BAB II PROGRAM, CAPAIAN KINERJA DAN ANGGARAN…………………………………………………5

A. PROGRAM DAN KEGIATAN…………………………………………………………………….……5

B. IKHTISAR LAPORAN TRIWULAN I TAHUN 2017……………………………………………19

C. CAPAIAN KINERJA…………………………………………………………………………………….21

D. ANGGARAN………………………………………………………………………………………………23

BAB III PENUTUP…………………………………………………………………………………….………..…….26

A. KENDALA…………………………………………………………………………………………………26

B. SOLUSI……………………………………………………………………………………………….....26

LAMPIRAN…………………………………………………………………………………………………………......28

ii | O m b u d s m a n P a p u a
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan karunia-Nya
sehingga Ombudsman Republik Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Papua dapat
melaksanakan program selama Tahun 2017, dengan berbagai tantangan dan keberhasilan
yang dicapai. Dengan sebuah harapan, bahwa kualitas pelayanan publik di Provinsi Papua
dapat mengalami peningkatan. Ombudsman Republik Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi
Papua sebagai representatif Ombudsman Republik Indonesia memiliki tanggungjawab yang
besar dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik yang ada di Provinsi ini, melalui
program kerja yang telah direncanakan selama 1 (satu) tahun dan telah selesai berjalan 12
(dua belas) bulan yaitu bulan Januari hingga Desember Tahun 2017. Mengakhiri Tahun
2017, Ombudsman Republik Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Papua telah
mempersiapkan laporan sebagai bagian dari pertanggungjawaban. Dari keseluruhan
program kerja kantor perwakilan, baik Bidang Pencegahan dan Bidang Penyelesaian
Laporan.

Laporan kerja Tahun 2017 Ombudsman Republik Indonesia Kantor Perwakilan


Provinsi Papua disusun dalam bentuk infografis, kegiatan dan ikhtisar laporan tahun 2017,
tabel dan grafik yang menyajikan Program Kegiatan dan anggaran dengan harapan dapat
memberikan gambaran terkait kegiatan kerja di Kantor Ombudsman Republik Indonesia
Perwakilan Provinsi Papua.

Laporan ini disusun terdiri dari III Bab yang disusun secara berkesinambungan
artinya proses laporan disusun secara berurutan mulai dari Bab I sampai dengan Bab III dan
antara Bab yang satu dengan Bab yang sebelumnya saling berhubungan. Secara garis besar
Bab I membahas tujuan, sasaran, dan sejauh mana capaian tujuan dan sasaran tersebut
serta kendala yang dihadapi dalam pencapaiannya. Disajikan pula langkah-Iangkah yang
telah dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut dan langkah antisipatif untuk
menanggulangi kendala yang mungkin akan terjadi pada tahun mendatang, Pada Bab II
membahas Program dan Kegiatan dan Capaian Kinerja Periode 2017 dan Anggaran
sedangkan pada bab III adalah Bab Penutup yang membahas kendala-kendala dan solusi
permasahan Ombudsman Republik Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Papua. Selanjutnya
pada halaman lampiran ditampilkan foto-foto Kegiatan Ombudsman Republik Indonesia
Kantor selama periode 2017.

iii | O m b u d s m a n P a p u a
Harapan kami semoga laporan ini dapat memberikan gambaran kepada Ombudsman
Republik Indonesia di Jakarta terkait situasi kerja Ombudsman Republik Indonesia Kantor
Perwakilan Provinsi Papua dan kiranya dapat membantu kerja-kerja Ombudsman Republik
Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Papua agar ke depannya dapat berjalan lebih baik.

iv | O m b u d s m a n P a p u a
IKHTISAR LAPORAN TAHUNAN PERIODE 2017

1. Laporan Berdasarkan Mekanisme Cara Penyampaian

2. Laporan Masyarakat Berdasarkan Asal Daerah Pelapor

v|Ombuds man Papua


3. Laporan Berdasarkan Jenis Maladministrasi

4. Laporan Berdasarkan Klasifikasi Pelapor

vi | O m b u d s m a n P a p u a
5. Laporan Berdasarkan Instansi Terlapor

6. Jumlah Berdasarkan Mekanisme Penyelesaian laporan

vii | O m b u d s m a n P a p u a
7. Laporan Berdasarkan Hasil Tindaklanjut

viii | O m b u d s m a n P a p u a
OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA
KANTOR PERWAKILAN PROVINSI PAPUA

Laporan Tahunan Periode 2017

BAB I
PENDAHULUAN

Ombudsman Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Ombudsman adalah


Lembaga Negara yang mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan
pelayanan publik yang diselenggarakan oleh penyelenggara Negara dan
pemerintahan termasuk yang diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara,
Badan Usaha Milik Negara, dan Badan Hukum Milik Negara serta badan swasta
atau perseorangan yang diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik
tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber dari anggaran
pendapatan belanja Negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja daerah
sesuai dengan Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang
Ombudsman Republik Indonesia. Ombudsman diberikan kewenangan oleh
Undang-Undang untuk menerima laporan masyarakat atas dugaan
Maladministrasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan
menindaklanjuti laporan yang tercakup dalam ruang lingkup kewenangan
Ombudsman, melakukan investigasi atas prakarsa sendiri terhadap dugaam
Maladministrasi dalam pelayanan publik, dan melakukan koordinasi, kerjasama,
serta pengembangan jaringan kerja dengan lembaga Negara atau lembaga
pemerintah lainnya.

Dengan adanya lembaga Ombudsman ini, masyarakat diharapkan berperan


secara partisipatif dalam melakukan pengawasan penyelenggaraan pelayanan
publik, disamping adanya pengawasan internal oleh inspektorat dan atasan
langsung, pengawasan eksternal oleh Ombudsman RI, pengawasan fungsional
oleh BPKP dan BPK serta melibatkan DPR dan DPRD. Pengawasan tersebut
diantaranya meliputi tindakan-tindakan maladministrasi yang masih terjadi
dalam pelayanan publik yang sangat meresahkan masyarakat. Oleh karena itu
lembaga Ombudsman dengan tugas dan wewenangnya sangat diandalkan
untuk menangani masalah maladministrasi tersebut.

Secara Nasional Program Nawa Cita Pemerintah berupa 9 (sembilan) agenda


untuk menunjukkan prioritas dalam jalan perubahan menuju Indonesia yang

1
berdaulat secara politik, mandiri dalam bidang ekonomi dan berkepribadian
dalam kebudayaan telah dilaksanakan oleh pemerintah baik di tingkat pusat
maupun daerah namun untuk mencapai cita-cita tersebut haruslah
diwujudnyatakan dalam implementasi pelayanan publik yang baik di segala
aspek. Untuk mengawal program pemerintah berupa Nawa Cita tersebut,
Ombudsman Republik Indonesia sesuai dengan kewenangan telah mengawasi
implementasi program tersebut yang berlaku secara Nasional.

Tahun 2017 Ombudsman Perwakilan Provinsi Papua turut memantau


Implementasi Program Nawa Cita Pemerintah di Provinsi Papua namun secara
umum belum terlaksana dengan baik, hal ini dapat diketahui melalui
pengamatan Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Papua dalam
penyelenggaraan pelayanan publik di Provinsi Papua, laporan pengaduan
masyarakat di Kantor Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi
Papua dan pemberitaan di media lokal Papua baik cetak maupun elektronik.
Melihat hal tersebut Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Papua
berpendapat bahwa implementasi program Nawa Cita pemerintah pada
kabupaten/kota dan Provinsi Papua kurang berjalan maksimal disebabkan oleh
kurangnya sosialisasi, pemahaman, dan paradigma yang berbeda pada tingkat
penyelenggaraan publik.

Selain permasalahan keuangan yang dihadapi, Ombudsman Republik Indonesia


Perwakilan Provinsi Papua dalam membangun jaringan dan kerja sama dengan
pemerintah Provinsi Papua ternyata hingga saat ini belum pernah bertemu
dengan Gubernur Provinsi Papua meskipun segala upaya telah dilakukan baik
melalui surat resmi maupun permintaan secara lisan. Hal ini menyebabkan
pengawasan terkait pelayanan publik oleh Ombudsman Republik Indonesia
Perwakilan Provinsi Papua di tingkat instansi Provinsi Papua tidak dapat
terlaksana secara maksimal karena kurang mendapat dukungan dari Pemerintah
Provinsi Papua. Berbeda dengan Pemerintah Provinsi Papua, beberapa
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang mendukung tata kelola Pemerintahan
yang baik dan bersih justru menyambut baik kehadiran Ombudsman Republik
Indonesia karena berperan mengawasi dan mencegah tindakan Maladministrasi
yang berdampak buruk bagi kualitas pelayanan publik.

Tahun 2017, Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Papua dalam


melakukan pengawasan pelayanan publik tentunya mempunyai tanggungjawab
dalam peningkatan kualitas pelayanan publik bagi penyelenggara pemerintahan
sehingga Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Papua sesuai
dengan tugas dan tanggung jawab saat ini belum melakukan perjanjian
kerjasama dengan beberapa instansi di Provinsi Papua, Sosialisasi Undang-
Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia,
sosialisasi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
dan bimbingan teknis terkait penyediaan standar layanan pada unit-unit

2
pemberi layanan di beberapa instansi pada pemerintah daerah Kabupaten/kota
di Provinsi Papua. Selain melakukan sosialisasi dan bimbingan teknis,
Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Papua pada periode tahun
2017 telah menangani 153 laporan pengaduan masyarakat terkait pelayanan
publik yang mana instansi Terlapor tersebut adalah Kepolisian, Kantor
Pertanahan, Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota, Pengadilan Negeri,
Pengadilan Tinggi dan Lain-lain.

Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Papua berharap pada


waktu mendatang agar selalu mendapatkan dukungan dari Ombudsman
Republik Indonesia Pusat di Jakarta terutama permasalahan keuangan yang
menjadi kendala utama dalam pembiayaan program-program kerja dan
permasalahan membangun jaringan kerja dengan pemerintah Provinsi Papua
yang hingga sampai saat ini belum terlaksana.

3
BAB II
PROGRAM, CAPAIAN KINERJA DAN ANGGARAN

A. Program dan Kegiatan

1). Pencegahan Maladministrasi

a. Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat.


Tahun 2017, kegiatan sosialisasi yang dilakukan termasuk dalam bidang
pencegahan yang berada dibawah bidang komunikasi strategis
(Komstrat). Sebagaimana dalam agenda tahunan pada rakernas 2017,
telah diputuskan rencana sosialisasi dengan metode galang partisipasi
masyarakat untuk mengawal pelayanan public. Dalam agenda tersebut,
direncanakan akan dilakukan 2 (dua) kali sosialisasi dan 4 kali
pertemuan berkala yang dilakukan oleh Ombudsman RI Provinsi Papua.
Sosialisasi dilakukan dengan tujuan menyampaikan peran dan fungsi
Ombudsman Republik Indonesia sesuai dengan Undang-Undang nomor
37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik Indonesia dan Undang-
Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. Selain itu,
sosialisasi ini juga dimaksud guna mencegah terjadinya tindakan
maladministrasi oleh instansi pemerintah tetapi juga mendorong
masyarakat terlibat dalam mengawal proses pelayanan serta perbaikan
dan peningkatan pelayanan. Sementara Pertemuan Berkala, ditujukan
untuk menemukan isu krusial terkait pelayanan public diwilayah Papua
juga tetap menyisipkan sosialisasi peran dan fungsi Ombudsman RI.
Sasaran kegiatan tersebut adalah masyarakat umum, penyelenggara dan
petugas pelayanan publik.

Selain dua kali sosialisasi yang dilaksanakan, terdapat beberapa kali


kegiatan yang didalamnya terfasilitasi kegiatan sosialisasi oleh
Ombudsman Republik Indonesia kantor Perwakilan Provinsi Papua
selama tahun 2017. Adapun kegiatan sosialisasi dan pertemuan berkala
yang telah dilakukan antara lain :
- Sosialisasi pertama, koordinir oleh sanggar Adirway dalam bentuk
sosiodrama yang dilaksanakan pada tanggal 16 September 2017
dilokasi Dewan Kesenian Tanah Papua, Imbi, Kota Jayapura.
Dari hasil sosialisasi ini, sejumlah masyarakat telah terpapar
informasi terkait peran dan fungsi Ombudsman Republik Indonesia
dan bagaimana mekanisme pelaporan kepada Ombudsman RI.

- Sosialisasi kedua, kembali koordinir oleh sanggar Adirway dalam


bentuk talkshow dengan menghadirkan Anggota Ombudsman
Republik Indonesia dengan membahas topic Pengawasan oleh
Ombudsman Republik Indonesia, dilakukan pada tanggal 02

4
November 2017 di Fave Hotel. Hasil sosialisasi ini adalah para
peserta memperoleh informasi yang jelas batasan pengawasan yang
dilakukan oleh Ombudsman RI dan mekanisme penyelesaian laporan
di Ombudsman RI;

- Sosialisasi pada dengan jajaran Pemerintah Kabupaten Keerom, pada


tanggal 17 Juli 2017
Sosialisasi tentang Ombudsman Republik Indonesia (UU N0. 37
Tahun 2008) dan Tentang Pelayanan Publik (UU No. 25 Tahun
2009).

- Pertemuan Berkala I tentang Partisipasi Masyarakat Peduli Pelayanan


Publik, “Sa Peduli Pelayanan Publik di Papua”. Pertemuan ini
dilakukan guna memnerikan ruang bagi Sobat Ombudsman Papua
sebagai jejaring Ombudsman untuk berbagi pengalaman dan cerita
bagaimana Sobat berpartisipasi dalam upaya perbaikan layanan
publik di Papua. Kegiatan dilakukan di Fave Hotel pada tanggal 01
November 2017. Hasil pertemuan ini antara lain menyepakati
tindaklanjut apa yang dapat dilakukan guna mendorong perbaikan
layanan dan bagaimana masyarakat berpartisipasi dalam perbaikan
layanan tersebut;

- Pertemuan Berkala II tentang Mendorong Keterlibatan Pengusaha


Dalam Mengawal Keterbukaan Proses Lelang Dan Investasi Di
Provinsi Papua, dilakukan untuk menggalang komitmen Pengusaha
Papua dan Pengusaha di Papua dalam Partisipasi Masyarakat dalam
mendorong Pelayanan Publik yang baik dan memperkuat jejaring
Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Papua. Kegiatan dilakukan
di Fave Hotel pada tanggal 01 November 2017. Hasil dari pertemuan
ini, terpetakannya masalah dalam lelang pekerjaan di Provinsi Papua
dan komitmen pengusaha di Papua untuk mengawal perbaikan
layanan publik melalui sektor usaha;

- Pertemuan Berkala III tentang Perempuan Bicara Pelayanan Publik,


dilakukan untuk menggalang komitmen Perempuan dalam Partisipasi
Masyarakat dalam mendorong Pelayanan Publik yang baik dalam
Partisipasi Masyarakat dalam mendorong Pelayanan Publik yang baik
dan memperkuat jejaring Ombudsman Republik Indonesia Provinsi
Papua. Kegiatan dilakukan di Hotel Citihub pada tanggal 07
Desember 2017. Hasil dari pertemuan ini, adanya pemahaman
terkait peran dan fungsi Ombudsman RI dan membuka komunikasi

5
dengan kelompok perempuan sebagai jejaring Ombudsman RI
Provinsi Papua;

- Pertemuan Berkala VI tentang Pelayanan Publik Papua di Mata


Mahasiswa dilakukan untuk menggalang komitmen Mahasiswa/i di
Papua dalam Partisipasi Masyarakat dalam mendorong Pelayanan
Publik yang baik dalam Partisipasi Masyarakat dalam mendorong
Pelayanan Publik yang baik dan memperkuat jejaring Ombudsman
Republik Indonesia Provinsi Papua. Kegiatan dilakukan di Hotel
Citihub pada tanggal 07 Desember 2017. Hasil dari pertemuan ini,
adanya pemahaman terkait peran dan fungsi Ombudsman RI dan
membuka komunikasi dengan kelompok mahasiswa sebagai jejaring
Ombudsman RI Provinsi Papua dan menyepakati rencana
tindaklanjut;

- Dialog Interaktif di RRI Jayapura, dalam opini publik terkait


pelayanan publik, dilakukan pada tanggal 1 September 2017.
Hasilnya, masyarakat Kota Jayapura dan seluruh Kabupaten di Tanah
Papua memperoleh informasi terkait peran dan fungsi Ombudsman
RI.

- Tracking media tentang tanggapan ombudsman ri bagi isu pelayanan


publik
Dalam tahun 2017 pemberitaan media terhadap Ombudsman RI
Provinsi Papua sudah cukup baik. Tahun 2017 Ombudsman RI
Perwakilan Provinsi Papua masih menjadi lahan Berita bagi berbagai
media di Jayapura diantaranya Cenderawasih Pos, Jubionline,
beritapapua, Harian Pagi Papua, Antara, Kompas, RRI dan
sebagainya. Peran media bagi Ombudsman sangatlah penting
dikarenakan media merupakan salah satu corong bagi Ombudsman
dalam pemberitaan terkait kerja-kerja dari Ombudsman. Selain itu,
media juga ikut menyuarakan Pelayanan Publik yang sudah baik
maupun yang masih buruk sehinggapara pemangku kepentingan ma
uterus meningkatkan serta memperbaiki layanan publiknya yang
masih buruk. Untuk itu Ombudsman terus bergandengan tangan
dengan media demi pemberitaan yang membangun serta
menyebarluaskan tentang keberadaan Ombudsman dan media
merupakan salah satu alat Pencegahan adanya perbuatan
Maladministrasi di segala lini layanan publik.

6
b. Kerjasama
Kerjasama antar lembaga secara tidak tertulis dalam rangka pencegahan
maladministrasi telah sering dilakukan bersama dengan media dengan
menyepakati adanya komunikasi rutin via grup whats app, termasuk
siaran pers rutin. Selain itu, dua instansi telah menginisiasi terbangunnya
kerjasama baik dalam bentuk Perjanjian Kerja Sama (PKS) atau
Memorandum Of Understanding (MoU). Dua instansi tersebut adalah
Komisi Informasi Papua (KIP) dan Universitas Sains dan Teknologi
Jayapura (USTJ), yang mana proses penandatanganan belum dilakukan
namun telah disepakati draft MoU/ Kerjasama melalui pertemuan yang
dilakukan oleh kedua belah pihak.

Sehingga pada tahun 2017 secara tertulis, Ombudsman Republik


Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Papua belum menandatangani
kerjasama dengan instansi terkait penyelesaian laporan pengaduan
masyarakat. Namun demikian, kami sangat berharap, pada tahun 2018
dapat terealisasi beberapa perencanaan kerjasama dengan instansi
terkait penyelesaian laporan ataupun kerjasama lainnya yang dapat
mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik di tingkat pemerintah
daerah maupun instansi vertikal melalui ketersediaan unit pengelolaan
pengaduan ditingkat pemerintah daerah ataupun instansi/OPD terkait.

c. Penilaian Kepatuhan Penyelenggara Negara terhadap


penyediaan standar pelayanan sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik.
Pada tahun 2017 Penilaian Kepatuhan Penyelenggara Negara terhadap
penyediaan standar pelayanan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik dan telah dilaksanakan pada 6
wilayah yaitu Provinsi Papua, Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura,
Kabupaten Keerom, Kabupaten Biak Numfor dan Kabupaten Kepulauan
Yapen. Survei atau penilaian ini telah dilakukan selama 4 tahun berturut-
turut, dimana dalam penilaian tahun sebelumnya terlihat adanya
peningkatan meskipun tidak signifikan, terutama untuk penilaian di tingkat
Pemerintah Daerah, sementara untuk instansi vertikal selalu ada
peningkatan yang bervariasi.

7
Peningkatan Penilaian Dari Tahun 2016 Ke Tahun 2017 Antara Lain:
Pemerintah Daerah 2016 2017

Jumlah Nilai/zona Jumlah Nilai/zona


Produk Produk

Provinsi Papua 48 18,06 65 46,73

Kota Jayapura 49 46,78 51 54,43

Kabupaten Jayapura 21 25,52 34 35,88

Kabupaten Keerom 52 15,83 40 16,53

Kabupaten Kepulauan 56 11,99 55 9,76


Yapen

Kabupaten Biak Numfor 40 22,33 38 27,34

Kementerian ATR/BPN
No. Kantor Pertanahan Produk Pelayanan Nilai/Zona
Pelayanan Pengukuran Bidang Tanah 18.00
1 Kab. Kep. Yapen
Pendaftaran Hak Milik Perorangan 18.00
Pelayanan Pengukuran Bidang Tanah 44.50
2 Kab. Jayapura
Pendaftaran Hak Milik Perorangan 50.50
Pelayanan Pengukuran Bidang Tanah 18.00
3 Kab. Keerom
Pendaftaran Hak Milik Perorangan 18.00
Pelayanan Pengukuran Bidang Tanah 83.50
4 Kota Jayapura
Pendaftaran Hak Milik Perorangan 83.50

Kementerian Hukum dan HAM-Kantor Imigrasi


No. Kantor Imigrasi Produk Pelayanan Nilai/Zona
Kantor Imigrasi Kelas I
1 Permohonan Paspor Biasa 97.50
Jayapura
Kantor Imigrasi Kelas II Kartu Ijin Tinggal Sementara (KITAS) 59.00
2
Biak Permohonan Paspor Biasa 83.00

8
Kepolisian Negara Republik Indonesia
No. Polres Produk Pelayanan Nilai/Zona
Pelayanan Penerbitan SKCK 97.00
1 Polres Jayapura
Permohonan SIM Baru Perseorangan 95.00
Pelayanan Penerbitan SKCK 49.00
2 Polres Keerom
Permohonan SIM Baru Perseorangan 73.50
Pelayanan Penerbitan SKCK 45.00
3 Polres Kep. Yapen
Permohonan SIM Baru Perseorangan 68.50
Pelayanan Penerbitan SKCK 58.50
4 Polres Biak Numfor
Permohonan SIM Baru Perseorangan 82.50
Pelayanan Penerbitan SKCK 52.50
5 Polres Kota Jayapura
Permohonan SIM Baru Perseorangan 66.50

Dari 4 tahun survei atau penilaian ini menjadi sebuah alat ukur kinerja
pemerintah daerah dalam hal pelayanan publik, sehingga perlu menjadi
perhatian guna memaksimalkan pelayanan bagi masyarakat. Pemerintah
Kota Jayapura merupakan satu-satunya daerah survei di Papua yang
masuk pada zonasi kuning (tingkat kepatuhan sedang) dengan nilai 54,43
(51 produk dari 11 dinas), dibanding tahun sebelumnya yang masuk
kategori rendah. Peningkatan ini tentunya diakibatkan juga oleh adanya
beberapa Dinas yang memiliki tingkat Kepatuhan Tinggi seperti Dinas
Kependudukan dan Pencatatan Sipil (nilai 95,5 dari 7 produk) dan Dinas
Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (nilai 93,5 dari 10
produk). Pada kenyataannya kedua dinas tersebut sering mendapatkan
apresiasi dari masyarakat luas, bahkan Dinas PMPTSP pada beberapa
kesempatan dijadikan objek kunjungan dari kabupaten lain yang ingin
belajar mengenai penyelenggaraan pelayanan perijinan terpadu. Dinas
Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi merupakan dinas dengan
tingkat kepatuhan terendah di Pemerintah Kota Jayapura (nilai 8 dari 4
produk). Zonasi kuning oleh Pemerintah Kota Jayapura sesuai hasil survei
tahun 2017 juga dapat disejajarkan dengan Kota Bogor, Batam,
Makassar, Tangerang dan Kota Malang.

Berdasarkan survei tersebut, terdapat 5 (lima) daerah survei lainnya yang


masuk dalam zonasi merah (tingkat kepatuhan rendah), yaitu Pemerintah
Provinsi Papua dengan nilai 46,73 (65 produk dari 5 Dinas), Pemerintah
Kabupaten Jayapura dengan nilai 35,88 (34 produk dari 9 Dinas),
Pemerintah Kabupaten Keerom dengan nilai 16,53 (40 produk dari 9
Dinas), Pemerintah Kabupaten Biak Numfor dengan nilai 27,34 (38
produk dari 11 Dinas) dan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Yapen
dengan nilai 9,76 (55 produk dari 14 Dinas). Dibanding dengan 4 daerah
lainnya yang mengalami peningkatan nilai dari tahun sebelumnya,
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Yapen justru mengalami penurunan
dimana tahun ini mendapatkan nilai 9,76 dibanding tahun sebelumnya
yang mendapatkan nilai 11,99.

9
Dari hasil survei, pada umumnya terdapat beberapa komponen yang
paling banyak tidak dipenuhi dalam penyelenggaraan pelayanan publik,
antara lain seperti ketersediaan informasi mengenai biaya/tarif pelayanan,
persyaratan, jangka waktu penyelesaian produk, ketersediaan
maklumat/janji layanan, dan ketersediaan sarana bagi pengguna
berkebutuhan khusus.

Di Papua, terdapat 2 (dua) kementerian dan 1 (satu) lembaga yang dinilai


oleh Ombudsman antara lain Kementerian Hukum dan HAM untuk
pelayanan pada Kantor Imigrasi, Kementerian Agraria dan Tata
Ruang/BPN untuk pelayanan pada Kantor Pertanahan dan pada Lembaga
Kepolisian Republik Indonesia untuk pelayanan pada Satuan
Penyelenggara Administrasi SIM dan pelayanan SKCK pada Sat Intelkam.

Secara nasional, Kementerian ATR/BPN mendapatkan nilai 71,58/zona


kuning dengan jumlah lokus sebanyak 136 Kantor Pertanahan yang
tersebar di seluruh Indonesia. Kementerian Hukum dan HAM
mendapatkan nilai 90,71/zona hijau, dengan jumlah lokus 58 Kantor
Imigrasi Kelas I, II dan Kelas III yang tersebar di seluruh Indonesia. Pada
saat penganugerahan di Balai Kartini, Kementerian Hukum dan HAM
diwakili oleh Plt. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen
AHU) dan juga Dirjen Kekayaan Intelektual sebagai penerima piagam
Ombudsman.

Lembaga Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki 153 Kantor


Kepolisian Resor yang menyelenggarakan produk pembuatan SIM dan
SKCK, yang masuk dalam survei Ombudsman. Hasil dari survei tersebut
menempatkan POLRI kedalam zona kuning dengan nilai 86,70. Pada 13
Desember 2017, bertempat di Auditorium STIK-PTIK POLRI, Kapolri dan
Ketua Ombudsman RI menyerahkan beberapa piagam kepatuhan
Ombudsman sebagai apresiasi kepada beberapa Polres yang masuk
dalam zonasi tinggi.

K/L/Pemda dengan tingkat Kepatuhan Tinggi atas Pelaksanaan


Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
- Penyerahan hasil Penilaian Kepatuhan Kepada Pemerintah Kota
Jayapura;
- Penyerahan hasil Penilaian Kepatuhan Kepada Pemerintah Kabupaten
Keerom;
- Penyerahan hasil Penilaian Kepatuhan Kepada Pemerintah Kabupaten
Jayapura;
- Penyerahan hasil Penilaian Kepatuhan Kepada Polres Kota Jayapura;

10
- Penyerahan hasil Penilaian Kepatuhan Kepada Polres Kabupaten
Jayapura;
- Penyerahan hasil Penilaian Kepatuhan Kepada Polres Kabupaten Keerom.

d. Instansi pemerintah yang memiliki Unit Pengelolaan Pengaduan


Ada 2 (dua) instansi yang telah memiliki Unit Pengelolaan Pengaduan
yaitu Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil dan DPMPSTP Kota Jayapura.
Selebihnya masih menggunakan kotak saran tanpa ada pengelola dan unit
khusus.

e. Integrasi Sistem Pengelolaan Pengaduan


Pemerintah Provinsi Papua sudah terintegrasi dengan Sistem Pengelolaan
Pengaduan. Untuk Kabupaten Jayapura, Kabupaten Keerom dan
Kabupaten lainnya belum terintegrasi dengan SP4N.

f. Lainnya
Beberapa item kegiatan Pencegahan Maladministrasi seperti Jumlah
perbaikan kebijakan pelayanan publik dan Jumlah Partisipasi Publik belum
dilaksanakan/masih dalam proses.

2). Bidang Penyelesaian Laporan


a. Pengaduan masyarakat yang selesai ditindaklanjuti
Berdasarkan tindak lanjut laporan pengaduan masyarakat di tahun 2017
diantaranya Laporan yang telah ditutup sebanyak 88 (delapan puluh
delapan) laporan, menunggu tanggapan Terlapor sebanyak 38 (tiga puluh
delapan) laporan, proses diadministrasi sebanyak 6 (enam) laporan,
menunggu data tambahan sebanyak 4 (empat) laporan, laporan telah
diselesaikan 3 (tiga) laporan, proses di asisten 1 (satu) laporan, dan
bukan wewenang 1 (satu) laporan.

b. Pejabat atau Instansi yang tidak bersedia memenuhi permintan


dan/atau melaksanakan rekomendasi

Terkait Pejabat atau Instansi yang tidak bersedia memenuhi atau


melaksanakan rekomendasi, untuk tahun 2017 belum ada. Namun untuk
Instansi yang tidak bersedia memenuhi atau melaksanakan saran
perbaikan ada yaitu Badan Pengawas Pemilihan Umum Republik
Indonesia, dalam menindaklanjuti Saran Ombudsman Republik Indonesia
Provinsi Papua terkait Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan mengenai
Penyimpangan Prosedur oleh GAKKUMDU Kabupaten Jayapura Terkait
Penetapan Tersangka Terhadap 19 Kepala Distrik di Kabupaten
Jayapura.

11
c. Pejabat atau instansi yang tidak bersedia atau lalai melakukan
pemeriksaan terhadap pejabat yang dilaporkan, tidak
mengambil tindakan administratif, atau tindakan hukum
terhadap pejabat yang terbukti bersalah
Berdasarkan kriteria instansi yang tidak bersedia atau lalai melakukan
pemeriksaan terhadap pejabat yang dilaporkan, tidak mengambil tindakan
administratif, atau tindakan hukum terhadap pejabat yang terbukti
melakukan maladministrasi antara lain adalah Pemerintah Daerah, kantor
pertanahan, Kepolisian, Kementerian Hukum dan HAM, TNI, Pengadilan
dan BUMN. Instansi tersebut masuk ke dalam kategori ini karena surat
klarifikasi pertama dan/atau klarifikasi kedua yang sampai batas
waktunya (14 hari) belum di tindaklanjuti, sehingga perlu di undang atau
sebagainya.

d. Jumlah dan jenis Laporan yang tidak memenuhi persyaratan


Dalam penanganan laporan masayarakat persyaratan awal yang penting
adalah identitas dari Pelapor termasuk kronologis, namun dalam
penerimaan laporan biasanya Pelapor jarang menyerahkan identitas diri,
bahkan tidak melengkapi dokumen lain terkait laporan yang disampaikan.
Ombudsman Republik Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Papua selama
tahun 2017 menerima 7 laporan yang datanya tidak lengkap dan tidak
dilengkapi oleh Pelapor.

e. Investigasi
Investigasi di Ombudsman Republik Indonesia terbagi menjadi dua
bagian, antara lain dalam bidang Penyelesaian Laporan dan bidang
pencegahan. Dalam bidang penyelesaian laporan selama tahun 2017
Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Papua telah melakukan
beberapa kegiatan investigasi terkait laporan masyarakat.

1. Klarifikasi langsung laporan masyarakat kepada Kantor PDAM Abepura;


2. Koordinasi sekaligus Klarifikasi langsung kepada Dinas Tanaman
Pangan dan Holtikultura provinsi Papua;
3. Investigasi lapangan terkait laporan masyarakat An. Sdr. Latief;
4. Klarifikasi langsung laporan masyarakat An. Rusli;
5. Klarifikasi langsung laporan masyarakat An. Stella Ridley Ayomi;
6. Klarifikasi langsung laporan masyarakat An. Mangatur Manurung;
7. Klarifikasi langsung laporan masyarakat An. Fika Zumrotun;
8. Klarifikasi langsung Inisiatif Ombudsman kepada Kepala Sekolah SMP
Negeri 2 Abepura;
9. Investigasi lapangan terkait laporan masyarakat An. Florida Saroy;
10. Investigasi lapangan terkait laporan masyarakat An. Yuli Kambue;
11. Investigasi lapangan terkait laporan masyarakat An. Mince Pussop;

12
12. Investigasi lapangan terkait laporan masyarakat An. Ariance Wadi;
13. Investigasi lapangan terkait laporan pengaduan masyarakat atas nama
Bpk. Latief;
14. Investigasi lapangan terkait dugaan Garatifikasi KPUD Kepulauan
Yapen.

Dalam bidang Pencegahan, investigasi yang dilakukan sesuai program


Ombudsman Republik Indonesia juga dilakukan oleh Ombudsman Republik
Indonesia Provinsi Papua, melalui program Kajian Kebijakan Publik.
Adapun isu yang diangkat adalah tentang Dana Desa, dengan melihat
pada proses penyaluran mulai dari tingkat kabupaten hingga ke kampung.
Investigasi inisyatif (Own Motion Investigation) yang dilakukan adalah
tentang Penyalahgunaan Wewenang terkait penyaluran dana desa di
Kabupaten Kepulauan Yapen, dengan mengkaji lebih rinci melalui metode
rapid assessment, dengan waktu singkat guna memperoleh informasi dan
data terkait setelah melihat ketampakan kondisi lapangan.

Adapun hasil yang diperoleh dari investigasi Dana Desa ini, bahwa terdapat
adanya keterlambatan distribusi dana desa, pelaksanaan program tidak
sesuai dengan perencanaan program, adanya temuan pengadaan alat
yang belum dapat dipertanggungjawabkan di tingkat distrik, masih
minimnya kemampuan aparatur kampung dalam mengelola dana desa.
Berdasarkan hasil ini Ombudsman Republik Indonesia Provinsi Papua
memberikan saran perbaikan kepada Pemerintah Kabupaten Kepulauan
Yapen sebagai berikut :
1. Pemerintah Daerah perlu memaksimalkan Peraturan Daerah atau
Peraturan Bupati terkait penyaluran Dana Desa, melalui peran
pengawasan Inspektorat pada pemerintah daerah;
2. Penyeragaman format dokumen pertanggungjawaban agar
memudahkan verifikator dalam pemeriksaan;
3. Perlu adanya efisiensi alur pemeriksaan dokumen pertanggungjawaban
dari Kampung;
4. Peningkatan pengawasan pada proses penyaluran Dana Desa;
5. Aparat Kampung perlu menginformasikan Laporan realisasi dan
laporan pertanggungjawaban realisasi pelaksanaan kepada masyarakat
secara tertulis dan melalui media informasi yang mudah diakses oleh
masyarakat.1

1
Laporan Hasil Kajian (OMI-Rapid Assessment) Ombudsman RI Provinsi Papua di Kabupaten Kepulauan Yapen Tentang
Penyalahgunaan Wewenang terkait Proses Penyaluran Dana Desa di Kabupaten Kepulauan Yapen, 2017, Jayapura;

13
f. Mediasi
Ombudsman Republik Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Papua pada
bidang penyelesaian laporan sepanjang tahun 2017 telah 5 (lima) kali
melakukan mediasi terkait laporan masyarakat.
1. Mediasi dengan Sekretaris Dinas Kesehatan Kota Jayapura;
2. Mediasi laporan masyarakat antara Jhon C. Sinambela dengan BPJS
Kesehatan;
3. Mediasi laporan masyarakat antara Pihak Bpk. Lodywik Nero dengan
Pihak BBPJN XVIII;
4. Mediasi laporan masyarakat antara Chlemens Asaribab dengan Dinas
Pendidikan Kabupaten Jayapura;
5. Mediasi laporan masyarakat antara Chlemens Asaribab dengan BKD
Kabupaten Jayapura.

g. Monitoring
Monitoring yang dimaksud pada bidang penyelesaian laporan adalah
bagaimana kita menindaklanjuti laporan yang belum memperoleh
tanggapan dan melakukan koordinasi kepada instansi terkait mengenai
klarifikasi laporan masyarakat yang belum memperoleh tanggapan,
dengan asusmsi bahwa surat klarifikasi belum diterima.

Beberapa kegiatan Monitoring serta Koordinasi yang telah dilakukan pada


Tahun 2017 antara lain :

1. Monitoring Pos Lintas Batas RI-PNG;


2. Monitoring Laporan Masyarakat An. Karmini pada Pengadilan Agama
Kabupaten Sentani;
3. Monitoring Laporan Masyarakat di Kabupaten Jayapura;
4. Koordinasi terkait Laporan Masyarakat dengan Kepala Kejaksaan
Tinggi Papua;
5. Koordinasi terkait Laporan Masyarakat dengan Polda Papua;
6. Koordinasi terkait Laporan Masyarakat dengan Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan Provinsi Papua;
7. Koordinasi terkait Laporan Masyarakat dengan Biro Hukum Pemerintah
Provinsi Papua;
8. Koordinasi terkait Laporan Masyarakat dengan Pengadilan Tinggi
Agama Kota Jayapura;
9. Koordinasi terkait Laporan Masyarakat dengan Disnakertrans Provinsi
Papua;
10. Koordinasi terkait Laporan Masyarakat dengan Dekan pada Universitas
Cenderawasih;
11. Koordinasi terkait Laporan Masyarakat dengan PT. Victory Cemerlang
Indonesia Wood Industri;

14
12. Koordinasi terkait Laporan Masyarakat dengan Kantor KPKC Sinode
GKI Papua;
13. Koordinasi rencana kerjasama antara Ombudsman RI Perwakilan
Papua dengan DPRD Kabupaten Keerom;
14. Koordinasi terkait Laporan Masyarakat dengan Pemerintah Provinsi
Papua.
15. Penyerahan hasil Penilaian Kepatuhan kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten Jayapura dan Koordinasi dengan Kapolres Kabupaten
Jayapura;
16. Penyerahan hasil Penilaian Kepatuhan kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten Keerom dan melakukan Koordinasi dengan Kapolres
Kabupaten Keerom;
17. Monitoring Laporan Masyarakat An. Pelapor Cornelis Samanuy di
Kabupaten Jayapura;
18. Pemantauan USBN SMA/SMK Tahun 2017;
19. Koordinasi terkait Laporan Masyarakat dengan BPJS Ketenagakerjaan
Jayapura;
20. Monitoring pada Lembaga Pemasyarakatan di Kota Jayapura,
Kabupaten Jayapura, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Kepulauan
Yapen, dan Kabupaten Mimika;
21. Monitoring Seleksi CPNS pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum
dan HAM Papua;
22. Monitoring proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPBD) Tahun 2017;
23. Koordinasi terkait Laporan Masyarakat dengan Kepala Divisi
Pemasyarakatan Kantor Wilayah Hukum dan HAM Papua;
24. Koordinasi terkait Laporan Masyarakat dengan Kepala Lembaga
Pemasyarakatan Klas IIB Biak Numfor;
25. Koordinasi terkait Laporan Masyarakat dengan Polda Papua;
26. Koordinasi terkait Laporan Masyarakat dengan Kantor UPBU
Kepulauan Yapen;
27. Koordinasi terkait Laporan Masyarakat dengan Kantor UPBU Numfor
Kabupaten Biak Numfor;
28. Koordinasi terkait Laporan Masyarakat dengan Dinas Kependudukan
dan Pencatatan Sipil Kota Jayapura;
29. Koordinasi terkait Laporan Masyarakat dengan Kantor Balai Besar
Pelaksanaan Jalan Nasional XVIII;
30. Koordinasi terkait Laporan Masyarakat dengan Bupati Kabupaten
Keerom;
31. Koordinasi terkait Laporan Masyarakat dengan Dinas Lingkungan
Hidup Kabupaten Keerom;
32. Koordinasi pada Bawaslu Provinsi Papua terkait Pilkada Kabupaten
Jayapura;
33. Koordinasi terkait laporan masyarakat pada kantor BKN Regionl IX
Jayapura;

15
34. Pemantauan Sidang DKPP terkait PSU Kabupaten Jayapura di
Kejaksaan Tinggi Jayapura;
35. Pemantauan pelaksanaan Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK)
pada beberapa SMP di Kota Jayapura;
36. Pemeriksaan dokumen pada sentra gakkumdu Kabupaten Jayapura
terkait sengketa PSU;
37. Koordinasi terkait laporan pengaduan masyarakat pada kantor
pertanahan di kabupaten jayapura;
38. Pemantauan pembangunan pasar mama papua;
39. Koordinasi sesuai surat tugas nomor 0100/PW.31-ST/V/2017 dan
nomor 0102/PW.31-ST/V/2017;
40. Koordinasi dengan pengadilan tinggi Papua terkait laporan masyarakat
atas nama Zainal Abidin.
41. Penyerahan hasil penilaian kepatuhan standar pelayanan publik pada
pemda provinsi papua;
42. Koordinasi dengan BPPJN XVIII terkait penyelesaian laporan;
43. Koordinasi dengan Dinas PU dan Perumahan.

h. Monitoring Review
Monitoring review dimaksudkan untuk melakukan pemantauan terhadap
pelaksanaan saran dan rekomendasi Ombudsman yang dikeluarkan bagi
instansi yang melakukan perbuatan maladministrasi. Secara khusus di
Provinsi Papua, pada tahun 2017 terdapat 1 (satu) laporan yang oleh
Ombudsman Republik Indonesia telah dikeluarkan saran perbaikan
melalui Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan, yaitu mengenai Dugaan
Penyimpangan Prosedur oleh GAKKUMDU Kabupaten Jayapura Terkait
Penetapan Tersangka Terhadap 19 Kepala Distrik di Kabupaten Jayapura.
Adapun saran perbaikan adalah :
1. Ketua Bawaslu Republik Indonesia agar melakukan peninjauan dan
memperbaiki kembali hasil kajian Panitia Pengawas Pemilihan Kepala
Daerah Kabupaten Jayapura yang telah diasistensi oleh Bawaslu RI
Provinsi Papua terkait Dugaan Pelanggaran Tindak Pidana Pemilihan
yang dilakukan oleh 19 Kepala Distrik di Kabupaten Jayapura;
2. Ketua Bawaslu RI Provinsi Papua agar dapat mengkaji kembali
pelaporan dan penanganan dugaan pelanggaran di Pemilihan Kepala
Daerah Kabupaten Jayapura, sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan meninjau kembali prosedur
penonaktifan 2 (dua) anggota Panitia Pengawas Pemilihan Kepala
Daerah Kabupaten Jayapura;
3. Koordinator Sentra Gakkumdu Kabupaten Jayapura agar memperbaiki
tata cara penanganan laporan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan dan melakukan peninjauan kembali proses
pidana yang telah ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;

16
4. Penyelenggara Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Jayapura (KPUD
Kabupaten Jayapura, Panitia Pengawas Pemilihan Kepala Daerah
Kabupaten Jayapura) agar mempertanggungjawabkan proses
pelaksanaan Pemilihan Umum secara akuntabel dan transparan
kepada masyarakat termasuk kepada Ombudsman Republik Indonesia
terkait tindaklanjut penanganan laporan/pengaduan masyarakat
sebagai wujud pelayanan publik dan tata kelola pemerintahan yang
baik;
5. Sentra Gakkumdu Provinsi agar memberikan Sanksi berupa
pembinaan kepada Gakkumdu Kabupaten Jayapura;
6. Ketua Bawaslu RI agar memberikan Sanksi berupa pembinaan kepada
Bawaslu Provinsi Papua, Panwaslu Kabupaten Jayapura;
7. Aparat penegak hukum dalam menindak lajuti dugaan tidak pidana
pemiliha Kepala Daerah wajib mempertimbangkan kecermatan unsur
pembuktian dalam setiap tahapan pemeriksaan mulai dari dugaan
pelanggaran hingga ditetapkan sebgai tindak pidana dan dampak
sosial sebagai wujud penegakan hukum dan demokrasi dalam proses
pemeriksaan hingga putusan peradilan;
8. Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Jayapura wajib
melaksanakan tugas pokok dan fungsi dalam proses peletakan dasar
dan penegakan demokrasi dengan penuh rasa tanggung jawab,
berintegritas, akuntabel dan transparan demi terlaksananya Pilkada
yang bersih dan menghasilkan Pemimpin yang berintegritas dan
bebas KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme);
9. Berdasarkan Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan
Pegawas Pemilihan Umum, dan Dewan Kehormatan Peyelenggara
Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012, dan
Nomor 1 Tahun 2012, Tentang Kode Etik Penyelenggara Pemilihan
Umum, Pasal 10 huruf h, huruf i dan huruf j, Pasal 11 huruf c, maka
KPUD Kabupaten Jayapura, Panwaslu Kabupaten Jayapura dan
Bawaslu Provinsi Papua dapat diberikan sanksi Kode Etik Pasal 17
ayat (2).

Namun saran perbaikan ini ditampik oleh Bawaslu Republik Indonesia


dengan alasan bahwa kasus tersebut telah diproses secara hukum dan
telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Ombudsman Republik
Indonesia Provinsi Papua tetap pada hasil pemeriksaan yang dilakukan
bahwa telah ditemukan adanya penyimpangan prosedur dalam
menetapkan hasil kajian oleh Panwaslu Kabupaten Jayapura, sehingga ini
bukan soal penetapan 19 Kepala Distrik menjadi Tersangka, Terdakwa
ataupun Terpidana, selanjutnya Ombudsman menilai bahwa instansi
Bawaslu Republik Indonesia adalah salah satu instansi yang tidak patuh
terhadap prosedur yang berlaku yang telah disampaikan oleh
Ombudsman.

17
B. Ikhtisar Laporan Tahun 2017

1. Laporan Berdasarkan Mekanisme Cara Penyampaian


Aspek pelayanan merupakan integral dan strategis bagi pengembangan tugas
dan fungsi pelayanan pemerintah. Untuk itu, kualitas pelayanan publik
merupakan salah satu parameter keberhasilan birokrasi. Pelayanan yang
berkualitas merupakan harapan masyarakat karena pelayanan merupakan
hak yang harus diperolenya. Kesadaran masyarakat terhadap hak untuk
memperoleh pelayanan yang baik salah satunya diwujudkan dalam
penyampaian akses ke Ombudsman Republik Indonesia Kantor Perwakilan
Provinsi Papua. Ombudsman Republik Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi
Papua pada tahun 2017 telah menerima laporan/pengaduan masyarakat atas
dugaan maladministrasi dalam pelayanan publik sebanyak 153 laporan dan 7
tembusan. Laporan /Pengaduan tersebut disampaikan melalui berbagai cara
yaitu melalui datang langsung sebanyak 120 laporan (78%), Surat sebanyak
11 laporan (7%), Media sebanyak 12 laporan (8%), Investigasi Inisiatif
sebanyak 9 laporan (6% dan email sebanyak 1 laporan (1%).

2. Laporan Masyarakat Berdasarkan Asal Daerah Pelapor


Berdasarkan asal daerah, Ombudsman Republik Indonesia Kantor Perwakilan
Provinsi Papua menerima laporan pengaduan masyarakat yang berasal dari
Provinsi Papua. Adapun laporan-laporan tersebut adalah Kota Jayapura
dengan jumlah laporan sebanyak 105 Pelapor, Kabupaten Jayapura dengan
jumlah laporan sebanyak 21 Pelapor, Kabupaten Biak Numfor dengan jumlah
laporan sebanyak 7 Pelapor, Kabupaten Kepulauan Yapen dengan jumlah
laporan sebanyak 6 Pelapor, Kabupaten Jayawijaya sebanyak 1 Pelapor,
Kabupaten Keerom sebanyak 2 Pelapor, Kabupaten Merauke sebanyak 1
Pelapor, Kabupaten Paniai sebanyak 1 Pelapor, Kabupaten Mamberamo
Tengah sebanyak 1 Pelapor, Kabupaten Mimika sebanyak 2 Pelapor,
Kabupaten Nabire sebanayak 3 Pelapor.

3. Laporan Berdasarkan Jenis Maladministrasi


Jenis Maladministrasi yang banyak dilaporkan masyarakat adalah penundaan
berlarut sebanyak 35 laporan, penyimpangan prosedur sebanyak 20 laporan,
tidak memberikan pelayanan sebanyak 33 laporan, penyalahgunaan
wewenang sebanyak 12 laporan, tidak patut sebanyak 24 laporan, tidak
kompeten sebanyak 11 laporan dan permintaan imbalan uang, barang dan
jasa sebanyak 8 laporan Berpihak sebanyak 1 laporan, Diskriminasi 7 laporan,
Konflik Kepentingan 2 laporan.

4. Laporan Berdasarkan Klasifikasi Pelapor


Berdasarkan klasifikasi Pelapor, masyarakat yang banyak melaporkan keluhan
tentang dugaan maladministrasi ialah perorangan/korban langsung sebanyak

18
82, Keluarga Korban 22, kelompok masyarakat 13, Inisiatif Investigasi 13,
Media 8, Badan Hukum 5, Instansi Pemerintah 1, Lembaga bantuan hukum
2, Lembaga Swadaya Masyarakat 2, Kuasa Hukum 2, Organisasi Profesi 2
dan lain-lain 2. Klasifikasi Pelapor menandakan tugas fungsi dan peranan
Ombudsman Republik Indonesia mulai diketahui masyarakat, seiring dengan
proses waktu berjalan hadirnya Ombudsman Republik Indonesia di Provinsi
Papua.

5. Laporan Berdasarkan Instansi Terlapor


Berdasarkan Instansi Terlapor menunjukan yang paling banyak dilaporkan
oleh masyarakat adalah instansi penyelenggara pelayanan publik pada
pemerintah kabupaten/kota sebanyak 42, pemerintah provinsi sebanyak 16,
BUMN/BUMD sebanyak 9, Kepolisian Daerah sebanyak 12, Kantor Pertanahan
sebanyak 1, Kepolisian resor sebanyak 3, Kementerian Hukum dan HAM
sebanyak 4, Mabes TNI 2, Kepolisian Sektor sebanyak 8, Kepolisian Sektor,
Kodam 1, Kodim 1, Pengadilan Tinggi sebanyak 2, Pengadilan Negeri
sebanyak 2, RSUD sebanyak 1, BKN sebanyak 7, Kejaksaan Negeri sebanyak
2, Kementerian PU&PR, Kemendiknas sebanyak 5, PTN sebanyak 2 dan Lain-
lain sebanyak 4.

6. Jumlah Berdasarkan Mekanisme Penyelesaian laporan


Berdasarkan mekanisme penyelesaian laporan Ombudsman Republik
Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Papua telah melakukan klarifikasi lisan
sebanyak 20, klarifikasi tertulis sebanyak 34, Pelimpahan/diteruskan
sebanyak 2, Bukan wewenang sebanyak 13, Mediasi sebanyak 5, Saran
sebanyak 4, Tidak Ditemukan Maladministrasi sebanyak 5, Permintaan
Pelapor sebanyak 2.

7. Laporan Berdasarkan Hasil Tindaklanjut


Berdasarkan tindaklanjut Ombudsman Republik Indonesia Kantor Perwakilan
Provinsi Papua atas laporan pengaduan masyarakat maka laporan ditutup
sebanyak 88, menunggu data tambahan/lanjutan dan Pelapor sebanyak 6,
Menunggu tanggapan Terlapor sebanyak 34, Proses di administrasi sebanyak
5 dan proses di Asisten (Investigasi) sebanyak 2, Laporan telah diselesaikan
sebanyak 2, Bukan Wewenang sebanyak 1.

19
C. Capaian Kinerja
Ombudsman Republik Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Papua pada
Tahun 2017 menangani laporan pengaduan masyarakat dengan ikhtisar
sebagai berikut :

No Kegiatan Target Realisasi Capaian Keterangan


(%)
Pencegahan
Maladministrasi :

1. Sosialisasi 6 kali 4 kali 67%

2. Kerjasama 1 kali 0 kali 0%

3. Instansi pemerintah 5 2 40%


yang memiliki Unit
Pengelolaan Pengaduan

4. Integrasi Sistem 3 1 33%


Pengelolaan Pengaduan

5. K/L/Pemda dengan 100% 47% 47%


tingkat Kepatuhan
Tinggi atas Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik

6. Jumlah perbaikan - - -
kebijakan pelayanan
publik

7. Jumlah Partisipasi Publik 30% 20% 67%

Penyelesaian Laporan :

1. Pengaduan masyarakat 90% 58% 64%


yang selesai
ditindaklanjuti

2. Pejabat atau Instansi 1 0 100%


yang tidak bersedia rekomendasi
memnuhi permintan
dan/atau
melaksanakan

20
rekomendasi
3. Pejabat atau instansi - 7 instansi 0%
yang tidak bersedia
atau lalai melakukan
pemeriksaan terhadap
pejabat yang
dilaporkan, tidak
mengambil tindakan
administratif, atau
tindakan hukum
terhadap pejabat yang
terbukti bersalah

4. Jumlah dan jenis 0 laporan 7 laporan 14,3%


Laporan yang tidak
memenuhi persyaratan

5. Investigasi 20 Kali 14 Kali 70% Investigasi


dan Mediasi
6. Mediasi 6 kali 5 kali 83% Terlaksana
atas dasar
dari Laporan
7. Monitoring dan 50 Kali 43 Kali 86% Masyarakat
Koordinasi

8. Sistemik Reviu 1 Kali 0 Kali 0%

Grafik Capaian Kinerja

Pencegahan Maladministrasi

21
Penyelesaian Laporan

D. Anggaran

Tabel Anggaran

Kode Kegiatan Anggaran Realisasi


Akun
Pencegahan Maladministrasi :

1. Sosialisasi Rp 109.822.000,- Rp 75.525.000,-

2. Kerjasama Rp.,- Rp ,-

3. Instansi pemerintah yang memiliki Rp.,- Rp 1.200.000,-


Unit Pengelolaan Pengaduan

4. Integrasi Sistem Pengelolaan Rp.,- Rp 4.806.000,-


Pengaduan

5. K/L/Pemda dengan tingkat Rp 90.830.000,- Rp 85.280.000,-


Kepatuhan Tinggi atas Pelaksanaan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2009 tentang Pelayanan Publik

6. Jumlah perbaikan kebijakan Rp 69.090.000,- Rp 40.630.000,-


pelayanan publik

7. Jumlah Partisipasi Publik Rp 96.125.000,- Rp 96.125.000,-

Penyelesaian Laporan :

1. Pengaduan masyarakat yang selesai Rp 388.978.000,- Rp 388.950.000,-


ditindaklanjuti

22
2. Pejabat atau Instansi yang tidak Rp.,- Rp ,-
bersedia memnuhi permintan
dan/atau melaksanakan
rekomendasi

3. Pejabat atau instansi yang tidak Rp.,- Rp ,-


bersedia atau lalai melakukan
pemeriksaan terhadap pejabat yang
dilaporkan, tidak mengambil
tindakan administratif, atau
tindakan hukum terhadap pejabat
yang terbukti bersalah

4. Jumlah dan jenis Laporan yang tidak Rp.,- Rp ,-


memenuhi persyaratan

5. Investigasi Rp 159.920.000,- Rp 131.310.000,-

6. Mediasi Rp 97.686.000,- Rp 97.524.600,-

7. Monitoring Rp 259.464.000,- Rp 259.320.103,-

8. Sistemik Reviu Rp,- Rp ,-

Grafik Anggaran dan Realisasi

Pencegahan Maladministrasi

23
Penyelesaian Laporan

24
BAB III
PENUTUP

a. Kendala
Secara umum, kendala dalam pelayanan Kantor Perwakilan selama
periode tahun 2017 dapat dikategorikan kedalam dua faktor, yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Hal internal yang menjadi bagian penting
dalam pelayanan kantor perwakilan adalah terkait belum ada distribusi
peran yang maksimal antara Asisten dan Bendahara Pengeluaran sebagai
supporting system dalam pelaksanaan pelayanan di kantor perwakilan,
misalnya dalam pengadaan kebutuhan kantor harus dikontrol atau
bergantung pada keaktifan Kepala Perwakilan dan Asisten untuk
menyampaikan, jika tidak, hal tersebut sering terkendala.

Belum ada review keuangan secara berkelanjutan melalui mekanisme


rapat internal, sehingga belum dapat maksimal penggunaan anggaran
juga belum maksimal dalam koordinasi baik di tingkat internal dan pusat
untuk dukungan pembiayaan kegiatan yang bersumber dari LS.

Faktor eksternal yang mempengaruhi pelayanan kami ditahun 2017


adalah koordinasi dengan Pemerintah Daerah yang masih belum dapat
berjalan maksimal, dan juga beberapa instansi vertikal yang pada tahun
2017 mulai berbelit dalam penyelesaian laporan seperti Kepolisian Daerah
Papua, berimplikasi kepada tingkat penyelesaian laporan.

b. Solusi
Dalam kaitan dengan kendala diatas, tawaran solusi yang sekiranya dapat
dilakukan dalam memasuki tahun pelayanan yang baru 2018, yaitu
memaksimalkan koordinasi dan komunikasi dalam membangun support
system internal baik di dalam Kantor Perwakilan maupun mekanisme
koordinasi dengan agar lebih efektif dalam pelaksanaan layanan. Dan
untuk menjawab masalah faktor eksternal diharapkan dapat membangun
kembali komunikasi dan koordinasi yang intens dengan Pemerintah
Provinsi dan intansi vertikal yang masih minim koordinasi melalui audiensi
dan pertemuan rutin.

Uraian diatas menjadi sebagian gambaran dari pelayanan publik yang ada
di Papua, banyak hal yang tentunya belum dilakukan secara maksimal
namun tetap kami berproses dengan kondisi yang ada dan berusaha
menjadi lebih baik dari sebelumnya. Untuk itu dalam keberlanjutan
program kerja kantor perwakilan akan mengembangkan kerja berjejaring
dengan lembaga-lembaga yang mempunyai fokus kerja pada

25
pengawasan pelayanan publik, dan melakukan lebih banyak sosialisasi
melalui media lokal dan juga dalam bentuk diskusi terfokus.

Demikian laporan ini kami sampaikan, dengan harapan dapat


memberikan gambaran kerja-kerja kantor perwakilan sebagai
representasi Ombudsman Republik Indonesia di Provinsi Papua.

26
LAMPIRAN
DOKUMENTASI PERWAKILAN PROVINSI PAPUA

LAMPIRAN 1
Penyelesaian Laporan

Mediasi laporan masyarakat antara Pihak Bpk. Lodywik Nero dengan Pihak BBPJN
XVIII

Penyelesaian laporan masyarakat An. Pelapor Adolf Dimo terkait pembayaran pekerjaan
perumahan yang belum dibayarkan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sarmi

Monitoring Laporan Masyarakat An. Pelapor Cornelis Samanuy sekaligus Koordinasi


Laporan Masyarakat An. Zainal Abidin di Kantor Pertanahan Kabupaten Jayapura

Mediasi laporan masyarakat antara Orangtua anak Berlian dengan Pihak P2TPA
Penyelesaian Laporan Masyarakat An. Pelapor LBH „Kyadawun‟ terkait tindakan
kekerasan yang dialami tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIB Biak
Numfor

Monitoring pada Lembaga Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan


Klas II B Biak Numfor

Kajian Kebijakan Pelayanan Publik dilaksanakan dalam bentuk Focus Group


Discussion (FGD) yang dilaksanakan di Kabupaten Kepulauan Yapen

Monitoring Seleksi CPNS pada Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Papua
LAMPIRAN 2
Pencegahan

Penyerahan Hasil Penilaian Kepatuhan Kepada Polres Kota Jayapura

Menghadiri HUT Kota Jayapura Yang Ke 107

Kegiatan Partisipasi Masyarakat yang ditampilkan melalui Sosiodrama dan Musik


Lokal yang dibawakan oleh Sanggar Adirway
Lampiran 3

Pelatihan Bagi Pelatih (Training Of Trainers) Partisipasi Masyarakat Mengawal Pelayanan


Publik yang baik di Kota Jayapura.

Berita lokal pelaksanaan ToT Partisipasi Masyarakat 2017


Lampiran 4

Pertemuan Berkala I bersama komunitas Sobat Ombudsman Papua (SOP)

Pertemuan Berkala II bersama Pengusaha di Papua


Lampiran 5

Temu Sobat Ombudsman Papua, senam aster bersama, bagian merawat komunitas,

10 November 2017
Lampiran 6

RINGKASAN EKSEKUTIF SURVEI KEPATUHAN 2017

OMBUDSMAN RI PERWAKILAN PROVINSI PAPUA


DESEMBER 2017

SURVEI TINGKAT PEMERINTAHAN DAERAH

“6 DAERAH DI PAPUA BELUM PENUHI STANDAR PELAYANAN PUBLIK”

Ombudsman Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang


Nomor 37 Tahun 2008, merupakan Lembaga Eksternal Pengawas
Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang dilakukan oleh Pemerintah, BUMN/D,
BHMN maupun badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas
menyelenggarakan pelayanan publik yang seluruh atau sebagian dananya
bersumber dari APBN dan/atau APBD. Tugas Ombudsman tersebut juga secara
eksplisit disebutkan dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan, Ombudsman sejak tahun 2013


telah melakukan Program Survei Kepatuhan Pemerintah terhadap Pelaksanaan
Standar Layanan sesuai Undang-Undang Pelayanan Publik, dimana program
tersebut akhirnya sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2015-2019 sesuai Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015,
bahwa Pemerintah Pusat dan Daerah dituntut untuk mematuhi Undang-Undang
Pelayanan Publik.

Program penilaian yang dilakukan Ombudsman menggunakan metode kuantitatif


dengan cara survei, dimana teknik pengumpulan datanya melalui observasi
dengan cara mengamati ketampakan fisik (tangibles). Setelah data diolah maka
dapat dikategorikan tingkat kepatuhan menjadi 3 bagian, Tingkat Kepatuhan
Tinggi/Zona Hijau (skor 81-100), Tingkat Kepatuhan Sedang/Zona Kuning (skor
51-80) dan Tingkat Kepatuhan Rendah/Zona Merah (skor 0-50).
Pada tahun 2017, Program Penilaian Kepatuhan secara nasional serentak
diadakan pada periode Mei-Juli 2017 tersebar di 22 Kementerian, 6 Lembaga, 22
Provinsi, 45 Pemerintah Kota dan 107 Pemerintah Kabupaten, dimana pada akhir
program telah diadakan Penganugerahan Predikat Kepatuhan, tepatnya pada 5
Desember 2017 bertempat di Balai Kartini, Kuningan, Jakarta Selatan dengan
mengundang beberapa Menteri, Kepala Lembaga dan juga Pimpinan Daerah
yang kementerian, lembaga atau daerahnya mendapatkan penilaian
Ombudsman.

Pada Provinsi Papua terdapat 6 lokus yang dinilai, antara lain Pemerintah Provinsi
Papua, Pemerintah Kota Jayapura, Pemerintah Kabupaten Keerom, Pemerintah
Kabupaten Jayapura, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Yapen dan Pemerintah
Kabupaten Biak Numfor. Berdasarkan hasil survei tahun 2017, Pemerintah Kota
Jayapura menempati zona kuning (tingkat kepatuhan sedang), sedangkan
Pemerintah Provinsi Papua, Pemerintah Kabupaten Jayapura, Pemerintah
Kabupaten Keerom, Pemerintah Kabupaten Kepulauan Yapen dan Pemerintah
Kabupaten Biak Numfor masih menempati zona merah (tingkat kepatuhan
rendah).

2016 2017
Pemerintah Daerah Jumlah Nilai/ Jumlah Nilai/
Produk Zona Produk Zona
Provinsi Papua 48 18,06 65 46,73
Kota Jayapura 49 46,78 51 54,43
Kab. Jayapura 21 25,52 34 35,88
Kab. Keerom 52 15,83 40 16,53
Kab. Kep. Yapen 56 11,99 55 9,76
Kab. Biak Numfor 40 22,33 38 27,34
Tabel Nilai dan Zonasi Kepatuhan 6 daerah pemerintahan di Papua

Nilai Kepatuhan Daerah Survei


Ombudsman
Kab. Biak Numfor 22.33 27.34
Kab. Kep. Yapen 9.76
11.99
Kab. Keerom 16.53
15.83
Kab. Jayapura 25.52 35.88

Kota Jayapura 46.78 54.43

Provinsi Papua 18.06 46.73

0 10 20 30 40 50 60

2017 2016

Grafik Perbandingan Tingkat Kepatuhan 6 daerah pemerintahan di Papua

Pemerintah Kota Jayapura merupakan satu-satunya daerah survei di Papua yang


masuk pada zonasi kuning (tingkat kepatuhan sedang) dengan nilai 54,43 (51
produk dari 11 dinas), dibanding tahun sebelumnya yang masuk kategori rendah.
Peningkatan ini tentunya diakibatkan juga oleh adanya beberapa Dinas yang
memiliki tingkat Kepatuhan Tinggi seperti Dinas Kependudukan dan Pencatatan
Sipil (nilai 95,5 dari 7 produk) dan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan
Terpadu Satu Pintu (nilai 93,5 dari 10 produk). Pada kenyataannya kedua dinas
tersebut sering mendapatkan apresiasi dari masyarakat luas, bahkan Dinas
PMPTSP pada beberapa kesempatan dijadikan objek kunjungan dari kabupaten
lain yang ingin belajar mengenai penyelenggaraan pelayanan perijinan terpadu.
Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi merupakan dinas dengan tingkat
kepatuhan terendah di Pemerintah Kota Jayapura (nilai 8 dari 4 produk). Zonasi
kuning oleh Pemerintah Kota Jayapura sesuai hasil survei tahun 2017 juga dapat
disejajarkan dengan Kota Bogor, Batam, Makassar, Tangerang dan Kota Malang.
Berdasarkan survei tersebut, terdapat 5 (lima) daerah survei lainnya yang masuk
dalam zonasi merah (tingkat kepatuhan rendah), yaitu Pemerintah Provinsi
Papua dengan nilai 46,73 (65 produk dari 5 Dinas), Pemerintah Kabupaten
Jayapura dengan nilai 35,88 (34 produk dari 9 Dinas), Pemerintah Kabupaten
Keerom dengan nilai 16,53 (40 produk dari 9 Dinas), Pemerintah Kabupaten Biak
Numfor dengan nilai 27,34 (38 produk dari 11 Dinas) dan Pemerintah Kabupaten
Kepulauan Yapen dengan nilai 9,76 (55 produk dari 14 Dinas). Dibanding dengan
4 daerah lainnya yang mengalami peningkatan nilai dari tahun sebelumnya,
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Yapen justru mengalami penurunan dimana
tahun ini mendapatkan nilai 9,76 dibanding tahun sebelumnya yang
mendapatkan nilai 11,99.

Dari hasil survei, pada umumnya terdapat beberapa komponen yang paling
banyak tidak dipenuhi dalam penyelenggaraan pelayanan publik, antara lain
seperti ketersediaan informasi mengenai biaya/tarif pelayanan, persyaratan,
jangka waktu penyelesaian produk, ketersediaan maklumat/janji layanan, dan
ketersediaan sarana bagi pengguna berkebutuhan khusus.

Secara nasional, terdapat beberapa daerah yang memiliki tingkat kepatuhan


tertinggi berdasarkan hasil survei Ombudsman. Provinsi Nusa Tenggara Barat
(nilai 97,58), Sulawesi Selatan (93,07), Nusa Tenggara Timur (90,28), Sumatera
Utara (89,06), dan DKI Jakarta (85,43) menempati 5 besar Pemerintah Provinsi
dengan Tingkat Kepatuhan Tinggi. Kabupaten Bangka (97,35), Belitung Timur
(96,36), Bengkulu Utara (92,91), Muaro Jambi (92,47) dan Kabupaten Tanah
Datar (90,67) menempati 5 besar tingkat kepatuhan tinggi pada Pemerintah
Kabupaten. Sedangkan pada Pemerintah Kota terdapat 5 besar tingkat
kepatuhan tinggi yaitu Kota Manado (97,32), Kota Mataram (96,14), Kota
Payakumbuh (94,01), Kota Banda Aceh (92,81) dan Kota Bengkulu (88,02).

Bahwa tingkat kepatuhan suatu daerah yang tinggi terhadap pemenuhan standar
pelayanan publik diharapkan dapat membantu menekan potensi terjadinya
perbuatan Maladministrasi (penyalahgunaan wewenang, penyimpangan
prosedur, penundaan berlarut, pungutan liar, tidak memberikan pelayanan, dll)
dalam pemberian suatu layanan. Dengan kata lain bahwa tingkat kepatuhan
tinggi maka potensi Maladministrasi rendah, begitu juga sebaliknya. Namun
demikian hal tersebut tentunya belum menjamin sepenuhnya penyelenggaraan
layanan di daerah tersebut telah bersih, hal ini dikarenakan adanya perilaku
koruptif oleh oknum pelaksana layanan.
Beberapa penyelenggara pemerintahan beranggapan bahwa pemenuhan standar
layanan dalam suatu daerah tidaklah menjadi tolak ukur keberhasilan
pembangunan pelayanan publik, karena yang lebih utama ialah pelaksana
layanan dapat menyelenggarakan pelayanan yang menyeluruh kepada
masyarakat. Anggapan tersebut tentunya merupakan pemikiran yang salah
dikarenakan pemenuhan standar pelayanan merupakan kewajiban
penyelenggara negara sebagai penyedia layanan yang bertindak sebagai batasan
sekaligus jaminan sejauhmana pelayanan tersebut berjalan dengan baik dan
benar.

Demi meningkatkan kepatuhan Pemerintah Daerah terhadap penyelenggaraan


standar pelayanan publik, maka sesuai dengan hasil survei tersebut, selanjutnya
Ombudsman RI memberikan saran perbaikan kepada masing-masing pimpinan
daerah yang disurvei, antara lain:
1. Memberikan apresiasi kepada pimpinan unit layanan yang masuk pada zona
hijau/tingkat kepatuhan tinggi, sebagai bentuk penghargaan atas segala
upaya dan komitmennya dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik;
2. Memberikan teguran dan mendorong implementasi standar pelayanan publik
pada pimpinan unit layanan yang masuk zonasi kuning/tingkat kepatuhan
sedang dan zonasi merah/tingkat kepatuhan rendah;
3. Menunjuk pejabat yang kompeten untuk memantau peningkatan kualitas
pelayanan yang diawali dengan implementasi standar layanan sesuai
Undang-Undang Pelayanan Publik; dan
4. Mempercepat perbaikan dan peningkatan tata kelola pelayanan terpadu satu
pintu, dengan menerapkan asas pendelegasian wewenang atas produk
layanan, dukungan SDM yang profesional dan pemenuhan sarana prasarana.

SURVEI TINGKAT KEMENTERIAN/LEMBAGA

“SITUASI STANDAR LAYANAN PADA KEMENTERIAN/LEMBAGA DI PAPUA”

Ombudsman Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam Undang-Undang


Nomor 37 Tahun 2008, merupakan Lembaga Eksternal Pengawas
Penyelenggaraan Pelayanan Publik yang dilakukan oleh Pemerintah, BUMN/D,
BHMN maupun badan swasta atau perseorangan yang diberi tugas
menyelenggarakan pelayanan publik yang seluruh atau sebagian dananya
bersumber dari APBN dan/atau APBD. Tugas Ombudsman tersebut juga secara
eksplisit disebutkan dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik dan
UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan, Ombudsman sejak tahun 2013


telah melakukan Program Survei Kepatuhan Pemerintah terhadap Pelaksanaan
Standar Layanan sesuai Undang-Undang Pelayanan Publik, dimana program
tersebut akhirnya sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2015-2019 sesuai Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2015,
bahwa Pemerintah Pusat dan Daerah dituntut untuk mematuhi Undang-Undang
Pelayanan Publik.

Program penilaian yang dilakukan Ombudsman menggunakan metode kuantitatif


dengan cara survei, dimana teknik pengumpulan datanya melalui observasi
dengan cara mengamati ketampakan fisik (tangibles). Setelah data diolah maka
dapat dikategorikan tingkat kepatuhan menjadi 3 bagian, Tingkat Kepatuhan
Tinggi/Zona Hijau (skor 89-110), Tingkat Kepatuhan Sedang/Zona Kuning (skor
56-88) dan Tingkat Kepatuhan Rendah/Zona Merah (skor 0-55).

Pada tahun 2017, Program Penilaian Kepatuhan secara nasional serentak


diadakan pada periode Mei-Juli 2017 tersebar di 22 Kementerian, 6 Lembaga, 22
Provinsi, 45 Pemerintah Kota dan 107 Pemerintah Kabupaten, dimana pada akhir
program telah diadakan Penganugerahan Predikat Kepatuhan, tepatnya pada 5
Desember 2017 bertempat di Balai Kartini, Kuningan, Jakarta Selatan dengan
mengundang beberapa Menteri, Kepala Lembaga dan juga Pimpinan Daerah
yang kementerian, lembaga atau daerahnya mendapatkan penilaian
Ombudsman.

Di Papua, terdapat 2 (dua) kementerian dan 1 (satu) lembaga yang dinilai oleh
Ombudsman antara lain Kementerian Hukum dan HAM untuk pelayanan pada
Kantor Imigrasi, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/BPN untuk pelayanan
pada Kantor Pertanahan dan pada Lembaga Kepolisian Republik Indonesia untuk
pelayanan pada Satuan Penyelenggara Administrasi SIM dan pelayanan SKCK
pada Sat Intelkam.

1. Kementerian ATR/BPN

No. Kantor Pertanahan Produk Pelayanan Nilai/Zona


Pelayanan Pengukuran Bidang Tanah 18,00
1 Kab. Kep. Yapen
Pendaftaran Hak Milik Perorangan 18,00
Pelayanan Pengukuran Bidang Tanah 44,50
2 Kab. Jayapura
Pendaftaran Hak Milik Perorangan 50,50
Pelayanan Pengukuran Bidang Tanah 18,00
3 Kab. Keerom
Pendaftaran Hak Milik Perorangan 18,00
Pelayanan Pengukuran Bidang Tanah 83,50
4 Kota Jayapura
Pendaftaran Hak Milik Perorangan 83,50
2. Kementerian Hukum dan HAM-Kantor Imigrasi

No. Kantor Imigrasi Produk Pelayanan Nilai/Zona


Kantor Imigrasi Kelas I
1 Permohonan Paspor Biasa 97,50
Jayapura
Kantor Imigrasi Kelas II Kartu Ijin Tinggal Sementara (KITAS) 59,00
2
Biak Permohonan Paspor Biasa 83,00
3. Kepolisian Negara Republik Indonesia

No. Polres Produk Pelayanan Nilai/Zona


Pelayanan Penerbitan SKCK 97,00
1 Polres Jayapura
Permohonan SIM Baru Perseorangan 95,00
Pelayanan Penerbitan SKCK 49,00
2 Polres Keerom
Permohonan SIM Baru Perseorangan 73,50
Pelayanan Penerbitan SKCK 45,00
3 Polres Kep. Yapen
Permohonan SIM Baru Perseorangan 68,50
Pelayanan Penerbitan SKCK 58,50
4 Polres Biak Numfor
Permohonan SIM Baru Perseorangan 82,50
Pelayanan Penerbitan SKCK 52,50
5 Polres Kota Jayapura
Permohonan SIM Baru Perseorangan 66,50

Secara nasional, Kementerian ATR/BPN mendapatkan nilai 71,58/zona kuning


dengan jumlah lokus sebanyak 136 Kantor Pertanahan yang tersebar di seluruh
Indonesia. Kementerian Hukum dan HAM mendapatkan nilai 90,71/zona hijau,
dengan jumlah lokus 58 Kantor Imigrasi Kelas I, II dan Kelas III yang tersebar di
seluruh Indonesia. Pada saat penganugerahan di Balai Kartini, Kementerian
Hukum dan HAM diwakili oleh Plt. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum
(Dirjen AHU) dan juga Dirjen Kekayaan Intelektual sebagai penerima piagam
Ombudsman.1

Lembaga Kepolisian Negara Republik Indonesia memiliki 153 Kantor Kepolisian


Resor yang menyelenggarakan produk pembuatan SIM dan SKCK, yang masuk
dalam survei Ombudsman. Hasil dari survei tersebut menempatkan POLRI
kedalam zona kuning dengan nilai 86,70. Pada 13 Desember 2017, bertempat di
Auditorium STIK-PTIK POLRI, Kapolri dan Ketua Ombudsman RI menyerahkan
beberapa piagam kepatuhan Ombudsman sebagai apresiasi kepada beberapa
Polres yang masuk dalam zonasi tinggi.2

Kota Jayapura, Desember 2017

1
http://portal.ahu.go.id/id/detail/75-berita-lainnya/1763-kemenkumham-raih-penghargaan-
kepatutan-tinggi-dari-ombudsman
2
http://batamnews.co.id/berita-28118-akbp-agus-fajaruddin-terima-dua-penghargaan-
bergengsi-dari-kapolri.html

http://bangka.tribunnews.com/2017/12/14/polres-babar-terima-penghargaan-kapolri-
sebagai-polres-terbaik-bidang-pelayanan-penerbitan-sim
LAMPIRAN 7

OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA


KANTOR PERWAKILAN PAPUA

Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan

OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

PERWAKILAN PROVINSI PAPUA

Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Papua selanjutnya disebut Ombudsman


dengan ini menyampaikan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagai tindaklanjut
Laporan Masyarakat dan memberikan saran perbaikan. Laporan dimaksud tercatat
dengan Nomor Register: 0055/LM/IV/2017/JPR dari Assosiasi Kepala Distrik Kabupaten
Jayapura selanjutnya disebut Pelapor, beralamat di Harna Kampung Lapua RT/RW
001/002 Lapua, Distrik Kaureh, Kabupaten Jayapura. Pada intinya Pelapor menyampaikan
laporan/pengaduan mengenai Dugaan Maladministrasi oleh Gakkumdu Kabupaten
Jayapura Terkait Penetapan Tersangka terhadap 19 orang Kepala Distrik di Kabupaten
Jayapura.

Setelah menerima laporan/pengaduan tersebut, Ombudsman telah melakukan tindak


lanjut berupa pemeriksaan berkas laporan; permintaan dokumen terkait SOP, kajian serta
rekomendasi dari Gakkumdu Kabupaten Jayapura dalam menetapkan 19 Kepala Distrik
sebagai tersangka; ketentuan perundang-undangan, mendengarkan keterangan dari
Pelapor, meminta keterangan dari Bawaslu Provinsi Papua, mengadakan pertemuan
dengan Gakkumdu Kabupaten Jayapura, Sdr. Bezaliel Ongge selaku Anggota Panwas
Kabupaten Jayapura Non Aktif. Berdasarkan tindak lanjut tersebut diatas serta
memperhatikan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang No. 37 Tahun 2008 tentang
Ombudsman Republik Indonesia, maka kami menyampaikan saran untuk dapat
dilaksanakan.

Adapun pihak Terlapor adalah; KPUD Kabupaten Jayapura, Tim Gakkumdu Kabupaten
Jayapura, Panitia Pengawas Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Jayapura, Bawaslu RI
Provinsi Papua dan Bawaslu Republik Indonesia.
I. URAIAN LAPORAN/PENGADUAN

1. Pelapor adalah Asosiasi Kepala Distrik Kabupaten Jayapura yang beranggotakan


19 Kepala Distrik yang berada di lingkungan Pemerintahan Kabupaten Jayapura;

2. Pelapor menyampaikan permasalahan terkait penolakan Pemungutan Suara


Ulang (PSU) yang ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD)
Kabupaten Jayapura berdasarkan rekomendasi Pengawas Pemilihan Kepala
Daerah (Panwaslu) Kabupaten Jayapura yang menyebabkan Pelapor ditetapkan
sebagai Tersangka oleh Polres Jayapura;

3. Menurut Pelapor, permasalahan tersebut timbul pada saat Pleno Rekapitulasi


perhitungan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Jayapura
tanggal 24 Februari 2017 dimana telah dilakukan penghitungan suara terhadap 2
(dua) Distrik, namun selanjutnya kegiatan tersebut dihentikan oleh Ketua KPUD
Kabupaten Jayapura tanpa alasan yang jelas, yang kemudian memutuskan
pelaksanaan PSU di 17 (tujuh belas) Distrik yang saat itu belum dilakukan
rekapitulasi;
4. Menurut Pelapor putusan tersebut tidak memiliki dasar hukum yang jelas,
sehingga pada tanggal 03 Maret 2017, Asosiasi Kepala Distrik Kabupaten
Jayapura menyampaikan surat dengan No. 06/AKD-III/2017 kepada Ketua
Bawaslu RI, pada intinya menyampaikan pernyataan sikap menolak pelaksanaan
PSU dengan maksud menghindari dan mengantisipasi dugaan terjadinya konflik
horizontal yang dapat ditimbulkan;

5. Berdasarkan surat pernyataan sikap tersebut, selanjutnya pihak Kepolisian Resor


Jayapura pada tanggal 21 Maret 2017 melakukan pemanggilan terhadap 19
Kepala Distrik, namun saat itu para Kepala Distrik tidak dapat menghadiri
panggilan karena sedang mengikuti kegiatan Rakerda dan Musrembang tingkat
Kabupaten dan telah dikoordinasikan dengan pihak Kepolisian;

6. Pelapor menyampaikan telah berkoordinasi dengan Panwaslu Kabupaten


Jayapura guna klarifikasi apabila terjadi pelanggaran administrasi atau dugaan
tindak pidana dalam pemilihan, namun tidak mendapatkan tanggapan;

7. Bahwa kemudian, pihak Kepolisian Resor Jayapura menyampaikan surat


panggilan kedua dengan nomor: S.Pgl/178/III/2017/Reskrim dibuat tanggal 28
Maret 2017 untuk menghadap ke kantor Sentra Pelayanan Gakkumdu pada
tanggal 29 Maret 2017. Namun, menurut Pelapor pada 27 Maret 2017 salah satu
Kepala Distrik atas nama Sdr. Oktovianus Tabisu (Kepala Distrik Kemtuk Gresi)
telah dijemput paksa sehari sebelum surat tersebut diterbitkan oleh pihak
Kepolisian. Untuk memastikan hal tersebut, 10 (sepuluh) Kepala Distrik
bermaksud mendatangi Polres yang kemudian dicegah dalam perjalanan dan
dikawal oleh Pihak Kepolisian menuju Kantor Polres Jayapura;

8. Bahwa selanjutnya pada tanggal 27 Maret 2017 malam penyidik melakukan


pemeriksaan terhadap 16 Kepala Distrik yang dimulai Pukul: 20.00 WIT hingga
Pukul: 06.00 WIT tanggal 28 Maret 2017, tanpa menunjukkan Surat Perintah
Pemeriksaan dan dilakukan di Kantor Polres Kabupaten Jayapura yang
selanjutnya para Kepala Distrik ini ditetapkan sebagai Tersangka tindak pidana
pemilihan Kepala Daerah melanggar Pasal 188 Undang-Undang RI Nomor
10/2015 jo. Pasal 71 Undang-Undang RI Nomor 10/2016;

9. Pelapor merasa sangat dirugikan karena minimnya keterbukaan pemeriksaan


oleh Panwaslu, dan juga ketidakjelasan peran GAKKUMDU Kabupaten Jayapura
yang tidak memberikan penjelasan terkait mekanisme penanganan pengaduan
terkait dugaan pelanggaran dalam proses Pemilihan Kepala Daerah;

10. Menurut Pelapor Surat Pernyataan Sikap yang disampaikan oleh Asosiasi Kepala
Distrik Kabupaten Jayapura yang ditujukan kepada Bawaslu RI tersebut intinya
hanya memberikan respon atas hasil penetapan KPUD Kabupaten Jayapura untuk
pelaksanaan PSU dengan mempertimbangkan dampak situasi yang akan muncul
dikemudian hari;

11. Bahwa hingga saat Pelapor menyampaikan laporan kepada Ombudsman Republik
Indonesia Perwakilan Provinsi Papua, Pelapor belum memperoleh informasi yang
jelas tentang prosedur penanganan laporan dan mekanisme penyelesaian
dugaan pelanggaran oleh Panwaslu maupun sentra GAKKUMDU.

II. HASIL PEMERIKSAAN

Menindaklanjuti laporan/pengaduan tersebut, Ombudsman telah melakukan


pemeriksaan sebagai berikut:

A. Permintaan Klarifikasi

1. Pada tanggal 03 April 2017 sekitar pukul 10.30 WIT Tim Ombudsman
melakukan pertemuan dengan Bawaslu Provinsi Papua, yang diwakili oleh
Sdri. Fegie Watimena. Adapun keterangan yang diberikan sebagai berikut:
a. Bahwa 2 (dua) anggota Panwas Kabupaten Jayapura dinonaktifkan
dengan alasan menolak melaksanakan PSU di Kabupaten Jayapura;
b. Bahwa Sdri. Fegie Watimena selaku Ketua Bawaslu Provinsi Papua
merangkap sebagai Ketua Panwaslu Kabupaten Jayapura;
c. Bahwa benar ada mobilisasi Panwaslu Distrik oleh para Kepala Distrik,
dimana Panwas Distrik diminta untuk menolak PSU di Kabupaten
Jayapura;

2. Pada tanggal 07 April 2017 sekitar pukul 09.00 WIT Tim Ombudsman
melakukan pertemuan dengan Gakkumdu Kabupaten Jayapura dalam hal ini
Kasat Reskrim bertempat di Polres Jayapura. Tim Ombudsman juga meminta
salinan Berita Acara Pemeriksaan. Adapun keterangan yang diberikan adalah:
a. Bahwa Polres Jayapura telah mengirimkan Surat Panggilan Pertama
kepada para Kepala Distrik per tanggal 21 Maret 2017 akan tetapi para
Kepala Distrik berhalangan hadir karena sedang mengikuti kegiatan
Rakernas dan Musrembang sehingga Polres Jayapura melakukan
pemanggilan yang kedua;
b. Bahwa benar telah dilakukan penjemputan kepada Kepala Distrik pada
tanggal 27 Maret 2017, mengingat waktu yang cukup singkat yang
dimiliki oleh Gakkumdu dalam menyelesaikan permasalahan tersebut;
c. Bahwa Gakkumdu memiliki bukti-bukti adanya keberpihakan Aparatur
Sipil Negara (ASN) dalam hal ini 19 Kepala Distrik;
d. Hasil kajian Panwaslu Kabupaten Jayapura hanya menemukan surat
perintah melakukan pemeriksaan terhadap 19 Kepala Distrik;

3. Pada tanggal 07 April 2017 sekitar pukul 10.00 WIT Tim Ombudsman
melakukan pertemuan dengan mantan Ketua Panwaslu Kabupaten Jayapura,
Sdr. Ronald Manoach. Adapun keterangan yang diberikan sebagai berikut :
a. Bahwa benar saat ini Ketua Panwaslu Kabupaten Jayapura diambil alih
oleh Ketua Bawaslu Provinsi Papua, Sdri. Fegie Wattimena;
b. Dua anggota Panwaslu Kabupaten Jayapura dinonaktifkan sementara
karena kondisi internal dan untuk mengisi kekosongan tersebut
diperbantukan dua orang anggota dari Bawaslu Provinsi Papua;
c. Sdr. Ronald Manoach akan berkoordinasi dengan Bawaslu Provinsi Papua
dan Bawaslu Republik Indonesia terkait dokumen yang diminta oleh Tim
Ombudsman diantaranya adalah kajian rekomendasi Panwaslu
Kabupaten terkait ditetapkannya 19 Kepala Distrik sebagai tersangka
serta SOP baik yang digunakan oleh Gakkumdu maupun Panwaslu;

4. Pada tanggal 13 April 2017, Tim Ombudsman melakukan pemeriksaan


kepada Sdr. Bezaliel Ongge, SH selaku Anggota Panwaslu yang telah
dinonaktifkan dengan hasil pemeriksaan sebagai berikut :
a. Sdr. Bezaliel Ongge adalah Koordinator Divisi Hukum dan Penindakan
Pelanggaran Panitia Pengawas Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten
Jayapura yang berperan dalam penanganan dugaan pelanggaran
Pemilihan kepala daerah di Kabupaten Jayapura sekaligus sebagai
Koordinator GAKKUMDU Kabupaten Jayapura;
b. Sdr. Bezaliel Ongge, SH dan Sdri. Laela Tambawang, S. Psi, MA telah
dinonaktifkan oleh Bawaslu Provinsi Papua sejak tanggal 25 Maret 2017,
namun hal tersebut tidak disampaikan secara langsung dan baru
diketahui oleh Sdr. Bezaliel Ongge, SH pada tanggal 30 Maret 2017
melalui media cetak;
c. Sdr. Bezaliel Ongge, SH menjelaskan bahwa penonaktifan dirinya sebagai
anggota Panwaslu disebabkan karena Sdr. Bezaliel Ongge, SH menolak
dilakukannya PSU. Alasan penolakan ialah karena adanya penambahan
TPS lokasi PSU dari 72 menjadi 236 TPS tanpa melalui Pleno Panwaslu;
d. Bahwa rekomendasi PSU berawal dari adanya temuan pelanggaran yaitu
Operasi Tangkap Tangan (OTT) Panwaslu Kabupaten Jayapura bersama
tim GAKKUMDU Kabupaten Jayapura, berupa Form C6 dan sejumlah
uang, namun yang terbukti adalah Form C6 sementara untuk sejumlah
uang tidak terbukti;
e. Menurut Sdr. Bezaliel Ongge, SH, kedua anggota Panwaslu Kabupaten
Jayapura menolak rekomendasi tentang PSU adalah terkait beberapa hal
yang tidak sesuai prosedur, antara lain :
 Bahwa Panwaslu Kabupaten Jayapura melakukan 2 (dua) kali
penyusunan rekomendasi, dimana rekomendasi pertama pada tanggal
23 Februari 2017 di Hotel Grand Allison Sentani Kabupaten Jayapura,
dengan hasil 72 (tujuh puluh dua) TPS yang akan dilakukan PSU,
kemudian pada tanggal 24 Februari 2017 dilakukan penyusunan
rekomendasi kedua dimana jumlah TPS tersebut bertambah menjadi
236 TPS yang akan dilakukan PSU. Rekomendasi tersebut yang
dikeluarkan oleh Panwaslu Kabupaten Jayapura dan menjadi acuan
KPUD Kabupaten Jayapura dalam Sidang Pleno tanggal 24 Februari
2017. Menurut Sdr. Bezaliel Ongge, SH penambahan jumlah TPS
tersebut dilakukan oleh Anggota Satreskrim di Polres Jayapura yang
mengacu pada dokumen (Form C1) yang diambil di KPUD Kabupaten
Jayapura tanpa adanya saksi dari masing-masing pasangan calon;
 Bahwa rekomendasi tersebut kemudian dikirim oleh Ketua Panwaslu
Kabupaten Jayapura Sdr. Ronald Manoach kepada Staf Sekretariat
Panwaslu Kabupaten Jayapura Sdri. Jenny Wati melalui pesan instan
WhatsApp (WA), yang selanjutnya diketik oleh Sdri. Elizabeth di Hotel
Tahara Sentani Kabupaten Jayapura dimana saat itu sedang
dilangsungkan penyusunan rekomendasi tersebut. Pada waktu yang
bersamaan Pengacara dari Pasangan Calon Nomor Urut 1 atas nama
Hendrik Dengah, Taufik Darus dan Yosep mendatangi Sdri. Elizabeth,
SH dan ikut merevisi isi rekomendasi yang kemudian ditandatangani
oleh Ketua Panwaslu Kabupaten Jayapura Sdr. Ronald Manoach;
 Bahwa Rekomendasi PSU telah dikeluarkan pada tanggal 24 Februari
2017 sedangkan kajiannya baru dibuat oleh Panwaslu Kabupaten
Jayapura per tanggal 27 Februari 2017, dan semua proses ini
dilakukan tanpa melalui Pleno Panwaslu Kabupaten Jayapura;
 Pada saat Pleno KPUD Kabupaten Jayapura tanggal 24 Februari 2017
didalam undangan tertulis Pukul 14.00 WIT namun Pleno ditunda oleh
Ketua Panwaslu Kabupaten Jayapura Sdr. Ronald Manoach, hingga
pukul 15.00 WIT karena Rekomendasi PSU dari Panwaslu Kabupaten
Jayapura belum selesai disusun;
 Hasil kajian Panwaslu Kabupaten Jayapura dibuat oleh Sdri. Fegie
Watimena (Bawaslu RI Provinsi Papua) di Hotel Sahid Entrop Kota
Jayapura dan kemudian diberikan kepada Ketua Panwaslu Kabupaten
Jayapura, Sdr. Ronald Manoach untuk selanjutnya diberikan kepada
Ketua KPUD Kabupaten Jayapura dan diteruskan kepada KPU RI
dengan maksud agar Pleno KPUD Kabupaten Jayapura dapat ditunda;
 Dari 236 TPS yang direkomendasikan oleh Panwaslu Kabupaten
Jayapura untuk dilakukan PSU apabila dilihat secara detail sama
dengan 236 TPS yang dianggap bermasalah oleh Pasangan Calon
Nomor Urut 1, sehingga hal ini yang menjadi dasar oleh Sdr. Bezaliel
Ongge, SH dan Sdri. Laela Tambawang, S. Psi, MA berkeberatan dan
menolak dilakukan PSU, karena diduga adanya keberpihakan terhadap
salah satu Paslon;
f. Terkait hal tersebut diatas, Sdr. Bezaliel Ongge, SH dan Sdri. Laela
Tambawang, S. Psi, MA berkonsultasi dengan Ketua Bawaslu RI terkait
permasalahan tersebut sehingga sesuai dengan saran dari Ketua
Bawaslu RI, bahwa Sdr. Bezaliel Ongge, SH dan Sdri. Laela Tambawang,
S. Psi, MA mengajukan keberatannya melalui surat resmi yang ditujukan
kepada Bawaslu RI, yang kemudian surat tersebut ditindaklanjuti oleh
Bawaslu RI dengan mempertanyakan kepada Bawaslu Provinsi Papua.
Menurut Sdr. Bezaliel Ongge, Bawaslu Provinsi Papua kemudian
menanggapinya dengan mengeluarkan Surat Keputusan yang
memberhentikan sementara kedua anggota Panwaslu Kabupaten
tersebut;
g. Sdr. Bezaliel Ongge mengaku tidak menerima Surat Keputusan Non Aktif
namun mendengar kabar pemberhentian sementaranya melalui media
massa pada tanggal 30 Maret 2017, Sdr. Bezaliel Ongge juga mengakui
bahwa dirinya tidak pernah dimintai klarifikasi terkait permasalahan
dimaksud. Selanjutnya Sdr. Bezaliel Ongge baru menerima SK tersebut
pada awal April 2017 dimana dalam SK tersebut tercatat per tanggal 25
Maret 2017.;
h. Bahwa Sekretariat Gakkumdu yang seharusnya berada di Sekretariat
Panwaslu Kabupaten Jayapura, namun yang terjadi di Kabupaten
Jayapura adalah Sekretariat Gakkumdu berada di Polres Jayapura;

5. Pada tanggal 18 April 2017, Ombudsman RI mengirimkan surat Nomor:


0050/SRT/0055.2017/JPR-08/IV/2017 tanggal 06 April 2017 perihal
permintaan salinan dokumen pemeriksaan yang kemudian ditanggapi oleh
Sentra GAKKUMDU melalui surat Nomor: 114/K.PANWAS-KAB.JYP/IV/2017
pada tanggal 18 April 2017, yang pada intinya memberikan penjelasan :
a. Bahwa permintaan dokumen pemeriksaan 19 Kepala Distrik tidak dapat
diberikan oleh karena dokumen tersebut merupakan dokumen
pendukung pada proses hukum terhadap 19 Kepala Distrik yang sedang
berjalan di Pengadilan Negeri Klas I A Jayapura;
b. Bahwa sentra GAKKUMDU telah menerima laporan dengan nomor
register : 028/LP/PILBUP/III/2017 atas nama Pelapor Basuki, SE dan
telah tercatat pada form A1;
c. Bahwa Panwaslu telah meminta klarifikasi kepada Pelapor dan Saksi pada
tanggal 15 dan 16 Maret 2017 dan juga telah mengundang Terlapor
guna dilakukan klarifikasi sebanyak dua kali, namun Terlapor tidak
memenuhi undangan tersebut;
d. Bahwa berdasarkan pemeriksaan tersebut Panwaslu melakukan kajian
terhadap laporan, hasil klarifikasi dan bukti-bukti terhadap laporan nomor
028/LP/PILBUP/III/2017, melalui pembahasan tahap II tanggal 16 Maret
2017;
e. Hasil pembahasan tahap II tersebut kemudian telah diteruskan oleh
Panwaslu Kabupaten Jayapura kepada Kapolres Jayapura melalui surat
nomor : 107/K.Panwas-Kab.Jpr/III/2017 untuk selanjutnya dilakukan
penyelidikan dan penyidikan selama jangka waktu 14 hari;
f. Bahwa setelah 14 hari pemeriksaan, Kepolisian Resor Jayapura
melimpahkan berkas perkara kepada Kejaksaan dengan Nomor :
B/42/IV2017/Reskrim tanggal 03 April 2017;
g. Selanjutnya, Kejaksaan mempersiapkan berkas dakwaan dan penuntutan
yang telah dilimpahkan oleh Kepolisian Resor Jayapura dalam 7 (tujuh)
hari kerja;
h. Tanggapan ini disampaikan oleh Sentra GAKKUMDU Kabupaten Jayapura,
ditandatangani oleh Sdr. Ronald Manoach, ST selaku Ketua Panwaslu
Kabupaten Jayapura; Sdr. Jerry Koagouw, SH selaku Penyidik Polres
Jayapura dan Sdr. Lucas Y. Kubela, SH, MH selaku Jaksa Penuntut dari
Kejaksaan Negeri Jayapura;

6. Pada tanggal 04 Mei 2017, Tim Ombudsman melakukan pemeriksaan kepada


Sdr. Ronald Manoach, ST selaku Ketua Panwaslu Kabupaten Jayapura
dengan hasil pemeriksaan sebagai berikut :
a. Bahwa proses dalam penanganan suatu laporan khususnya yang terkait
19 Kepala Distrik di Kabupaten Jayapura sebagai tersangka sudah
dijelaskan dalam surat yang di berikan kepada Ombudsman RI;
b. Didalam struktur Panwaslu Kabupaten Jayapura terdapat 3 divisi yaitu
Divisi Sumber Daya Manusia yang dikoordinir oleh Sdri. Laela
Tambawang S. Psi, MA; Divisi Hukum dan Penindakan yang dikoordinir
oleh Sdr. Bezaliel Ongge, SH; dan Divisi Pencegahan yang dikoordinir
oleh Sdr. Ronald Manoach dan masing-masing divisi dibantu oleh 1 (satu)
orang staf ahli. Divisi Hukum dan Penindakan yang bertanggung jawab
dalam menangani laporan dugaan pelanggaran pemilihan, sehingga
mereka perlu hadir di Ombudsman;
c. Penanganan laporan terkait dugaan pelanggaran pemilihan oleh 19
Kepala Distrik ini bersamaan dengan 2 anggota Panwaslu Kabupaten
Jayapura lainnya dinonaktifkan karena mencabut tanda tangan mereka
dalam Rekomendasi Panwaslu terkait PSU. Guna kepentingan
pemeriksaan, Setelah Sdr. Ronald Manoach berkoordinasi dengan
Bawaslu RI Provinsi Papua dan mengambil alih tugas dan tanggung
jawab Sdr. Bezaliel Ongge, SH selaku Koordinator Divisi Hukum dan
Penindakan sebab didalam Sentra GAKKUMDU unsur dari Panwaslu harus
tetap ada;
d. Dalam proses pembahasan terkait laporan dugaan pelanggaran pemilihan
antara lain kasus OTT Form C-6, Pergantian KPPS yang tidak prosedural
dan kasus dugaan pelanggaran 19 Distrik di Kabupaten Jayapura.
Khususnya untuk kasus dugaan pelanggaran 19 Distrik di Kabupaten
Jayapura Sdr. Ronald Manoach, ST terlibat bersama dengan Pihak
Kepolisian dan Pihak Kejaksaan tanpa keterlibatan dua anggota Panwaslu
Kabupaten Jayapura lainnya;
e. Bahwa ada Surat Penerusan Hasil Kajian dari Panwaslu Kabupaten
Jayapura lainnya ke Penyidik GAKKUMDU Kabupaten Jayapura;
f. Para Terlapor telah diundang sebanyak 2 (dua) kali namun Para Terlapor
tidak hadir memenuhi panggilan;
g. Ada bukti lain selain Surat Pernyataan Sikap PSU berupa rekaman tetapi
dihilangkan di kantor Panwaslu Kabupaten Jayapura pada saat Sdr.
Ronald Manoach, ST sedang menerima aksi demo di kantor Panwaslu
Kabupaten Jayapura sekitar Bulan Februari 2017;
h. Bahwa Panwaslu Kabupaten Jayapura melakukan pembahasan bersama
Tim Gakkumdu Kabupaten Jayapura;
i. Bahwa proses terjadi perubahan jumlah TPS dalam rekomendasi
Panwaslu yang akan dilakukan PSU dari 72 menjadi 236 berawal dari
KPUD Kabupaten Jayapura tidak menyerahkan SK KPPS yang diminta
oleh Panwaslu Kabupaten Jayapura sebelum Pemilu sampai proses
penghitungan suara guna kepentingan pemeriksaan. Selanjutnya pada
tanggal 17 Februari 2017 Ketua KPUD Kabupaten Jayapura datang
membawa surat pernyataan sikap yang melaporkan bahwa telah terjadi
pergantian anggota KPPS tanpa diketahui oleh KPUD Kabupaten
Jayapura. Menanggapi laporan tersebut Sdr. Ronald Manoach, ST
bersama Jaksa Penuntut Tindak Pidana Pemilihan membuat pernyataan
dibawah sumpah dan melakukan pengecekan di lapangan terkait
kebenaran laporan tersebut;
j. Menurut Sdr. Ronald Manoach, ST bahwa pada tanggal 23 Maret 2017
mereka mengambil beberapa sampel TPS di Sentani Kota dan
menemukan bahwa benar telah terjadi pergantian anggota KPPS.
Berdasarkan temuan tersebut malam itu juga Gakkumdu melakukan
pembahasan bersama Sdr. Bezaliel Ongge, SH, Sdri. Laela Tambawang,
S. Psi, MA dan Sdri. Fegie Wattimena, ST dari Bawaslu RI Provinsi Papua
yang pada saat itu juga turut hadir karena beliau merupakan Koordinator
Panwaslu Kabupaten Jayapura;
k. Selanjutnya Panwaslu Kabupaten Jayapura memperoleh keterangan dari
Ketua KPUD Kabupaten Jayapura, bahwa prosedurnya KPUD Kabupaten
Jayapura hanya menyiapkan format, sementara pengambilan sumpah
anggota KPPS dilakukan oleh PPS atas nama KPUD Kabupaten Jayapura
dengan sepengetahuan KPUD Kabupaten Jayapura namun dokumen
tersebut belum diserahkan oleh PPS dan PPD kepada KPUD Kabupaten
Jayapura. Panwaslu Kabupaten Jayapura kemudian meminta agar KPUD
Kabupaten Jayapura menyerahkan SK KPPS agar bisa dicermati.
Bersamaan dengan itu Gakkumdu sedang menangani Kasus OTT dan
membutuhkan dokumen yang akan disita dari KPUD Kabupaten Jayapura
sehingga pada hari itu Tim Gakkumdu meminjam Form C1 ke KPUD
Kabupaten Jayapura agar dapat di cross check;
l. Pada awalnya Panwaslu Kabupaten Jayapura menetapkan 72 TPS yang
akan dilakukan PSU karena pada saat itu Panwaslu Kabupaten Jayapura
hanya memiliki SK KPPS di 7-10 Distrik. Namun setelah Panwaslu
memeriksa SK KPPS yang dipinjam di KPUD Kabupaten Jayapura barulah
ditetapkan 236 TPS yang akan diselenggarakan PSU;
m. Pada saat Pleno Panwaslu Kabupaten Jayapura hanya 2 Distrik yang di
Pleno karena kedua Distrik tersebut sama sekali belum menyerahkan SK
KPPS kepada KPUD Kabupaten Jayapura;
n. Bahwa pada saat melakukan penyusunan kajian dan rekomendasi PSU
terkait penggantian SK KPPS yang tidak prosedural, Panwaslu Kabupaten
Jayapura telah dibantu oleh satu orang tenaga ahli yaitu Sdri. Elisabeth
Makagiansar, SH dan kemudian Sdr. Ronald Manoach, ST mengusulkan
untuk menambah tenaga ahli sehingga Sdri. Elisabeth Makagiansar, SH
mengajak teman Advokat atas nama Sdr. Hendrik Dengah, SH untuk
menjadi tenaga ahli bagi Panwaslu Kabupaten Jayapura. Namun,
kehadiran Advokat tersebut pada saat penyusunan Rekomendasi PSU
tidak diterima oleh Sdr. Bezaliel Ongge, SH dan Sdri. Laela Tambawang,
S. Psi, MA dengan alasan bahwa Sdr. Hendrik Dengah, SH merupakan
pengacara dari salah satu pasangan calon, akhirnya tidak dilibatkan
sebagai tenaga ahli bagi Panwaslu;
o. Bahwa dokumen hasil kajian Panwaslu Kabupaten Jayapura terkait
dugaan pelanggaran pemilihan oleh 19 Kepala Distrik, Panwaslu
Kabupaten Jayapura harus berkoordinasi terlebih dahulu dengan Bawaslu
RI Provinsi Papua. Sdr. Ronald Manoach mengaku sempat
menyampaikan hal ini kepada Sdri. Fegie Wattimena selaku Anggota
Bawaslu RI Provinsi Papua akan tetapi menurut Sdri. Fegie Wattimena
harus terlebih dahulu berkoordinasi dengan Bawaslu RI sebab ada
dokumen-dokumen yang dikecualikan sehingga tidak bisa diserahkan
kepada Ombudsman RI Perwakilan Papua. Sdr. Ronald Manoach akan
berupaya menyampaikan hal ini kepada Sdri. Fegie Wattimena, ST, jika
memang dokumen itu tidak bisa diserahkan kepada Ombudsman maka
Sdr. Ronald Manoach menyarankan Ombudsman bersama-sama bisa
datang untuk memeriksa dokumen tersebut di Sekretariat Panwaslu
Kabupaten Jayapura;

7. Pada tanggal 04 Mei 2017, Tim Ombudsman melakukan pemeriksaan


kepada Ibu Fegie Wattimena, ST selaku Anggota Bawaslu RI Provinsi Papua
dengan hasil pemeriksaan sebagai berikut :
a. Bahwa Tidak ada SOP Gakkumdu di tingkat Provinsi/ Kabupaten.
Bawaslu RI Provinsi Papua dan GAKKUMDU mengacu pada Peraturan
Bersama Ketua Bawaslu RI, Kepala Kepolisian RI dan Jaksa Agung
Republik Indonesia Tentang Sentra Gakkumdu Undang-Undang Nomor
10 Tahun 2016 serta Perbawaslu Nomor 2 Tahun 2015;
b. Pelapor terkait dugaan pelanggaran pemilihan oleh 19 Kepala Distrik
adalah Sdr. Basuki yang melaporkan ke Panwaslu Kabupaten Jayapura
pada tanggal 13 Maret 2017. Panwaslu menindaklanjuti dengan
melakukan klarifikasi dengan memberikan undangan kepada pihak terkait
yakni Terlapor, Pelapor dan saksi tetapi terlapor tidak datang. Dengan
jangka waktu 3 tambah 2 hari Panwaslu Kabupaten Jayapura menangani
pelanggaran sesuai Pasal 134 Ayat (5) dan Ayat (6) Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2015. Panwaslu Jayapura kemudian memberikan Surat
Penerusan 17 Maret 2017 kepada Kepolisian setempat yang selanjutnya
menjadi kewenangan Polisi dan diberikan jangka waktu selama 14 hari
untuk menindaklanjutinya;
c. Menurut Sdri. Fegie Wattimena sempat berkoordinasi dengan Kepolisian
dimana menurut Kepolisian mendapatkan kendala dalam menghadirkan
Terlapor sehingga harus dijemput. Dari pemeriksaan tersebut, ditemukan
bahwa memang benar ada keterlibatan Kepala Distrik. selanjutnya
diteruskan kepada Kejaksaan dengan jangka waktu 3 hari. Hal ini sudah
dilakukan sehingga sudah sampai pada putusan pengadilan. Alat bukti
yang digunakan adalah foto-foto dan surat pernyataan sikap penolakan
PSU oleh Para Kepala Distrik;
d. Bahwa rekomendasi terkait penetapan 19 Kepala Distrik hanya satu yaitu
Surat Penerusan tersebut;
e. Bahwa tindak pidana pemilihan terdapat dalam Pasal 145 dan 146
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 01 Tahun 2015;
f. Pembahasan dilakukan bersama antara Panwaslu Kabupaten Jayapura
dan Kepolisian Resor Jayapura dan dalam hal ini Sdr. Bezaliel Ongge, SH
adalah koordinator Divisi Hukum dan Penindakan namun tidak banyak
terlibat dan sulit dihubungi sehingga Sdr. Ronald Manoach, ST
mengambil alih tugasnya setelah berkoordinasi dengan Bawaslu RI
Provinsi Papua, dengan pertimbangan jangka waktu pemeriksaan yang
singkat;
g. Bahwa Sdr. Fegie Wattimena terlibat dalam penyusunan Rekomendasi
PSU dalam kapasitas sebagai supervisor dan Koordinator Wilayah
(Korwil) Kabupaten Jayapura berdasarkan perintah Bawaslu RI untuk
memastikan apakah Panwaslu Kabupaten Jayapura sudah bekerja sesuai
kewenangannya. Kendala Panwaslu Kabupaten Jayapura pada waktu itu
mendapatkan SK KPPS dan Form C1 dari KPUD Kabupaten Jayapura.
Pada saat Panwaslu Kabupaten Jayapura mengkaji SK KPPS ditemukan
72 TPS bermasalah terkait pergantian anggota KPPS tanpa ada
koordinasi dengan KPUD Kabupaten Jayapura sehingga yang harus
dilakukan PSU. Selanjutnya KPUD Kabupaten Jayapura baru
menyerahkan SK KPPS untuk Distrik lainnya sehingga setelah dilakukan
pencermatan lagi oleh Panwaslu Kabupaten dan hasilnya terdapat 236
TPS yang akan dilakukan PSU. Dalam SK KPPS tersebut tidak memiliki
nomor dan bahkan untuk 2 Distrik yang hasilnya telah diplenokan oleh
KPUD Kabupaten Jayapura tidak memiliki SK sama sekali. Dengan
demikian hal ini menjadi temuan dalam kajian Panwaslu bahwa terdapat
KPPS illegal;
h. Bahwa Panwaslu Kabupaten Jayapura tidak menggunakan tenaga ahli
dalam melakukan suatu kajian untuk kasus dugaan pelanggaran
pemilihan oleh 19 Kepala Distrik, untuk dugaan tindak pidana pemilihan
terkait 19 Kepala Distrik sudah melalui Pembahasan I dan II dalam
Sentra Gakkumdu;
i. Dokumen terkait dugaan pelanggaran pemilihan oleh 19 Kepala Distrik
ada di Panwaslu Kabupaten nanti Bawaslu Provinsi akan menyuruh staf
untuk mengantarkan ke kantor Ombudsman RI Perwakilan Provinsi
Papua, sebelumnya dokumen tersebut belum dapat diserahkan karena
Bawaslu RI Provinsi Papua harus berkoordinasi dengan Bawaslu RI
mengenai dapat atau tidaknya dokumen tersebut diserahkan kepada
Ombudsman RI Perwakilan Provinsi papua;

8. Pada tanggal 04 Mei 2017, Tim Ombudsman telah mengundang Ibu Lidia
Mokay selaku Ketua KPUD Kabupaten Jayapura, namun hingga hari
pemeriksaan yang bersangkutan tidak memberikan konfirmasi kesediaan
kehadiran dan tidak hadir dalam pertemuan dimaksud.

B. Pemeriksaan Dokumen Kajian Panitia Pengawas Pemilihan Kepala


Daerah Kabupaten Jayapura terhadap Laporan Nomor
028/LP/PILBUP/III/2017

Adapun kajian Panwaslu Kabupaten Jayapura terhadap Laporan Nomor


028/LP/PILBUP/III/2017 yang telah diterima oleh Ombudsman RI pada tanggal
08 Mei 2017 terdapat beberapa temuan didalam dokumen penerusan Laporan
Nomor 028/LP/PILBUP/III/2017, antara lain :
1. Tidak terdapat dokumen kajian secara terpisah, namun hanya berupa
dokumen penerusan yang disampaikan kepada penyidik tindak pidana
pemilihan;
2. Panwaslu Kabupaten Jayapura telah menerima laporan pada tanggal 13
Maret 2017 dari pelapor atas nama Basuki dengan Nomor KTP:
9103081405690002, beralamat di Nimbokrang dengan status sebagai Ketua
Tim Kualisi Barisan Rakyat, tentang keterlibatan ASN dalam Pilkada
Kabupaten Jayapura, dengan Terlapor adalah Kepala Distrik se-Kabupaten
Jayapura. Barang bukti berupa print out foto 15 Kepala Distrik bersama
Paslon nomor urut 2 (dua) dengan mengacungkan dua jari dan
menggunakan baju biru tua; Print out foto Kepala Distrik dan istri dengan
Paslon nomor 2 dengan menggunakan baju biru dan mengacungkan dua
jari; Surat Pernyataan sikap yang ditandatangani oleh 19 Kepala Distrik
Kabupaten Jayapura Tertanggal 03 Maret 2017 dan dua orang saksi atas
nama Yusuf Roni dan Yakob Fiobetauw;
3. Adapun uraian kejadian dalam ialah 19 Kepala Distrik Kabupaten Jayapura
menyatakan dukungannya terhadap paslon nomor urut 2 (dua) dengan
melakukan foto bersama; Bahwa 19 Kepala Distrik telah membuat serta
menandatangani pernyataan sikap menolak PSU di Kabupaten Jayapura
dan bahwa Kepala Distrik di Kabupaten Jayapura semuanya adalah ASN
yang masih aktif di Kabupaten Jayapura;
4. Dokumen penerusan yang diteruskan oleh Panwaslu Kabupaten Jayapura
kepada Penyidik Polres (GAKKUMDU Kabupaten Jayapura) sesuai berita
acara pembahasan pertama tidak terdapat hasil pembahasan Panwaslu
sebagai pemeriksa dugaan pelanggaran pemilihan kepala Daerah, namun
telah diakhiri dengan meminta pendapat tim GAKKUMDU Kabupaten
Jayapura;
5. Bahwa dalam tahapan pembahasan kajian terhadap Laporan Nomor:
028/LP/PILBUP/III/2017 telah didampingi oleh Aparat Penegak Hukum (Tim
GAKKUMDU Kabupaten Jayapura), namun keterwakilan Panwaslu hanya
terdiri dari 1 orang yaitu Ketua Panwaslu Kabupaten Jayapura Saudara
Ronald Manoach, ST, dengan alasan bahwa dua orang anggota Panwaslu
telah dinonaktifkan sementara;
6. Bahwa tahapan pembahasan yang telah dilakukan oleh Panwaslu
Kabupaten Jayapura adalah sebanyak dua kali dengan rentang waktu 3
(tiga) hari yaitu pembahasan tahap pertama tanggal 13 Maret 2017 dan
pembahasan tahap kedua tanggal 16 Maret 2017;
7. Bahwa Panwaslu telah memanggil 4 Kepala Distrik atas nama Oktovianus
Sabrandi, SE; Ganefo, SP; Willem Felle dan Muh. Nurdin untuk dimintai
klarifikasi pada tanggal 14 Maret 2017, namun Terlapor tidak memenuhi
undangan tersebut sehingga ditindaklanjuti dengan meneruskan laporan
kepada penyidik, tanpa memanggil secara patut ke-19 Kepala Distrik di
Kabupaten Jayapura guna dilakukan klarifikasi;
8. Dalam meminta klarifikasi, Panwaslu Kabupaten Jayapura hanya
mendapatkan keterangan dari Pelapor dan dua orang saksi yang mana
salah satunya berasal dari tim sukses paslon nomor urut 1 (satu),
sementara belum meminta klarifikasi kepada salah satu Kepala Distrik;
9. Bahwa dalam dokumen penerusan laporan kepada penyidik di GAKKUMDU,
Pelapor dikategorikan sebagai Pengawas Pemilu bukan sebagai tim sukses
paslon nomor urut 1 (satu) sesuai dengan berita acara klarifikasi;
10. Terhadap hasil kajian Panwaslu Kabupaten Jayapura, telah dilakukan dua
kali pembahasan yang pada intinya hanya menjelaskan terpenuhinya unsur
tindak pidana pemilihan berdasarkan dua alat bukti yaitu pernyataan sikap
Kepala Distrik menolak PSU dan foto Kepala Distrik bersama salah satu
paslon;
11. Dalam dokumen penerusan laporan terdapat daftar nama Tersangka yang
harusnya dalam posisi ini masih berstatus sebagai Terlapor sesuai dengan
peraturan bersama tentang GAKKUMDU;
12. Bahwa kajian Panwaslu Kabupaten Jayapura berisi :
a. Adanya laporan yang disampaikan oleh Pelapor atas nama Basuki, SE;
b. Adanya dua saksi atas nama Jhon M. Suebu dan Yusuf Roni Dusay
yang telah diambil keterangannya;
c. Pelapor mengetahui kejadian pada tanggal 10 Maret 2017 dan laporan
kepada Panwaslu Kabupaten Jayapura tanggal 13 Maret 2017;
d. Adanya foto Kepala Distrik beserta istrinya dengan salah satu calon
Bupati Jayapura dengan mengacungkan symbol dua jari;
e. Adanya pernyataan sikap Kepala Distrik (ASN) untuk menolak PSU;
f. Para Kepala Distrik telah diundang secara layak untuk klarifikasi namun
tidak memenuhi undangan klarifikasi tersebut;
Sehingga Panwaslu Kabupaten Jayapura melalui pembahasan tahap dua
berkesimpulan bahwa laporan dapat ditingkatkan ketahap penyidikan
karena telah memenuhi unsur pidana, tanpa adanya proses klarifikasi dan
analisis yang menyeluruh;

13. Bahwa hanya terdapat 1 (satu) Surat Perintah Tugas yang dikeluarkan oleh
Panwaslu Kabupaten Jayapura dengan Nomor:
23/K.PANWAS/Kab.JYP/III/2017 guna melakukan tugas penyelidikan
terhadap laporan dengan Nomor: 028/LP/PIBUP/III/2017 tanggal 13 Maret
2017 tanpa adanya batasan waktu;
14. Bahwa dalam Surat Perintah Tugas tersebut diatas terdapat nama dua
anggota Panwaslu Kabupaten Jayapura atas nama Bezaliel Ongge, SH dan
Laela Tambawang, S. Psi, MA yang menurut keterangan Ketua Panwaslu
Kabupaten Jayapura bahwa mereka sudah tidak terlibat dalam proses
penerimaan laporan terkait dugaan pelanggaran oleh 19 Kepala Distrik di
kabupaten Jayapura;
15. Bahwa berdasarkan penelusuran dokumen penerusan hasil kajian Panwaslu
Kabupaten Jayapura Nomor: 107/K.Panwas-Kab.Jpr/III/2017 yang
dikonfirmasi dengan dokumentasi Berita Acara Pemeriksaan di Kepolisian
Resor Jayapura sebagai Tim GAKKUMDU terdapat beberapa perbedaan
yang cukup mendasar, antara lain :
a. Tanggal penerimaan laporan oleh Panwaslu Kabupaten Jayapura
adalah tanggal 13 Maret 2017 sementara dokumen kajian yang
terdapat dalam dalam Berita Acara Pemeriksaan di Kepolisian Resor
Jayapura sebagai Tim GAKKUMDU penerimaan laporan oleh Pelapor
tertanggal 10 Maret 2017;
b. Pelapor pada format check list laporan/temuan dikategorikan sebagai
Pengawas Pemilu atas nama Basuki sementara dalam Berita Acara
Pemeriksaan di Kepolisian Resor Jayapura sebagai Tim GAKKUMDU
Pelapor sebagai Pengawas Pemilu atas nama Ronald Manoach;
c. Pemeriksaan oleh Panwaslu Kabupaten Jayapura dilakukan hanya
kepada Pelapor dan dua orang saksi, sementara untuk Kepala Distrik
sebagai Terlapor hanya 4 (empat) orang yang telah dipanggil secara
patut namun berhalangan hadir;
d. Terdapat perbedaan Tanggal Peristiwa pada Hasil Kajian Panwaslu
Kabupaten Jayapura dalam dokumen penerusan hasil kajian Panwaslu
Kabupaten Jayapura Nomor 107/K.Panwas-Kab.Jpr/III/2017 tertera
tanggal 10 Maret 2017 sementara pada dokumen hasil kajian yang
terdapat dalam Berita Acara Pemeriksaan di Kepolisian Resor Jayapura
sebagai Tim GAKKUMDU tanggal peristiwa tidak terisi (dikosongkan);
e. Dalam format check list Laporan Dugaan Tindak Pidana Pemilihan 2017
dalam dokumen penerusan hasil kajian Panwaslu Kabupaten Jayapura
poin 3 (tiga), dicoret salah satu dari perkara yang dilaporkan apakah
termasuk tindak pidana pemilihan atau bukan tindak pidana pemilihan,
sementara dalam Berita Acara Pemeriksaan di Kepolisian Resor
Jayapura sebagai Tim GAKKUMDU tanggal peristiwa tidak dicoret salah
satu dari kedua-duanya;
f. Dalam dokumen penerusan pelanggaran tindak pidana terdapat hasil
pemeriksaan yang di tandatangani oleh Saudari Seprianti, M.P.d.K,
sebagai Koordinator Divisi Hukum dan Penindakan Pelanggaran
Panwaslu Kabupaten Jayapura, hal ini sangat berbeda dengan
keterangan Saudara Ronald Manoach, ST dimana dirinya yang
menggantikan posisi Sdr. Bezaliel Ongge, SH sebagai Koordinator Divisi
Hukum dan Penindakan Pelanggaran Panwaslu Kabupaten Jayapura,
sementara keterangan Saudari Seprianti, M.P.d.K sendiri bahwa dirinya
hanya staf di Sekretariat Panwaslu Kabupaten Jayapura;
g. Terdapat hanya satu daftar saksi dan juga Tersangka dalam hasil
kajian, tanpa ada daftar saksi dan Terlapor yang dimuat dalam kajian
Panwaslu Kabupaten Jayapura, yang dilakukan atau ditandatangani
oleh Saudari Seprianti, M.P.d.K, sebagai Koordinator Divisi Hukum dan
Penindakan Pelanggaran Panwaslu Kabupaten Jayapura;
h. Terdapat bukti berupa foto Para Kepala Distrik beserta istri dengan
salah satu calon Bupati Kabupaten Jayapura dengan mengacungkan
simbol dua jari yang telah dikonfirmasi kepada salah satu saksi dalam
berita acara klarifikasi tanggal 13 Maret 2017 yang menyatakan bahwa
simbol dua jari tersebut melambangkan dua jari yang digunakan oleh
pasangan calon nomor urut 2 (dua) juga melambangkan MARIO Jilid
dua;
16. Bahwa oleh karena terdapat ketidaksesuaian tersebut diatas, terutama
terkait tanggal penerimaan laporan, telah terindikasi bahwa laporan
tentang dugaan pelanggaran pemilihan oleh 19 Kepala Distrik di Kabupaten
Jayapura disampaikan bukan melalui Panwaslu Kabupaten Jayapura
melainkan terlebih dahulu pada Kepolisian Resor Kabupaten Jayapura;
C. Peraturan Perundang-Undangan

1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945

Pasal 28 Huruf d Ayat (1):


“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian
hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum


Acara Pidana

Pasal 1:

Ayat (2): “Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.”
Ayat (5): “Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk
mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana
guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara
yang diatur dalam undang-undang ini.”
Ayat (14): “Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau
keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku
tindak pidana.”
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014
tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota.

4. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang


Pemerintah Daerah

Pasal 96:
Ayat (7): “Pasangan Calon dan warga masyarakat melalui Saksi Pasangan
Calon yang hadir dapat mengajukan keberatan terhadap jalannya
penghitungan suara oleh KPPS apabila ternyata terdapat hal-hal yang tidak
sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.”
Ayat (8): “Dalam hal keberatan yang diajukan oleh Saksi Pasangan Calon
atau warga masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dapat
diterima, KPPS seketika itu juga mengadakan pembetulan”

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2008 tentang


Keterbukaan Informasi Publik, yang menyebutkan:

Pasal 1 Ayat (2):


“Informasi Publik adalah informasi yang dihasilkan, disimpan, dikelola,
dikirim , dan/ atau diterima oleh suatu Badan Publik yang berkaitan dengan
penyelenggara dan penyelenggaraan negara dan/ atau penyelenggara dan
penyelenggaraan Badan Publik lainnya yang sesuai dengan Undang-Undang
ini serta informasi lain yang berkaitan dengan kepentingan publik”.

Pasal 2:
Ayat (1): “ Setiap Informasi Publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh
setiap Pengguna Informasi Publik”.
Ayat (3): ” Setiap Pemohon Informasi Publik berhak mengajukan permintaan
Informasi Publik disertai alasan permintaan tersebut”.

6. Peraturan Komisi Pemilihan Umum 14 Tahun 2016 Tentang Perubahan atas


Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 10 Tahun 2015 Tentang
Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota

Pasal 59:
Ayat (1): “Pemungutan Suara di TPS dapat diulang apabila terjadi gangguan
keamanan yang mengakibatkan hasil Pemungutan Suara tidak dapat
digunakan atau Penghitungan Suara tidak dapat dilakukan.”

Ayat (2): “Pemungutan Suara di TPS dapat diulang apabila dari hasil
penelitian dan pemeriksaan Panwas Distrik terbukti terdapat 1 (satu) atau
lebih keadaan sebagai berikut:
a. Pembukaan kotak suara dan/atau berkas Pemungutan dan Penghitungan
Suara tidak dilakukan menurut tata cara yang ditetapkan dalam
peraturan perundang-undangan;
b. Petugas KPPS meminta Pemilih memberi tanda khusus, menandatangani,
atau menulis nama atau alamatnya pada Surat Suara yang sudah
digunakan;
c. Petugas KPPS merusak lebih dari 1 (satu) Surat Suara yang sudah
digunakan oleh Pemilih sehingga Surat Suara tersebut menjadi tidak sah;
d. Lebih dari satu orang Pemilih menggunakan hak pilih lebih dari 1 (satu)
kali pada TPS yang sama atau TPS yang berbeda; dan/atau
e. Lebih dari 1 (satu) orang Pemilih yang tidak terdaftar sebagai Pemilih
mendapat kesempatan memberikan suara pada TPS.

7. Perbawaslu Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pelaporan dan


Penanganan Pelanggaran Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah

Pasal 1:
Ayat (6): “Badan Pengawas Pemilu, selanjutnya disingkat Bawaslu, adalah
lembaga penyelenggara Pemilu yang bertugas mengawasi penyelenggaraan
Pemilu di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Ayat (7): “Panitia Pengawas Pemilu Provinsi dan Panitia Pengawas Pemilu
Kabupaten/Kota, selanjutnya disingkat Panwaslu Provinsi dan Panwaslu
Kabupaten/Kota adalah Panitia yang dibentuk oleh Bawaslu untuk
mengawasi penyelenggaraan Pemilu di wilayah Provinsi dan
Kabupaten/Kota.”

Ayat (8): “Panitia Pengawas Distrik, selanjutnya disingkat Panwaslu Distrik,


adalah panitia yang dibentuk oleh Panwaslu Kabupaten/Kota yang bertugas
mengawasi penyelenggaraan di wilayah kecamatan atau nama lain.”

Ayat (11): “Laporan Pelanggaran adalah laporan yang disampaikan secara


lisan dan/atau tulisan oleh seorang atau lebih anggota masyarakat,
pemantau pemilu maupun pasangan calon dan/atau tim kampanye kepada
pengawas pemilu tentang dugaan terjadinya pelanggaran Pemilu Kada.”

8. Perbawaslu Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Pengawasan Pemilihan


Umum

Pasal 3 :
Pengawasan Pemilu bertujuan untuk:
Huruf a : “memastikan terselenggaranya Pemilu secara langsung, umum,
bebas, rahasia, jujur, adil dan berkualitas, serta dilaksanakannya peraturan
perundang-undangan mengenai Pemilu secara menyeluruh”.
Huruf b : “mewujudkan Pemilu yang demokratis.”
Huruf c : “menegakkan integritas, kredibilitas penyelenggara, transparansi
penyelenggaraan dan akuntabilitas hasil Pemilu.”

9. Perbawaslu Nomor 14 Tahun 2016 Tentang Sentra Penegakkan Hukum


Terpadu Pada Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota

Pasal 1 Ayat (1) :


“Sentra Penegakan Hukum Terpadu selanjutnya disebut Sentra Gakkumdu
adalah pusat aktifitas penegakan hukum Tindak Pidana Pemilihan yang
terdiri dari Bawaslu, Bawaslu Provinsi, dan/atau Panwas Kabupaten/Kota,
Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepolisian Daerah dan/atau Kepolisian
Resor, dan Kejaksaan Tinggi dan/atau Kejaksaan Negeri.”
Pasal 16 :
Ayat (1): “ Pengawas Pemilu, Penyidik Tindak Pidana Pemilihan dan Jaksa
pada Sentra Gakkumdu paling lama 1x24 (satu kali dua puluh empat) jam
terhitung sejak tanggal laporan/temuan diterima oleh Pengawas Pemilu
melakukan pembahasan pertama;
Ayat (2): “ Pembahasan pertama sebagaimana dimaksud paa ayat (1)
dilakukan untuk menemukan peristiwa pidana Pemilihan, mencari dan
mengumpulkan bukti-bukti serta selanjutnya menentukan Pasal yang akan
disangkakan terhadap peristiwa yang dilaporkan/ ditemukan untuk
ditindaklanjuti dalam proses kanjian pelanggaran Pemilihan oleh Pengawas
Pemilu dan Penyelidikan oleh Penyidik Tindak Pidana Pemilihan.

Ayat (3): “Pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipimpin oleh
Ketua Koordinator Sentra Gakkumdu di setiap tingkatan Bawaslu RI, Bawaslu
Provinsi atau Panwas Kabupaten/Kota.

Ayat (4): “Hasil Pembahasan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dituangkan dalam Berita Acara Pembahasan yang ditandatangani oleh
Pengawas Pemilu, Penyidik Tindak Pidana Pemilihan, dan Jaksa.

Pasal 17 :

Ayat (1): “Pengawas Pemilu melakukan kajian pelanggaran Pemilihan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (2)”.

Ayat (2): “Dalam melakukan kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pengawas Pemilu dapat mengundang pelapor, Terlapor Saksi dan/atau Ahli
untuk dimintakan keterangan dan/atau klarifikasi.

Ayat (3): “Keterangan dan/atau klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat


(2) dilakukan di bawah sumpah dan dituangkan dalam Berita Acara Klarifikasi

Ayat (4): “Dalam meminta keterangan dan/atau klarifikasi sebagaimana


dimaksud pada ayat (2), Pengawas Pemilu harus didampingi oleh Penyidik
Tindak Pidana Pemilihan dan Jaksa”.

Ayat (5): “Hasil dari proses kajian pelanggaran pemilihan oleh Pengawas
Pemilu berupa dokumen kajian laporan/temuan”.

Ayat (6): “Jaksa melakukan pendampingan dan monitoring dalam proses


kajian pelanggaran pemilihan dan penyelidikan”.

Pasal 19 :

Ayat (1): “Pengawas Pemilu, Penyidik Tindak Pidana Pemilihan dan Jaksa
pada Sentra Gakkumdu melakukan pembahasan kedua paling lambat 5
(lima) hari sejak Laporan/Temuan diterima oleh Pengawas Pemilu”.
Ayat (2): “Pembahasan kedua dilakukan untuk menentukan laporan/temuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah memenuhi unsur atau tidak
memenuhi unsur Tindak Pidana Pemilihan”.

Ayat (5): “Dalam hal suatu laporan/temuan telah memenuhi unsur Tindak
Pidana Pemilihan, kesimpulan rapat pembahasan wajib memutuskan untuk
melanjutkan laporan/temuan ke tahap Penyidikan”.

Ayat (6): “Dalam hal suatu laporan/temuan tidak memenuhi unsur Tindak
Pidana Pemilihan, kesimpulan pembahasan memutuskan untuk
menghentikan penanganan laporan/temuan”.

Ayat (7): “Hasil Pembahasan Kedua dituangkan dalam berita acara


pembahasan yang ditandatangani oleh Pengawas Pemilu, Penyidik Tindak
Pidana Pemilihan dan Jaksa.”

Pasal 20 :

Ayat (1): “Hasil Pembahasan kedua, kajian dan Laporan Hasil Penyelidikan
menjadi dasar Pengawas Pemilu memutuskan dalam rapat pleno”.

Ayat (2): “Rapat pleno sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk
memutuskan apakah laporan/temuan ditingkatkan ke tahap Penyidikan atau
dihentikan”.

Ayat (3): “Dalam hal rapat pleno memutuskan laporan/temuan penanganan


pelanggaran Pemilihan dihentikan maka Pengawas Pemilihan
memberitahukan kepada pelapor dengan surat disertai dengan alasan
penghentian”.

Ayat (4): “Dalam hal rapat pleno memutuskan dugaan pelanggaran


Pemilihan ditingkatkan ke tahap Penyidikan, Pengawas Pemilu meneruskan
laporan/temuan kepada Penyidik Tindak Pidana Pemilihan dan menerbitkan
Surat Perintah Tugas untuk melaksanakan Penyidikan yang ditandatangani
oleh Ketua Bawaslu RI atau Ketua Bawaslu Provinsi atau Ketua Panwas
Kabupaten/Kota”.

Ayat (5): “Penerusan laporan/temuan disertai dengan berkas perkara yang


memuat:

Huruf a : surat pengantar;

Huruf b : surat perintah tugas untuk melaksanakan penyidikan yang


dikeluarkan oleh pengawas pemilihan;

Huruf c : daftar Isi;

Huruf d : laporan/temuan dugaan Tindak Pidana Pemilihan;

Huruf e : hasil kajian;

Huruf f : laporan hasil penyelidikan;


Huruf g : surat undangan klarifikasi;

Huruf h : berita acara klarifikasi;

Huruf i : berita acara klarifikasi di bawah sumpah;

Huruf j : berita acara pembahasan pertama;

Huruf k : berita acara pembahasan kedua;

Huruf l : daftar saksi dan/atau ahli;

Huruf m : daftar terlapor;

Huruf n : daftar barang bukti;

Huruf o : barang bukti; dan

Huruf p : administrasi penyelidikan.

Ayat (6): “Penerusan laporan/temuan dilakukan oleh pengawas pemilihan


kepada Polri di Sekretariat Sentra Gakkumdu”.

Pasal 22 :

Ayat (1): “Penyidik Tindak Pidana Pemilihan menyampaikan hasil Penyidikan


dalam pembahasan ketiga yang dipimpin oleh Ketua Koordinator Sentra
Gakkumdu Provinsi/Kabupaten/Kota”.

Ayat (2): “Pembahasan ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan selama proses penyidikan”.

Ayat (3): “Pembahasan ketiga dihadiri oleh Pengawas Pemilu, Penyidik


Tindak Pidana Pemilihan, dan Jaksa untuk membahas hasil Penyidikan”.

Ayat (4): “Pembahasan ketiga menghasilkan kesimpulan pelimpahan kasus


kepada Jaksa”.

Ayat (5): “ Hasil pembahasan ketiga dituangkan dalam berita acara


pembahasan yang ditandatangani oleh Pengawas Pemilu, Penyidik Tindak
Pidana Pemilihan dan Jaksa”.

10. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2005 yang telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2012 Tentang Pemilihan,
Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil
Kepala Daerah

11. Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pegawas Pemilihan


Umum, dan Dewan Kehormatan Peyelenggara Pemilihan Umum Nomor 13
Tahun 2012, Nomor 11 Tahun 2012, dan Nomor 1 Tahun 2012, Tentang
Kode Etik Penyelenggara Pemilihan Umum.
Pasal 10,
Huruf h : Memberitahukan kepada seseorang atau peserta Pemilu
selengkap dan secermat mungkin akan dugaan yag dilakukan atau
keputusan yang dikenakannya;
Huruf i : Menjamin kesempatan yang sama kepada setiap peserta
Pemilu yang dituduh utnuk menyampaikan pedapat tentang kasus yang
dihadapinya atau keputusan yang di kenakannya;
Huruf j : Mendengarkan semua pihak yag berkentingan dengan kasus
yang terjadi dan mempertimbangka semua alas an yang diajukan secara adil;

Pasal 11,
Huruf c : Melakukan tindakan dalam rangka Penyeleggaraa Pemilu,
menaati prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan

Pasal 17,
Ayat (1) : Peyelenggara Pemilu yang melanggar Kode Etik dikenai sanksi;
Ayat (2) : Sanksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa:
Huruf a: Teguran tertulis;
Huruf b: Pemberhentian sementara; atau
Huruf c: Pemberhentian Tetap.

12. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008 Tentang Ombudsman Republik


Indonesia

Pasal 8 :
Ayat (1), yang menyebutkan bahwa Ombudsman berwenang:
a. Meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis dari Pelapor, Terlapor,
atau pihak lain yang terkait mengenai Laporan yang disampaikan kepada
Ombudsman;
b. Memeriksa keputusan, surat-menyurat, atau dokumen lain yang ada
pada Pelapor ataupun Terlapor untuk mendapatkan kebenaran suatu
Laporan;
c. Meminta klarifikasi dan/atau Salinan dokumen atau fotokopi dokumen
yang diperlukan dari instansi manapun untuk pemeriksaan Laporan dari
instansi Terlapor;
d. Melakukan pemanggilan terhadap Pelapor, Terlapor, dan pihak lain yang
terkait dengan Laporan;
Ayat (2) huruf a, yang menyebutkan bahwa Ombudsman berwenang
menyampaikan saran kepada Pimpinan Penyelenggara Negara guna perbaikan
dan penyempurnaan organisasi dan/atau prosedur pelayanan publik.

III. PENDAPAT OMBUDSMAN DAN MALADMINISTRASI

A. Pendapat Ombudsman
1. GAKKUMDU atau Sentra Penegakkan Hukum Terpadu sebagai sentra
penegakan hukum Tindak Pidana Pemilihan dalam melakukan Pemeriksaan
Laporan Dugaan Pelanggaran dan atau Tindak Pidana Pemilihan wajib
memperhatikan kepatutan, menghormati hak asasi manusia dan peraturan
perundang-undangan, termasuk peraturan perundang-undangan terkait;

2. Panitia Pengawas Pemilu sebagai salah satu unsur penting dalam


pelaksanaan Pemilihan Umum dan Pemilihan Kepala Daerah sesuai
Ketentuan Perundang-undangan, wajib memperhatikan asas kepatutan,
mekanisme prosedur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik
secara umum maupun secara khusus. Karena mengenai Pemilu sangat
berkaitan dengan pelaksanaan demokrasi, dan Panitia Pengawas Pemilu
merupakan bagian dari membangun demokrasi sebuah bangsa. Untuk itu,
seyogyanya dalam melakukan tugas fungsi pengawasan patutlah
dipertimbangkan kebijakan sosial bukan hanya penerapan kebijakan hukum;

3. Penyusunan sebuah kajian terhadap dugaan pelanggaran pemilihan kepala


daerah oleh Panitia Pengawas Pemilu sepatutnya dilakukan melalui
mekanisme pemeriksaan dugaan pelanggaran kepada masing-masing
Terlapor bukan dengan melakukan sampling atau hanya mengambil
keterangan dari 4 Kepala Distrik yang oleh karena ketidakhadiran mereka
akhirnya disimpulkan bahwa mereka tidak kooperatif. Hal ini perlu dilakukan
sehingga dalam menyimpulkan hasil analisis terhadap unsur-unsur dugaan
pelanggaran dan/atau tindak pidana pemilihan melalui pendapat hukum yang
dikaitkan dengan fakta dan bukti dapat disimpulkan bahwa telah terjadi
pelanggaran dan/atau tindak pidana pemilihan.

Sehingga hasil tersebut dapat terpenuhi dugaan pelanggaran pemilihan


sesuai ketentuan pasal 39 ayat (1) dan (2) Perbawaslu RI Nomor 11 Tahun
2014, yaitu bahwa adanya kategorisasi dugaan pelanggaran dan jenis
dugaan pelanggaran yang rumuskan sebagai hasil kajian Panitia Pengawas
Pemilu.

Berdasarkan pandangan tersebut diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa :


a. Dalam menentukan Dugaan Pelanggaran Pemilihan terhadap 19 Kepala
Distrik Kabupaten Jayapura patutlah dilakukan analisis mendalam melalui
pemeriksaan dan atau klarifikasi terhadap seluruh Kepala Distrik bukan
dengan mengambil contoh dari keterwakilan beberapa Distrik untuk
memastikan keakuratan atau validasi data sehingga terdapat kepastian
hukum;
b. Ketidakcermatan dalam pengambilan keputusan dengan pertimbangan
dari berbagai aspek untuk memastikan tidak terjadi kesalahan dan
ketidakpatuhan terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan.
c. Bahwa dalam mengkaji temuan dugaan tindak pidana pemilihan yang
menyebutkan “Setiap Pejabat Negara, Pejabat Aparatur Sipil Negara dan
Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dengan sengaja melanggar
ketentuan hukum Jo Pejabat Negara, Pejabat Daerah, Pejabat Aparatur
Sipil Negara, Anggota TNI/Polri dan kepala desa atau sebutan lain/Lurah
dilarang membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan
salah satu pasangan calon Jo turut serta melakukan perbuatan yang
dapat dihukum”, seperti terdapat dalam Pasal 188 Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 2015 Jo Pasal 71 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016
dan Pasal 55 KUHP, diperlukan kajian yang lebih komperhensif terhadap
unsur pasal yang disangkakan kepada 19 Kepala Distrik di Kabupaten
Jayapura ini. Mengingat aturan terkait lainnya seperti Undang-Undang
nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Otonomi Daerah serta Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil, yang telah ditegaskan juga oleh Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi melalui Surat
Edaran Menpan-RB nomor B/2355/M.PANRB/07/2015 tentang netralitas
ASN dan larangan menggunakan aset pemerintah dalam Pemilihan
Kepala Daerah serentak.
Berdasarkan pandangan tersebut diatas, dapat diambil kesimpulan
bahwa : Terkait keterlibatan ASN yang dimaksud dalam Pasal 188
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Jo Pasal 71 Undang-Undang
Nomor 10 Tahun 2016 dan Pasal 55 KUHP, perlu dipertimbangkan
kembali, guna melihat apakah 19 Kepala Distrik yang adalah ASN terlibat
secara aktif dalam sebuah partai politik ataupun terbukti menggunakan
kapasitasnya sebagai Kepala Distrik untuk memenangkan salah satu
pasangan calon dengan adanya hasil pemungutan suara yang
dimanupulasi dari data/fakta yang ditemui di lapangan pada saat
rekapitulasi hasil, sementara penghitungan hasil pemilihan belum tuntas
dilaksanakan. Untuk itu, penerapan pasal dalam kajian Panwaslu Nomor:
028/LP/PILBUP/III/2017 tanggal 13 Maret 2017 tidak tepat.

e. Menurut Barda Nawawi Arief (2005 : 29) dalam kebijakan hukum pidana
terdapat 2 (dua) masalah sentral yang seharusnya menjadi perhatian
dalam inklusif sanksi pidana dalam hukum pidana, yaitu :

1. Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana; dan


2. Sanksi apa yang seharusnya digunakan atau dikenakan kepada di
pelanggar.

Sebagai analisa dari hal tersebut, Barda Nawawi Arief menyampaikan


bahwa masalah sentral tersebut tidak dapat dipisahkan dari konsepsi
integral kebijakan kriminal dengan kebijakan sosial dan kebijakan
pembangunan nasional, oleh karenanya, kebijakan hukum kebijakan
hukum pidana termasuk juga kebijakan dalam menangani dua masalah
sentral diatas, harus pula berorientasi pada kebijakan (policy oriented
approach).

Berdasarkan pandangan tersebut diatas, dapat diambil kesimpulan


bahwa :

Perlunya ketelitian dalam melakukan kajian terhadap sebuah tindak


pidana dalam pemilihan kepala daerah, patut dilakukan, sehingga
keluaran dari sebuah kajian dari Panwaslu tidak hanya berorientasi pada
kebijakan hukum pidana tetapi juga memperhatikan kebijakan sosial
yang berdampak pada masyarakat secara umum. Mengingat, dalam
permasalahan ini terdapat 19 Kepala Distrik yang telah diproses dalam
dugaan tindak pidana pemilihan, tidak terdapat kajian menyeluruh antara
tindakan yang tergolong kriminal sesuai dengan pasal sangkaan dan
aspek sosial dari tindakan tersebut, hal ini tentunya memiliki dampak
secara sosial pada pelayanan yang disediakan oleh Distrik kepada
masyarakat, selanjutnya dapat berimplikasi pada terhambatnya layanan
publik di Kabupaten Jayapura;

Bahwa menurut Muladi (1990:7) keterlibatan hukum pidana kedalam


bidang hukum lain seperti ketentuan yang bersifat administratif hanya
bersifat sebagai penunjang penegakkan norma yang ada dibidang hukum
lainnya.

B. Maladministrasi

Berdasarkan uraian tersebut diatas, telah terjadi maladministrasi sebagai berikut:

Pelanggaran terhadap
Klasifikasi Pelaku Bentuk Pelanggaran Peraturan Perundang-
Undangan

Pengabaian Ketua Panitia a. Koordinator Sentra Pasal 9 Ayat (3) dan Pasal 19
kewajiban hukum, Pengawas GAKKUMDU Kabupaten ayat (3) Perbawaslu RI Nomor
kelalaian dan Pemilihan Jayapura sesuai aturan 14 Tahun 2016
penyimpangan Umum/Kepala bahwa harus dilakukan
(Peraturan Bersama Ketua
prosedur Daerah oleh Divisi Penindakan
Bawaslu RI, Kepala Kepolisian
dan Pelanggaran Panwas
Negara RI dan Jaksa Agung
namun untuk masalah ini
RI)
dilakukan langsung oleh
Ketua Panwaslih
Kabupaten Jayapura
b. Tidak terdapat kajian Pasal 37 dan 39 Perbawaslu RI
temuan untuk laporan Nomor 11 Tahun 2014
dugaan
pelanggaran/tindak pidana
oleh 19 Kepala Distrik yang
diisi sesuai dengan format
pemeriksaan Panwas

c. Tidak terdapat Pasal 17 Perbawaslu Nomor 14


pemeriksaan ahli terhadap Tahun 2016
kajian dugaan tindak
(Peraturan Bersama Ketua
pidana pemilihan yang
Bawaslu RI, Kepala Kepolisian
dilakukan oleh 19 Kepala
Distrik di kabupaten Negara RI dan Jaksa Agung
Jayapura RI)

d. Ketua Panitia Pengawas Pasal 10 ayat 3 b, Pasal 19


Pemilihan Kepala Daerah ayat (3) Perbawaslu RI Nomor
Kabupaten Jayapura 14 Tahun 2016
melakukan
(Peraturan Bersama Ketua
pemeriksaan/pleno sendiri
Bawaslu RI, Kepala Kepolisian
tanpa melibatkan anggota
Negara RI dan Jaksa Agung
lainnya dengan alasan
RI)
kedua anggota tersebut
dinonaktifkan

e. Pelapor menyampaikan Pasal 15 angka 5 Perbawaslu


laporan pertama kepada RI Nomor 14 Tahun 2016
pihak kepolisian Resor
(Peraturan Bersama Ketua
Kabupaten Jayapura lalu
Bawaslu RI, Kepala Kepolisian
dilengkapi kajian dan
Negara RI dan Jaksa Agung
penerusan dari Panwaslih
RI)

f. Permintaan klarifikasi Pasal 17 Perbawaslu RI Nomor


belum seluruhnya 14 Tahun 2016
dilakukan dan hanya
(Peraturan Bersama Ketua
dilakukan kepada 4 Kepala
Bawaslu RI, Kepala Kepolisian
Distrik sementara 15
Negara RI dan Jaksa Agung
Kepala Distrik lainnya tidak
RI)
memperoleh undangan
pertemuan tersebut;

g. Pemeriksaan/pembahasan Pasal 38 Perbawaslu RI Nomor


tahap pertama dan kedua 11 Tahun 2014
hasilnya sama tanpa ada
keterangan/pendapat ahli

h. Pembahasan tahap Pasal 20 Ayat (1), (2) dan (3),


pertama tidak melalui Perbawaslu Nomor 14 Tahun
rapat pleno, dibuktikan 2016
dengan tidak adanya
daftar hadir pleno
i. Tidak terdapat Pembahasan Pasal 22, Perbawaslu Nomor
Ketiga dihadiri oleh Panwas, 14 Tahun 2016
Penyidik TPP dan Jaksa;

Pembahasan Ketiga
menghasilkan pelimpahan
kasus kepada Jaksa;

Hasil Pembahasan Ketiga


dibuat Berita Acara dan
ditandatangani oleh
Panwas, Penyidik TPP dan
Jaksa.

j. Menetapkan dugaan tindak Edaran Menpan Nomor


pidana pemilihan “Setiap B/2355/M/PANRAB/07/2015
pejabat negara,pejabat Tentang Netralitas ASN dan
aparatur sipil negara dan Keterlibatan dalam Partai
kepala desa atau sebutan Politik;
lain/lurah dengan sengaja
melanggar ketentuan
hukum Jo Pejabat Negara,
Pejabat Daerah, Pejabat
Aparatur Sipil Negara,
Anggota TNI/Polri dan
kepala desa atau sebutan
lain/Lurah dilarang
membuat keputusan dan
atau tindakan yang
menguntungkan salah satu
pasangan calon Jo turut
serta melakukan perbuatan
yang dapat dihukum”. Pasal
188 Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2015 Jo Pasal 71
Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2016 dan Pasal 55
KUHP.

Yang hanya berdasarkan


alat bukti 5 lembar surat
pernyataan sikap dan 2
lembar foto Para Kepala
Distrik menggunakan T-
Shirt berwarna biru dan
mengacungkan 2 jari.

k. Penyidik yang ditugasakan - Pasal 10 Ayat (3) huruf c,


oleh Ketua Panwaslu Perbawaslu Nomor RI Nomor
Kabupaten Jayapura 14 Tahun 2016 (Peraturan
berdasarkan Surat Perintah Bersama Ketua Bawaslu RI,
Tugas Nomor: Kepala Kepolisian Negara RI
23/K.PANWAS/Kab.Jyp/ dan Jaksa Agung RI)
III/2017 adalah penyidik
- Pasal 2A Ayat (1) Huruf a
pembantu dengan pangkat
Peraturan Pemerintah RI No.
AIPTU, BRIPKA dan
58 Tahun 2010 Tentang
BRIGPOL
Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun
1983 Tentang Pelaksanaan
Kitab Undang-undang Hukum
Acara Pidana

l. Kepala Distrik Namblong Pasal 66 Ayat (1) dan Ayat (2)


dan Yokari diperiksa oleh Peraturan Kapolri Nomor 12
oleh Kepolisian 2 (dua) hari Tahun 2009 Tentang
setelah di tetapkan sebagai Pengawasan dan Pengendalian
tersangka. Tindakan Pidana di Lingkungan
Kepolisian Negara RI.

j. Penetapan tersangka Pasal 10 huruf i dan huruf j,


kepada 19 Kepala Distrik Peraturan Bersama Komisi
Kabupaten Jayapura Pemilihan Umum, Badan
didasari dugaan Pegawas Pemilihan Umum,
mengutungkan pasangan dan Dewan Kehormatan
calon nomor urut 2 (dua), Peyelenggara Pemilihan Umum
namun tidak Nomor 13 Tahun 2012, Nomor
mempertimbangkan 11 Tahun 2012, dan Nomor 1
keterangan dari pihak Tahun 2012, Tentang Kode
pasangan calon nomor urut Etik Penyelenggara Pemilihan
2 (dua) Umum.

Anggota a. Terhadap dua anggota Pasal 49 Perbawaslu Nomor 3


Bawaslu RI Panwas Kabupaten Tahun 2015 Tentang
Provinsi Papua Jayapura yang telah Perubahan Ketiga Perbawaslu
dinonaktifkan oleh Bawaslu Nomor 10 Tahun 2012
RI Provinsi Papua Tentang Pembentukan,
digantikan oleh Ketua dan Pemberhentian dan Pergantian
salah satu Anggota Antar Waktu Badan Pengawas
Bawaslu Provinsi Papua. Pemilihan Umum Provinsi,
Namun didalam penerusan Panitia Pengawas Pemilihan
hasil kajian tindak pidana Umum Kabupaten/Kota,
pemilihan nomor : Panitia Pengawas Pemilihan
028/LP/PILBUP/III/2017 Umum Kecamatan, Pengawas
tanggal 13 Maret 2017 Pemilihan Umum Lapangan,
tidak terdapat keterlibatan dan Pengawas Pemilihan
Ketua maupun anggota Umum Luar Negeri.
Bawaslu RI Provinsi Papua.
b. Menghambat dan atau Pasal 8 huruf c dan Pasal 10
menghalang-halangi Undang-Undang RI Nomor: 37
pemeriksaan Ombudsman Tahun 2008 tentang
RI terkait permintaan Ombudsman RI
dokumen hasil kajian
tindak pidana pemilihan
nomor :
028/LP/PILBUP/III/2017
tanggal 13 Maret 2017

KPU D Jayapura Memberikan informasi Undang-Undang Ombudsman


kepada masyarakat dan RI dan Undang-Undang
Ombudsman RI Pelayanan Publik

IV. SARAN PERBAIKAN

Sesuai dengan kewenangan Ombudsman RI sebagaimana diatur dalam Undang-Undang


No. 37 Tahun 2008 Pasal 8 Ayat (2) huruf a yang berbunyi: “Ombudsman berwenang
menyampaikan saran kepada Presiden, kepala daerah, dan atau pimpinan Penyelenggara
Negara lainnya guna perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan/atau prosedur
pelayanan publik”, dan merujuk pada beberapa bentuk penyimpangan yang dilakukan,
maka Ombudsman RI Perwakilan Papua memberikan saran sebagai berikut:

1. Ketua Bawaslu Republik Indonesia agar melakukan peninjauan dan memperbaiki


kembali hasil kajian Panitia Pengawas Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Jayapura
yang telah diasistensi oleh Bawaslu RI Provinsi Papua terkait Dugaan Pelanggaran
Tindak Pidana Pemilihan yang dilakukan oleh 19 Kepala Distrik di Kabupaten
Jayapura;

2. Ketua Bawaslu RI Provinsi Papua agar dapat mengkaji kembali pelaporan dan
penanganan dugaan pelanggaran di Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Jayapura,
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan meninjau
kembali prosedur penonaktifan 2 (dua) anggota Panitia Pengawas Pemilihan Kepala
Daerah Kabupaten Jayapura;

3. Koordinator Sentra Gakkumdu Kabupaten Jayapura agar memperbaiki tata cara


penanganan laporan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan
melakukan peninjauan kembali proses pidana yang telah ditetapkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

4. Penyelenggara Pemilihan Umum Daerah Kabupaten Jayapura (KPUD Kabupaten


Jayapura, Panitia Pengawas Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Jayapura) agar
mempertanggungjawabkan proses pelaksanaan Pemilihan Umum secara akuntabel
dan transparan kepada masyarakat termasuk kepada Ombudsman Republik
Indonesia terkait tindaklanjut penanganan laporan/pengaduan masyarakat sebagai
wujud pelayanan publik dan tata kelola pemerintahan yang baik;

5. Sentra Gakkumdu Provinsi agar memberikan Sanksi berupa pembinaan kepada


Gakkumdu Kabupaten Jayapura;

6. Ketua Bawaslu RI agar memberikan Sanksi berupa pembinaan kepada Bawaslu


Provinsi Papua, Panwaslu Kabupaten Jayapura;
7. Aparat penegak hukum dalam menindak lajuti dugaan tidak pidana pemiliha Kepala
Daerah wajib mempertimbangkan kecermatan unsur pembuktian dalam setiap
tahapan pemeriksaan mulai dari dugaan pelanggaran hingga ditetapkan sebgai
tindak pidana dan dampak sosial sebagai wujud penegakan hukum dan demokrasi
dalam proses pemeriksaan hingga putusan peradilan;

8. Penyelenggara Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Jayapura wajib melaksanakan


tugas pokok dan fungsi dalam proses peletakan dasar dan penegakan demokrasi
dengan penuh rasa tanggung jawab, berintegritas, akuntabel dan transparan demi
terlaksananya Pilkada yang bersih dan menghasilkan Pemimpin yang berintegritas
dan bebas KKN (Korupsi Kolusi dan Nepotisme);

9. Berdasarkan Peraturan Bersama Komisi Pemilihan Umum, Badan Pegawas Pemilihan


Umum, dan Dewan Kehormatan Peyelenggara Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun
2012, Nomor 11 Tahun 2012, dan Nomor 1 Tahun 2012, Tentang Kode Etik
Penyelenggara Pemilihan Umum, Pasal 10 huruf h, huruf i dan huruf j, Pasal 11 huruf
c, maka KPUD Kabupaten Jayapura, Panwaslu Kabupaten Jayapura dan Bawaslu
Provinsi Papua dapat diberikan sanksi Kode Etik Pasal 17 ayat (2).

V. PENUTUP

Demikian saran ini disampaikan sesuai ketentuan perundang-undangan dalam rangka


mewujudkan pelayanan publik yang baik serta memberikan kepastian hukum dan
keadilan bagi masyarakat, khususnya kepada Pelapor.

Jayapura, 23 Mei 2017


LAMPIRAN 8

OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA


KANTOR PERWAKILAN PAPUA

LAPORAN AKHIR HASIL PEMERIKSAAN

OMBUDSMAN REPUBLIK INDONESIA

PERWAKILAN PROVINSI PAPUA

Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Papua selanjutnya disebut Ombudsman


sebelumnya telah menerima Laporan Masyarakat dengan Nomor Register:
0139/LM/X/2017/JPR dari Laurina Mambraku selanjutnya disebut Pelapor, beralamat di
Jln. Gerilyawan, Abepura, Kota Jayapura. Pada intinya Pelapor menyampaikan laporan
mengenai Dugaan Permintaan Imbalan Uang oleh Oknum Pegawai BAPAS Kementerian
Hukum dan HAM Kantor Wilayah Papua dalam Proses Seleksi Penerimaan Calon Pegawai
Negeri Sipil (CPNS) Tahun 2017 di Lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan
HAM Papua.

Setelah menerima laporan/pengaduan tersebut, Ombudsman telah melakukan tindak


lanjut berupa Pemeriksaan Berkas Laporan, Permintaan Klarifikasi kepada Kepala Kanwil,
Ketua Panitia Seleksi CPNS dan kepada Pihak terkait lainnya, serta turut menyaksikan
pemeriksaan yang dilakukan secara internal oleh Pihak Kemenkumham Papua.
Berdasarkan tindak lanjut tersebut serta memperhatikan Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang
No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, maka kami menyampaikan
laporan berikut.

VI. URAIAN LAPORAN/PENGADUAN

2. Pelapor ialah orangtua dari salah satu Peserta Seleksi Penerimaan Calon Pegawai
Negeri Sipil (CPNS) Tahun 2017 di Lingkungan Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan HAM Provinsi Papua;

3. Bahwa anak Pelapor bersama dengan Sdr. Mustakim Palawai bersama-sama


mengikuti seleksi Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Tahun 2017 di
Lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Papua sampai
pada tahapan Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) melalui Computer Assisted Test
(CAT);

4. Menurut Pelapor, beberapa hari sebelum seleksi tersebut dilaksanakan, Pelapor


mendapatkan tawaran dari salah satu oknum Pegawai BAPAS (Badan
Pemasyarakatan) di Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi
Papua atas nama Ibu Susi Susilowati, yang menjanjikan kelulusan seleksi bagi
anak Pelapor apabila Pelapor dapat memberikan imbalan sebesar Rp.
80.000.000,- (Delapan Puluh Juta Rupiah), namun tawaran tersebut tidak
dipenuhi Pelapor.

5. Pelapor menyampaikan bahwa hal yang sama ditawarkan juga kepada Sdr.
Mustakim Palawai yang kemudian melalui Ibu Nurjana (Kerabat dari Sdr.
Mustakim Palawai), memberikan uang muka sebesar Rp. 25.000.000,- (Dua
Puluh Lima Juta Rupiah) kepada Ibu Susi Susilowati di rumah Pelapor. Uang
tersebut akan ditambah sebesar Rp. 125.000.000,- (Seratus Dua Puluh Lima Juta
Rupiah) setelah Surat Keputusan (SK) CPNS diterima oleh yang bersangkutan,
sehingga total biaya yang harus diberikan untuk tawaran tersebut sebesar Rp.
150.000.000,- (Seratus Lima Puluh Juta Rupiah);

6. Bahwa Pelapor telah menyampaikan permasalahan ini kepada Kepala Kantor


Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Papua, namun menurut Pelapor
belum mendapatkan tanggapan yang semestinya;

7. Pelapor berharap agar oknum Pegawai BAPAS tersebut dapat diproses dan
dikenakan sanksi sesuai dengan aturan yang berlaku; dan

8. Hingga laporan pengaduan ini disampaikan ke Ombudsman RI Perwakilan Papua,


Pelapor belum mendapatkan tindak lanjut dari permasalahan tersebut.

VII. HASIL PEMERIKSAAN

Menindaklanjuti laporan/pengaduan tersebut, Ombudsman telah melakukan


pemeriksaan sebagai berikut:

D. Permintaan Klarifikasi

1. Pada tanggal 25 Oktober 2017 pukul 14.00 WIT Tim Ombudsman melakukan
pertemuan dengan Ketua Panitia Seleksi CPNS Tahun 2017 di Lingkungan
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Papua, yaitu Bapak
Sismolo yang juga merupakan Kepala Divisi Administrasi. Adapun keterangan
yang diberikan sebagai berikut:
d. Bahwa Ketua Panitia menjalankan tanggungjawab sesuai mekanisme dan
prosedur yang telah ditetapkan. Beliau tidak mengetahui adanya
Pungutan Liar (Pungli) ini;

e. Bahwa Oknum yang diduga melakukan Pungli tidak masuk dalam


kepanitiaan seleksi tahun ini;

f. Bahwa Ketua Panitia akan berkoordinasi dengan Kakanwil setelah yang


bersangkutan pulang dari perjalanan dinas.

2. Pada tanggal 30 Oktober 2017 pukul 13.00 WIT Tim Ombudsman melakukan
pertemuan dengan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM
Provinsi Papua Adapun keterangan yang diberikan adalah:

e. Bahwa benar Pelapor telah bertemu dengan Kepala Kantor Wilayah


Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Papua dan telah difasilitasi
pertemuan antara Pelapor dan oknum Pegawai yang diduga melakukan
Pungli;

f. Bahwa benar pada saat pertemuan tersebut, oknum Pegawai an. Ibu
Susilowati mengakui telah menerima uang dari Sdr. Mustakim Palawai
sebesar Rp 25.000.000,- (Dua Puluh Lima Juta Rupiah);

g. Bahwa Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi


Papua akan membentuk tim internal untuk melakukan pemeriksaan
kepada Ibu Susilowati;

3. Pada tanggal 07 November 2017 pukul 10.00 WIT Tim Ombudsman


mengikuti proses pemeriksaan yang dilakukan oleh Tim Pemeriksa Internal
Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Papua kepada Pelapor
dan Ibu Susilowati sebagai Terperiksa.

Adapun hasil pemeriksaan tersebut adalah sebagai berikut :

d. Bahwa benar Terperiksa menerima uang dari Sdr. Mustakim Palawai


sebesar Rp 25.000.000,- (Dua Puluh Lima Juta Rupiah);

e. Bahwa menurut Terperiksa, transaksi saat itu dilakukan di rumah Pelapor


karena Terperiksa sudah berteman sejak lama dengan Pelapor;

f. Bahwa Menurut Terperiksa, apabila Sdr. Mustakim Palawai dapat lolos


tahapan SKD, maka selanjutnya dapat dicarikan petunjuk untuk
meloloskan hingga menjadi CPNS;

g. Bahwa selain Terperiksa, tidak ada pegawai lain di Lingkungan Kanwil


Kemenkumham Papua yang terlibat.
h. Bahwa selain Pelapor dan Ibu Susilowati, Tim Pemeriksa Internal Kantor
Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Papua tidak melakukan
pemeriksaan terhadap Ibu Nurjana dan Sdr. Mustakim Palawai;

i. Bahwa menurut Terperiksa, Ia sudah mengembalikan uang tersebut


tanpa kurang sedikitpun kepada Sdr. Mustakim dan Ibu Nurjana di Hola
Plaza sekitar jam 9 malam pada tanggal 06 Oktober 2017 atau 2 hari
setelah pengumuman SKD;

j. Bahwa menurut Pelapor, Uang sebesar Rp 25.000.000,- (Dua Puluh Lima


Juta Rupiah) belum dikembalikan oleh Ibu Susilowati.

4. Pada tanggal 16 Oktober 2017, Tim Ombudsman melakukan pemeriksaan


kepada Sdri. Nurjana selaku Kerabat dari Sdr. Mustakim Palawai dengan hasil
pemeriksaan sebagai berikut:

i. Ibu Nurjana adalah Kakak Ipar Sdr. Mustakim yang juga ikut dalam
pertemuan di rumah Pelapor pada hari Jumat tanggal 29 September
2017 atau 4 hari sebelum pengumuman hasil SKD;

j. Ibu Nurjana mengatakan bahwa Sdr. Mustakim tidak lolos pada saat tes
SKD melalui CAT di BKN;

k. Terkait bagaimana cara meloloskan Sdr. Mustakim Palawai agar menjadi


CPNS, Ibu Nurjana tidak mengetahuinya;

l. Bahwa benar Sdr. Mustakim memberikan uang kepada Ibu Susilowati


sebesar Rp 25.000.000,- (Dua Puluh Lima Juta Rupiah)

m. Bahwa pada saat transaksi tidak diberikan kwitansi sebagai bukti


pembayaran sah karena saat itu tidak ada meterai, setelah beberapa hari
kemudian barulah dibuat kwitansi yang selanjutnya disimpan oleh Ibu
Nurjana.

5. Pada hari yang sama tanggal 16 Oktober 2017, Tim Ombudsman melakukan
pemeriksaan kepada Sdr. Mustakim Palawai dengan hasil pemeriksaan
sebagai berikut :

a. Bahwa benar Sdr. Mustakim Palawai merupakan salah satu peserta tes
CPNS yang telah memberikan sejumlah uang kepada Ibu Susilowati;

b. Bahwa benar Sdr. Mustakim memberikan uang sebesar Rp 25.000.000


(Dua Puluh Lima Juta Rupiah) kepada Ibu Susilowati agar dapat
diloloskan hingga seleksi akhir dan menjadi CPNS;
c. Bahwa benar Sdr. Mustakim Palawai tidak lolos seleksi pada tahapan
CAT;

d. Bahwa agar dapat lolos menjadi CPNS, Sdr. Mustakim Palawai harus
memberikan uang dengan total sebesar Rp. 150.000.000,- (Seratus Lima
Puluh Juta Rupiah);

e. Bahwa uang sebesar Rp 25.000.000 (Dua Puluh Lima Juta Rupiah) hanya
sebagai uang muka;

f. Bahwa sebagai bukti pembayaran kepada Ibu Susilowati terdapat


kwitansi yang dibuat oleh Sdr. Mustakim Palawai dan ditandatangani oleh
Ibu Susilowati;

g. Bahwa selain kwitansi, Sdr. Mustakim Palawai menandatangi surat


pernyataan yang dibuat oleh Ibu Nurjanah yang isi inti surat pernyataan
tersebut adalah apabila lolos menjadi CPNS, Sdr. Mustakim harus
melunasi sisa pembayaran senilai Rp. 125.000.000,- (Seratus Dua Puluh
Lima Juta Rupiah) kepada Ibu Nurjanah;

h. Bahwa Surat Pernyataan tersebut dipegang oleh Ibu Nurjana.

6. Pada tanggal 20 November 2017, Tim Ombudsman melakukan pemeriksaan


kepada Ibu Susilowati, dengan hasil pemeriksaan sebagai berikut :

a. Bahwa Ibu Susilowati merupakan Pegawai BAPAS Kantor Wilayah


Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Papua yang memberikan janji
kelulusan peserta;

b. Bahwa Ibu Susilowati hanya terlibat kepanitiaan pada tahapan


Kesamaptaan dan sempat mengikuti rapat panitia, selanjutnya Ibu
Susilowati tidak terlibat pada saat seleksi dilakukan di Lapangan Brimob
Kotaraja;

c. Bahwa Ibu Susilowati tidak pernah menjanjikan kelulusan peserta an.


Mustakim dan tidak mengatakan sebesar Rp. 150.000.000,- (Seratus
Lima Puluh Juta Rupiah);

d. Bahwa benar Ibu Susilowati menerima uang sebesar Rp 25.000.000 (Dua


Puluh Lima Juta Rupiah) dari Sdr. Mustakim Palawai;

e. Bahwa benar uang tersebut belum dikembalikan kepada Sdr. Mustakim


Palawai dan atau Ibu Nurjana, menurut Ibu Susilowati akan dikembalikan
secepatnya;

f. Bahwa benar Ibu Susilowati menandatangani kwitansi sebagai tanda sah


pembayaran dari Sdr. Mustakim Palawai;
g. Bahwa Ibu Susilowati tidak pernah mengatakan nantinya kelolosan
peserta akan diatur pada saat pembuatan SK CPNS. Yang bersangkutan
hanya mengatakan apabila Sdr. Mustakim Palawai lolos tahapan CAT,
maka dapat dibantu dengan mencari petunjuk agar dapat lolos pada
tahapan selanjunya.

7. Pada tanggal 15 Desember 2017 Ombudsman Republik Indonesia


Perwakilan Provinsi Papua menerima surat pemberitahuan hasil pemeriksaan
yang dilakukan oleh Tim pemeriksa internal Kantor Wilayah Kementerian
Hukum dan HAM Provinsi Papua yang hasilnya antara lain :
a. Bahwa yang bersangkutan diduga melanggar PP 53 tahun 2010 Pasal 4
Ayat (1) yang berbunyi “Setiap PNS dilarang menyalahgunakan
wewenang”;
b. Bahwa yang bersangkutan diduga melanggar PP 53 Tahun 2010 Pasal 4
Ayat (2) yang berbunyi “ Setiap PNS dilarang menjadi perantara untuk
mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan
menggunakan kewenangan orang lain”;
c. Bahwa yang bersangkutan diduga melanggar PP 53 Tahun 2010 Pasal 4
Ayat (8) yang berbunyi “Setiap PNS dilarang menerima hadiah atau
suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan
jabatan dan/atau pekerjaannya”;
d. Bahwa Sdr. Susilowati telah melakukan pelanggaran disiplin sesuai berita
acara pemeriksaan tanggal 07 November 2017 terbukti telah bersalah
menerima uang pungutan liar (pungli) sebesar Rp 25,000,000 (dua puluh
lima juta rupiah);
e. Bahwa pegawai yang bersangkutan diusulkan untuk dijatuhi hukuman
disiplin tingkat berat berupa penurunan pangkat setingkat lebih rendah
selama 3 (tiga) tahun.

E. Peraturan Perundang-Undangan
1. Undang-Undang Dasar Tahun 1945

Pasal 28 Huruf d Ayat (1), yang menyebutkan:

“Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian


hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”.

2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Tindak


Pidana Korupsi

Pasal 5,

Ayat (1): Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan
paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp
50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00
(dua ratus lima puluh juta rupiah) setiap orang yang:
a. memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau
penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau
penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu
dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau
f. memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan
kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

Ayat (2): Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima
pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau
huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1).

Pasal 12,
Huruf (e): pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud
menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau
dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan
sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau
untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2011 Tentang Disiplin Pegawai Negeri


Sipil

Pasal 1,

Ayat (1) Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil
untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam
peraturan perundang- undangan dan/atau peraturan kedinasan yang apabila
tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.

Pasal 4, Setiap PNS dilarang:

Ayat (1): menyalahgunakan wewenang;

Ayat (2): menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau


orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain;

Ayat (8): menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga
yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya;

Pasal 6, Dengan tidak mengesampingkan ketentuan dalam peraturan perundang-


undangan pidana, PNS yang melakukan pelangggaran disiplin dijatuhi hukuman
disiplin.

Pasal 7 Ayat (4) Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c terdiri dari:
huruf (a): penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;
huruf (b): pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;

huruf (c): pembebasan dari jabatan;

huruf (d): pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai
PNS; dan

huruf (e): pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.

Pasal 17, Hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4)
dijatuhkan bagi pelanggaran terhadap larangan:
Ayat (1): menyalahgunakan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
angka 1;

Ayat (2): menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau


orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 angka 2;

4. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara


Pasal 86 ayat (1) – (3),

i. Untuk menjamin terpeliharanya tata tertib dalam kelancaran pelaksanaan tugas,


PNS Wajib memenuhi disiplin PNS.

ii. Instansi Pemerintah wajib melaksanakan penegakkan disiplin terhadap PNS serta
melaksanakan berbagai upaya peningkatan disiplin.
iii. PNS yang melakukan pelanggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin.

5. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Manajemen Pegawai


Negeri Sipil

Pasal 1,

Angka (1): Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah pengelolaan pegawai negeri
sipil untuk menghasilkan pegawai negeri sipil yang profesional, memiliki nilai
dasar, etika profesi, bebas dari intervensi politik, bersih dari praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme.

Pasal 250, PNS diberhentikan tidak dengan hormat apabila:

Ayat (a): melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang


Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Pasal 253,
Ayat (1): PNS diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri apabila
melakukan pelanggaran disiplin PNS tingkat berat.
Ayat (2): Pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai disiplin PNS.

6. Peraturan Presiden Republik Indonesia Tentang Satuan Tugas Sapu Bersih


Pungutan Liar

Pasal 4,
Huruf (e): memberikan rekomendasi kepada pimpinan kementerian/lembaga
serta kepala pemerintah daerah untuk memberikan sanksi kepada pelaku pungli
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

7. Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 Tentang Percepatan Pemberantasan


Korupsi

8. Instruksi Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor
M.HH-04.OT.03.01 Tahun 2016 Tentang Pemberantasan Pungutan Liar di
Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

9. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum


Pidana

Pasal 423,
Pegawai Negeri dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain
secara melawan hukum, dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa
orang lain untuk menyerahkan sesuatu, melakukan sesuatu pembayaran,
melakukan pemotongan terhadap sesuatu pembayaran atau melakukan sesuatu
pekerjaan untuk pribadi sendiri, dipidana untuk selama-lamanya enam tahun;

VIII. PENDAPAT OMBUDSMAN DAN MALADMINISTRASI


A. Pendapat Ombudsman
1. Kementerian Hukum dan HAM sebagai salah satu anggota Satuan Tugas
Sapu Bersih Pungutan Liar wajib memberantas pungutan liar yang dilakukan
oknum pegawainya dengan menghormati peraturan perundang-undangan,
termasuk peraturan perundang-undangan terkait;

2. Kementerian Hukum dan HAM sebagai Pilot Project pengawasan Seleksi


Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) oleh Ombudsman, wajib menjalankan
proses penerimaan CPNS sesuai dengan mekanisme, prosedur dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku baik secara umum maupun secara
khusus. Untuk itu, seyogyanya dalam hal penerimaan CPNS patutlah seluruh
insan Kementerian Hukum dan menjunjung tinggi peraturan yang berlaku;

3. Dalam melaksanakan seleksi penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil


Penyelenggara wajib memperhatikan keterlibatan Pegawai Negeri Sipil dalam
kepanitiaan sesuai dengan Surat Keputusan dan peraturan yang berlaku baik
secara internal maupun eksternal, sehingga adanya kepastian
pertanggungjawaban pelaksana;

4. Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Papua memberikan


apresiasi kepada Tim pemeriksa internal Kantor Wilayah Kementerian Hukum
dan HAM Provinsi Papua yang telah melakukan pemeriksaan terhadap oknum
di lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Papua
yang diduga melakukan pungutan liar kepada calon Pegawai Negeri Sipil
tahun 2017 dengan hasil yang telah disampaikan juga kepada Ombudsman
Republik Indonesia Perwakilan Provinsi Papua, patutlah diperhatikan
prosedur pemeriksaan dan kebenaran keterangan Terperiksa.

Berdasarkan pendapat tersebut diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa :


d. Dalam melaksanakan seleksi penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil
tentunya telah dilakukan upaya maksimal guna mencegah terjadi
pungutan liar, namun dibutuhkan kecermatan dan kewaspadaan dalam
rangka pelaksanaan seleksi yang berintegritas;

e. Keterlibatan peyelenggara dan petugas layanan dalam kepanitiaan


seleksi penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil Kantor Wilayah
Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Papua patutlah memperhatikan
penugasan sesuai dengan Surat Keputusan sebagai dasar keterlibatan,
sehingga mempermudah pengawasan;

f. Ketidakcermatan dalam pengawasan internal dilakukan melalui


mekanisme sesuai peraturan terkait guna memastikan tidak terjadi
kesalahan dan ketidakpatuhan terhadap pelaksanaan peraturan
perundang-undangan.

g. Bahwa dalam mengkaji dugaan tindak pidana Pungutan Liar sesuai


ketentuan perundang-undangan disamakan dengan perbuatan
pemerasan, penipuan atau korupsi, sehingga dalam penanganan dugaan
pungutan liar perlu dikaji terlebih dahulu mengenai kewenangan dan
segala faktor penyebab seseorang atau Pegawai Negeri atau Pejabat
Negara dengan cara meminta pembayaran sejumlah uang yang tidak
sesuai atau tidak berdasarkan peraturan yang berkaitan dengan
pembayaran tersebut.

Menurut Soedjono, 1983 : 15, Pungutan liar pada hakekatnya adalah


adalah interaksi antara petugas dan masyarakat yang didorong oleh
berbagai kepentingan pribadi. Hal ini menunjukkan adanya faktor
pendukung dalam melakukan pungli, untuk itu diperlukan kecermatan
dalam melakukan pemeriksaan dengan memperhatikan semua peraturan
terkait;
B. Maladministrasi

Berdasarkan uraian tersebut diatas, telah terjadi maladministrasi sebagai berikut:

Pelanggaran terhadap
Klasifikasi Pelaku Bentuk Pelanggaran Peraturan Perundang-
Undangan

Permintaan Ibu Susi Susilowati, m. Oknum Pungutan Liar Pasal 1 Ayat (1),
Imbalan NIP. tidak masuk dalam Peraturan Pemerintah
Barang, Uang 198509212009122006 Kepanitiaan Seleksi Nomor 53 Tahun 2011
dan Jasa CPNS 2017. Tentang Disiplin Pegawai
Pegawai BAPAS
Negeri Sipil
KANWIL
KEMENKUMHAM n. Menjanjikan kelulusan Pasal 5 Ayat (2),
PAPUA kepada peserta seleksi Peraturan Undang-
Undang Republik
Indonesia Nomor 20
Tahun 2001 Tentang
Tindak Pidana Korupsi

o. Menerima Uang sebagai Pasal 4 ayat (1), (2) dan


imbalan untuk (8), Peraturan
meluluskan peserta Pemerintah Nomor 53
Tahun 2011 Tentang
Disiplin Pegawai Negeri
Sipil

p. Belum mengembalikan Pasal 1 Ayat (1), Pasal 4


uang imbalan yang telah ayat (1), Peraturan
diberikan sejumlah Rp. Pemerintah Nomor 53
25.000.000,- (Dua Puluh Tahun 2011 Tentang
Lima Juta Rupiah) Disiplin Pegawai Negeri
Sipil

IV. SARAN PERBAIKAN

Sesuai dengan kewenangan Ombudsman RI sebagaimana diatur dalam Undang-Undang


No. 37 Tahun 2008 Pasal 8 Ayat (2) huruf a yang berbunyi: “Ombudsman berwenang
menyampaikan saran kepada Presiden, kepala daerah, dan atau pimpinan Penyelenggara
Negara lainnya guna perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan/atau prosedur
pelayanan publik”, dan merujuk pada beberapa bentuk penyimpangan yang dilakukan,
maka Ombudsman RI Perwakilan Papua memberikan saran sebagai berikut:

1. Menteri Hukum dan HAM agar memberikan sanksi tegas kepada Pelaku Pungutan
Liar di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM Papua sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan sebagai efek jera bagi seluruh Insan Kementerian
Hukum dan HAM kedepannya;

2. Menteri Hukum dan HAM agar mengkaji kembali sanksi disiplin yang telah diberikan
oleh Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Papua, mengingat
oknum Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan belum mengembalikan sejumlah
uang yang telah diterimanya;

3. Menteri Hukum dan HAM agar memberikan pelatihan-pelatihan atau kegiatan-


kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tidak melakukan praktek
Pungutan Liar kepada seluruh insan Kementerian Hukum dan HAM.

V. PENUTUP
Demikian saran ini disampaikan sesuai ketentuan perundang-undangan dalam rangka
mewujudkan pelayanan publik yang baik serta memberikan kepastian hukum dan
keadilan bagi masyarakat, khususnya kepada Pelapor.

Jayapura, 29 Januari 2018


LAMPIRAN 9
LAMPIRAN 10

TABEL PENGETAHUAN WARGA BINAAN TERKAIT HAK YANG DAPAT DIPEROLEH BERDASARKAN KUISONER

MENGETAHUI HAK MENGETAHUI PERSYARATAN MENGETAHUI PROSEDUR MENGETAHUI JANGKA WAKTU PENYELESAIAN MENGETAHUI BIAYA PENGAJUAN
NO HAK YANG DIPEROLEH
YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK YA TIDAK
1 ASIMILASI 20 40 5 55 0 60 0 60 0 60
2 CUTI BERSYARAT 10 50 10 50 0 60 0 60 0 60
3 CUTI MENJELANG BEBAS 5 55 8 52 0 60 0 60 0 60
4 CUTI MENGUNJUNGI KELUARGA 10 50 3 57 0 60 0 60 0 60
5 PEMBEBASAN BERSYARAT 15 45 20 40 0 60 0 60 0 60
6 RUJUKAN PERAWATAN LANJUTAN DI LUAR LAPAS 58 2 2 58 0 60 0 60 0 60
7 LAYANAN PENGADUAN 0 60 0 60 0 60 0 60 0 60

70 70 70
60 60 60
50 50 50
40 40 40
30 30 30
20 20 MENGETAHUI 20 MENGETAHUI PROSEDUR
10 MENGETAHUI HAK YA 10 PERSYARATAN TIDAK 10 YA
0 MENGETAHUI HAK TIDAK 0 MENGETAHUI PROSEDUR 0 MENGETAHUI PROSEDUR
YA TIDAK

70 70
ASIMILASI 60
60
50
50 CUTI BERSYARAT 40
30
40
CUTI MENJELANG BEBAS 20 MENGETAHUI BIAYA
30 10 PENGAJUAN YA
20 0 MENGETAHUI BIAYA
CUTI MENGUNJUNGI
KELUARGA PENGAJUAN TIDAK
10
PEMBEBASAN BERSYARAT
0
YA TIDAK
RUJUKAN PERAWATAN
MENGETAHUI JANGKA LANJUTAN DI LUAR LAPAS
WAKTU PENYELESAIAN
LAMPIRAN 11

Anda mungkin juga menyukai