Anda di halaman 1dari 21

Makalah antropologi kesehatan

“prilaku keluarga dalam mencegah stunting pada anggota keluarganya”

Disusun Oleh :
1. Arni badriah (PO71200190044)
2. Beby tri pratiwi (PO71200190028)
3. Debi kurniawan (PO71200190054)
4. Hilviza salpitri (PO71200190004)
5. Muhamad oktariansyah (PO71200190034)
6. Novadinda evintasari (PO71200190064)
7. Pita febriazcmi RN (PO71200190026)
8. Pizza aprilia (PO71200190058)
9. Putri inayah (PO71200190040)

Nama Dosen Pebimbing :


Wittin khairani S.pd M.ph
Rusmimpong S.pd M.kes
Dr. solha elrifdah S.pd M.kes
Ary irfan S.pd M.kes

POLTEKKES KEMENKES JAMBI


JURUSAN KEPERAWATAN TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puja dan puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat
rahmatNyalah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Sistem Endokrin Pada
Manusia” tepat pada waktunya.

Makalah ini penulis susun untuk melengkapi tugas Mata Kuliah “Ilmu Biomedik Dasar” selain
itu, untuk mengetahui dan memahami Sistem Endokrin Pada Manusia. Penulis mengucapkan
terima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah ini. Penulis
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu setiap pihak diharapkan
dapat memberikan masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun.        

03 oktober 2019

penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................... 1

DAFTAR ISI .................................................................................................................................. 2

 BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang ......................................................................................................................... 3

1.2. Rumusan masalah ................................................................................................................... 3

1.3. Tujuan Penulisan Makalah....................................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

2.1. konsep keluarga…………………………….......................................................................... 4

2.2. konsep penyakit...................................................................................................................... 5

2.3 pembahasan masalah kesehatan dan prilaku kesehatan keluarga……….……………............ 6

BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan .................................................................................................. 11

3.2. Saran ........................................................................................................ 11

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sebuah keluarga, terbentuknya diawali dengan suatu prosesi yang disebut pernikahan.
Pernikahan yaitu bertemunya dua sejoli untuk berjanji setia menyempurnakan agama dan saling
menjaga dengan prinsip saling menghormat dan taat di dalamnya. Inti dari sebuah pernikahan
adalah untuk membina keluarga bahagia adalah terciptanya hubungan timbal-balik yang baik
antara suami dan istri. Hubungan timbal balik antara suami dan istri ini karena merekalah lakon
utamanya. Selain suami dan istri, komponen keluarga yang tak kalah pentingnya adalah
keberadaan anak-anak.
Membina keluarga itu tidaklah sembarangan. Kenapa? Hal ini karena membina sebuah
keluarga haruslah sesuai dengan koridor yang ada. Keluaga yang dibina haruslah menjadi
keluaga sehat baik lahirnya maupun batinnya. Selain harus menjadi keluarga sehat, sebuah
kelurga juga harus bisa disebut keluarga sejahtera. Kedua kriteria inilah yang dijadikan dasar
keluarga yang harmonis.
Pada realitasnya, banyak keluarga yang tidak sesuai dengan kriteria keluarga sehat dan
keluarga sejahtera. Masih banyak keluarga yang berada di lingkungan yang kotor jauh dari kata
bersih, tidak teratur danmasih dalam kata belum berkecukupan untuk memenuhi kebutuhan
keluarga.
Pengertian Keluarga
Menurut Departemen Kesehatan RI (1988) keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat
yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal disuatu tempat
dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Menurut Silvicion G Bailon dan Aracelis Maglaya (1989) Keluarga adalah dua atau lebih
dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau
pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan
dalam peranannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.
Dari kedua definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa keluarga adalah:
·         Unit terkecil masyarakat.
·         Terdiri atas dua orang atau lebih.
·         Adanya ikatan perkawinan dan pertalian darah.
·         Hidup dalam satu rumah tangga.
·         Dibawah asuhan seorang kepala rumah tangga.
·         Berinteraksi diantara anggota keluarga.
·         Setiap anggota keluarga memiliki peran masing-masing.
·         Menciptakan, mempertahankan suatu kebudayaan.

Pengertian Keluarga Sehat


keluarga sehat dan sejahtera, keluarga sehat dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi
atau keadaan yang sejahtera baik dari segi fisik, mental, dan sosial yang kemudian
memungkinkan sebuah keluarga yang utuh (terdiri dari individu-individu yang dipimpin oleh
seorang kepala keluarga yang tinggal dalam satu lingkungan) agar dapat hidup normal secara
sosial dan ekonomi.
Dalam keluarga terjadi hubungan multi-fungsional, dimana di dalamnya terjadi banyak
interaksi dalam keluarga. Interaksi atau hubungan yang terjalin antara lain adalah hubungan
orangtua dan anak, adik dan kakak, serta suami dan istri. Masing-masing hubungan memiliki
karakteristik individual dan kepribadian yang dapat menjadi faktor pembangun dari keluarga
tersebut. Tak jarang juga terjadi konflik dalam keluarga, seperti adanya ketegangan antara
orangtua dan anak, antar saudara, suami dan istri, dan sebagainya. Sebuah keluarga dikatakan
sehat jika dapat mengatasi masalah atau konflik tersebut serta menjaga hubungan yang sehat
antara anggota keluarga. Hal yang terpenting, terutama bagi orangtua adalah bagaimana
memahami karakteristik hubungan keluarga sehat agar setiap anggota keluarga merasa didukung
dan tidak ada yang merasa dikucilkan.
beberapa karakteristik keluarga sehat diantaranya;
1. Segi Fisik
Sebuah keluarga dapat dikatakan sehat secara fisik jika memenuhi kriteria berikut ini :
·         Keluarga memiliki dan menggunakan air bersih di lingkungan tempat tinggalnya.
·         Keluarga memiliki dan menggunakan Toilet yang bersih.
·         Seluruh anggota keluarga tidak merokok dan menggunakan zat aditif lainnya.
·         Keluarga memastikan setiap anggota keluarganya cukup gizi.
·         Keluarga memiliki dan menggunakan Alokasi Dana untuk pemeliharaan kesehatan.
2. Segi Mental dan Sosial
Sebuah keluarga yang sehat umumnya juga harus bisa menjaga dan mengembangkan
kesehatan mental setiap anggota keluarganya, serta menjaga agar proses sosialisasi tetap
terlaksana dengan baik.
1.2 Rumusan Masalah

Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah :

1.      Apa pengertian dari stunting ?

2.      jelaskan dan sebutkan contoh dari stunting ?

3.      Berapa angka kejadian penyakit stunting dalam keluarga ?

4.      Bagaimana prilaku keluarga terhadap anggota keluarga yang terkena stunting?

1.3 Tujuan Penulisan Makalah

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah :

1.      Untuk mengetahui pengertian dari apa itu stunting

2.      Untuk mengetahui contoh dari stunting

3.      Untuk mengetahui angka kejadian penyakit stunting dalam keluarga

4.      Untuk mengetahui bagaimana prilaku kelurga terhadap anggota keluarga yang terkena
stunting.

 
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 KONSEP DASAR KELUARGA


 
Definisi Keluarga

Keluarga yang merupakan bagian dari masyarakat sesungguhnya mempunyai peranan


yang sangat penting dalam membentuk budaya dan perilaku sehat. Dari keluargalah pendidikan
kepada individu dimulai, tatanan masyarakat yang baik diciptakan, budaya dan perilaku sehat
dapat lebih dini ditanamkan. Oleh karena itu, keluarga mempunyai posisi yang strategis untuk
dijadikan sebagai unit pelayanan kesehatan karena masalah kesehatan dalam keluarga saling
berkaitan dan saling mempengaruhi antar anggota keluarga, yang pada akhirnya juga akan
mempengaruhi juga keluarga dan masyarakat yang ada disekitarnya. Banyak ahli menguraikan
pengertian keluarga sesuai dengan perkembangan sosial masyarakat. Berikut ini definisi keluarga
menurut beberapa ahli dalam (Jhonson R, 2010):
  Raisner
Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dan dua orang atau lebih masing-masing
mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu, kakak, dan nenek.

Duval
Menguraikan bahwa keluarga adalah sekumpulan orang dengan ikatan perkawinan, kelahiran dan adopsi
yang bertujuan untuk menciptakan, mempertahankan budaya dan meningkatkan perkembangan
fisik, mental, emosional serta sosial dari setiap anggota keluarga.

Spradley and Allender


Satu atau lebih yang tinggal bersama, sehingga mempunyai ikatan emosional dan
mengembangkan dalam interelasi sosial, peran dan tugas.
 
Departemen Kesehatan RI
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa
orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling
ketergantungan.
 
Dari beberapa definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah sebagai
berikut:
a. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan atau adopsi.
b. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan satu
sama lain
c. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sosial
yaitu suami, istri, anak, kakak dan adik.
d. Mempunyai tujuan yaitu menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan
perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.
Mempunyai tujuan yaitu menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan
perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota.
Tipe atau Bentuk Keluarga
Gambaran tentang pembagian tipe keluarga sangat beraneka ragam, tergantung pada konteks
keilmuan dan orang yang mengelompokkan, namun secara umum pembagian tipe keluarga dapat
dikelompokkan sebagai berikut: 1)
Pengelompokkan secara Tradisional Secara tradisional, tipe keluarga dapat dikelompokkan
dalam 2 macam, yaitu:
 
Keluarga Inti (Nuclear Family), adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu dan anak yang
diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.

Keluarga Besar (Extended Family), adalah keluarga inti ditambah anggota keluarga lain yang
masih mempunyai hubungan darah, seperti kakek, nenek, paman, dan bibi 2)
 
Pengelompokkan secara Modern Dipengaruhi oleh semakin berkembangnya peran individu dan
meningkatnya rasa individualisme, maka tipe keluarga modern dapat dikelompokkan menjadi
beberapa macam, diantaranya :
a. Tradisional Nuclear,
adalah keluarga inti (Ayah, Ibu dan Anak) yang tinggal dalam satu rumah yang ditetapkan oleh
sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, dimana salah satu atau keduanya dapat
bekerja di luar rumah.
b.  Niddle Age/Aging
Couple, adalah suatu keluarga dimana suami sebagai pencari uang dan istri di rmah atau kedua-duanya
bekerja di rumah, sedangkan anak-anak sudah meninggalkan rumah karena
sekolah/menikah/meniti karier.
c. Dyadic Nuclear
 adalah keluarga dimana suami-istri sudah berumur dan tidak mempunyai anak yang keduanya
atau salah satunya bekerja di luar umah
d. Single Parent,
Adalah keluarga yang hanya mempunyai satu orang tua sebagai akibat perceraian atau kematian
pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal di rumah atau di luar rumah.
e. Dual Carrier,
adalah keluarga dengan suami–istri yang kedua-duanya orang karier dan tanpa memiliki anak
  f. Three Generation,
adalah keluarga yang terdiri atas tiga generasi atau lebih yang tinggal dalam satu rumah.
  g. Comunal,
adalah keluarga yang dalam satu rumah terdiri dari dua pasangan suami-istri atau lebih yang
monogami berikut anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.
h. Cohibing Couple / Keluarga Kabitas / Cahabitation,
adalah keluarga dengan dua orang atau satu pasangan yang tinggal bersama tanpa ikatan
perkawinan.
  Tugas Keluarga
Pada dasarnya ada tujuh tugas pokok keluarga, yaitu sebagai berikut:
1). Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.
2). Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga
3). Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masing-masing.
4). Sosialisasi antar anggota keluarga. 
5). Pengaturan jumlah anggota keluarga
6). Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.
7). Membangkitkan dorongan dan semangat pada anggota keluarga.

2.2 Konsep Penyakit


Definisi Balita pendek (Stunting)

Balita pendek (stunting ) merupakan keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek
hingga melampaui defisit  -2 SD dibawah median panjang atau tinggi badan. Stunting
dapat di diagnosis melalui indeks antropometri tinggi  badan menurut umur yang mencerminkan
pertumbuhan linier yang dicapai  pada pra dan pasca persalinan dengan indikasi kekurangan gizi
jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai.
Stunting  merupakan pertumbuhan linear yang gagal untuk mencapai potensi genetik sebagai
akibat dari pola makan yang buruk dan penyakit infeksi (ACC/SCN, 2000).
Stunting adalah masalah gizi utama yang akan berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi
dalam masyarakat. Ada bukti jelas bahwa individu yang
 stunting memiliki tingkat kematian lebih tinggi dari berbagai  penyebab dan terjadinya
peningkatan penyakit.
Stunting akan mempengaruhi kinerja pekerjaan fisik dan fungsi mental dan intelektual akan
terganggu (Mann dan Truswell, 2002). Hal ini juga didukung oleh Jackson dan Calder (2004)
yang menyatakan bahwa stunting  berhubungan dengan gangguan fungsi kekebalan dan
meningkatkan risiko kematian. Di Indonesia, diperkirakan 7,8  juta anak mengalami
 stunting data ini berdasarkan laporan yang dikeluarkan oleh UNICEF dan memposisikan
Indonesia masuk ke dalam 5 besar negara dengan jumlah anak yang mengalami
 stunting  tinggi (UNICEF, 2007). Hasil Riskesdas 2010, secara nasional prevalensi kependekan
pada anak umur 2-5 tahun di Indonesia adalah 35,6 % yang terdiri dari 15,1 % sangat pendek dan
20 % pendek.
 

Tanda dan gejala stunting

1.Berat badan dan panjang badan lahir bisa normal,atau BBLR(berat bayi lahir rendah) pada
keterlambatan tumbuh intra uterine, umumnya tumbuh kelenjarnya tidak sempurna.
2.Pertumbuhan melambat, batas bawah kecepatan tumbuh adalah 5cm/tahun desimal.
3.Pada kecepatan tumbuh tinggi badan < 4cm/ tahun kemungkinan ada kelainan hormonal.
4.Umur tulang (bone age) bisa normal atau terlambat untuk umurnya.
5.Pertumbuhan tanda tanda pubertas terlambat.
C.Patofisiologi stunting

Terjadinya stunting pada balita seringkali tidak disadari, dan setelah dua tahun baru
terlihat ternyata balita tersebut pendek Masalah gizi yang kronis  pada balita disebabkan oleh
asupan gizi yang kurang dalam waktu yang cukup lama akibat orang tua/keluarga tidak tahu atau
belum sadar untuk memberikan makanan yang sesuai dengan kebutuhan gizi anaknya. Riskesdas
2010 menemukan bahwa ada 21,5% balita usia 2-4 tahun yang mengonsumsi energi di bawah
kebutuhan minimal dan 16% yang mengonsumsi protein di bawah kebutuhan minimal. Dan bila
ini berlangsung dalam waktu lama, maka akan mengganggu pertumbuhan berat dan tinggi badan.
Pada ibu hamil juga terdapat 44,4% yang mengonsumsi energi di bawah kebutuhan minimal dan
49,5% wanita hamil yang mengonsumsi protein di  bawah kebutuhan minimal yang berdampak
pada terhambatnya pertumbuhan  janin yang dikandungnya. Selain asupan yang kurang,
seringnya anak sakit juga menjadi penyebab terjadinya gangguan pertumbuhan. Sanitasi
lingkungan mempengaruhi tumbuh kembang anak melalui peningkatan kerawanan anak terhadap
penyakit infeksi. Anak yang sering sakit akibat rendahnya perilaku
hidup bersih dan sehat dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan kronis dan  berdampak anak
menjadi pendek.
Dari hasil Riskesdas, 2010 lebih dari setengah (54,9%) masyarakat kita memiliki akses sumber
air minum tidak terlindung. Hanya 55,5% masyarakat yang terakses dengan sanitasi, di
perkotaan 71,4% dan pedesaan 38,5%. Penanganan sampah di masyarakat 52% dibakar dan
penggunaan bahan bakar arang dan kayu bakar 40,0%. Selain itu juga ternyata Dua dari 3
perokok kita (76,7%) merokok di rumah dan dampak dari semua ini berpotensi menyebabkan
penyakit diare dan gangguan pernapasan pada balita.

D.Penyebab Stunting

Menurut beberapa penelitian, kejadian stunted pada anak merupakan suatu proses
kumulatif yang terjadi sejak kehamilan, masa kanak-kanak dan sepanjang siklus kehidupan. Pada
masa ini merupakan proses terjadinya stunted  pada anak dan peluang peningkatan stunted terjadi
dalam 2 tahun pertama kehidupan. Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan
penyebab tidak langsung yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan  perkembangan
janin. Ibu hamil dengan gizi kurang akan menyebabkan janin mengalami intrauterine growth
retardation (IUGR), sehingga bayi akan lahir dengan kurang gizi, dan mengalami gangguan
pertumbuhan dan perkembangan.
Anak-anak yang mengalami hambatan dalam pertumbuhan disebabkan kurangnya asupan
makanan yang memadai dan penyakit infeksi yang berulang, dan meningkatnya kebutuhan
metabolic serta mengurangi nafsu makan, sehingga meningkatnya kekurangan gizi pada anak.
Keadaan ini semakin mempersulit untuk mengatasi gangguan pertumbuhan yang akhirnya
berpeluang terjadinya stunted (Allen and Gillespie, 2001).

Gizi buruk kronis (stunting )


tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja seperti yang telah dijelaskan diatas, tetapi
disebabkan oleh banyak faktor, dimana faktor-faktor tersebut saling berhubungan satu sama
lainnnya. Terdapat tiga faktor utama penyebab stunting yaitu sebagai berikut :
1.Asupan makanan tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi dalam makanan yaitu
karbohidrat, protein,lemak, mineral, vitamin, dan air)
2.Riwayat berat badan lahir rendah (BBLR)
3.Riwayat penyakit

E.Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Stunting

  Beberapa faktor yang terkait dengan kejadian stunted antara lain kekurangan energi dan
protein, sering mengalami penyakit kronis, praktek  pemberian makan yang tidak sesuai dan
faktor kemiskinan. Prevalensi stunted meningkat dengan bertambahnya usia, peningkatan terjadi
dalam dua tahun  pertama kehidupan, proses pertumbuhan anak masa lalu mencerminkan standar
gizi dan kesehatan. Menurut laporan UNICEF (1998) beberapa fakta terkait stunted dan
pengaruhnya antara lain sebagai berikut :
1.Anak-anak yang mengalami stunted lebih awal yaitu sebelum usia enam  bulan, akan
mengalami stunted lebih berat menjelang usia dua tahun. Stunted yang parah pada anak-anak
akan terjadi deficit jangka panjang dalam perkembangan fisik dan mental sehingga tidak mampu
untuk  belajar secara optimal di sekolah, dibandingkan anak- anak dengan tinggi  badan normal.
Anak-anak dengan stunted cenderung lebih lama masuk sekolah dan lebih sering absen dari
sekolah dibandingkan anak-anak
dengan status gizi baik. Hal ini memberikan konsekuensi terhadap kesuksesan anak dalam
kehidupannya dimasa yang akan datang.
2.Stunted akan sangat mempengaruhi kesehatan dan perkembanangan anak. Faktor dasar yang
menyebabkan stunted dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan intelektual. Penyebab
dari stunted adalah bayi berat lahir rendah, ASI yang tidak memadai, makanan tambahan yang
tidak sesuai, diare berulang, dan infeksi pernapasan. Berdasarkan penelitian sebagian besar anak-
anak dengan stunted mengkonsumsi makanan yang  berada di bawah ketentuan rekomendasi
kadar gizi, berasal dari keluarga miskin dengan jumlah keluarga banyak, bertempat tinggal di
wilayah  pinggiran kota dan komunitas pedesaan.
3.Pengaruh gizi pada anak usia dini yang mengalami stunted dapat mengganggu pertumbuhan
dan perkembangan kognitif yang kurang. Anak stunted pada usia lima tahun cenderung
menetapsepanjang hidup, kegagalan pertumbuhan anak usia dini berlanjut pada masa remaja dan
kemudian tumbuh menjadi wanita dewasa yang stunted dan mempengaruhi secara langsung pada
kesehatan dan produktivitas, sehingga meningkatkan peluang melahirkan anak dengan BBLR.
Stunted terutama berbahaya pada perempuan, karena lebih cenderung menghambat dalam proses
pertumbuhan dan berisiko lebih besar meninggal saat melahirkan.

Dampak Stunting
Stunting dapat mengakibatkan penurunan intelegensia (IQ), sehingga prestasi belajar
menjadi rendah dan  tidak dapat melanjutkan sekolah. Bila mencari pekerjaan, peluang gagal tes
wawancara pekerjaan  menjadi besar dan tidak mendapat pekerjaan yang baik, yang berakibat
penghasilan rendah (economic productivity hypothesis) dan tidak dapat mencukupi kebutuhan
pangan. Karena itu anak yang menderita stunting berdampak tidak hanya pada fisik yang lebih
pendek saja, tetapi juga pada kecerdasan, produktivitas dan prestasinya kelak setelah dewasa,
sehingga akan menjadi beban negara. Selain itu dari aspek estetika, seseorang yang tumbuh
proporsional akan kelihatan lebih menarik dari yang tubuhnya pendek.
Stunting yang terjadi pada masa anak merupakan faktor risiko meningkatnya angka
kematian, kemampuan kognitif, dan perkembangan motorik yang rendah serta fungsi-fungsi
tubuh yang tidak seimbang (Allen & Gillespie, 2001). Gagal tumbuh yang terjadi akibat kurang
gizi pada masa-masa emas ini akan berakibat buruk pada kehidupan berikutnya dan sulit
diperbaiki.
Masalah stunting menunjukkan ketidakcukupan gizi dalam jangka waktu panjang, yaitu
kurang energi dan protein, juga beberapa zat gizi mikro.

Cara Mencegah Stunting


1. Mencegah Stunting pada Balita
Berbagai upaya telah kita lakukan dalam mencegah dan menangani masalah gizi di
masyarakat. Memang ada hasilnya, tetapi kita masih harus bekerja keras untuk menurunkan
prevalensi balita pendek sebesar 2,9% agar target MD’s tahun 2014 tercapai yang berdampak
pada turunnya prevalensi gizi kurang pada balita kita.
Dalam keadaan normal, tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur,
namun pertambahan tinggi badan relatif kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu
singkat. Jika terjadi gangguan pertumbuhan tinggi badan pada balita, maka untuk mengejar
pertumbuhan tinggi badan optimalnya masih bisa diupayakan, sedangkan anak usia sekolah
sampai remaja relatif kecil kemungkinannya.  Maka peluang besar untuk mencegah stunting
dilakukan sedini mungkin. dengan mencegah faktor resiko gizi kurang baik pada remaja putri,
wanita usia subur (WUS), ibu hamil maupun pada balita. Selain itu, menangani balita yang
dengan tinggi dan berat badan rendah yang beresiko terjadi stunting, serta terhadap balita yang
telah stunting agar tidak semakin berat.
Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin dalam kandungan
dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil, artinya setiap ibu hamil
harus mendapatkan makanan yang cukup gizi, mendapatkan suplementasi zat gizi (tablet Fe), dan
terpantau kesehatannya. Selain itu setiap bayi baru lahir hanya mendapat ASI saja sampai umur 6
bulan (eksklusif) dan setelah umur 6 bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI) yang
cukup jumlah dan kualitasnya. Ibu nifas selain mendapat makanan cukup gizi, juga diberi
suplementasi zat gizi berupa kapsul vitamin A. Kejadian stunting pada balita yang bersifat kronis
seharusnya dapat dipantau dan dicegah apabila pemantauan pertumbuhan balita dilaksanakan
secara rutin dan benar. Memantau pertumbuhan balita di posyandu merupakan upaya yang sangat
strategis untuk mendeteksi dini terjadinya gangguan pertumbuhan, sehingga dapat dilakukan
pencegahan terjadinya balita stunting.
Bersama dengan sektor lain meningkatkan kualitas sanitasi lingkungan dan penyediaan
sarana prasarana dan akses keluarga terhadap sumber air terlindung, serta pemukiman yang layak.
Juga meningkatkan akses  keluarga terhadap daya beli pangan dan biaya berobat bila sakit
melalui penyediaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan.
Peningkatan pendidikan ayah dan ibu yang berdampak pada pengetahuan dan kemampuan
dalam penerapan kesehatan dan gizi keluarganya, sehingga anak berada dalam keadaan status gizi
yang baik. Mempermudah akses keluarga terhadap informasi dan penyediaan informasi tentang
kesehatan dan gizi anak yang mudah dimengerti dan dilaksanakan oleh setiap keluarga juga
merupakan cara yang efektif dalam mencegah terjadinya balita stunting.
2. Penanggulangan dan pencegahan Stunting pada Bayi
a.      Penanggulangan stunting pada pertumbuhan bayi
Penanggulangan stunting yang paling efektif dilakukan pada seribu hari pertama kehidupan,
yaitu:
·         Pada ibu hamil
Memperbaiki gizi dan kesehatan Ibu hamil merupakan cara terbaik dalam mengatasi stunting.
Ibu  hamil perlu mendapat makanan yang baik, sehingga apabila ibu hamil dalam keadaan sangat
kurus atau telah mengalami KurangEnergiKronis (KEK), maka perlu diberikan  makanan
tambahan kepada ibu hamil tersebut. Setiap ibu hamil perlu mendapat tablet tambah darah,
minimal 90 tablet selama kehamilan. Kesehatan ibu harus tetap dijaga agar ibu tidak mengalami
sakit.
·         Pada saat bayi lahir
Persalinan ditolong oleh bidan atau dokter terlatih dan begitu bayi lahir melakukan Inisiasi
Menyusu Dini (IMD). Bayi sampai dengan usia 6 bulan diberi Air Susu Ibu (ASI) saja (ASI
Eksklusif).
·         Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 2 tahun
Mulai usia 6 bulan, selain ASI bayi diberi Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Pemberian ASI
terus dilakukan sampai bayi berumur 2 tahun atau lebih. Bayi dan anak memperoleh kapsul
vitamin A, taburia, imunisasi dasar lengkap.
·    Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) harus diupayakan oleh setiap rumah tangga
b. Pencegahan stunting pada pertumbuhan bayi
·         Kebutuhan gizi masa hamil
Pada Seorang wanita dewasa yang sedang hamil, kebutuhan gizinya dipergunakan untuk
kegiatan rutin dalam proses metabolisme tubuh, aktivitas fisik, serta menjaga  keseimbangan
segala proses dalam tubuh. Di samping proses yang rutin juga diperlukan energi dan gizi
tambahan untuk pembentukan jaringan baru, yaitu janin, plasenta, uterus serta kelenjar mamae.
Ibu hamil dianjurkan makan secukupnya saja,  bervariasi sehingga kebutuhan akan aneka macam
zat gizi bisa terpenuhi. Makanan yang diperlukan untuk pertumbuhan adalah makanan yang
mengandung zat pertumbuhan atau pembangun yaitu protein, selama itu juga perlu tambahan
vitamin dan mineral untuk membantu proses pertumbuhan itu.
·         Kebutuhan Gizi Ibu  saat Menyusui
Jumlah makanan untuk ibu yang sedang menyusui lebih besar dibanding dengan ibu hamil, akan
tetapi kualitasnya tetap sama. Pada ibu menyusui diharapkan mengkonsumsi makanan yang
bergizi dan berenergi tinggi, seperti diisarankan untuk minum susu sapi, yang bermanfaat untuk
mencegah kerusakan gigi serta tulang. Susu untuk memenuhi kebutuhan kalsium dan flour dalam
ASI. Jika kekurangan unsur ini maka terjadi pembongkaran dari jaringan (deposit) dalam tubuh
tadi, akibatnya ibu akan mengalami kerusakan gigi. Kadar air dalam ASI sekitr 88 gr %. Maka
ibu yang sedang menyusui dianjurkan untuk minum sebanyak 2–2,5 liter (8-10 gelas) air sehari,
di samping bisa juga ditambah dengan minum air buah.
·         Kebutuhan Gizi Bayi 0 – 12 bulan
Pada usia 0 – 6 bulan sebaiknya bayi cukup diberi Air Susu Ibu (ASI). ASI adalah makanan
terbaik bagi bayi mulai dari lahir sampai kurang lebih umur 6 bulan. Menyusui sebaiknya
dilakukan sesegara mungkin setelah melahirkan. Pada usia ini sebaiknya bayi disusui selama
minimal 20 menit pada masing-masing payudara hingga payudara benar-benar kosong. Apabila
hal ini dilakukan tanpa membatasi waktu dan frekuensi menyusui,maka payudara akan
memproduksi ASI sebanyak 800 ml bahkan hingga 1,5 – 2 liter perhari.
·         Kebutuhan Gizi Anak 1 – 2 tahun
  Ketika memasuki usia 1 tahun, laju pertumbuhan mulai melambat tetapi perkembangan motorik
meningkat, anak mulai mengeksplorasi lingkungan sekitar dengan cara berjalan kesana kemari,
lompat, lari dan sebagainya. Namun pada usia ini anak juga mulai sering mengalami gangguan
kesehatan dan rentan terhadap penyakit infeks seperti ISPA dan diare sehingga anak butuh zat
gizi tinggi dan gizi seimbang agar tumbuh kembangnya optimal. Pada usia ini  ASI tetap
diberikan.  Pada masa ini berikan juga makanan keluarga secara bertahap sesuai kemampuan
anak. Variasi makanan harus diperhatikan. Makanan yang diberikan tidak menggunakan
penyedap, bumbu yang tajam, zat pengawet dan pewarna. dari asi karena saat ini hanya asi yang
terbaik untuk buah hati anda tanpa efek samping.
Zat Gizi Mikro yang Berperan untuk Menghindari Stunting (Pendek)
a.       Kalsium
Kalsium berfungsi dalam pembentukan tulang serta gigi, pembekuan darah dan kontraksi otot.
Bahan makanan sumber kalsium antara lain : ikan teri kering, belut, susu, keju, kacang-
kacangan.
b.      Yodium
Yodium sangat berguna bagi hormon tiroid dimana hormon tiroid mengatur metabolisme,
pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Yodium juga penting untuk mencegah gondok dan
kekerdilan. Bahan makanan sumber yodium : ikan laut, udang, dan kerang.
c.       Zink
Zink berfungsi dalam metabolisme tulang, penyembuhan luka, fungsi kekebalan dan
pengembangan fungsi reproduksi laki-laki. Bahan makanan sumber zink : hati, kerang, telur dan
kacang-kacangan.
d.      Zat Besi
Zat besi berfungsi dalam sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan otak, dan metabolisme energi.
Sumber zat besi antara lain: hati, telur, ikan, kacang-kacangan, sayuran hijau dan buah-buahan.
e.       Asam Folat
Asam folat terutama berfungsi pada periode pembelahan dan pertumbuhan sel, memproduksi sel
darah merah dan mencegah anemia. Sumber asam folat antara lain : bayam, lobak, kacang-
kacangan, serealia dan sayur-sayuran.

2.3 Masalah Kesehatan di Indonesia dan Solusinya

1. Gizi Buruk

Malnutrisi atau gizi buruk adalah salah satu masalah kesehatan di Indonesia yang sangat umum.
Kondisi ini rentan dialami oleh mereka yang masih berusia anak-anak. Gizi yang buruk berakibat
pada sejumlah komplikasi kesehatan serius pada anak yang mengalaminya.

Salah satu akibat malnutrisi atau gizi buruk tersebut adalah stunting. Stunting adalah kondisi
malnutrisi kronis di mana penderitanya mengalami gangguan pertumbuhan, dalam hal ini, tinggi
badan. Ya, seorang anak dikatakan mengidap stunting ketika ia memiliki tinggi badan lebih
pendek dari tinggi badan ideal untuk ukuran anak seusianya (merujuk standar baku WHO-
MGRS).
Masalahnya, masih banyak masyarakat yang percaya bahwa stunting ini erat kaitannya dengan
faktor genetik. Kendati hal tersebut benar, namun para orangtua juga harus paham bahwa
stunting juga bisa dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal, seperti:

 Pola makan yang salah


 Kurangnya asupan nutrisi yang seimbang
 Cara mengasuh anak tidak benar
 Higienitas lingkungan tempat tinggal
 Finansial

Selain stunting, malnutrisi pada anak bisa menyebabkan komplikasi kesehatan lainnya seperti
busung lapar. Memastikan anak Anda untuk senantiasa terpenuhi kebutuhan nutrisi dan
vitaminnya sejak usia dini (bahkan saat masih berada di dalam kandungan) adalah solusi untuk
mencegah anak dari kondisi malnutrisi tersebut.

Pasalnya, kondisi malnutrisi tidak hanya berdampak pada terhambatnya pertumbuhan. Lebih dari
itu, masalah kesehatan di Indonesia ini menyebabkan penurunan kualitas sumber daya manusia
(SDM) sehingga dapat mengancam daya saing bangsa Indonesia dengan bangsa lain di dunia.

2. Tuberkulosis (TBC)

Tuberkulosis (TBC) adalah masalah kesehatan selanjutnya yang marak terjadi di Indonesia. Data
dari WHO menyebutkan bahwa Indonesia menjadi Negara dengan penderita TBC terbesar kedua
di dunia.

Melansir situs resmi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) yakni
depkes.go.id, berdasarkan Rakekesnas 2018, jumlah penderita TBC di Indonesia mencapai 759
per 100 ribu penduduk berusia 15 tahun ke atas. Pria menjadi kelompok yang lebih banyak
mengidap penyakit ini, sementara wilayah perkotaan menjadi titik TBC terbanyak.

Masih dilansir dari situs yang sama, Pemerintah melalui Kemenkes tengah mencanangkan solusi
penanganan TBC ini, yaitu dengan:

 Peningkatan deteksi melalui pendekatan keluarga


 Menyelesaikan under-reporting pengobatan TBC melalui penguatan PPM
 Meningkatkan kepatuhan pengobatan TBC
 Perbaikan sistem deteksi MDR TBC
 Akses terapi MDR TBC
 Edukasi
 Peningkatan sensitivitas Dx

3. Kematian Ibu

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, kasus kematian ibu saat melahirkan adalah masalah
kesehatan yang cukup memprihatinkan di Bumi Pertiwi.
Indonesia masih dikatakan tertinggal dalam hal angka kematian ibu (AKI), di mana pada tahun
2015 mencapai 305 kasus per 100 ribu kelahiran. Jangankan bersaing dengan Negara-negara
maju seperti Jerman, Inggris, Jepang. Dengan Negara-negara tetangga seperti Singapura dan
Malaysia saja, Indonesia masih tertinggal.

Hal ini tentunya menjadi PR besar bagi Pemerintah, mengingat masalah kesehatan yang satu ini
secara tidak langsung berdampak pada stabilitas sosial dan ekonomi Negara.

Untuk diketahui, penyebab kematian ibu saat melahirkan biasanya meliputi:

 Perdarahan akut
 Kejang (eklampsia)
 Aborsi
 Infeksi kehamilan

4. Kematian Bayi

Kasus kematian bayi, balita, hingga anak-anak usia remaja juga menjadi masalah kesehatan di
Indonesia yang masih terus menyumbang persentase besar.

Kondisi ini tak lepas dari sejumlah faktor. Pada kasus kematian bayi, asupan nutrisi yang kurang
selama masih berada di dalam kandungan disinyalir menjadi penyebab utamanya. Sedangkan
pada anak balita hingga remaja, faktor-faktor yang menyebabkan kematian umumnya meliputi:

 Penyakit akibat infeksi (diare, TBC, dan sebagainya)


 Kecelakaan
 Gaya hidup tidak sehat (merokok, alkohol, kurang olahraga)

Oleh sebab itu, perlu adanya semacam edukasi secara masif kepada seluruh lapisan masyarakat
guna mencegah penyakit-penyakit ini merenggut nyawa.

5. Penyakit Menular

Penyakit menular juga menjadi penyumbang terbesar masalah kesehatan di Indonesia. DBD,
malaria, leptospirosis, flu babi, hingga HIV/AIDS adalah contoh penyakit menular yang sudah
‘akrab’ dengan kehidupan masyarakat Indonesia.

Sejumlah langkah pun telah dilakukan sebagai solusi untuk mengatasi pelbagai masalah
kesehatan tersebut. Khusus HIV/AIDS, Pemerintah terus memperbaiki segala elemen yang
berkaitan dengan pengobatan penyakit ini, mulai dari tenaga medis, fasilitas kesehatan, tata
laksana penanganan, hingga laboratorium.

Selain itu, sebuah sistem bernama Early Warning and Responds System (EWARS) adalah cara
lainnya yang dilakukan Negara guna mencegah penyebaran penyakit menular.
6. Penyakit Tidak Menular

Tidak hanya penyakit menular sebagaimana dijelaskan di atas, Indonesia juga menghadapi
‘serangan’ penyakit tidak menular. Sebut saja komplikasi paru-paru dan sistem pernapasan
secara keseluruhan, yang mana hal ini berkaitan dengan kualitas udara yang buruk, terutama di
daerah perkotaan.

Diabetes, tekanan darah tinggi (hipertensi), dan tak ketinggalan, kanker, adalah penyakit tidak
menular lainnya yang sampai saat ini masih terus menghantui rakyat Indonesia.

Edukasi tentang kesehatan secara rutin dan terstruktur adalah solusi untuk menekan peningkatan
jumlah penderita penyakit-penyakit tersebut. Masyarakat pun dihimbau untuk selalu waspada
dengan cara sebisa mungkin menerapkan pola hidup sehat.

7. Gangguan Jiwa

Dihimpun dari berbagai sumber, Indonesia memiliki kuantitas pengidap gangguan jiwa
yang cukup banyak, yakni sekitar 14 juta jiwa. Bahkan, 400 ribu di antaranya disebut mengidap
gangguan jiwa parah. Hal ini menjadikan gangguan jiwa menjadi masalah kesehatan di Indonesia
yang memerlukan perhatian khusus guna menekan peningkatan jumlahnya.

Pasalnya, hal ini turut memengaruhi kualitas dan produktivitas masyarakat Indonesia, yang
lantas juga berdampak terhadap daya saing bangsa Indonesia di dunia. Kendati demikian,
Pemerintah sudah berusaha untuk mengambil langkah sebagai solusi atas masalah ini, seperti
diimplementasikannya program Upaya Kesehatan Jiwa Berbasis Masyarakat (UKJBM) yang
melibatkan Puskesmas dan masyarakat.

  2.3 PERILAKU KESEHATAN

Perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok :

1.      Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance)


Usaha seseorang untuk memelihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk
penyembuhan bilamana sakit. Perilaku pemeliharaan kesehatan terdiri dari 3 aspek :
a.       Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan
kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit
b.      Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sakit.
c.       Perilaku gizi (makanan dan minnuman)

2.      Perilaku pencarian dan penggunaan sisitem atau fasilitas pelayanan kesehatan
Upaya seseorang pada saat menderita dan atau kecelakaan.Dimulai dari pengobatan sendiri
sampai mencari pengobatan ke luar negeri.
3.      Perilaku kesehatan lingkungan
Becker, 1979 membuat klasifikasi tentang perilaku kesehatan, diantaranya :

a.       Perilaku hidup sehat


Kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku ini
mencakup :
1.      Menu seimbang
2.      Olahraga teratur
3.      Tidak merokok
4.      Tidak meminum-minuman keras dan narkoba
5.      Istirahat yang cukup
6.      Mengendalikan stress
7.      Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan.

b.      Perilaku sakit


Respon seseorang terhadap sakit dan penyakit. Persepsinya terhadap sakit pengetahuan tentang
penyebab dan gejala penyakit, pengobatan penyakit dsb.
c.       Perilaku peran sakit
Perilaku ini mencakup :
1.      Tindakan untuk memperoleh kesembuhan
2.      Mengenal atau mengetahui fasilitas atau sasaran pelayanan penyembuhan penyakit yang
layak.
3.      Mengetahui hak, misalnya memperoleh perawatan.
BAB III
KESIMPULAN
3.1. Kesimpulan
Stunting adalah keadaan dimana tinggi badan berdasarkan umur rendah, atau keadaan
dimana tubuh anak lebih pendek dibandingkan dengan anak – anak lain seusianya (MCN, 2009).
Stunted adalah tinggi badan yang kurang menurut umur (<-2SD), ditandai dengan   
terlambatnya pertumbuhan anak yang mengakibatkan kegagalan dalam mencapai tinggi badan
yang normal dan sehat sesuai usia anak. Stunted merupakan kekurangan gizi kronis atau
kegagalan pertumbuhan dimasa lalu dan digunakan sebagai indikator jangka panjang untuk gizi
kurang pada anak.
Stunting dapat didiagnosis melalui indeks antropometrik tinggi badan menurut umur yang
mencerminkan pertumbuhan linier yang dicapai pada pra dan pasca persalinan dengan indikasi
kekurangan gizi jangka panjang, akibat dari gizi yang tidak memadai dan atau kesehatan.
Faktor gizi ibu sebelum dan selama kehamilan merupakan penyebab tidak langsung yang
memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan dan perkembangan janin. Ibu hamil dengan gizi
kurang akan menyebabkan janin mengalami intrauterine growth retardation (IUGR), sehingga
bayi akan lahir dengan kurang gizi, dan mengalami gangguan pertumbuhan dan
perkembangan.Beberapa faktor yang terkait dengan kejadian stunted antara lain kekurangan
energi dan protein, sering mengalami penyakit kronis, praktek pemberian makan yang tidak
sesuai dan faktor kemiskinan.
Untuk menentukan stunted pada anak dilakukan dengan cara pengukuran. Pengukuran
tinggi badan menurut umur dilakukan pada anak usia di atas 2 tahun. Antropometri merupakan   
ukuran dari tubuh, sedangkan antropometri gizi adalah jenis pengukuran dari beberapa bentuk
tubuh dan komposisi tubuh menurut umur dan tingkatan gizi, yang digunakan untuk mengetahui
ketidakseimbangan protein dan energi. Anak yang menderita stunting berdampak tidak hanya
pada fisik yang lebih pendek saja, tetapi juga pada kecerdasan, produktivitas dan prestasinya
kelak setelah dewasa, sehingga akan menjadi beban negara. Selain itu dari aspek estetika,
seseorang yang tumbuh proporsional akan kelihatan lebih menarik dari yang tubuhnya pendek.
Kejadian balita stunting dapat diputus mata rantainya sejak janin dalam kandungan
dengan cara melakukan pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil, artinya setiap ibu hamil
harus mendapatkan makanan yang cukup gizi, mendapatkan suplementasi zat gizi (tablet Fe),
dan terpantau kesehatannya. Selain itu setiap bayi baru lahir hanya mendapat ASI saja sampai
umur 6 bulan (eksklusif) dan setelah umur 6 bulan diberi makanan pendamping ASI (MPASI)
yang cukup jumlah dan kualitasnya. Ibu nifas selain mendapat makanan cukup gizi, juga diberi
suplementasi zat gizi berupa kapsul vitamin A.
 
Saran

1.Pemerintah perlu gencar dalam melakukan perbaikan gizi pada bayi dan balita

2.Pemerintah perlu meningkatkan mutu pangan pada masyarakat khusunya bagi bayi dan balita
agar berbagai masalah gizi bisa dicegah

3.Pemerataan program bulan vitamin A di Puskesmas dan Posyandu di seluruh Indonesi


. 4.Pemberian penyuluhan kesehatan pada masa kehamilan bagi ibu hamil.
5.Meningkatkan kinerja program gizi dengan memperbaiki manajemen  perencanaan,
pengadaan, distribusi, dan pengawasan bantuan 20 keranga kebijakan 1000 hari pertama
kehidupan suplemen tablet zat  besi dan pemeberian makan tambahan
DAFTAR PUSTAKA

Laporan Tahuna Unicef Indonesia. 2012. Ringkasan Kajian Kesehatan Unicef Indonesia.Oktober

2012.

Laporan Tahunan Indonesia. 2013. Penyajian Pokok-Pokok Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013.

http://www.stbm-indonesia.org/dkconten.php?id=5433

http://kualitasnews.com/stunting-dan-dampak-kehidupannya-kedepan/

http://catatanseorangahligizi.wordpress.com/2012/01/06/stunting/

http://nagasu123.blogspot.com/2016/12/keluarga-sehat-dan-sejahtera.html

http://perilakukesehatan.blogspot.com/2011/12/perilaku-kesehatan.html

http://www.indonesian-publichealth.com/perilaku-dan-masalah-kesehatan/

https://www.academia.edu/36712494/TUGAS_1-Makalah_Ilmu_Gizi

Anda mungkin juga menyukai