Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRAKTIKUM

PERPINDAHAN PANAS & TERMODINAMIKA


REAKTOR BATCH

DISUSUN OLEH :

Nama / NIM : 1. Reyhan Mahadika / 13 644 013


2. Yulinda Nur Rahmah / 13 644 015
3. Rizky Maulidiyani / 13 644 021
4. Yuli Ekawati / 13 644 024
5. Dicky Wardian Saputra / 13 644 053
Kelas : V A / S1 Terapan
Kelompok : III ( Tiga )
Dosen Pembimbing : Irmawati Syahrir, ST.,MT

LABORATORIUM OPERASI TEKNIK KIMIA


PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KIMIA INDUSTRI
JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI SAMARINDA
2015
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIKUM
PERPINDAHAN PANAS & TERMODINAMIKA

Judul Percobaan : Reaktor Batch

Tanggal Percobaan : 17 September 2015

Dosen Pembimbing : Irmawati Syahrir, ST.,MT

Kelas : V A / S1 Terapan

Kelompok : III ( Tiga )

Nama Mahasiswa / NIM : 1. Reyhan Mahadika / 13 644 013


2. Yulinda Nur Rahmah / 13 644 015
3. Rizky Maulidiyani / 13 644 021
4. Yuli Ekawati / 13 644 024
5. Dicky Wardian Saputra / 13 644 053

Telah diperiksa dan disahkan pada tanggal 2015


Mengetahui
Dosen Pembimbing

Irmawati Syahrir, ST.,MT


NIP. 19690326 200003 2 001
BAB I
PENDAHULUAN

1 Tujuan percobaan
1. Menentukan konstanta kecepatan reaksi dan orde reaksi pada reaktor Batch.
2. Menentukan pengaruh perolehan konversi.
2 Dasar Teori
1.2.1 Reaktor Kimia
Reaktor kimia adalah sebuah alat dalam industri kimia yang merupakan jantung
dari industri kimia, dimana terjadi reaski kimia untuk mengubah bahan mentah (bahan
baku) menjadi hasil (produk) yanh lebih berharga. Bahan-bahan yang diperlukan
dimasukkan dalam reaktor kemudian dicampur, dipanaskan dan didinginkan serta
perlakuan lain yang bertujuan untuk mendukung proses yang terjadi didalam reaktor.
Tujuan pemilihan reaktor:
1. Mendapat keuntungan yang besar
2. Biaya produksi rendah
3. Modal kecil/volume reaktor minimum
4. Operasinya sederhana dan murah
5. Keselamatan kerja terjamin
6. Polusi terhadap sekelilingnya
Pemilihan jenis reaktor dipengaruhi oleh :
 Fase zat pereaksi dan hasil reaksi
 Tipe reaksi dan persamaan kecepatan reaksi, serta ada tidaknya reaksi
samping
 Kapasitas produksi
 Harga alat (reaktor) dan biaya instalasinya
 Kemampuan reaktor untuk menyediakan luas permukaan yang cukup untuk
perpindahan panas
1.2.2 Jenis-jenis Reaktor
A. Berdasarkan Bentuk
1. Reaktor Tangki
Dikatakan reaktor tangki ideal bila pengadukannya sempurna, sehingga
komposisi dan suhu didalam reaktor setiap saat selalu uniform. Dapat dipakai
untuk proses batch, semi batch, dan proses alir.
2. Reaktor Pipa
Biasanya digunakan tanpa pengaduk sehingga disebut Reaktor Alir Pipa.
Dikatakan ideal bila zat pereaksi yang berupa gas atau cairan, mengalir
didalam pipa dengan arah sejajar sumbu pipa.
B. Berdasarkan Proses
1. Reaktor Batch
 Biasanya digunakan untuk reaksi fase cair
 Digunakan pada kapasitas produksi yang kecil

Gambar 1. Reaktor Batch


Keuntungan reaktor batch :
 Lebih murah dibanding reaktor alir
 Lebih mudah pengoperasiannya
 Lebih mudah dikontrol
Kerugian reaktor batch :
 Tidak begitu baik untuk reaksi fase gas (mudah terjadi
kebocoran pada lubang pengaduk)
 Waktu yang dibutuhkan lama, tidak produktif (untuk
pengisian, pemanasan zat pereaksi, pendinginan zat hasil, pembersihan
reaktor, waktu reaksi)
2. Reaktor Alir (Continous Flow)
Ada 2 jenis :
a) RATB (Reaktor Alir Tangki Berpengaduk)

Gambar 2. Reaktor Alir Tangki Berpengaduk

Keuntungan:
 Suhu dan komposisi campuran dalam reaktor
sama.
 Volume reaktor besar, maka waktu tinggal juga
besar, berarti zat pereaksi lebih lama bereaksi di reaktor.
Kerugian:
 Tidak efisien untuk reaksi fase gas dan reaksi yang bertekanan
tinggi.
 Kecepatan perpindahan panas lebih rendah dibanding RAP
 Untuk menghasilkan konversi yang sama, volume yang dibutuhkan
RATB lebih besar dari RAP.
b) RAP
Dikatakan ideal jika zat pereaksi dan hasil reaksi mengalir dengan
kecepatan yang sama diseluruh penampang pipa.
Gambar 3. Reaktor Alir Pipa

Keuntungan :
 Memberikan volume yang lebih kecil daripada RATB, untuk
konversi yang sama
Kerugian :
 Harga alat dan biaya instalasi tinggi.
 Memerlukan waktu untuk mencapai kondisi steady state.
 Untuk reaksi eksotermis kadang-kadang terjadi “Hot Spot” (bagian
yang suhunya sangat tinggi) pada tempat pemasukan. Dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding reaktor.
3. Reaktor Semi Batch
Biasanya berbentuk tangki berpengaduk

Gambar 4. Reaktor Semi Batch

C.Berdasarkan Keadaan Operasi


2. Reaktor Isotermal
Dikatakan isotermal jika umpan yang masuk, campuran dalam reaktor,
aliran yang keluar dari reaktor selalu seragam dan bersuhu sama.
3. Reaktor Adiabatis
 Dikatakan adiabatis jika tidak ada perpindahan panas antara reaktor dan
sekelilingnya.
 Jika reaksinya eksotermis, maka panas yang terjadi karena reaksi dapat
dipakai untuk menaikkan suhu campuran di reaktor (K naik dan –rA
besar sehingga waktu reaksi menjadi lebih pendek).
4. Reaktor Non-Adiabatis

1.2.3 Kecepatan Reaksi Kimia (-rA)

Kecepatan reaksi didefinisikan sebagai kecepatan pengurangan jumlah mol


reaktan atau kecepatan penambahan jumlah mol produk untuk setiap satuan jumlah
“tempat” berlangsungnya reaksi. Jumlah tempat berlangsungnya reaksi tergantung pada
jenis reaksi.

Untuk reaksi homogen, yaitu reaksi yang melibatkan satu fase campuran reaksi,
jumlah tempat reaksi dapat dinyatakan sebagai volume campuran reaksi. secara
matematis kecepatan reaksi dapat dituliskan sebagai berikut:

Kecepatan hilangnya mol A:

 1 dN A  dC A mol A yang hilang


 rA     Pers. (1)
v dt dt unit volume reaktor  waktu

Tanda minus (-) berarti hilang (berkurang)


Kecepatan terbentuknya mol A

1 dN A dC A mol A yang terbentuk


 rA    Pers. (2)
v dt dt unit volume reaktor  waktu

Tanda positif (+) berarti terbentuk (bertambah).


Dimana:

A = Kecepatan reaksi bagi molekul. Tanda negatif menunjukkan


kecepatan pengurangan NaOH (-rA). Sedangkan tanda positif (rA)
menunjukkan kecepatan penambahan produk (mol/L.detik).
NA = Jumlah mol NaOH (mol).
CA = Konsentrasi NaOH (mol/L)
= Waktu reaksi (detik).
V = Volume campuran reaksi (Liter).

1.2.4 Konstanta Kecepatan Reaksi (k)

Konstanta kecepatan reaksi disebut juga sebagai laju reaksi spesifik adalah
nilai laju reaksi pada konsentrasi reaktan sama dengan satu satuan konsentrasi. Satuan
besaran ini tergantung pada orde reaksi dan nilainya bergantung pada komponen yang
ditinjau.
Sebagai contoh :
A + BC Reaksi (1)
Persamaan kecepatan reaksinya adalah :
-rA = kA CA CB Pers. (3)
Dimana :
-rA = Laju reaksi pengurangan mol NaOH (mol/L.detik)
CA, CB = Konsentrasi NaOH dan CH3COOC2H5 (mol/L)
kA = Konstanta laju rekasi pengurangan mol NaOH (L/mol.detik)

1.2.5 Orde Reaksi (n)


Menurut Keenan, dkk., (1984) orde suatu reaksi ialah jumlah semua eksponen dari
konsentrasi dalam persamaan laju, jika laju suatu reaksi kimia berbanding lurus dengan
pangkat satu konsentrasi dari hanya suatu pereaksi.
Laju reaksi = k [A]
Pers. (4)
Orde reaksi memiliki berbagai sifat-sifat berikut ini:

 Orde reaksi ditentukan dalam percobaan sehingga tidak perlu bilangan bulat.
 Orde reaksi tidak perlu sama dengan koefisien stoikiometri reaksi, kecuali
dalam keadaan khusus, misalnya reaksi elementer
1. Reaksi dengan orde nol
Laju reaksi tidak dipengaruhi oleh konsentrasi reaktan. Ada dua
kemungkinan yang terjadi pada orde nol
a. Laju reaksi, tidak dipengaruhi oleh konsentrasi reaktan.
b. Reaksi dimiliki dengan reaktan yang sangat besar sehingga pengurangan
jumlahnya terhadap waktu dapat diabaikan.

−d C A
−r A= =k C A0
dt

−d C A
=k
dt

CA t

∫ d C A =−k ∫ dt
CA 0 0

C A −C A 0=−k t

C A 0−C A=kt Pers. (5)

2. Reaksi dengan Orde 1


A→Produk
−d C A
−r A= =k C A1
dt

−d C A
=k . dt
CA

CA t
dCA
∫ CA
=−k ∫ dt
CA 0 0

ln C A −ln C AO=−k t

C A0
ln =−k t
CA

CA Pers. (6)
ln =k t
C A0

3.Reaksi dengan orde 2

A + B→ P ( A + A → P )

2 A→ P

Persamaan kecepatan reaksinya :

−d C A
−r A= =k C A2
dt

CA t
−d C A
∫ CA
2
=k .∫ dt
CA 0 0

CA t
d CA
−∫ =k .∫ dt
C A0 C A2 0

CA

−∫ C A =k .t
−2

C A0
1 1
− =−k .t
C A0 CA

1 1
− =k . t Pers. (7)
C A CA 0

1.2.6 Pengaruh Peroleh Konversi


Konversi (XA) adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menunjukkan atau
mengukur sejumlah massa yang bereaksi. Jadi konversi dapat didefinisikan sejumlah
massa yang bereaksi terhadap massa mula-mula. Secara teoritis semakin lama waktu
reaksi maka semakin besar perolehan konversi. Pada percobaan ini, reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut:
NaOH + CH3COOC2H5 CH3COONa + C2H5OH

Reaksi tersebut merupakan reaksi elementer. Reaksi elementer adalah reaksi


bertahap satu yang merupakan reaksi antara satu atom/molekul reaktan yang satu
terhadap reaktan yang lain. Oleh karena itu, persamaan laju reaksi elementer dapat
dinyatakan dari stoikiometri reaksinya.
Berdasarkan teori diatas, reaksi (2) merupakan reaksi orde 2 sehingga dari
persamaan (7) dapat diperoleh penurunan untuk perolehan konversi orde dua sebagai
berikut:
1 1
− =k . t
C A CA 0 dimana

C A =C A 0 (1− X A )

1 1
− =k .t
C A (1−X A ) C A 0

1 (1−X A )
− =k .t
C A (1−X A ) C A 0 (1−X A )

XA
=k . t
C A 0 (1−X A )

X A =k . t C A 0 (1− X A )
XA Pers. (8)
=k .t .C A 0
(1− X A )

BAB II
METODOLOGI

2.1 Alat dan Bahan


2.1.1 Alat yang digunakan
1. Satu set Reaktor Tangki Berpengaduk (RTB)
2. Gelas kimia 100 mL
3. Gelas kimia 250 mL
4. Pipet volume 50 mL
5. Gelas ukur 100 mL
6. Labu ukur 100 mL
7. Pipet volume 25 mL
8. Pipet volume 5 mL
9. Bulp
10. Stopwatch
11. Konduktometer
12. Botol Aquadest
2.1.2 Bahan yang digunakan
1. Etil asetat 0,05 M
2. NaOH 0,05 M
3. Aquadest

2.2 Prosedur Kerja


2.2.1 Membuat Larutan Standar NaOH (0,01 M ; 0,02 M ; 0,03 M ; 0,04 M dan 0,05 M)
1. Menghitung jumlah volume dari larutan induk NaOH 0,05 M yang harus
dipipet untuk masing-masing konsentrasi larutan standar yang diinginkan
dengan menggunakan rumus pengenceran.
2. Memipet larutan induk NaOH 0,05 M sebanyak 80 mL, 60 mL, 40 mL dan
20 mL berurutan masing-masing untuk setiap konsentrasi larutan standar
0,04 M ; 0,03 M ; 0,02 M ; dan 0,01 M dengan menggunakan pipet volume
yang sesuai.
3. Memasukkan setiap larutan induk NaOH yang dipipet tersebut ke dalam
masing-masing labu ukur 100 mL dan menambahkan aquadest hingga tanda
batas.
4. Mengkocok masing-masing larutan standar dalam labu ukur agar larutan
standar tersebut homogen.
2.2.2 Membuat Larutan Standar Etil Asetat (0,01 M ; 0,02 M ; 0,03 M ; 0,04 M dan 0,05 M)
1. Menghitung jumlah volume dari larutan induk etil asetat 0,05 M yang harus
dipipet untuk masing-masing konsentrasi larutan standar yang diinginkan
dengan menggunakan rumus pengenceran.
2. Memipet larutan induk etil asetat 0,05 M sebanyak 80 mL, 60 mL, 40 mL
dan 20 mL berurutan masing-masing untuk setiap konsentrasi larutan
standar 0,04 M ; 0,03 M ; 0,02 M ; dan 0,01 M dengan menggunakan pipet
volume yang sesuai.
3. Memasukkan setiap larutan induk etil asetat yang dipipet tersebut ke dalam
masing-masing labu ukur 100 mL dan menambahkan aquadest hingga tanda
batas.
4. Mengkocok masing-masing larutan standar dalam labu ukur agar larutan
standar tersebut homogen.
2.2.3 Menentukan Konduktivitas Larutan Standar NaOH dan Etil asetat
1. Memipet setiap larutan standar NaOH dan Etil asetat pada berbagai
konsentrasi masing-masing ke dalam gelas kimia 100 mL untuk setiap
larutan.
2. Mencelupkan sensor konduktometer pada setiap larutan standar yang telah
dipipet tersebut dan menunggu hingga nilai konduktivitasnya terbaca
konstan lalu mencatat hasil pengukurannya.
2.2.4 Menentukan Konduktivitas Campuran Larutan NaOH dan Etil asetat
1. Memipet larutan standar NaOH 0,01 M dan Etil asetat 0,01 M dengan
perbandingan volume yang sama (1:1) yaitu masing-masing sebanyak 20 mL
ke dalam gelas kimia 100 mL dan mencampurnya.
2. Mencelupkan sensor konduktometer ke dalamnya, lalu menunggu hingga
nilai konduktivitasnya terbaca konstan dan mencatat hasil pengukurannya
3. Melakukan hal yang sama untuk campuran larutan standar konsentrasi 0,02
M ; 0,03 M ; 0,04 M dan 0,05 M.
2.2.5 Mengoperasikan Reaktor Alir Tangki Berpengaduk (RATB)
1. Menghubungkan rangkaian alat dan komputer dengan sumber listrik.
2. Menghidupkan alat Armfield PCT 41 dan monitor pada komputer.
3. Memastikan alat telah terhubung dengan komputer.
4. Menghubungkan selang pompa A ke larutan etil asetat 0,05 M dan selang
pompa B ke larutan NaOH 0,05 M.
5. Mangklik “start” pada layar computer.
6. Memilih PCT 41
7. Mengklik section 6 “work project” .
8. Mengklik “load” .
9. Mengklik “sample” pada menu bar dan memilih “configuration” .
10. Memilih automatic sampling parameter .
11. Mengisi sampel interval 10 menit
12. Mengklik “OK”
13. Mengisi reaktor dengan larutan etil asetat 0,05 M hingga skala level 4 cm
dengan menjalankan pompa A pada laju alir 100 % .
14. Menambahkan larutan NaOH 0,05 M pada reaktor hingga skala level 8 cm
dengan menjalankan pompa B pada laju alir 100 % .
15. Menghidupkan stirrer pada reaktor dengan mengklik angka nol hingga
berubah menjadi 1.
16. Mengklik icon “GO” pada menu bar bersamaan ketika stopwatch mulai
dijalankan setelah menghidupkan stirrer.
17. Mengambil sampel produk dengan men-drain campuran larutan pada
reaktor setiap 10 menit sekali selama 2 jam.
18. Mencelupkan sensor konduktometer ke dalam tiap sampel yang diambil
tersebut, lalu menunggu hingga nilai konduktivitasnya terbaca konstan dan
mencatat hasil pengukurannya.
19. Mematikan stirrer dengan mengklik angka 1 hingga berubah menjadi 0.
20. Menyimpan hasil pembacaan data oleh komputer.
21. Menutup program Armfield PCT 41 pada komputer dengan mengklik icon
“X”.
22. Mematikan alat Armfield PCT 41 dan monitor.
23. Memutuskan hubungan arus listrik antara alat ataupun komputer dengan
sumber listrik.

BAB III
DATA PENGAMATAN DAN HASIL PERHITUNGAN

3.1 Data pengamatan


Tabel 3.1.1 Data Penentuan Konduktivitas

No Konsentrasi Konduktivitas Konduktivitas Konduktivitas


. (M) Etil Asetat (ms/cm) NaOH (ms/cm) Campuran NaOH +
Etil Asetat (ms/cm)
1. 0,01 0,217 2,24 1,188
2. 0,02 0,414 4,58 2,43
3. 0,03 0,699 6,79 3,58
4. 0,04 0,827 9,21 4,77
5. 0,05 1,032 11,58 6,27

Tabel 3.1.2 Data Konduktivitas Campuran NaOH 0,05 M dan


Etil Asetat 0,05 M tiap waktu

No Waktu (menit) Konduktivitas


. (ms/cm)
1. 10 6,42
2. 20 6,13
3. 30 6,46
4. 40 6,08
5. 50 6,31
6. 60 6,44
7. 70 6,52
8. 80 6,61
9. 90 6,51
10. 100 6,57
11. 110 6,48
12. 120 6,43

Tabel 3.1.3 Data Konsentrasi Produk Berdasarkan Grafik (CA vs Konduktivitas)


No Waktu (menit) Konsentrasi (M)
.
1. 10* 0,0535
2. 20* 0,0510
3. 30* 0,0540
4. 40 0,0510
5. 50 0,0525
6. 60 0,0535
7. 70 0,054
8. 80 0,055
9. 90* 0,0540
10. 100* 0,0550
11. 110* 0,0540
12. 120* 0,0535
Keterangan : (*) = Data tidak digunakan

3.2 Hasil Perhitungan

Tabel 3.2.1 Data Konsentrasi

Waktu (menit) 40 50 60 70 80

CA (mol/liter) 0,051 0,0525 0,0535 0,054 0,055

Tabel 3.2.2 Metode Integral Orde 1 Fungsi Konsentrasi

Waktu (menit) 1 K ( L/mol.min)


CA -

1
C A0

40 -0,392 9,8 x 10-3

50 -0,952 -0,019

60 -1,308 -0,022

70 -1,481 -0,021

80 -1,818 -0,023

Tabel 3.2.3 Metode Integral Orde 2 Fungsi Konsentrasi

Waktu (menit) 1 K ( L/mol.min)


CA -
1
C A0

40 -0,392 9,8 x 10-3

50 -0,952 -0,019

60 -1,308 -0,022

70 -1,481 -0,021

80 -1,818 -0,023

Tabel 3.2.4 Metode Integral Orde 3 Fungsi Konsentrasi

Waktu (menit) 1 2k k ( L/mol.min)


CA 2 -

1
C A0 2

40 -15,532 -0,388 -0,1942

50 -37,188 -0,7438 -0,3719

60 -50,624 -0,844 -0,422

70 -57,064 -0,815 -0,408

80 -69,421 -0,868 -0,433

Tabel 3.2.5 Data Konversi

Waktu (menit) CA (mol/L) XA

40 0,051 0,038

50 0,0525 0,048

60 0,0535 0,057

70 0,054 0,065

80 0,055 0,074

3.3 Pembahasan
Tujuan dari percobaan ini adalah menentukan konstanta kecepatan reaksi beserta
orde reaksi pada reaktor batch, dan menetukan pengaruh perolehan konversi.
a. Konstanta kecepatan reaksi dan orde reaksi
Konstanta kecepatan reaksi adalah nilai laju reaksi pada konsentrasi reaktan sama
dengan satu satuan konsentrasi sedangkan orde reaksi adalah bilangan yang
menyatakan derajat ketergantungan. Pada percobaan ini reaktan yang digunakan adalah
NaOH dan CH3COOC2H5 dengan konsentrasi masing-masing 0,05 M. Reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut :

NaOH + CH3COOC2H5 CH3COONa + C2H5OH

Secara teoritis reaksi tersebut tergolong sebagai reaksi elementer. Reaksi


elementer adalah reaksi bertahap 1 sehingga orde reaksinya dapat ditentukan
berdasarkan stokiometri reaksi (koefisien reaktan). Sehingga jika dilihat dari
stokiometri reaksinya maka reaksi tersebut tergolong sebagai reaksi orde 2. Namun
teori ini akan dibuktikan berdasarkan percobaan yang telah dilakukan.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan diperoleh data konduktivitas campuran,
data ini diplotkan terhadap grafik hubungan antara konduktivitas dan CA sehingga
didapatkan konsentrasi campuran. Dari data konsentrasi campuran yang tealah
diperoleh terjadi penyimpangan data dimana seharusnya konsentrasi reaktan sebelum
reaksi (CA0), namun data yang didapat sebaliknya, yaitu C A > CA0. Hal ini diduga terjadi
karena larutan yang digunakan sudah tidak murni (teroksidasi dalam waktu yang cukup
lama, ataupun karena zat pengotor).
Penentuan orde reaksi dan konstanta dilakukan menggunakan metode integrasi.
Dari pengolahan data menggunakan metode integrasi fungsi konsentrasi dapat diketahui
dapat bahwa orde reaksi untuk reaksi tersebut adalah orde 2. Hal ini dikarenakan dari
ketiga orde (orde 1, 2 dan 3) yang dicoba hanya grafik orde 2yang merupakan rafik
L
linier. Dari grafik orde 2 diperoleh nilai konstanta reaksi 0,02 /mol.menit. Sehingga
dapat disimpulkan berdasarkan percobaan terbukti bahwa reaksi tergolong reaksi orde
2.

b. Pengaruh Perolehan Konversi


Konversi adalah istilah yang digunakan untuk menunjukkan atau mengukur
sejumlah massa yang bereaksi. Berdasarkan orde reaksi yang diperoleh dari percobaan
yaitu orde 2, maka untuk menghitung perolehan konversi dari setiap waktu reaksi dapat
menggunakan persamaan fungsi konversi yang diturunkan dari persamaan fungsi
konsentrasi orde 2. Sehingga diperoleh persamaan konversi sebagai berikut :

XA
CA 0
1−X A =k.t.

Dari persamaan tersebut maka dapat diperoleh nilai konversi. Dan hasil
perhitungan diperoleh konversi terbesar pada waktu reaksi 80 menit dengan nilai
konversi 0,074. Dengan melihat seluruh data perolehan konversi maka dapat diambil
kesimpulan bahwa semakin lama waktu reaksi maka semakin besar perolehan konversi.

BAB IV

KESIMPULAN
4.1 Kesimpulan
Dari praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Orde reaksi yang diperoleh dari hasil percobaan adalah orde reaksi 2 dengan nilai

L
konstanta kecepatan reaksi 0,02 mol . menit .
2. Pengaruh perolehan konversi yaitu semakin lama waktu reaksi maka semakin besar
perolehan konversi. Perolehan konversi terbesar yang diperoleh yaitu 0,074.

DAFTAR PUSTAKA

Emoniq. 2010. Konstanta Kecepatan Reaksi. http://www.scribd.com/doc/1367339222/


Konstanta-Kecepatan-Reaksi.

Keenan. C, Kleinfelter. D, Wood, J. 1984.”Kimia untuk Universitas Edisi Keenam”.


Erlangga : Jakarta.

Syahrir, Irmawati, ST. 2014. Modul Ajar Mata Kuliah Teknik Reaksi Kimia 1. Samarinda
Politeknik Negeri Samarinda.

Tim Penyusun. 2015. Penentuan Praktikum Termodinamika dan Perpindahan Panas.


Politeknik Negeri Samarinda. Samarinda.

Very. C. http://www.caesarvery.com/2012/II/macam.macam.reaktor. Diakses pada


tanggal 20 September 2015.
Perhitungan :
a. Perhitungan Metode Integral Orde 1 Fungsi Konsentrasi
Diketahui :
CA0 = 0,05 M
CA = 0,051 M; 0,0525 M; 0,0535 M; 0,054 M; 0,055 M

t = 40, 50, 60, 70, dan 80 menit

-rA = f (CA)

dC A
- dt = k . CA

dC A
- CA = k . dt

CA t
dC A
- ∫ CA =k. ∫ dt
CA 0 t0

CA

- ln CA ∫ ¿ k . t
C A0

- l n (CA – CA0) = k . t
CA
- l n =k.t
CA 0

0,051
ln
- 0,05 = k . 40

k = -0,025/menit

 Melakukan cara yang sama untuk data selanjutnya, sehingga diperoleh hasil
pada Tabel 3.2.2 Metode Integral Orde 1 Fungsi Konsentrasi

b. Perhitungan Metode Integral Orde 2 Fungsi Konsentrasi


Diketahui :
CA = 0,051 M; 0,0525 M; 0,0535 M; 0,054 M; 0,055 M
CA0 = 0,05 M
t = 40 ; 50 ; 60 ; 70 ; 80 menit
-rA = f (CA)

dC A
- dt = k . CA2

CA t
dC A
- ∫ 2 =k. ∫ dt
CA 0 CA t0

-
CA -2
d CA = k . t ∫.
t0

1 1
CA - C A0 =k.t

1 1
0,051 - 0,05 = k . 40

-0,392 = k . 40

k = -9,8 x 10-3 L/mol.menit


Melakukan cara yang sama untuk data selanjutnya, sehingga diperoleh hasil pada
Tabel 3.2.3 Metode Integral Orde 2 Fungsi Konsentrasi

c. Perhitungan Metode Integral Orde 3 Fungsi Konsentrasi


Diketahui :
CA = 0,051 M; 0,0525 M; 0,0535 M; 0,054 M; 0,055 M
CA0 = 0,05 M
t = 40 ; 50 ; 60 ; 70 ; 80 menit
-rA = f (CA)

dC A
- dt = k . CA3

CA t
dC A
- ∫ =k. ∫ dt
CA 0 C3A t0

-
CA -3
d CA = k . t ∫.
t0

CA
1
. 2
CA -2 ∫¿ k.t
CA 0

1 1
. 2 C 2A - 2
2 C A0 =k.t

1 1
1
. 2 ( 2
− 2
CA C A0 ) =k.t

1 1
. C 2A - 2
C A0 =2.k.t

1 1
(0,051)
2 - (0,05)
2 = 2 . k . 40

-15,532 = 80 . k
L2
k = -0,1942 mol2 .menit

 Melakukan cara yang sama untuk data selanjutnya, sehingga diperoleh hasil
pada Tabel 3.2.4 Metode Integral Orde 3 Fungsi Konsentrasi

d. Perhitungan Perolehan Konversi


Perhitungan Data 1 (t = 40 menit)
Diketahui :
mol
 CA0 = 0,05 L

L
 k = 0,02 mol . menit

Penyelesaian :
XA
1−X A = k . t . CA0

XA L mol
1−X A = 0,02 mol . min . 40 min . 0,05 L

XA
1−X A = 0,04

XA = 0,038

 Melakukan cara yang sama untuk perhitungan data selanjutnya.


Grafik Konduktivitas Vs Konsentrasi Campuran
Grafik Orde 1 Fungsi Konsentrasi
Grafik Orde 2 Fungsi Konsentrasi
Grafik Orde 3 Fungsi Konsentrasi

Anda mungkin juga menyukai