Anda di halaman 1dari 19

DAMPAK POSITIF DAN NEGATIF DARI PENGOBATAN

ALTERNATIF PATAH TULANG

Makalah Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Mata Kuliah Keperawatan
Holistik, Lintas Budaya, dan Terapi Modalitas Keperawatan

Disusun oleh :

Yuli Wahyuni 220120200502

Cencen Hendra Setiawan 220120200504

Dosen Pengampu :

Laili Rahayuwati, Dra., M.Kes, M.Sc., Dr.PH

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN

PEMINATAN MANAJEMEN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PADJADJARAN

2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas

berkat dan rahmat dari-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah tentang

“Dampak Positif dan Negatif Dari Pengobatan Alternatif Patah Tulang ” ini sesuai

dengan waktu yang telah ditentukan. Penulis menyadari dalam penulisan makalah

ini masih banyak ketidaksempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan

saran dan masukan terhadap makalah ini agar dalam penulisan selanjutnya penulis

dapat membuat makalah yang lebih baik.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan

umumnya bagi para pembaca. Lebih luasnya semoga makalah ini dapat bermanfaat

bagi pengembangan ilmu keperawatan.

Bandung, 30 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................2

DAFTAR ISI ............................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................4

1.1 Latar Belakang ..................................................................................................4

1.2 Tujuan ...............................................................................................................6

BAB II TINJAUAN TEORITIS .............................................................................7

2.1 Konsep Dasar Patah Tulang (fracture) ..............................................................7

2.1.1 Patah Tulang (fracture).................................................................................7

2.1.2 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan ....................................8

2.1.3 Proses Penyembuhan Patah Tulang..............................................................9

2.2 Prinsip Pengobatan Patah Tulang ...................................................................11

2.3 Budaya Tentang Pengobatan Patah Tulang ....................................................11

2.3.1 Dukun Tulang .............................................................................................11

2.3.2 Proses Pengobatan Dukun Tulang..............................................................12

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Pengobatan Tradisional pada


Kasus Patah Tulang ................................................................................................13

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN ...............................................................16

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................18


1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Definisi sehat bagi seseorang mengandung makna yang multitafsir

tergantung dari mana kita memandangnya, sehat juga banyak mengandung muatan

– muatan pengertian kultural, sosial serta definisi professional yang beragam (Sari

& Prastianty, 2017). Bidang kedokteran mendefinisikan sehat adalah bagaiman

seseorang terbebas dari suatu penyakit atau kesakitan, tetapi dalam kenyataan sehari

– hari tidak dapat disederhakan seperti itu karena harus dilihat dari segala dimensi.

World Health Organization (WHO) mengungkapkan bahwa definisi sehat adalah

sebagai suatu keadaan sempurna baik jasmani, rohani maupun kesejahteraan sosial

seseorang. Sebatas mana seseorang dapat dianggap sempurna jasmaninya, oleh para

ahli kesehatan, antropologi kesehatan di pandang sebagai disiplin bio budaya yang

memberi perhatian pada aspek-aspek biologis dan sosial budaya dari tingkah laku

manusia. Sakit merupakan suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang menimpa

seseorang, sehingga menimbulkan gangguan dalam beraktivitas baik jasmani,

rohani (Mubarak, 2009).

Perilaku masyarakat dalam mencapai kondisi sehat tentunya berbeda – beda

sesuai dengan pemahaman dan budaya yang dianut oleh masyarakat tersebut.

Memahami budaya yang dianut oleh klien merupakan salah satu kunci keberhasilan

dalam memberikan pelayanan keperawatan yaitu dengan pendekatan transkultural.

Hal ini didasarkan pada ilmu dan kiat yang mencakup pemberian pelayanan secara

bio psiko-sosio-kultural dan spiritual secara komprehensif baik menghargai

perilaku caring, nilai - nilai keyakinan tentang sehat-sakit, pola-pola tingkah laku
yang bertujuan mengembangkan pengetahuan yang ilmiah dan humanistik

(Sunaryo, 2014).

Terdapat jenis-jenis penyakit lain yang tidak tertangani oleh pengobatan

modern. Artinya, masyarakat tradisional sudah memiliki sistem pengobatannya

sendiri, yang oleh manusia sekarang dilabeli sebagai pengobatan alternatif. Hingga

sekarang, praktik pengobatan tradisional, khususnya yang berkait dengan penyakit

tulang, cukup populer di wilayah Jawa Barat. Bahkan dalam beberapa kasus,

penyakit tulang yang tidak tertangani oleh pengobatan modern, bisa diatasi melalui

pengobatan alternatif. Belakangan ini, bahkan, sering terjadi juga, kedua metode

tersebut saling melengkapi satu sama lain. Di Jawa Barat, mungkin juga di wilayah-

wilayah lainnya, praktisi pengobatan alternatif penyakit tulang sangat banyak. Bisa

jadi hampir di setiap wilayah kecamatan bisa ditemukan. Hal ini mengindikasikan

banyak hal, di antaranya: jumlah penderita tulang cukup banyak, minat masyarakat

menggunakan jasa terapis tradisional cukup tinggi, nilai daya guna dan hasil guna

pun relatif tinggi (Zakaria et al., 2019).

Berdasarkan data bulan Februari 2022 di IGD salah satu rumah sakit swasta

di Bandung diperoleh data bahwa dari 10 pasien dengan patah tulang, 8 pasien

diantaranya memutuskan untuk melanjutkan pengobatan di dukun tulang hal ini

diperkuat oleh hasil observasi penulis tanggal 14 Maret 2022 yang menemukan data

bahwa dari 2 pasien dengan patah tulang semua minta melanjutkan pengobatan ke

dukun tulang. Ketika dilakukan wawancara dengan pasiennya terungkap bahwa

mereka memilih untuk pengobatan dukun patah tulang karena lebih murah dan tidak

ada Tindakan membuka jaringan tubuh. Mereka juga mengungkapkan bahwa kalo

berobat ke dukun tulang lebih cepat sembuh.


1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengidentifikasi dampak

positif dan negatif dari pengobatan alternatif patah tulang.


2 BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Dasar Patah Tulang (fracture)

2.1.1 Patah Tulang (fracture)

Patah tulang (fracture) adalah suatu gangguan dari kontinuitas yang normal

dari suatu tulang. Jika terjadi fraktur, maka jaringan lunak di sekitarnya juga sering

kali terganggu. Radiografi (sinar-x) dapat menunjukkan keberadaan cedera tulang,

tetapi tidak mampu menunjukkan otot atau ligamen yang robek, saraf yang putus,

atau pembuluh darah yang pecah sehingga dapat menjadi komplikasi pemulihan

klien (Black, J dan Hawks, 2014).

Beberapa penyebab yang dapat menimbulkan patah tulang (fracture) adalah sebagai

berikut :

Tekanan berlebihan atau trauma langsung pada tulang menyebabkan suatu retakan

sehingga mengakibatkan kerusakan pada otot dan jaringan. Kerusakan otot dan

jaringan akan menyebabkan perdarahan, edema, dan hematoma.Lokasi retak

mungkin hanya retakan pada tulang, tanpa memindahkan tulang manapun. Fraktur

yang tidak terjadi disepanjang tulang dianggap sebagai fraktur yang tidak sempurna

sedangkan fraktur yang terjadi pada semua tulang yang patah dikenal sebagai

fraktur lengkap (DiGiulio Mary, Donna Jackson, 2014).

a. Cedera traumatik

Cedera traumatik pada tulang dapat disebabkan oleh :

1) Cedera langsung adalah pukulan langsung terhadap tulang sehingga tulang

patah secara spontan


2) Cedera tidak langsung adalah pukulan langsung berada jauh dari lokasi

benturan, misalnya jatuh dengan tangan berjulur sehingga menyebabkan

fraktur klavikula

3) Fraktur yang disebabkan kontraksi keras yang mendadak

b. Fraktur patologik

Kerusakan tulang akibat proses penyakit dengan trauma minor mengakibatkan:

1) Tumor tulang adalah pertumbuhan jaringan baru yang tidak terkendali

2) Infeksi seperti ostemielitis dapat terjadi sebagai akibat infeksi akut atau

dapat timbul salah satu proses yang progresif

3) Rakhitis

4) Secara spontan disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus

2.1.2 Faktor – faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi waktu penyembuhan fraktur,

seperti lokasi, konfigurasi fraktur, vaskularisasi fragmen fraktur, reduksi serta

imobilisasi,infeksi, penyakit metabolik, serta obat-obatan. Lokasi fraktur berperan

penting pada kecepatan penyembuhan fraktur. Fraktur metafisis penyembuhannya

lebih cepat dibanding dengan fraktur diafisis, Konfigurasi fraktur seperti fraktur

transversal sembuhnya lebih lambat disbanding fraktur oblik karena kontak yang

lebih banyak pada fraktur oblik. Apabila kedua fragmen mendapatkan vaskularisasi

yang baik, maka penyembuhannya sering tanpa komplikasi. Bila ada segmen

fraktur yang vaskularisasinya sehingga mengalami nekrosis, maka akan

menghambat terjadinya union dan dapat menyebabkan nonunion. Reduksi fraktur

diperlukan agar segmen fraktur mendapatkan vaskularisasi yang lebih baik dalam

posisi asalnya. Imobilisasi yang sempurna akan mencegah pergerakan dan


kerusakan pembuluh darah yang dapat mengganggu penyembuhan fraktur. Bila

terjadi infeksi pada daerah fraktur, baik itu disebabkan oleh Tindakan seperti

reposisi terbuka fraktur tertutup atau pada fraktur terbuka, dapat mengganggu

terjadi prosesnya penyembuhan.Infeksi pada tulang oleh bakteria dapat

menyebabkan komplikasi fraktur berupa osteomyelitis. Beberapa penyakit

metabolik seperti Diabetes Melitus dan obesitas juga dapat mengganggu

penyembuhan fraktur.

2.1.3 Proses Penyembuhan Patah Tulang

Proses penyembuhan fraktur dibagi dalam 3 fase, yaitu fase inflamasi,

reparasi dan remodelling, meski perlu dimengerti bahwa fase-fase tersebut

bukanlah proses yang terpisah melainkan sebuah proses yang continuum. Agar

penyembuhan fraktur dapat berjalan normal, beberapa syarat harus dipenuhi, yaitu

viabilitas dari fragmen (suplai darah yang intak), immobilisasi mekanik, dan

absennya infeksi. Proses penyembuhan fraktur berbeda pada konfigurasi fragmen

yang berbeda, dan dapat dibagi menjadi 3 kategori: penyembuhan fraktur spontan/

sekunder, penyembuhan fraktur kontak/ primer, dan penyembuhan fraktur gap.

Penyembuhan fraktur spontan merupakan penyembuhan natural yang

paling sering terjadi, dimana kedua fragmen fraktur didekatkan namun tidak

beraposisi, dengan terbentuknya hematoma dan adanya angulasi yang variatif.

Hematoma fraktur yang terbentuk akibat robeknya pembuluh dalah pada system

harvesian memulai respon penyembuhan. Dalam 48 jam, mekanisme signal

kemotaksik yang dimediasi oleh prostaglandin akan mendatangkan sel sel inflamasi

yang penting dalam proses penyembuhan fraktur. Ini menyebabkan terbentuknya

jaringan granulasi antara fragmen fraktur, memberikan vaskularisasi kepada


hematoma fraktur. Proses ini terjadi dalam 7-14 hari setelah fraktur. Penggunaan

obat anti inflamasi dalam seminggu pertama fraktur dapat merubah respon

inflamasi dan menginhibisi penyembuhan fraktur.

Dalam fase reparasi, sel dalam jaringan granulasi berproliferasi dan mulai

berdiferensiasi menjadi fibroblas dan kondroblas. Fibroblas membentuk matrik

ekstraselular berupa jaringan fibrous sedangkan kondroblas membentuk kartilago.

Osteoblas kemudian menjadi osteoid yang kemudian termineralisasi, membentuk

soft callus. Selanjutnya, kalus mengalami ossifikasim membentuk woven bone

antar fragmen fraktur. Proses ini berlangsung selama 4-6 minggu, dan pada saat ini

kalus masih rentan terhadap shear force, sehingga dibutuhkan fiksasi. Woven bone

kemudian akan diganti oleh lamellar bone, yang disusun paralel terhadap aksis

tulang. Penyembuhan fraktur selesai dalam fase remodelling dimana tulang yang

sembuh kembali menpunyai bentuk, struktur dan kekuatan yang semula. Proses ini

dapat berlanjut bertahun-tahun. Pada anak, proses remodelling berlangsung lebih

cepat dari pada orang dewasa. Penyembuhan fraktur kontak terjadi apabila jarak

antar fragmen fraktur dibawah 0.1 mm dan dilakukan netralisasi terhadap strain

antar fragmen. Ini merupakan tujuan dari fixasi internal yang stabil. Dalam

penyembuhan fraktur kontak, tidak terbentuk periosteal kalus. Terbentuknya kalus

menandakan adanya iritasi (irritation callus). Penyembuhan fraktur gap terjadi

apabila fixasi internal meninggalkan jarak 12 diatas 0.1 mm antar fragmen tulang.

Dalam proses ini, lamellar bone dideposisi dahulu tegak lurus terhadap aksis tulang.

Remodelling Harvesian tidak mulai sampai celah tersebut diisi oleh proses ini.
2.2 Prinsip Pengobatan Patah Tulang

1. Do no harm, tidak membahayakan pasien tindakan penanganan patah

tulang haruslah sesuai dan tidak memperberat keluhan pasien.

2. Base treatment on an accurate diagnosis and prognosis, lakukan

penanganan dasar yang sesuai dengan diagnosis dan prognosisnya

3. Select treatment with specific aims, pilih pengobatan dengan tujuan

khusus, yaitu menghilangkan nyeri, memperoleh posisi yang baik dari

fragmen, mengusahakan terjadinya penyambungan tulang,

mengembalikan fungsi secara optimal.

4. Cooperate with the ”law of nature”,

5. Be realistic an practical in your treatment,

6. Select treatment for your patient as an individual ( Sjamsuhidayat R, de

Jong W. 2011)

2.3 Budaya Tentang Pengobatan Patah Tulang

2.3.1 Dukun Tulang

Pengobatan tradisional patah tulang merupakan suatu bentuk pengobatan

tradisional yang masih cukup banyak dipakai oleh penderita patah tulang sebagai

alternatif terhadap cara pengobatan yang diberikan oleh ilmu kedokteran. Melalui

praktek-praktek perdukunan yang berbeda satu sama lain, terjadi interaksi yang

memungkinkan terjadinya perubahan- perubahan sosial, khususnya perubahan

sosial dalam bidang kesehatan dan lebih khusus lagi yang menyangkut bagaimana

corak praktek-praktek perdukunan dikemudian hari” (Sobary,2003).


2.3.2 Proses Pengobatan Dukun Tulang

Sistem Pengobatan Penyakit Tulang, para dukun atau terapis penyakit

tulang pada umumnya melakukan pengobatan dengan cara mengurut untuk

mereposisi tulang atau otot yang mengalami patah atau terkilir, dan memfiksasi.

Reposisi dilakukan dengan splak atau bidai atau kayu dan memberi kompres dengan

ramuan dan akar-akaran. Pada umumnya, pasien meminta bantuan medis pada

tahap awal kejadian atau setelah berobat dengan pengobatan modern (Muhsin

Z.,M., Mahzuni,D., Septiani, A., 2019).

Rata-rata metode yang digunakan adalah pembebatan tulang yang

patah/sakit dengan kain yang diolesi minyak tertentu. Ada pula yang

‗mengobatibag ian yang trauma dengan cara menarik bagian tulang. Tindakan yang

dilakukan biasanya tergantung dari jenis trauma tulang yang dialami pasien

(Muhsin Z.,M., Mahzuni,D., Septiani, A., 2019).

Pada penelitian (Muhsin Z.,M., Mahzuni,D., Septiani, A., 2019) dijelaskan

bahwa seorang dukun tulang mempunyai keahlian dalam pengobatan tulang

berdasrkan dari pengalaman dan keberanian bukan dari pelatihan khusus untuk

memberikan pengobatan tulang. Keahlian menjadi dukun tulang ini juga biasanya

turun-menurun dalam satu keluarga. Pada pengobatan dukun tulang juga disertai

dengan pemberian obat tradisional dari berbagai macam tumbuhan. Selain itu juga

pada pengobatan dukun tulang seorang pasien harus mengikuti anjuran yang

diberikan dan menghindari larangan yang diberikan, seperti tidak boleh

mengkonsumsi daging ayam atau makanan-makanan yang tinggi protiein, makanan

dan minuman yang terlalu manis dan makanan yang mengandung gas tinggi selama

pengobatan .
Beberapa diantara dukun tulang yang ada di kota bandung dalam melakukan

pengobatannya ada yang menggunakan obat dan alat medis modern. Obat yang

biasa digunakan adalah obat antibiotik dan bantuan rontgen (Muhsin Z.,M.,

Mahzuni,D., Septiani, A., 2019).

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Pengobatan Tradisional

pada Kasus Patah Tulang

Pengobatan alternatif masih digunakan oleh sebagian besar masyarakat

bukan hanya karena kekurangan fasilitas pelayanan kesehatan formal yang

terjangkau melainkan lebih disebabkan oleh faktor-faktor budaya Indonesia yang

masih kuat kepercayaannya terhadap pengobatan alternatif. Budaya yang melekat

pada individu mempengaruhi bagaimana individu itu berpikir dan bertindak. Di

Indonesia pun banyak sekali jenis-jenis pengobatan alternatif yang tersedia

sehingga memudahkan masyarakat dalam menggunakan jasa pengobatan tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan pengobatan tradisional patah

tulang yaitu faktor sosial, ekonomi, budaya, psikologis, dan kemudahan bagi

pasien. Adanya suatu proses komunikasi antara pasien dan penyembuh merupakan

salah satu faktor yang mempengaruhi kemana pasien pergi untuk berobat.

Komunikasi yang sama tinggi dan mudah dipahami membuat para pasien

cenderung untuk lebih nyaman datang ke pengobatan tradisional. Adanya

keterbatasan dalam interaksi sosial sehingga tidak bias membedakan mana yang

lebih baik atau enak berobat ke tempat pengobatan alternatif atau modern juga

merupakan salah satu bagian dari faktor sosial.

Masyarakat indonesia masih beranggapan bahwa berobat ke pengobatan

alternatif jauh lebih murah dibandingkan ke pelayanan kesehatan. Pada pengobatan


tradisional para pasien dapat memberikan uang muka terlebih dahulu serta dapat

dicicil, hal ini merupakan salah satu faktor ekonomi yang membuat banyak pasien

yang masih mendatangi pengobatan alternatif. Adanya “meeting of minds” antara

penyembuh dengan pasiennya. Kedua belah pihak sama-sama meyakini adanya

kekuatan supranatural dan kemampuan yang dimiliki oleh penyembuh. Hal inilah

yang membuat para pasien lebih senang ubtuk datang berobat ke pengobatan

alternatif dibanding pelayanan kesehatan, dan juga adanya rasa takut akan

diamputasi apabila berobat ke rumah sakit.

Faktor psikologis yaitu suatu faktor yang berkenaan dengan pengalaman

seseorang terhadap berbagai sumber pengobatan yang dilakukan seperti pengobatan

tanpa gips. Masyarakat masih beranggapan bila datang ke pengobatan tradisional

mereka tidak perlu menggunakan gips dan dapat sembuh. Adapun faktor mengenai

kemudahan bagi pasien yaitu pada pengobatan alternatif pasien dapat segera

ditangani tanpa harus menunggu hasil rontgen dan periksa darah. (Utami, M.N.,

2015).

Faktor yang mempengaruhi masyarakat memilih pengobatan tradisional patah

tulang, yaitu :

1. Faktor sosial

a. Adanya suatu proses komunikasi dengan kedudukan yang sama tinggi

antara pasien dan penyembuh dengan bahasa/istilah yang masing-masing

mudah dipahami serta tidak terikat waktu dan tanpa ada rasa sungkan.

b. Pasien pengobatan tradisional patah tulang berada pada posisi tidak kuasa,

sedangkan penyandang biaya dalam posisi lebih kuasa, maka pasien pasrah

dibawa ke tempat pengobatan tradisional oleh penyandang dana.


c. Adanya keterbatasan dalam interaksi sosial sehingga tidak bisa

membedakan mana yang lebih baik atau enak berobat ke tempat pengobatan

tradisional atau modern.

2. Faktor ekonomi yaitu adanya biaya yang relatif murah dengan pembayaran

uang muka serta dapat dicicil.

3. Faktor budaya

a. Adanya “meeting of minds” antara penyembuh dengan pasiennya. Kedua

belah pihak sama-sama meyakini adanya kekuatan supranatural dan

kemampuan yang dimiliki oleh penyembuh.

b. Adanya rasa takut diamputasi kalau berobat ke rumah sakit

4. Faktor psikologis yaitu suatu faktor yang berkenaan dengan pengalaman

seseorang terhadap berbagai sumber pengobatan yang dilakukan seperti

pengobatan tanpa gips.

5. Faktor kemudahan yaitu pasien dapat segera ditangani tanpa harus menunggu

hasil rontgen dan periksa dara


3 BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengobatan patah tulang secara tradisoonal adalah pengobat tradisional

yang cara pengobatannya dengan cara mengurut untuk mereposisi tulang atau otot

yang mengalami patah atau terkilir, memfiksasi, reposisi dengan bidai atau kayu

yang dikenal dengan rantai dan memberi kompres dengan ramuan daun-daun atau

akar-akaran. penanggulangan dan pengobatan patah tulang secara tradisional. Ada

beberapa prinsip yang sama dengan pengobatan mutakhir yang dapat diterima

secara logika antara lain : Prinsip penarikan traksi bagian tubuh yang patah untuk

mengembalikan posisi tulang seperti semula. Pemberian bidai dari anyaman kelapa,

anyaman alang-alang, baluran daun sereh. Prinsipnya sebagai fiksasi tulang yang

patah setelah dikembalikan pada posisi semula. Di sini ada beberapa kekurangan

dalam fiksasi secara tradisional karena mempergunakan bahan yang lunak dan

fiksasinya tidak melewati dua atau tiga persendian sehingga tulang yang patah dapat

bergerak dari posisi yang diharapkan. Adanya kompres dengan daun-daun segar

yang diharapkan dapat memperlancar aliran darah sehingga dapat mengurangi

pembengkakan. Adanya pemijatan/urut-urut yang dilakukan dalam

penanggulangan patah tulang disertai dengan olesan berupa minyak-minyak kelapa

(Rili, M., 2019).

Pengobatan patah tulang tradisional di Indonesia sudah lama berkembang

dan bukanlah suatu hal yang harus dihindari karena kepercayaan masyarakat sangat

tinggi. Akan menjadi sangat sulit jika pengobatan tradisonal patah tulang ini

dihilangkan sepenuhnya. Yang harus menjadi fokus utama perawat dalam


fenomena ini adalah memahami pengobatannya seperti apa dan apa saja yang tidak

sesuai. Selanjutnya adalah melakukan pendekatan kepada pelaku pengobatan

tradisional untuk memberikan pendidikan kesehatan mengenai hal-hal yang

bertentangan dengan pengobatan medis, seperti :

a. larangan mengkonsumsi makanan yang protein tinggi padahal konsumsi

makanan tinggi prtein ini akan sangat membantu dalam proses penyembuhan

luka.

b. Penjelasanan mengenai fiksasi yang tepat harus melewati dua atau tiga

persendian, agar posisi tulang yang patah tidak bergerak dari posisi yang

diharapkan dan prinsip lainnya mengenai fiksasi

c. Penjelasan mengenai perawatan luka pada patah tulang dan prinsip perawatan

luka. Penggunaan kompres pada luka untuk mengurangi pembengkakan

dengan menggunana dedauan akan meningkatkan resiko infeksi pada luka

patah tulang

d. Penjelasan tentang bahaya pemijatan yang dilakukan pada posisi patah tulang.

Selain dari hal tersebut diatas, pendidikan kesehatan kepada masyarakat

tentang pengobatan patah tulang harus lebih ditingkatkan lagi agar masyarakat

dapat memilih pengobatan yang lebih baik berdasarkan faktor manfaat dan

keberhasilannya.
DAFTAR PUSTAKA

Black, J dan Hawks, J. (2014). Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis


untuk Hasil yang Diharapkan. Salemba Emban Patria.
DiGiulio Mary, Donna Jackson, J. K. (2014). Keperawatan Medikal bedah, Ed. I.
Rapha publishing.
Monica, R., and Hidir, A. (2019). Pengobatan Tradisional Patah Tulang Di Desa
Simalinyang Kecamatan Kampar Kiri Kabupaten Kampar. JOM FISIP Vol .
6: Edisi I Juli – Desember 2019.
Mubarak. (2009). lmu Keperawatan Komunitas Pengantar dan Teori. Salemba
Medika.
Muhsin, Z. M., Mahzuni, D., & Septiani, A. (2019). Alternative Medicine For Bone
Disease Case Study Of Local Wisdom Of Bone Disease Therapists In West
Java. Patanjala, ISSN 2085-9937 (print), ISSN: 2598-1242 (online).
Sari, M. T., & Prastianty, S. (2017). Sick Health Behaviors Of The Jambi Malay
Tribe Based. Jurnal Ilmiah Batanghari, Universitas Jambi, 17(3), 216–226.
Sunaryo. (2014). Sosiologi Untuk Keperawatan. Bumi Medika.
Utami, M. N.(2015). Faktor-faktor Pemilihan Pengobatan Tradisional pada Kasus
Patah Tulang. J Agromed Unila, Volume 2, Nomor 3, Agustus 2015.
Yudha,K., Wibowo,M.,H., Arifin, M.(2015). Studi Kualitatif Pengambilan
Keputusan Pada Klien Fraktur Dalam Memilih Pengobatan Tradisional Patah
Tulang Di Kabupaten Pekalongan. STIKes Muhammadiyah Pekajangan.
Zakaria, M. M., Mahzuni, D., & Septiani, A. (2019). Pengobatan Alternatif
Penyakit Tulang Studi Kasus Kearifan Lokal Para Terapis Penyakit Tulang Di
Wilayah Jawa Barat. Patanjala : Jurnal Penelitian Sejarah Dan Budaya,
11(3), 431. https://doi.org/10.30959/patanjala.v11i3.544.
Zubir, Z. (2019).Dukun Patah Tulang Dan Obatan Tradisional Di Nagari Koto
Anau Kabupaten Solok Propinsi Sumatera Barat Tahun 1960-2012. Jurnal
Historia Volume 7, Nomor 1, Tahun 2019, Issn 2337-4713 (E-Issn 2442-
8728)

Anda mungkin juga menyukai