Kita sering menghadapi berbagai macam masalah, namun kita sering kurang tau masalah
yang seharusnya menjadi prioritas utama dan harus segera diselesaikan. Sebelum kita mencari
pemecahan dari suatu masalah, kita harus mencari penyebab utama serta penyebab lain dari
masalah sehingga dapat menyusun rencana kegiatan yang lebih spesifik dan mampu
menyelesaikan masalah.
Menetapkan prioritas dari sekian banyak masalah kesehatan di masyarakat saat ini
merupakan tugas yang penting dan semakin sulit. Manager kesehatan masyarakat sering
dihadapkan pada masalah yang semakin menekan dengan sumber daya yang semakin terbatas.
Metode untuk menetapkan prioritas secara adil, masuk akal, dan mudah dihitung merupakan
perangkat manajemen yang penting.
Berikut merupakan berbagai metode yang dapat digunakan:
Masing-masing faktor harus mendapatkan bobot. Sebagai contoh, bila menggunakan empat
faktor, bobot yang mungkin adalah 0-5 atau kombinasi manapun yang nilai maksimumnya sama
dengan 20. Menentukan apa yang akan dipertimbangkan sebagai minimum dan maksimum
dalam setiap faktor biasanya akan menjadi sangat membantu. Hal ini akan membantu untuk
menentukan batas-batas untuk menjaga beberapa perspektif dalam menetapkan sebuah nilai
numerik. Salah satu cara untuk mempertimbangkan hal ini adalah dengan menggunakannya
sebagai skala seperti:
0 = tidak ada
1 = beberapa
2 = lebih (lebih parah, lebih gawat, lebih banyak, dll)
3 = paling
Misalnya, jika kematian prematur sedang digunakan untuk menentukan keparahan, kemudian
kematian bayi mungkin akan menjadi 5 dan gonorea akan menjadi 0.
Efektivitas penilaian, yang dibuat berdasarkan tingkat keberhasilan yang diketahui dari literatur,
dikalikan dengan persen dari target populasi yang diharapkan dapat tercapai.
Contoh: Berhenti Merokok
Target populasi 45.000 perokok
Total yang mencoba untuk berhenti 13.500
Efektivitas penghentian merokok 32% atau 0,32
Target populasi x efektivitas 0,30 x 0,32 = 0,096 atau 0,1 atau 1
Contoh: Imunisasi
Target populasi 200.000
Jumlah yang terimunisasi yang diharapkan 193.000
Persen dari total 97% atau 0,97
Efektivitas 94% atau 0,94
Populasi yang tercapai x efektivitas 0,97 x 0,94 = 0,91 atau 9,1
Sebuah keuntungan dengan mempertimbangkan populasi target dan jumlah yang diharapkan
adalah akan didapatkannya perhitungan yang realistis mengenai sumber daya yang dibutuhkan
dan kemampuan yang diharapkan untuk memenuhi tujuan yang ditetapkan.
Komponen D – PEARL
PEARL yang merupakan kelompok faktor itu, walaupun tidak secara langsung berkaitan dengan
masalah kesehatan, memiliki pengaruh yang tinggi dalam menentukan apakah suatu masalah
dapat diatasi.
P – Propierity/Kewajaran. Apakah masalah tersebut berada pada lingkup keseluruhan misi kita?
E – Economic Feasibility/Kelayakan Ekonomis. Apakah dengan menangani masalah tersebut akan
bermakna dan memberi arti secara ekonomis? Apakah ada konsekuensi ekonomi jika masalah
tersebut tidak diatasi?
A – Acceptability. Apakah dapat diterima oleh masyarakat dan / atau target populasi?
R – Resources/Sumber Daya. Apakah tersedia sumber daya untuk mengatasi masalah?
L – Legalitas. Apakah hukum yang ada sekarang memungkinkan masalah untuk diatasi?
Masing-masing faktor kualifikasi dipertimbangkan, dan angka untuk setiap faktor PEARL adalah
1 jika jawabannya adalah "ya" dan 0 jika jawabannya adalah "tidak." Bila penilaian skor telah
lengkap/selesai, semua angka-angka dikalikan untuk mendapatkan jawaban akhir terbaik. Karena
bersama-sama, faktor-faktor ini merupakan suatu produk dan bukan merupakan jumlah.
Singkatnya, jika salah satu dari lima faktor yang "tidak", maka D akan sama dengan 0. Karena D
adalah pengali akhir dalam rumus , maka jika D = 0, masalah kesehatan tidak akan diatasi
dibenahi dalam OPR, terlepas dari seberapa tingginya peringkat masalah di BPR. Sekalipun
demikian, bagian dari upaya perencanaan total mungkin termasuk melakukan langkah-langkah
lanjut yang diperlukan untuk mengatasi PEARL secara positif di masa mendatang. Misalnya, jika
intervensi tersebut hanya tidak dapat diterima penduduk, dapat diambil langkah-langkah
bertahap untuk mendidik masyarakat mengenai manfaat potensial dari intervensi, sehingga dapat
dipertimbangkan di masa mendatang.
Dari gambar di atas terlihat bahwa faktor penyebab problem antara lain (kemungkinan)
terdiri dari : material/bahan baku, mesin, manusia dan metode/cara. Semua yang berhubungan
dengan material, mesin, manusia, dan metode yang “saat ini” dituliskan dan dianalisa faktor
mana yang terindikasi “menyimpang” dan berpotensi terjadi problem. Ingat,..ketika sudah
ditemukan satu atau beberapa “penyebab” jangan puas sampai di situ, karena ada kemungkinan
masih ada akar penyebab di dalamnya yang “tersembunyi”. Bahasa gaulnya, jangan hanya
melihat yang gampang dan nampak di luar.
Ishikawa mengajarkan kita untuk melihat “ke dalam” dengan bertanya “mengapa?……
mengapa?…dan mengapa?”. Hanya dengan bertanya “mengapa” beberapa kali kita mampu
menemukan akar permasalahan yang sesungguhnya. Penyebab sesungguhnya, bukan gejala.
Dengan menerapkan diagram Fishbone ini dapat menolong kita untuk dapat menemukan
akar “penyebab” terjadinya masalah khususnya di industri manufaktur dimana prosesnya
terkenal dengan banyaknya ragam variabel yang berpotensi menyebabkan munculnya
permasalahan. Apabila “masalah” dan “penyebab” sudah diketahui secara pasti, maka tindakan
dan langkah perbaikan akan lebih mudah dilakukan. Dengan diagram ini, semuanya menjadi
lebih jelas dan memungkinkan kita untuk dapat melihat semua kemungkinan “penyebab” dan
mencari “akar” permasalahan sebenarnya.
Penggunaan
Melakukan identifikasi penyebab masalah;
Mengkatagorikan berbagai sebab potensial suatu masalah dengan cara yang sistematik;
Mencari akar penyebab masalah;
Menjelaskan hubungan sebab akibat suatu masalah.
Pedoman Pelaksanaan
Identifikasi semua penyebab yang relevan berdasarkan fakta dan data;
Karakteristik yang diamati benar-benar nyata berdasarkan fakta, dapat diukur atau diupayakan
dapat diukur;
Dalam diagram tulang ikan, faktor-faktor yang terkendali sedapat mungkin seimbang peranan
atau bobotnya;
Faktor penyebab yang ditemukan adalah yang mungkin dapatdiperbaiki, bukan yang tidak
mungkin diperbaiki ataudiselesaikan;
Dalam menyelesaikan fakta dimulai pada tulang yang kecil,selanjutnya akan memperbaiki faktor
tulang besar yang akanmenyelesaikan masalah;
Perlu dicatat masukan yang diperoleh selama pertemuan dalam pembuatan diagram tulang ikan.
Fishbone Diagram sering juga disebut sebagai diagram Sebab Akibat. Dimana dalam
menerapkan diagram ini mengandung langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menyiapkan sesi sebab-akibat
2. Mengidentifikasi akibat
3. Mengidentifikasi berbagai kategori.
4. Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara sumbang saran.
5. Mengkaji kembali setiap kategori sebab utama
6. Mencapai kesepakatan atas sebab-sebab yang paling mungkin
Ini tentu bisa dimakhlumi, manusia mempunyai keterbatasan dan untuk mencapai hasil
maksimal diperlukan kerjasama kelompok yang tangguh. Masalah-masalah klasik di industri
manufaktur seperti:
>> keterlambatan proses produksi
>> tingkat defect (cacat) produk yang tinggi
>> mesin produksi yang sering mengalami trouble
>> output lini produksi yang tidak stabil yang berakibat kacaunya plan produksi
>> produktivitas yang tidak mencapai target
>> complain pelanggan yang terus berulang dan segudang masalah besar dan rumit lainnya,
perlu ditangani dengan benar.
Solusi instan yang hanya mampu memandang sampai tingkat gejala, tidak akan efektif.
Masalah mungkin akan teratasi sesaat, namun cepat atau lambat akan datang kembali.
Kaoru Ishikawa yang juga penggagas konsep implementation of quality circles ini
sangat percaya pentingnya dukungan dan kepemimpinan dari manajemen puncak (top
management) dalam suatu organisasi/perusahaan didukung oleh kerjasama tim (teamwork)
yang solid sangat berperan dalam pembuatan produk unggul dan berkualitas.Selesaikanlah
suatu masalah sampai ke akar-nya dengan tuntas agar masalah yang sama tidak terulang lagi di
masa yang akan datang.
Manfaat
Dapat digunakan secara efektif untuk memperoleh ideuntuk menentukan masalah, identifikasi
masalah,memilih prioritas masalah serta mengajukan alternatifpemecahan masalah;
Untuk memperoleh ide atau pemikiran baru darisekelompok orang dalam waktu singkat
denganmenggunakan dua kemampuan (kreatif dan intuitif);
Memberikan kesempatan kepada semua anggotakelompok untuk memberikan konstribusi
danketerlibatan dalam memecahkan masalah.
PRINSIP-PRINSIP PRA
Prinsip-prinsip dasar Participatory Rural Appraisal (PRA) terdiri dari :
1. Prinsip mengutamakan yang terabaikan (keberpihakan).
Prinsip ini mengutamakan masyarakat yang terabaikan agar memperoleh kesempatan untuk
memiliki peran dan mendapat manfaat dalam kegiatan program pembangunan. Keberpihakan ini
lebih pada upaya untuk mencapai keseimbangan perlakuan terhadap berbagai golongan yang
terdapat di suatu masyarakat, mengutamakan golongan paling miskin agar kehidupannya
meningkat.
2. Prinsip pemberdayaan (penguatan) masyarakat
Pendekatan PRA bermuatan peningkatan kemampuan masyarakat, kemampuan itu ditingkatkan
dalam proses pengkajian keadaan, pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan, sampai
pada pemberian penilaian dan koreksi kepada kegiatan yang berlangsung.
Tujuan Tujuan keperawatan komunitas adalah untuk pencegahan dan peningkatan kesehatan
masyarakat melalui upaya-upaya sebagai berikut.
a. Pelayanan keperawatan secara langsung (Direct care) terhadap individu, keluarga, dan kelompok
dalam konteks komunitas.
b. Perhatian langsung terhadap kesehatan seluruh masyarakat (Health General Community) dengan
mempertimbangkan permasalahan atau isu kesehatan masyarakat yang dapat memengaruhi
keluarga, individu, dan kelompok
Keperawatan kesehatan komunitas adalah pelayanan kepera¬watan profesional yang
ditujukan kepada masyarakat dengan pendekatan pads kelompok resiko tinggi, dalam upaya
pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit dan peningkatan
kesehatan dengan menjamin keterjangkauan pela¬yanan kesehatan yang dibutuhkan dan
melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pelayanan
keperawatan (Spradley, 1985; Logan and Dawkin, 1987).
Keperawatan kesehatan komunitas menurut ANA (1973) adalah suatu sintesa dari praktik
kesehatan masyarakat yang dilaku¬kan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan
masyarakat.
5. KESIMPULAN
1. Lemahnya implementasi kebijakan dalam pengawasan pemanfaatan lahan
2. Kurangnya kesadaran terhadap kelestarian lingkungan serta kurangnya pemyuluhan dari
pihak yang berkompeten maupun prektisi.
3. Tidak ada mekanisme yang mengatur integrasi hulu dan hilir dalam pengelolaan
lingkungan
4. Masyarakat tidak dilibatkan dalam kegiatan konservasi secara penuh
5. Kurangnya sarana dan prasarana yang menunjang pada penyedian air bersih bagi
masyarakat.
6. Perlu mamberikan bantuan teknis pada masyarakat pengelola air bersih secara swadaya
7. Belum adanya aturan yang jelas dalam pemanfaatan jasa lingkungan terutama air terutama
untuk kegiatan komersial.
Cara penanggulangan :
1. Sebagai perawat kesehatan komunitas, sebaiknya kita melakukan penyuluhan dan pendekatan
kepada masyarakat didaerah tersebut mengenai penggunaan dan pemanfaatan air bersih,
sehingga masyarakat juga bisa ikut aktif dalam kegiatan konservasi air bersih secara penuh.
2. Pemerintah harus ikut terlibat dalam pemenuhan air bersih di lingkungan daerah cianjur,
sehingga dapat meminimalisir terjadinya penyakit menular yang disebabkan arena penggunaan
air tersebut.
3. Harus adanya kesadaran masyarakat juga dalam menjaga kualitas air bersih.
Sumber:
http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/Pnadl928.pdf, diakses pada tanggal 3 januari 2015
http://www.academia.edu/7323027/PAPER_KEPERAWATAN_KOMUNITAS_III, diakses
pada tanggal 3 januari 2015
http://www.academia.edu/5498535/1, diakses pada tanggal 3 januari 2015
No 3
DAFTAR PUSTAKA :
Departemen Kesehatan RI, 2004, Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa
( pedoman epidemiologi penyakit )
Unicef bekerjasama dengan Departemen Kesehatan RI, 2005, Pelatihan Safety Injection.
Departemen Kesehatan RI, 2005, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1394/Menkes/SK/XI/2002 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji di Indonesia.
Departemen Kesehatan RI, 2006, Modul Pelatihan Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak
Menular.
Departemen Kesehatan RI, 2007, Revisi Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan
Kejadian Luar Biasa ( pedoman epidemiologi penyakit ).
5.2. Pengumpulan dan Pemanfatan data dan informasi terintegrasi
Pembagian tugas, tanggung jawab dan otoritas diikuti dengan kerjasama dalam pengumpulan
datanya. Hal ini diawali dengan penetapan secara terkoordinasi indikator-indikator yang
diperlukan dalam rangka memantau pencapaian Indonesia Sehat. Dalam hal ini perlu
diperhatikan indikator-indikator yang tercantum dalam Program Pembangunan Nasional atau
Propenas (UU No. 25 tahun 2000), Rencana Pembangunan Tahunan Pusat dan Daerah, Pedoman
Penetapan Standar Pelayanan Minimal, dan aspirasi dari Daerah. Selain dari itu juga
pertimbangan akan perlunya mengkoordinasikan lima jenis pengumpulan data yang masing-
masing memiliki kekhasan dan kepentingan yang sangat siginifikan, yaitu:
2) Pencatatan dan pelaporan data rutin dari UPT Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, dari UPT Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan
Provinsi, serta dari UPT Pusat dan Dinas Kesehatan Provinsi ke Departemen Kesehatan
(kegiatan-kegiatan ini memerlukan suatu sistem pencatatan dan pelaporan yang terintegrasi dan
terkoordinasi). Pengumpulan data secara rutin oleh Departemen Kesehatan dari UPT-UPT
tertentu (bukan Puskesmas) dimungkinkan sepanjang dilaksanakan secara terkoordinasi dan
menggunakan cara-cara yang tidak memberatkan UPT yang bersangkutan.
3) Pencatatan dan pelaporan program-program kesehatan khusus yang ada, seperti program
pemberantasan malaria, dan lain-lain.
4) Pencatatan dan pelaporan sumber daya dan administrasi kesehatan yang sudah berjalan seperti
ketenagaan kesehatan (Sinakes, Sidiklat, SIPTK), keuangan (dalam rangka National Health
Account), dan lain-lain.
Survei dan penelitian untuk melengkapi data dan informasi dari pengumpulan data rutin, yang
meliputi baik yang berskala nasional (seperti Survei Kesehatan Nasional) maupun yang berskala
Provinsi dan Kabupaten/Kota (SI IPTEK Kesehatan/Jaringan Litbang
Kata Pengantar
Surveilanse adalah suatu kegiatan pengamatan terus menerus terhadap kejadian kesakitan dan
faktor lain yang memberikan kontribusi yang menyebabkan seseorang menjadi sakit dan upaya
tindakan yang diperlukan, dengan kegiatan mencakup:
• Mendiagnosis secara klinis atau laboratories
• Mengidentifikasi penyebab terjadinya sakit atau factor risiko terjadinya sakit
• Pencatatan hasil anamnese klinis dan identifikasi kasus menurut variable orang, tempat, dan
waktu
• Analisis hasil identifikasi kasus
• Tindakan penanganan kasus (case management)
• Melakukan tindakan observasi di rumah kasus dan sekitar kasus dengan konsep wilayah satu
kelompok Rukun Tetangga (RT) atau satu wilayah Posyandu.
• Analisis hasil identifikasi kasus dan hasil obeservasi lapangan di wilayah kasus
• Rencana tindak lanjut penaggulangan kasus penyakit di suatu wilayah dengan melibatkan
aparat/pamong setempat dan ibu-ibu PKK (pembina kesejahteraan keluarga) atau kader.
Surveilanse merupakan kegiatan pengamatan terhadap penyakit atau masalah kesehatan serta
faktor determinannya. Penyakit dapat dilihat dari perubahan sifat penyakit atau perubahan
jumlah orang yang menderita sakit. Sakit dapat berarti kondisi tanpa gejala tetapi telah terpapar
oleh kuman atau agen lain, misalnya orang terpapar HIV, terpapar logam berat, radiasi dsb.
Sementara masalah kesehatan adalah masalah yang berhubungan dengan program kesehatan lain,
misalnya Kesehatan Ibu dan Anak, status gizi, dsb. Faktor determinan adalah kondisi yang
mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah kesehatan.
Surveilans didefinisikan juga sebagai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terus
menerus. Sistematis melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran informasi
epidemiologi sesuai dengan kaidah-kaidah tertentu, sementara terus menerus menunjukkan
bahwa kegiatan surveilans epidemiologi dilakukan setiap saat sehingga program atau unit yang
mendapat dukungan surveilans epidemiologi mendapat informasi epidemiologi secara terus
menerus juga.
2. Melaksanakan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa penyakit dan keracunan serta
bencana.
Meskipun di lapangan banyak variasi pelaksanaannya, namun secara garis besarnya langkah-
langkah pokok yang perlu ditempuh adalah dengan melakukan persiapan internal dan persiapan
eksternal. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
Persiapan
1. Persiapan Internal
Hal-hal yang perlu disiapkan meliputi seluruh sumber daya termasuk petugas kesehatan,
pedoman/petunjuk teknis, sarana dan prasarana pendukung dan biaya pelaksanaan.
a. Petugas Surveilans
Untuk kelancaran kegiatan surveilans di desa siaga sangat dibutuhkan tenaga kesehatan yang
mengerti dan memahami kegiatan surveilans. Petugas seyogyanya disiapkan dari tingkat
Kabupaten/Kota, tingkat Puskesmas sampai di tingkat Desa/Kelurahan. Untuk menyamakan
persepsi dan tingkat pemahaman tentang surveilans sangat diperlukan pelatihan surveilans bagi
petugas.
Untuk keperluan respon cepat terhadap kemungkinan ancaman adanya KLB, di setiap unit
pelaksana (Puskesmas, Kabupaten dan Propinsi) perlu dibentuk Tim Gerak Cepat (TGC) KLB.
Tim ini bertanggung jawab merespon secara cepat dan tepat terhadap adanya ancaman KLB
yang dilaporkan oleh masyarakat.
b. Pedoman/Petunjuk Teknis
Sebagai panduan kegiatan maka petugas kesehatan sangat perlu dibekali buku-buku pedoman
atau petunjuk teknis surveilans.
d. Biaya
Sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan surveilans. Biaya diperlukan untuk bantuan
transport petugas ke lapangan, pengadaan alat tulis untuk keperluan pengolahan dan analisa data,
serta jika dianggap perlu untuk insentif bagi kader surveilans.
2. Persiapan Eksternal
Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan masyarakat, terutama tokoh masyarakat, agar
mereka tahu, mau dan mampu mendukung pengembangan kegiatan surveilans berbasis
masyarakat. Pendekatan kepada para tokoh masyarakat diharapkan agar mereka memahami dan
mendukung dalam pembentukan opini publik untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi
kegiatan surveilans di desa siaga. Dukungan yang diharapkan dapat berupa moril, finansial dan
material, seperti kesepakatan dan persetujuan masyarakat untuk kegiatan surveilans.
Langkah ini termasuk kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan, agar mereka mau
memberikan dukungan. Jika di desa tersebut terdapat kelompok-kelompok sosial seperti karang
taruna, pramuka dan LSM dapat diajak untuk menjadi kader bagi kegiatan surveilans di desa
tersebut.
B. Tahap pelaksanaan
1. Pelaksanaan Surveilans di Tingkat Desa
1.a. Pelaksanaan Surveilans oleh Kelompok Kerja
Surveilans Desa.
Surveilans penyakit di tingkat desa dilaksanakan oleh kelompok kerja surveilans tingkat desa,
dengan melakukan kegiatan pengamatan dan pemantauan situasi penyakit/kesehatan masyarakat
desa dan kemungkinan ancaman terjadinya KLB secara terus menerus. Pemantauan tidak hanya
sebatas penyakit tetapi juga dilakukan terhadap faktor risiko munculnya suatu penyakit.
Pengamatan dan pemantauan suatu penyakit di suatu desa mungkin berbeda jenisnya dengan
pemantauan dan pengamatan di desa lain. Hal ini sangat tergantung dari kondisi penyakit yang
sering terjadi dan menjadi ancaman di masing-masing desa.
Hasil pengamatan dan pemantauan dilaporkan secara berkala sesuai kesepakatan (per minggu/
per bulan/ bahkan setiap saat) ke petugas kesehatan di Poskesdes. Informasi yang disampaikan
berupa informasi :
1). Nama Penderita
2). Penyakit yang dialami/ gejala
3). Alamat tinggal
3). Umur
4). Jenis Kelamin
5). Kondisi lingkungan tempat tinggal penderita, dll.
Flu Burung
a. Masyarakat kesulitan memperoleh air bersih
b. Masyarakat merasakan kekurangan jamban.
c. Lingkungan tidak bersih (pengelolaan sampah yang tidak baik).
d. Terlihat beberapa tetangga/famili terserang penyakit.
• Masyarakat melihat munculnya kasus diare, muntah-muntah ataupun pingsan dari beberapa
orang sehabis menyantap makanan secara bersama-sama.
Apabila ditemukan faktor risiko seperti tersebut diatas, maka perlu dilakukan tindakan perbaikan
oleh masyarakat dan apabila ditemukan kondisi di luar dari biasanya, misalnya ditemukan
jumlah kasus “penderita” meningkat atau ditemukan kondisi lingkungan sumber air yang
memburuk maka diharapkan masyarakat melapor kepada petugas untuk bersama-sama mengatasi
masalah tersebut.