Anda di halaman 1dari 38

MENENTUKAN PRIORITAS MASALAH

Kita sering menghadapi berbagai macam masalah, namun kita sering kurang tau masalah
yang seharusnya menjadi prioritas utama dan harus segera diselesaikan. Sebelum kita mencari
pemecahan dari suatu masalah, kita harus mencari penyebab utama serta penyebab lain dari
masalah sehingga dapat menyusun rencana kegiatan yang lebih spesifik dan mampu
menyelesaikan masalah.
Menetapkan prioritas dari sekian banyak masalah kesehatan di masyarakat saat ini
merupakan tugas yang penting dan semakin sulit. Manager kesehatan masyarakat sering
dihadapkan pada masalah yang semakin menekan dengan sumber daya yang semakin terbatas.
Metode untuk menetapkan prioritas secara adil, masuk akal, dan mudah dihitung merupakan
perangkat manajemen yang penting.
Berikut merupakan berbagai metode yang dapat digunakan:

1.      METODE HANLON


Metode yang dijelaskan di sini memberikan cara untuk membandingkan berbagai masalah
kesehatan dengan cara yang relatif, tidak absolut/mutlak, memiliki kerangka, sebisa mungkin
sama/sederajat, dan objektif.
Metode ini, yang disebut dengan Metode Hanlon maupun Sistem Dasar Penilaian Prioritas
(BPRS), dijelaskan dalam buku Public Health: Administration and Practice (Hanlon and Pickett,
Times Mirror/Mosby College Publishing) dan Basic Health Planning (Spiegel and Hyman,
Aspen Publishers).
Metode ini memiliki tiga tujuan utama:
* Memungkinkan para pengambil keputusan untuk mengidentifikasi faktor-faktor eksplisit yang
harus diperhatikan dalam menentukan prioritas
* Untuk mengorganisasi faktor-faktor ke dalam kelompok yang memiliki bobot relatif satu sama
lain
* Memungkinkan faktor-faktor agar dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dan dinilai
secara individual.
Formula Dasar Penilaian Prioritas
Berdasarkan tinjauan atas percobaan berulang yang dilakukan dalam mengidentifikasi
masalah-masalah kesehatan, pola kriteria yang konsisten menjadi kelihatan jelas. Pola tersebut
tercermin pada komponen-komponen dalam sistem ini.
Komponen A = Ukuran/Besarnya masalah
Komponen B = Tingkat keseriusan masalah
Komponen C = Perkiraan efektivitas solusi
Komponen D = PEARL faktor ((propriety, economic feasibility, acceptability, resource
availability, legality--Kepatutan, kelayakan ekonomi, dapat diterima, ketersediaan sumber daya,
dan legalitas)
Semua komponen tersebut diterjemahkan ke dalam dua rumus yang merupakan nilai
numerik yang memberikan prioritas utama kepada mereka penyakit / kondisi dengan skor
tertinggi.
Nilai Dasar Prioritas/Basic Priority Rating (BPR)> BPR = (A + B) C / 3
Nilai Prioritas Keseluruhan/Basic Priority Rating (OPR)> OPR = [(A + B) C / 3] x D
Perbedaan dalam dua rumus akan menjadi semakin nyata ketika Komponen D (PEARL)
dijelaskan.
Penting untuk mengenal dan menerima hal-hal tersebut, karena dengan berbagai proses
seperti itu, akan terdapat sejumlah besar subyektivitas. Pilihan, definisi, dan bobot relatif yang
ditetapkan pada komponen merupakan keputusan kelompok dan bersifat fleksibel. Lebih jauh
lagi, nilai tersebut merupakan penetapan dari masing-masing individu pemberi nilai. Namun
demikian, beberapa kontrol ilmiah dapat dicapai dengan menggunakan definisi istilah secara
tepat, dan sesuai dengan data statistik dan akurat.
Komponen
Komponen A - Ukuran/Besarnya Masalah
Komponen ini adalah salah satu yang faktornya memiliki angka yang kecil. Pilihan biasanya
terbatas pada persentase dari populasi yang secara langsung terkena dampak dari masalah
tersebut, yakni insiden, prevalensi, atau tingkat kematian dan angka.
Ukuran/besarnya masalah juga dapat dipertimbangkan dari lebih dari satu cara. Baik keseluruhan
populasi penduduk maupun populasi yang berpotensi/berisiko dapat menjadi pertimbangan.
Selain itu, penyakit –penyakit dengan faktor risiko pada umumnya, yang mengarah pada solusi
bersama/yang sama dapat dipertimbangkan secara bersama-sama. Misalnya, jika kanker yang
berhubungan dengan tembakau dijadikan pertimbangan, maka kanker paru-paru, kerongkongan,
dan kanker mulut dapat dianggap sebagai satu. Jika akan dibuat lebih banyak penyakit yang juga
dipertimbangkan, penyakit cardiovascular mungkin juga dapat dipertimbangkan. Nilai maksimal
dari komponen ini adalah 10. Keputusan untuk menentukan berapa ukuran/besarnya masalah
biasanya merupakan konsensus kelompok.

Komponen B – Tingkat Keseriusan Masalah


Kelompok harus mempertimbangkan faktor-faktor yang mungkin dan menentukan tingkat
keseriusan dari masalah. Sekalipun demikian, angka dari faktor yang harus dijaga agar tetap pada
nilai yang pantas. Kelompok harus berhati-hati untuk tidak membawa masalah ukuran atau dapat
dicegahnya suatu masalah ke dalam diskusi, karena kedua hal tersebut sesuai untuk
dipersamakan di tempat yang lain.
Maksimum skor pada komponen ini adalah 20. Faktor-faktor harus dipertimbangkan bobotnya
dan ditetapkan secara hati-hati. Dengan menggunakan nomor ini (20), keseriusan dianggap dua
kali lebih pentingnya dengan ukuran/besarnya masalah.

Faktor yang dapat digunakan adalah:


* Urgensi: sifat alami dari kedaruratan masalah; tren insidensi, tingkat kematian, atau faktor
risiko; kepentingan relatif terhadap masayarakat; akses terkini kepada pelayanan yang
diperlukan.
* Tingkat keparahan: tingkat daya tahan hidup, rata-rata usia kematian, kecacatan/disabilitas,
angka kematian prematur relatif.
* Kerugian ekonomi: untuk masyarakat (kota / daerah / Negara), dan untuk masing-masing
individu.

Masing-masing faktor harus mendapatkan bobot. Sebagai contoh, bila menggunakan empat
faktor, bobot yang mungkin adalah 0-5 atau kombinasi manapun yang nilai maksimumnya sama
dengan 20. Menentukan apa yang akan dipertimbangkan sebagai minimum dan maksimum
dalam setiap faktor biasanya akan menjadi sangat membantu. Hal ini akan membantu untuk
menentukan batas-batas untuk menjaga beberapa perspektif dalam menetapkan sebuah nilai
numerik. Salah satu cara untuk mempertimbangkan hal ini adalah dengan menggunakannya
sebagai skala seperti:
0 = tidak ada
1 = beberapa
2 = lebih (lebih parah, lebih gawat, lebih banyak, dll)
3 = paling
Misalnya, jika kematian prematur sedang digunakan untuk menentukan keparahan, kemudian
kematian bayi mungkin akan menjadi 5 dan gonorea akan menjadi 0.

Komponen C - Efektivitas dari Intervensi


Komponen ini harus dianggap sebagai "Seberapa baikkan masalah ini dapat diselesaikan?"
Faktor tersebut mendapatkan skor dengan angka dari 0 - 10. Komponen ini mungkin merupakan
komponen formula yang paling subyektif. Terdapat sejumlah besar data yang tersedia dari
penelitian-penelitian yang mendokumentasikan sejauh mana tingkat keberhasilan sebuah
intervensi selama ini.

Efektivitas penilaian, yang dibuat berdasarkan tingkat keberhasilan yang diketahui dari literatur,
dikalikan dengan persen dari target populasi yang diharapkan dapat tercapai.
Contoh: Berhenti Merokok
Target populasi 45.000 perokok
Total yang mencoba untuk berhenti 13.500
Efektivitas penghentian merokok 32% atau 0,32
Target populasi x efektivitas 0,30 x 0,32 = 0,096 atau 0,1 atau 1
Contoh: Imunisasi
Target populasi 200.000
Jumlah yang terimunisasi yang diharapkan 193.000
Persen dari total 97% atau 0,97
Efektivitas 94% atau 0,94
Populasi yang tercapai x efektivitas 0,97 x 0,94 = 0,91 atau 9,1
Sebuah keuntungan dengan mempertimbangkan populasi target dan jumlah yang diharapkan
adalah akan didapatkannya perhitungan yang realistis mengenai sumber daya yang dibutuhkan
dan kemampuan yang diharapkan untuk memenuhi tujuan yang ditetapkan.

Komponen D – PEARL
PEARL yang merupakan kelompok faktor itu, walaupun tidak secara langsung berkaitan dengan
masalah kesehatan, memiliki pengaruh yang tinggi dalam menentukan apakah suatu masalah
dapat diatasi.
P – Propierity/Kewajaran. Apakah masalah tersebut berada pada lingkup keseluruhan misi kita?
E – Economic Feasibility/Kelayakan Ekonomis. Apakah dengan menangani masalah tersebut akan
bermakna dan memberi arti secara ekonomis? Apakah ada konsekuensi ekonomi jika masalah
tersebut tidak diatasi?
A – Acceptability. Apakah dapat diterima oleh masyarakat dan / atau target populasi?
R – Resources/Sumber Daya. Apakah tersedia sumber daya untuk mengatasi masalah?
L – Legalitas. Apakah hukum yang ada sekarang memungkinkan masalah untuk diatasi?
Masing-masing faktor kualifikasi dipertimbangkan, dan angka untuk setiap faktor PEARL adalah
1 jika jawabannya adalah "ya" dan 0 jika jawabannya adalah "tidak." Bila penilaian skor telah
lengkap/selesai, semua angka-angka dikalikan untuk mendapatkan jawaban akhir terbaik. Karena
bersama-sama, faktor-faktor ini merupakan suatu produk dan bukan merupakan jumlah.
Singkatnya, jika salah satu dari lima faktor yang "tidak", maka D akan sama dengan 0. Karena D
adalah pengali akhir dalam rumus , maka jika D = 0, masalah kesehatan tidak akan diatasi
dibenahi dalam OPR, terlepas dari seberapa tingginya peringkat masalah di BPR. Sekalipun
demikian, bagian dari upaya perencanaan total mungkin termasuk melakukan langkah-langkah
lanjut yang diperlukan untuk mengatasi PEARL secara positif di masa mendatang. Misalnya, jika
intervensi tersebut hanya tidak dapat diterima penduduk, dapat diambil langkah-langkah
bertahap untuk mendidik masyarakat mengenai manfaat potensial dari intervensi, sehingga dapat
dipertimbangkan di masa mendatang.

2.      FISHBONE DIAGRAM


Dr. Kaoru Ishikawa seorang ilmuwan Jepang, merupakan tokoh kualitas yang telah
memperkenalkan user friendly control, Fishbone cause and effect diagram, emphasised the
‘internal customer’ kepada dunia. Ishikawa juga yang pertama memperkenalkan 7 (seven) quality
tools: control chart, run chart, histogram, scatter diagram, pareto chart, and flowchart yang
sering juga disebut dengan “7 alat pengendali mutu/kualitas” (quality control seven tools).
Diagram Fishbone dari Ishikawa menjadi satu tool yang sangat populer dan dipakai di
seluruh penjuru dunia dalam mengidentifikasi faktor penyebab problem/masalah. Alasannya
sederhana. Fishbone diagram tergolong praktis, dan memandu setiap tim untuk terus berpikir
menemukan penyebab utama suatu permasalahan. Diagram “tulang ikan” ini dikenal dengan
cause and effect diagram. Kenapa Diagram Ishikawa juga disebut dengan “tulang ikan”?…..ya
memang kalau diperhatikan rangka analisis diagram Fishbone bentuknya ada kemiripan dengan
ikan, dimana ada bagian kepala (sebagai effect) dan bagian tubuh ikan berupa rangka serta duri-
durinya digambarkan sebagai penyebab (cause) suatu permasalahan yang timbul.

Dari gambar di atas terlihat bahwa faktor penyebab problem antara lain (kemungkinan)
terdiri dari : material/bahan baku, mesin, manusia dan metode/cara. Semua yang berhubungan
dengan material, mesin, manusia, dan metode yang “saat ini” dituliskan dan dianalisa faktor
mana yang terindikasi “menyimpang” dan berpotensi terjadi problem. Ingat,..ketika sudah
ditemukan satu atau beberapa “penyebab” jangan puas sampai di situ, karena ada kemungkinan
masih ada akar penyebab di dalamnya yang “tersembunyi”. Bahasa gaulnya, jangan hanya
melihat yang gampang dan nampak di luar.
Ishikawa mengajarkan kita untuk melihat “ke dalam” dengan bertanya “mengapa?……
mengapa?…dan mengapa?”. Hanya dengan bertanya “mengapa” beberapa kali kita mampu
menemukan akar permasalahan yang sesungguhnya. Penyebab sesungguhnya, bukan gejala.
Dengan menerapkan diagram Fishbone ini dapat menolong kita untuk dapat menemukan
akar “penyebab” terjadinya masalah khususnya di industri manufaktur dimana prosesnya
terkenal dengan banyaknya ragam variabel yang berpotensi menyebabkan munculnya
permasalahan. Apabila “masalah” dan “penyebab” sudah diketahui secara pasti, maka tindakan
dan langkah perbaikan akan lebih mudah dilakukan. Dengan diagram ini, semuanya menjadi
lebih jelas dan memungkinkan kita untuk dapat melihat semua kemungkinan “penyebab” dan
mencari “akar” permasalahan sebenarnya.

Kaoru Ishikawa, ilmuwan yang banyak menyumbangkan pemikiran di bidang manajemen


kualitas ini lahir pada tahun 1915 di Tokyo, Jepang. Alumni teknik kimia Universitas Tokyo ini
ingin merubah konsep pemikiran manusia tentang bekerja. Ishikawa mengurai secara rinci
prinsip plan-do-check-act W.Edward Deming, sang kreator P-D-C-A menjadi;
1. Plan-P
>> Tentukan gol dan target
>> Tentukan cara/metode mencapai gol
2. Do-D
>> Terlibat dalam pendidikan dan pelatihan
>> Implementasi pekerjaan
3. Check-C
>> Cek akibat dari implementasi
4. Act-A
>> Mengambil tindakan yang sesuai

Bagaimana Menggunakan Diagram Fishbone?


Ya….inilah bagian yang paling penting. Ishikawa san telah menciptakan ide cemerlang
yang dapat membantu dan memampukan setiap orang atau organisasi/perusahaan menyelesaikan
masalah dengan tuntas sampai ke akarnya. Kumpulkanlah beberapa orang yang mempunyai
pengalaman dan keahlian memadai menyangkut problem yang terjadi. Semua anggota tim
memberikan pandangan dan pendapat dalam mengidentifikasi semua pertimbangan mengapa
masalah tersebut terjadi. Kebersamaan sangat diperlukan di sini, juga kebebasan memberikan
pendapat dan pandangan setiap individu.

Penggunaan
 Melakukan identifikasi penyebab masalah;
 Mengkatagorikan berbagai sebab potensial suatu masalah dengan cara yang sistematik;
 Mencari akar penyebab masalah;
 Menjelaskan hubungan sebab akibat suatu masalah.
Pedoman Pelaksanaan
 Identifikasi semua penyebab yang relevan berdasarkan fakta dan data;
 Karakteristik yang diamati benar-benar nyata berdasarkan fakta, dapat diukur atau diupayakan
dapat diukur;
 Dalam diagram tulang ikan, faktor-faktor yang terkendali sedapat mungkin seimbang peranan
atau bobotnya;
 Faktor penyebab yang ditemukan adalah yang mungkin dapatdiperbaiki, bukan yang tidak
mungkin diperbaiki ataudiselesaikan;
 Dalam menyelesaikan fakta dimulai pada tulang yang kecil,selanjutnya akan memperbaiki faktor
tulang besar yang akanmenyelesaikan masalah;
 Perlu dicatat masukan yang diperoleh selama pertemuan dalam pembuatan diagram tulang ikan.
Fishbone Diagram sering juga disebut sebagai diagram Sebab Akibat. Dimana dalam
menerapkan diagram ini mengandung langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menyiapkan sesi sebab-akibat
2. Mengidentifikasi akibat
3. Mengidentifikasi berbagai kategori.
4. Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara sumbang saran.
5. Mengkaji kembali setiap kategori sebab utama
6. Mencapai kesepakatan atas sebab-sebab yang paling mungkin

Ini tentu bisa dimakhlumi, manusia mempunyai keterbatasan dan untuk mencapai hasil
maksimal diperlukan kerjasama kelompok yang tangguh. Masalah-masalah klasik di industri
manufaktur seperti:
>> keterlambatan proses produksi
>> tingkat defect (cacat) produk yang tinggi
>> mesin produksi yang sering mengalami trouble
>> output lini produksi yang tidak stabil yang berakibat kacaunya plan produksi
>> produktivitas yang tidak mencapai target
>> complain pelanggan yang terus berulang dan segudang masalah besar dan rumit lainnya,
perlu ditangani dengan benar.
Solusi instan yang hanya mampu memandang sampai tingkat gejala, tidak akan efektif.
Masalah mungkin akan teratasi sesaat, namun cepat atau lambat akan datang kembali.
Kaoru Ishikawa yang juga penggagas konsep implementation of quality circles ini
sangat percaya pentingnya dukungan dan kepemimpinan dari manajemen puncak (top
management) dalam suatu organisasi/perusahaan didukung oleh kerjasama tim (teamwork)
yang solid sangat berperan dalam pembuatan produk unggul dan berkualitas.Selesaikanlah
suatu masalah sampai ke akar-nya dengan tuntas agar masalah yang sama tidak terulang lagi di
masa yang akan datang.

Kelebihan diagram tulang ikan


Lebih terstruktur;
Mengkatagorikan berbagai sebab potensial dari suatu masalah dengan
cara yang sistematik;
Mengajarkan pada tim dan individu mengenai proses serta prosedur yang
berlaku atau yang baru.

Kekurangan diagram tulang ikan


tulang ikan belum menggambarkan sebab yang sebenarnya (paling mungkin) harus
didukung data.

3.      POHON MASALAH

I. ANALISA MASALAH DENGAN TEHNIK POHON MASALAH


Secara visual menggambarkan hubungan ‘sebab-akibat’ dari masalah yang ada sekarang.
Gunakan kartu metaplan.
Cara menggunakan kartu metaplan:
a) Identifikasi hanya masalah yang ada, jangan yang bersifat teoritis
b) Hanya satu masalah per kartu
c) Masalah harus ditulis dengan gaya negative
d) Masalah bukan tidak adanya jawaban melainkan keadaan yang negative. Oleh karena itu
hindarkan penggunaan kalimat seperti “kurangnya ini” atau “tidak ada”

Kekurangan pohon masalah


membutuhkan waktu yang banyak dan jika masalah semakin kompleks akan lebih
sulit dalam menentukan penyebab utama masalah

Proses pelaksanaan pohon masalah


 Membuat kerangka pohon masalah;
 Menentukan masalah yang akan dianalisis;
 Menuliskan masalah dan menempatkan dalam kotak paling atas pada diagram;
 Mengidentifikasi penyebab dari masalah yang telah ditentukan melalui FGD ataubrainst orm
ing;
 Dengan cara yang sama seperti langkah 4, dilakukananalisis penyebab masalah sampai tidak
terjawabpertanyaan, apa yang menjadi penyebab tersebutmelalui proses FGD maupun
brainstorming
1. MEMILIH MASALAH INTI
a) Sebelum melakukan analisa masalah, pastikan orang yang terlibat dengan suatu permasalahan
terlibat dalam perumusanmasalah. Contoh: ” Banyaknya kecelakaan bus”.
b)Tulislah rumusan singkat dari masalah inti pada kartu apa yang dia anggap sebagai titik pusat
dari masalah yang ada sekarang dalam wilayah proyek.
c) Masalah inti kemudian dipilih oleh seluruh anggota kelompok dengan menyepakati satu
“masalah paling inti”. Masalah inti tidak harus berarti masalah paling penting karena ia hanya
berfungsi sebagai titik awal dari pembuatan pohon masalah.
d)Masalah-masalah yang mencakup hubungan sebab-akibat yang menyeluruh dalam wilayah
masalah cocok menjadi masalah inti.
e)Jika kelompok tidak dapat menyetujui masalah inti, pilihlah secara tentative satu masalah dan
lanjutkan bekerja. Kemudian kembali mendiskusikan masalah inti nanti. Contohnya: Bis sering
kecelakaan.

2. BUAT POHON MASALAH


a) Setelah menetapkan masalah inti, letakkan kartu ini di tengah- tengah papan tulis atau dinding.
b) Telitilah masalah-masalah lainnya dan kondisi negatif penting yang merupakan penyebab
lansung dari masalah inti tersebut.
c) Tambahkan penyebab dari setiap masalah dan bekerjalah terus ke bawah, sehingga
membentuk sebuah pohon (pohon masalah)
d) Dengan cara yang sama, tempatkan efek langsung dan penting dari masalah inti diatasnya.
e) Efek selanjutnya dapat ditambahkan pada setiap kartu sebelum menyelesaikan bagian atas dari
pohon.
f) Pada umumnya, terdapat beberapa sebab-akibat per masalah. Juga kartu masalah yang
mempunyai tingkat kepentingan yang sama harus ditempatkan pada tingkatan yang sama pula.
g)Tunjukan semua hubungan sebab-akibat yang utama dan penting dengan tanda panah.
h) Sambil menyelesaikan Pohon Masalah, periksa diagram secara keseluruhan danperiksa
penggunaan kata yang tepat, hubungan sebab-akibat yang tepat, dan kelengkapannya. Langkah –
langkah ini pada akhirnya memunculkan satu gambar yang lengkap dan terinci - dengan akar
yang diwakili oleh penyebab masalah, dan akibat dari masalah tersebut (lihat contoh)
II. MENCARI BEBERAPA STRATEGI UTAMA PROYEK DARI POHON
MASALAH
a)Iidentifikasi beberapa kelompok cabang sebab akibat yang mengarah ketengah. Lingkari
kelompok tersebut. Satu cabang atau gabungan cabang-cabang bisa dijadikan strategi proyek.
b) Kalau cabang-cabang diambil sebagai pendekatan proyek maka daun-daunnya adalah
komponen-komponen proyek.
c) Teliti kembali hasil analisa stakeholder untuk menentukan siapa yang akan terpengaruh dan
terlibat dalam penggabungan cabang-cabang tersebut.
d) Rumuskan beberapa alternatif strategi utama proyek dalam bentuk hasil dengan mengganti
kalimat yang negatif dipohon masalah dengan yang positif.

III. MEMBUAT POHON HASIL SEBAGAI LOGIKA PROYEK


Dari strategi utama yang telah dirumuskan, bangun logika Pohon Hasil atau Logika
Proyek. yang menjelaskan cara un tuk memecahkan masalah dan efek dari pemecahan. Pohon
HASIL mengidentifikasi “kondisi yang diinginkan” setelah masalah dipecahkan, dan menjadi
landasan untuk pemeriksaan pendekatan yang digunakan untuk meningkatkan keadaan.
a) Gantilah kata-kata hubungan ‘sebab-akibat’ yang bersifat negative dari pohon masalah
menjadi hubungan ‘cara-hasil yang bersifat positif, “kondisi yang diinginkan di masa depan”
(hasil) dapat dicapai.
b) Telitilah semua hasil dan hubungannya agar masuk akal dan layak, kalau diperlukan
sesuaikanlah analisis hasil.Adanya penambahan ”sopir disiplin dan tepat waktu”
c) Periksa diagaram secara menyeluruh dan pertajamlah agar mendapatkan kesempurnaan
analisis.
d) Bila pernyataan dalam kartu tidak dapat diubah menjadi pernyataan positif, periksalah
kembali pohon masalahnya yang dicoba digambarkan oleh kartu itu. Juga, jika “keadaan yang
diinginkan (hasil) “ sangat tidak masuk akal, atau tidak logis, logika sebab-akibat harus diperiksa
kembali. Struktur Pohon Hasil mungkin berbeda dengan Pohon masalah.

Bagaimana Cara memilih satu atau dua dari strategi utama.


1. Nilailah setiap strategi utama proyek tersebut dengan menggunakan
kriteria-kriteria berikut ini.
• Secara realistis dapat dilakukan. Tidak terlalu banyak hambatan, baik dalam staffing, secara
politis, maupun potensi resistenskomunitas dampingan, situasi kedaan dilokasi misalanya
keadaan darurat.
• Memiliki kontribusi terhadap kebijakan-kebijakan penting di sektor ybs, misalnya: kontribusi
mengatasi kemiskinan, menjaga kelestarian hutan
• Secara teknis feasible untuk mencapainya dalam kurun waktu Program
• Mengarah pada keberlanjutan hasil/dampak dan berkontribusi pada peningkatan kapasitas
• Tidak terlalu mahal
• Manfaat yang besar bagi kelompok sasaran – laki-perempuan, tua-muda, kelompok minoritas,
kelompok cacat.
• Pengalaman kesuksesan di proyek sejenis sebelumnya.
• Kemungkinancomplementary (saling mendukung) dengan proyek-proyek lain yang dilakukan
oleh kelompok/organisasi lain.
• Kesesuaian tingkat teknologi dalam hubungannya dengan keberlanjutan
• Kelayakan biaya dan tenaga.
• Kemungkinan kesinambungan /perkembangan kegiatan dan dampak setelah proyek selesai.
• Dampak lingkungan, biaya vs. manfaat Berapa orang yang tercakup dalam proyek

4.      BRAINSTORMING (Curah pendapat)


Suatu teknik yang efektif untuk membantu melakukan identifikasi masalah,
menentukan penyebab masalah danmencari cara pemecahan masalah,
merupakan metoda yang digunakan untukmenggali ide atau pemikiran baru yang
secara efektif melibatkan seluruh anggota kelompok.

Kelebihan metoda brainstorming:


Mendapatkan masalah, penyebab masalah dan cara pemecahan masalah dengan
cepat;
Merupakan data primer karena sumber data dapat langsung diperoleh;
Dapat digunakan bila tidak mempunyai data sekunder;
Menghasilkan ide atau pemikiran baru yang kreatif dan inovatif dengan cepat
Kekurangan MetodaBrainstorming
tidak dapat digunakan pada sampel atau peserta yang besar serta terjadi dan risiko terjadinya
subyektivitas sangat besar bilatidak ditunjang dengan data-data yang ada.

Manfaat
 Dapat digunakan secara efektif untuk memperoleh ideuntuk menentukan masalah, identifikasi
masalah,memilih prioritas masalah serta mengajukan alternatifpemecahan masalah;
 Untuk memperoleh ide atau pemikiran baru darisekelompok orang dalam waktu singkat
denganmenggunakan dua kemampuan (kreatif dan intuitif);
 Memberikan kesempatan kepada semua anggotakelompok untuk memberikan konstribusi
danketerlibatan dalam memecahkan masalah.

5.      METODE DELPHI


Metode Delphi adalah cara mendapatkan informasi, membuat keputusan, menentukan
indikator, parameter dan lain-lain yang reliabel dengan mengeksplorasi ide dan informasi dari
orang-orang yang ahli di bidangnya, yaitu dengan menggunakan kuesioner yang diisi oleh
ekpertis atau praktisi yang kompeten di bidang yang akan diteliti, kemudian hasil kuesioner ini
direview oleh pihak fasilitator atau peneliti untuk dibuat summary, dikelompok-kelompokkan,
diklasifikasikan dan kemudian dikembalikan pada ekspertis dan praktisi yang sama untuk
direview, direvisi dan begitu seterusnya dalam beberapa tahap yang berulang.
Delphin Technique Yaitu penetapan prioritas masalah tersebut dilakukan melalui
kesepakatan sekelompok orang yang sama keahliannya. Pemilihan prioritas masalah dilakukan
melalui pertemuan khusus. Setiap peserta yang sama keahliannya dimintakan untuk
mengemukakan beberapa masalah pokok, masalah yang paling banyak dikemukakan adalah
prioritas masalah yang dicari.
Dengan metode seperti ini, partisipan yang meliputi ekspertis dan praktisi dapat
memberikan pendapat dan opini dengan bebas dan objektif, tanpa takut disalahkan, bahkan dapat
merevisi pendapat mereka yang sebelumnya. Sehingga hasil diskusi yang diperoleh dapat
bersifat sereliabel mungkin.
langkah-langkah metode Delphi dalam 9 langkah mudah :
    Tentukan periode waktU
    Tentukan jumlah putaran pengambilan pendapaT
    Tentukan apa saja yang akan didefine
    Tentukan ahlinya
    Tentukan input apa yang akan diharapkan dari mereka
    Review literatur oleh para ahli tersebut (kriteria dan tujuan)
    Pelaksanaan sesi diskusi dan feedback iteratif bersama ekspertis
    Perumusan hasil dari sesi diskusi dengan pengelompokan, pengkategorian, ataupun pemeringkatan
    Menyepakati hasil diskusi dan feedback
Nama Metode Delphi memang sophisticated (udah bayangin bahasa pemrograman aja),
tapi sebenernya ide metode ini sudah ada sejak tahun 1970-an. Yang berbeda, mungkin media
yang digunakan. Pengambilan input, review, diskusi dan sebagainya dapat dilakukan dengan
pertemuan tatap muka, via telepon, e-mail, sampai dengan e-meeting.

6.      DELBECH TEHNIK


Delbech Technique Penetapan prioritas masalah dilakukan melalui kesepakatan
sekelompok orang yang tidak sama keahliannya. Sehingga diperlukan penjelasan terlebih dahulu
untuk meningkatkan pengertian dan pemahaman peserta tanpa mempengaruhi peserta.

7.      NOMINAL GROUP TECHNIQUE (NGT)


(managementfile – Quality) – Nominal Group Technique adalah salah satu quality tools
yang bermanfaat dalam mengambil keputusan terbaik. Dalam quality management, metode ini
dapat digunakan untuk berbagai hal, mulai dari mencari solusi permasalahan, hingga memilih ide
pengembangan produk baru.

Apa itu Nominal Group Technique?


NGT adalah suatu metode untuk mencapai konsensus dalam suatu kelompok, dengan cara
mengumpulkan ide-ide dari tiap peserta, yang kemudian memberikan voting dan ranking
terhadap ide-ide yang mereka pilih. Ide yang dipilih adalah yang paling banyak skor-nya, yang
berarti merupakan konsensus bersama. Metode ini dapat menjadi alternatif brainstorming, hanya
saja konsensus dapat tercapai lebih cepat. Teknik ini awalnya dikembangkan oleh Delbecq dan
VandeVen, yang kemudian diaplikasikan untuk perencanaan program pendidikan untuk orang
dewasa oleh Vedros.

Kapan NGT cocok untuk diimplementasikan?


NGT cocok diimplementasikan ketika Anda membutuhkan suatu konsensus yang dari tim,
sementara tim sendiri punya pendapat dan perspektif yang berbeda-beda mengenai masalah
tersebut. Jika butuh konsensus yang cepat, NGT juga cocok, dibandingkan dengan brainstorming
yang memakan waktu lebih lama.

Bagaimana langkah-langkah mengimplementasikan NGT?


Sebelum NGT dilakukan, maka Anda perlu mempersiapkan beberapa hal terlebih dulu, yakni:
• Ruang pertemuan yang cukup besar untuk menampung sekitar 5 hingga 9 peserta rapat.
• Meja dengan bentuk U, dengan papan tulis di ujung depan, dilengkapi oleh spidol/marker,
pensil, pulpen, selotip, kertas, hingga index card untuk tiap partisipan.
• rules dan prosedur untuk mengimplementasikan NGT

Berikut ini adalah langkah-langkah dalam mengimplementasikan NGT:


1. Introduction
Pada tahap ini, fasilitator/moderator membuka sesi NGT, menyapa para peserta, sekaligus
menjelaskan tujuan dan prosedur dari pertemuan
2. Generating Ideas
Fasilitator mengutarakan pertanyaan atau masalah ke kelompok dalam bentuk tertulis di kertas.
Selanjutnya, masing-masing peserta diminta untuk menuliskan seluruh ide yang muncul di
kepalanya. Para peserta diminta untuk bekerja secara independen, tanpa berdiskusi sama sekali
dengan peserta lain. Tahap ini membutuhkan sekitar 10 menit.
3. Sharing & Recording Ideas
Selanjutnya, fasilitator meminta peserta untuk berbagi ide-ide yang sebelumnya sudah mereka
tuliskan di kertas. Sang moderator menuliskan ide-ide dari tiap peserta pada papan tulis, supaya
semuanya dapat melihat. Ide yang sama tidak disertakan, namun jika ada perspektif atau
penekanan yang berbeda, dapat dimasukkan. Lanjutkan proses ini hingga seluruh ide dari tiap
peserta dapat terdokumentasi. Pada tahap ini tidak ada diskusi atau debat, dan peserta boleh
menuliskan ide-ide baru yang muncul sepanjang proses. Tahap ini membutuhkan sekitar 15-30
menit.
4. Discussing Ideas
Selanjutnya, peserta diminta untuk memberikan penjelasan yang lebih detail mengenai ide-ide
yang telah dikemukakan. Setiap peserta boleh mengajukan komentar ataupun pertanyaan
mengenai ide-ide tersebut, dan yang menjawab tidak harus orang yang mengajukan ide tersebut.
Intinya, fasilitator bertugas untuk memastikan bahwa tiap peserta dapat memberikan kontribusi
pada diskusi, serta menjaga proses tetap netral, tanpa ada judgement atau serangan ke pihak
tertentu. Fasilitator juga bertugas supaya seluruh ide dapat dibahas secara menyeluruh, dan tidak
terpaku pada beberapa ide saja. Dalam tahap ini, tidak ada ide yang dieliminasi, hanya
memberikan pemahaman mengenai ide-ide tersebut kepada para peserta dan memberi gambaran
mengenai pentingnya ide-ide tersebut. Tahap ini membutuhkan waktu sekitar 30-45 menit.

5. Voting and Ranking on Ideas


Tahap terakhir, masing-masing peserta memberikan voting terhadap ide-ide yang ada.
Sebelumnya, fasilitator harus menentukan terlebih dahulu kriteria-kriteria yang digunakan untuk
voting ide. Jadi, misalnya tiap peserta diminta untuk memilih 5 ide terbaik dari daftar yang ada,
kemudian mereka harus memberikan ranking prioritas bagi tiap ide tersebut. 1 untuk ide yang
kurang penting, hingga 5 untuk yang paling penting. Ide yang memperoleh skor paling tinggi
merupakan ide yang paling disukai dan disepakati bersama oleh kelompok.

Keunggulan dan Kelemahan NGT


Keunggulan
• menghasilkan ide yang lebih banyak dibandingkan dengan diskusi biasa
• menyeimbangkan peran masing-masing individu, membatasi dominasi dari orang yang punya
pengaruh dalam kelompok
• menghilangkan `persaingan` dalam kelompok juga tekanan untuk `konformitas`
• mendorong peserta untuk menyelesaikan masalah dengan constructive problem solving
• tiap peserta dapat memberikan prioritas idenya secara independent dan tertutup
Kelemahan
• membutuhkan persiapan
• hanya memfasilitasi untuk pencapaian satu tujuan saja. Satu pertemuan hanya membahas satu
topic
• diskusi hanya terbatas, tidak seperti brainstorming yang menstimulasi perkembangan dari ide-
ide

8.      PARTICIPATORY RURAL APPRAISAL (PRA)


Participatory Rural Appraisal (PRA) adalah penilaian/pengkajian/penelitiaan keadaan desa
secara partisipatif. Maka dari itu, metode PRA adalah cara yang digunakan dalam melakukan
pengkajian/penilaian/penelitian untuk memahami keadaa atau kondisi desa/wilayah/lokalitas
tertentu dengan melibatkan partisipasi masyarakat.
Robert Chambers adalah orang yang mengembangkan metode PRA, menyatakan bahwa
metode dan teknik dalam PRA terus berkembang, sehingga sangat sulit untuk memberikan
definisi final tentang PRA. Menurutnya PRA merupakan metode dan pendekatan pembelajaran
mengenai kondisi dan kehidupan desa/wilayah/lokalitas dari, dengan dan oleh masyarakat
sendiri dengan catatan : (1) Pengertian belajar, meliputi kegiatan menganalisis, merancang dan
bertindak; (2) PRA lebih cocok disebut metode-metode atau pendekatan-pendekatan (bersifat
jamak) daripada metode dan pendekatan (bersifat tunggal); dan (3) PRA memiliki beberapa
teknik yang bisa kita pilih, sifatnya selalu terbuka untuk menerima cara-cara dan metode-metode
baru yang dianggap cocok.
Jadi pengertian PRA adalah sekumpulan pendekatan dan metode yang mendorong
masyarakat di suatu desa/wilayah/lokalitas untuk turut serta meningkatkan dan menganalisis
pengetahuan mereka mengenai hidup dan kondisi mereka sendiri agar mereka dapat membuat
rencana dan tindakan.

PRINSIP-PRINSIP PRA
Prinsip-prinsip dasar Participatory Rural Appraisal (PRA) terdiri dari :
1.      Prinsip mengutamakan yang terabaikan (keberpihakan).
Prinsip ini mengutamakan masyarakat yang terabaikan agar memperoleh kesempatan untuk
memiliki peran dan mendapat manfaat dalam kegiatan program pembangunan. Keberpihakan ini
lebih pada upaya untuk mencapai keseimbangan perlakuan terhadap berbagai golongan yang
terdapat di suatu masyarakat, mengutamakan golongan paling miskin agar kehidupannya
meningkat.
2. Prinsip pemberdayaan (penguatan) masyarakat
Pendekatan PRA bermuatan peningkatan kemampuan masyarakat, kemampuan itu ditingkatkan
dalam proses pengkajian keadaan, pengambilan keputusan dan penentuan kebijakan, sampai
pada pemberian penilaian dan koreksi kepada kegiatan yang berlangsung.

3. Prinsip masyarakat sebagai pelaku dan orang luar sebagai fasilitator


PRA menempatkan masyarakat sebagai pusat dari kegiatan pembangunan. Orang luar juga harus
menyadari peranannya sebagai fasilitator. Fasilitator perlu memiliki sikap rendah hati serta
kesediannya belajar dari masyarakat dan menempatkannya sebagai narasumber utama dalam
memahami keadaan masyarakat itu. Pada tahap awal peranan orang luar lebih besar, namun
seiring dengan berjalannya waktu diusahakan peran itu bisa berkurang dengan mengalihkan
prakarsa kegiatan PRA para masyarakat itu sendiri.
4. Prinsip saling belajar dan menghargai perbedaan
Salah satu prinsip dasarnya adalah pengakuan akan pengalaman dan pengetahuan tradisional
masyarakat. Hal ini bukan berarti bahwa masyarakat selamanya benar dan harus dibiarkan tidak
berubah, sehingga harusnya dilihat bahwa pengalaman dan pengetahuan masyarakat serta
pengetahuan orang luar saling melengkapi dan sama bernilainya, dan bahwa proses PRA
merupakan ajang komunikasi antara kedua sistem pengetahuan itu agar melahirkan sesuatu yang
lebih baik.
5. Prinsip Santai dan informal
Kegiatan PRA diselenggarakan dalam suasana yang bersifat luwes, terbuka, tidak memaksa dan
informal. Situasi ini akan menimbulkan hubungan akrab, karena orang luar akan berproses
masuk sebagai anggota masyarakat, bukan sebagai tamu asing yang oleh masyarakat harus
disambut secara resmi.
6. Prinsip Triangulasi
Salah satu kegiatan PRA adalah usaha mengumpulkan dan menganalisis data atau informasi
secara sistematis bersama masyarakat. Untuk mendapatkan informasi yang kedalamnnya bisa
diandalkan kita dapat menggunakan Triangulasi yang merupakan bentuk pemeriksaan dan
pemeriksaan ulang (check and recheck) informasi. Triangulasi dilakukan melalui
penganekaragaman keanggotaan tim (keragaman disiplin ilmu atau pengalaman),
penganekaragaman sumber informasi (keragaman latar belakang golongan masyarakat,
keragaman tempat, jenis kelamin) dan keragaman teknik.
7. Prinsip mengoptimalkan hasil
Prinsip mengoptimalkan atau memperoleh hasil informasi yang tepat guna menurut metode PRA
adalah :
- Lebih baik kita "tidak tahu apa yang tidak perlu kita ketahui" (ketahui secukupnya saja)
- Lebih baik kita "tidak tahu apakah informasi itu bisa disebut benar seratus persen, tetap
diperkirakan bahwa informasi itu cenderung mendekati kebenaran" (daripada kita tahu sama
sekali)
8. Prinsip orientasi praktis
PRA berorientasi praktis yaitu pengembangan kegiatan. Oleh karena itu dibutuhkan informasi
yang sesuai dan memadai, agar program yang dikembangkan bisa memecahkan masalah dan
meningkatkan kehidupan masyarakat. Perlu diketahui bahwa PRA hanyalah sebagai alat atau
metode yang dimanfaatkan untuk mengoptimalkan program-program yang dikembangkan
bersama masyarakat.
9. Prinsip keberlanjutan dan selang waktu
Metode PRA bukanlah kegiatan paket yang selesai setelah kegiatan penggalian informasi
dianggap cukup dan orang luar yang memfasilitasi kegiatan keluar dari desa. PRA merupakan
metode yang harus dijiwai dan dihayati oleh lembaga dan para pelaksana lapangan, agar problem
yang mereka akan kembangkan secara terus menerus berlandaskan pada prinsip-prinsip dasar
PRA yang mencoba menggerakkan potensi masyarakat.
10. Prinsip belajar dari kesalahan
Terjadinya kesalahan dalam kegiatan PRA adalah suatu yang wajar, yang terpenting bukanlah
kesempurnaan dalam penerapan, melainkan penerapan yang sebaik-baiknya sesuai dengan
kemampuan yang ada. Kita belajar dari kekurangan-kekurangan atau kesalahan yang terjadi, agar
pada kegiatan berikutnya menjadi lebih baik.
11. Prinsip terbuka
Prinsip terbuka menganggap PRA sebagai metode dan perangkat teknik yang belum selesai,
sempurna dan pasti benar. Diharapkan bahwa teknik tersebut senantiasa bisa dikembangkan
sesuai dengan keadaan dan kebutuhan setempat. Sumbangan dari mereka yang menerapkan dan
menjalankannya di lapangan untuk memperbaiki konsep, pemikiran maupun merancang teknik
baru yang akan sangat berguna dalam mengembangkan metode PRA.

9.      CARA BRYANT DAN EKONOMETRIK


Cara Bryant Cara ini telah dipergunakan di beberapa negara yaitu di Afrika dan Thailand.
Cara ini menggunakan 4 macam kriteria, yaitu: Community Concern, yakni sejauh mana
masyarakat menganggap masalah tersebut pentingb. Prevalensi, yakni berapa banyak penduduk
yang terkena penyakit tersebutc. Seriousness, yakni sejauh mana dampak yang ditimbulkakn
penyakit tersebutd. Manageability, yakni sejauh mana kita memiliki kemampuan untuk
mengatasinya. Menurut cara ini masing-masing kriteria tersebut diberi scoring, kemudian
masing-masing skor dikalikan. Hasil perkalian ini dibandingkan antara masalah-masalah yang
dinilai. Masalah-masalah dengan skor tertinggi, akan mendapat prioritas yang Tinggi pula.
Cara Ekonometrik cara ini dipergunakan di Amerika Latin. Kriteria yang dipakai adalah:
Magnitude (M), yakni kriteria yang menunjukkan besarnya masalah. Importance (I), yakni
ditentukan oleh jenis kelompok penduduk yang terkena masalah. Vulnerability (V), yaitu ada
tidaknya metode atau cara penanggulangan yang efektif. Cost (C), yaitu biaya yang diperlukan
untuk penanggulangan masalah tersebut. Hubungan keempat kriteria dalam menentukan prioritas
masalah (P) adalah sebagai berikut:
                                      P   =  M . I . V               
PENGERTIAN KESEHATAN KOMUNITAS
 DAN
ARTIKEL MASALAH KESEHATAN KOMUNITAS
                                                                                                       
1.      Keperawatan kesehatan komunitas
            Menurut Kamus, Community adalah masyarakat yaitu sekumpulan orang yang hidup
bersama disuatu tempat dengan ikat-ikatan aturan tertentu (Poerwadarminta,1991). Menurut
Effendi N (1997) , unit-unit masyarakat adalah community, keluarga, kelompok yang
mempunyai tujuan dan nilai yang sama sedangkan menurut Koenjaningrat (1990), komunitas
adalah suatu kesatuan hidup manusia yang menempati suatu wilayah nyata dan berinteraksi
menurut suatu sistem adat istiadat, serta terikat oleh rasa identitas suatu komunitas. Dalam
Kozier dkk (1997) dikatakan bahwa komunitas adalah sekumpulan orang, tempat mereka dapat
berbagi atribut dalam kehidupannya. Menurut Stanhope dan Landcaster (1996), mendefinisikan
perawatan kesehatan komunitas sebagai suatu sintesis dari keperawatan dan praktek kesehatan
umum yang diaplikasikan untuk  promosi dan melindungi kesehatan masyarakat.
            Menurut Effendi N (1997) , ada 2 isitilah yang perlu dipahami sebelum membahas
keperawatan kesehatan komunitas yaitu public health nursing (PHN) dan community health
nursing (CHN). Kedua istilah tersebut jika diterjemahkan kedalam  bahasa indonesi mempunyai
arti yang sama yaitu keperawatan kesehatan masyarakat. Keperawatan kesehatan komunitas
adalah sintesis dari praktek keperawatan dan praktek kesehatan masyarakat, yang sebagian besar
tujuannya adalah menjaga/memelihara kesehatan komunitas dan penduduk dengan fokus pada
promosi kesehatan dan pemeliharaan individu, keluarga dan kelompok dalam komunitas.
            Menurut WHO (1974), komunitas adalah suatu kelompok sosial yang di tentukan oleh
batas-batas wilayah, nilai-nilai keyakinan dan minat yang sama, serta ada rasa saling mengenal
dan interaksi antara anggota masyarakat yang satu dengan masyarakat lainnya. Sedengkan,
Keperawatan Komunitas mencakup perawatan kesehatan keluarga  juga kesehatan dan
kesejahteraan masyrakat luas, membantu masyarakat mengidentifikasi masalah kesehatannya
sendiri, serta memecahkan masalah kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan yang ada pada
mereka sebelum mereka meminta bantuan kepada orang lain. 2.

Tujuan Tujuan keperawatan komunitas adalah untuk pencegahan dan peningkatan kesehatan
masyarakat melalui upaya-upaya sebagai berikut.
a.       Pelayanan keperawatan secara langsung (Direct care) terhadap individu, keluarga, dan kelompok
dalam konteks komunitas.
b.      Perhatian langsung terhadap kesehatan seluruh masyarakat (Health General Community) dengan
mempertimbangkan permasalahan atau isu kesehatan masyarakat yang dapat memengaruhi
keluarga, individu, dan kelompok
Keperawatan kesehatan komunitas adalah pelayanan kepera¬watan profesional yang
ditujukan kepada masyarakat dengan pendekatan pads kelompok resiko tinggi, dalam upaya
pencapaian derajat kesehatan yang optimal melalui pencegahan penyakit dan peningkatan
kesehatan dengan menjamin keterjangkauan pela¬yanan kesehatan yang dibutuhkan dan
melibatkan klien sebagai mitra dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi  pelayanan
keperawatan (Spradley, 1985; Logan and Dawkin, 1987).
Keperawatan kesehatan komunitas menurut ANA (1973) adalah suatu sintesa dari praktik
kesehatan masyarakat yang dilaku¬kan untuk meningkatkan dan memelihara kesehatan
masyarakat.

ISU/MASALAH KESEHATAN DIKOMUNITAS

HASIL KAJIAN PETA MASALAH USAHA MENINGKATKAN


KESEHATAN MASYARAKAT MELALUI PROGRAM
PENGELOLAAN AIR BERSIH DAN LINGKUNGAN HIDUP di
CIANJUR-JAWA  BARAT
1.      RINGKASAN ANALISA SEBAB AKIBAT
            Status kesehatan masyarakat kurang, disebabkan oleh tingginya kasus penyakit menular
disebabkan media air. Hal tersebut disebabkan oleh tiga persoalan pokok yaitu  Berkurangnya
debit dan sumber air tidak mencukupi terutama pada musim kemarau,  kebutuhan masyarakat
akan air baik secara kuantitas maupun kualitas kurang terpenuhi. Faktor lain yang manjadi sebab
tingginya kasus penyakit menular adalah sistim pengelolaan air yang dilakukan oleh masyarakat
maupun oleh badan usaha (PDAM) kurang optimal.
            2. BERKURANGNYA DEBIT DAN SUMBER AIR
            Penambangan  pasir disungai dan kebiasaan masyarakat membuang sampah kesungai
disebabkan oleh kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan kurang. Kegiatan
konservasi diwilayah hulu kurang melibatkan masyarakat serta mekanisme dan kontrol terhadap
pemanfaatan jasa lingkungan kurang. Dan rusaknya sarana pendukung manjadi sebab pada
berkurangnya debit suvlai air kehilir. Usaha ekonomi masyarakat bercocok tanam / pertanian
(berbasis lahan), banyak terjadi alih fungsi dan pemanfaatan lahan yang tidak memperhatikan
kaidah kelestarian lingkungan (daerah hulu). Serta lemahnya penegakan aturan merupakan factor
lain yang menyebabkan berkurangnya debit dan sumber air

            3. KUANTITAS DAN KUALITAS AIR BERSIH


3.1. KUANTITAS AIR BERSIH KURANG
            Banyaknya sumber air bersih yang belum dimanfaatkan sacara maksimal diakibatkan
oleh APBD dan program untuk sarana pengedaan air bersih kurang dan tidak menjadi prioritas
utama, selain kurangnya partisifasi dan keswadayaan masyarakat, tingginya biaya pemeliharaan
rendahnya kualitas sarana disebabkan oleh anggaran yang kurang. Kurang kelasnya kebijakan
PEMDA dalam pembagian air bersih dihulu dan belum adanya lembaga yang melakukan
pembinaan terhadap msyarakat dalam pemanfaatan air bersih menjadi penyebab bagi
menurunnya pengadaan air yang berkuantitas

3.2. KUALITAS AIR BERSIH KURANG / RENDAH


            Yang terkait dengan Kualitas air bersih terdapat tiga persoalan yang menjadi penyebab :
1. Pertumbuhan penduduk yang cepat menyebabkan jumlah pengguna air bertambah 2.
Lemahnya pemahaman dan Prilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) lebih disebabkan oleh kurang
efektifnya penyuluhan tentanf kesehatan baik dari segi methode maupun prekwensi pada sisi lain
tingkat pendidikan masyarakat turut menentukan pola hidup sehat. dan 3. Pengelolaan limbah
yang kurang baik. Diakibatkan oleh lemahnya pengawasan dan penagakan hukum terhadap
pelanggar, pada sisi lain posisi politis kantor andal majadi penyebab pada lemahnya kewenagan
yang dimiliki.
4. SISTIM PENGELOLAAN AIR BERSIH BELUM OPTIMAL
4.1. SISTIM PENGELOLAAN OLEH MASYARAKAT
            Pemanfaatan air oleh masyarakat atau swasta yang kurang tarkendali, tidak adanya
mekanisme yang baku dalam pemanfaatan jasa lingkungan (air) dan lemahnya pengawasan
terhadap penggunaan air untuk keperluan komersial baik langsung maupun tidak langsung.
Pemanfaatan jasa lingkungan air tidak / kurang memperhatikan kelangsungan kelestarian
lingkungan diwilayah hulu

4.2. SISTIM PENGELOLAAN OLEH PDAM


            Pengelolaan air bersih oleh PDAM Cianjur kurang optimal disebabkan oleh dua fakto
utama yaitu 1. faktor produksi disebabkan oleh dua sebab utama yaitu jaringan pipa distribusi
(Teknis) dan kondisi alam (hujan dan kemarau) yang lebih di tunjang oleh kondisilahan yang
sudah kritis. 2. faktor sumber air yang lebih mengedepankan kebijakan dan mekanisme
dilapangan yang mengatur pemanfaatan air dan sumber air.

5. KESIMPULAN
1. Lemahnya implementasi kebijakan dalam pengawasan pemanfaatan lahan
2. Kurangnya kesadaran terhadap kelestarian lingkungan serta kurangnya pemyuluhan dari
pihak yang berkompeten maupun prektisi.
3. Tidak ada mekanisme yang mengatur integrasi hulu dan hilir dalam pengelolaan
lingkungan
4. Masyarakat tidak dilibatkan dalam kegiatan konservasi secara penuh
5. Kurangnya sarana dan prasarana yang menunjang pada penyedian air bersih bagi
masyarakat.
6. Perlu mamberikan bantuan teknis pada masyarakat pengelola air bersih secara swadaya
7. Belum adanya aturan yang jelas dalam pemanfaatan jasa lingkungan terutama air terutama
untuk kegiatan komersial.

Cara penanggulangan :
1.      Sebagai perawat kesehatan komunitas, sebaiknya kita melakukan penyuluhan dan pendekatan
kepada masyarakat didaerah  tersebut mengenai penggunaan dan pemanfaatan air bersih,
sehingga masyarakat juga bisa ikut aktif dalam kegiatan konservasi air bersih secara penuh.
2.      Pemerintah harus ikut terlibat dalam pemenuhan air bersih di lingkungan daerah cianjur,
sehingga dapat meminimalisir terjadinya penyakit menular yang disebabkan arena penggunaan
air tersebut.
3.      Harus adanya kesadaran masyarakat juga dalam menjaga kualitas air bersih.

Sumber:
            http://pdf.usaid.gov/pdf_docs/Pnadl928.pdf, diakses pada tanggal 3 januari 2015
http://www.academia.edu/7323027/PAPER_KEPERAWATAN_KOMUNITAS_III, diakses
pada tanggal 3 januari 2015
            http://www.academia.edu/5498535/1, diakses pada tanggal 3 januari 2015

No 3

surveilans penyakit menular dan tak menular

SURVEILANS PENYAKIT MENULAR DAN PENYAKIT TIDAK MENULAR TERPILIH


SURVEILANS :
Pengamatan secara terus-menerus terhadap perkembangan kasus penyakit menular dan penyakit
tidak menular tertentu yang terpilih serta kejadian yang berpotensi menimbulkan bencana dalam
upaya antisipasi terhadap adanya kejadian luar biasa ( KLB ) serta faktor resiko perilaku dan
lingkungan yang berhubungan dengan penyakit menular, penyakit tidak menular dan kejadian
lain yang berpotensi menimbulkan KLB.
PROGRAM DAN KEGIATAN

• Terdiri dari kegiatan :


a. Pengamatan penyakit menular dan penyakit tidak menular tertentu yang terpilih, sebagai upaya
sistem kewaspadaan dini KLB, antara lain :
1) AFP ( lumpuh layuh mendadak ), untuk mengantisipasi adanya KLB Polio.
2) PD3I ( penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, misalnya tetanus pada bayi
usia <1 bulan, Campak, Hepatitis B, Diptheri, Pertusis).
3) Kanker, Hipertensi, Jantung Koroner, Diabetes Melitus.
4) Diare, TBC, DBD, Flu Burung, dan penyakit lain yang berpotensi KLB.
b. Kesehatan matra ( pemeriksaan kesehatan haji dan pemantauan penyakit jamaah haji).
c. Penanggulangan KLB penyakit menular, penyakit tidak menular, keracunan, bencana alam
dan musibah massal lainnya.
• Definisi dan uraian kegiatan :
a. AFP ( accute Flaccid Paralysis )
Ø AFP dalam bahasa yang lebih mudah dipahami adalah semua penyakit yang mempunyai
gejala lumpuh layuh yang bersifat mendadak, tanpa didahului oleh ruda paksa ( kecelakaan dan
trauma lainnya ).
Ø Tujuan surveilans AFP adalah untuk membuktikan bahwa penyakit dengan gejala lumpuh
layuh tersebut bukan disebabkan oleh virus Polio liar, yang diketahui dari hasil pemeriksaan
spesimen tinja kasus di Balai Laboratorium Kesehatan Surabaya.
Ø Sasaran program surveilans AFP adalah kasus lumpuh layuh mendadak pada anak usia
dibawah 15 tahun. Target penemuan kasus AFP sesuai standard SPM adalah 2 per 100.000 anak
usia < 15 tahun. Untuk Kabupaten Banyuwangi target sasaran sebanyak 8 kasus setiap tahunnya.
Ø Semua kasus AFP harus dilaporkan secara dini ( kurang dari 14 hari kelumpuhan ) agar dapat
segera diambil spesimennya dan dilakukan pemeriksaan spesimen di laboratorium.
Ø Pada setiap kasus AFP harus diambil 2 spesimen tinja dengan ukuran sebesar ibu jari orang
dewasa dan dengan interval pengambilan minimal 24 jam. Penatalaksanaan spesimen tinja
adalah disimpan dalam suhu 2 - 8°C di spesimen carrier dan dikirimkan ke BLK Surabaya untuk
dilakukan konfirmasi laborat.
Ø Penatalaksanaan kasus sesuai dengan jenis penyakit dan diagnosa yang ditetapkan oleh dokter.
b. PD3I ( Penyakit Yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi )
Ø Penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi terdiri dari :
a. Hepatitis B, dapat dicegah dengan imunisasi HB ( pada usia < 7 hari ) dan DPT/HB.
b. TBC, khususnya TB pada anak, yang dapat dicegah dengan imunisasi BCG.
c. Diptheri, dapat dicegah dengan imunisasi DPT/HB dan DT.
d. Pertusis, dapat dicegah dengan imunisasi DPT/HB.
e. Tetanus, dapat dicegah dengan imunisasi DPT/HB pada sasaran bayi, DT pada sasaran kelas 1
SD, TT pada sasaran kelas 2 dan kelas 3 SD serta TT pada wanita usia subur ( WUS ).
f. Poliomyelitis, yang dapat dicegah dengan imunisasi Polio.
g. Campak, dapat dicegah dengan imunisasi Campak.
Ø Hepatitis B
ü Penyakit yang disebabkan oleh virus Hepatitis B yang merusak hati.
ü Gejala infeksi klinis akut adalah merasa lemah, gangguan perut dan gejala lain seperti flu.
Urine menjadi kuning, tinja berwarna pucat. Warna kuning tampak pula pada mata atau kulit.
Infeksi pada anak seringkali tidak menimbulkan gejala.
ü Penyakit yang kronis dapat menimbulkan Cirrhosis hepatis, kanker hati dan kematian.
ü Penularan melalui suntikan yang tidak aman, transfusi darah, dari proses persalinan dari ibu
menular pada bayi yang dilahirkan, dan melalui hubungan seksual.
Ø TBC ( tuberculosis )
ü Penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosa.
ü Penularan melalui pernapasan lewat bersin, atau batuk.
ü Gejala awal penyakit adalah lemah badan, penurunan berat badan, demam dan keluar keringat
malam pada malam hari. Gejala selanjutnya adalah batuk terus menerus, nyeri dada dan bisa juga
batuk darah. Gejala lain tergantung pada organ yang diserang. Pada anak-anak, TB sering
menyerang kelenjar dan tulang belakang. Tuberculosis juga dapat menyebabkan kematian.
Ø Diptheri
ü Penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diptheriae.
ü Penularan melalui kontak fisik dan pernapasan.
ü Gejala awal penyakit adalah radang tenggorokan, hilang napsu makan dan demam ringan.
Dalam 23 hari timbul selaput putih kebiru-biruan pada tenggorokan dan tonsil. Diptheri
menimbulkan komplikasi berupa gangguan pernapasan yang berakibat kematian.
Ø Pertusis
ü Penyakit yang dikenal dengan istilah batuk rejan atau batuk 100 hari. Disebabkan oleh
Bordetella pertussis.
ü Penularan melalui tetesan-tetesan kecil yang keluar dari batuk atau bersin.
ü Gejala penyakit adalah pilek, mata maerah, bersin, demam dan batuk ringan yang lama-
kelamaan batuk akan menjadi parah, dan menimbulkan batuk menggigil yang cepat dan keras.
Komplikasi pertusis adalah pneumonia bacterialis yang dapat menyebabkan kematian.
Ø Tetanus
ü Penyakit yang disebabkan kuman Clostridium tetani yang menghasilkan neurotoksin.
ü Penyebaran tidak melalui orang ke orang, tetapi melalui kotoran yang mengandung kuman
yang masuk ke dalam luka yang dalam.
ü Gejala awal penyakit adalah kaku otot pada rahang, disertai kaku pada leher, kesulitan
menelan, kaku otot perut, berkeringat dan demam.
ü Pada bayi terdapat juga gejala berhenti menetek ( sucking ) antara 3 sampai 28 hari setelah
lahir. Gejala berikutnya adalah kejang yang hebat dan tubuh menjadi kaku.
ü Komplikasi tetanus adalah patah tulang akibat kejang, pneumonia dan infeksi lain yang dapat
menimbulkan kematian.
Ø Campak
ü Penyakit yang disebabkan oleh virus Myxovirus viridae measles.
ü Penularan melalui udara sewaktu yang berasal dari droplet bersin atau batuk dari penderita.
ü Gejala awal penyakit adalah demam, bercak kemerahan, batuk, pilek, conjunctivitis ( mata
merah ). Selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher, kemudian menyebar ke tubuh dan tangan
serta kaki.
ü Komplikasi campak adalah diare hebat, peradangan pada telinga dan infeksi saluran napas
( pneumonia ).
Ø Poliomyelitis
ü Penyakit pada susunan syaraf pusat yang disebabkan leh satu dari tiga virus yang berhubungan,
yaitu virus polio type 1, 2 atau 3.
ü Secara klinis penyakit Polio mudah dipantau pada anak usia kurang dari 15 tahun yang
menderita lumpuh layuh mendadak, walaupun tidak semua lumpuh layuh disebabkan oleh virus
Polio.
ü Penularan penyakit melalui kotoran / tinja yang terkontaminasi oleh virus.
ü Kelumpuhan diawali dengan gejala demam, nyeri otot dan kelumpuhan terjadi pada minggu
pertama sakit. Kematian bisa terjadi jika otot-otot pernapasan terinfeksi dan tidak segera
ditangani.
Ø Surveilans PD3I dilakukan dengan memantau kasus-kasus yang terjadi di masyarakat melalui
pencatatan dan pelaporan yang dikerjakan di puskesmas dan rumah sakit. Trend perkembangan
setiap penyakit menjadi dasar informasi apakah suatu kasus berpotensi menimbulkan kejadian
luar biasa yang dapat menimbulkan kematian pada penderita.
c. Penyakit Tidak Menular Terpilih
Ø Diabetes melitus
ü Merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai oleh kadar glukosa darah melebihi normal.
Nilai normal gula darah sewaktu adalah <200mg/dL dan atau gula darah puasa <126 mg/dL.
ü Apabila dibiarkan dan tidak dikendalikan penyakit ini menimbulkan penyulit-penyulit yang
dapat berakibat fatal termasuk penyakit jantung, stroke, gagal ginjal, kebutaan dan gangren.
ü Diabetes melitus merupakan penyakit kronik yang akan diderita seumur hidup. Obat hanya
merupakan salah satu upaya pengendali agar tidak memunculkan penyulit.
ü Gejala klinis :
a. Gejala klasik berupa sering kencing, cepat lapar, sering haus, berat badan menurun cepat tanpa
sebab yang jelas.
b. Keluhan lain misalnya lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi, gatal di
sekitar kemaluan, keputihan, bisul yang hilang timbul dan mudah mengantuk
Ø Kanker Leher Rahim
ü Keganasan yang terjadi pada leher rahim ( serviks ) yang merupakan bagian terendah dari
rahim yang menonjol ke puncak liang senggama ( vagina ).
ü Gejala pada pra kanker biasanya berupa keputihan yang tidak khas atau perdarahan yang hilang
dengan sendirinya.
ü Gejala pada tahap selanjutnya berupa keputihan atau keluar cairan encer dari vagina yang
berbau, perdarahan diluar siklus haid, perdarahan sesudah senggama, timbul kembali haid setelah
menopause, nyeri daerah panggul dan gangguan buang air kecil.
ü Pemeriksaan untuk menilai penyebaran kanker dilakukan secara fisik dan ginekologis.
ü Faktor resiko terkena kanker leher rahim :
a. Menikah / memulai aktivitas seksual pada usia muda ( < 18 tahun ).
b. Berganti-ganti pasangan seksual.
c. Berhubungan seks dengan lelaki yang sering berganti pasangan.
d. Riwayat infeksi di daerah kelamin atau daerah panggul.
e. Perempuan melahirkan banyak anak.
f. Perempuan perokok aktif ( resiko 2,5 kali lebih besar ), perokok pasif ( resiko 1,4 kali lebih
besar ).
Ø Kanker Payudara
ü Keganasan yang berasal dari sel kelenjar, saluran kelenjar dan jaringan penunjang payudara,
tidak termasuk kulit payudara.
ü Gejala yang paling sering adalah benjolan pada payudara yang dapat menimbulkan keluhan
antara lain : sakit, nipple discharge ( keluarnya cairan dari puting susu berupa cairan encer,
nanah, darah atau pus ), nipple retraksi ( puting susu tertarik ke dalam ), kelainan kulit seperti
lesung pipi, penampakan seperti kulit jeruk, perubahan warna kulit, perubahan warna dan
besarnya payudara, benjolan di ketiak, edema lengan.
ü Pemeriksaan dilakukan secara fisik dengan memeriksa kedua belah payudara dan pemeriksaan
penunjang dengan USG, mammografi dan needle biopsi.
ü Faktor resiko :
a. Faktor yang dapat diubah antara lain : riwayat kehamilan, riwayat menyusui, oral kontrasepsi,
hormonal replacement, alkohol, obesitas dan trauma.
b. Faktor yang tidak dapat diubah antara lain : riwayat keluarga yang menderita kanker, genetik,
status menstruasi (menarche dan menopause), riwayat tumor jinak dan kanker sebelumnya, tidak
menikah, tidak pernah melahirkan anak.
Ø Kanker Paru
ü Semua penyakit keganasan di paru, mencakup keganasan yang berasal dari paru sendiri
(primer) dan metastasis tumor di paru.
ü Gejala yaitu batuk tanpa dahak ( dahak putih, dapat juga purulen ) lebih dari 3 minggu, batuk
darah, sesak napas, nyeri dada yang persisten, sulit menelan, benjolan di pangkal leher, sembab
muka dan leher kadang sembab lengan dengan rasa nyeri yang hebat.
ü Faktor resiko : laki-laki, usia lebih dari 40 tahun, perokok, tinggal di lingkungan yang
mengandung zat karsinogen atau polusi, paparan industri / lingkungan kerja tertentu, perempuan
perokok pasif, riwayat pernah mendapat kanker organ lain atau anggota keluarga dekat ada yang
menderita kanker paru.
Ø Leukimia
ü Penyakit keganasan sel darah yang (dianggap) berasal dari sumsum tulang.
ü Gejala yang sering dikeluhkan adalah pucat, lemah, rewel, nafsu makan menurun. Terdapat
tanda-tanda perdarahan kulit seperti petekie, hematom atau perdarahan spontan seperti epistaksis
dan perdarahan gusi. Demam yang naik turun kadang disertai infeksi yang hilang timbul, sebagai
akibat fungsi leukosit yang tidak normal penderita akan lebih rentan terhadap infeksi, baik
infeksi oleh bakteri, virus maupun jamur.
ü Faktor resiko pada leukimia yang saling mempengaruhi antara lain :
1) Faktor genetik, antara lain Pada penderita down syndrome dan myelodisplasia.
2) Faktor lingkungan, antara lain radiasi, bahan kimia, obat-obatan.
3) Faktor prenatal dan postnatal, seperti penyakit ginjal pada ibu, ibu hamil yang mengkonsumsi
alkohol, ibu hamil hipertensi, asfiksia, berat badan >4500 gram.
4) Faktor infeksi virus dan atau bakateri.
Ø Retinoblastoma
ü Tumor ganas di dalam bola mata yang berkembang dari sel retina primitif dan merupakan
tumor ganas primer.
ü Gejala dan tanda retinoblastoma yang dapat ditemukan adalah : kekokoria/white pupil, cat’s
eye, mata juling, mata merah,gejala peradangan mata, mata buram, dan pada stadium lanjut
proptosis/bola mata menjadi menonjol.
ü Yang diduga sebagai faktor resiko adalah gen supresor RB1.
Ø Jantung koroner
ü Penyakit pada jantung karena adanya kelainan pada pembuluh koroner ( yaitu sepasang
pembuluh nadi cabang pertama dari aorta yang mengantarkan zat-zat makanan yang dibutuhkan
bagi jaringan dinding jantung ). Kelainan berupa penyempitan pembuluh darah sebagai akibat
proses atherosclerosis ( pengerasan dinding pembuluh darah karena penimbunan lemak yang
berlebihan ).
ü Gejala : rasa nyeri di dada ( angina pectoris ), dada terasa seperti tertekan oleh beban berat
terutama pada daerah jantung, infark miocard akut, payah jantung.
ü Faktor resiko : hipertensi, banyakmerokok, kolesterol / kadar lemak dalam darah lebih dari
normal, berat badan berlebih, tekanan jiwa ( stres ), diabetes melitus, kurangnya aktivitas fisik.
Ø Hipertensi
ü Suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah diatas normal, yaitu
tekanan darah sistolik ≤120mmHg dan atau tekanan darah diatolik ≤80 mmHg.
ü Merupakan faktor resiko ketiga terbesar yang menyebabkan kematian dini, yang diakibatkan
karena gagal jantung kongetif serta cerebrovasculer, yang memunculkan faktor resiko yang dapat
meningkatkan angka kesakitan pembuluh darah.
Ø Surveilans penyakit tidak menular dilakukan seiring dengan adanya kecenderungan
berubahnya gaya hidup akibat modernisasi dan globalisasi, dimana kasus-kasus penyakit
pembuluh darah dan penyakit degeneratif lainnya dapat menyerang berbagai kelompok umur,
sosial dan ekonomi yang dapat menyebabkan timbulnya masalah kesehatan, dengan harapan
dapat dikembangkan program promosi dan pencegahan serta untuk keperluan perencanaan
pelayanan kesehatan di masa yang akan datang.
d. Kesehatan Matra
Ø Pemeriksaan Kesehatan Jamaah Calon Haji
ü Dilaksanakan dalam tiga tahap pemeriksaan :
a. Tahap 1 di puskesmas, meliputi pemeriksaan kesehatan fisik dan laboratorium sederhana
( golongan darah, tes kehamilan ), bimbingan dan konseling agar JCH perempuan mau menunda
kehamilan sampai dengan pulang dari ibadah di tanah suci yang dibuktikan dengan surat
pernyataan bermaterai di puskesmas.
b. Tahap II di kabupaten dilaksanakan di rumah sakit type C, meliputi pemeriksaan fisik,
vaksinasi Meningitis untuk mencegah dari penyakit radang otak, tes kehamilan, dan tes
laboratorium sesuai faktor resiko masing-masing jamaah yang sudah didiagnose oleh dokter
pemeriksa, serta tes jantung ( EKG ) dan rontgen bagi JCH usia > 40 tahun sesuai Surat
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1394/Menkes/SK/XI/2002.
c. Tahap III dilakukan di embarkasi, untuk skrening akhir status kesehatan JCH sebelum
berangkat ke tanah suci. Pada tahap ini jika ditemui JCH hamil atau menderita sakit berat
maupun penyakit menular yang berdasarkan undang-undang wabah tidak diperkenankan
berangkat, maka akan dikembalikan ke wilayah asal.
d. Semua jamaah calon haji agar menepati hal-hal yang disyaratkan di dalam Surat Keputusan
Menteri Kesehatan RI Nomor 1394/Menkes/SK/XI/2002 untuk menjamin kelancaran
keberangkatan ibadah haji.
ü Vaksinasi Meningitis sifatnya wajib, karena merupakan syarat mendapatkan sertifikat yang
diharuskan oleh Pemerintah Saudi Arabia bagi semua orang yang akan memasuki wilayah
negaranya.
ü Sepulangnya jamaah haji dari tanah suci, akan dilakukan pemantauan oleh petugas puskesmas
ke rumah masing-masing jamaah, untuk skrening apakah terdapat jamaah yang menderita sakit,
khususnya yang mempunyai gejala panas badan tinggi, kaku otot kuduk dan lemah. Hal ini
seagai antisipasi adanya kasus Meningitis.
Ø Pemantauan penyakit pada Calon Transmigran
ü Pemeriksaan calon transmigran dilakukan oleh puskesmas. Pembinaan dilakukan oleh program
pelayanan kesehatan dasar.
ü Pemantauan penyakit pada calon transmigran dilakukan oleh program surveilans untuk
antisipasi kasus-kasus penyakit menular atau kasus yan berpotensi menimbulkan wabah atau
kasus yang memerlukan karantina untuk mencegah penularan.
TUJUAN PROGRAM SURVEILANS :
Menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacadan akibat penyakit menular serta
meminimalkan masalah kesehatan masyarakat yang diakibatkan oleh penyakit tidak menular
lainnya.

DAFTAR PUSTAKA :
Departemen Kesehatan RI, 2004, Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa
( pedoman epidemiologi penyakit )
Unicef bekerjasama dengan Departemen Kesehatan RI, 2005, Pelatihan Safety Injection.
Departemen Kesehatan RI, 2005, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1394/Menkes/SK/XI/2002 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Haji di Indonesia.
Departemen Kesehatan RI, 2006, Modul Pelatihan Surveilans Epidemiologi Penyakit Tidak
Menular.
Departemen Kesehatan RI, 2007, Revisi Buku Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan
Kejadian Luar Biasa ( pedoman epidemiologi penyakit ).
5.2. Pengumpulan dan Pemanfatan data dan informasi terintegrasi

Pembagian tugas, tanggung jawab dan otoritas diikuti dengan kerjasama dalam pengumpulan
datanya. Hal ini diawali dengan penetapan secara terkoordinasi indikator-indikator yang
diperlukan dalam rangka memantau pencapaian Indonesia Sehat. Dalam hal ini perlu
diperhatikan indikator-indikator yang tercantum dalam Program Pembangunan Nasional atau
Propenas (UU No. 25 tahun 2000), Rencana Pembangunan Tahunan Pusat dan Daerah, Pedoman
Penetapan Standar Pelayanan Minimal, dan aspirasi dari Daerah. Selain dari itu juga
pertimbangan akan perlunya mengkoordinasikan lima jenis pengumpulan data yang masing-
masing memiliki kekhasan dan kepentingan yang sangat siginifikan, yaitu:

1) Surveilans, yang meliputi surveilans penyakit, surveilans gizi, surveilans kesehatan


lingkungan, dan pemantauan ketersediaan obat, dan lain-lain yang ada.

2) Pencatatan dan pelaporan data rutin dari UPT Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, dari UPT Provinsi dan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota ke Dinas Kesehatan
Provinsi, serta dari UPT Pusat dan Dinas Kesehatan Provinsi ke Departemen Kesehatan
(kegiatan-kegiatan ini memerlukan suatu sistem pencatatan dan pelaporan yang terintegrasi dan
terkoordinasi). Pengumpulan data secara rutin oleh Departemen Kesehatan dari UPT-UPT
tertentu (bukan Puskesmas) dimungkinkan sepanjang dilaksanakan secara terkoordinasi dan
menggunakan cara-cara yang tidak memberatkan UPT yang bersangkutan.

3) Pencatatan dan pelaporan program-program kesehatan khusus yang ada, seperti program
pemberantasan malaria, dan lain-lain.

4) Pencatatan dan pelaporan sumber daya dan administrasi kesehatan yang sudah berjalan seperti
ketenagaan kesehatan (Sinakes, Sidiklat, SIPTK), keuangan (dalam rangka National Health
Account), dan lain-lain.
Survei dan penelitian untuk melengkapi data dan informasi dari pengumpulan data rutin, yang
meliputi baik yang berskala nasional (seperti Survei Kesehatan Nasional) maupun yang berskala
Provinsi dan Kabupaten/Kota (SI IPTEK Kesehatan/Jaringan Litbang

Kata Pengantar
Surveilanse adalah suatu kegiatan pengamatan terus menerus terhadap kejadian kesakitan dan
faktor lain yang memberikan kontribusi yang menyebabkan seseorang menjadi sakit dan upaya
tindakan yang diperlukan, dengan kegiatan mencakup:
• Mendiagnosis secara klinis atau laboratories
• Mengidentifikasi penyebab terjadinya sakit atau factor risiko terjadinya sakit
• Pencatatan hasil anamnese klinis dan identifikasi kasus menurut variable orang, tempat, dan
waktu
• Analisis hasil identifikasi kasus
• Tindakan penanganan kasus (case management)
• Melakukan tindakan observasi di rumah kasus dan sekitar kasus dengan konsep wilayah satu
kelompok Rukun Tetangga (RT) atau satu wilayah Posyandu.

• Analisis hasil identifikasi kasus dan hasil obeservasi lapangan di wilayah kasus
• Rencana tindak lanjut penaggulangan kasus penyakit di suatu wilayah dengan melibatkan
aparat/pamong setempat dan ibu-ibu PKK (pembina kesejahteraan keluarga) atau kader.
Surveilanse merupakan kegiatan pengamatan terhadap penyakit atau masalah kesehatan serta
faktor determinannya. Penyakit dapat dilihat dari perubahan sifat penyakit atau perubahan
jumlah orang yang menderita sakit. Sakit dapat berarti kondisi tanpa gejala tetapi telah terpapar
oleh kuman atau agen lain, misalnya orang terpapar HIV, terpapar logam berat, radiasi dsb.
Sementara masalah kesehatan adalah masalah yang berhubungan dengan program kesehatan lain,
misalnya Kesehatan Ibu dan Anak, status gizi, dsb. Faktor determinan adalah kondisi yang
mempengaruhi resiko terjadinya penyakit atau masalah kesehatan.
Surveilans didefinisikan juga sebagai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terus
menerus. Sistematis melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran informasi
epidemiologi sesuai dengan kaidah-kaidah tertentu, sementara terus menerus menunjukkan
bahwa kegiatan surveilans epidemiologi dilakukan setiap saat sehingga program atau unit yang
mendapat dukungan surveilans epidemiologi mendapat informasi epidemiologi secara terus
menerus juga.

A. PENGERTIAN SURVEILANS DAN EPIDEMIOLOGI


Surveilans Epidemiologi adalah kegiatan pengamatan secara sistematis dan terus menerus
terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan serta kondisi yang mempengaruhi resiko
terjadinya penyakit atau masalah-masalah kesehatan tersebut agar dapat melakukan tindakan
penanggulangan secara efektif dan efisien melalui proses pengumpulan, pengolahan data dan
penyebaran informasi epidemiologi kepada penyelenggara program kesehatan

Jadi, surveilans epidemiologi.


• Merupakan kegiatan pengamatan terhadap penyakit atau masalah kesehatan serta faktor
determinannya. Penyakit dapat dilihat dari perubahan sifat penyakit atau perubahan jumlah orang
yang menderita sakit. Sakit dapat berarti kondisi tanpa gejala tetapi telah terpapar oleh kuman
atau agen lain, misalnya orang terpapar HIV, terpapar logam berat, radiasi dsb. Sementara
masalah kesehatan adalah masalah yang berhubungan dengan program kesehatan lain, misalnya
Kesehatan Ibu dan Anak, status gizi, dsb. Faktor determinan adalah kondisi yang mempengaruhi
resiko terjadinya penyakit atau masalah kesehatan.
• Merupakan kegiatannya yang dilakukan secara sistematis dan terus menerus. Sistematis melalui
proses pengumpulan, pengolahan data dan penyebaran informasi epidemiologi sesuai dengan
kaidah-kaidah tertentu, sementara terus menerus menunjukkan bahwa kegiatan surveilans
epidemiologi dilakukan setiap saat sehingga program atau unit yang mendapat dukungan
surveilans epidemiologi mendapat informasi epidemiologi secara terus menerus juga.

B. KEGUNAAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI


Pada awalnya surveilans epidemiologi banyak dimanfaatkan pada upaya pemberantasan penyakit
menular, tetapi pada saat ini surveilans mutlak diperlukan pada setiap upaya kesehatan
masyarakat, baik upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, maupun terhadap
upaya kesehatan lainnya.
Untuk mengukur kinerja upaya pelayanan pengobatan juga membutuhkan dukungan surveilans
epidemiologi.
Pada umumnya surveilans epidemiologi menghasilkan informasi epidemiologi yang akan
dimanfaatkan dalam :
1. Merumuskan perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, pemantauan dan evaluasi program
pemberantasan penyakit serta program peningkatan derajat kesehatan masyarakat, baik pada
upaya pemberantasan penyakit menular, penyakit tidak menular, kesehatan lingkungan, perilaku
kesehatan dan program kesehatan lainnya.

2. Melaksanakan sistem kewaspadaan dini kejadian luar biasa penyakit dan keracunan serta
bencana.

3. Merencanakan studi epidemiologi, penelitian dan pengembangan program Surveilans


epidemiologi juga dimanfaatkan di rumah sakit, misalnya surveilans epidemiologi infeksi
nosokomial, perencanaan di rumah sakit dsb.
Untuk mencapai tujuan tersebut, maka kegiatan surveilans epidemiologi dapat diarahkan pada
tujuan-tujuan yang lebih khusus, antara lain :
a. Untuk menentukan kelompok atau golongan populasi yang mempunyai resiko terbesar untuk
terserang penyakit, baik berdasarkan umur, jenis kelamin, pekerjaan, dan lain–lain
b. Untuk menentukan jenis dari agent (penyebab) penyakit dan karakteristiknya
c. Untuk menentukan reservoir dari infeksi
d. Untuk memastikan keadaan–keadaan yang menyebabkan bisa berlangsungnya transmisi
penyakit.
e. Untuk mencatat kejadian penyakit secara keseluruhan
f. Memastikan sifat dasar dari wabah tersebut, sumber dan cara penularannya, distribusinya, dsb.

LANGKAH-LANGKAH PENGEMBANGAN SURVEILANS EPIDEMIOLOGI BERBASIS


MASYARAKAT

Meskipun di lapangan banyak variasi pelaksanaannya, namun secara garis besarnya langkah-
langkah pokok yang perlu ditempuh adalah dengan melakukan persiapan internal dan persiapan
eksternal. Secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:

Persiapan
1. Persiapan Internal
Hal-hal yang perlu disiapkan meliputi seluruh sumber daya termasuk petugas kesehatan,
pedoman/petunjuk teknis, sarana dan prasarana pendukung dan biaya pelaksanaan.

a. Petugas Surveilans
Untuk kelancaran kegiatan surveilans di desa siaga sangat dibutuhkan tenaga kesehatan yang
mengerti dan memahami kegiatan surveilans. Petugas seyogyanya disiapkan dari tingkat
Kabupaten/Kota, tingkat Puskesmas sampai di tingkat Desa/Kelurahan. Untuk menyamakan
persepsi dan tingkat pemahaman tentang surveilans sangat diperlukan pelatihan surveilans bagi
petugas.

Untuk keperluan respon cepat terhadap kemungkinan ancaman adanya KLB, di setiap unit
pelaksana (Puskesmas, Kabupaten dan Propinsi) perlu dibentuk Tim Gerak Cepat (TGC) KLB.
Tim ini bertanggung jawab merespon secara cepat dan tepat terhadap adanya ancaman KLB
yang dilaporkan oleh masyarakat.

b. Pedoman/Petunjuk Teknis
Sebagai panduan kegiatan maka petugas kesehatan sangat perlu dibekali buku-buku pedoman
atau petunjuk teknis surveilans.

c. Sarana & Prasarana


Dukungan sarana & prasarana sangat diperlukan untuk kegiatan surveilans seperti : kendaraan
bermotor, alat pelindung diri (APD), surveilans KIT, dll.

d. Biaya
Sangat diperlukan untuk kelancaran kegiatan surveilans. Biaya diperlukan untuk bantuan
transport petugas ke lapangan, pengadaan alat tulis untuk keperluan pengolahan dan analisa data,
serta jika dianggap perlu untuk insentif bagi kader surveilans.

2. Persiapan Eksternal
Tujuan langkah ini adalah untuk mempersiapkan masyarakat, terutama tokoh masyarakat, agar
mereka tahu, mau dan mampu mendukung pengembangan kegiatan surveilans berbasis
masyarakat. Pendekatan kepada para tokoh masyarakat diharapkan agar mereka memahami dan
mendukung dalam pembentukan opini publik untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi
kegiatan surveilans di desa siaga. Dukungan yang diharapkan dapat berupa moril, finansial dan
material, seperti kesepakatan dan persetujuan masyarakat untuk kegiatan surveilans.

Langkah ini termasuk kegiatan advokasi kepada para penentu kebijakan, agar mereka mau
memberikan dukungan. Jika di desa tersebut terdapat kelompok-kelompok sosial seperti karang
taruna, pramuka dan LSM dapat diajak untuk menjadi kader bagi kegiatan surveilans di desa
tersebut.

3. Survei Mawas Diri atau Telaah Mawas Diri


Survei mawas diri (SMD) bertujuan agar masyarakat dengan bimbingan petugas mampu
mengidentifikasi penyakit dan masalah kesehatan yang menjadi problem di desanya. SMD ini
harus dilakukan oleh masyarakat setempat dengan bimbingan petugas kesehatan. Melalui SMD
ini diharapkan masyarakat sadar akan adanya masalah kesehatan dan ancaman penyakit yang
dihadapi di desanya, dan dapat membangkitkan niat dan tekad untuk mencari solusinya
berdasarkan kesepakatan dan potensi yang dimiliki. Informasi tentang situasi penyakit/ancaman
penyakit dan permasalah kesehatan yang diperoleh dari hasil SMD merupakan informasi untuk
memilih jenis surveilans penyakit dan faktor risiko yang diselenggarakan di desa tersebut.

4. Pembentukan Kelompok Kerja Surveilans Tingkat Desa.


Kelompok kerja surveilans desa bertugas melaksanakan pengamatan dan pemantauan setiap saat
secara terus menerus terhadap situasi penyakit di masyarakat dan kemungkinan adanya ancaman
KLB penyakit, untuk kemudian melaporkannya kepada petugas kesehatan di Poskesdes. Anggota
Tim Surveilans Desa dapat berasal dari kader Posyandu, Juru pemantau jentik (Jumantik) desa,
Karang Taruna, Pramuka, Kelompok pengajian, Kelompok peminat kesenian, dan lain-lain.
Kelompok ini dapat dibentuk melalui Musyawarah Masyarakat Desa.

5. Membuat Perencanaan Kegiatan Surveilans


Setelah kelompok kerja Surveilans terbentuk, maka tahap selanjutnya adalah membuat
perencanaan kegiatan, meliputi :
a. Rencana Pelatihan Kelompok Kerja Surveilans oleh petugas kesehatan
b. Penentuan jenis surveilans penyakit dan faktor risiko yang dipantau.
c. Lokasi pengamatan dan pemantauan
d. Frekuensi Pemantauan
e. Pembagian tugas/penetapan penanggung jawab lokasi pemamtauan
f. Waktu pemantauan
g. Rencana Sosialisasi kepada warga masyarakat
h. dll.

B. Tahap pelaksanaan
1. Pelaksanaan Surveilans di Tingkat Desa
1.a. Pelaksanaan Surveilans oleh Kelompok Kerja
Surveilans Desa.
Surveilans penyakit di tingkat desa dilaksanakan oleh kelompok kerja surveilans tingkat desa,
dengan melakukan kegiatan pengamatan dan pemantauan situasi penyakit/kesehatan masyarakat
desa dan kemungkinan ancaman terjadinya KLB secara terus menerus. Pemantauan tidak hanya
sebatas penyakit tetapi juga dilakukan terhadap faktor risiko munculnya suatu penyakit.
Pengamatan dan pemantauan suatu penyakit di suatu desa mungkin berbeda jenisnya dengan
pemantauan dan pengamatan di desa lain. Hal ini sangat tergantung dari kondisi penyakit yang
sering terjadi dan menjadi ancaman di masing-masing desa.

Hasil pengamatan dan pemantauan dilaporkan secara berkala sesuai kesepakatan (per minggu/
per bulan/ bahkan setiap saat) ke petugas kesehatan di Poskesdes. Informasi yang disampaikan
berupa informasi :
1). Nama Penderita
2). Penyakit yang dialami/ gejala
3). Alamat tinggal
3). Umur
4). Jenis Kelamin
5). Kondisi lingkungan tempat tinggal penderita, dll.

Flu Burung
a. Masyarakat kesulitan memperoleh air bersih
b. Masyarakat merasakan kekurangan jamban.
c. Lingkungan tidak bersih (pengelolaan sampah yang tidak baik).
d. Terlihat beberapa tetangga/famili terserang penyakit.

a. Merasakan sebagian warganya masih kekurangan pangan.


b. Anak balita banyak yang tidak naik berat badannya.
c. Anak balita banyak yang belum mendapat Imunisasi dan Vitamin A.
d. Terlihat beberapa anak yang terserang campak.

a. Masyarakat melihat dan merasakan banyak nyamuk di wilayahnya.


b. Masyarakat melihat dan merasakan banyak air yang tergenang.
c. Banyak kaleng-kaleng bekas yang tidak dikubur.
d. Banyak menemukan jentik pada tempat-tempat penampungan air.

a. Melihat beberapa tetangga atau famili terserang demam.


b. Masyarakat melihat dan merasakan timbulnya kasus batuk pilek yang menjurus pada sesak
nafas terutama pada anak-anak.
c. Terjadinya kebakaran hutan yang mengakibatkan kabut asap dan mengganggu pernafasan.

• Masyarakat melihat munculnya kasus diare, muntah-muntah ataupun pingsan dari beberapa
orang sehabis menyantap makanan secara bersama-sama.

a. Terdapat kematian unggas secara mendadak dalam jumlah banyak.


b. Ditemukan warga yang menderita demam panas ? 38 °C disertai dengan satu atau lebih gejala
berikut : batuk, sakit tenggorokan, pilek dan sesak nafas/ nafas pendek yg sebelumnya pernah
kontak dengan unggas yang mati mendadak.

Apabila ditemukan faktor risiko seperti tersebut diatas, maka perlu dilakukan tindakan perbaikan
oleh masyarakat dan apabila ditemukan kondisi di luar dari biasanya, misalnya ditemukan
jumlah kasus “penderita” meningkat atau ditemukan kondisi lingkungan sumber air yang
memburuk maka diharapkan masyarakat melapor kepada petugas untuk bersama-sama mengatasi
masalah tersebut.

1.b. Pelaksanaan Surveilans oleh Petugas Surveilans Poskesdes


Kegiatan surveilans di tingkat desa tidak lepas dari peran aktif petugas petugas
kesehatan/surveilans Poskesdes. Kegiatan surveilans yang dilakukan oleh petugas kesehatan di
Poskesdes adalah :
1) Melakukan pengumpulan data penyakit dari hasil kunjungan pasien dan dari laporan warga
masyarakat.
2) Membuat Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) dengan menggunakan data laporan tersebut
diatas dalam bentuk data mingguan. Melalui PWS akan terlihat kecenderungan peningkatan
suatu penyakit. PWS dibuat untuk jenis penyakit Potensial KLB seperti DBD, Campak, Diare,
Malaria, dll serta jenis penyakit lain yang sering terjadi di masyarakat desa setempat.
PWS merupakan bagian dari sistem kewaspadaan dini KLB yang dilaksanakannoleh Poskesdes.
Sebaiknya laporan masyarakat tidak dimasukkan dalam data W2, karena dapat membingungkan
saat analisis. Laporan masyarakat dapat dilakukan analisis terpisah. Setiap desa/kelurahan
memiliki beberapa penyakit potensial KLB yang perlu diwaspadai dan dideteksi dini apabila
terjadi. Sikap waspada terhadap penyakit potensial KLB ini juga diikuti dengan sikap siaga tim
profesional, logistik dan tatacara penanggulangannya, termasuk sarana administrasi, transportasi
dan komunikasi.
Contoh PWS Penyakit Diare dari data mingguan :

3) Menyampaikan laporan data penyakit secara berkala ke Puskesmas (mingguan/bulanan).


4) Membuat peta penyebaran penyakit. Melalui peta ini akan diketahui lokasi penyebaran suatu
penyakit yang dapat menjadi focus area intervensi.

5) Memberikan informasi/rekomendasi secara berkala kepada kepala desa tentang situasi


penyakit desa/kesehatan warga desa atau pada saat pertemuan musyawarah masyarakat desa
untuk mendapatkan solusi permasalah terhadap upaya-upaya pencegahan penyakit.
6) Memberikan respon cepat terhadap adanya KLB atau ancaman akan terjadinya KLB. Respon
cepat berupa penyelidikan epidemiologi/investigasi bersama-sama dengan Tim Gerak Cepat
Puskesmas.
7) Bersama masyarakat secara berkala dan terjadwal melakukan upaya-upaya pencegahan dan
penanggulangan penyakit.

2. Pelaksanaan Surveilans di Tingkat Puskesmas


Kegiatan surveilans di tingkat Puskesmas dilaksanakan oleh petugas surveilans puskesmas
dengan serangkaian kegiatan berupa pengumpulan data, pengolahan, analisis dan interpretasi
data penyakit, yang dikumpulkan dari setiap desa siaga. Petugas surveilans puskesmas
diharuskan:
1) Membangun sistem kewaspadaan dini penyakit, diantaranya melakukan Pemantauan Wilayah
Setempat dengan menggunakan data W2 (laporan mingguan). Melalui PWS ini diharapkan akan
terlihat bagaimana perkembangan kasus penyakit setiap saat.
2) Membuat peta daerah rawan penyakit. Melalui peta ini akan terlihat daerah-daerah yang
mempunyai risiko terhadap muncul dan berkembangnya suatu penyakit. Sehingga secara tajam
intervensi program diarahkan ke lokasi-lokasi berisiko.
3) Membangun kerjasama dengan program dan sektor terkait untuk memecahkan kan permasalah
penyakit di wilayahnya.
4) Bersama Tim Gerak Cepat (TGC) KLB Puskesmas, melakukan respon cepat jika terdapat
laporan adanya KLB/ancaman KLB penyakit di wilayahnya.
5) Melakukan pembinaan/asistensi teknis kegiatan surveilans secara berkala kepada petugas di
Poskesdes.
6) Melaporkan kegiatan surveilans ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota secara berkala
(mingguan/bulanan/tahunan).

Anda mungkin juga menyukai