Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

MENENTUKAN PRIORITAS MASALAH

Disusun Oleh:
Riana
NIM.P1337424519119

PRODI D.IV KEBIDANAN MAGELANG JURUSAN KEBIDANAN


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi hidayah, kekuatan,
kesehatan, dan ketabahan kepada kami sehingga penyusunan Makalah ini terselesaikan. Makalah
ini disusun dengan tujuan untuk memenuhi persyaratan penilaian assessment alih jenjang dan
melaksanakan pembelajaran sesuai kurikulum. Dalam kesempatan ini penyusun menyampaikan
ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan Makalah ini yang tak dapat kami sebutkan satu persatu dan semoga penyusunan
Makalah ini akan bermanfaat. Apa yang telah penyusun tuangkan dalam penyusunan Makalah
kemungkinan masih jauh dari sempurna, untuk itu kritik yang sifatnya membangun sangat
penyusun harapkan.

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kita sering menghadapi berbagai macam masalah, namun kita sering kurang tau
masalah yang seharusnya menjadi prioritas utama dan harus segera diselesaikan.
Sebelum kita mencari pemecahan dari suatu masalah, kita harus mencari penyebab
utama serta penyebab lain dari masalah sehingga dapat menyusun rencana kegiatan yang
lebih spesifik dan mampu menyelesaikan masalah. Menetapkan prioritas dari sekian
banyak masalah kesehatan di masyarakat saat ini merupakan tugas yang penting dan
semakin sulit. Manager kesehatan masyarakat sering dihadapkan pada masalah yang
semakin menekan dengan sumber daya yang semakin terbatas. Metode untuk
menetapkan prioritas secara adil, masuk akal, dan mudah dihitung merupakan perangkat
manajemen yang penting. Demi efektivitas dan efisiensi berjalannya sebuah program,
maka penting bagi seorang praktisi kesehatan untuk mampu memprioritaskan masalah
yang dihadapi dengan metode-metode penentuan prioritas masalah.
B. Rumusan Masalah
1) Bagaimana penentuan prioritas masalah dengan metode Hanlon?
2) Bagaimana penetuan prioritas masalah dengan metode Fish bone?
BAB II

ISI

A. . METODE HANLON
Metode yang dijelaskan di sini memberikan cara untuk membandingkan berbagai masalah
kesehatan dengan cara yang relatif, tidak absolut/mutlak, memiliki kerangka, sebisa mungkin
sama/sederajat, dan objektif. Metode ini, yang disebut dengan Metode Hanlon maupun Sistem
Dasar Penilaian Prioritas (BPRS), dijelaskan dalam buku Public Health: Administration and
Practice (Hanlon and Pickett, Times Mirror/Mosby College Publishing) dan Basic Health
Planning (Spiegel and Hyman, Aspen Publishers). Metode ini memiliki tiga tujuan utama:
1. Memungkinkan para pengambil keputusan untuk mengidentifikasi faktorfaktor eksplisit
yang harus diperhatikan dalam menentukan prioritas
2. Untuk mengorganisasi faktor-faktor ke dalam kelompok yang memiliki bobot relatif satu
sama lain
3. Memungkinkan faktor-faktor agar dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dan dinilai
secara individual.

Formula Dasar Penilaian Prioritas Berdasarkan tinjauan atas percobaan berulang yang dilakukan
dalam mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan, pola kriteria yang konsisten menjadi
kelihatan jelas. Pola tersebut tercermin pada komponen-komponen dalam sistem ini.:

Komponen A = Ukuran/Besarnya masalah

Komponen B = Tingkat keseriusan masalah

Komponen C = Perkiraan efektivitas solusi

Komponen D = PEARL faktor ((propriety, economic feasibility, acceptability, resource


availability, legality) Kepatutan, kelayakan ekonomi, dapat diterima, ketersediaan sumber daya,
dan legalitas)

Semua komponen tersebut diterjemahkan ke dalam dua rumus yang merupakan nilai numerik
yang memberikan prioritas utama kepada mereka penyakit / kondisi dengan skor tertinggi.

Nilai Dasar Prioritas/Basic Priority Rating (BPR)> BPR = (A + B) C / 3 Nilai Prioritas


Keseluruhan/Basic Priority Rating (OPR)> OPR = [(A + B) C / 3] x D

Perbedaan dalam dua rumus akan menjadi semakin nyata ketika Komponen D (PEARL)
dijelaskan. Penting untuk mengenal dan menerima hal-hal tersebut, karena dengan berbagai
proses seperti itu, akan terdapat sejumlah besar subyektivitas. Pilihan, definisi, dan bobot relatif
yang ditetapkan pada komponen merupakan keputusan kelompok dan bersifat fleksibel. Lebih
jauh lagi, nilai tersebut merupakan penetapan dari masing-masing individu pemberi nilai.
Namun demikian, beberapa kontrol ilmiah dapat dicapai dengan menggunakan definisi istilah
secara tepat, dan sesuai dengan data statistik dan akurat.

Komponen Komponen A - Ukuran/Besarnya Masalah Komponen ini adalah salah satu yang
faktornya memiliki angka yang kecil. Pilihan biasanya terbatas pada persentase dari populasi
yang secara langsung terkena dampak dari masalah tersebut, yakni insiden, prevalensi, atau
tingkat kematian dan angka. Ukuran/besarnya masalah juga dapat dipertimbangkan dari lebih
dari satu cara. Baik keseluruhan populasi penduduk maupun populasi yang berpotensi/berisiko
dapat menjadi pertimbangan. Selain itu, penyakit – penyakit dengan faktor risiko pada
umumnya, yang mengarah pada solusi bersama/yang sama dapat dipertimbangkan secara
bersama-sama. Misalnya, jika kanker yang berhubungan dengan tembakau dijadikan
pertimbangan, maka kanker paru-paru, kerongkongan, dan kanker mulut dapat dianggap sebagai
satu. Jika akan dibuat lebih banyak penyakit yang juga dipertimbangkan, penyakit
cardiovascular mungkin juga dapat dipertimbangkan. Nilai maksimal dari komponen ini adalah
10. Keputusan untuk menentukan berapa ukuran/besarnya masalah biasanya merupakan
konsensus kelompok.

Komponen B – Tingkat Keseriusan Masalah Kelompok harus mempertimbangkan faktor-faktor


yang mungkin dan menentukan tingkat keseriusan dari masalah. Sekalipun demikian, angka dari
faktor yang harus dijaga agar tetap pada nilai yang pantas. Kelompok harus berhati-hati untuk
tidak membawa masalah ukuran atau dapat dicegahnya suatu masalah ke dalam diskusi, karena
kedua hal tersebut sesuai untuk dipersamakan di tempat yang lain. Maksimum skor pada
komponen ini adalah 20. Faktor-faktor harus dipertimbangkan bobotnya dan ditetapkan secara
hati-hati. Dengan menggunakan nomor ini (20), keseriusan dianggap dua kali lebih pentingnya
dengan ukuran/besarnya masalah.

Faktor yang dapat digunakan adalah:

1. Urgensi: sifat alami dari kedaruratan masalah; tren insidensi, tingkat kematian, atau faktor
risiko; kepentingan relatif terhadap masayarakat; akses terkini kepada pelayanan yang
diperlukan.
2. Tingkat keparahan: tingkat daya tahan hidup, rata-rata usia kematian, kecacatan/disabilitas,
angka kematian prematur relatif.
3. Kerugian ekonomi: untuk masyarakat (kota / daerah / Negara), dan untuk masing-masing
individu.
Masing-masing faktor harus mendapatkan bobot. Sebagai contoh, bila menggunakan empat
faktor, bobot yang mungkin adalah 0-5 atau kombinasi manapun yang nilai maksimumnya
sama dengan 20. Menentukan apa yang akan dipertimbangkan sebagai minimum dan
maksimum dalam setiap faktor biasanya akan menjadi sangat membantu. Hal ini akan
membantu untuk menentukan batas-batas untuk menjaga beberapa perspektif dalam
menetapkan sebuah nilai numerik. Salah satu cara untuk mempertimbangkan hal ini adalah
dengan menggunakannya sebagai skala seperti: 0 = tidak ada 1 = beberapa 2 = lebih (lebih
parah, lebih gawat, lebih banyak, dll) 3 = paling
Misalnya, jika kematian prematur sedang digunakan untuk menentukan keparahan,
kemudian kematian bayi mungkin akan menjadi 5 dan gonorea akan menjadi 0.
Komponen C - Efektivitas dari Intervensi Komponen ini harus dianggap sebagai "Seberapa
baikkan masalah ini dapat diselesaikan?" Faktor tersebut mendapatkan skor dengan angka dari
0 - 10. Komponen ini mungkin merupakan komponen formula yang paling subyektif. Terdapat
sejumlah besar data yang tersedia dari penelitianpenelitian yang mendokumentasikan sejauh
mana tingkat keberhasilan sebuah intervensi selama ini.Efektivitas penilaian, yang dibuat
berdasarkan tingkat keberhasilan yang diketahui dari literatur, dikalikan dengan persen dari
target populasi yang diharapkan dapat tercapai. Contoh: Berhenti Merokok Target populasi
45.000 perokok Total yang mencoba untuk berhenti 13.500 Efektivitas penghentian merokok
32% atau 0,32 Target populasi x efektivitas 0,30 x 0,32 = 0,096 atau 0,1 atau 1 Contoh:
Imunisasi Target populasi 200.000 Jumlah yang terimunisasi yang diharapkan 193.000 Persen
dari total 97% atau 0,97 Efektivitas 94% atau 0,94 Populasi yang tercapai x efektivitas 0,97 x
0,94 = 0,91 atau 9,1 Sebuah keuntungan dengan mempertimbangkan populasi target dan jumlah
yang diharapkan adalah akan didapatkannya perhitungan yang realistis mengenai sumber daya
yang dibutuhkan dan kemampuan yang diharapkan untuk memenuhi tujuan yang ditetapkan.
Komponen D – PEARL PEARL yang merupakan kelompok faktor itu, walaupun tidak secara
langsung berkaitan dengan masalah kesehatan, memiliki pengaruh yang tinggi dalam
menentukan apakah suatu masalah dapat diatasi.
P – Propierity/Kewajaran. Apakah masalah tersebut berada pada lingkup keseluruhan misi kita?
E – Economic Feasibility/Kelayakan Ekonomis. Apakah dengan menangani masalah tersebut
akan bermakna dan memberi arti secara ekonomis? Apakah ada konsekuensi ekonomi jika
masalah tersebut tidak diatasi?
A – Acceptability. Apakah dapat diterima oleh masyarakat dan / atau target populasi?
R – Resources/Sumber Daya. Apakah tersedia sumber daya untuk mengatasi masalah?
L – Legalitas. Apakah hukum yang ada sekarang memungkinkan masalah untuk diatasi?
Masing-masing faktor kualifikasi dipertimbangkan, dan angka untuk setiap faktor PEARL
adalah 1 jika jawabannya adalah "ya" dan 0 jika jawabannya adalah "tidak." Bila penilaian skor
telah lengkap/selesai, semua angka-angka dikalikan untuk mendapatkan jawaban akhir terbaik.
Karena bersama-sama, faktor-faktor ini merupakan suatu produk dan bukan merupakan jumlah.
Singkatnya, jika salah satu dari lima faktor yang "tidak", maka D akan sama dengan 0. Karena
D adalah pengali akhir dalam rumus , maka jika D = 0, masalah kesehatan tidak akan diatasi
dibenahi dalam OPR, terlepas dari seberapa tingginya peringkat masalah di BPR. Sekalipun
demikian, bagian dari upaya perencanaan total mungkin termasuk melakukan langkah-langkah
lanjut yang diperlukan untuk mengatasi PEARL secara positif di masa mendatang. Misalnya,
jika intervensi tersebut hanya tidak dapat diterima penduduk, dapat diambil langkah-langkah
bertahap untuk mendidik masyarakat mengenai manfaat potensial dari intervensi, sehingga
dapat dipertimbangkan di masa mendatang.
B. FISHBONE DIAGRAM
Dr. Kaoru Ishikawa seorang ilmuwan Jepang, merupakan tokoh kualitas yang telah
memperkenalkan user friendly control, Fishbone cause and effect diagram, emphasised the ‘internal
customer’ kepada dunia. Ishikawa juga yang pertama memperkenalkan 7 (seven) quality tools:
control chart, run chart, histogram, scatter diagram, pareto chart, and flowchart yang sering juga
disebut dengan “7 alat pengendali mutu/kualitas” (quality control seven tools). Diagram Fishbone
dari Ishikawa menjadi satu tool yang sangat populer dan dipakai di seluruh penjuru dunia dalam
mengidentifikasi faktor penyebab problem/masalah. Alasannya sederhana. Fishbone diagram
tergolong praktis, dan memandu setiap tim untuk terus berpikir menemukan penyebab utama suatu
permasalahan. Diagram “tulang ikan” ini dikenal dengan cause and effect diagram. Kenapa
Diagram Ishikawa juga disebut dengan “tulang ikan”?…..ya memang kalau diperhatikan rangka
analisis diagram Fishbone bentuknya ada kemiripan dengan ikan, dimana ada bagian kepala
(sebagai effect) dan bagian tubuh ikan berupa rangka serta duri-durinya digambarkan sebagai
penyebab (cause) suatu permasalahan yang timbul.
Faktor penyebab problem antara lain (kemungkinan) terdiri dari : material/bahan baku, mesin,
manusia dan metode/cara. Semua yang berhubungan dengan material, mesin, manusia, dan metode
yang “saat ini” dituliskan dan dianalisa faktor mana yang terindikasi “menyimpang” dan berpotensi
terjadi problem. Ingat,..ketika sudah ditemukan satu atau beberapa “penyebab” jangan puas sampai
di situ, karena ada kemungkinan masih ada akar penyebab di dalamnya yang “tersembunyi”.
Bahasa gaulnya, jangan hanya melihat yang gampang dan nampak di luar.
Ishikawa mengajarkan kita untuk melihat “ke dalam” dengan bertanya
“mengapa?……mengapa?…dan mengapa?”. Hanya dengan bertanya “mengapa” beberapa kali
kita mampu menemukan akar permasalahan yang sesungguhnya. Penyebab sesungguhnya, bukan
gejala. Dengan menerapkan diagram Fishbone ini dapat menolong kita untuk dapat menemukan
akar “penyebab” terjadinya masalah khususnya di industri manufaktur dimana prosesnya terkenal
dengan banyaknya ragam variabel yang berpotensi menyebabkan munculnya permasalahan.
Apabila “masalah” dan “penyebab” sudah diketahui secara pasti, maka tindakan dan langkah
perbaikan akan lebih mudah dilakukan. Dengan diagram ini, semuanya menjadi lebih jelas dan
memungkinkan kita untuk dapat melihat semua kemungkinan “penyebab” dan mencari “akar”
permasalahan sebenarnya.
Kaoru Ishikawa, ilmuwan yang banyak menyumbangkan pemikiran di bidang manajemen kualitas
ini lahir pada tahun 1915 di Tokyo, Jepang. Alumni teknik kimia Universitas Tokyo ini ingin
merubah konsep pemikiran manusia tentang bekerja. Ishikawa mengurai secara rinci prinsip plan-
do-check-act W.Edward Deming, sang kreator P-D-C-A menjadi;
1. Plan-P >> Tentukan gol dan target >> Tentukan cara/metode mencapai gol
2. Do-D >> Terlibat dalam pendidikan dan pelatihan >> Implementasi pekerjaan
3. Check-C >> Cek akibat dari implementasi
4. Act-A>> Mengambil tindakan yang sesuai. Kumpulkanlah beberapa orang yang
mempunyai pengalaman dan keahlian memadai menyangkut problem yang terjadi. Semua
anggota tim memberikan pandangan dan pendapat dalam mengidentifikasi semua
pertimbangan mengapa masalah tersebut terjadi. Kebersamaan sangat diperlukan di sini,
juga kebebasan memberikan pendapat dan pandangan setiap individu.

Penggunaan :

1. Melakukan identifikasi penyebab masalah;


2. Mengkatagorikan berbagai sebab potensial suatu masalah dengan cara yang sistematik;
3. Mencari akar penyebab masalah;
4. Menjelaskan hubungan sebab akibat suatu masalah.
5. Identifikasi semua penyebab yang relevan berdasarkan fakta dan data;
6. Karakteristik yang diamati benar-benar nyata berdasarkan fakta, dapat diukur atau
diupayakan dapat diukur;
7. Dalam diagram tulang ikan, faktor-faktor yang terkendali sedapat mungkin seimbang
peranan atau bobotnya;
8. Faktor penyebab yang ditemukan adalah yang mungkin dapatdiperbaiki, bukan yang tidak
mungkin diperbaiki ataudiselesaikan;
9. Dalam menyelesaikan fakta dimulai pada tulang yang kecil,selanjutnya akan memperbaiki
faktor tulang besar yang akanmenyelesaikan masalah;
10. Perlu dicatat masukan yang diperoleh selama pertemuan dalam pembuatan diagram tulang
ikan.

Fishbone Diagram sering juga disebut sebagai diagram Sebab Akibat. Dimana dalam
menerapkan diagram ini mengandung langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menyiapkan sesi sebab-akibat

2. Mengidentifikasi akibat

3. Mengidentifikasi berbagai kategori.

4. Menemukan sebab-sebab potensial dengan cara sumbang saran.

5. Mengkaji kembali setiap kategori sebab utama

6. Mencapai kesepakatan atas sebab-sebab yang paling mungkin

Kelebihan diagram tulang ikan

1. Lebih terstruktur;
2. Mengkatagorikan berbagai sebab potensial dari suatu masalah dengan cara yang sistematik;
3. Mengajarkan pada tim dan individu mengenai proses serta prosedur yang berlaku atau yang baru.
4. Kekurangan diagram tulang ikan
5. tulang ikan belum menggambarkan sebab yang sebenarnya (paling mungkin) harus didukung data.

3
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Metode yang dijelaskan di sini memberikan cara untuk membandingkan berbagai
masalah kesehatan dengan cara yang relatif, tidak absolut/mutlak, memiliki kerangka,
sebisa mungkin sama/sederajat, dan objektif
Diagram Fishbone dari Ishikawa menjadi satu tool yang sangat populer dan dipakai di
seluruh penjuru dunia dalam mengidentifikasi faktor penyebab problem/masalah.
Alasannya sederhana. Fishbone diagram tergolong praktis, dan memandu setiap tim
untuk terus berpikir menemukan penyebab utama suatu permasalahan. Diagram
“tulang ikan” ini dikenal dengan cause and effect diagram

B. Saran
Agar untuk penulisan makalah penentuan prioritas masalah dengan cara yang lebih
variatif
DAFTAR PUSTAKA

http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Konsep-Kebidanan-dan-
Etikolegal-dalam-Praktik-Kebidanan-Komprehensif.pdf

http://mitrahusada.ac.id/wp-content/uploads/2017/09/MODUL-KONSEP-KEBIDANAN.pdf

file:///C:/Users/User/Downloads/Modul_Teori_Konsep_Kebidanan.pdf

Anda mungkin juga menyukai