Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEBIDANAN NIFAS DAN MENYUSUI

(Peruban Psikologi Dan Menyusui)

NAMA : CICILIA RAMADANTI

NIM : P00324020058

TINGKATAN : 2B DIII-KEBIDANAN

KEMENTRIAN KESEHATAN REPOBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KENDARI
PRODI D-III KEBIDANAN
T.A 2020/2021
A. PERUBAHAN SISTEM REPRODUKSI
1. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai dari beberapa jam
setelah persalinan selesai smpai 6 minggu atau 42 hari. Selama masa nifas ,
organ reproduksi secara perlahan akan mengalami perubahan seperti keadaan
sebelum hamil. Perubahan organ reproduksi disebut involusi (Dewi, 2012).
Dengan demikian dapat diartikan masa nifas adalah masa yang dilalui oleh
seorang perempuan dimulai setelah melahirkan setelah hasil konsepsi (bayi
dan plasenta) dan berakhir 6 minggu setelah melahirkan.
Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai
sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil. Nifas
(puerperium) berasal dari bahasa latin. Puerperium berasal dari dua suku kata
yakni puer dan parous. Peur berarti bayi dan parous berarti melahirkan. (Asih
Yusari, Risneni, 2016: 01) Masa nifas (puerperium) adalah masa setelah
keluarnya placenta sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil
dan secara normal masa nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari
(Walyani Siwi Elisabeth,Purwoastuti Endang).
2. Tujuan Asuhan Masa Nifas
a. Mendeteksi adanya perdarahan masa nifas, untuk menghindari adanya
kemungkinan perdarahan post partum dan infeksi
b. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya
c. Melaksanakan skrining secara komprehensif, untuk mendeteksi masalah,
mengobati, dan merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu ataupun bayinya.
d. Memberikan pendidikan kesehatan diri, tentang perawatan diri, nutrisi
KB, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya, dan perawatan bayi
sehat.
e. Memberikan pendidikan mengenai laktasi dan perawatan payudara.
Konseling mengenai KB. (Asih Yusari, Risneni, 2016: 02)
3. Tahapan Masa Nifas Beberapa tahapan masa nifas adalah sebagai berikut:
a. Puerperium dini Yaitu kepulihan dimana ibu diperbolehkan berdiri dan
berjalan, serta menjalankan aktivitas layaknya wanita normal lainnya.
b. Puerperium intermediate Yaitu suatu kepulihan menyeluruh alat-alat
genetalia yang lamanya sekitar 6-8 minggu.
c. Puerperium remote Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai
komplikasi. (Asih Yusari, Risneni, 2016) Masa nifas terbagi menjadi tiga
periode (Kemenkes RI, 2015), yaitu :
 Periode pasca salin segera (immediate post partum) 0-24 jam . Masa
segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Pada masa ini
sering terdapat masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri.
Oleh sebab itu, kesehatan harus dengan teratur melakukan
pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran lochea, tekanan darah dan
suhu.
 Periode pasca salin awal (early post partum) 24 jam-1 minggu. Pada
periode ini pastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada
perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak ada demam, ibu cukup
mendapatkan makanan dan cairan, serta dapat menyusui bayinya
dengan baik.
 Periode pasca salin lanjut (late post partum) 1 minggu-6 minggu.
Pada periode ini tenanga kesehatan tetap melakukan perawatan dan
pemeriksaan serta konseling KB. (Asih Yusari, Risneni, 2016) 7 d.

4. Perubahan Fisiologis Masa Nifas


a. Perubahan sistem reproduksi
Perubahan pada sistem reproduksi secara keseluruhan disebut proses
involusi, disamping itu juga terjadi perubahan-perubahan penting lain
yaitu terjadinya hemokonsentrasi dan timbulnya laktasi.
Uterus Adalah organ yang banyak mengalami perubahan besar karena
telah mengalami perubahan besar selama masa kehamilan dan persalinan.
Pembesaran uterus tidak akan terjadi secara terus menerus, sehingga
adanya janin dalam uterus tidak akan terlalu lama. Bila adanya janin
tersebut melebihi waktu yang seharusnya, maka akan terjadi kerusakan
serabut otot jika tidak dikehendaki. Proses katabolisme akan bermanfaat
untuk mencegah terjadinya masalah tersebut. (Asih Yusari, Risneni,2016).
b. Perubahan involusi uterus
Fundus uteri kira-kira sepusat dalam hari pertama bersalin. Penyusutan
antara 1-1,5 cm atau sekitar 1 jari perhari. Dalam 10- 12 hari uterus tidak
teraba lagi di abdomen karena sudah masuk di bawah simfisis. Pada buku
keperawatan maternitas pada hari ke-9 uterus sudah tidak teraba. Involusi
ligament uterus berangsurangsur, pada awalnya cenderung miring ke
belakang. Kembali normal antefleksi dan posisi anteverted pada akhir
minggu keenam. (Asih Yusari, Risneni,2016)
Masa puerperium diikuti pengeluaran cairan sisa lapisan endometrium
dan sisa dari tempat implantasi plasenta disebut lokia. Pengeluaran lokia
dapat dibagi berdasarkan jumlah dan warnanya seperti berikut
 Lochea rubra (cruenta) Muncul pada hari pertama sampai hari kedua
post partum, warnanya merah mengandung darah dari luka pada
plasenta dan serabut dari decidua dan chorion.
 Lochea sanguilenta Berwarna merah kuning, berisi darah lendir, hari
ke 3-7 paska persalinan.
 Lochea serosa Muncul pada hari ke 7-14, berwarna kecoklatan
mengandung lebih banyak serum, lebih sedikit darah juga leukosit
dan laserasi plasenta.
 Lochea alba Sejak 2-6 minggu setelah persalinan, warnanya putih
kekuningan mengandung leukosit, selaput lendir serviks dan serabut
jaringan yang mati. (Asih Yusari,Risneni 2016)
c. Perubahan pada vagina dan perineum Pada awal masa nifas, vagina
dan muara vagina membentuk suatu lorong luas berdinding licin yang
berangsur-angsur mengecil ukurannya tapi jarang kembali ke bentuk
nulipara. Rugae mulai tampak pada minggu ketiga. Himen muncul
kembali sebagai kepingan-kepingan kecil jaringan, yang setelah
mengalami sikatrisasi akan berubah menjadi caruncule mirtiformis.
Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan
mukosa vagina dan hilangnya rugae. (Asih Yusari, Risneni, 2016)
d. Tempat tertanamnya plasenta Saat plasenta keluar normalnya uterus
berkontraksi dan relaksasi/retraksi sehingga volume/ruang tempat
plasenta berkurang atau berubah cepat dan 1 hari setelah persalinan
berkerut sampai diameter 7,5 cm. (Asih Yusari, Risneni, 2016:69)
e. Perubahan sistem muskuloskeletal Adaptasi sistem muskuloskeletal
ibu yang terjadi mencakup hal-hal yang dapat membantu relaksasi dan
hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran
uterus. Stabilisasi sendi lengkap akan terjadi pada minggu ke-6 sampai
ke-8 setelah wanita melahirkan.

B. PERUBAHAN SISTEM PENCERNAAN


Sistem gastrointestinal selama kehamilan dipengaruhi oleh beberapa hal,
diantaranya tingginya kadar progesteron yang dapat mengganggu keseimbangan
cairan tubuh, meningkatkan kolestrol darah, dan melambatkan kontraksi otot-otot
polos. Pasca melahirkan, kadar progesteron juga mulai menurun. Namun demikian,
faal usus memerlukan waktu 3-4 hari untuk kembali normal.
Beberapa hal yang berkaitan dengan perubahan pada sistem pencernaan, antara lain:
Nafsu makan.
Motilitas.
Pengosongan usus.
1. Nafsu Makan
Pasca melahirkan, biasanya ibu merasa lapar sehingga diperbolehkan untuk
mengkonsumsi makanan. Pemulihan nafsu makan diperlukan waktu 3–4 hari
sebelum faal usus kembali normal. Meskipun kadar progesteron menurun
setelah melahirkan, asupan makanan juga mengalami penurunan selama satu
atau dua hari.
2. Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama
waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anastesia bisa
memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.
3. Pengosongan Usus
Pasca melahirkan, ibu sering mengalami konstipasi. Hal ini disebabkan tonus
otot usus menurun selama proses persalinan dan awal masa pascapartum, diare
sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan, dehidrasi,
hemoroid ataupun laserasi jalan lahir. Sistem pencernaan pada
masa nifas membutuhkan waktu untuk kembali normal.
Beberapa cara agar ibu dapat buang air besar kembali teratur, antara lain:

 Pemberian diet / makanan yang mengandung serat.


 Pemberian cairan yang cukup.
 Pengetahuan tentang pola eliminasi pasca melahirkan.
 Pengetahuan tentang perawatan luka jalan lahir.
 Bila usaha di atas tidak berhasil dapat dilakukan pemberian huknah atau
obat yang lain

C. PERUBAHAN SISTEM PERKEMIHAN


Pada masa hamil, perubahan hormonal yaitu kadar steroid tinggi yang
berperan meningkatkan fungsi ginjal. Begitu sebaliknya, pada pasca melahirkan kadar
steroid menurun sehingga menyebabkan penurunan fungsi ginjal. Fungsi ginjal
kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan. Urin dalam
jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12 – 36 jam sesudah melahirkan
Hal yang berkaitan dengan fungsi sistem perkemihan, antara lain:
1. Hemostatis Internal
Tubuh, terdiri dari air dan unsur-unsur yang larut di dalamnya, dan 70% dari
cairan tubuh terletak di dalam sel-sel, yang disebut dengan cairan intraselular.
Cairan ekstraselular terbagi dalam plasma darah, dan langsung diberikan untuk
sel-sel yang disebut cairan interstisial. Beberapa hal yang berkaitan dengan
cairan tubuh antara lain edema dan dehidrasi. Edema adalah tertimbunnya cairan
dalam jaringan akibat gangguan keseimbangan cairan dalam tubuh. Dehidrasi
adalah kekurangan cairan atau volume air yang terjadi pada tubuh karena
pengeluaran berlebihan dan tidak diganti
2. Keseimbangan Asam Basa Tubuh
Keasaman dalam tubuh disebut PH. Batas normal PH cairan tubuh adalah 7,35-
7,40. Bila PH >7,4 disebut alkalosis dan jika PH < 7,35 disebut asidosis.
3. Pengeluaran Sisa Metabolisme, Racun dan Zat Toksin Ginjal
Zat toksin ginjal mengekskresi hasil akhir dari metabolisme protein yang
mengandung nitrogen terutama urea, asam urat dan kreatinin.
Ibu post partum dianjurkan segera buang air kecil, agar tidak mengganggu
proses involusi uteri dan ibu merasa nyaman. Namun demikian, pasca
melahirkan ibu merasa sulit buang air kecil.
Hal yang menyebabkan kesulitan buang air kecil pada ibu post partum, antara
lain:
a. Adanya odema trigonium yang menimbulkan obstruksi sehingga terjadi
retensi urin.
b. Diaforesis yaitu mekanisme tubuh untuk mengurangi cairan yang teretansi
dalam tubuh, terjadi selama 2 hari setelah melahirkan.
c. Depresi dari sfingter uretra oleh karena penekanan kepala janin dan spasme
oleh iritasi muskulus sfingter ani selama persalinan, sehingga
menyebabkan miksi.
Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormon estrogen akan menurun,
hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan hilangnya
peningkatan volume darah akibat kehamilan, hal ini merupakan mekanisme
tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Keadaan ini disebut dengan
diuresis pasca partum. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam
tempo 6 minggu.
Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urin
menyebabkan penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pasca
partum. Pengeluaran kelebihan cairan yang tertimbun selama hamil kadang-
kadang disebut kebalikan metabolisme air pada masa hamil (reversal of the
water metabolisme of pregnancy).
Rortveit dkk (2003) menyatakan bahwa resiko inkontinensia urine
pada pasien dengan persalinan pervaginam sekitar 70% lebih tinggi
dibandingkan resiko serupa pada persalinan dengan Sectio Caesar. Sepuluh
persen pasien pasca persalinan menderita inkontinensia (biasanya stres
inkontinensia) yang kadang-kadang menetap sampai beberapa minggu
pasca persalinan. Untuk mempercepat penyembuhan keadaan ini dapat
dilakukan latihan pada otot dasar panggul.
Bila wanita pasca persalinan tidak dapat berkemih dalam waktu 4 jam
pasca persalinan mungkin ada masalah dan sebaiknya segera dipasang
dower kateter selama 24 jam. Bila kemudian keluhan tak dapat berkemih
dalam waktu 4 jam, lakukan kateterisasi dan bila jumlah residu > 200 ml
maka kemungkinan ada gangguan proses urinasinya. Maka kateter tetap
terpasang dan dibuka 4 jam kemudian , bila volume urine < 200 ml, kateter
dibuka dan pasien diharapkan dapat berkemih seperti biasa

D. Perubahan sistem muskuloskeletal

Terjadi pada saat umur kehamilan semakin bertambah. Adaptasi


muskuloskelatal ini mencakup: peningkatan berat badan, bergesernya pusat akibat
pembesaran rahim, relaksasi dan mobilitas. Namun demikian, pada saat post partum
sistem muskuloskeletal akan berangsur-angsur pulih kembali. Ambulasi
dini dilakukan segera setelah melahirkan, untuk membantu mencegah komplikasi dan
mempercepat involusi uteri.

1. Adaptasi Sistem Muskuloskeletal

Adaptasi sistem muskuloskeletal pada masa nifas, meliputi:

a. Dinding Perut dan Peritoneum

Dinding perut akan longgar pasca persalinan. Keadaan ini akan pulih


kembali dalam 6 minggu. Pada wanita yang asthenis terjadi diastasis dari
otot-otot rectus abdominis, sehingga sebagian dari dinding perut di garis
tengah hanya terdiri dari peritoneum, fasia tipis dan kulit.

b. Kulit Abdomen

Selama masa kehamilan, kulit abdomen akan melebar, melonggar dan


mengendur hingga berbulan-bulan. Otot-otot dari dinding abdomen dapat
kembali normal kembali dalam beberapa minggu pasca melahirkan dengan
latihan post natal.

c. Striae

Striae adalah suatu perubahan warna seperti jaringan parut pada dinding
abdomen. Striae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna
melainkan membentuk garis lurus yang samar. Tingkat diastasis muskulus
rektus abdominis pada ibu post partum dapat dikaji melalui keadaan umum,
aktivitas, paritas dan jarak kehamilan, sehingga dapat membantu
menentukan lama pengembalian tonus otot menjadi normal.
d. Perubahan Ligamen

Setelah janin lahir, ligamen-ligamen, diafragma pelvis dan fasia yang


meregang sewaktu kehamilan dan partus berangsur-angsur menciut kembali
seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang
mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi.

e. Simpisis Pubis

Pemisahan simpisis pubis jarang terjadi. Namun demikian, hal ini dapat
menyebabkan morbiditas maternal. Gejala dari pemisahan simpisis pubis
antara lain: nyeri tekan pada pubis disertai peningkatan nyeri saat
bergerak di tempat tidur ataupun waktu berjalan. Pemisahan simpisis
dapat dipalpasi. Gejala ini dapat menghilang setelah beberapa minggu
atau bulan pasca melahirkan, bahkan ada yang menetap.

2. Gejala Sistem Muskuloskeletal

Beberapa gejala sistem muskuloskeletal yang timbul pada masa pasca partum
antara lain

a. Nyeri Punggung Bawah

Nyeri punggung merupakan gejala pasca partum jangka panjang yang


sering terjadi. Hal ini disebabkan adanya ketegangan postural pada sistem
muskuloskeletal akibat posisi saat persalinan.

Penanganan: Selama kehamilan, wanita yang mengeluh nyeri punggung


sebaiknya dirujuk pada fisioterapi untuk mendapatkan perawatan. Anjuran
perawatan punggung, posisi istirahat, dan aktifitas hidup sehari-hari
penting diberikan. Pereda nyeri elektroterapeutik dikontraindikasikan
selama kehamilan, namun mandi dengan air hangat dapat menberikan
rasa nyaman pada pasien.

b. Sakit Kepala dan Nyeri Leher

Pada minggu pertama dan tiga bulan setelah melahirkan, sakit kepala dan
migrain bisa terjadi. Gejala ini dapat mempengaruhi aktifitas dan
ketidaknyamanan pada ibu post partum. Sakit kepala dan nyeri leher yang
jangka panjang dapat timbul akibat setelah pemberian anestasi umum.
c. Nyeri Pelvis Posterior

Nyeri pelvis posterior ditunjukan untuk rasa nyeri dan disfungsi area sendi
sakroiliaka. Gejala ini timbul sebelum nyeri punggung bawah dan
disfungsi simfisis pubis yang ditandai nyeri di atas sendi sakroiliaka pada
bagian otot penumpu berat badan serta timbul pada saat membalikan
tubuh di tempat tidur. Nyeri ini dapat menyebar ke bokong dan paha
posterior.

Penanganan: pemakaian ikat (sabuk) sakroiliaka penyokong dapat


membantu untuk mengistirahatkan pelvis. Mengatur posisi yang nyaman
saat istirahat maupun bekerja, serta mengurangi aktifitas dan posisi yang
dapat memacu rasa nyeri.

d. Disfungsi Simfisis Pubis

Merupakan istilah yang menggambarkan gangguan fungsi sendi simfisis


pubis dan nyeri yang dirasakan di sekitar area sendi. Fungsi sendi simfisis
pubis adalah menyempurnakan cincin tulang pelvis dan memindahkan
berat badan melalui pada posisis tegak. Bila sendi ini tidak menjalankan
fungsi semestinya, akan terdapat fungsi/stabilitas pelvis yang abnormal,
diperburuk dengan terjadinya perubahan mekanis, yang dapat
mrmpengaruhi gaya berjalan suatu gerakan lembut pada sendi simfisis
pubis untuk menumpu berat badan dan disertai rasa nyeri yang hebat.

Penanganan: tirah baring selama mungkin; pemberian pereda nyeri;


perawatan ibu dan bayi yang lengkap; rujuk ke ahli fisioterapi untuk
latihan abdomen yang tepat; latihan meningkatkan sirkulasi; mobilisasi
secara bertahap; pemberian bantuan yang sesuai.

e. Diastasis Rekti

Diastasis rekti adalah pemisahan otot rektus abdominis lebih dari 2,5 cm
pada tepat setinggi umbilikus (Noble, 1995) sebagai akibat pengaruh
hormon terhadap linea alba serta akibat perenggangan mekanis dinding
abdomen. Kasus ini sering terjadi pada multi paritas, bayi besar, poli
hidramnion, kelemahan otot abdomen dan postur yang salah. Selain itu,
juga disebabkan gangguan kolagen yang lebih ke arah keturunan,
sehingga ibu dan anak mengalami diastasis.

Penanganan: melakukan pemeriksaan rektus untuk mengkaji lebar celah


antara otot rektus; memasang penyangga tubigrip (berlapis dua jika perlu),
dari area xifoid sternum sampai di bawah panggul; latihan transversus dan
pelvis dasar sesering mungkin, pada semua posisi, kecuali posisi
telungkup-lutut; memastikan tidak melakukan latihan sit-up atau curl-up;
mengatur ulang kegiatan sehari–hari, menindaklanjuti pengkajian oleh
ahli fisioterapi selama diperlukan.

f. Osteoporosis Akibat Kehamilan

Osteoporosis timbul pada trimester ketiga atau pasca natal. Gejala ini


ditandai dengan nyeri, fraktur tulang belakang dan panggul, serta adanya
hendaya (tidak dapat berjalan), ketidakmampuan mengangkat atau
menyusui bayi pasca natal, berkurangnya tinggi badan, postur tubuh yang
buruk.

g. Disfungsi Dasar Panggul.

Disfungsi dasar panggul, meliputi :

 Inkontinensia urin.
 Inkontinensia alvi.
 Prolaps.

E. PERUBAHAN SISTEM ENDOKRIN


Selama proses kehamilan dan persalinan terdapat perubahan pada sistem
endokrin. Hormon-hormon yang berperan pada proses tersebut, antara lain:
1. Hormon Plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan hormon yang diproduksi
oleh plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat pasca persalinan.
Penurunan hormon plasenta (human placental lactogen) menyebabkan kadar gula
darah menurun pada masa nifas. Human Chorionic Gonadotropin (HCG)
menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke-7
post partum dan sebagai onset pemenuhan mamae pada hari ke-3 post partum.

2. Hormon Pituitary
Hormon pituitary antara lain: hormon prolaktin, FSH dan LH.
Hormon prolaktin darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui
menurun dalam waktu 2 minggu. Hormon prolaktin berperan dalam
pembesaran payudara untuk merangsang produksi susu. FSH dan LH meningkat
pada fase konsentrasi folikuler pada minggu ke-3, dan LH tetap rendah hingga
ovulasi terjadi.
3. Hipotalamik Pituitary Ovarium
Hipotalamik pituitary ovarium akan mempengaruhi lamanya mendapatkan
menstruasi pada wanita yang menyusui maupun yang tidak menyusui. Pada
wanita manyusui mendapatkan menstruasi pada 6 minggu pasca melahirkan
berkisar 16% dan 45% setelah 12 minggu pasca melahirkan. Sedangkan pada
wanita yang tidak menyusui, akan mendapatkan menstruasi berkisar 40% setelah
6 minggu pasca melahirkan dan 90% setelah 24 minggu.
4. Hormon Oksitosin
Hormon oksitosin disekresikan dari kelenjar otak bagian belakang, bekerja
terhadap otot uterus dan jaringan payudara. Selama tahap ketiga persalinan,
hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan
kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat
merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin, sehingga dapat membantu
involusi uteri.
5. Hormon Estrogen dan progesteron
Volume darah normal selama kehamilan, akan meningkat. Hormon estrogen yang
tinggi memperbesar hormon anti diuretik yang dapat meningkatkan volume
darah. Sedangkan hormon progesteron mempengaruhi otot halus yang
mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini
mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar
panggul, perineum dan vulva serta vagina.
F. PERUBAHAN TANDA-TANDA VITAL
Pada masa nifas, tanda-tanda vital yang harus dikaji antara lain:
1. Suhu Badan
Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 derajat Celcius. Pasca melahirkan,
suhu tubuh dapat naik kurang lebih 0,5 derajat Celcius dari keadaan normal.
Kenaikan suhu badan ini akibat dari kerja keras sewaktu melahirkan, kehilangan
cairan maupun kelelahan. Kurang lebih pada hari ke-4 post partum, suhu badan
akan naik lagi. Hal ini diakibatkan ada pembentukan ASI,
kemungkinan payudara membengkak, maupun kemungkinan infeksi pada
endometrium, mastitis, traktus genetalis ataupun sistem lain. Apabila kenaikan
suhu di atas 38 derajat celcius, waspada terhadap infeksi post partum.
2. Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit. Pasca melahirkan,
denyut nadi dapat menjadi bradikardi maupun lebih cepat. Denyut nadi yang
melebihi 100 kali per menit, harus waspada kemungkinan infeksi atau perdarahan
post partum.
3. Tekanan Darah
Tekanan darah adalah tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri ketika
darah dipompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia. Tekanan darah
normal manusia adalah sistolik antara 90-120 mmHg dan diastolik 60-80 mmHg.
Pasca melahirkan pada kasus normal, tekanan darah biasanya tidak berubah.
Perubahan tekanan darah menjadi lebih rendah pasca melahirkan dapat
diakibatkan oleh perdarahan. Sedangkan tekanan darah tinggi pada post partum
merupakan tanda terjadinya pre eklamsia post partum. Namun demikian, hal
tersebut sangat jarang terjadi.
4. Pernafasan
Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa adalah 16-24 kali per menit.
Pada ibu post partum umumnya pernafasan lambat atau normal. Hal ini
dikarenakan ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat. Keadaan
pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi. Bila suhu
nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada
gangguan khusus pada saluran nafas. Bila pernafasan pada masa post partum
menjadi lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok.
G. PERUBAHAN SISTEM KARDIOVASKULER
Volume darah normal yang diperlukan plasenta dan pembuluh darah uterin,
meningkat selama kehamilan. Diuresis terjadi akibat adanya penurunan hormon
estrogen, yang dengan cepat mengurangi volume plasma menjadi normal kembali.
Meskipun kadar estrogen menurun selama nifas, namun kadarnya masih tetap tinggi
daripada normal. Plasma darah tidak banyak mengandung cairan sehingga daya
koagulasi meningkat.
Aliran ini terjadi dalam 2-4 jam pertama setelah kelahiran bayi. Selama masa
ini ibu mengeluarkan banyak sekali jumlah urin. Hilangnya progesteron membantu
mengurangi retensi cairan yang melekat dengan meningkatnya vaskuler pada jaringan
tersebut selama kehamilan bersama-sama dengan trauma selama persalinan.
Kehilangan darah pada persalinan per vaginam sekitar 300-400 cc, sedangkan
kehilangan darah dengan persalinan seksio sesarea menjadi dua kali lipat. Perubahan
yang terjadi terdiri dari volume darah dan hemokonsentrasi. Pada persalinan per
vaginam, hemokonsentrasi akan naik dan pada persalinan seksio sesarea,
hemokonsentrasi cenderung stabil dan kembali normal setelah 4-6 minggu.
Pasca melahirkan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume darah ibu
relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan dekompensasi kordis pada
penderita vitum cordia. Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan
timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Pada
umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga sampai kelima post patum.

H. PERUBAHAN SISTEM HEMATOLOGI


Pada minggu-minggu terakhir kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta
faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama post partum, kadar
fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan
peningkatan viskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah.
Leukositosis adalah meningkatnya jumlah sel-sel darah putih sebanyak 15.000
selama persalinan. Jumlah leukosit akan tetap tinggi selama beberapa hari pertama
masa post partum. Jumlah sel darah putih akan tetap bisa naik lagi sampai 25.000
hingga 30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut
mengalami persalinan lama.
Pada awal post partum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit sangat
bervariasi. Hal ini disebabkan volume darah, volume plasenta dan tingkat volume
darah yang berubah-ubah. Tingkatan ini dipengaruhi oleh status gizi dan hidarasi dari
wanita tersebut. Jika hematokrit pada hari pertama atau kedua lebih rendah dari titik 2
persen atau lebih tinggi daripada saat memasuki persalinan awal, maka pasien
dianggap telah kehilangan darah yang cukup banyak. Titik 2 persen kurang lebih
sama dengan kehilangan darah 500 ml darah.
Penurunan volume dan peningkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan
dengan peningkatan hematokrit dan hemoglobin pada hari ke 3-7 post partum dan
akan normal dalam 4-5 minggu post partum. Jumlah kehilangan darah selama
masa persalinan kurang lebih 200-500 ml, minggu pertama post partum berkisar 500-
800 ml dan selama sisa masa nifas berkisar 500 ml.

I. Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas

Masa nifas (Puerperium) dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-
alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung selama kira-kira 6
minggu, atau masa nifas adalah masa yang dimulai dari beberapa jam setelah lahir plasenta
sampai 6 minggu berikutnya. Periode masa nifas merupakan waktu d mana ibu mengalami
stres pascapersalinan, terutama pada ibu primipara.

B. TANDA DAN GEJALA

Tanda dan gejala yang mungkin diperlihatkan pada penderita depresi postpartum adalah
sebagai berikut
1. Perasaan kecewa dan sedih
2. Sering menangis
3. Merasa gelisah dan cemas
4. Kehilangan ketertarikan terhadap hal-hal yang menyenangkan
5. Nafsu makan menurun
6. Kehilangan energi dan motivasi untuk melakukan sesuatu
7. Tidak bisa tidur (insomnia)
8. Perasaan bersalah dan putus harapan (hopeles)
9. Penurunan atau peningkatan berat badan yang tidak dapat dijelaskan
10. Memperlihatkan penurunan keinginan untuk mengurus bayinya
Walaupun banyak wanita mengalami depresi postpartum segera setelah melahirkan,
namun beberapa wanita tidak merasakan tanda depresi sampai beberapa minggu atau
beberapa bulan kemudian. Depresi dapat saja terjadi dalam kurun waktu enam bulan
berikutnya. Depresi postpartum mungkin saja berkembang menjadi postpartum psikosis,
walaupun jarang terjadi. Hal tersebut merupakan penyakit yang  sangat serius dan semua
gejala depresi postaprtum dialami oleh mereka yang menderita postpartum psikoksis serta
bisa sampai melukai diri sendiri, bahkan membunuh anak-anaknya.

C. KONSEP DASAR PERUBAHAN PSIKOLOGI PADA MASA NIFAS

1. Perubahan Peran

Terjadinya perubahan peran, yaitu menjadi orang tua setelah kelahiran anak.
Sebenarnya suami dan istri sudah mengalami perubahan peran mereka sejak masa kehamilan.
Perubahan peran ini semakin meningkat setelah kelahiran anak. Contoh, bentuk perawatan
dan asuhan sudah mulai diberikan oleh si ibu kepada bayinya saat masih berada dalam
kandungan adalah dengan cara memelihara kesehatannya selama masih hamil,
memperhatikan makanan dengan gizi yang baik, cukup istirahat, berolah raga, dan
sebagainya. Selanjutnya, dalam periode postpartum atau masa nifas muncul tugas dan
tanggung jawab baru, disertai dengan perubahan-perubahan perilaku. Perubahan tingkah laku
ini akan terus berkembang dan selalu mengalami perubahan sejalan dengan perkembangan
waktu cenderung mengikuti suatu arah yang bisa diramalkan. Pada awalnya, orang tua belajar
mengenal bayinya dan sebaliknya bayi belajar mengenal orang tuanya lewat suara, bau badan
dan sebagainya. Orang tua juga belajar mengenal kebutuhan-kebutuhan bayinya akan kasih
sayang, perhatian, makanan, sosialisasi dan perlindungan. Periode berikutnya adalah proses
menyatunya bayi dengan keluarga sebagai satu kesatuan/unit keluarga. Masa konsolidasi ini
menyangkut peran negosiasi (suami-istri, ayah-ibu, orang tua-anak, anak dan anak).

1. Peran menjadi Orangtua setelah Melahirkan

Selama periode postpartum, tugas dan tanggung jawab baru muncul dan kebiasaan lama
perlu diubah atau ditambah dengan yang baru. Ibu dan ayah, orang tua harus mengenali
hubungan mereka dengan bayinya. Bayi perlu perlindungan, perawatan dan sosialisasi.
Periode ini ditandai oleh masa pembelajaran yang intensif dan tuntutan untuk mengasuh.
Lama periode ini bervariasi, tetapi biasanya berlangsung selama kira-kira empat minggu.
Periode berikutnya mencerminkan satu waktu untuk bersama-sama membangun kesatuan
keluarga. Periode waktu meliputi peran negosiasi (suami-istri, ibu-ayah, saudara-saudara)
orang tua mendemonstrasikan kompetensi yang semakin tinggi dalam menjalankan aktivitas
merawat bayi dan menjadi lebih sensitif terhadap makna perilaku bayi. Periode berlangsung
kira-kira selama 2 bulan.

1. Tugas dan Tanggung Jawab Orangtua

Tugas pertama orang tua adalah mencoba menerima keadaan bila anak yang dilahirkan
tidak sesuai dengan yang diharapkan. Karena dampak dari kekecewaan ini dapat
mempengaruhi proses pengasuhan anak. Walaupun kebutuhan fisik terpenuhi, tetapi
kekecewaan tersebut akan menyebabkan orang tua kurang melibatkan diri secara penuh dan
utuh. Bila perasaan kecewa tersebut tidak segera diatasi, akan membutuhkan waktu yang
lama untuk dapat menerima kehadiran anak yang tidak sesuai dengan harapan tersebut.Orang
tua perlu memiliki keterampilan dalam merawat bayi mereka, yang meliputi kegiatan-
kegiatan pengasuhan, mengamati tanda-tanda komunikasi yang diberikan bayi untuk
memenuhi kebutuhannya serta bereaksi secara cepat dan tepat terhadap tanda-tanda tersebut.

Berikut ini adalah tugas dan tanggung jawab orang tua terhadap bayinya, antara lain:

 Orang tua harus menerima keadaan anak yang sebenarnya dan tidak terus terbawa
dengan khayalan dan impian yang dimilikinya tentang figur anak idealnya. Hal ini
berarti orang tua harus menerima penampilan fisik, jenis kelamin, temperamen dan
status fisik anaknya.
 Orang tua harus yakin bahwa bayinya yang baru lahir adalah seorang pdibadi yang
terpisah dari diri mereka, artinya seseorang yang memiliki banyak kebutuhan dan
memerlukan perawatan.
 Orang tua harus bisa menguasai cara merawat bayinya. Hal ini termasuk aktivitas
merawat bayi, memperhatikan gerakan komunikasi yang dilakukan bayi dalam
mengatakan apa yang diperlukan dan member respon yang cepat
 Orang tua harus menetapkan criteria evaluasi yang baik dan dapat dipakai untuk
menilai kesuksesan atau kegagalan hal-hal yang dilakukan pada bayi.
 Orang tua harus menetapkan suatu tempat bagi bayi baru lahir di dalam keluarga.
Baik bayi ini merupakan yang pertama atau yang terakhir, semua anggota keluarga
harus menyesuaikan peran mereka dalam menerima kedatangan bayi.

Dalam menunaikan tugas dan tanggung jawabnya, harga diri orang tua akan tumbuh
bersama dengan meningkatnya kemampuan merawat/mengasuh bayi. Oleh sebab itu bidan
perlu memberikan bimbingan kepada si ibu, bagaimana cara merawat bayinya, untuk
membantu mengangkat harga dirinya. Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa
transisi ke masa menjadi orang tua pada masa post partum adalah :

 Respon dan dukungan dari keluarga dan teman


 Hubungan dari pengalaman melahirkan terhadap harapan dan aspirasi
 Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lalu
 Pengaruh budaya

D. MASA ADAPTASI IBU DALAM MASA NIFAS

Ada tiga fase dalam masa adaptasi peran pada masa nifas, antara lain adalah:

Fase dependent
Pada hari pertama dan kedua setelah melahirkan, ketergantungan ibu sangat menonjol.
Pada saat ini ibu mengharapkan segala kebutuhannya dapat dipenuhi oleh orang lain. Rubin
(1991) menetapkan periode beberapa hari ini sebagai fase menerima yang disebut
dengan taking in phase.

Dalam penjelasan klasik Rubin, fase menerima ini berlangsung selama 2 sampai 3 hari.

 Ia akan mengulang-ulang pengalamannya waktu bersalin dan melahirkan.


 Pada saat ini, ibu memerlukan istirahat yang cukup agar ibu dapat menjalan masa
nifas selanjutnya dengan baik.
 Membutuhkan nutrisi yang lebih, karena biasanya selera makan ibu menjadi
bertambah. Akan tetapi jika ibu kurang makan, bisa mengganggu proses masa nifas.

Fase independent
Pada ibu-ibu yang mendapat perawatan yang memadai pada hari-hari pertama setelah
melahirkan, maka pada hari kedua sampai keempat mulai muncul kembali keinginan untuk
melakukan berbagai aktivitas sendiri. Di satu sisi ibu masih membutuhkan bantuan orang lain
tetapi disisi lain ia ingin melakukan aktivitasnya sendiri. Dengan penuh semangat ia belajar
mempraktekkan cara-cara merawat bayi. Rubin (1961) menggambarkan fase ini sebagai
fase taking hold. Pada fase taking hold, ibu berusaha keras untuk menguasai tentang
ketrampilan perawatan bayi, misalnya menggendong, menyusui, memandikan dan memasang
popok. Pada masa ini ibu agak sensitive dan merasa tidak mahir dalam melakukan hal-hal tsb,
cenderung menerima nasihat bidan atau perawat karena ia terbuka untuk menerima
pengetahuan dan kritikan yang bersifat pribadi. Pada tahap ini Bidan penting memperhatikan
perubahan yang mungkin terjadi. Pada beberapa wanita yang sulit menyesuaikan diri dengan
perannya, sehingga memerlukan dukungan tambahan. Hal ini dapat ditemukan pada :

 Orang tua yang baru melahirkan untuk pertama kali dan belum pernah mempunyai
pengalaman mengasuh anak
 Wanita karir
 Wanita yang tidak mempunyai keluarga atau teman dekat untuk membagi suka dan
duka
 Ibu dengan anak yang sudah remaja
 Single parent

Fase interdependent
Periode ini biasanya terjadi “after back to home” dan sangat berpengaruh terhadap
waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga. Ibu akan mengambil tanggung jawab
terhadap perawatan bayi, ia harus beradaptasi dengan kebutuhan bayi yang sangat tergantung,
yang menyebabkan berkurangnya hak ibu, kebebasan dan hubungan sosial. Pada fase ini,
kegiatan-kegiatan yang ada kadang-kadang melibatkan seluruh anggota keluarga, tetapi
kadang-kadang juga tidak melibatkan salah satu anggota keluarga. Misalnya, dalam
menjalankan perannya, ibu begitu sibuk dengan bayinya sehingga sering menimbulkan
kecemburuan atau rasa iri pada diri suami atau anak yang lain. Pada fase ini harus dimulai
fase mandiri (letting go) dimana masing-masing individu mempunyai kebutuhan sendiri-
sendiri, namun tetap dapat menjalankan perannya dan masing-masing harus berusaha
memperkuat relasi sebagai orang dewasa yang menjadi unit dasar dari sebuah keluarga.

E. MASA TRANSISI PADA IBU MASA NIFAS

Setelah melahirkan, ibu mengalami perubahan fisik dan fisiologis yang juga
mengakibatkan adanya beberapa perubahan dari psikisnya. Ia mengalami stimulasi
kegembiraan yang luar biasa, menjalani proses ekplorasi dan similasi terhadap bayinya,
berada dibawah tekanan untuk dapat menyerap pembelajaran yang diperlukan tentang apa
yang harus diketahuinya dan perawatan untuk bayinya, dan merasa tanggung jawab yang luar
sekarang untuk menjadi seorang ibu. Tidak mengherankan bila ibu mengalami sedikit
perubahan perilaku dan sesekali merasa kerepotan. Masa ini adalah masa retan dan terbuka
untuk bimbingan dan pembelajaran

Reva Rubin membagi periode ini menjadi 3 bagian, antara lain:

a. Periode “Taking In”

1. Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan. Ibu baru pada umumnya pasif dan
tergantung, perhatiannya tertuju pada kekhawatiran akan tubuhnya.
2. Ia mungkin akan mengulang-mengulang menceritakan pengalamannya waktu
melahirkan.
3. Tidur tanpa gangguan sangat penting untuk mengurangi gangguan kesehatan akibat
kurang istirahat.
4. Peningkataan nutrisi dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan dan penyembuhan
luka, serta persiapan proses laktasi aktif.
5. Dalam memberi asuhan, bidan harus dapat memfasilitasi kebutuhan psikologis ibu.
Pada tahan ini, bidan dapat menjadi pendengar yang baik ketika ibu menceritakan
pengalamannya. Berikan juga dukungan mental atau apresiasi atas hasil perjuangan
ibu sehingga dapat berhasil melahirkan anaknya. Bidan harus dapat menciptakan
suasana yang nyaman bagi ibu sehingga ibu dapat dengan leluasa dan terbuka
mengemukan permasalahan yang dihadapi pada bidan. Dalam hal ini, sering terjadi
kesalahan dalam pelaksanaan perawatan yang dilakukan oleh pasien terhadap dirinya
dan bayinya hanya karena kurangnya jalinan komunikasi yang baik antara pasien dan
bidan.

b. Periode “Taking Hold”

1. Periode ini berlangsung pada hari ke 2-4 post partum.


2. Ibu menjadi perhatian pada kemampuannya menjadi orang tua yang sukses dan
meningkatkan tanggung jawabterhadap bayi.
3. Ibu berkonsentrasi pada pengontrolan fungsi tubuhnya, BAB, BAK, serta kekuatan
dan ketahanan tubuhnya.
4. Ibu berusaha keras untuk menguasai keterampilan perawatan bayi, misalnya
menggendong, memandikan, memasang popok, dan sebagainya.
5. Pada masa ini, ibu biasanya agak sensitif dan merasa tidak mahir dalam melakukan
hal-hal tersebut.
6. Pada tahan ini bidan, bidan arus tanggap terhadap kemungkinan perubahan yang
terjadi.
7. Tahan ini merupakan waktu yang tepat bagi bidan untuk memberikan bimbingan cara
perawatan bayi, namun harus selalu diperhatikan teknik bimbingannya, jangan sampai
menyinggung perassaan atau membuat perasaan ibu tidak nyaman karena ia sangat
sensitif. Hindari kata “jangan begitu” atau “kalau kayak gitu salah” pada ibu karena
hal itu akan sangat menyakiti perasaannya dan akibatnya ibu akan putus asa untuk
mengikuti bimbingan yang bidan berikan.

c. Periode “Letting Go”

1. Periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Periode ini pun sangat
berpengaruh terhadap waktu dan perhatian yang diberikan oleh keluarga.
2. Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi dan ia harus beradaptasi
dengan segala kebutuhan bayi yang sangat tergantung padanya. Hal ini menyebabkan
berkurangnya hak ibu, kebebasan, dan hubungan sosial.
3. Depresi post partum umunya terjadi pada periode ini

Faktor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa transisi ke masa menjadi orang tua pada
saat post partum, antara lain:
1. Respon dan dukungan keluarga dan teman

Bagi ibu post partum, apalagi pada ibu yang baru pertama kali melahirkan akan sangat
membutuhkan dukungan orang-orang terdekatnya karena ia belum sepenuhnya berada pada
kondisi stabil, baik fisik maupun psikologisnya. Ia masih sangat asing dengan perubahan
peran barunya yang begitu dantastis terjadi dalam waktu yang begitu cepat, yaitu peran
sebagai seorang “ibu” . Dengan respon positif dari lingkungan, akan mempercepat proses
adaptasi peran ini sehingga akan memudahkan bagi bidan untuk memberikan asuhan yang
sehat.

1. Hubungan dari pengalaman melahirkan terhadap harapan dan aspirasi

Hal yang dialami oleh ibu ketika melahirkan akan sangat mewarnai alam perasaannya
terhadap perannya sebagai ibu. Ia akhirnya menjadi tahu bahwa begitu beratnya bayinya dan
hal tersebut akan memperkaya pengalaman hidupnya untuk lebih dewasa. Banyak kasus
terjadi, setelah seorang ibu melahirkan anaknya yang pertama, ia akan bertekad untuk lebih
meningkatkan kualitas hubungannya dengan ibunya.

1. Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lalu

Walaupun kali ini adalah bukan lagi pengalamannya yang pertama melahirkan bayinya,
namun kebutuhan untuk mendapatkan dukungan positif dari lingkungannya tidak berbeda
dengan ibu yang baru melahirkan anak pertama. Hanya perbedaannya adalah teknik
penyampaian dukungan yag diberikan lebih kepada support  dan apresisasi dari
keberhasilannya dalam melewati saat-saat sulit pada persalinannya yang lalu.

1. Pengaruh budaya

Adanya adat-istiadat yang dianut oleh lingkungan dan keluarga sedikt banyak akan
mempengaruhi keberhasilan ibu dalam melewati saat transisi ini. Apalagi jika hal yang tidak
sinkron antara arahan dari tenaga kesehatan dengan budaya yang dianut. Dalam hal ini, bidan
harus bijaksana dalam menyikapi, namun tidak mengurangi kualitas asuhan yang harus
diberikan. Keterlibatan keluarga dari awal dalam menentukan bentuk asuhan dan perawatan
yang harus diberikan pada ibu dan bayi akan memudahkan bidan dalam pemberian asuhan.
J. Nutrisi
Nutrisi adalah zat yang diperlukan oleh tubuh untuk keperluan metabolismenya.
Kebutuhan gizi pada masa nifas terutama bila menyusui akan meningkat 25%, karena
berguna untuk proses kesembuhan karena sehabis melahirkan dan untuk memproduksi air
susu yang cukup untuk menyehatkan bayi semua itu akan meningkat tiga kali dari kebutuhan
biasa.
Nutrisi yang di konsumsi harus bermutu tinggi, bergizi dan cukup kalori. Kalori bagus
untuk proses metabolisms tubuh, kerja organ tubuh, proses pembentukan ASI. Wanita dewasa
memerlukan 2.200 k kalori. Ibu menyusui memerlukan kalori yang sama dengan wanita
dewasa + 700 k. kalori pada 6 bulan pertama kemudian + 500 k. kalori bulan selanjutnya.
Menu makanan seimbang yang harus dikonsumsi adalah porsi cukup dan teratur, tidak
terlalu asin, pedas atau berlemak, tidak mengandung alkohol, nikotin, serta bahan pengawet
atau pewarna. Disamping itu harus mengandung:
o Sumber tenaga atau energi
 Untuk pembakaran tubuh, pembentukan jaringan baru, penghematan protein ( jika
sumber tenaga kurang, protein dapat digunakan sebagai cadangan untuk memenuhi
kebutuhan energi ). Zat gizi sebagai sumber karbohidrat terdiri dari beras, sagu,
jagung, tepung terigu dan ubi. Sedangkan zat lemak dapat diperoleh dari hewani
( lemak, mentega, keju ) Dan nabati ( kelapa sawit, minyak sayur, minyak kelapa dan
margarine )
o Sumber pembangun  ( protein )
 Protein diperlukan untuk pertumbuhan dan penggantian sel-sel yang rusak atau mati.
Sumber protein dapat diperoleh dari protein hewani ( ikan, udang, kerang, kepiting,
daging ayam, hati, telur, susu dan keju ) Dan protein nabati ( kacang tanah, kacang
merah, kacang hijau, kedelai, tahu dan tempe ).
o Sumber pengatur dan pelindung ( mineral, vitamin dan air ) 
 Sumber pengatur dan pelindung digunakan untuk melindungi tubuh dari serangan
penyakit danpengatur kelancaran metabolisme dalam tubuh .Anjurkan ibu untuk
minum setiap sehabis menyusui. Sumber zat pengatur dan pelindung biasa diperolah
dari semua jenis sayuran dan buah-buahan segar. 
 Nutrisi pada ibu nifas
          Penurunan berat badan lebih dari setengah kilogram perminggu dan pembatasan
kalori yang terlalu ketat akan rnengganggu gizi dan kesehatan ibu serta dapat membuat ibu
memproduksi ASI lcbih lanjut.
1.         karbohidrat
Makanan yang dikonsumsi dianjurkan mengandung 50-60% karbohidrat. Laktosa
(gula susu) adalah bentuk utama dari karbohidrat yang ada dalam jumlah lebih besar
dibandingkan dalam susu sapi. Laktosa membantu bayi menyerap kalsium dan mudah di
metabolisme menjadi dua gula sederhana (galaktosa dan glukosa) yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan otak yang cepat yang terjadi selama masa bayi.

2.       lemak
Lemak 25-35% dari total makanan. Lemak menghasilkan kira-kira setengah kalori
yang diproduksi oleh air susu ibu.
3.          protein
Jumlah kelebihan protein yang diperlukan oleh ibu pada masa nifas adalah sekitar 10-
15%. Protein utama dalam air susu ibu adalah whey. Mudah dicerna whey menjadi kepala
susu yang lembut yang memudahkan penyerapan nutrient kedalam aliran darah bayi. Sumber
karbohidrat yaitu :
1.    Nabati :tahu, tempe dan kacang – kacangan
2.    Hewani : daging, ikan, telur, hati, otak, usus, limfa, udang, kepiting
4.           vitamin dan mineral
Kegunaan vitamin dan mineral adalah untuk melancarkan metabolisme tubuh. Beberapa
vitamin dan mineral yang ada pada air susu ibu perlu mendapat perhatian khusus karena
jumlahnya kurang mencukupi, tidak mampu memenuhi kebutuhan bayi sewaktu bayi
bertumbuh dan berkembang. Vitamin dan mineral yang paling mudah menurun
kandungannya dalam makanan adalah Vit B6, tiamin, As.folat, kalsium, seng, dan
magnesium. Kadar Vit B6, tiamin dan As.folat dalam air susu langsung berkaitan dengan diet
atau asupan suplemen yang dikonsumsi ibu. Asupan vitamin yang tidak memadai akan
mengurangi cadangan dalam tubuh ibu dan mempengaruhi kesehatan ibu maupun bayi.
1.      Sumber vitamin : hewani dan nabati
2.      Sumber mineral : ikan, daging banyak mengandung kalsium, fosfor, zat besi, seng dan
yodium.
.
Petunjuk untuk mengolah makanan sehat :
1.         Pilih sayur-sayuran, buah-buahan, daging dan ikan yang segar.
2.         Cuci tangan sampai bersih sebelum dan sesudah mengelola makanan.
3.         Cuci bahan makanan sampai bersih lalu potong-potong.
4.         Masak sayuran sampai layu.
5.         Olah makanan sampai matang.
6.         Hindari pemakaian zat pewarna, pengawet ( vetsin ).
7.         Jangan memakai minyak yang sudah berkali-kali dipakai.
8.         Perhatikan kadaluarsa dan komposisi zat gizi makanan. Jika dikemasan dalam
kaleng
9.         jangan memilih kaleng yang telah penyok atau karatan
10.     Simpan peralatan dapur dalam keadaan bersih dan aman.
11.     Jangan biarkan binatang berkeliaran di dapur.

B.     Cairan
Fungsi cairan sebagai pelarut zat gizi dalam proses metabolisme tubuh. Minumlah
cairan cukup untuk membuat tubuh ibu tidak dehidrasi. Asupan tablet tambah darah dan zat
besi diberikan seta= 40 hari post partum. Minum kapsul Vit A (200.000 unit)

1.        Fungsi Sistem Perkemihan


a.     Mencapai hemostatis internal
     Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Cairan yang terdapat dalam tubuh terdiri dari air dan
unsur-unsur yang terlarut di dalamnya. 70 % dari air tubuh terletak di dalam sel-sel dan
dikenal sebagai cairan intraselular. kandungan air sisanya disebut cairan ekstraselular. Cairan
ekstraselular dibagi antara plasma darah, dan cairan yang langsung memberikan lingkungan
segera untuk sel-sel yang disebut cairan interstisial
Edema adalah tertimbunnya cairan dalam jaringan akibat gangguan keseimbangan cairan
dalam tubuh. Dehidrasi adalah kekurangan cairan atau volume air yang terjadi pada tubuh
karena pengeluaran berlebihan dan tidak diganti.
b.     Keseimbangan asam basa tubuh
Batas normal PH cairan tubuh adalah 7,35-7,40, Bila PH >7,4 disebut alkalosis    dan jika PH
<>
c.     Mengeluarkan sisa metabolisme, racun dan zat toksin
Ginjal mengekskresi hasil akhir metabolisme protein yang mengandung  nitrogen
terutama : urea, asam urat, dan kreatinin.
2.        Keseimbangan dan keselarasan berbagai proses di dalam tubuh
a.       Pengaturan Tekanan Darah
Menurunkan volume darah dan serum sodium (Na) akan meningkatkan serum
pottasium lalu merangsang pengeluaran renin yang dalam aliran darah diubah menjadi
angiotensin yang akan mengekskresikan aldosteron sehingga mengakibatkan terjadinya
retensi Na+ + H2O kemudian terjadi peningkatan volume darah yang meningkatkan tekanan
darah. Angiotensin juga dapat menjadikan vasokontriksi perifer yang mengakibatkan
peningkatan tekanan darah.
b.      Perangsangan produksi sel darah merah
Dalam pembentukan sel darah merah diperlukan hormon eritropoietin untuk
merangsang sumsum tulang hormon ini dihasilkan oleh ginjal.

3.        Sistem urinarius
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut menyebabkan
peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar sterorid setelah wanita melahirkan
sebagian menjelaskan sebab penurunan fungsi ginjal selama masa pasca partum. Fungsi
ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan. diperlukan kira-
kira dua sampai 8 minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis
ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil (Cunningham, dkk ; 1993). Pada sebagian kecil
wanita, dilaktasi traktus urinarius bisa menetap selama tiga bulan.
a.              Komponen Urine
Glikosuria ginjal diinduksikan oleh kehamilan menghilang. Laktosuria positif pada
ibu meyusui merupakan hal yang normal. BUN (blood urea nitrogen), yang meningkat
selama pasca partum, merupakan akibat otolisis uterus yang berinvolusi, Pemecahan
kelebihan protein di dalam sel otot uterus juga menyebabkan proteinuria ringan (+1) selama
satu sampai dua hari setelah wanita melahirkan. Hal ini terjadi pada sekitar 50% wanita.
Asetonuria bisa terjadi pada wanita yang tidak mengalami komplikasi persalinan atau setelah
suatu persalinan yang lama dan disertai dehidrasi.
b.             Diuresis Postpartum
Dalam 12 jam pasca melahirkan, ibu mulai membuang kelebihan cairan yang
tertimbun di jaringan selama ia hamil. salah satu mekanisme untuk mengurangi cairan yang
teretensi selama masa hamil ialah diaforesis luas, terutama pada malam hari, selama dua
sampai tiga hari pertama setelah melahirkan. Diuresis pascapartum, yang disebabkan oleh
penurunan kadar estrogen, hilangnya peningkatan tekanan vena pada tingkat bawah, dan
hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan, merupakan mekanisme tubuh untuk
mengatasi kelebihan cairan.
Kehilangan cairan melalui keringat dan peningkatan jumlah urine menyebabkan
penurunan berat badan sekitar 2,5 kg selama masa pasca partum. Pengeluaran kelebihan
cairan yang tertimbun selama hamil kadang-kadang disebut kebalikan metabilisme air pada
masa hamil (reversal of the water metabolisme of pregnancy)
c.              Uretra dan Kandung Kemih
Trauma bila terjadi pada uretra dan kandung kemih selama proses melahirkan, yakni
sewaktu bayi melewati jalan lahir. Dinding kandung kemih dapat mengalami hiperemesis dan
edema, seringkali disertai di daerahdaerah kecil hemoragi. Kandung kemih yang oedema,
terisi penuh dan hipotonik dapat mengakibatkan overdistensi, pengosongan yang tak
sempurna dan urine residual kecuali jika dilakukan asuhan untuk mendorong terjadinya
pengosongan kandung kemih bahkan saat tidak merasa untuk berkemih.
Pengambilan urine dengan cara bersih atau melalui kateter sering menunjukkan
adanya trauma pada kandung kemih. Uretra dan meatus urinarius bisa juga mengalami
edema.
Kombinasi trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih setelah
bayi lahir, dan efek konduksi anestesi menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun.
Selain itu, rasa nyeri pada panggul yang timbul akibat dorongan saat melahirkan, leserasi
vagina, atau episiotomi menurunkan atau mengubah refleks berkemih. Penurunan berkemih,
seiring diuresis pascapartum, bisa menyebabkan distensi kandung kemih. Distensi kandung
kemih yang muncul segera setelah wanita melahirkan dapat menyebabkan perdarahan
berlebih karena keadaan ini bisa menghambat uterus berkontraksi dengan balk. pada masa
pascapartum tahap lanjut, distensi yang berlebihan ini dapat menyebabkan kandung kemih
lebih peka terhadap infeksi sehingga mengganggu proses berkemih normal (Cinningham,
dkk, 1993). Apabila terjadi distensi berlebih pada kandung kemih dalam mengalami
kerusakan lebih lanjut (atoni). Dengan mengosongkan kandung kemih secara adekuat, tonus
kandung kemih biasanya akan pulih kembali dalam lima sampai tujuh hari setelah bayi lahir
d.             perubahan sistemik pascapartum, urinarius
Setelah melahirkan, sistem urinarius kembali kepada kondisi seperti sebelum hamil.
Perubahan ini merupakan perubahan yang retrogresif yang efeknya banyak menghabiskan
tenaga dan berat badan. Hamper segera setelah melahirkan,terjadi diuresis untuk
membersihkan tubuh dari kelebihan cairan yang di kumpulkan oleh tubuh selama kehamilan.
Temuan kajian :
1. Kehilangan tonus kandung kemih untuk sementara
2. Kehilangan sensasi untuk berkemih
3. Uterus terdesak oleh distensi kandung kemih
4. Peningkatan produksi urin
5.      Peningkaatan keringat

K. SENAM NIFAS
adalah untuk :
1 Rehabilisasi jaringan yang mengalami penguluran akibat kehamilan dan persalinan.
2 Mengembalikan ukuran rahim kebentuk semula.
3 Melancarkan peredaran darah.
4 Melancarkan BAB dan BAK.
5 Melancarkan produksi ASI.
6 Memperbaiki sikap baik.

LATIHAN SENAM NIFAS HARI 1 Sebaiknya SENAM NIFAS dikerjakan


dalam 24 jam pertama apabila ibu bersalin normal dalam 6 jam pertama biasanya ibu
kelelahan karena baru saja selesai melahirkan, oleh karena itu senam ditujukan untuk
mengurangi rasa lelah tersebut, yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
1. Latihan pernafasan iga-iga dengan kedua punggung jari tangan berada pada
tulang iga iga agar ibu merasakan gerakan dari iga-iga tersebut
berkembang.lalu denga cara keluar nafas dari mulut, kemudian tarik nafas
panjang, tiup nafas, lakukan 3x keluar nafas 3x tarik nafas.
2. Latihan kaki yaitu kedua lengan berada disamping tubuh dan kedua kaki
diluruskan kemudian buat gerakan plantar fleksi, dorso fleksi masing masing
3x gerakan lalu dilanjutkan dengan kedua telapak kaki berhadapan lalu dibuka
masing-masing 3x gerak selanjutnya buatlah gerakan sircumdaksi keluar dan
kedalam masing-masing 3x. 19 3 Latihan Otot Perut Dan Otot Pantat Latihan
otot perut dan otot pantat harus dilakukan ringan yaitu dengan setengah
gerakan saja dimulai dengan gerakan kempeskan perut, masukan pantat,
lepaskan buatlah 3x gerakan. LATIHAN SENAM NIFAS HARI KE 2 1
Latihan hari 1 diulang kemudian ditambah dengan : Latihan pernafasn perut
yaitu kedua telapak tangan berada diperut tarik nafas dalam lewat hidung,
kembungkan perut, lalu tiup nafas dan kempeskan perut lakukan gerakan ini
3x. 2 Latihan Otot Dasar Panggul Posisi kedua lengan lurus disamping tubuh,
kedua kaki ditekuk, buatlah gerakan kempeskan perut masuka pantat tahan
sampai 3 hitungan lalu lepaskan ulangi gerakan tadi 3 - 4 x. 3 Latihan Otot
Panggul Posisi tidur telentang kedua lengan disamping tubuh kedua kaki
ditekuk lalu buatlah gerakan kempeskan perut, masukan pantat, angkat badan
sedikit dan tahan sebentar lalu turunkan lakukan gerakan ini 3 - 4x setiap kali
latihan. 4 Latihan Otot Perut Dengan Angkat Kepala Posisi tidur telentang
kedua kaki ditekuk, lalu angkat kepala dan badan sentuhkan tangan kanan
pada lutut kiri turunkan kepala lalu angkat lagi kepala dan badan sentuhkan
tangan kiri kelutut kanan, lakukan gerakan inimasing masing 3 - 4x setiap kali
latihan. 5 Latihan Mengecilkan Rahim Yaitu ibu tidur dengan posisi tengkurep
dan perut diganjal bantal 2 buah dan punggung kaki diganjal dengan 1 bantal
kepala menoleh 20 kekiri atau kekanan lakuan sehabis makan siang dan
biarkan sampai ibu tertdur. 6 Latihan Sikap Baik Posisi tidur telentang kedua
lengan disamping tubuh dan kedua kaki lurus kedua telapak kaki tegak,
lakukan gerakan tarik belikat mendekati satu sama lain, kedua kaki dorong dan
kepala tengadah tahan sebentar lalu lepaskan, ulangi 3 - 4 x gerakan setiap kali
latihan.

LATIHAN SENAM NIFAS HARI KE 3 Latihan hari 1 dan ke 2 diulang ditambah


dengan : Latihan mengecangkan otot perut yaitu: Posisi tidur telentang kedua lengan lurus
disamping tubuh kedua kaki lurus, lakukan gerakan angkat salah satu kaki keatas sampai
membentuk sudut 45 derajat, lalu turunkan bergantian dengan kaki sebelahnya, buatlah
gerakan ini 3 - 4x, dilanjutkan dengan bersama- sama angkat kedua kaki sekaligus, lalu
turunkan perlaha-lahan buatlah gerakan ini 3 - 4 x setiap kali latihan.

L. ELIMINASI PERSONAL HYGINE


Pengisian kandung kemih sering terjadi dan pengosongan spontan terhambat→retensi
urin → distensi berlebihan →fungsi kandung kemih terganggu, Infeksi. Miksi normal dalam
2-6 jam PP dan setiap 3-4 jam Jika belum berkemih OK penekanan sfingter, spasme karena
iritasi m. Spincter ani, edema KK, hematoma traktus genetalis →ambulasi kekandung kemih.
Tidak B.A.K dalam 24 jam → kateterisasi ( resiko ISK >> Bakteriuri 40 %) BAB harus
dilakukan 3-4 hari PP Jika tidak →laksan atau parafin /suppositoria. Ambulasi dini dan diet
dapat mencegah konstipasi. Agar BAB teratur : diet teratur, pemberian cairan yang banyak,
latihan dan olahraga. Personal hygiene Ibu nifas rentan terhadap infeksi, unttuk itu personal
hygiene harus dijaga, yaitu dengan:
1. Mencuci tangan setiap habis genital hygiene, kebersihan tubuh, pakaian, lingkungan,
tempat tidur harus slalu dijaga.
2. Membersihkan daerah genital dengan sabun dan air bersih
3. Mengganti pembalut setiap 6 jam minimal 2 kali sehari
4. Menghindari menyentuh luka perineum
5. Menjaga kebersihan vulva perineum dan anus
6. Tidak menyentuh luka perineum
7. Memberikan salep, betadine pada luka 4.5

Seksual Hanya separuh wanita yang tidak kembali tingkat energi yang biasa pada 6
minggu PP, secara fisik, aman, setelah darah dan dapat memasukkan 2-3 jari kedalam vagina
tanpa rasa nyeri. Penelitian pada 199 ibu multipara hanya 35 % ibu melakukan hubungan
seks pada 6 minggu dan 3 bln, 40% nya rasa nyeri dan sakit. (Rogson dan Kumar,1981

Anda mungkin juga menyukai