Anda di halaman 1dari 20

A.

Postpartum

Pengertian Postpartum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta
keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya
kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang mengalami perubahan
seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat melahirkan (Suherni, 2009).

Pada masa postpartum ibu banyak mengalami kejadian yang penting, Mulai dari
perubahan fisik, masa laktasi maupun perubahan psikologis menghadapi keluarga
baru dengan kehadiran buah hati yang sangat membutuhkan perhatian dan kasih
sayang. Namun kelahiran bayi juga merupakan suatu masa kritis bagi kesehatan ibu,
kemungkinan timbul masalah atau penyulit, yang bila tidak ditangani segera dengan
efektif akan dapat membahayakan kesehatan atau mendatangkan kematian bagi ibu,
sehingga masa postpartum ini sangat penting dipantau oleh bidan (Syafrudin &
Fratidhini, 2009).

Peran dan Tanggung Jawab Bidan dalam masa postpartum Mengidentifikasi dan
merespon terhadap kebutuhan dan komplikasi yang terjadi pada saat-saat penting
yaitu 6 jam, 6 hari, 2 minggu dan 6 minggu, dan Mengadakan kolaborasi antara
orang tua dan keluarga.

Tahapan Masa Postpartum Adapun tahapan-tahapan masa postpartum adalah :

1. Puerperium dini : Masa kepulihan, yakni saat-saat ibu dibolehkan berdiri dan
berjalan-jalan.
2. Puerperium intermedial : Masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ
genital, kirakira 6-8 minggu.
3. Remot puerperium : Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna
terutama apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi
(Suherni, 2009).

Kebijakan Program Nasional Nifas Selama ibu berada pada masa nifas, paling
sedikit 4 kali bidan harus melakukan kunjungan, dilakukan untuk menilai keadaan
ibu dan bayi baru lahir, dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah-
masalah yang terjadi. Seorang bidan pada saat memberikan asuhan kepada ibu dalam
masa nifas, ada beberapa hal yang harus dilakukan, akan tetapi pemberian asuhan
kebidanan pada ibu masa nifas tergantung dari kondisi ibu sesuai dengan tahapan
perkembangannya.

Kunjungan ke-1 (6-8 jam setelah persalinan) Mencegah perdarahan masa nifas
karena atonia uteri; Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan; rujuk bila
perdarahan berlanjut; Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota
keluarga bagaimana cara mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri;
Pemberian ASI awal; Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir; Menjaga
bayi tetap sehatdengan cara mencegah hipotermi; Jika petugas kesehatan menolong
persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir 2 jam pertama setelah
kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan sehat.

Kunjungan ke-2 (6 hari setelah persalinan): Memastikan involusi uterus berjalan


normal; uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan
abnormal, tidak ada bau; Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau
perdarahan abnormal; Memastikan ibu mendapat cukup makanan, cairan, dan
istirahat; Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda-
tanda penyulit; Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.

Kunjunan ke-3 (2 minggu setelah persalinan), sama seperti kunjungan hari


keenam.

Kunjungan ke-4 (6 minggu setelah persalinan) Menanyakan pada ibu tentang


penyulit-penyulit yang ia atau bayi alami; Memberikan konseling untuk KB secara
dini (Suherni, 2011).

B. Kebutuhan Dasar Perawatan Postpartum


Nutrisi dan cairan Pada masa postpartum masalah diet perlu mendapat perhatian
yang serius, karena dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat penyembuhan ibu
dan sangat mempengaruhi susunan air susu. Diet yang diberikan harus bermutu,
bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi protein, dan banyak mengandung cairan. Ibu yang
menyusui harus memenuhi kebutuhan akan gizi seperti mengkonsumsi tambahan 500
kalori tiap hari, makan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral,
dan vitamin yang cukup, dan minum sedikitnya 3 liter air setiap hari.

Ambulasi dini (early ambulation) ialah kebijaksanaan agar secepat mungkin


bidan membimbing ibu post partum bangun dari tempat tidurnya dan membimbing
ibu secepat mungkin untuk berjalan. Sekarang tidak perlu lagi menahan ibu
postpartum telentang ditempat tidurnya selama 7-14 hari setelah melahirkan. Ibu
postpartum sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam
postpartum.

Eliminasi Dalam 6 jam ibu post partum harus sudah bisa BAK spontan. Jika
dalam 8 jam postpartum belum dapat berkemih tau sekali berkemih belum melebihi
100 cc, maka dilakukan kateterisasi. Akan tetapi, kalau ternyata kandung kemih
penuh, tidak perlu 8 jam untuk kateterisasi.

Ibu postpartum diharapkan dapat buang air besar setelah hari kedua postpartum.
Bila lebih dari tiga hari belum BAB bisaa diberikan obat laksantia. Ambulasi secara
dini dan teratur akan membantu dalam regulasi BAB. Asupan cairan yang adekuat
dan diit tinggi serat sangat dianjurkan.

Personal higiene sangat penting dilakukan Pada masa post partum, seorang ibu
sangat rentan terhadap infeksi. Oleh karena itu, kebersihan diri sangat penting untuk
mencegah terjadinya infeksi. Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan
lingkungan sangat penting untuk tetap dijaga (Saleha, 2009).

Ibu postpartum sangat membutuhkan istirahat yang berkualitas untuk


memulihkan kembali keadaan fisiknya. Keluarga disarankan untuk memberikan
kesempatan kepada ibu untuk beristirahat yang cukup sebagai persiapan untuk
menyusui bayinya nanti (Jannah, 2011).

Secara fisik aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah
berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya kedalam vagina tanpa rasa
nyeri. Banyaknya budaya dan agama yang melarang untuk melakukan hubungan
seksual sampai masa waktu 40 hari atau 6 minggu setelah persalinan. Keputusan
tersebut tergantung pada pasangan yang bersangkutan (Jannah, 2011).

Senam nifas dilakukan sejak hari pertama melahirkan setiap hari sampai hari
kesepuluh, terdiri dari sederetan gerakan tubuh yang dilakukan untuk mempercepat
pemulihan keadaan ibu. Senam nifas membantu memperbaiki sirkulasi darah,
memperbaiki sikap tubuh dan punggung setelah melahirkan, memperkuat otot
panggul dan membantu ibu untuk lebih rileks dan segar pasca melahirkan (Suherni,
2009).

C. Perubahan Fisiologis Masa Postpartum

1. Perubahan Sistem Reproduksi Perubahan Uterus Terjadi kontraksi uterus


yang meningkat setelah bayi keluar. Hal ini menyebabkan iskemia pada
lokasi perlekatan plasenta (plasental site) sehingga jaringan perlekatan
antara plasenta dan dinding uterus, mengalami nekrosis dan lepas. Ukuran
uterus mengecil kembali (setelah 2 hari pasca persalinan, setinggi sekitar
umbilikus, setelah 2 minggu masuk panggul, setelah 4 minggu kembali
pada ukuran sebelum hamil).

Perubahan vagina dan perineum Pada minggu ketiga, vagina mengecil


dan timbul rugae (lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan) kembali. Terjadi
robekan perineum pada hampir semua persalinan pertama dan tidak
jarang juga pada persalinan berikutnya. Bila ada laserasi jalan lahir atau
luka bekas episiotomi (penyayatan mulut serambi kemaluan untuk
mempermudah kelahiran bayi) lakukanlah penjahitan dan perawatan
dengan baik (Suherni, 2009).
2. Perubahan pada Sistem Pencernaan Sering terjadi konstipasi pada ibu
setelah melahirkan.Hal ini umumnya karena makan padat dan kurangnya
berserat selama persalinan. Seorang wanita dapat merasa lapar dan siap
menyantap makanannya dua jam setelah persalinan. Kalsium sangat
penting untuk gigi pada kehamilan dan masa nifas, dimana pada masa ini
terjadi penurunan konsentrasi ion kalsium karena meningkatnya kebutuhan
kalsium pada ibu, terutama pada bayi yang dikandungnya untuk proses
pertumbuhan juga pada ibu dalam masa laktasi (Saleha, 2009).
3. Perubahan Perkemihan Saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8
minggu, tergantung pada
 Keadaan/status sebelum persalinan
 lamanya partus kala II dilalui
 besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat persalinan.
Disamping itu, dari hasil pemeriksaan sistokopik segera setelah
persalinan tidak menunjukkan adanya edema dan hyperemia diding
kandung kemih, akan tetapi sering terjadi exstravasasi
(extravasation, artinya keluarnya darah dari pembuluh-pembuluh
darah di dalam badan) kemukosa. (Suherni, 2009).
4. Perubahan dalam Sistem Endokrin Selama proses kehamilan dan
persalinan terdapat perubahan pada sistem endokrin, terutama pada
hormon-hormon yang berperan dalam proses tersebut. Oksitosin
diseklerasikan dari kelenjer otak bagian belakang. Selama tahap ketiga
persalinan, hormon oksitosin berperan dalam pelepasan plasenta dan
mempertahankan kontraksi, sehingga mencegah perdarahan. Isapan bayi
dapat merangsang produksi ASI dan sekresi oksitosin. Hal tersebut
membantu uterus kembali ke bentuk normal. Pada wanita yang menyusui
bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada permulaan ada rangsangan
folikel dalam ovarium yang ditekan.

Pada wanita yang tidak menyusui bayinya tingkat sirkulasi


prolaktin menurun dalam 14-21 hari setelah persalinan, sehingga
merangsang kelenjer bawah depan otak yang mengontrol ovarium kearah
permulaan pola produksi estrogen dan progesteron yang normal,
pertumbuhan folikel, ovulasi, dan menstruasi. Selama hamil volume darah
normal meningkat walaupun mekanismenya secara penuh belum
dimengerti. Di samping itu, progesteron mempengaruhi otot halus yang
mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah. Hal ini sangat
mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena, dasar panggul,
perineum dan vulva, serta vagina.

5. Perubahan Tanda- tanda Vital Selama 24 jam pertama, suhu mungkin


meningkat menjadi 38ºC, sebagai akibat meningkatnya kerja otot, dehidrasi
dan perubahan hormonal jika terjadi peningkatan suhu 38ºC yang menetap
2 hari setelah 24 jam melahirkan, maka perlu dipikirkan adanya infeksi
seperti sepsis puerperalis (infeksi selama post partum), infeksi saluran
kemih, endometritis (peradangan endometrium), pembengkakan payudara,
dan lainlain.

Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan, sering ditemukan adanya
bradikardia 50-70 kali permenit (normalnya 80-100 kali permenit) dan dapat
berlangsung sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Takhikardia kurang sering terjadi,
bila terjadi berhubungan dengan peningkatan kehilangan darah dan proses persalinan
yang lama. Selama beberapa jam setelah melahirkan, ibu dapat mengalami hipotensi
orthostatik (penurunan 20 mmHg) yang ditandai dengan adanya pusing segera setelah
berdiri, yang dapat terjadi hingga 46 jam pertama.
Hasil pengukuran tekanan darah seharusnya tetap stabil setelah melahirkan.
Peningkatan tekanan sisitolik 30 mmHg dan penambahan diastolik 15 mmHg yang
disertai dengan sakit kepala dan gangguan penglihatan, bisa menandakan ibu
mengalami preeklamsia dan ibu perlu dievaluasi lebih lanjut. Fungsi pernafasan ibu
kembali ke fungsi seperti saat sebelum hamil pada bulan ke enam setelah melahirkan
(Maryunani, 2009).

D. Adaptasi Psikologi Ibu Postpartum

Setelah persalinan yang merupakan pengalaman unik yang dialami ibu,


masa nifas juga merupakan salah satu fase yang memerlukan adaptasi
psikologis. Ikatan antara ibu dan bayi yang sudah lama terbentuk sebelum
kelahiran akan semakin mendorong wanita untuk menjadi ibu yang sebenarnya.
Inilah pentingnya rawat gabung atau rooming in pada ibu nifas agar ibu dapat
leluasa menumbuhkan rasa kasih sayang kepada bayinya tidak hanya dari segi
fisik seperti menyusui, mengganti popok saja tapi juga dari segi psikologis
seperti menatap, mencium, menimang sehingga kasih sayang ibu dapat terus
terjaga.

Dalam menjalani adaptasi setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-


fase sebagai berikut :

 Fase taking in yaitu periode ketergantungan. Periode ini


berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah
melahirkan. Pada fase ini, ibu sedang berfokus terutama pada
dirinya sendiri. Ibu akan berulang kali menceritakan proses
persalinan yang dialaminya dari awal sampai akhir.
 Fase taking hold yaitu periode yang berlangsung antara 3-10 hari
setelah melahirkan. Pada fase ini ibu timbul rasa khawatir akan
ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat
bayi. Ibu mempunyai perasaan sangat sensitif sehingga mudah
tersinggung dan gampang marah. Kita perlu berhati-hati menjaga
komunikasi dengan ibu. Dukungan moril sangat diperlukan untuk
menumbuhkan kepercayaan diri ibu. Bagi petugas kesehatan pada
fase ini merupakan kesempatan yang baik untuk memberikan
berbagai penyuluhan dan pendidikan kesehatan yang diperlukan
ibu nifas.
 Fase letting go yaitu periode menerima tanggung jawab akan
peran barunya. Fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan.
Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dengan ketergantungan
bayinya. Ibu memahami bahwa bayi butuh disusui sehingga siap
terjaga untuk memenuhi kebutuhan bayinya. Keinginan untuk
merawat diri dan bayinya sudah meningkat bpada fase ini. Ibu
akan percaya diri dalam menjalani peran barunya.

E. Tanda-Tanda Bahaya dan Komplikasi Pada Masa Postpartum

Diperkirakan bahwa 60% kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah


persalinan. Oleh karena itu, penting bagi bidan/perawat untuk memberikan informasi
dan bimbingan pada ibu untuk dapat mengenali tanda-tanda bahaya pada masa nifas
yang harus diperhatikan. Tanda-tanda bahaya yang perlu diperhatikan pada masa nifas
ini adalah :

1. Demam tinggi hingga melebihi 38°C.


2. Perdarahan vagina yang luar biasa atau tiba-tiba bertambah banyak (lebih dari
perdarahan haid biasa atau bila memerlukan penggantian pembalut 2 kali dalam
setengah jam), disertai gumpalan darah yang besar-besar dan berbau busuk.
3. Nyeri perut hebat/rasa sakit dibagian bawah abdomen atau punggung, serta nyeri
ulu hati.
4. Payudara membengkak, kemerahan, lunak disertai demam dan lain-lainya.
Komplikasi Yang Mungkin Terjadi Pada Masa Postpartum, Infeksi postpartum
adalah semua peradangan yang disebabkan oleh masuknya kuman kedalam alat
genetalia pada waktu persalinan dan nifas.Sementara itu yang dimaksud dengan
Febris Puerperalis adalah demam sampai 38°C atau lebih selama 2 hari dalam 10
hari pertama pasca pesalinan, kecuali pada hari pertama. Tempat-tempat umum
terjadinya infeksi yaitu rongga pelvik: daerah asal yang paling umum terjadi
infeksi, Payudara, Saluran kemih, Sistem vena. Perdarahan postpartum adalah
perdarahan pervaginam yang melebihi 500 ml setelah bersalin.

Perdarahan nifas dibagi menjadi dua yaitu :

a. Perdarahan dini, yaitu perdarahan yang terjadi setelah bayi lahir dan dalam 24
jam pertama persalinan. Disebabkan oleh: atonia uteri, traumdan laserasi,
hematomaz
b. Perdarahan lambat/lanjut, yaitu perdarahan yang terjadi setelah 24 jam.

Faktor resiko: sisa plasenta, infeksi, sub-involusi.

F. Konsep Budaya Dalam Perawatan Post Partum

1. Konsep Budaya Budaya berasal dari bahasa sansekerta buddhayah, yaitu bentuk
jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Budaya dapat diartikan sebagai hal-hal
yang bersangkutan dengan akal. Ada juga ahli yang mengatakan bahwa budaya berasal
dari kata budi-daya yang berarti daya dari budi. Jadi, kata budaya atau daya dari budi itu
berarti cipta, karsa, dan rasa (Mulyadi, 2000). Kebudayaan adalah kompleks yang
mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat,
kemampuan-kemampuan serta kebiasaankebiasaan yang didapatkan oleh manusia
sebagai anggota masyarakat.

Sedangkan manusia sebagai mahkluk Bio-Psiko-Sosial-Spritual yang utuh dan unik.


Teori kebutuhan manusia, memandang manusia sebagai keterpaduan, keseluruhan yang
terorganisir karena pengetahuan sosial budaya penting sekali dikuasai oleh profesi bidan
dalam menjalankan tugasnya karena bidan dalam menjalankan tugasnya katena bidan
akan berhadapan dengan berbagai macam kelompok sosial dengan beragam latar
belakang agama, status pendidikan dan sebagainya.

Sosial budaya sangat berkaitan dengan cara pendekatan dalam melakukan perubahan
prilaku masyarakat yang erat kaitannya dengan masalah-masalah kependudukan karena
proses perkawinan dapat mengakibatkan kelahiran dan kelahiran itu merupakan resiko
yang tinggi bagi ibu-ibu di seluruh dunia (Syafrudin, 2009). Penyebaran orang
minangkabau jauh dari daerah asalnya ini disebabkan oleh adanya dorongan pada diri
mereka yang merantau, yang disebabkan oleh dua hal.

Pertama, ialah keinginan mereka untuk mendapatkan kekayaan tanpa


mempergunakan tanah-tanah yang telah ada. Ini dapat dihubungkan sebenarnya dengan
keadaan bahwa seorang laki-laki tidak mempunyai hak menggunakan tanah warisan
bagi kepentingan diri sendiri.

Kedua, ialah perselisihan-perselisihan yang menyebabkan bahwa orang yang


merasa dikalahkan akan meninggalkan kampung dan keluarga untuk menetap di tempat
lain. Keadaan ini kemudian ditambah dengan keadaan yang diciptakan oleh
perkembangan yang berlaku pada masa akhir-akhir ini. Pendukung kebudayaan
Minangkabau dianggap sebagai suatu masyarakat dengan sistem kekeluargaan yang
ganjil di antara suku-suku bangsa yang lebih dahulu maju di Indonesia, yaitu sistem
kekeluargaan yang matrilineal. Inilah biasanya dianggap sebagai salah satu unsur yang
memberi identitas kepada kebudayaan Minangkabau, yang terutama dipopulerkan oleh
roman-roman Balai Pustaka, pada bagian pertama dari abad ke-20 (Koentjaraningrat,
2007)

2. Konsep Budaya Minang Tentang Perawatan Postpartum Terbentuknya janin dan


kelahiran bayi merupakan suatu fenomena yang wajar dalam kelangsungan hidup
manusia, namun berbagai kelompok masyarakat dengan kebudayaannya di seluruh
dunia memiliki aneka persepsi, interprestasi dan respons perilaku dalam
menghadapinya, dengan berbagai implikasinya terhadap kesehatan. Fisiologis kelahiran
secara universal adalah sama, namun proses kelahiran ditanggapi dengan cara-cara yang
berbeda oleh aneka kelompok masyarakat, karena itu hal-hal yang bekenaan dengan
proses pembentukan janin hingga kelahiran bayi serta pengaruhnya terhadap kondisi
kesehatan ibunya perlu dilihat dari aspek biososiokulturalnya sebagai suatu kesatuan.

Menurut pendekatan biososiokulturalnya dalam kajian antropologi ini, kehamilan


dan kelahiran bukan hanya dilihat semata-mata dari aspek biologis dan fisiologisnya
saja. Lebih dari itu, fenomena ini juga harus dilihat sebagai suatu proses yang mencakup
pemahaman dan pengaturan hal-hal, seperti pandangan budaya mengenai kehamilan dan
kelahiran, persiapan kelahiran, para pelaku dalam pertolongan persalinan, wilayah
tempat kelahiran berlangsung, cara-cara pencegahan bahaya, penggunaan ramu-ramuan
atau obat-obatan dalam proses kelahiran, cara-cara menolong persalinan, dan pusat
kekuatan dalam pengambilan keputusan mengenai pertolongan serta peraeatan bayi dan
ibunya (Swasono, 2011).

Manusia hidup bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Masing-masing suku dan


bangsa itu memiliki lingkungan sosial budayanya sendiri, yang satu dengan yang
lainnya. Perbedaan itu ada yang amat besar, cukup besar, ada yang tidak begitu besar,
ada yang agak kecil, dan ada yang cukup halus (Prayitno, 2004).

Salah satu contoh pengaruh sosial budaya yang masih melekat adalah enggannya ibu
hamil untuk memeriksakan kesehatan ke sarana kesehatan yg sudah tersedia. Mereka
masih ada yang lebih memilih melahirkan di rumah yg di tolong oleh dukun, ada pula
yang percaya saat melahirkan bayinya lebih senang pergi ke ladang untuk melahirkan
disana, serta pantangan-pantangan makanan bagi ibu hamil dan bayinya. Hal
kepercayaan mereka terhadap budaya yang seperti ini mengakibatkan tingginya angka
kematian ibu saat melahirkan karena komplikasi serta angka kematian bayi dan balita
akibat kurangnya asupan giji melalui ibu dikarenakan banyaknya pantangan-pantangan
makanan yang tidak boleh dikonsumsi saat hamil (Syafrudin, 2010).
Orang Minangkabau merupakan suatu contoh dari masyarakat yang mementingkan
aspek sosial dari kelahiran. Bayi perempuan dianggap sebagai pelanjut dari parurik atau
kaum. (klen matrilineal) sedangkan bayi laki-laki kelak diharapkan untuk menjadi
penjujung nama kerabat separuiknya, dan menjadi pembela kaum wanita dan klennya.
Masayarakat Minang juga percaya bahwa ketika seorang wanita sedang hamil 7 bulan,
keluarga suaminya (bako sang calon bayi) datang berkunjung sambil membawa
berbagai macam makanan berupa nasi lengkap dengan lauk-pauk, ditambah dengan
beberapa jenis kue. Tujuannya adalah untuk menunjukkan “hati tulus dan muka jernih”
terhadap kelahiran bayi.

Menurut norma yang ideal dalam kebudayaan minangkabau, hubungan antara


kerabat kedua orangtua sang bayi diperkuat melalui kebersamaan mereka dalam upacara
menyambut kelahirannya, masing-masing dalam porsi kewajibannya sendiri terhadap si
bayi. Selain itu pada suku Minang sekitar seminggu menjelang bayi lahir, para bako
kembali datang membawa beras segantang dan dua butir kelapa. Dimana, sebutir kelapa
diserahkan untuk menambah bahan pembuat lauk rendang daging, sedangkan yang
lainnya ditujukan untuk di tanam di kebun sang ibu. Hal ini melambangkan harapan
para bako anak yang lahir nanti, yang mereka sebut sebagai anak pisang, akan menjadi
seorang yang muka dan hatinya bagai air kelapa itu. Singkatnya, ia di harapkan akan
berguna bagai masyarakat, seperti pohon kelapa yang dari akarnya hingga pucuk
daunnya bermanfaat bagi kehidupan manusia (Swasono, 2011).

G. Fenomenologi

Penelitian fenomenologi bersifat induktif, pendekatan yang dipakai adalah deskriptif


yang dikembangkan dari filsafat fenomenologi. Fokus filsafat fenomenologi adalah
pemahaman tentang respons kehadiran atau keberadaan manusia, bukan sekedar
pemahaman bagian-bagian yang spesifik atau perilaku khusus. Tujuan penelitian
fenomenologi adalah menjelaskan pengalaman apa yang dialami oleh orang dalam
kehidupan ini, termasuk interaksi dengan orang lain. Contoh penelitian fenomenologi
adalah studi mengenai daur hidup masyarakat tradisional dilihat dari perspektif
kebiasaan hidup sehat, misalnya menggunakan air bersih, menu makanan, kepedulian
terhadap usaha pengobatan anggota keluarga yang sakit, dan lain-lain. Penelahaan
masalah dilakukan dengan multiperspektif atau multi sudut pandang (Emzir, 2011).

ABDOMINAL DISCOMFORT

DEFENISI
Abdominal discomfort (Ketidak nyamanan perut) adalah sensasi tidak
menyenangkan atau menyakitkan di perut. Saluran pencernaan menempati sebagian
besar perut dan sering menjadi sumber ketidaknyamanan perut, meskipun
ketidaknyamanan perut juga dapat disebabkan oleh kondisi dinding tubuh, kulit,
pembuluh darah, atau saluran kemih. Kadang-kadang, kondisi organ reproduksi atau
dada dapat membuat perut tidak nyaman.
Ketidak nyamanan umum mungkin karena gas, gangguan pencernaan, atau
infeksi. Ketika lebih parah, terutama jika sembelit juga terjadi, obstruksi usus dapat
hadir. Penyakit atau kerusakan organ seperti usus buntu, kandung empedu, limpa, atau
perut mungkin sumber ketika rasa sakit lebih lokal. Daerah mungkin lembut untuk
disentuh atau, dalam kasus usus buntu yang pecah atau masalah yang sama, rasa sakit
bisa berat dan seluruh perut mungkin kaku.

ETIOLOGI 
Abdominal discomfort Sebagai suatu gejala atau sindrom, abdominal discomfort
dapat disebabkan oleh berbagai penyakit. Beberapa penyakit yang dapat menyebabkan
abdominal discomfort.
Penyebab :
1. Dalam lumen saluran cerna
- Tukak peptik
- Gastritis
- Keganasan
2. Gastroparesis
3. Obat-obatan
- Anti inflamasi non steroid
- Teofilin
- Digitalis
- Antibiotik
4. Hepato - bilier
- Hepatitis
- Kolesistisis
- Kolelitiasis
- Keganasan
- Disfungsi sphincter Odli
5. Pankreas
- Pankreatitis
- Keganasan
6. Keadaan sistemik
- Diabetes melitus
- Penyakit tiroid
- Gagal ginjal
- Kehamilan
- Penyakit jantung sistemik
7. Gangguan fungsional
- Dispepsia fungsional
- Sindrom kolon iritatif. (Annisa (2009), dikutip dari Buku Ajar Ilmu Penyakit
dalam,
2001).
GEJALA
Gejala dari dicomfort abdominal adalah:
1. Nyeri Perut (abdominal Discomfort)
2. Rasa perih di ulu hati.
3. Mual, kadang-kadang sampai muntah
4. Nafsu makan berkurang
5. Rasa cepat kenyang
6. Perut kembung
7. Rasa panas di dada dan perut
8. Regurgitasi (keluar cairan dari lambung secara tiba-tiba)

PATOFISIOLOGI

  Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat
seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan makanan
menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung dapat
mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding lambung,
kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan
merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla
oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik makanan
maupun cairan.

DIAGNOSIS

A. ANAMNESIS
Jika pasien mengeluh mengenai abdominal discomfort, dimulakan pertanyaan
atau anamnesis dengan lengkap.

Berapa sering terjadi keluhan abdominal discomfort?, sejak kapan terjadi


keluhan?, adakah berkaitan dengan konsumsi makanan? Adakah pengambilan obat
tertentu dan aktivitas tertentu dapat menghilangkan keluhan atau memperberat keluhan?
Adakah pasien mengalami nafsu makan menghilang?, muntah?, muntah darah?, BAB
berdarah?, batuk atau nyeri dada? Pasien juga ditanya, adakah ada konsumsi obat-obat
tertentu? Atau adakah dalam masa terdekat pernah operasi? Adakah ada riwayat
penyakit ginjal, jantung atau paru? Adakah pasien menyadari akan kelainan jumlah dan
warna urin?

B. PEMERIKSAAN FISIK 

Pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi kelainan intra-abdomen atau


intralumen yang padat misalnya tumor, organomegali, atau nyeri tekan sesuai dengan
adanya ransang peritoneal/ peritonitis. Tumpukan pemeriksaan fisik pada bagian
abdomen. Inspeksi akan distensi,asites, parut, hernia yang jelas, ikterus, dan lebam.
Auskultasi akan bunyi usus dan karekteristik motilitasnya. Palpasi dan perkusi
abdomen, perhatikan akan tenderness, nyeri, pembesaran organ dan timpani.
Pemeriksaan tanda vital bisa ditemukan takikardi atau nadi yang tidak regular.
Kemudian, lakukan pemeriksaan sistem tubuh badan lainnya. Perlu ditanyakan
perubahan tertentu yang dirasai pasien, keadaan umum dan kesadaran pasien
diperhatikan. Auskultasi bunyi gallop atau murmur di jantung. Perkusi paru untuk
mengetahui konsolidasi. Perhatikan dan lakukan pemeriksaan terhadap ektremitas,
adakah terdapat perifer edema dan dirasakan adakah akral hangat atau dingin. Lakukan
juga perabaan terhadap kelenjar limfa
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan untuk penanganan terbagi beberapa bagian, yaitu:


1. Pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya faktor infeksi(leukositosis),
pakreatitis (amylase, lipase), keganasan saluran cerna (CEA, CA 19-9,AFP).
 
Biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan pemeriksaan darah dalam
tinja, dan urine. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan lekositosis berarti ada
tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak
mengandung lemak berarti kemungkinan menderita malabsorpsi. Seseorang yang
diduga menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung. Pada  karsinoma
saluran pencernaan perlu diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon
perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu diperiksaCA 19-9.

2. Barium enema untuk memeriksa esofagus, lambung atau usus halus dapat dilakukan
pada orang yang mengalami kesulitan menelan atau muntah, penurunan berat badan
atau mengalami nyeri yang membaik atau memburuk bila penderita makan.
Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi kelainan struktural dinding/mukosa saluran
cerna bagian atas seperti adanya tukak atau gambaran ke arah tumor.

3. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa esofagus, lambung atau usushalus dan
untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan lambung.Contoh tersebut
kemudian diperiksa dibawah mikroskop untuk mengetahui apakahlambung terinfeksi
oleh
 Helicobacter pylori
. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus
terapeutik.
Pemeriksaan ini sangat dianjurkan untuk dikerjakan bila disertai oleh keadaan yang
disebut
alarm symptoms yaitu adanya penurunan berat badan, anemia, muntah hebat dengan
dugaan adanya obstruksi, muntah darah, melena, atau keluhan sudah berlangsung lama,
dan terjadi pada usia lebih dari 45tahun.

 Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:


a. CLO (rapid urea test) 
b. Patologi anatomi (PA)
c. Kultur mikroorgsanisme (MO) jaringan
d. PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian
 4. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yaitu OMD dengan kontras
ganda, serologi. Helicobacter pylori, dan urea breath test (belumtersedia di Indonesia).
Pemeriksaan radiologis dilakukan terhadap saluran makan bagian atas dan sebaiknya
dengan kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal akantampak peristaltik di esofagus
yang menurun terutama di bagian distal.
DIAGNOSIS BANDING
 Dispepsia non ulkus
 Gastro-oesophageal reflux disease.
 Ulkus peptikum.
 Obat-obatan:
Obat anti inflamasi non-steroid, antibiotik, besi, suplemenkalium, digoxin.
 Malabsorbsi Karbohidrat (lactose, fructose, sorbitol).
 Cholelithiasis or choledocholithiasis.
 Pankreatitis Kronik.
 Penyakit sistemik (diabetes, thyroid, parathyroid, hypoadrenalism,
connectivetissue disease).
 Parasit intestinal.
 Keganasan abdomen (terutama kanser pancreas dan gastrik)

PENATALAKSANAAN
Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996,
ditetapkan skema, yang dibedakan bagi sentra kesehatan dengan tenaga ahli
(gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi .

Pengobatan dengan beberapa golongan obat, yaitu:


1. Antasida
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir sekresi
asamlambung. Antasid biasanya mengandungi Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2,
danMg triksilat. Pemberian antasid jangan terus- menerus, sifatnya hanya
simtomatis,untuk mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih
lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis
besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl.
Sering digunakan adalah gabungan Aluminium hidroksida dan magnesium
hidroksida. Aluminum hidroksida boleh menyebabkan konstipasi dan penurunan fosfat;
magnesium hidroksida bisa menyebabkan BAB encer. Antacid yang sering digunakan
adalah seperti Mylanta,Maalox, merupakan kombinasi Aluminium hidroksida dan
magnesium hidroksida. Magnesium kontraindikasi kepada pasien gagal ginjal kronik
karena bisa menyebabkan hipermagnesemia, dan aluminium bisa menyebabkan
kronik neurotoksik pada pasien tersebut.
2. Antikolinergik 
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu
pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi asam
lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.

3. Antagonis reseptor H2 


Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atauesensial
seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis reseptor H2 antara lain
simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.
4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI).
Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses
sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah omeperazol,
lansoprazol, dan pantoprazol. Waktu paruh PPI adalah 18jam jadi  bisa dimakan antara
2 dan 5 hari supaya sekresi asid gastrik kembali kepada ukuran normal. Supaya terjadi
penghasilan maksimal, digunakan sebelum makan yaitusebelum sarapan pagi kecuali
omeprazol.
 5. Sitoprotektif Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil
(PGE2). Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel
parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostaglandin endogen, yang
selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi meningkatkan produksi mukus dan
meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif(site
protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian
atas. Toksik daripada obat ini jarang, bisa menyebabkan konstipasi(2 –3%). Kontra
indikasi pada pasien gagal ginjal kronik. Dosis standard adalah 1 g per hari.
6. Golongan prokinetik 
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid.
Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis
dengan mencegah refluks dan memperbaiki asamlambung (acid clearance).

7. Antibiotik untuk infeksi


Helicobacter pylori,  Eradikasi bakteri membantu mengurangi simptom pada
sebagian pasien dan biasanya digunakan kombinasi antibiotik seperti amoxicillin
(Amoxil),clarithromycin (Biaxin), metronidazole (Flagyl) dan tetracycline (Sumycin).
Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmakoterapi (obat anti-
depresidan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena tidak jarang
keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan seperti cemas dan depresi

Anda mungkin juga menyukai