Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Post Partum

1. Pengertian Postpartum

Postpartum adalah masa atau waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta

keluar lepas dari rahim, sampai enam minggu berikutnya, disertai dengan

pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan, yang

mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan saat

melahirkan (Suherni, 2018).

Pada masa post partum ibu banyak mengalami kejadian yang penting, mulai

dari perubahan fisik, masa laktasi maupun perubahan psikologis menghadapi

keluarga baru dengan kehadiran buah hati yang sangat membutuhkan perhatian

dan kasih sayang. Namun kelahiran bayi juga merupakan suatu masa kritis bagi

kesehatan ibu, kemungkinan timbul masalah atau penyulit, yang bila tidak

ditangani segera dengan efektif akan dapat membahayakan kesehatan atau

mendatangkan kematian bagi ibu, sehingga masa postpartum ini sangat penting

dipantau oleh bidan (Rahmiati, 2018).

2. Kebutuhan Dasar Perawatan Post Partum Nutrisi dan Cairan

Pada masa post partum masalah diet perlu mendapat perhatian yang serius,

karena dengan nutrisi yang baik dapat mempercepat penyembuhan ibu dan

sangat mempengaruhi susunan air susu. Diet yang diberikan harus bermutu,

bergizi tinggi, cukup kalori, tinggi protein, dan banyak mengandung cairan. Ibu

yang menyusui harus memenuhi kebutuhan akan gizi seperti mengkonsumsi

tambahan 500 kalori tiap hari, makan dengan diet berimbang untuk

8
9

mendapatkan protein, mineral, dan vitamin yang cukup, dan minum sedikitnya 3

liter air setiap hari (Rahmiati, 2018)

Ambulasi dini ialah kebijaksanaan agar secepat mungkin bidan

membimbing ibu post partum bangun dari tempat tidurnya dan membimbing ibu

secepat mungkin untuk berjalan. Sekarang tidak perlu lagi menahan ibu

postpartum telentang ditempat tidurnya selama 7-14 hari setelah melahirkan.Ibu

postpartum sudah diperbolehkan bangun dari tempat tidur dalam 24-48 jam

postpartum. Eliminasi Dalam 6 jam ibu post partum harus sudah bisa BAK

spontan. Jika dalam 8 jam postpartum belum dapat berkemih atau sekali

berkemih belum melebihi 100 cc, maka dilakukan kateterisasi. Akan tetapi,

kalau ternyata kandung kemih penuh, tidak perlu 8 jam untuk kateterisasi. Ibu

postpartum diharapkan dapat buang air besar setelah hari kedua postpartum. Bila

lebih dari tiga hari belum BAB bisa diberikan obat laksantia. Ambulasi secara

dini dan teratur akan membantu dalam regulasi BAB. Asupan cairan yang

adekuat dan diit tinggi serat sangat dianjurkan. Personal higiene sangat penting

dilakukan Pada masa post partum, seorang ibu sangat rentan terhadap infeksi.

Oleh karena itu, kebersihan diri sangat penting untuk mencegah terjadinya

infeksi. Kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur, dan lingkungan sangat penting

untuk tetap dijaga (Rahmiati, 2018).

Ibu post partum sangat membutuhkan istirahat yang berkualitas untuk

memulihkan kembali keadaan fisiknya. Keluarga disarankan untuk memberikan

kesempatan kepada ibu untuk beristirahat yang cukup sebagai persiapan untuk

menyusui bayinya nanti (Jannah, 2017).

Secara fisik aman untuk melakukan hubungan seksual begitu darah merah

berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya kedalam vagina tanpa
10

rasa nyeri. Banyaknya budaya dan agama yang melarang untuk melakukan

hubungan seksual sampai masa waktu 40 hari atau 6 minggu setelah persalinan.

Keputusan tersebut tergantung pada pasangan yang bersangkutan (Jannah,

2017). Senam nifas dilakukan sejak hari pertama melahirkan setiap hari sampai

hari kesepuluh, terdiri dari sederetan gerakan tubuh yang dilakukan untuk

mempercepat pemulihan keadaan ibu. Senam nifas membantu memperbaiki

sirkulasi darah, memperbaiki sikap tubuh dan punggung setelah melahirkan,

memperkuat otot panggul dan membantu ibu untuk lebih rileks dan segar pasca

melahirkan (Ernawati, 2015).

3. Perubahan Fisiologis Masa Postpartum

a) Perubahan Sistem Reproduksi

Uterus secara berangsur-angsur menjadi kecil (involusi) sehingga

akhirnya kembali seperti sebelum hamil. Otot uterus berkontraksi segera

pada post partum. Pembuluh-pembuluh darah yang berada diantara otot-otot

uterus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan perdarahan setelah

plasenta lahir Fauza (2018). Perubahan uterus terjadi kontraksi uterus yang

meningkat setelah bayi keluar. Hal ini menyebabkan iskemia pada lokasi

perlekatan plasenta (plasental site) sehingga jaringan perlekatan antara

plasenta dan dinding uterus, mengalami nekrosis dan lepas. Ukuran uterus

setelah bayi lahir setinggi pusat dengan berat uterus 1000 gram, setelah

plasenta lahir 2 jari di bawah pusat dengan berat 750 gram, setelah satu

minggu tinggi fundus uteri pada pertengahan pusat simfisis dengan berat 500

gram, setelah dua minggu tinggi fundus uteri tidak teraba diatas simfisis

dengan berat 350 gram, enam minggu tinggi fundus uteri bertambah kecil
11

dengan berat uterus 50 gram, pada 8 minngu tinggi fundus uteri sebesar

normal 30 gram (Saleha, 2013).

Perubahan vagina dan perineum pada minggu ketiga, vagina mengecil

dan timbul rugae (lipatan-lipatan atau kerutan-kerutan) kembali. Terjadi

robekan perineum pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang

juga pada persalinan berikutnya. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas

episiotomi (penyayatan mulut serambi kemaluan untuk mempermudah

kelahiran bayi) lakukanlah penjahitan dan perawatan dengan baik Suherni,

2009 dalam (Bandura et al., 2018).

b) Perubahan perkemihan saluran kencing kembali normal dalam waktu 2-8

minggu, tergantung pada (1) keadaan/status sebelum persalinan (2) lamanya

partus kala II dilalui (3) besarnya tekanan kepala yang menekan pada saat

persalinan. Disamping itu, dari hasil pemeriksaan sistokopik segera setelah

persalinan tidak menunjukkan adanya edema dan hyperemia dinding

kandung kemih, akan tetapi sering terjadi exstravasasi (extravasation, artinya

keluarnya darah dari pembuluh-pembuluh darah di dalam badan) kemukosa

(Ernawati, 2016).

c) Perubahan dalam sistem endokrin selama proses kehamilan dan persalinan

terdapat perubahan pada sistem endokrin, terutama pada hormon-hormon

yang berperan dalam proses tersebut. Oksitosin diseklerasikan dari kelenjer

otak bagian belakang. Selama tahap ketiga persalinan, hormon oksitosin

berperan dalam pelepasan plasenta dan mempertahankan kontraksi, sehingga

mencegah perdarahan. Isapan bayi dapat merangsang produksi ASI dan

sekresi oksitosin. Hal tersebut membantu uterus kembali ke bentuk normal.

Pada wanita yang menyusui bayinya, kadar prolaktin tetap tinggi dan pada
12

permulaan ada rangsangan folikel dalam ovarium yang ditekan. Pada wanita

yang tidak menyusui bayinya tingkat sirkulasi prolaktin menurun dalam 14-

21 hari setelah persalinan, sehingga merangsang kelenjer bawah depan otak

yang mengontrol ovarium kearah permulaan pola produksi estrogen dan

progesteron yang normal, pertumbuhan folikel, ovulasi, dan menstruasi.

Selama hamil volume darah normal meningkat walaupun mekanismenya

secara penuh belum dimengerti. Di samping itu, progesteron mempengaruhi

otot halus yang mengurangi perangsangan dan peningkatan pembuluh darah.

Hal ini sangat mempengaruhi saluran kemih, ginjal, usus, dinding vena,

dasar panggul, perineum dan vulva, serta vagina (Ernawati, 2016).

d) Perubahan tanda-tanda vital Selama 24 jam pertama, suhu mungkin

meningkat menjadi 38ºC, sebagai akibat meningkatnya kerja otot, dehidrasi

dan perubahan hormonal jika terjadi peningkatan suhu 38ºC yang menetap 2

hari setelah 24 jam melahirkan, maka perlu dipikirkan adanya infeksi seperti

sepsis puerperalis (infeksi selama post partum), infeksi saluran kemih,

endometritis (peradangan endometrium), pembengkakan payudara, dan lain-

lain. Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan, sering ditemukan

adanya bradikardia 50-70 kali permenit (normalnya 80-100 kali permenit)

dan dapat berlangsung sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Takhikardia

kurang sering terjadi, bila terjadi berhubungan dengan peningkatan

kehilangan darah dan proses persalinan yang lama. Selama beberapa jam

setelah melahirkan, ibu dapat mengalami hipotensi orthostatik (penurunan 20

mmHg) yang ditandai dengan adanya pusing segera setelah berdiri, yang

dapat terjadi hingga 46 jam pertama. Hasil pengukuran tekanan darah

seharusnya tetap stabil setelah melahirkan. Peningkatan tekanan sisitolik 30


13

mmHg dan penambahan diastolik 15 mmHg yang disertai dengan sakit

kepala dan gangguan penglihatan, bisa menandakan ibu mengalami

preeklamsia dan ibu perlu dievaluasi lebih lanjut. Fungsi pernafasan ibu

kembali ke fungsi seperti saat sebelum hamil pada bulan ke enam setelah

melahirkan (Mardiatun, 2017).

e) Perubahan pada sistem pencernaan sering terjadi konstipasi pada ibu setelah

melahirkan. Hal ini umumnya karena makanan padat dan kurang berserat

selama persalinan. Seorang wanita dapat merasa lapar dan siap menyantap

makanannya dua jam setelah persalinan, tetapi berbeda untuk ibu yang

melahirkan dengan sectio caesarea karena adanya pemulihan motilitas usus

yang lama akibat dari efek anastesi, apalagi bila ibu post sectio caesarea

mengalami komplikasi pasca operasi, biasanya komplikasi yang timbul

berupa post operatif ileus yang dapat menimbulkan keterlambatan dalam

pemenuhan nutrisi (Ernawati, 2016).

B. Konsep Dasar Cemas

1. Pengertian kecemasan

Kecemasan merupakan emosi subjektif yang membuat individu tidak

nyaman, ketakutan yang tidak jelas dan gelisah, dan disertai respon otonom.

Kecemasan juga merupakan kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar

berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya (Stuart, 2017).

Sedangkan menurut Hawari (2016) kecemasan adalah gangguan alam sadar

(effective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kehawatiran yang

mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas

(Reality Testing Ability / RTA), masih baik, kepribadian masih tetap utuh (tidak
14

mengalami keretakan kepribadian/ splitting of personality), perilaku dapat

terganggu tapi masih dalam batas-batas normal.

Ada pula yang berpendapat bahwa kecemasan adalah manifestasi dari

berbagai proses emosi yang bercampur baur dan terjadi ketika mengalami

tekanan perasaan (frustasi) dan pertentangan batin (Hawari, 2016). Selain itu

kecemasan adalah situasi yang mengancam, dan merupakan hal yang normal

terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum

pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup (Fitri,

2016).

2. Etiologi kecemasan

Menurut Doengoes (2015), kecemasan disebabkan faktor patofisiologis

maupun faktor situasional. Penyebab kecemasan tidak spesifik bahkan tidak

diketahui oleh individu. Perasaan cemas diekspresikan secara langsung melalui

perubahan fisiologis dan perilaku, dapat juga diekspresikan secara tidak

langsung melalui timbulnya gejala dan mekanisme koping sebagai upaya

melawan kecemasan.

Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan faktor-faktor yang

mempengaruhi kecemasan menurut Stuart (2017), antara lain:

a. Faktor predisposisi

1) Teori psikoanalisis

Pandangan teori psikoanalisis memaparkan bahwa cemas merupakan

konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id

dan superego. Id mewakili dorongan insting dan impuls primitif,

sedangkan superego mencerminkan hati nurani dan dikendalikan oleh

norma budaya. Ego berfungsi menengahi tuntutan dari dua elemen yang
15

bertentangan tersebut dan fungsi kecemasan untuk mengingatkan ego

bahwa ada bahaya.

2) Teori interpersonal

Teori interpersonal menyatakan bahwa cemas timbul dari perasaan

takut terhadap ketidaksetujuan dan penolakan interpersonal. Cemas juga

berhubungan dengan perkembangan trauma, seperti perpisahan dan

kehilangan, yang menimbulkan kerentanan tertentu. Individu dengan

harga diri rendah rentan mengalami kecemasan yang berat.

3) Teori perilaku

Teori perilaku menyatakan bahwa cemas merupakan produk frustasi.

Frustasi merupakan segala sesuatu yang menggangu kemampuan

individu untuk mencapai tujuan yang diinginkan dan dikarakteristikkan

sebagai suatu dorongan yang dipelajari untuk menghindari kepedihan.

Teori pembelajaran meyakini individu yang terbiasa sejak kecil

dihadapkan pada ketakutan yang berlebihan lebih sering menunjukkan

kecemasan pada kehidupan selanjutnya. Teori konflik memandang

cemas sebagai pertentangan antara dua kepentingan yang berlawanan.

Kecemasan terjadi karena adanya hubungan timbal balik antara konflik

dan kecemasan konflik menimbulkan kecemasan, dan cemas

menimbulkan perasaan tak berdaya, yang pada gilirannya meningkatkan

konflik yang dirasakan.

4) Teori kajian keluarga

Kajian keluarga menunjukkan bahwa gangguan cemas terjadi

didalam keluarga. Gangguan kecemasan juga tumpang tindih antara

gangguan kecemasan dan depresi.


16

5) Teori biologis

Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor

khusus untuk benzodiazepine, obat-obatan yang meningkatkan

neuroregulator inhibisi asam gamma aminobutyricacid (GABA). GABA

berperan penting dalam mekanisme biologi yang berhubungan dengan

cemas. Kesehatan umum individu dan riwayat kecemasan di keluarga

memiliki efek nyata sebagai predisposisi kecemasan. Cemas disertai

dengan gangguan fisik yang menurunkan kemampuan individu

mengatasi stresor. Kecemasan diperantarai oleh sistem kompleks yang

melibatkan system limbik, pada organ amigdala dan hipokampus,

talamus, korteks frontal secara anatomis dan norepinefrin (lokus

seruleus), serotonin (nukleus rafe dorsal) dan GABA (reseptor GABAA

berpasangan dengan reseptor benzodiazepin) pada system neurokimia.

Hingga saat ini belum diketahui secara jelas bagaimana kerja dari

masing-masing bagian tersebut dalam menimbulkan kecemasan (Tomb,

2015). Setiap perubahan dalam kehidupan yang dapat menimbulkan

keadaan stres disebut stresor. Stres yang dialami seseorang dapat

menimbulkan kecemasan (Ibrahim, 2016). Faktor predisposisi yang

dapat menimbulkan kecemasan antara lain faktor genetik, faktor organik

dan faktor psikologi. Faktor predisposisi kecemasan pada pasien pre

operasi yang paling berpengaruh merupakan faktor psikologis, terutama

ketidakpastian tentang prosedur dan operasi yang akan dijalani (Gant dan

Cunningham, 2014).
17

b. Faktor presipitasi

Pengalaman cemas setiap individu bervariasi bergantung pada situasi

dan hubungan interpersonal. Ada dua faktor presipitasi yang mempengaruhi

kecemasan menurut Stuart (2017), yaitu :

1) Faktor eksternal

a) Ancaman integritas diri Meliputi ketidakmampuan fisiologis atau

gangguan terhadap kebutuhan dasar (penyakit, trauma fisik,

pembedahan yang akan dilakukan).

b) Ancaman sistem diri Antara lain: ancaman terhadap identitas diri,

harga diri, hubungan interpersonal, kehilangan, dan perubahan status

dan peran.

2) Faktor internal

a) Potensial stressor

Stresor psikososial merupakan keadaan yang menyebabkan

perubahan dalam kehidupan sehingga individu dituntut untuk

beradaptasi.

b) Maturitas

Kematangan kepribadian inidividu akan mempengaruhi kecemasan

yang dihadapinya. Kepribadian individu yang lebih matur maka lebih

sukar mengalami gangguan akibat kecemasan, karena individu

mempunyai daya adaptasi yang lebih besar terhadap kecemasan.

c) Pendidikan

Tingkat pendidikan individu berpengaruh terhadap kemampuan

berpikir. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka individu semakin

mudah berpikir rasional dan menangkap informasi baru. Kemampuan


18

analisis akan mempermudah individu dalam menguraikan masalah

baru.

d) Respon koping

Mekanisme koping digunakan seseorang saat mengalami kecemasan.

Ketidakmampuan mengatasi kecemasan secara konstruktif

merupakan penyebab terjadinya perilaku patologis.

e) Status sosial ekonomi

Status sosial ekonomi yang rendah pada seseorang akan

menyebabkan individu mudah mengalami kecemasan.

f) Keadaan fisik

Individu yang mengalami gangguan fisik akan mudah mengalami

kelelahan fisik. Kelelahan fisik yang dialami akan mempermudah

individu mengalami kecemasan.

g) Tipe kepribadian

Individu dengan tipe kepribadian A lebih mudah mengalami

gangguan akibat kecemasan daripada orang dengan tipe kepribadian

B. Individu dengan tipe kepribadian A memiliki ciri-ciri individu

yang tidak sabar, kompetitif, ambisius, ingin serba sempurna, merasa

diburu-buru waktu, mudah gelisah, tidak dapat tenang, mudah

tersinggung dan mengakibatkan otototot mudah tegang. Individu

dengan tipe kepribadian B memiliki ciri-ciri yang berlawanan dengan

tipe kepribadian A. Tipe kepribadian B merupakan individu yang

penyabar, tenang, teliti dan rutinitas.


19

h) Lingkungan dan situasi

Seseorang yang berada di lingkungan asing lebih mudah mengalami

kecemasan dibandingkan di lingkungan yang sudah dikenalnya.

i) Dukungan sosial

Dukungan sosial dan lingkungan merupakan sumber koping individu.

Dukungan sosial dari kehadiran orang lain membantu seseorang

mengurangi kecemasan sedangkan lingkungan mempengaruhi area

berfikir individu.

j) Usia

Usia muda lebih mudah cemas dibandingkan individu dengan usia

yang lebih tua.

k) Jenis kelamin

Gangguan kecemasan tingkat panik lebih sering dialami wanita

daripada pria. Adanya dampak negatif dari kecemasan merupakan

rasa khawatir yang berlebihan tentang masalah yang nyata maupun

potensial. Keadaan cemas akan membuat individu menghabiskan

tenaganya, menimbulkan rasa gelisah, dan menghambat individu

melakukan fungsinya dengan adekuat dalam situasi interpersonal

maupun hubungan sosial. Gangguan psikologi pada ibu

menyebabkan berkurangnya pengeluaran ASI. Karena akan

menghambat let down reflek. Perubahan psikologis pada ibu post

partum umumnya terjadi pada 3 hari post partum. Dua hari post

partum ibu cenderung bersifat negatif terhadap perawatan bayinya

dan sangat tergantung pada orang lain karena energi difokuskan

untuk dirinya sendiri (Hastuti, 2017).


20

3. Faktor-faktor yang dapat mengurangi kecemasan antara lain:

1. Represi, yaitu tindakan untuk mengalihkan atau melupakan hal atau

keinginan yang tidak sesuai dengan hati nurani. Represi juga bisa diartikan

sebagai usaha untuk menenangkan atau meredam diri agar tidak timbul

dorongan yang tidak sesuai dengan hatinya (Prasetyono, 2017).

2. Relaksasi, yaitu dengan mengatur posisi tidur dan tidak memikirkan masalah

(Prasetyono, 2017). Sedangkan Dale Carnegie (2017) menambahkan bahwa

relaksasi dan rekreasi bisa menurunkan kecemasan dengan cara tidur yang

cukup, mendengarkan musik, tertawa dan memperdalam ilmu agama.

3. Komunikasi perawat, yaitu komunikasi yang disampaikan perawat pada

pasien dengan cara memberi informasi yang lengkap mulai pertama kali

pasien masuk dengan menetapkan kontrak untuk hubungan profesional

mulai dari fase orientasi sampai dengan terminasi atau yang disebut dengan

komunikasi teraupetik (Tamsuri, 2016).

4. Psikofarmaka, yaitu pengobatan untuk cemas dengan memakai obat-obatan

seperti diazepam, bromazepam dan alprazolam yang berkhasiat memulihkan

fungsi gangguan neurotransmiter (sinyal penghantar saraf) di susunan saraf

pusat otak (lymbic system) (Hawari, 2015).

5. Psikoterapi, merupakan terapi kejiwaan dengan memberi motivasi, semangat

dan dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa putus asa dan

diberi keyakinan serta kepercayaan diri (Hawari, 2015).

6. Psikoreligius, yaitu dengan doa dan dzikir. Doa adalah mengosongkan batin

dan memohon kepada Tuhan untuk mengisinya dengan segala hal yang kita

butuhkan. Dalam doa umat mencari kekuatan yang dapat melipatgandakan

energi yang hanya terbatas dalam diri sendiri dan melalui hubungan dengan
21

doa tercipta hubungan yang dalam antara manusia dan Tuhan (Prasetyono,

2017). Terapi medis tanpa disertai dengan doa dan dzikir tidaklah lengkap,

sebaliknya doa dan dzikir saja tanpa terapi medis tidaklah efektif.

4. Manifestasi Klinik

Ansietas dapat diekspresikan secara langsung melalui perubahan fisiologis,

perilaku dan secara langsung melalui timbulnya gejala sebagai upaya untuk

melawan ansietas. Intensitas perilaku akan meningkat sejalan dengan

peningkatan tingkat kecemasan (Stuart dan Sundeen, 1998). Berikut tanda dan

gejala berdasarkan klasifikasi tingkat kecemasan yang timbul secara umum

adalah:

1. Tanda fisik

1) Cemas ringan:

a) Gemetaran, renjatan, rasa goyang

b) Ketegangan otot

c) Nafas pendek, hiperventilasi

d) Mudah lelah

2) Cemas sedang:

a) Sering kaget

b) Hiperaktifitas autonomik

c) Wajah merah dan pucat

3) Cemas berat:

a) Takikardi

b) Nafas pendek, hiperventilasi

c) Berpeluh

d) Tangan terasa dingin


22

e) Panik

a) Diare

b) Mulut kering (xerostomia)

c) Sering kencing

d) Parestesia (kesemutan pada kaki dan tangan)

e) Sulit menelan

2. Gejala psikologis

1) Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan pikirannya sendiri, mudah

tersinggung

2) Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut

3) Sulit konsentrasi, hypervigilance (siaga berlebihan)

4) Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang

5) Gangguan pola tidur, mimpi - mimpi yang menegangkan

6) Gangguan konsentrasi dan daya ingat

7) Libido menurun

8) Rasa menganjal di tenggorokan

9) Rasa mual di perut

5. Tahapan kecemasan

Kecemasan diidentifikasikan menjadi 4 tingkat yaitu ringan, sedang, berat

dan panik (Stuart dan Laraia, 2015). Semakin tinggi tingkat kecemasan individu

maka akan mempengaruhi kondisi fisik dan psikis. Kecemasan berbeda dengan

rasa takut, yang merupakan penilaian intelektual terhadap bahaya. Kecemasan

merupakan masalah psikiatri yang paling sering terjadi, tahapan tingkat

kecemasan akan dijelaskan sebagai berikut (Stuart, 2017) :


23

1) Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-

hari; cemas menyebabkan individu menjadi waspada, menajamkan indera

dan meningkatkan lapang persepsinya.

2) Kecemasan sedang memungkinkan individu untuk berfokus pada suatu hal

dan mempersempit lapang persepsi individu. Individu menjadi tidak

perhatian yang selektif namun dapat berfokus pada lebih banyak area.

3) Kecemasan berat, mengurangi lapang persepsi individu. Individu berfokus

pada sesuatu yang rinci dan spesifik serta tidak berpikir tentang hal lain.

Semua perilaku ditujukan untuk mengurangi ketegangan, individu perlu

banyak arahan untuk berfokus pada area lain.

4) Tingkat panik (sangat berat) dari kecemasan berhubungan dengan

terperangah, ketakutan, dan teror. Hal yang rinci terpecah dari proporsi,

karena mengalami kehilangan kendali. Individu yang mencapai tingkat ini

tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan arahan. Panik mencakup

disorganisasi kepribadian dan menimbulkan peningkatan aktivitas motorik,

menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi

yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional.

Tingkat kecemasan dapat diukur dengan menggunakan Hamilton Rating

Scale for Anxiety (HRS-A) yang sudah dikembangkan oleh kelompok Psikiatri

Biologi Jakarta (KPBJ) dalam bentuk Anxiety Analog Scale (AAS). Validitas

AAS sudah diukur oleh Yul Iskandar pada tahun 1984 dalam penelitiannya yang

mendapat korelasi yang cukup dengan HRS A (r = 0,57 – 0,84).

Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran tingkat kecemasan menurut

alat ukur kecemasan yang disebut HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Skala

HARS merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya


24

symptom pada individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala HARS

terdapat 14 syptoms yang nampak pada individu yang mengalami kecemasan.

Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 (Nol Present)

sampai dengan 4 (severe). Skala HARS pertama kali digunakan pada tahun

1959, yang diperkenalkan oleh Max Hamilton dan sekarang telah menjadi

standar dalam pengukuran kecemasan terutama pada penelitian trial clinic. Skala

HARS telah dibuktikan memiliki validitas dan reliabilitas cukup tinggi untuk

melakukan pengukuran kecemasan pada penelitian trial clinic yaitu 0,93 dan

0,97. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengukuran kecemasan dengan

menggunakan skala HARS akan diperoleh hasil yang valid dan reliable.

Skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) yang dikutip Nursalam

(2003) penilaian kecemasan terdiri dan 14 item, meliputi:

a. Perasaan Cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah

tersinggung.

b. Ketegangan merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.

c. Ketakutan: takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri

dan takut pada binatang besar.

d. Gangguan tidur: sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak

pulas dan mimpi buruk.

e. Gangguan kecerdasan: penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit

konsentrasi.

f. Perasaan depresi: hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi,

sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari.

g. Gejala somatik: nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara tidak

stabil dan kedutan otot.


25

h. Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan

pucat serta merasa lemah.

i. Gejala kardiovaskuler: takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras dan

detak jantung hilang sekejap.

j. Gejala pernapasan: rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik

napas panjang dan merasa napas pendek.

k. Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual

dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas di

perut.

l. Gejala urogenital: sering kencing, tidak dapat menahan kencing, aminorea,

ereksi lemah atau impotensi.

m. Gejala vegetatif: mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma

berdiri, pusing atau sakit kepala.

n. Perilaku sewaktu wawancara: gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi

atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat dan napas pendek dan cepat.

Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan

kategori:

0 = tidak ada gejala sama sekali

1 = Satu dari gejala yang ada

2 = Sedang/ separuh dari gejala yang ada

3 = berat/lebih dari ½ gejala yang ada

4 = sangat berat semua gejala ada


26

Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item 1-

14 dengan hasil:

a. Skor kurang dari 6 = tidak ada kecemasan.

b. Skor 7 – 14 = kecemasan ringan.

c. Skur 15 – 27 = kecemasan sedang.

d. Skor lebih dari 27 = kecemasan berat

6. Penatalaksanaan Kecemasan

Menurut Dehghanmehr et al. (2017), terdapat 2 metode untuk mengatasi

kecemasan, yaitu secara farmakologi dengan mengonsumsi obat-obatan tertentu

dan secara non farmakologi sebagai pengobatan alternatif.

1. Farmakologi

Terapi farmakologis untuk mengatasi kecemasan terdiri dari obat

anxiolytic dan psikoterapi. Anxiolytic memiliki efek yang cepat dalam

menurunkan tanda dan gejala kecemasan tetapi individu yang mengonsumsi

obat ini berisiko mengalami ketergantungan. Obat anxiolytic diberikan

selama 2 minggu pengobatan, lalu mulai dilakukan psikoterapi. Anxiolytic

tetap diberikan namun dosis akan diturunkan secara bertahap. Jenis obat

anxiolytic yang digunakan adalah golongan benzodiasepine, non-

benzodiasepine, anti-depresan seperti trisiklik, Serotonin Reuptake Inhibitor

(SRI), Spesific Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI), dan Monoamin

Oxidase Inhibitor (MAOI) (Sutrimo, 2012).

2. Norfarmakologi

1) Hipnoterapi

Hipnoterapi adalah suatu teknik terapi pikiran dan penyembuhan

dengan menggunakan metode hipnotis untuk memberikan sugesti pada


27

alam bawah sadar dengan tujuan mengatasi suatu gangguan psikologis

atau mengubah pikiran, perasaan, dan perilaku agar menjadi lebih baik.

Hipnoterapi dapat digunakan untuk mengurangi nyeri, stres, cemas, dan

gangguan tidur (Romi, 2015)

2) Guided Imagery

Guided imagery merupakan teknik relaksasi dengan membimbing

dan mengarahkan pikiran seseorang kepada imajinasi atau khayalan yang

menyenangkan dengan menggunakan audio, visual, dan kinestetik untuk

mengalihkan perhatian dari ketidaknyamanan seperti rasa nyeri. Tujuan

dan manfaat dari guided imagery yaitu mengatasi kecemasan, nyeri,

stres, serta untuk mencapai ketenangan dan ketentraman (Novarenta,

2013).

3) Terapi Musik

Terapi musik dapat digunakan untuk mengurangi stres psikologis,

kecemasan, dan depresi. Musik dapat memberikan efek terapi pada tubuh

dan pikriran, menetralisir emosi negatif, menurunkan puncak stres dan

kecemasan (Shin & Kim, 2016).

4) Akupresur

Akupresur merupakan terapi pijat atau menekan titik-titik

akupunktur menggunakan jari-jari tangan dengan gerakan memutar.

Teknik ini merupakan salah satu metode pengobatan tradisional Cina

yang sering digunakan untuk mengatasi kecemasan dan rasa nyeri,

mengurangi ketegangan pada otot, memperlancar sirkulasi darah, serta

dapat mengatur metabolisme (Dehghanmehr et al., 2017). Menurut Neri

et al. (2016), melakukan akupresur pada titik HT 7 (Shenmen) efektif


28

dalam meningkatkan kualitas tidur dan mengurangi perasaan cemas pada

ibu hamil trimester III. Sedangkan menurut Au et al. (2015), titik

akupresur yang biasa digunakan untuk mengatasi kecemasan adalah titik

HT 7 (Shenmen) dan titik EX-HN 3 (Yintang).

5) Aroma terapi

Aroma terapi mempunyai efek yang positif karena diketahui bahwa

aroma yang segar, harum merangsang sensori, reseptor, dan pada

akhirnya mempengaruhi organ yang lainnya sehingga dapat

menimbulkan efek kuat terhadap rasa cemas. Aroma ditangkap oleh

reseptor di hidung yang kemudian memberikan informasi lebih jauh ke

area di otak yang mengontrol emosi dan memori maupun memberikan

informasi juga ke hipotalamus yang merupakan pengaturan sistem

internal tubuh, termasuk kecemasan & stress (Shinobi, 2008).

Aromaterapi lavender dapat meningkatkan gelombang alfa didalam otak

dan gelombang inilah yang membantu untuk menciptakan rasa rileks

menunjukkan mengurangi kecemasan pada ibu post partum (Hale, 2008).

C. AromaTerapi Lavender

1. Definisi aroma terapi

Aroma terapi adalah pengobatan komplementer yang menggunakan bahan

berbentuk cairan yang terbuat dari tanaman dan mudah menguap, dikenal

sebagai minyak esensial dan senyawa aromatik lainnya yang dapat

mempengaruhi jiwa, emosi, fungsi kognitif dan kesehatan seseorang. Aroma-

terapi dikembangkan oleh para dokter dan kimiawan muslim Ibnu Sina sejak

ditemukannya teknik penyulingan atau destilasi minyak esensial untuk


29

pengobatan pada abad ke-7 M. Setelah itu, dikembangkan di daratan Eropa oleh

seorang kimiawan berkebangsaan Prancis bernama Rene Maurice Gattefosse

pada tahun 1937 (Putri, 2019).

2. Cara Penggunaan Aromaterapi

Cara penggunaan aromaterapi antara lain:

a. Menggunakan cara difusi yaitu dengan melalui udara yang berisi uap dari

minyak esensial.

b. Inhalasi langsung yaitu dengan menghirup uap minyak esensial seperti

desinfektan dan dekongestan.

c. Penggunaan pada kulit untuk keperluan terapi pijat, mandi, kompres, serta

pengobatan untuk kulit.

3. Kandungan Bunga Lavender

Bunga lavender memiliki 25-30 spesies, beberapa diantaranya adalah

Lavandula angustifolia, lavandula lattifolia, lavandula stoechas (Fam.

Lamiaceae). Penampakan bunga ini adalah berbentuk kecil, berwarna ungu

kebiruan, dan tinggi tanaman mencapai 72 cm. Asal tumbuhan ini adalah dari

wilayah selatan Laut Tengah sampai Afrika tropis dan ke timur sampai India.

Lavender termasuk tumbahan menahun, tumbuhan dari jenis rimput-rumputan,

semak pendek, dan semak kecil. Tanaman ini juga menyebar di Kepulauan

Kanari, Afrika Utara dan Timur, Eropa selatan dan Mediterania, Arabia, dan

India. Karena telah ditanam dan dikembangkan di taman- taman di seluruh

dunia, tumbuhan ini sering ditemukan tumbuh liar di daerah di luar daerah

asalnya (http://en.wikipedia.org/wiki/Aromaterapi).

Tanaman ini tumbuh baik pada daerah dataran tinggi, dengan ketinggian

berkisar antara 600-1.350 m di atas permukaan laut. Untuk mengembang


30

biakkan tanaman ini tidaklah sulit, dimana menggunakan biji dari tanaman

lavender yang sudah tua dan disemaikan, Bila sudah tumbuh, dapat dipindahkan

ke polybag Bila tinggi tanaman telah mencapai 15-20 cm, dapat dipindahkan ke

dalam pot atau bisa ditanam di halaman rumah (http://lilyflowers-

8.blogspot.com/2009/05/bunga-lavender.html)

Nama lavender berasal dari bahasa Latin "lavera" yang berarti

menyegarkan dan orang-orang Roma telah memakainya sebagai parfum dan

minyak mandi sejak zaman dahulu. Bunga lavender dapat digosokkan ke kulit,

selain memberikan aroma wangi, lavender juga dapat menghindarkan diri dari

gigitan nyamuk. Bunga lavender kering dapat diolah menjadi teh yang dapat kita

konsumsi. Manfaat lain bunga lavender adalah dapat dijadikan minyak esensial

yang sering dipakai sebagai aromaterapi karena dapat memberikan manfant

relaksasi dan memiliki efek sedasi yang sangat membantu pada orang yang

mengalami insomnia, Minyak esensial dari lavender biasanya diencerkan

terlebih dahulu dengan minyak lain dari tumbuh-tumbuhan (carrier oil) seperti

sweet almond oil, apricot oil, dan grapeseed oil agar dapat diaplikasikan pada

tubub untuk massage aromaterapi (Dewi, 2016)

Zat yang Terkandung pada minyak Lavender, minyak Lavender memiliki

banyak potensi karena terdiri atas beberapa kandungan. Menurut penelitian,

dalam 100 gram bunga Lavender tersusun atas beberapa kandungan, seperti:

minyak esensial (1-3%), alpha-pinene (0,22%), camphene (0,06 %), beta-

myrcene (5,33%), p-cymene (0,3%), limonene (1,06%), cineol (0,51%). linalool

(26,12%), borneol (1,21%), terpinen-4-ol (4,64%), linalyl acctate (26,32%),

geranyi acctate (2,14%), dan caryophyllene (7,55%). Berdasarkan data di atas,


31

dapat disimpulkan bahwa kandungatn utama dari bunga lavender adalah linalyl

asetat dan linalool (C10H130) (Dewi, 2016).

Diteliti efek dari tiap kandungan bunga Lavender untuk mencari tahu zat

mana yang memiliki efek anti-anxiety (efek anti cemas/relaksasi) menggunakan

Geller conflict test dan Vogel conflict test. Cineol, terpinen-4-ol, alpha-pinene,

dan beta- myrcene tidak menghasilkan efek anti cemas yang signifikan pada test

Geller. Linalyl asetat sebagai salah satu kandungan utama pada lavender tidak

menghasilkan efek anti cemas yang signifikan pada kedua tes. Bormeol dan

camphene memberikan efek anti cemas yang signifikan pada tes Geller, tapi

tidak signifikan pada tes Vogel. Linalool, yang juga merupakan kandungan

utama pada lavender, memberikan hasil yang signifikan pada kedua tes. Dapat

dikatakan, linalool adalah kandungan aktif utama yang berperan pada efek anti

cemas (relaksasi) pada lavender (Dewi, 2016)

4. Proses Pembuatan Minyak Lavender

Kandungan minyak esensial dari tumbuh-tumbuhan, seperti pada batang,

daun, akar, buah, dan bunga dapat diisolasi atau dipisahkan dengan berbagai

cara, salah satunya adalah dengan penyulingan (distilation). Penyulingan

merupakan proses yang sangat menentukan unfuk mendapatkan minyak esensial

dari suatu tanaman. Terdapat beberapa cara penyulingan yang dapat dilakukan

untuk menghasilkan minyak esensial dan cara-cara tersebut tergantung pada

volume serta ketersediaan alat-alat pendukung di lokasi penyulingan, Alat

penyulingan minyak sebaiknya terbuat dari bahan stainless steel. Jika proses

penyulingan dibuat dari bahan lain (non-staintess steel), minyak yang dihasilkan

akan tampak keruh (Taufik, 2017).


32

Pertama yang harus kita lakukan sebelum penyulingan adalah memotong

bunga lavender menjadi bagian yang lebih kecil. Hal ini bertujuan ngar kelenjar

minyak pada bunga dapat terbuka sebanyak mungkin sehingga memaksimalkan

produksi minyak esensial (Taufik, 2017).

Tahap selanjutnya adalah mengeringkan bunga lavender pada tempat yang

teduh atau ruang tertutup selama kurang lebih dua hari. Hal ini bertujuan untuk

mempercepat proses penyulingan dan mendapatkan hasil yang lebih baik,

Jangan langsang mengeringkan di bawah sinar matahari karena dapat

mengakibatkan sebagian minyak dari bunga ikut menguap, Selain itu,

pengeringan yang terlalu cepat dupat mengakibatkan bunga menjadi rapuh dan

sulit untuk disuling. Bila dua tahap di atas telah dikerjakan, bunga lavender siap

untuk disuling menjadi minyak esensial (Taufik, 2017).

Menurut Tuhana Taufik (2017), teknik penyulingan minyak esensial dapat

dilakukan dengan tiga cara, yaitu penyulingan dengan air (direbus), penyulingan

dengan air dan uap (dikukus), dan penyulingan dengan uap (diuapkan).

a. Penyulingan dengan air (direbus)

Teknik penyulingan ini adalah teknik yang paling pertama dilakukan

dan masih digunakan sampai saat ini oleh petani tradisional, Dalam teknik

ini, ketel penyulingan diisi air sampai sampai volumenya hampir separuh

dari volume ketel, lalu dipanaskan. Sebelum air mendidih, bahan baku

dimasukkan dalam ketel penyulingan. Dengan demikian, penguapan air dan

minyak terjadi secara bersamaan, sehingga disebut teknik penyulingan

langsung (direct distilation). Uap air yang keluar dialirkan melalui

kondensor (alat pendingin) agar menjadi cair (terkondensasi). Selanjutnya,

cairan tersebut (campuran minyak dengan air) ditampung dan dibiarkan


33

beberapa saat sampai cairan terpisah menjadi bagian air dan minyak. Bahan

yang berat jenisnya lebih besar akan berada di bawah. Lalu, dengan

membuka keran pada alat penampung, minyak dan air dapat dipisahkan.

Teknik ini adalah yang paling sederhana dan tidak memerlukan banyak

modal, namun teknik ini lebih cocok terhadap bahan yang jumlahnya tidak

terlalu banyak. Ada beberapa kelemahan dari teknik ini, yaitu kualitas

minyak yang dihasilkan cukup rendah, kadar minyak sedikit, dan produk

minyak bercampur dengan hasil sampingan.

b. Penyulingan dengan air dan uap (dikukus)

Teknik penyulingan ini menghasilkan kualitas dan produksi minyak

esensial yang lebih baik dibandingkan dengan teknik direbus. Prinsip

kerjanya adalah ketel penyulingan diisi air sampai batas saringan. Bahan

baku diletakkan di atas saringan sehingga tidak berhubungan langsung

dengan air yang mendidih, tetapi nantinya akan berhubungan dengan uap air.

Oleh karena itulah, teknik ini disebut penyulingan tidak langsung (indirect

distilation). Pada teknik ini, air yang menguap akan membawa partikel-

partikel minyak dan dialirkan melalui pipa ke alat. pendingin sehingga

terjadi pengembunan dan uap air yang bercampur minyak akan mencair

kembali. Selanjutnya, campuran ini dialirkan ke alat pemisah untuk

memisahkan minyak dari air dengan membuka keran pada tabung pemisah.

Teknik ini cocok untuk penyulingan bahan yang jumlahnya lebih

banyak dibandingkan dengan teknik merebus. Teknik penyulingan ini sering

dipakai petani untuk mendapatkan minyak dengan kualitas baik untuk

diekspor dan alat-alatnya pun dapat dibuat sendiri oleh petani.


34

c. Penyulingan dengan uap (diuapkan)

Teknik ini tergolong untuk penyulingan dalam skala perusahaan besar

dan memerlukan biaya yang cukup besar karena memakai dua buäh ketel

dan sebagian besar peralatan memakai bahan stainless steel (SS) dan mild

steel (MS). Biaya besar untuk pengadaan alat-alat sepadan dengan hasil

minyak esensial yang diperoleh, dimana kualitas minyak jauh lebih

sempurna dibandingkan dengan kedua teknik yang telah dijabarkan

sebelumnya.

Prinsip kerja teknik ini sebenarnya hampir sama dengan teknik dikukus,

namun antara ketel uap dan ketel penyulingan harus dipisah. Ketel uap yang

berisi air dipanaskan, lalu uapnya dialirkan ke ketel penyulingan yang berisi

bahan baku. Suhu uap diusahakan tidak lebih dari 100°C, agar tidak terlalu

panas dan dapat merusak hasil sulingan. Partikel-partikel minyak pada bahan

baku terbawa bersama uap dan dialirkan ke alat pendingin. Di dalam alat

pendingin terjadi proses pengembunan sehingga uap air yang bercampur

minyak akan mengembun dan mencair kembali. Setelali itu, campurun ini

dialirkan ke alat pemisah yang akan memisahkan minyak dari air. Dalam

tabung pemisah, minyak akan berada di bagian atas karena berat jenisnya

lebih ringan daripada air. Selanjutnya dengan membuka keran pada tabung

pemisah, air yang ada dalam tabung dapat dikeluarkan dan yang tertinggal

dalam tabung hanya minyak hasil penyulingan.

5. Cara membuat lilin aroma terapi

a. Bahan yang digunakan :

1) 100 gr lilin

2) fragrance oil lavender 8 ml


35

3) carrier oil 5 ml

4) sumbu

b. Cara membuat

1) lelehkan lilin sampai mendidih

2) Encerkan parfum dengan carrier oil

3) Setelah lilin mendidih tuang parfum

4) Tempel sumbu di dasar wadah baru tuang lilinnya dan tunggu hingga

mengeras

6. Efek Aromaterapi bagi Kesehatan

Efek aromaterapi bagi kesehatan adalah sebagai berikut.

a. Efek secara fisiologi

Bagi sistem saraf, efek aroma yang ditimbulkan dapat dinilai dari dua

stimulasi yaitu stimulasi kortikal seperti gelombang aktivitas dari otak dan

stimulasi autonomik seperti detak jantung serta konduksi pada kulit. Jika

terjadi penurunan stimulasi kortikal dan stimulasi autonomik maka akan

terjadi efek sedatif atau relaksasi (Putri, 2019).

b. Efek aromaterapi terhadap detak jantung

Kenaikan detak jantung sering disebabkan oleh adanya rasa takut,

sedangkan penurunan detak jantung terjadi ketika kita mengalami depresi.

Sebuah studi dilakukan oleh Yamaguchi (1990) dengan mengukur pengaruh

aroma lemon dan bunga ros terhadap detak jantung dan tekanan darah. Hasil

penelitian tersebut membuktikan bahwa aroma lemon dapat meningkatkan

detak jantung, sedangkan aroma bunga ros dapat menurunkan detak jantung.

Artinya, lemon memiliki efek stimulasi dan bunga ros bersifat sedatif (Putri,

2019).
36

c. Efek aromaterapi untuk tekanan darah

Tekanan darah menjadi salah satu variabel pengukuran secara fisiologik

dari fungsi tubuh. Sebuah penelitian membuktikan bahwa minyak biji pala

dapat menurunkan tekanan darah sistolik sebesar 9 mmHg, dapat dijadikan

sebagai obat penenang, menurunkan kecemasan, marah, serta rasa malu yang

berlebihan. Woolfson et al (1992) mengatakan memijit telapak kaki dengan

menggunakan minyak esensial lavender dapat menurunkan tekanan darah,

detak jantung, serta menstabilkan frekuensi pernafasan pada pasien yang

dirawat di ruang intensif (Putri, 2019).

d. Efek secara psikologik

Ketika aroma minyak esensial dihirup oleh seseorang, maka molekul

aroma tertangkap oleh saraf sensori pada membran olfactorius, kemudian

secara elektrikal impuls-impuls diteruskan menuju pusat gustatory dan ke

sistem limbik (pusat emosi) pada lobus limbik. Limbik lobus terdiri dari

hippocampus serta amigdala yang secara langsung dapat mengaktifkan

hipotalamus untuk pengaturan pengeluaran hormon dalam tubuh seperti

hormon seksual, pertumbuhan, thyrois, dan neurotransmiter. Molekul yang

terkandung di dalam minyak esensial secara langsung menstimulasi lobus

limbik dan hipotalamus. Sistem limbik ini langsung berhubungan dengan

otak bagian lain yang mengontrol detak jantung, tekanan darah, pernafasan,

memori, tingkat stres, serta keseimbangan hormonal di mana aromanya akan

memacu emosi sehingga menimbulkan efek fisiologis dan efek psikologis

(Putri, 2019).
37

Gambar 2.1
Pathway Aroma Terapi Lavender

Lilin Aroma Terapi Lavender

Lilin dibakar dan aroma akan dihirup

Dibawa oleh sel-sel rongga hidung melalui saraf olfaktori

Terdapat beberapa partikel dari aroma lavender

Sebagian masuk ke dalam Sebagian lagi menuju otak


paru-paru (sususan saraf pusat)

Masuk ke dalam aliran Dihubungkan dalam sistem


darah limbik otak dan
hipotalamus

Kemudian akan diedarkan


ke seluruh tubuh Sensasi wangi aromaterapi
diterjemahkan

Menyeimbangkan hormon
tubuh Merangsang otak untuk mengeluarkan
bahan kimia ke dalam aliran darah

Menyeimbangkan hormon
tubuh

Memberikan efek
sedatif/relaksasi

Sumber: Putri, dkk (2018)


38

7. Manfaat Aroma Terapi Lavender

Lavender Secara alami dapat berfungsi sebagai anti bakteri, jamur, virus

seperti infeksi saluran pernafasan, saluran reproduksi, luka bakar, infeksi kulit,

gigitan serangga, menurunkan emosi, cemas, depresi, dan meningkatkan

keseimbangan jiwa dan raga (memberi rasa nyaman, tenang, sedatif) (Putri,

2019).

8. Bentuk-Bentuk Aromaterapi

Bentuk-bentuk aromaterapi antara lain:

a. Cairan atau minyak yang digunakan dengan cara dipanaskan atau diuapkan,

dioleskan pada kain atau kulit.

b. Dalam bentuk dupa, yang digunakan dengan cara dibakar sehingga uapnya

akan menyebar di sekitar ruangan. Biasanya digunakan pada kegiatan agama

tertentu.

c. Lilin yang ketika dibakar akan mengeluarkan wangi aromaterapi.

d. Minyak pijat yaitu minyak esensial yang dimaksukkan ke dalam minyak

pelarut dan biasanya digunakan untuk memijat maupun mengurut.

e. Garam yang dilarutkan ke dalam air hangat, kemudian wangi aromaterapi

akan keluar. Biasanya digunakan untuk mandi dan merendam seluruh tubuh

atau hanya bagian tubuh tertentu.

f. Sabun yang diproduksi dengan berbagai bentuk yaitu padat dan cair dengan

bermacam wangi aromaterapi berasal dari daun, bunga, kulit tanaman yang

berguna untuk membersihkan tubuh, menghaluskan, serta mengobati kulit.


39

D. Kerangka Teori

Berdasarkan uraian teori maka kerangka teori yang digunakan dalam penelitian

ini untuk lebih jelas akan disajikan dalam bagan 2.1 sebagai berikut:

Bagan 2.1
Kerangka Teori

Faktor-faktor yang
mempengaruhi kecemasan
ibu postpartum
1. Faktor eksternal
a. Ancaman integritas
diri
b. Ancaman sistem diri
Penatalaksanaan
2. Faktor internal
farmakologi
a. Potensial stressor Kecemasan:
b. Maturitas 1. Ringan
c. Pendidikan 2. Sedang Meningkatkan
d. Respon koping 3. Berat serotonin
e. Status sosial ekonomi 4. panik
f. Keadaan fisik Penatalaksanaan
g. Tipe kepribadian non farmakologi
h. Lingkungan dan 1. Hipnoterapi relaks
situasi 2. Guided
i. Dukungan sosial Imagery
j. Usia 3. Terapi musik
4. Akupresur Menurunkan
k. Jenis kelamin
5. Aroma terapi kecemasan

Sumber: Modifikasi Hawari (2015), Stuart (2017) dan Putri (2019)

Anda mungkin juga menyukai