Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

“KONSEP PEMBELAJARAN KLINIK”

DOSEN PENGAMPU : Yuli Suryanti, M.Keb

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 2

ADE IRMA SUCIATI ANISA NURMAITA


ANIZA MAYA SARI DHEA OCTAMIANDA ALAM
FEBRIANTI BR. HELDA NOVRIYANTI
KARMILA WAHYUNI MELANIA
MONICA RIZKIA P NUR ASISA
PUTRI MELASARI RATU AYU BALQIS
RITA SAFITRI SARI NOVRIYANTI
SHELLY KURNIA TASLIMA
WULAN NOVIANI

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI

JURUSAN KEBIDANAN PRODI DIV

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, taufik, hidayah, serta
inayahnya sehingga penulis dapat menyelesaiakan makalah ini.

Makalah ini penulis susun untuk memenuhi syarat penilaian pada mata kuliah Metode
Khusus penulis harap makalah ini dapat bermanfaat baik untuk penulis maupun para peserta
didik. Di dalam makalah ini penulis menjabarkan mengenai Konsep pembelajaran praktik
klinik. Dimana sumber materi disadur dari buku-buku yang relevan, jurnal serta buku online
guna menunjang keakuratan materi yang nantinya akan di sampaikan

Penulis mengucapakan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu, kritik dan asaran yang bersifat membanagun sangat kami harapkan demi
sempurnanya makalah ini.

Jambi, Agustus 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................... ii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 1
1.3 Tujuan............................................................................................. 1

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Isue Isue terkait pembelajaran praktek klinik ................................ 2


2.2 Tantangan pada pembelajaran klinik.............................................. 4
2.3 Komunikasi dalam bimbingan klinik dan perilaku asertif.............. 4
2.4 Mengurangi Penularan HIV............................................................
2.5 Mencegah Kesakitan dan Kematian Maternal Neonatal.................
2.6 Supply untuk Melaksanakan PPAM...............................................

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan..................................................................................... 19
3.2 Saran............................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... iii

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia saat ini masih memprihatinkan karena Angka Kematian Ibu masih berada
pada angka 359/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 (WHO), hal ini menunjukkan
kenaikan yang signifikan. Angka Kematian Bayi 25/1000 kelahiran hidup (SDKI 2010). Faktor
penting yang berhubungan dengan keadaan tersebut adalah sumber daya manusia, baik ibu
hamil/bersalin,dan keluarga maupun sumber daya manusia yang berhubungan dengan pelayanan
kesehatan dan berkaitan dengan penurunan angka kematian ibu dan angka kematian bayi adalah
bidan, dan pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan penurunan angka kematian adalah
pelayanan kebidanan. Manajemen pendidikan kebidanan meliputi pengaturan pembelajaran
teori, praktik di laboratorium kelas, dan pembelajaran praktik klinik di lahan praktik. Pengaturan
pembelajaran terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, dan
evaluasi serta tindak lanjut. Perencanaan pembelajaran praktik klinik kebidanan mangacu pada
struktur program kurikulum untuk menentukan tujuan dan lamanya praktik, pengorganisasian
adalah menentukan kelompok dan tempat praktik, pengarahan dilakukan sebelum dan selama
praktik,pengendalian di lakukan selama proses praktik berlangsung,evaluasi selalu di lakukan
setiap tahapan proses dan tindak lanjut adalah untuk menetukan apakah praktik harus di ulang
atau di anggap sudah mencapai tujuan. ( Musphayanti 2016).
Banyak nya jumlah pendidikan kebidanan belum di imbangi dengan jumlah pembimbing
praktik yang sesuai standar kualifikasi pendidikan nya,dan memiliki kompetensi dalam
memberikan pembelajaran dan membimbing keterampilan mahasiswa sebagai calon
bidan,diperlukan konsep pembelajaran klinik.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah isu terkait pembelajaran praktik klinik ?
2. Apakah tantangan pembelajaran klinik ?
3. Apakah komunikasi dalam bimbingan klinik ?

1.3 Tujuan Masalah


1. Untuk mengetahui isu terkait pembelajaran praktik klinik
2. Untuk mengetahui tantangan pembelajaran klinik

4
3. Untuk mengetahui komunikasi dalam bimbingan klinik

5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Isue Isue Terkait Pembelajaran Praktek Klinik
Berdasarkan Jurnal yang berjudul ‘Persepsi Mahasiswa, Dosen dan Bidan
pembimbingTentang Model Pembelajaran Klinik Kebidanan yang Ideal’ yang di lakukan oleh
Yanti Purnomo studi S2 IKM yang diterbitkan dalam jurnal pendidikan kedokteran Indonesia
terbitan maret 2014.
Penelitian ini melibatkan 32 orang dari 76 mahasiswa tingkat akhir Akademi Kebidanan
Estu Utomo Boyolali tahun 2013, 14 dosen dan 13 bidan pembimbing klinik dari organisasi
profesi (IBI Cabang Boyolali). Seluruh responden adalah mereka yang terlibat dalam program
pembelajaran praktik klinik kebidanan Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali tahun 2012-
2013. Diambil kesimpulan tentang beberapa isu-isu pembelajaran praktek klinik sebagai berikut

1. Target Kasus
Baik mahasiswa, dosen maupun bidan pembimbing klinik hampir seluruhnya
menyatakan bahwa model asuhan kebidanan pada pembelajaran praktik klinik dengan target
kasus selama ini sangat memberatkan dan hanya berorientasi pada kuantitas dibanding kualitas.
Untuk itu dari ketiga kelompok mengharapkan adanya model pembelajaran klinik kebidanan

6
dengan jumlah kasus tertentu namun cukup bermakna dalam pen-capaian kompetensi
mahasiswa.
a. Mahasiswa
Mahasiswa menyatakan bahwa model asuhan kebidanan pada pembelajaran
praktik klinik dengan target kasus selama ini sangat memberatkan dan hanya
berorientasi pada kuantitas, dibanding kualitas. Mereka mengharapkan agar target kasus
diturunkan dan kalau memungkinkan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing
mahasiswa untuk mencapai kompetensi.
b. Bidan
Kelompok bidan pembimbing menyatakan bahwa model beban kasus yang
diterapkan kurang dihayati karena mahasiswa hanya mem-berikan bukti tulisan (laporan
askeb). Mereka mengharapkan agar selama praktik klinik, mahasiswa dibebani dengan
kasus nyata di lapangan sebagai bentuk pembelajaran klinik asuhan kebidanan.
c. Dosen
Disisi lain, dosen pembimbing juga memberikan komentar yang senada tentang
ketidaksetujuan-nya dengan model pembelajaran klinik ke-bidanan dengan target kasus
selama ini. Model pembelajaran klinik kebidanan yang terpotong-potong dalam 3 kali
PKK dinilai kurang ber-makna dalam menanamkan pemahaman kepada mahasiswa
tentang bagaimana dan seperti apa asuhan kebidanan dijalankan. Mereka meng-harapkan
adanya model pembelajaran klinik kebidanan dengan memberikan asuhan kebidan-an
yang sejalan dengan filosofi asuhan kebidanan.
2. Durasi Praktik Klinik
Dari sisi durasi praktik klinik, seluruh peserta DKT baik dari kelompok mahasiswa,
dosen maupun bidan mengusulkan adanya penambahan alokasi waktu di klinik. Setiap periode
praktik klinik minimal dialokasi-kan 3 bulan dengan harapan dapat praktik memberikan asuhan
kebidanan secara berkelanjutan terhadap kasus (hamil, bersalin, nifas).
a. Mahasiswa
Kelompok mahasiswa merasa durasi praktik klinik selama ini masih kurang.
Mereka mengusulkan agar lama praktik klinik ditambah agar dapat memberikan asuhan
kebidanan kepada setiap kasus secara berkelanjutan dari hamil, bersalin hingga masa
nifas.
b. Bidan dan dosen
Menurut bidan dan dosen, praktik klinik kebidanan minimal selama 3 bulan untuk
memfasilitasi keterampilan memberikan asuhan kebidanan secara menyeluruh.

7
3. Penempatan Klinik
a. Mahasiswa
Menurut pendapat mahasiswa, kompetensi asuhan kebidanan akan lebih mudah
dicapai bila mereka ditempatkan di bidan komunitas (bidan desa) dan tidak perlu
dilakukan rolling (rotasi).
b. Bidan
Hal yang sama juga disampaikan oleh kelompok bidan pembimbing

2.2 Tantangan pada pembelajaran klinik


Tantangan pada pembelajaran klinik adalah sebagai berikut :
1) Di batasi oleh waktu
2) Berorientasi pada tuntutan klinik
3) Meningkatnya jumlah mahasiswa
4) Jumlah klien yg sedikit
5) Lingkungan klinik terkadang kurang kodnusif bagi para pembelajaran (sarana dan
prasarana)
6) Reward yg di terima oleh pembimbing klinik kurang memenuhi standar

2.3 Komunikasi dalam bimbingan klinik dan perilaku asertif


1. Komunikasi efektif dalam bimbingan klinik
Komunikasi sebagai sarana untuk mengadakan pertukaran ide, fikiran dan perasaan atau
keterangan dalam rangka menciptakan rasa saling mengerti, saling percaya besar sekali perannya
dalam mewujudkan hubungan yang baik antara seseorang dengan lainnya, termasuk dalam
pembelajaran klinik. Hal ini diperlukan karena dalam pembelajaran klinik banyak perubahan
psikososial yang terjadi pada peserta didik. Parkes (1985) melaporkan tiga penyebab stres bagi
peserta didik adalah; merawat klien yang akan meninggal, konflik interpersonal dengan
pembimbing, dan takut tidak dapat melakukan prosedur pelayanan.
Pembimbing klinik dapat menurunkan kecemasan peserta didik dengan menciptakan suasana
pembelajaran klinik yang kondusif, menerima keadaan peserta didik seperti apa adanya, bahwa
pengetahuan, perilaku atau ketrampilan yang diaplikasikan tidak selalu sempurna. Justru peserta
didik belajar ke arah sempurna yang dapat dipertanggung jawabkan. Disinilah peran
komunikasi efektif antara pembimbing klinik dan peserta didik diperlukan untuk mengantisipasi
dan menyelesaikan masalah praktek klinik yang dapat menghambat keberhasilan pembelajaran
klinik.

8
 Komunikasi
Komunikasi sebagai sarana pertukaran informasi, sangat penting artinya dalam
pembelajaran klinik. Pembimbing klinik perlu memperhatikan lagi proses, jenis, dan
faktor-faktor yang mempengaruhi komunikasi. Proses komunikasi terjadi melaui
ideation, encoding, transmission, receiving dan decoding sehingga terjadilah respons.
Keadaan ini terjadi timal balik antara komunikan dan komunikator.

A. Jenis Komunikasi
1. Komunikasi Verbal
Komunikasi verbal adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan
dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih tepat dan akurat. Kata-kata adalah
merupakan alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan,
membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Komunikasi
verbal sering juga digunakan untuk menyampaikan arti yang tersembunbyi, dan menguji minat
seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dengan tatap muka adalah memungkinkan tiap
individu memberikan respon secara langsung. Komunikasi verbal yang efektif harus
a. Jelas dan ringkas
Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-
kata yang digunakan makin kecil kemungkinan terjadinya kerancuan. Kejelasan
dapat dicapai dengan berbicara dengan lambat dan mengucapkannya dengan jelas.
Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah dipahami, dan ulang
bagian yang penting.Penerima pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana,
kapan, siapa dan dimana.
b. Perbendaharaan kata
Komunikasi tidak akan berhasil jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan
kata dan ucapan (menggunakan kata yang tidak dimengerti).
c. Arti denotatif dan konotatif
Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan (arti
yang sebenarnya), sedang arti konotatif merupakan fikiran, perasaan atau ide yang
terdapat dalam suatu kata.
d. Selaan dan kecepatan bicara
Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi
verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok bahasan lain

9
mungkin akan menimbulkan kesan keraguan, ketidak tahuan atau mungkin
menyembunyikan sesuatu. Selaan perlu digunakan untuk menekankan hal tertentu,
memberi waktu pada pendengar untuk memahami arti kata.
e. Waktu dan relevansi
Pertimbangkan waktu yang tepat untuk mengungkapkan pesan. Bila klien sedang
menangis kesakitan, bukan waktunya untuk menjelaskan resiko operasi, tetapi
duduklah disamping klien, diam sejenak, gunakan sentuhan dan tunjukkan bahwa
anda mengerti apa yang sedang dialami oleh klien. Kendatipun pesan diucapkan
secara jelas dan singkat, tetapi waktu yang tidak tepat dapat menghalami penerimaan
pesan secara akurat. f. Humo “Tertawa” membantu mengurangi ketegangan dan rasa
sakit akibat stress, dan meningkatkan keberhasilan tenaga kesehatan dalam
memberikan dukungan emosional terhadap klien. Humor merangsang produksi
katekolamin dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi
terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernafasan dan
meningkatkan metabolisme. Namun perlu berhati-hati jangan menggunakan humor
untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidakmampuannya.
2. Komunikasi Non Verbal
Komunikasi non verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan kata-kata.
Komunikasi non verbal merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan pesan
pada orang lain, karena dapat menambah arti terhadap pesan verbal. Komunikasi non verbal
teramati pada
a. Metakomunikasi
Metakomunikasi adalah suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat
hubungan antara yang berbicara, misal; tersenyum ketika sedang marah. Jadi komunikasi
tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada hubungan / reaksi antara pembicara
dan lawan bicaranya.
b. Penampilan personal
Penampilan merupakan hal pertama yang diperhatikan selama komunikasi
interpersonal. Kesan pertama timbul 20 detik sampai 4 menit pertama, dan 84 % dari
kesan seseorang berdasarkan penampilannya (Ascosi, 1990). Bentuk fisik, cara
berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian, status sosial, pekerjaan, agama,
budaya dan konsep diri.

10
Tenaga kesehatan yang memperhatikan penampilannya dapat menimbulkan
kesan citra diri dan profesional yang mantap. Penampilan fisik mempengaruhi persepsi
klien terhadap pelayanan yang diterima, karena tiap klien mempunyai citra bagaimana
seharusnya penampilan tenaga kesehatan. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya
mencerminkan kemampuan.
c. Intonasi (nada suara)
Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti pesan yang
dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung mempengaruhi nada
suaranya.
d. Ekspresi wajah
Hasil suatu penelitian menunjukkan 6 keadaan emosi utama yang tampak melalui
ekspresi wajah adalah; terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan sedih. Ekspresi wajah
sering digunakan sebagai dasar penting dalam menentukan pendapat interpersonal, selain
itu kontak mata juga penting untuk diperhatikan. Orang yang mempertahankan kontak
mata selama pembicaraan dipersepsikan sebagai orang yang dapat dipercaya, dan
memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik.
e. Langkah dan sikap tubuh
Langkah dan sikap tubuh menggambarkan sikap, emosi, konsep diri dan keadaan
fisik.Tenaga kesehatan perlu meningkatkan kesadaran diri untuk mengamati langkah dan
sikap tubuh yang ditampilkan.
f. Sentuhan
Kasih sayang, dukungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui sentuhan.
Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam komunikasi namun harus diperhatikan
Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam komunikasi, namun harus diperhatikan
norma sosial.

B. Faktor yang Mempengaruhi Komunikasi


1. Perkembangan
Keadaan pertumbuhan dan perkembangan sangat mempengaruhi pola komunikasi. Tenaga
kesehatan harus memperhatikan dengan siapa dia berkomunikasi, apakah dengan anak, remaja,
orang dewasa, atau usia lanjut. Sebab dari masing-masing perkembangan tersebut menentukan
sendiri pola komunikasinya.

11
2. Persepsi
Persepsi adalah pandangan personal terhadap suatu kejadian. Perbedaan cara pandang dapat
mempengaruhi arti dan tindakan seseorang, dengan demikian akan menghambat komunikas
3. Nilai
Nilai adalah sesuatu yang penting dan bermakna bagi seseorang. Tenaga kesehatan harus
mampu mengklarifikasi nilai dalam membuat keputusan dan berinteraksi, jangan pernah
memaksakan nilai pribadi kepada orang lain, sebab sesuatu yang penting bagi dirinya belum
tentu baik pula untuk orang lain
4. Sosial budaya
Kebiasaan sosial atau ras juga mempengaruhi cara berkomunikasi, kebiasaan orang Solo
harus berbicara lemah lembut dan sebagainya yang bertolak belakang dengan cara bicara orang
Surabaya, keras dan langsung. Oleh karena itu tidak salahnya memperhatian latar belakan sosial
budaya lawan bicara.
5. Emosi
Emosi adalah suatu nada perasaan, subyektif terhadap suartu peristiwa. Emosi dapat
mempengaruhi kemampuan menerima pesan dengan benar, jika tidak tepat dapat menimbulkan
salah tafsir terhadap pesan yang disampaikan.
6. Pengetahuan
Komunikasi akan sulit dilakukan jika orang yang berkomunikasi memiliki tingkat
pengetahuan yang berbeda. Apa yang dikomunikasikan bisa tidak dimengerti, oleh sebab itu
tingkat pengetahuan harus dipertimbangkan. Berkomunikasilah seperti apa yang ia ketahui.
7. Peran
Peran dalam status sosial akan mempengaruhi gaya komunikasi. Sebagai manajer, cara
berkomunikasinya jelas berbeda dengan bawahan
8. Tatanan interaksi
Komunikasi interpersonal akan lebih efektif jika dilakukan dalam suatu lingkungan yang
menunjang, keadaan bising, kurang keleluasan pribadi, dan ruangan yang sempit dapat
menimbulkan kerancuan, ketegangan dan ketidak nyamanan.

C. Prinsip-prinsip Komunikasi
1. Prinsip relevan : buatlah pesan yang anda sampaikan relevan dengan keadaan

12
2. Prinsip kesederhanaan ; kurangilah ide-ide yang kompleks termasuk pemakaian kata yang
berbelit.
3. Prinsip definisi: didefiniskan ide sebelum terlanjur jauh anda menerangkan apa yang anda
sampaikan.
4. Prinsip struktur; organisasikan pesan yang hendak anda sampaikan, perhatikan mana yang
harus anda sampaikan terlebih dahulu, mana yang menjadi pokok permasalahan yang ingin
disampaikan.
5. Prinsip pengulangan ; ulangilah konsep-konsep utama yang penting dari pesan yang anda
sampaikan.
6. Prinsip perbandingan ; bandingkan ide lama yang berkaitan dengan ide baru yang sedang
anda sampaiakan.
7. Prinsip penekanan ; berfokus pada aspek utama dan penting dari komunikasi.
 Komunikasi Efektif Dalam Bimbingan Klinik
Hubungan terapeutik antara tenaga kesehatan dengan klien telah dipelajari dan
harus diterapkan pada saat praktek klinik, sayangnya peserta didik jarang sekali
merasakan hubungan yang terapeutik dengan pembimbing walaupun prinsip yang sama
dapat digunakan. Jika pembim bing berperan sebagai “Role Model” dengan melakukan
komunikasi terbuka dan jujur, saling percaya, mendorong peserta didik mengungkapkan
fikiran, perasaan, mungkin peserta didik akan lebih cepat belajar hubungan terapeutik
yang dapat diterapkan pada klien. Konflik dengan pembimbing yang sering
menimbulkan ansietas adalah komentar yang menghina / mengecilkan / mengejek,
kurang umpan balik, dan pembimbing yang ansietas.
Situasi lain yang dapat menimbulkan ansietas adalah pada saat mulai masuk
klinik. Situasi yang memfasilitasi proses pembelajaran klinik adalah kesiapan peserta
didik dan pembimbing klinik yang memberikan dukungan emosional dengan
menciptakan suasana yang kondusif dan tidak mengancam. Beberapa karakteistik
pembimbing yang diharapkan adalah; humor, respect (memperhatikan dan menghargai),
dan antusias. Carl Rogers, mengemukakan hubungan pembimbing klinik – peserta didik
adalah hubungan saling membantu (helping relationship) dimana satu pihak selalu
membantu pertumbuhan, perkembangan, kematangan, peningkatan fungsi, peningkatan
koping dari pihak yang lainnya.
Pembimbing dan peserta didik sama-sama belajar. Peserta didik harus merasakan
sukses akan kerja dan upayanya. Pembimbing perlu melakukan pendekatan yang positif

13
dengan memberikan “reinforcement” terhadap keberhasilan peserta didik , memberikan
informasi dan arahan terhadap hal yang belum tepat. Pembimbing klinik yang tidak
supportif memberi dampak besar terhadap kemampuan belajar peserta didik yang
disebabkan kecemasan. Fokus sentral staf pengajar / pembimbing adalah
mengembangkan hubungan, menciptakan lingkungan yang kondusif agar self motivasi,
kematangan kepribadian dan pembelajaran yang bermakna dari peserta didik dapat
tercapai.

D. Strategi Hubungan Pembimbing – Peserta Didik


1) Tunjukkan pandangan positif pada diri sendiri dan orang lain
Pembimbing memperlihatkan harga diri yang positif dan kemampuan melihat
aspek positif dari peserta didik. Peserta didik “salah” adalah suatu yang biasa terjadi,
justru disitulah diperlukan peran pembimbing. Meskipun demikian, strategi untuk
mengingatkan peserta didik harus hati-hati, pembimbing harus memperlihatkan sikap
positif pada peserta didik, yaitu bahwa peserta didik mampu belajar dan berkembang
karena dipercaya dan dihargai.
2) Terima peserta didik dengan ihlas
Peserta didik harus diterima sebagai individu yang berharga dan unik, itulah
kenyataannya peserta didik, jangan menuntut lebih atau mengharap peserta didik mampu
melakukan semua kegiatan tanpa bimbingan. Pembimbing dapat menampilkannya
melalui nada suara, ekspresi muka, sikap tubuh, kontak mata, sentuhan, dan jarak.
Dengan penerimaan yang ihlas dari pembimbing, peserta didik akan menyadari bahwa ia
mampu belajar.
3) Mengembangkan respon pada lingkungan
Pembimbing yang efektif cenderung memberi kebebasan pada peserta didik
daripada mengekang, memberi kesempatan mengungkapkan pendapat dan rencana
terhadap lingkungan yang tidak menyimpang dari tujuan. Keadaan ini dapat lebih
mengembangkan ototnomi, kreativitas dan penghargaan terhadap peserta didik.
4) Menggunakan komunikasi yang wajar, terbuka dan sentuhan pribadi
Saling terbuka akan mengurangi jarak jauh, rasa takut antara peserta didik dan
pembimbing. Keterbukaan akan hal-hal tertentu diperlukan untuk mengembangkan
hubungan saling percaya.
5) Demonstrasikan empati

14
Peserta didik yang menerima empati dan perhatian dari pembimbing akan tumbuh
rasa percaya diri dan hubungan interdependen. Dengan mendengar peserta didik,
pembimbing memperlihatkan penghargaan dan perhatian. Perhatian pembimbing
mengkomunikasikan bahwa pembimbing ingin mengerti situasi yang dihadapi peserta
didik. Peserta didik tidak perlu takut salah, karena disitu ada pembimbing.
6) Contoh peran dan nara sumber
Pembimbing klinik sudah seharusnya dapat menjadi contoh peran dan nara
sumber. Pengalaman belajar klinik adalah merupakan wahana untuk sosialisasi profesi
bagi peserta didik, disitulah mereka mempelajari pengetahuan, sikap dan ketrampilan
profesionalnya di tatanan nyata pemberi pelayanan kesehatan. Apapun yang diajarkan
dan diperkenalkan di tatanan nyata pemberi pelayanan kesehatan disitulah menjadi
tempat pembelajaran “kedua” setelah institusi pendidikannya.. Jika pengetahuan,
ketrampilan, keahlian, perasaan dan reaksi emosi pembimbing siap membantu peserta
didik, maka meraka akan merasa bebas untuk berinteraksi dan memanfaatkan
pembimbing sebagai nara sumber.
7) Tekankan tanggung jawab peserta didik dalam pembelajaran
Individu yang merasa diberi kepercayaan untuk mengontrol kehidupan dirinya
sendiri akan lebih bertanggung jawab, mengembangkan motivasi yang positif, optimis
dan percaya diri. Pembimbing klinik sebaiknya dapat mengajarkan “antisipasi” kepada
peserta didik, sehingga mereka dapat mengetahui apa yang harus disiapkan, dikerjakan
dan dievaluasi.
8) Beri kesempatan pengalaman belajar yang sukses
Kesempatan belajar dengan sukses dapat mengembangkan konsep diri yang
positif dan meningkatkan harga diri. Pembimbing dapat merancang kegiatan yang
memungkinkan peserta didik dapat mengerjakan dengan sukses, hargai upaya peserta
didik dan berikan reinforcement yang positif.
9) Beri penghargaan dan evaluasi yang jujur
Pemberian penghargaan yang konkrit dan obyektif dengan suasana hangat akan
mengembangkan konsep diri peserta didik. Peserta didik akan mempunyai gambaran diri
yang akurat dan mungkin merubah sikap. Jika peserta didik tahu bahwa pembimbing
“care” terhadap dirinya, mereka akan menerima pencapaiannya dan memperbaiki
kelemahan.

E. Perilaku asertif dan ciri-cirinya

15
1. Pengertian Perilaku Asertif
Asertif berasal dari kata to assert yang berarti menyatakan pendapat dengan tegas.
Joseph Wolpe mendefinisikan tingkah laku asertivitas sebagai tingkah laku yang penuh
keyakinan diri yang lebih merupakan pernyataan yang tepat dari setiap emosi daripada
kecemasan terhadap orang lain.
Menurut Lazarus tingkah laku asertif adalah suatu tingkah laku yang penuh ketegasan
yang timbul karena adanya kebebasan emosi dari setiap usaha untuk membela hak-haknya serta
adanya keadaan efektif yang mendukung, meliputi :
a. Mengetahui hak-hak pribadi.
b. Berbuat sesuatu untuk mendapatkan hak tersebut.
c. Melakukan hal tersebut sebagai usaha untuk mencapai kebebasan.
Perilaku asertif merupakan kemampuan seseorang kemampuan seseorang menyatakan
diri, pandangan-pandangan dalam dirinya, keinginan dan perasaannya secara langsung, spontan,
bebas dan jujur tanpa merugikan diri sendiri dan melanggar hak-hak orang lain.
Seseorang yang berperilaku asertif mampu menghargai hak diri sendiri dan orang
lain, bersikap aktif dalam kehidupannya untuk mencapai apa yang diinginkan. Fensterheim dan
Baer mengungkapkan beberapa karateristik individu yang memiliki perilaku asertif yang tinggi,
antara lain :
a. Merasa bebas untuk menampilkan dirinya.
b. Dapat berkomunikasi dengan baik secara terbuka, langsung, jujur, dan tepat.
c. Memiliki orientasi aktif dalam kehidupan untuk mencapai apa yang diinginkan.

2. Definisi Perilaku Asertif Menurut Beberapa Ahli


Menurut Rini (2009) asertivitas adalah kemampuan apa yang diinginkan, dirasakan, dan
dipikirkan kepada orang lain namun tetap menjaga dan menghargai hak-hak serta perasaan orang
lain. Ditambahkan pula oleh Willis dan Daisley (1995), perilaku asertif adalah perilaku yang
menunjukkan penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain.
Rathus dan Nevid (1983), asertif adalah tingkah laku yang menampilkan keberanian
untuk secara jujur dan terbuka menyatakan kebutuhan, perasaan, dan pikiran pikiran apa adanya,
mempertahankan hak-hak pribadi, serta menolak permintaan permintaan yang tidak masuk akal
dari figur otoritas dan standar-standar yang berlaku pada suatu kelompok.
Sedangkan menurut Alberti dan Emmons (2002) perilaku asertif adalah perilaku yang
membuat seseorang dapat bertindak demi kebaikan dirinya, mempertahankan haknya tanpa

16
cemas, mengekspresikan perasaan secara nyaman, dan menjalankan haknya tanpa melanggar
orang lain.
Dapat disimpulkan perilaku asertif adalah perilaku sesesorang dalam hubungan antar
pribadi yang menyangkut, emosi, perasaan, pikiran serta keinginan dan kebutuhan secara
terbuka, tegas dan jujur tanpa perasaan cemas atau tegang terhadap orang lain, tanpa merugikan
diri sendiri dan orang lain.
Beberapa ciri dari individu yang memiliki asertivitas menurut Lange dan Jakubowski (1978)
adalah sebagai berikut:
1) Memulai interaksi
2) Menolak permintaan yang tidak layak
3) Mengekspresikan ketidaksetujuan dan ketidaksenangan
4) Berbicara dalam kelompok
5) Mengekspresikan pendapat dan saran
6) Mampu menerima kecaman dan kritik
7) Memberi dan menerima umpan balik
Ditambahkan oleh Palmer dan Froener (2002) ciri-ciri individu yang asertif adalah:
a. Bicara jujur
b. Memperlakukan orang lain dengan hormat, begitupun sebaliknya
c. Menampilkan diri sendiri dan menyayangi orang lain
d. Memiliki hubungan yang baik dan efektif dengan orang lain
e. Tenang dalam keseharian dan memperlihatkan selera humor dalam menghadapi situasi-
situasi yang sulit.
Belajar merupakan proses aktif, karena belajar akan berhasil jika dilakukan secara rutin
dan sistematis. Ciri dari suatu pembelajaran yang berhasil, salah satunya dengan bertingkah laku
asertif, individu akan memperoleh hasil positif yang salah satunya adalah meningkatkan
kepercayaan diri. Dengan meningkatnya kepercayaan diri, maka individu tidak terlalu
dipengaruhi oleh persetujuan orang dan juga mengurangi rasa tidak aman. Selain itu, individu
akan menjadi lebih kreatif dan berani untuk mengambil resiko. Hal ini seharusnya dimiliki oleh
siswa yang mana dituntut untuk lebih mandiri, mampu berinisiatif, lebih dewasa, dan lebih
matang dalam berfikir dan berperilaku agar lebih berkembang dalam proses belajar. Semakin
tinggi tingkat asertivitas dari individu, maka semakin tinggi pula tingkat kepercayaan diri dari
individu tersebut dan semakin tinggi pula prestasi belajar siswa.

17
3. Kategori Perilaku Asertif
1. Lazarus (1973) adalah orang pertama yang mengidentifikasi secara khusus perilaku
asertif. Pada prinsipnya asertif adalah kecakapan orang untuk berkata tidak, untuk meminta
bantuan atau minta tolong orang lain, kecakapan untuk mengekspresikan perasaan-perasaan
positif maupun negatif, kecakapan untuk melakukan inisiatif dan memulai pembicaraan.
Rich dan Schroeder (Rakos, l99l) memformulasikan bentuk perilaku asertif sebagai
kecakapan ,mengekspresikan emosi baik secara verbal maupun non verbal.
2. Christoff dan Kelly (Gunarsa, l992) menyimpulkan ada 3 kategori perilaku asertif yaitu :
asertif penolakan, yaitu ucapan untuk memperhalus, seperti misalnya : maaf !, asertif
pujian, yaitu mengekspresikan perasaan positif, seperti misalnya menghargai, menyukai,
mencintai, mengagumi, memuji dan bersyukur; ketiga adalah asertif permintaan, yaitu
asertif yang terjadi kalau seseorang meminta orang lain melakukan sesuatu yang
memungkinkan kebutuhan atau tujuan seseorang mencapai tanpa tekanan atau paksaan.
Selain ketiga hal tersebut, kemarahan juga termasuk salah satu kategori asertif. Dalam
marah, orang menyatakan kejengkelan, ketidak puasan atau ketidak sesuaian antara yang ia
harapkan dengan kenyataan yang ia terima.
3. Fensterheim dan Baer, (1980) berpendapat sesorang dikatakan mempunyai sikap asertif
apabila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1) Bebas mengemukakan pikiran dan pendapat, baik melalui kata-kata maupun
tindakan.
2) Dapat berkomunikasi secara langsung dan terbuka.
3) Mampu memulai, melanjutkan dan mengakhiri suatu pembicaraan dengan baik.
4) Mampu menolak dan menyatakan ketidaksetujuannya terhadap pendapat orang lain,
atau segala sesuatu yang tidak beralasan dan cenderung bersifat negatif.
5) Mampu mengajukan permintaan dan bantuan kepada orang lain ketika
membutuhkan.
6) Mampu menyatakan perasaan, baik yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan dengan cara yang tepat.
7) Memiliki sikap dan pandangan yang aktif terhadap kehidupan.
8) Menerima keterbatasan yang ada di dalam dirinya dengan tetap berusaha untuk
mencapai apa yang diinginkannya sebaik mungkin, sehingga baik berhasil maupun
gagal ia akan tetap memiliki harga diri (self esteem) dan kepercayaan diri (self
confidence).

18
4. Manfaat perilaku asertif
Komunikasi asertif adalah kemampuan seseorang untuk berkomunikasi secara efektif
tanpa terlalu banyak terganggu dengan apa yang orang lain mungkin pikirkan atau katakan.
Perilaku asertif tidak sama dengan dengan perilaku agresif. Orang asertif berani menyuarakan
sesuatu yang menjadi pendapatnya dengan tetap menghargai orang lain. Komunikasi asertif juga
akan menuntun seseorang untuk memutuskan antara mengatakan ‘ya’ atau ‘tidak’ untuk situasi
tertentu. Sebaliknya, orang yang kurang asertif cenderung selalu berkata ‘ya’ meskipun
sebenarnya dia tidak berada dalam mood untuk melakukan hal tersebut. Tidak bisa mengatakan
apa yang idealnya ingin dikatakan dapat menyebabkan perilaku agresif pasif dan konflik internal
serta masalah mental.
Berikut adalah beberapa kelebihan seseorang bersikap asertif.
1. Bebas dari Konflik Internal
Bayangkan situasi berikut, Anda sedang mengalami sakit kepala parah dan ingin menghabiskan
waktu sendirian untuk beristirahat. Tapi teman baik Anda menelepon dan mengatakan bahwa ia
ingin pergi keluar dengan Anda. Menghadapi situasi ini, sebenarnya Anda hendak menolak
ajakan tersebut karena tidak dalam mood untuk melakukannya. Tapi karena tidak mampu
berkata ‘tidak’, Anda akhirnya pergi keluar sehingga menambah derita sakit kepala Anda
dengan melakukan apa yang tidak ingin Anda lakukan. Jika Anda cukup asertif untuk menolak
teman Anda, Anda bisa menghabiskan waktu beristirahat atau melakukan apa yang sebenarnya
ingin Anda
lakukan. Untuk berkata ‘tidak’, Anda tidak harus bersikap kasar. Komunikasi asertif harus tetap
mengedepankan hubungan saling menghormati. Dari contoh diatas, sikap asertif akan membuat
seseorang terhindar dari stres dan tekanan yang tidak perlu dari lingkungan.
a) Meningkatkan Percaya Diri
Komunikasi asertif membantu meningkatkan kepercayaan diri. Orang yang asertif
berarti tidak ragu dalam menyuarakan pendapatnya. Orang lain juga akan cenderung
menghargai orang yang asertif karena berani menyuarakan pikiran dan memilih
memberikan jawaban yang jujur. Apresiasi dan penghargaan dari orang lain pada
akhirnya akan meningkatkan rasa percaya diri Anda yang telah bersikap asertif.
b) Membantu Mengelola Stres
Bersikap asertif membuat seseorang lebih mudah mengelola stres. Orang yang
asertif tidak akan menyesali apa yang dilakukan karena telah menyuarakan apa yang
menjadi pendapat dan keyakinannya.

19
c) Hidup yang Tidak Terikat dan Bebas
Orang asertif selalu percaya dengan prinsipnya tanpa terlalu banyak terganggu
dengan apa yang dikatakan orang lain. Orang asertif umumnya bahagia dan percaya diri
karena mampu menentukan pilihan dan tujuan hidupnya sendiri. Orang lain tidak akan
bisa memanfaatkan orang yang asertif karena perilaku asertif membuat seseorang tetap
kukuh dengan prisnipnya. Sebaliknya, orang yang tidak bisa berkata ‘tidak’ cenderung
dimanfaatkan orang lain karena ketidakmampuannya untuk menolak. Jika Anda merasa
belum mampu berkomunikasi secara aasertif, latihan dan pembiasaan bisa membantu
menumbuhkan sifat positif ini.

Berikut adalah beberapa cara yang dapat menumbuhkan perilaku asertif dikutip dari Buku 7
Habits Effective People, Stephen R Covey :
1. Berusahalah dan biasakanlah berbicara dengan rasa percaya diri.
Percaya diri sangat penting dalam sebuah komunikasi, dengan adanya keyakinan
akan kemampuan diri anda, sebuah pembicaraan menjadi mengalir dengan natural, tanpa
perlu adanya modifikasi atau manipulasi. Sikap percaya diri akan apa yang ingin anda
ungkapkan menjadi pintu keberhasilan sebuah perilaku asertif. Anda tidak mungkin
meyakinkan orang lain tanpa adanya keyakinan pada diri sendiri terlebih dahulu.
2. Berusahalah dan biasakanlah untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan dengan jelas
kepada orang lain.
Ekspresi bukan berarti berlebihan atau over reacting dengan lawan bicara anda.
Sikap wajar tetap menjadi prioritas anda berkomunikasi tanpa melebih-lebihkan ataupun
menguranginya. Dalam penyampaian ide dan saran, anda perlu menjelaskan dan
mengeksloprasi semua pikiran dan perasaan terkait dengan pendapat tersebut. Tidak harus
mencari-cari kata asing agar terlihat skillful, atau mengarang padanan kata yang pada
akhirnya tidak mudah dimengerti dan dipahami lawan bicara.
3. Biasakanlah memandang wajah orang yang anda ajak bicara ketika berbicara dengannya.
Percaya diri akan mengalirkan pembicaraan secara alamiah, dan anda tentu akan
bersikap jujur kepada lawan bicara. Tatapan atau pandangan mata anda akan terlihat tenang
dan nyaman pada saat komunikasi terjalin. Memandang wajah tanpa tendensi negatif atau
respon berlebih menambah keyakinan anda dan kepercayaan orang lain terhadap pendapat
yang disampaikan.
4. Biasakanlah mengungkapkan pendapat anda secara jujur dan terbuka dengan orang lain

20
Kejujuran adalah segalanya, tanpa harus dilebih-lebihkan. Kebenaran merupakan
keberhasilan dalam sebuah komunikasi, dan kebenaran tidak harus berlebihan. Sikap jujur
akan menambah percaya diri anda menjalin hubungan komunikasi dan menghasilkan
hubungan menang-menang. Sikap asertif adalah jujur dalam menyampaikan pendapat dan
keterbukaan menjadi jembatannya.
5. Responlah emosi anda dengan cara yang sehat untuk menghindari perilaku agresif atau
defensif dari pihak lain.
Pembicaraan yang tidak jujur cenderung berlangsung dengan tensi tinggi, dan
memungkinkan terjadinya respon negatif dari semua pihak. Namun pada saat semua hal
disampaikan dengan jujur serta percaya diri, maka anda akan dapat merespon emosi dan
perasaan dengan tenang. Komunikasi dua pihak terjadi tanpa adanya agresifitas atau sikap
defensif. Perilaku asertif adalah keterbukaan dalam komunikasi, sehingga masing-masing
pihak mendapatkan sesuatu tanpa paksaan dan tekanan. Perilaku asertif tidak hanya
bermanfaat bagi diri anda namun juga mengajak orang lain berlaku yang sama, jujur dan
terbuka dan percaya diri dengan apa yang akan disampaikan.

21
BAB III
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
Pengalaman belajar klinik dan lapangan merupakan proses pembelajaran yang penting
diberikan kepada mahasiswa/i untuk mempersiapkan diri menjadi tenaga kesehatan profesional.
Melalui pengalaman belajar klinik dan lapangan diharapkan dapat membentuk kemampuan
akademik dan profesional, mampu mengembangkan ketrampilan dalam memberikan pelayanan
atau asuhan yang sesuai dengan standar serta dapat berorientasi dengan peran profesional.
3.2. SARAN
Masyarakat professional kebidanan harus mempunyai tanggung jawab bersama dalam
menyiapkan peserta didik kebidanan menjadi bidan yang profesional

22
DAFTAR PUSTAKA
Relly, DE Obemann, MH 2002. Pengajaran klinis dalam pendidikan keperawatan alih
bahasa Eni Noviestari. Jakarta : EGC
Waluyo, A. 2005 Metode pengajaran klinik keperawatan Makalah Pelatihan bimbingan
klinik FIK – UI
Nursalam Ferr E 2008 . Pendidikan dalam keperawatan Jakarta : Salemba Medika

23

Anda mungkin juga menyukai