Anda di halaman 1dari 75

TUGAS AKHIR

PENGATURAN TEGANGAN TRAFO IBT 500/150KV


DENGAN MENGGUNAKAN SADAPAN BERBEBAN
(OLTC) PADA GITET KEMBANGAN

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat guna menyelesaikan pendidikan


program strata satu ( S1 ) teknik elektro

Disusun Oleh :

Nama NIM : Achmad Fauzie


Jurusan : 01402-001
Peminatan : Teknik Elektro
Pembimbing : Teknik Tenaga Listrik
: DR.Hamzah Hilal

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA
2008
LEMBAR PENGESAHAN

TUGAS AKHIR

PENGATURAN TEGANGAN TRAFO IBT 500/150KV DENGAN


MENGGUNAKAN SADAPAN BERBEBAN (OLTC) PADA GITET
KEMBANGAN

NAMA : ACHMAD FAUZIE


NIM : 01402 – 001
PEMINATAN : TEKNIK TENAGA LISTRIK

Disetujui dan disahkan Oleh :

Koordinator Tugas Akhir Pembimbing

( Ir. Yudhi Gunardi, MT ) ( DR. Hamzah Hilal )

Ketua Jurusan Teknik Elektro

( Ir. Budi Yanto Husodo, MSc )


PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS MERCU BUANA
JAKARTA

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Achmad Fauzie

Nim : 01402 – 001

Fakultas / jurusan : Teknologi Industri / Teknik Elektro

Peminatan : Teknik Tenaga Listrik

Judul tugas akhir : “PENGATURAN TEGANGAN TRAFO IBT 500/150

KV DENGAN MENGGUNAKAN SADAPAN

BERBEBAN (OLTC)PADA GITET KEMBANGAN”.

Menyatakan bahwa tugas akhir ini hasil karya sendiri dan bukan publikasi yang

pernah dipublikasikan. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya.

Jakarta, Mei 2008

(Achmad Fauzie)
LEMBAR PERSEMBAHAN

Tugas Akhir ini Kupersembahkan Untuk:

Bapak dan Emak’ku Tersayang Serta adik-adik’ku Tercinta

Cinta Terakhirku “ Effy Theresnawati “ Ibu dari Anak-Anak

ku Kelak amien 1418 x

Dan Seluruh Teman-Teman’ku

“ Terima Kasih Untuk Semua Dukungan Dan Doa nya “

Universitas Mercu Buana

Jakarta

2008

ABSTRAK
Dengan pusat-pusat pembangkit tenaga listrik yang berada jauh dari pusat beban,
maka akan mengakibatkan kerugian yang cukup besar dalam penyaluran daya listrik.
Kerugian tersebut disebabkan oleh saluran yang cukup panjang. Sehingga dalam
penyaluran daya listrik melalui transmisi akan mengalami tegangan jatuh (voltage
drop) sepanjang saluran yang dilalui.
Ada beberapa cara untuk memperbaiki jatuh tegangan, dan salah satunya
adalah menggunakan metode sadapan berbeban (on load tap changer) yang terdapat
pada transformator daya. Kenaikan dan penurunan tegangan dapat dilakukan dengan
menambah atau mengurangi jumlah tap yang terdapat pada transformator daya.
Dari analisa terhadap GITET Kembangan diperoleh bahwa dengan
menaikkan tegangan pada gardu induk melalui perubahan tap pada transformator
daya dapat meningkatkan atau menurunkan tegangan pada ujung pelayanan hingga
ke batas-batas toleransinya.

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan pada Allah SWT yang telah memberikan rahmat-nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul “Pengaturan
tegangan trafo IBT 500 / 150 kV dengan menggunakan sadapan berbeban (OLTC)
pada GITET Kembangan”, sesuai pada waktunya.
Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk memenuhi syarat guna
mencapai gelar keserjanaan strata satu (S1) pada Jurusan Teknik Elektro, Program
Studi Teknik Tenaga Listrik, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Mercu Buana,
Jakarta.
Dalam pelaksanaan pembuatan tugas akhir ini, banyak halangan dan
rintangan yang harus dilalui, namun hal itu tak terasa memeberatkan karena banyak
bimbingan dan bantuan yang penulis terima dari berbagai pihak, untuk itu penulis
ucapkan terima kasih atas bimbingan dan bantuan tersebut antara lain kepada:
1. Bapak, DR.Hamzah Hilal sebagai dosen pembimbing yang telah banyak
meluangkan waktu dan pemikirannya agar tugas akhir ini dapat lebih baik.
2. Bapak, Ir. Budi Yanto Husodo, MSc. Selaku kaprodi jurusan teknik elektro,
Fakultas Teknologi Industri, Universitas Mercu buana.
3. Bapak, Ir. Yudhi Gunardi, MT. Selaku koordinator tugas akhir Jurusan Teknik
Elektro, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Mercu Buana.
4. Seluruh Staff dosen pengajar Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri,
Universitas Mercu Buana.
5. Bapak, Wijiyanta, selaku suvervisor GI/GITET Kembangan, seluruh staff dan
operator PT. PLN (Persero) UPT Jakarta Barat GITET Kembangan.
6. Kedua orang tuaku dan kedua adik ku tersayang yang tidak henti-hentinya
memberikan do’a, dukungan, dan semangat untuk segera menyelesaikan tugas
akhir ini.
7. Calon istriku tercinta mencintaiku dan tersayang menyayangiku, Effy
Theresnawati. “ Ini Maharnya sudah aku penuhi sayang, asamu cinta terakhirku “
jadi juga niey awal 2009 amien 1418 x.
8. Kedua orang tua dan keluarga effy yang selalu mendukung untuk segera
menyelesaikan tugas akhir ini.
9. Pandi Achmad beserta keluarga, yang telah memberikan ide dan membantu
dalam tugas akhirku ini.
10. Teman–teman satu perjuangan, Control Line di UPT Jakarta Barat, akhirnya gaji
kita naik juga.

11. Teman-teman ATB yang selalu memberikan ku semangat, om Rahman dan teh
Utin, Bayu idung, Panzoel bolot,ST, Dicky doyok, Ateng, bang Medhi,ST, Gigon
(lo pasti bisa), bang Chemer,ST, Andi kuping, Kampleng (gering), Tutung, Adit
Cireng, P’unk, Chongor, Orton, Doni, zbeng, RF online, AthifaZahra, dan
seluruh temen-temen ATB yang nggak bisa disebutkan satu-persatu terima kasih
untuk doanya dan motifasinya “ love you all ”.
12. Getex, Nangor, Sulis, Kong Haji Eldin.ST, Kustian, Firman baik, Fitriana,
Firman jahat, Jendral Fitri Haryadi, Bocah gondrong Wage, Gatot, Iwan Bak’s,
Go Far, Orang ganteng Toto, Iyos, Abruce, Renold, Ocha, Jawe, Heri bapa, Seno,
dan Teman-teman seperjuanganku di teknik Elektro lainnya khususnya angkatan
2002 yang tidak bisa disebutkan semuanya ” love you all ”
Dalam penulisan laporan ini penulis merasa masih banyak kekurangan,
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
menyempurnakan laporan tugas akhir ini. Semoga penulisan laporan tugas akhir ini
berguna bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, Mei 2008

Achmad Fauzie
( 01402 – 001 )

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR .................................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................................. vii
DAFTAR TABEL ........................................................................................ x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................... 1
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH .............................. 1
1.2 TUJUAN PENULISAN ................................................ 2
1.3 BATASAN MASALAH .............................................. 2
1.4 METODE PENELITIAN ............................................. 2
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN .................................... 2
BAB II ELEMEN PENYALURAN TENAGA LISTRIK ................ 4
2.1 PENDAHULUAN ....................................................... 4
2.2 PROSES PENYALURAN TENAGA LISTRIK .......... 4
2.3 SALURAN TRANSMISI .............................................. 7
2.3.1 Umum ............................................................... 7
2.3.2 Konstanta Saluran Transmisi ............................. 9
2.3.2.1 Tahanan ................................................ 9
2.3.2.2 Induktansi ............................................... 9
2.3.2.3 Kapasitansi ............................................ 12
2.3.3 Karakteristik Penyaluran Daya ............................ 12
2.3.3.1 Saluran Transmisi Jarak Pendek............... 13
2.3.3.2 Saluran Transmisi Jarak menengah.......... 14
2.3.3.2 Saluran Transmisi Jarak Jauh .................. 16
2.4 TRANSFORMATOR ................................................... 17
2.4.1 Umum ............................................................... 17
2.4.2 Transformator Tanpa Beban ................................ 17
2.4.3 Arus Penguat ........................................................ 19
2.4.4 Transformator Berbeban ..................................... 20
2.4.5 Rangkaian Ekivalen ............................................. 21
2.4.6 Kerja Paralel ......................................................... 23
2.4.7 Rugi dan Efisiensi Pada Transformator ............... 25
2.4.8 Transformator Dalam Rangkaian Tiga Fasa ........ 27
2.4.8.1 Transformator fasa tiga hubung delta ... 28
2.4.8.1 Transformator fasa tiga hubung bintang . 29
2.4.9 Ototransformator ................................................... 30
BAB III PENGGUNAAN SADAPAN SEBAGAI PENGATUR TEGANGAN
PADA TRANSFORMATOR GI TRANSMISI (IBT 500/150KV) 32
3.1 UMUM ........................................................................... 32
3.2 PENGATURAN TEGANGAN ................................... 33
3.3 VARIASI TEGANGAN .................... ............................ 34
3.3.1 Standart Tegangan dan Variasinya ........................ 35
3.3.2 Tegangan Pengenal dan Penyadapan...................... 36
3.4 OPERASI SADAPAN (TAP CHANGER)) PADA
TRANSFORMATOR ..... ............................................... 37
3.4.1 Prinsip Dasar ....................................................... 37
3.4.2 Sadapan Tanpa Beban (Off Circuit Tap Changer).. 38
3.4.3 Sadapan Dengan Beban (On Load Tap Changer)
Pada Transformator GI Transmisi ........................ 39
3.4.3.1 Sadapan dengan beban tipe reaktor ..... 40
3.4.3.2 Sadapan dengan beban tipe resistor ..... .. 41
3.4.3.2.1 Singel Compartment .............. 42
3.4.3.2.2 Double Compartment ............ 43
3.5 JATUH TEGANGAN .................................................. 45
3.5.1 Jatuh Tegangan Saluran Jarak Pendek ................ 45
3.5.2 Tegangan Ujung Pengirim .................................. 46
3.5.3 Perhitungan Jatuh Tegangan ............................... 48
3.5.4 Pengaturan Tegangan dalam Prosen ................... 49
3.5.5 Menentukan Langkah Sadapan ............................. 50

BAB IV ANALISA PENGGUNAAN SADAPAN BERBEBAN SEBAGAI


PENGATUR TEGANGAN PADA TRANSFORMATOR IBT 500/
150 KV di GITET KEMBANGAN ......................................... 51
4.1 UMUM .......................................................................... 51
4.2 OPERASIONAL SISTEM GITET KEMBANGAN ...... 52
4.3 DATA ............................................................................ 53
4.3.1 Data GITET ......................................................... 53
4.3.2 Aliran Beban (Perkiraan Kondisi Maksimum dan
Minimum) .......................................................... 54
4.3.3 Kriteria Tegangan ................................................. 55
4.3.4 Data SUTET ........................................................ 55
4.3.5 Data Rele Pengatur Tegangan............................... 55
4.4 PERHITUNGAN LANGKAH SADAPAN DENGAN BEBAN
(OLTC) TRANSFORMATOR GITET ......................... 55
BAB V PENUTUP ................................................................................ 59
5.1 KESIMPULAN ............................................................. 59
5.2 SARAN ......................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Sistem Arus Bolak-Balik Bertegangan Nominal Antara 35 KV


Sampai dengan 230 KV dan Perlengkapan yang Terpasang ....... 36
Tabel 3.2 Sistem Arus Bolak-Balik Bertegangan Nominal di Atas 245 KV .. 36
Tabel 3.3 Tegangan Pengenal Transformator …………………………….. 37
Tabel 3.4 Jangkauan dan Langkah Sadapan ………………………………. 37
Tabel 4.1 Langkah Sadapan Terhadap Tegangan …………………………… 54

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Kutub Tunggal Sistem Tenaga Listrik ............ 5


Gambar 2.2 Sekema Pusat Listrik yang dihubungkan Melalui Saluran
Transmisi ke Gardu Induk .............................................. 6
Gambar 2.3a Fasa Tunggal Dua Kawat ............................................... 8
Gambar 2.3b Fasa Tiga Tiga Kawat .................................................... 8
Gambar 2.3c Fasa Tiga Empat Kawat ................................................ 8
Gambar 2.4 Susunan Kawat Untuk Saluran Ganda ........................... 10
Gambar 2.5 Rangkaian dengan Saluran Kembali Lewat Tanah ........ 11
Gambar 2.6 Rangkaian Pengganti Saluran Transmisi Jarak Pendek . 14
Gambar 2.7 Rangkaian T ................................................................... 15
Gambar 2.8 Rangkaian π .................................................................... 15
Gambar 2.9 Rangkaian Pengganti Saluran Jarak Jauh ....................... 16
Gambar 2.10a Transformator Tanpa Beban .......................................... 18
Gambar 2.10b Diagram Fasornya .......................................................... 18
Gambar 2.11a Arus Pemagnetan Pada Trafo.......................................... 19
Gambar 2.11b Diagram Fasor Arus Pemagnetan.................................... 19
Gambar 2.12 Keadaan Transformator Berbeban .................................. 20
Gambar 2.13a Transformator Dalam Rangkaian Ekivalen..................... 21
Gambar 2.13b Diagram Fasor dari Transformator Rangkaian Ekivalen 21
Gambar 2.14 Rangkaian Ekivalen Transformator ................................ 22
Gambar 2.15 Rangkaian Ekivalen sisi Skunder dari Transformator .... 23
Gambar 2.16 Diagram Fasor Rangkaian Ekivalen sisi Skunder dari
Transformator.................................................................. 23
Gambar 2.17 Transformator Kerja Paralel............................................ 24
Gambar 2.18 Transformator diParalelkan pada Jaringan...................... 25
Gambar 2.19 Hubungan Transformator ................................................ 28
Gambar 2.20a Transformator Fasa tiga Hubung Delta........................... 29
Gambar 2.20b Diagram fhasor Transformator Tiga Fasa Hubung Delta 29
Gambar 2.21a Transformator Fasa tiga Hubung Bintang....................... 30
Gambar 2.21b Diagram fhasor Transformator Fasa fasa Hubung Bintang 30
Gambar 2.22a Ototransformator ............................................................. 31
Gambar 2.22b Transformator 2 kumparan.............................................. 31
Gambar 3.1 Transformator GI Transmisi yang dilengkapi Sadapan .. 33
Gambar 3.2 Jaringan Transmisi Dalam Mensuplai Tegangan ke GI.. 34
Gambar 3.3 Sadapan Transformator Tanpa Beban ........................... ... 39
Gambar 3.4a Skema Sederhana Sadapan dengan Beban Tipe Reaktor
9 Titik Sadapan dengan Transfer Switch ........................ 40
Gambar 3.4b Proses Urutan Switching dari Tap Tipe Reaktor .. ......... ... 41
Gambar 3.5 Proses Perpindahan Sadapan Berbeban Tipe Resistor Single
Compartment ................................................................. ... 42
Gambar 3.6 Diagram Sadapan Berbeban Tipe Resistor Double
Compartment ................................................................. ... 43
Gambar 3.7 Urutan Peralihan dari Tap Selector dan Arching Switch Tipe
Resistor Double Compartment ...................................... ... 44
Gambar 3.8a Representasi Saluran Jarak Pendek ................................ ... 46
Gambar 3.8b Diagram Phasornya .. ..................................................... ... 46
Gambar 3.9 Representasi Lain Dari Gambar 3.8b .. ........................... ... 46
Gambar 3.10 Diagram Pengganti Saluran Jarak Pendek .................... ... 47

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG MASALAH
Sistem ketenagalistrikan saat ini memegang peranan penting dalam membangun di
setiap negara. Perkembangan ketenagalistrikan di Indonesia dari tahun ke tahun
mengalami kemajuan yang cukup pesat. Hal ini dapat dilihat dengan dibangunnya
pembangkit-pembangkit listrik dan gardu-gardu induk oleh PT PLN (Persero),
dibangunnya pembangkit dan gardu induk tersebut untuk mengatasi ketersediaan
sistem ketenagalistrikan disetiap daerah di Indonesia.
Dengan adanya fakta akan kebutuhan listrik yang meningkat dan tendensi ke
arah industrialisasi di Pulau Jawa yang ada pada saat ini berkembang pesat,
dibutuhkan suatu sistem transmisi dan distribusi yang baik dengan keandalan yang
sangat tinggi agar kelancaran produksi dari industri tersebut dapat berjalan dengan
baik.
Sistem penyaluran tenaga listrik yang besar dengan menginterkoneksikan
beberapa pusat pembangkit serta dengan sekian banyaknya pusat beban, akan
menimbulkan berbagai permasalahan, salah satunya adalah bagaimana mengatur
tegangan agar tetap terjaga pada batasan-batasan standar yang telah disepakati hingga
ke konsumen yang letaknya paling jauh dari pusat pembangkit.
Ada beberapa cara yang bisa dilakukan dalam mengatasi permasalahan
pengaturan tegangan suatu sistem tenaga listrik diantaranya:
a. Pengaturan VAR Generator.
b. Operasi Switching Shunt Capasitor.
c. Operasi Switching Shunt Reactor.
d. Operasi SVC (Static VAR Compensator).
e. Pembangkitan VAR dari SUTET.
f. Pengaturan Tap Changer Transformator.
Tegangan pada titik pelayanan tidak mungkin konstan, hal ini disebabkan
adanya variasi beban yang terjadi. Apabila beban naik maka tegangan pelayanan
akan turun, sebaliknya apabila beban turun maka mengakibatkan tegangan naik.
Dengan adanya variasi beban yang terjadi pada sistem, maka trafo harus di
fasilitasi sadapan (tap changer) sebagai pengatur tegangan pada semua tingkatan
sistem tegangan.
Tugas akhir ini akan membahas mengenai penggunaan sadapan dengan
berbeban (On Load Tap Changer) sebagai pengatur tegangan pada transformator
gardu induk transmisi 500/ 150 kV.
1.2. TUJUAN PENULISAN
Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah untuk membahas penggunaan sadapan
beban (On Load Tap Changer) sebagai pengatur tegangan pada transformator gardu
induk transmisi 500/ 150 kV.

1.3. BATASAN MASALAH


Masalah yang dibahas pada penulisan tugas akhir ini dibatasi pada pengaturan
tegangan dengan cara mengatur Tap Changer Transformator Gardu Induk Transmisi
(500/150 kV) dalam keadaan berbeban.

1.4. METODE PENULISAN


Metode penulisan pada tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
a. Mengadakan studi literatur dari berbagai refrensi (buku-buku acuan, makalah
seminar, artikel-artikel) mengenai pengaturan tegangan dengan cara mengatur
sadapan berbeban transformator (On Load Tap Changer).
b. Melakukan wawacara dan tanya jawab dengan beberapa ahli di bidang ketenaga
listrikan diantaranya: Operator-operator GITET Kembangan
c. Pengumpulan data-data yang diperlukan dalam perhitungan dari PT PLN
(Persero) P3B Gardu Induk Transmisi (500/150 kV) Kembangan.
d. Melakukan perhitungan dengan menggunakan rumus yang dipakai dalam
penulisan ini.

1.5. SISTEMATIKA PENULISAN


Tugas akhir ini terdiri atas lima (5) bab. Pada bab dua dituliskan gambaran umum
elemen penyaluran tenaga listrik yang berisikan pembahasan teori dasar mengenai
proses penyaluran tenaga listrik. Sedangkan pada bab tiga diberikan penjelasan
penggunaan sadapan sebagai pengatur tegangan, dan disini dijelaskan pula mengenai
masalah pengaturan tegangan, variasi tegangan yang ada pada sistem transmisi
dengan sadapan berbeban pada transformator gardu induknya.
Pada bab empat disajikan analisa penggunaan sadapan berbeban sebagai
pengatur tegangan, di dalam berisikan data-data yang diperlukan dalam perhitungan
jatuh tegangan pada sistem jaringan transmisi (sisi primer) yang akan digunakan
dalam melakukan langkah sadapan. Bab lima merupakan bab penutup yang berisikan
kesimpulan dan saran terhadap keseluruhan isi dalam tulisan.

BAB II
ELEMEN PENYALURAN TENAGA
LISTRIK

2.1 PENDAHULUAN
Pengoperasian sistem tenaga listrik pada umumnya memiliki tujuan untuk menjaga
agar sistem tetap dalam kondisi normal dimana hal – hal berikut di bawah ini harus
dipenuhi oleh perusahaan pemasok tenaga listrik yaitu:
a. Keandalan, frekuensi dan waktu pemutusan karena gangguan harus diusahakan
sekecil mungkin dan sesingkat mungkin.
b. Kualitas / mutu, tenaga listrik yaitu tegangan dan frekuensi yang dipasok pada
konsumen harus sesuai dengan standar yang telah ditentukan.
c. Ekonomi, dimana biaya produksi harus optimal, dengan tetap mempertahankan
keandalan dan mutu tenaga listrik.
Keandalan dan kualitas di satu pihak dan ekonomi di pihak lain saling
bertentangan, tetapi dalam kondisi operasi normal hubungan ketiga faktor tersebut
harus dapat dipenuhi pada titik yang dapat diterima sesuai dengan karakteristik
sistem. Dalam hal ini tidak ada titik yang optimal yang pernah dicapai, hal ini sangat
tergantung pada komposisi pembangkitan, keadaan jaringan dan kebijakan
perusahaan listrik yang bersangkutan.

2.2. PROSES PENYALURAN TENAGA LISTRIK


Suatu sistem tenaga listrik pada umumnya terdiri atas empat unsur, seperti dapat
dilihat pada gambar 2.1 yaitu:
a. Pembangkitan
b. Transmisi
c. Distribusi, dan
d. Pemakaian.
Gardu Induk Transmisi dengan
interbus trafo Gardu Induk Distribusi
Rel GI Pembangkit Gardu Distribusi
Step up trafo
Penggerak mula
Generator
Transmisi 500kV (4) JTM 20kV JTR 0.4kV
Isolated bus

USST Pelanggan 0.4kV

Interbus transformerPelanggan 150kV Pelanggan 0.4kV


Pelanggan 20kV
Pelanggan 20kV
Pemakaian sendiri20kV (1.4)

150kV
(1.10)

SST Trafo GI Distribusi lokal


PLTG
Pelanggan 20kV
20kV 20kV

Rel PS kemungkinan diparalel dengan unit lain (1.15)

Sistem Proteksi Kerontokkan


Sistem

Gambar 2.1. Diagram kutub tunggal sistem tenaga listrik

Pembangkit adalah bagian yang memproduksi energi listrik yang dilakukan di


pusat-pusat pembangkit tenaga listrik dengan menggunakan generator, yang
berfungsi mengubah energi mekanis yang dihasilkan menjadi energi listrik.
Berdasarkan pada bahan masukan energi primer, pembangkit dapat dibedakan
menjadi berbagai jenis seperti:
a. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD)
b. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)
c. Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
d. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP)
e. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)
f. Pembangkit Listrik Tengan Gas (PLTG)
g. dan lain-lain.
Tegangan yang dibangkitkan oleh generator ini biasanya berkisar antara 6 kV
sampai 20 kV tergantung pada pabrik pembuat. Untuk mencegah kerugian daya yang
besar pada waktu mengirim tenaga listrik dari pembangkit melalui jaringan transmisi
ke pusat-pusat beban yang letaknya sangat jauh dari pembangkit, maka sebelum
ditransmisikan tegangan ini dinaikkan terlebih dahulu menjadi 150 kV sampai 500
kV.

Keterangan: G= generator, PS= pemakaian sendiri, TT= tegangan tinggi, TM=


tegangan menengah .

Gambar 2.2. Skema Pusat Listrik yang dihubungkan melalui Saluran Transmisi ke
Gardu Induk[6]

Transmisi adalah bagian yang menyalurkan energi listrik dari pusat listrik ke
pusat beban yang diterima oleh gardu induk, disingkat (GI) seperti pada gambar 2.2
Bagian transmisi ini pun dibagi atas dua bagian, yaitu bagian transmisi primer dan
transmisi sekunder. Pembagian itu dilakukan dengan proses transformasi di dalam
trafo tenaga atau sering disebut trafo daya pada gardu induk.
Transmisi sekunderlah yang dihubungkan pada jaringan distribusi primer
atau disebut juga tegangan menengah, yaitu jaringan yang menghubungkan gardu
induk dengan gardu distribusi yang biasanya menggunakan tegangan distribusi 20
kV.
Di dalam penyaluran energi listrik dari pusat pembangkit sampai dengan
pelanggan pengguna tenaga listrik, komponen yang utama dalam penyaluran tersebut
adalah:
a. Saluran transmisi
b. Transformator
c. Saluran distribusi.
Dalam bab ini akan dikemukakan dua komponen saja yaitu saluran transmisi
dan transformator.
2.3. SALURAN TRANSMISI
2.3.1. Umum
Saluran transmisi membawa tenaga listrik dari pusat-pusat pembangkitan kepusat-
pusat beban melalui saaluran tenaga listrik tegangan tinggi 150 kV, atau melalui
saluran ekstra tinggi 500 kV. Trafo penurunan akan merendahkan tegangan ini
menjadi tegangan transmisi 150 kV, yang kemudian di gardu induk (GI) diturunkan
lagi menjadi tegangan distribusi primer 20 kV. Pada gardu induk distribusi yang
tersebar di pusat-puast beban, tegangan diubah menjadi tegangan rendah 220/380 kV
seperti pada gambar (2.1).
Peningkatan tegangan pada saluran transmisi mempunyai nilai ekonomis
yang sanghat penting, mengingat keuntungan-keuntungan sebagai berikut:
a. Untuk penyaluran daya yang sama, arus yang dialirkan menjadi berkurang, ini
berarti penggunaan bahan tembaga pada kawat penghantar akan
berkurang
dengan bertambah tingginya tegangan transmisi.
b. Luas penampang konduktor yang digunakan berkurang, karena itu struktur
penyangga konduktor menjadi lebih kecil.
c. Oleh karena arus yang mengalir di saluran transmisi menjadi lebih kecil, maka
jatuh tegangan juga menjadi lebih kecil.
Akan tetapi, dengan bertambah tingginya tegangan transmisi, berarti jarak bebas
antara kawat penghantar harus lebih lebar, panjang gandengan isolator harus lebih
besar, yang berarti meningkatnya biaya menara dan konstruksi penopang. Dilihat
dari jenisnya, dikenal dua macam saluran transmisi yaitu:
a. Saluran udara (overhead line), yang menyalurkan tenaga listrik melalui kawat-
kawat yang digantungkan pada tiang-tiang transmisi dengan perantara isolator.
b. Saluran bawah tanah (underground cable), yang menyalurkan tenaga listrik
melalui kabel bawah tanah.
Meskipun saluran bawah tanah lebih aman dan sesuai dengan persyaratan,
namun biaya pembangunannya jauh lebih mahal dibandingkan dengan saluran udara,
disamping bila terjadi ganguan hubungan singkat dan lain sebagainya, perbaikanya
juga lebih sukar dilakukan. Energi listrik arus bolak-balik dapat disalurkan dengan
beberapa cara seperti dapat dilihat pada gambar 2.3.
.

Gambar. 2.3a Fasa tunggal, dua kawat Gambar. 2.3b Fasa tiga, tiga kawat

Gambar. 2.3c Fasa tiga, empat kawat

Gambar. 2.3. a. fasa-tunggal, dua kawat, b. fasa-tiga, tiga kawat


c. fasa-tiga, empat kawat.

Saluran trnsmisi dengan menggunakan sistem arus bolak-balik fasa tiga


merupakan sistem yang banyak digunakan saat ini mengingat beberapa kelebihan
sebagai berikut:
a. Mudah pembangkitannya (generator sinkron).
b. Mudah pengubah tegangannya (transformator).
c. Dapat menghasilkan medan magnet putar.
d. Dengan sistem fasa tiga, daya yang disalurkan lebih besar dan nilai sesaatnya
konstan.
Di beberapa bagian dunia, saluran transmisi dengan sistem arus searah, akhir-
akhir ini juga banyak digunakan. Saluran transmisi arus searah meskipun memiliki
beberapa keuntungan seperti: isolasinya yang lebih sederhana, daya guna (efisien)
yang tinggi (karena faktor dayanya = 1.0) serta tidak ada masalah stabilitas, namun
persoalan ekonominya masih perlu diperhitungkan. Mahalnya saluran arus searah
terutama disebabkan karena pada sistem ini diperlukan biaya peralatan pengubah
arus: inverter dan konverter, yang cukup tinggi.
Pada sub-bab ini akan diuraikan beberapa elemen penting pada saluran
transmisi, antara lain: konstanta saluran, karakteristik penyaluran daya dan
pengaturan tegangan sistem serta aliran daya aktif dan daya reaktif.

2.3.2. Konstanta Saluran Transmisi


Tahanan, induktansi, kapasitansi dan konduktansi bocor dari saluran transmisi
dinamakan saluran (line constants). Konduktansi kebocoran pada umumnya dapat
diabaikan dalam perhitungan karakteristik saluran.

2.3.2.1. Tahanan
Tahanan dari penghantar-penghantar yang sering digunakan dalam penyaluran
tenaga listrik begitu juga pada saluran transmisi. Nilai tahanan pun berubah sesuai
dengan suhu menurut rumus di bawah ini[6]:
Rt  Rt 0 1   t t (2.1)

dimana: 0 
Rt = tahanan pada suhu t 0C
Rt0 = tahanan pada suhu t0 0C
= koeffisien suhu massa konstan
Penghantar-penghantar dengan garis tengah (diameter) yang besar
mempunyai harga tahanan bolak-balik efektif yang lebih besar karena efek kulit;
meskipun demikian pengaruh ini tidak besar dan dapat diabaikan.

2.3.2.2. Iduktansi
Induktansi fasa tiga pada umumnya berlainan untuk masing-masing kawat. Namun,
karena perbedaannya kecil, nilai induktansi dari penghantar yang ditransposisikan
yang diambil, bila ketidak-seimbangan tidak besar.
Untuk susunan kawat seperti tertera pada gambar 2.4 (reaktansi induktif
urutan positif) dari saluran yang ditransposisikan dinyatakan oleh W. A. Lewis
sebagai[6]:
X  0.004657 f log S
 / mile (2.2)
L 10
GMR
dimana:
f = frekuensi
S = geometric mean distance = 3Dab Dbc Dca
r
GMR = geometric mean radius = .
K
r = jari-jari kawat
K = konstanta
Oleh karena itu maka induktansinya dapat dihitung:
L  l  0.4605log
(mH/km) (2.3)
r
10
S
dimana:
l = induktansi karena fluks magnet dalam kawat
= 0.05 untuk kawat dengan penampang bulat   1
Demikian juga induktansi urutan negatif sama dengan induktansi urutan
positif.

Gbr. 2.4. Susunan kawat untuk saluran ganda


Gbr.2.5. Rangkaian dengan saluran kembali lewat tanah.

Oleh karena arus melalui tanah, maka induktansi saluran transmisi yang
memakai tanah sebagai penghantar kembali (return circuit) lebih besar dari yang
diperkirakan bila tanah mempunyai konduktansi tak terhingga. Oleh sebab itu pula
induktansi berubah dengan jalan yang dilalui dan frekuensinya.
Untuk saluran transmisi fasa tunggal dengan saluran kembali seperti pada
gambar 2.5. nilai induktansi urutan nol dengan arus yang mengalir secara konsentris
pada kedalaman H dinyatakan oleh:
h
L01  0.1  (mH/km) (2.4)
0.4605log10 H
dimana: r

h  H  2He (2.5)

He = kedalam relatip
= 300 m untuk lapisan (stratum) batu.
= 600 m untuk daerah pegunungan.
Untuk saluran transmisi fasa tiga dengan satu rangkaian atau fasa tiga dengan
dua rangkaian, induktansi urutan nolnya adalah:

L03  0.2  0.4605log10 2He  3 (mH/km) (2.6)


rD3

L06  0.35  2He  6 (2.7)


0.4605log10
rD3
D  3 D abD D (2.8)
bc ca

Bila harga sebenarnya tidak dapat diukur, maka nilai-nilai berikut dapat
digunakan:
L03 = 4,5 mH/km
L06 = 7,5 mH/km

2.3.2.3. Kapasitansi
Bila saluran seimbang (balanced) maka harga pendekatan untuk kapasitansi (seperti
pada induktansi) dapat digunakan. Untuk penghantar dengan jari-jari r, maka
kapasitansi urutan positif atau negatif dinyatakan oleh:
0,02413
Cn  D (2.9)
log10
r

Kapasitansi terhadap tanah untuk satu kawat dinyatakan oleh:


0,02413
C (F / (2.10)
km)
2h
log10
r
Kapasitansi positif dan negatif jarang dipengaruhi oleh kawat tanah, sehingga
dalam perhitungan dapat diabaikan. Tetapi, kapasitansi urutan nol naik kira-kira 8%
untuk rangkaian tunggal dan kira-kira 17% untuk rangkaian ganda bila ada kawat
tanah.

2.3.3. Karakteristik Penyaluran Daya


Tenaga listrik disalurkan melalui jaringan transmisi dari pusat pembangkit yang
disebut pangkal pengiriman, menuju pusat-pusat beban yang disebut ujung
penerimaan. Meskipun tenaga listrik disalurkan dengan sistem fasa tiga, tetapi semua
perhitungan dilakukan berdasarkan pada hubungan fasa tunggal sistem bintang.
Dalam mempelajari karakteristik penyaluran daya yang meliputi variabel-variabel
tegangan, arus, dan hilang daya, dapat dilakukan dengan menggunakan dua
pendekatan yang berbeda yaitu:
a. Rangkaian yang parameter atau konstanta-kostantanya dikonsentrasikan
(lumped), pendekatan ini digunakan untuk analisis saluran transmisi jarak
pendek.
b. Rangkaian yang parameter atau konstanta-konstantanya didistribusikan
sepanjang saluran transmisi.
Beberapa perhitungan penting untuk analisis transmisi adalah:
a. Menghitung perbedaan besaran antara tegangan pada pangkal pengiriman (Es)
dengan tegangan pada ujung penerimaan (Er).
b. Menghitung faktor daya pada pangkal pengeriman dan ujung penerimaan.
c. Menghitung daya guna transmisi (daya keluar/ daya masuk).
Tapi, sebelum analisa dan perhitungan dapat dilakukan, terlebih
dahulu
saluran transmisi itu harus direpresentasikan dengan diagram pengganti. Untuk itu
klasifikasi untuk keperluan diagram pengganti biasanya dibagi dalam tiga kelas,
yaitu[6]:
a. Kawat pendek (< 80 Km).
b. Kawat menengah (80-250 Km)
c. Kawat panjang (> 250 Km)

2.3.3.1. Saluran transmisi jarak pendek


Oleh karena pengaruh kapasitas dapat diabaikan pada saluan transmisi jarak pendek
(kurang dari 80 km), maka konstanta saluran yang diperhitungkan hanyalah impendasi
yang terdiri atas tahanan dan induktansi, yang dapat dilihat pada gambar 2.6.

Z = R + jX (2.11)
ES = Er + IR cos r + IX sin r (2.12)
Ir cosr

Gambar. 2.6. Rangkaian pengganti saluran transmisi jarak pendek.

Pengaturan tegangan di ekspresikan sebagai berikut:

Es  Er I
ER = ( R cos  + X sin  ) (2.13)
=
ER Er r

dimana:
Z = impedansi saluran
R = tahanan saluran
X = induktansi saluran
Es = tegangan pangkal pengiriman
Er = tegangan ujung penerimaan
Ir = arus pada ujung penerimaan
Cos r = factor daya pada ujung peneriman

2.3.3.2. Saluran transmisi jarak menengah


Persoalan saluran tansmisi jarak menengah dapat diselesaikan dengan
memperlakukannya sebagai rangkaian T atau rangkaian
, seperti yang dapat
diperiksa pada gambar 2.7 dan 2.8.
Gambar. 2.7. Rangkaian T

Gambar. 2.8. Rangkaian

Untuk rangkaian T, penggambaran kapasitansi saluran terletak di tengah


seperti yang terlihat pada gambar 2.7, dengan persamaan berikut[6]:

E  ZY   ZY 
S E r 1    I r Z 1   (2.14)
, 2 4
   

I I  E , (2.15)
ZY1 Y
S r
  r
2 
dimana:
Y = admitansi saluran = G + jB
G  konduktansi saluran
B  suseptansi saluran
Penggambaran kapasitansi saluran pada rangkaian adalah dengan cara
membaginya menjadi dua, yaitu Y/2 dan Y/2 yang diletakkan pada kedua ujung
saluran seperti terlihat pada gambar 2.8. Persamaan untuk rangkaian adalah:
 ZY 
E  1 I
Z (2.16)
S   r
 2 
I I   ZY
 EY 1 (2.17)
ZY1
S r
  r  
2   4 

2.3.3.3. Saluran transmisi jarak jauh


Persoalan saluran transmisi jarak jauh diselesaikan dengan memisalkan kapasitansi
saluran itu terbagi rata sepanjang jarak tempat pangkal pengiriman dan ujung
penerimaan, sehingga persamaan umum dari suatu jaringan jarak jauh (gambar 2.9)
adalah[6]:

Gambar 2.9. Rangkaian pengganti saluran jarak jauh.

ES  AE r  BI r (2.18)
I S  CER  DIr (2.19)

Dimana A, B, C, dan D disebut sebagai parameter saluran transmisi dan dapat


ditentukan dengan memakai persamaan berikut:
E
A  S ; untuk nilai Ir = 0 (2.20)
Er
E
B  S
I r ; untuk nilai Er = 0 (2.21)
IS
C 
E r ; untuk nilai Ir = 0 (2.22)
IS
D
I r ; untuk nilai Er = 0 (2.23)

Dengan melakukan pengukuran besarnya masukan (input) Es dan Is pada


keadaan tanpa beban (no-load) dan hubungan singkat di ujung penerimaan, parameter
saluran transmisi A, B, C, dan D dapat ditentukan, atau sebaliknya dengan parameter-
parameter tersebut, nilai-nilai ES dan IS di pangkal pengiriman dapat ditentukan. Nilai
parameter saluran transmisi dapat juga ditentukan dengan menggunakan perhitungan
berikut:

A  cosh yz (2.24)

B  z /y sinh yz (2.25)
C  y / z sinh yz (2.26)

D  cosh yz (2.27)

2.4. TRANSFORMATOR
2.4.1. Umum
Transformator adalah suatu alat listrik yang dapat memindahkan dan mengubah energi
listrik dari satu atau lebih rangkaian listrik ke rangkaian listrik yang lain, melalui suatu
gandengan magnet dan berdasarkan prinsip induksi-elektromagnet. Transformator
digunakan secara luas, baik dalam bidang tenaga listrik maupun elektronika.
Penggunaan transformator dalam sistem tenaga memungkinkan terpilihnya tegangan
yang sesuai, dan ekonomis untuk setiap-setiap keperluanya misalnya kebutuhan akan
tegangan tinggi dalam pengiriman daya listrik jarak jauh.
Dalam bidang tenaga listrik pemakaian transformator dikelompokkan
menjadi:
a. Transformator daya.
b. Transformator distribusi.
c. Transformator pengukuran: yang terdiri atas transformator arus dan transformator
tegangan.
Kerja transformator yang berdasarkan induksi-elektromagnet, menghendaki
adanya gandengan magnet antara rangkaian primer dan sekunder. Gandengan magnet
ini berupa inti besi tempat melakukan fluks bersama.
Berdasarkan pada cara melilitkan kumparan pada inti, dikenal dua macam
transformator, yaitu tipe inti dan tipe cangkang.

2.4.2. Transformator Tanpa Beban


Dari gambar 2.10a bisa terlihat apabila kumparan primer suatu transformator
dihubungkan dengan sumber tagangan V1 yang sinusoid, yang akan mengalirkan
arus primer I0 yang juga sinusoid dan dengan mengganggap belitan N1 rekatif murni,
I0 akan tertinggal 900 dari V1 (gambar 2.10b.) Arus primer I0 menimbulkan fluks ( )
yang sefasa dan juga berbentuk sinusoid.

 = maks sin wt (2.28)


900 900

Gambar. 2.10a Transformator tanpa beban Gambar. 2.10b Diagram fasornya

Fluks yang sinusoid ini akan menghasilkan tegangan induksi e1 (Hukum


Farraday):

1 = - N1 d (2.30)
dt
d (maks sinwt
 1 = - N1
) = - N1 w maks cos wt (2.31)
dt
(tertinggal 900 dari  )

Harga efektifnya[5]:

E1 = N = 4.44 N1fmaks (2.32)


 2
12 f maks

Pada rangkaian sekunder, fluks ( ) bersama tadi menimbulkan:


d
 = - N2 (2.33)
2
dt
2 = - N2w maks cos wt (2.34)

E2 = 4.44 N2 fmaks (2.35)

Sehingga,
E1 N1
E2 = N2 (2.36)

Dengan mengabaikan rugi tahanan dan adanya fluks bocor, maka:

E1 V1 N = a (2.37)
=
E2 V =
1
N
2
dimana: 2

a = perbandingan transformasi
Dalam hal ini tegangan induksi E1 mempunyai kebesaran yang sama tetapi
berlawanan arah dengan tegangan sumber V1.

2.4.3. Arus Penguat


Arus primer I0 yang mengalir pada saat kumparan sekunder tidak dibebani disebut
arus penguat. Dalam kenyataannya arus primer I0 bukanlah merupakan arus induktif
murni, hingga ia terdiri atas dua komponen seperti yang terlihat pada gambar 2.11a:
a. Komponen arus pemagnetan IM, yang menghasilkan fluks ( ). Karena q sifat
besi yang nonlinier (ingat kurva B-H), maka arus pemagnetan IM dan juga fluks
( ) dalam kenyataanya tidak berbentuk sinusiod.
b. Komponen arus rugi tembaga Ic, menyatakan daya yang hilang akibat adanya
rugi histeresis dan arus eddy. Ic sefasa dengan V1 (gambar 2.11b), dengan
demikian hasil perkaliannya (IC X V1) merupakan daya (watt) yang hilang.

Gambar 2.11a Arus pemagnetan pada trafo Gambar 2.11b Diagram fasornya
2.4.4. Transformator Berbeban
Apabila kumparan sekunder dihubungkan dengan beban ZL , maka I2 mengalir pada
kumparan sekunder seperti yang terlihat pada gambar 2.12, di mana I2 = V2 /ZL
dengan  2 = faktor kerja beban.

Gambar 2.12. Keadaan transformator berbeban.

Arus beban I2 ini akan menimbulkan gaya gerak magnet (ggm) N2I2 yang
cenderung menentang fluks ( bersama yang telah ada akibat arus pemagnetan I .
M
)
Agar fluks bersama itu tidak berubah nilainya, pada kumpuran primer harus mengalir
arus I’2, yang menentang fluks yang dibangkitkan oleh arus beban I2, hingga
keseluruhan arus yang mengalir pada kumpuran primer menjadi[5]:
I1 = I0 + I’2 (2.38)

Bila rugi besi diabaikan (IC diabaikan), maka I0= IM


I1 = IM + I’2 (2.39)

Untuk menjaga agar fluks tetap tidak berubah sebesar ggm yang dihasilkan
oleh arus pemagnetan IM saja, berlaku hubungan:
N 1I M  N 1I1  N 2I 2 (2.40)

N 1I  N 1 (I  I '2 )  N 2 I (2.41)
M M 2
hingga:
N 1I '2  N 2I 2
(2.42)
Karena nilai IM dianggap kecil maka I’2 = I1
Jadi,
I1  N2N
N 1I1  N 2I atau (2.43)
I2 1
2
2.4.5. Rangkaian Ekivalen
Dalam pembahasan terdahulu telah diabaikan adanya tahanan dan fluks bocor.
Analisis selanjutnya akan memperhitungkan kedua hal tersebut. Tidak seluruh (  )
yang dihasilkan oleh arus pemagnetan IM merupakan fluks bersama (  M), sebagian
darinya hanya mencakup kumparan primer ( 1) atau kumpuran sekunder saja ( 2).
Dalam model rangkaian (rangkaian ekivalen) yang dipakai untuk
menganalisis kerja suatu transformator, adanya fluks bocor  1 dan  2 ditunjukkan
sebagai reaktansi X1 dan X2. Sedang rugi tahanan ditunjukkan dengan R1 dan R2.
Dengan demikian model rangkaian dan vektor diagramnya dapat ditulis seperti pada
gambar 2.13a dan 2.13b.

Gambar 2.13a. Transformator dalam rangkaian ekivalen.

Gambar 2.13b. Diagram fasor dari transformator rangkaian ekivalen.

Dari model rangkaian di atas dapat pula diketahui hubungan penjumlahan


vektor yaitu:
V1  E1  I1R1  I1 X1 (2.44)
E2  V2  I2 R2  I2 X (2.45)
2
E1 N1
 a atau E1  aE2 (2.46)
E2 N2

hingga:
E1  aI2 ZL  I2 R2  I2 X 2 (2.47)

Karena:

I '2 N 1 atau I  aI '


2 (2.48)
I2  N 1  a
2 2

maka:

E  a2I ' Z  a2I ' R  a2I ' X (2.49)


2 L 2 2 2 2
1
dan
V  a 2 I ' Z a 2 I ' R  a 2 I ' X  I R  I
X (2.50)
1 2 L 2 2 2 2 1 1 1 1

Persamaan terakhir mengandung pengertian bahwa apabila parameter


rangkaian sekunder dinyatakan dalam harga rangkaian primer, harganya perlu
dikalikan dengan faktor a2. Sekarang model rangkaian berubah seperti terlihat pada
gambar 2.14.

Gambar 2.14. Rangkaian ekivalen transfomator.

Untuk memudahkan analisis (perhitungan), model rangkaian tersebut dapat


diubah menjadi seperti pada gambar 2.15.
Gambar 2.15. Rangkaian ekivalen sisi sekunder dari transformator.

Vektor diagram rangkaian di atas untuk beban dengan faktor kerja


terbelakang dapat dilukiskan pada gambar 2.16.

Gambar 2.16. Diagram fasor rangkaian ekivalen sisi sekunder transformator.

2.4.6. Kerja Paralel


Penambahan beban pada suatu saat menghendaki adanya kerja paralel antara
transformator seperti pada gambar 2.17. Tujuan utama kerja paralel ialah agar beban
yang dipikul sebanding dengan kemampuan kVA masing-masing transformator,
hingga tidak terjadi pembebanan lebih dan pemanasan lebih.
Gambar 2.17. Transformator kerja paralel.

Untuk maksud di atas diperlukan beberapa syarat yaitu:


a. Perbandingan tegangan harus sama.
b. Jika perbandingan tegangan tidak sama, maka tegangan induksi pada kumparan
sekunder masing-masing transformator tidak sama. Perbedaan ini menyebabkan
terjadinya arus pusar pada kumpuran sekunder ketika transformator dibebani. Arus
ini menimbulkan panas kumparan sekunder tersebut.
c. Polaritas transformator harus sama.
d. Tegangan impedansi pada keadaan beban penuh harus sama.
Dua transformator yang diparalelkan dapat digambarkan sebagai berikut:
I1total  I1A  I1B (2.51)
Karena,
V1  I1Zek  V '2 (2.52)
maka untuk keadaan beban penuh adalah:
V1  V '2  I1AZ1A  I1BZ1B
(2.54)

Persamaan di atas mengandung arti, agar kedua transformator membagi beban


sesuatu dengan kemampuan kVA-nya, sehingga tegangan impendasi pada keadaan
beban penuh kedua transformator tersebut harus sama (I1A x Z1A = I1B x Z1B) yang
dapat dilihat pada gambar 2.18. Dengan demikian dapat juga dikatakan bahwa kedua
transformator tersebut mempunyai impedansi per unit yang sama.
Gambar 2.18. Transformator di paralel pada jaringan.

Perbandingan reaktansi terhadap tahanan sebaiknya sama. Apabila


perbandingan R/X sama, maka kedua transformator tersebut akan bekerja pada faktor
kerja yang sama.

2.4.7. Rugi Dan Efisiensi Pada Transformator


Rugi dan efesiensi pada transformator dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Rugi Tembaga (PCU), Merupakan rugi yang disebabkan oleh arus beban yang
mengalir pada kawat tembaga dan dapat ditulis sebagai berikut[1]:
PCU = I2R (2.54)
Karena arus beban berubah-ubah, rugi tembaga juga tidak kostan tergantung
pada beban.
b. Rugi Besi (Pi), terdiri atas:
 Rugi histeresis, yaitu rugi yang disebabkan fluks bolak-balik pada inti besi,
yang dinyatakan sebagai:
Ph = KhfB1.6 maks (watt) (2.55)
dimana:
Kh = konstanta
B maks = fluks maksimum (weber).
B

 Rugi ‘arus eddy’ yaitu rugi yang disebabkan arus pusar pada inti besi.
Dirumuskan sebagai:
Pe = Ke f2B2maks (2.56)
Jadi, rugi besi (rugi inti) adalah:
PI = Ph + Pe (2.57)
c. Efisiensi, dinyatakan sebagai:

daya _  _ rugi
  keluar daya daya _ keluar 1 (2.58)
 daya _ keluar   _ daya _
_ masuk 
rugi
masuk

dimana:

 _ rugi  PCU  (2.59)


Pi
Perubahan efisiensi terhadap beban dinyatakan sebagai:
V2 cos
 (2.60)
V2 cos  I 2  Pi
R2ek I
2

Agar maksimum, maka:


d  Pi 
 I 2 R2ek    0 (2.61)
dI 2 2 

Jadi, I

R2ek  P2 (2.62)
2
I
P I R2

2ek  (2.63)
i 2
PCU
Persamaan di atas mengartikan bahwa untuk beban tertentu, efisiensi
maksimum terjadi ketika rugi tembaga = rugi inti.
Perubahan efisiensi terhadap faktor kerja (cos  ) beban dapat dinyatakan
sebagai:

1  _ rugi
(2.64)
V2 I 2 cos   _
1 rugi
 _ rugi /V2 I 2 (2.65)
cos   _ rugi /V2 I
2

Bila  rugi/ V2 I2 = X =konstan, maka:


X
1
 cos  X
(2.66)

X / cos 1  X / cos
1
(2.67)
Hubungan antara efisiensi dengan beban pada cos  yang berbeda-beda
tergantung pada faktor dayanya.
2.4.8. Transformator Dalam Rangkaian Fasa Tiga
Tiga transformator berfasa tunggal dapat dihubungkan untuk membentuk susunan
(bank) fasa tiga dengan salah satu cara seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.19.
Di keempat bagian gambar ini kumpuran disebelah kiri adalah yang primer yang di
sebelah kanan adalah yang sekunder, dan setiap kumpuran primer dalam satu
transformator dijodohkan dengan kumparan sekunder yang digambarkan paralel
dengannya. Juga diperlihatkan tegangan dan arus yang dihasilkan dari tegangan antar
saluran primer V yang diberikan dalam seimbang (balanced imprssed) serta arus
saluran I, bila perbandingkan lilitan primer dan sekunder N1 / N2 adalah a, dan
diasumsikan transformatornya ideal.
Disini perlu dicatat bahwa, untuk tegangan antar saluran (line-to-line) dan
kVA total yang tetap, beban kVA ukuran dari bank (susunan), tanpa memandang
hubungan apa yang digunakan. Tetapi tegangan dan arus ukuran dari masing-masing
transformator tergantung pada hubunganya.
Hubungan   biasa digunakan untuk menurunkan tegangan, dari

tegangan tinggi ke tegangan menengah atau rendah. Satu di antara alasannya adalah
karena dengan begitu, untuk membumikan pada sisi tegangan tinggi telah tersedia
saluran netral. Dapat dibuktikan bahwa ini merupakan suatu cara yang banyak hal
sangat diharapkan. Sebaliknya, hubungan   biasa digunakan untuk menaikkan

tegangan tinggi.
Hubungan   mempunyai keuntungan bahwa satu transformator dapat

dipindahkan untuk perbaikan atau perawatan sementara dua tertinggal terus berfungsi
sebagai bank fasa tiga dengan rating yang turun sampai 58 % dari bank yang asli, ini
dikenal sebagai hubungan delta-terbuka, atau hubungan V. Hubungan  jarang

digunakan karena kesukaran dengan gejala arus peneralan.
I aI / 3 I aI / 3
V/a
V/ 3 V / 3.a V
I / 3.V
3 /
V a
aI



I aI I aI
V/ 3 V / 3.a
V V/a V V/a

I / 3 aI / 3



Gambar 2.19. Hubungan transformator fasa tiga, kumpuran-kumpuran transformator
dinyatakan oleh garis-garis tebal[1].

Transformator fasa tiga digunakan karena pertimbangkan ekonomis.


Keuntungannya adalah lebih murah, lebih ringan, memerlukan sedikit lantai, dan
pemakaian inti besi pada transformator tiga fasa akan jauh lebih sedikit dibandingkan
dengan pemakaian tiga buah transformator fasa tunggal. Ditambah lagi dengan sistem
pendingin yang maju, transformator tiga fasa menjadi lebih ekonomis.

2.4.8.1. Transformator fasa tiga hubungan delta


Tegangan transformator fasa tiga dengan kumpuran yang dihubungkan secara delta
seperti gambar 2.20a, yaitu VAB, VBC, dan VCA masing-masing berbeda fasa 1200.
VAB + VBC + VCA = 0 (2.68)
Untuk beban yang seimbang:
I A  I AB  I CA
(2.69)
I B  I BC  I AB
(2.70)
I C  ICA  I BC
(2.71)
ICA
IB IC
IA
I CA
I AB I BC
IC
IB I AB
I BC
IA

Gambar 2.20a Transformator hubungan delta Gambar 2.20b Vektor diagram

Dari vektor diagram yang dapat dilihat pada gambar 2.20b diketahui bahwa arus IA

(arus jala-jala) adalah 3 x IAB (arus fasa). Tegangan jala-jala dalam hubungan delta
sama dengan tegangan fasanya.
VA hubungan delta = VP I P
(2.72)
 LL 
= 3 VL   (2.73)
 3

= 3 VL LL (2.74)
2.4.8.2. Transformator fasa tiga hubungan bintang ( Y )
Arus transformator fasa tiga dengan kumpuran yang dihubungkan secara bintang yaitu:
IA, IB, dan IC, masing-masing berbeda fasa 1200.
B

Untuk beban yang seimbang:


I N  I A  I B  IC
(2.75)
V V
AB
VBN  VAN VBN (2.76)
A

VCA  VCN
VAN (2.77)
VBC

A VAN VBN
IA
B IB VAB
IN
N

IC VCN
VCA
C

Gambar 2.21a Transformator hubungan bintang. Gambar 2.21b Vektor diagram

Dari gambar 2.21a dan 2.21b terlihat bahwa untuk transformator hubungan
bintang berlaku hubungan:

VAB  3V atau V P  3V (2.78)


AN L
bila,
IP  I (2.79)
L
Maka:
VA hubungan bintang = 3V P I P
(2.80)
 VL 
= 3 I L 3V L I (2.81)
  L
3

2.4.9. Ototransformator
Prinsip ototransformator dalam hal ini dikembangkan dengan rujukan khusus pada
transformator berkumpuran dua. Biasanya dapat juga digunakan pada transformator
yang lain daripada yang memunyai dua kumpuran terpisah. Aspek yang berhubungan
dengan ototransformator dan transformator rangkaian ganda akan ditinjau dalam hal
ini.
Ditinjau dari terminalnya, pada dasarnya efek transformasi yang sama pada
tegangan, arus dan impedansi dapat diperoleh dengan hubungan pada gambar 2.22,
seperti pada transformator normal dengan dua kumpuran terpisah seperti yang
diperlihatkan pada gambar 2.22b. Dalam gambar 2.22a kumpuran bc adalah milik
bersama bagian rangkaian primer dan sekunder. Transformator jenis ini disebut
ototransformator (autotransformer). Sebenarnya tidak lain dari trasformator normal
dihubungkan dengan cara khusus.
a

NH

 b

c
 NX
NH NX

Gambar 2.22a Ototransformator Gambar 2.22b Transformator dua kumparan.

Satu-satunya perbedaan struktural adalah bahwa kumpuran ab harus diberi


ekstra isolasi. Penampilan suatu ototransformator ini dipengarahui terutama oleh
pertimbangan-pertimbangan dasar yang telah dibicarakan untuk transfomator yang
mempunyai dua kumpuran terpisah. Ototransformator mempunyai reaktansi bocor
yang lebih rendah, rugi yang lebih rendah, dan arus peneralan yang lebih kecil dan
biayanya lebih rendah dari transformator berkumpuran dua bila perbandingan
tegangan tidak terlalu banyak berbeda. Kekuranganya adalah langsungnya hubungan
listrik antara sisi bertegangan tinggi dan rendah.
Selanjutnya untuk permasalahan pengaturan tegangan pada trafo gardu induk
transmisi yang menggunakan sadapan berbeban, akan dibahas pada bab tiga.
BAB III
PENGGUNAAN SADAPAN SEBAGAI
PENGATURAN TEGANGAN PADA
TRANSFORMATOR GI TRANSMISI (IBT
500/150KV)

3.1. UMUM
Tujuan utama dari kendali tegangan sistem ialah penggunaan setiap daya dan
tegangan menjadi ekonomis, yaitu tegangan yang digunakan sesuai dengan tegangan
yang didesain dari peralatan yang dipakai, sampai pada suatu batas nilai tertentu.
Kebanyakan hampir semua peralatan yang dipakai, dibuat untuk suatu nilai tegangan
tertentu, yaitu tegangan nominal dan nilai tegangan ini tercantum pada papan
pengenal. Secara ekonomis, tidaklah mungkin tegangan yang disalurkan untuk setiap
sistem jaringan listrik dibuat konstan sesuai dengan tegangan yang tertera pada papan
pengenal peralatan yang dipakai. Untunglah semua peralatan listrik mempunyai
toleransi tegangan yang juga sudah dicantumkan pada papan pengenal.
Seperti diketahui, tegangan suplai untuk setiap sistem jaringan tidaklah
mungkin sama, hal ini disebabkan karena adanya impedansi jaringan dari jaringan
yang memasok. Jadi jatuh tegangan selalu ada pada setiap bagian dari sistem tenaga,
mulai dari sumber sampai ke para pelanggan. Agar sistem jaringan pada titik
penerimaan tidak mengalami terlalu banyak penurunan tegangan, maka tegangan
pengirim atau penerima dinaikkan. Mengendalikan suatu tegangan dari satu sistem
ke sistem yang lain pada sistem tenaga listrik agar stabil tentunya dalam batasan
toleransi yang disepakati.
Pengaturan tegangan sistem, tidak lebih dari membuat tegangan yang
diterima oleh sistem jaringan listrik masih dalam batas-batas yang diizinkan, yaitu
dengan menggunakan peralatan pengatur tegangan dan menempatkan pada tempat
yang strategis dari sistem tersebut.
Sebagai perbandingan batas toleransi tegangan pelayanan (apabila pelanggan
tidak memiliki fasilitas pengatur tegangan) untuk beberapa negara adalah sebagai
berikut:
a. Inggris ±6%
b. Amerika ±5%
c. Perancis ± 10 %
d. Rusia ± 5 dan 6%
e. Indonesia + 10 % s/d -5 %

3.2. PENGATURAN TEGANGAN


Untuk menjaga agar tegangan pada sirkit transmisi masih dalam batas-batas yang
diperbolehkan maka untuk hal ini tegangan perlu dikendalikan, misalnya menaikkan
tegangan sirkit bila rendah dan menurunkannya bila tinggi, pada relai pengatur
tegangan (voltage regulator). Salah satu cara guna memperbaiki tegangan adalah
penggunaan sadapan (tap changer) yang dipasang pada transformator gardu induk
(GI) transmisi. Seperti yang terlihat pada gambar 3.1.

500 150
KV KV Sirkit
3 3

transmisi

Gambar 3.1. Transformator GI Transmisi yang dilengkapi sadapan (tap changer).

Pengaturan tegangan pada sirkit transmisi dalam mensuplay tegangan yang


diinginkan, dilakukan oleh transformator di GI atau Interbus Trafo (disingkat, IBT),
yang dilengkapi dengan peralatan sadapan dengan beban (on load tap changer =
OLTC), yang proses kerjanya dikendalikan secara otomatis/manual.
Penggunaan sadapan dengan beban (OLTC) memberikan pengaturan
tegangan pada area suplai sisi sekunder yaitu gardu induk (500/150 kV), yang dekat
dengan beban. Beban-beban itu terdiri atas para pelanggan-pelanggan seperti:
industri, perkantoran dan perumahan, dan lain sebagainya, yang di ilustrasikan
dengan single line diagram pada gambar 3.2.

Gambar 3.2. Jaringan transmisi dalam mensuplai tegangan ke GI.

3.3. VARIASI TEGANGAN


Sebagaimana yang telah diketahui bersama, dalam mensuplai tenaga listrik dari
sistem jaringan ekstra tinggi (500/150 kV) ke sistem jaringan yang lebih rendah
tegangannya tidak dapat konstan, hal ini karena adanya impedansi dari jaringan yang
mencatu tersebut. Secara umum yang diketahui adalah jatuh tegangan pada suatu
sistem tenaga listrik, khusus sistem transmisi tegangan ekstra tinggi (500/150 kV)
yang mensuplai tegangan tinggi (TT) dan tegangan menengah (TM), banyak
disebabkan oleh kenaikan beban yang dipakai oleh pelanggan pada jam-jam tertentu,
maka jatuh tegangan pun berubah-ubah sebagai akibat beban yang berubah-ubah.
Dan juga pembangkitan yang beruba-ubah, bila suatu pusat pembangkit beroperasi
maka gardu induk yang dekat pusat pembangkit akan naik. Hal tersebut yang
menimbulkan fluktuasi tegangan pada pengaturan tegangan gardu induk.
Dengan kata lain adanya variasi tegangan pada setiap sistem jaringan.
Variasi tegangan ini, tentu saja mempunyai batas-batas toleransi. Di Indonesia,
toleransi tegangan pelayanan yang diizinkan didasarkan pada standar PT PLN
(persero), yaitu SPLN 1:1978, yang diperbaharui dengan SPLN 1 : 1995 yaitu:
“Dimana besar variasi tegangan pelayanan sebagai akibat jatuh tegangan karena
adanya perubahan beban maximum +10 % dan minimum - 5 % dari tegangan
nominal”.
Variasi tegangan di dalam sistem tenaga listrik dapat diatasi dengan pengatur
tegangan pada transformator gardu induk dengan melakukan penyadapan berbeban.
Oleh karena itu untuk menjaga agar batas toleransi tegangan suplai masih batas-batas
yang disepakati, maka disesuaikan dengan tegangan pengenal transformator dan
begitu juga jangkauan pengubah sadapan berbeban diatur oleh PT PLN (persero),
yang tertara pada standar SPLN.
Dalam GITET (Gardu Induk Tegangan Ekstra Tinggi), untuk mengatasi
variasi tegangan yang terjadi pada area suplai di sisi skunder, maka di trafo IBT
500/150 kV dipasang sebuah alat sadapan berbeban (OLTC) di sisi belitan
primernya.

3.3.1. Standar Tegangan dan Variasinya


Standar ini berlaku bagi sistem transmisi, distribusi dan pemanfaatan arus bolak-
balik serta perlengkapan yang digunakan dalam sistem tersebut dengan frekuensi
standar 50 Hz yang bertegangan nominal di atas 100 Volt. Tujuannya adalah untuk
memberikan pegangan yang terarah dan seragam bagi perencanaan, pembangunan
dan pengusahaan sistem dan instalasi listrik berikut perlengkapan yang digunakan
dalam sistem tersebut.
Standar ini merujuk pada publikasi IEC (Internasional Electrotechnical
Commision) No. 38 tahun 1983, dengan batasan ruang lingkup sesuai dengan
ketentuan yang lebih spesifik berdasarkan pada pengalaman dan kebutuhan PT PLN
(persero). Sebagai tidak lanjut dari IEC tersebut , mengenai tegangan standar, maka
pada tahun 1995, PT PLN (persero) menetapkan tegangan standar, yaitu SPLN 1:
1995 untuk menggantikan standar SPLN 1: 1978. Dimana tegangan standar yang
ditetapkan SPLN 1: 1995 dapat dilihat pada tabel 3.1 dan tabel 3.2
Tabel 3.1 Sistem arus bolak-balik bertegangan nominal antara 35 kV sampai dengan
230 kV dan perlengkapan yang terpasang.

Tegangan tertinggi Tegangan sistem

untuk perlengkapan nominal

(kV) (kV)

72,5 66

170 150

245 220

Tegangan nominal 220 kV adalah tegangan tertnggi pada sistem transmisi


tegangan tinggi. Tegangan nominal di atas 220 kV adalah tegangan pada sistem
transmisi tegangan ekstra tinggi. Di lingkungan PT PLN (persero) tegangan tertinggi
untuk perlengkapan 525 kV tersebut dikenal dengan tegangan nominal 500 kV

Tabel 3.2 Sistem arus bolak-balik bertegangan nominal di atas 245 kV (Tegangan
Ekstra Tinggi).

Tegangan tertinggi Tegangan sistem


untuk perlengkapan nominal
(kV) (kV)

300 275
525 500

3.3.2. Tegangan Pengenal dan Penyadapan


Tegangan pengenal dan penyadapan ditetapkan dengan merujuk pada SPLN 31:
1980 “Tegangan pengenal transformator dan jangkauan dan langkah sadapan
berbeban pada sistem 20 kV, 150 kV dan 500 kV seperti yang dapat dilihat pada
tabel 3.3 dan tabel 3.4”.
Tabel 3.3
Tegangan Pengenal Transformator
Tegangan pengenal transformator Sisi primer Sisi sekunder
(kV) (kV) (kV)
66/20 66 20
150/20 150 20
150/66 150 66
500/150 500 150
275/150 275 150
500/275 500 275

Tabel 3.4
Jangkauan dan Langkah Sadapan
Tegangan Jangkauan Sadapan Jangkauan tegangan kerja Langkah
pengenal sadapan di sisi sadapan
(kV) (kV) (kV)
150/20 + 10,5% - 15% 150 165,75 ~ 150 ~ 127,5/20 1,5%
66/20 66 72,93 ~ 66 ~ 56,1/20
150/66 + 10,5% - 15% 150 165 ~ 150 ~ 127,5/66 1,5%
500 550 ~ 500 ~ 475/150 1,25%
500/150 + 10% - 5%
275 288,75 ~ 275 ~
275/150 + 5% - 12,5%
240,62/150
500/275 + 5% - 5% 500 525 ~ 500 ~ 475/275 1,25%

3.4. OPERASI SADAPAN (TAP CHANGER) PADA TRANSFORMATOR


3.4.1. Prinsip Dasar
Variasi tegangan pada sistem tenaga listrik merupakan fenomena yang wajar, hal ini
di karenakan cepatnya pertumbuhan industri dan jaringan distribusi. Dalam hal ini,
sudah merupakan hal yang paling esensi untuk melakukan pengawasan terhadap
tegangan sistem sesuai dengan batasan-batasan yang telah disepakati untuk menjaga
peralatan listrik yang digunakan konsumen agar tidak mudah rusak. Tegangan pada
sistem dapat diubah-ubah dengan cara mengubah perbandingan (ratio) belitan
transformator. Peralatan tap changer digunakan untuk menambah atau mengurangi
jumlah belitan baik di sisi primer maupun di sisi sekunder dari transformator. Pada
dasarnya peralatan sadapan transformator dibagi dalam dua kategori yaitu :
a. Sadapan tanpa beban (Off-circuit Tap Changer).
b. Sadapan dengan beban (On-Load Tap Changer).

3.4.2. Sadapan Tanpa Beban (Off-circuit Tap Changer)


Salah satu perlengkapan untuk pengusahakan agar tegangan suplai dalam batas-batas
yang diperbolehkan, maka transformator dilengkapi dengan sadapan tanpa beban
(off-circuit tap changer) seperti yang terlihat pada gambar 3.3. Trafo yang dilengkapi
sadapan tanpa beban adalah trafo step-up generator yang ada di pusat pembangkit
dan trafo distribusi pada sisi tegangan rendah. Pengaturan sadapan tanpa beban pada
trafo distribusi ini harus dikaitkan dengan tegangan sadapan berbeban pada trafo
utama di gardu induk yang bersangkutan.
Mengubah perbandingan belitan trafo pada saat trafo dalam keadaan tak
berbeban merupakan metode yang termurah. Sesuai dengan nama kerjanya, sifat
dasar sadapan tanpa beban untuk pemutus daya sebelum mengubah sadapan (tap).
Pada dasarnya pembuatan rangkaian belitan transformator menggunakan sadapan
tanpa beban seperti: rangkaian hubungan linier, single-bridging, double-bridging,
seri-paralel dan star-delta, tergantung persyaratan yang disepakati. Pada prinsipnya
sadapan tanpa beban transformataor terdiri atas tiga bagian utama yaitu:
a. Lengan pengendali yang diletakkan diluar transformator.
b. Kontak tetap dengan terminal penghubung.
c. Kontak bergerak yang diletakkan pada poros berisolasi.
Untuk menghindari operasi yang tidak diinginkan dari sebuah sadapan tanpa
beban, maka dilengkapi sebuah kunci mekanik. Juga untuk mencegah operasi yang
tak disengaja dilengkapi sebuah alat kunci elektromagnetik atau mikro switch untuk
membuka circuit breaker untuk pemutus daya trafo, sambil mengoperasikan tangan
pengendali sadapan sebelum menggerakan kontak switch sadapan.
Gambar 3.3.
Sadapan transformator tanpa beban

3.4.3. Sadapan Dengan Beban (On Load Tap Changer = OLTC) Pada
Transformator GI Transmisi
Untuk dapat mengendalikan tegangan suplai jaringan transmisi di sisi skunder, dan
menjaga tegangan sistem yang sampai pada GI memenuhi syarat, sekarang lebih
umum dan praktis, melengkapinya dengan suatu alat, seperti pengatur tegangan
berbeban pada sebagian besar GI transmisi (GITET)-nya. Alat itu adalah sadapan
dengan beban (OLTC) yang digunakan untuk mengendalikan/ mengatur tegangan
dari satu sistem ke sistem lain (contohnya, 500 kV ke 150 kV) pada transformator
500/150 kV. Transformator yang dilengkapi dengan peralatan pengubah sadapan
berbeban (OLTC), yaitu tegangan dapat diubah tanpa memutus sirkit. Sadapan (tap)
ini dapat mengubah ratio belitan-belitan dari trafo, tap dapat dibuat pada belitan di
sisi tegangan tinggi maupun pada sisi tegangan rendah. Pemilihan di antara kedua
sisi ini, di dasarkan pada tegangan perlilitan sedapat mungkin konstan menurut
standar Jerman, sadapan (tapping) dipasang pada belitan tegangan tinggi dari trafo
yang bersangkutan. Untuk trafo dengan tegangan sampai dengan 500 kV, daerah
pengaturan ± 1,25% dengan 14 posisi, sedangkan di atas 500 kV daerah pengaturan
±22%, dengan 27 posisi. Sadapan dengan beban pada transformator secara umum
dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu:
a. Tipe reaktor
b. Tipe resistor

3.4.3.1. Sadapan dengan beban tipe reaktor


Sadapan dengan beban (OLTC) tipe reaktor, yang terdiri atas dua kontak di mana
dua kontak itu terpasang kumparan (reaktansi) yang terhubung seri. Reaktor
berfungsi mencegah hubungan singkat dari tap sewaktu terjadi peralihan hubungan
dan diperolehlah tegangan antara kedua kontak. Sebagai ilustrasi, seperti yang
diperlihatkan pada gambar 3.4.a dan b, dengan 9 titik sadapan yang terhubung
dengan belitan transformator.

Gambar 3.4a. Skema sederhana sadapan dengan beban tipe reaktor 9 titik sadapan
dengan transfer switch
Gambar 3.4b. Proses urutan switching (peralihan) dari tap, tipe reaktor.

Pada gambar 3.4b, diberikan ilustrasi urutan switching di dalam pergerakkan


dari satu tap ke tap berikutnya yang bekerja pada sadapan dengan beban tipe reaktor:
(A) Tap pada posisi 1, dimana kontak 3 dan 4 berada diposisi tap 1, kedua kontak
tersebut membawa arus beban.
(B) Kontak 3 dan 4 bergerak dari posisi tap 1, kontak 4 berada diantara tap 1dan 2,
namun terputus/ tidak terhubung.
(C) Kontak 3 dan 4 terus bergerak, dimana kontak 3 pada posisi tap 1 dan kontak 4
pada posisi tap 2.
(D) Kontak 3 terputus dengan tap 1 diantara tap 1dan 2, kontak 4 terhubung dengan
tap 2.
(E) Kontak 3 dan 4 terus bergerak ke posisi tap 2, yang membawa arus beban. dan
selanjutnya seperti itu. Kontak dibuat sedimikian rupa di sesuaikan dengan tap
agar arus beban tidak terputus dan tegangan sistem tidak terganggu.

3.4.3.2. Sadapan dengan beban tipe resistor


Sadapan berbeban dengan menggunakan resistor transisi memiliki keuntungan yang
lebih dibandingkan dengan menggunakan reaktor transisi, karena tipe ini memiliki
waktu yang lebih cepat serta umur yang lebih panjang dalam mengatasi busur api
yang terjadi akibat perpindahan dari satu titik sadapan ke titik sadapan yang lain.
Pada umumnya sadapan dengan beban tipe-resistor (resistance-type OLTC)
ditempatkan di dalam tanki transformator (in-tank OLTCs), tetapi di dalam ruang
yang terpisah.
Sadapan dengan beban (OLTC) dengan desain tersebut yang digunakan pada
kondisi normal untuk daya besar dan tegangan tinggi, dimana tipe ini terdapat alat
arcing switch atau diverter switch dan sebuah tap selector. Untuk daya yang lebih
rendah, desain OLTC dimana menggunakan fungsi arcing switch dan tap selector
digabungkan dalam sebuah perintah arcing tap switch. Oleh karena itu ada beberapa
tipe resistor yang digunakan pada OLTC.
Sadapan dengan beban tipe resistor dapat dibagi dalam dua tipe yaitu :
a. Single - Compartment
b. Double – Compartment

3.4.3.2.1. Single - compartment


Tipe Single – Compartment mempekerjakan suatu bentuk switch selector yang
berputar dengan single-transition resistor atau double-transition resistor. pada
gambar 3.5. diperlihatkan urutan switching di dalam gerakan dari satu tap ke tap
berikutnya yang dikerjakan oleh single-transition resistor. Konstruksi tap changer
dengan satu transisi resistor adalah cocok untuk aliran daya di dalam satu arah saja
dan tidak cocok untuk aliran daya dengan arah berlawanan. Sadapan tipe single-
compartment cocok digunakan untuk trafo dengan arus diatas 600 A dan tegangan
di atas 66 kV (dengan batas 135 kV).
(a) Posisi Tap N.2. kontak utama membawa arus
beban. kontak transisi membuka dan tidak
bekerja/diam diantara kontak tetap 2 dan 3.
(b) Kontak transisi membuat kontak tetap pada tap 3,
resistor transisi menjembatani/menutup 2 dan 3
dan membawa arus sirkulasi.
(c) Kontak utama memutus dan resistor transisi
membawa arus beban.
(d) Kontak utama menswitch pada kontak 3 dan
membawa arus beban.
(e) Kontak transisi membuka, operasi sadapan (tap
changer) melengkapi.

Gambar 3.5. Proses perpindahan sadapan berbeban tipe resistor Single Compartment
3.4.3.2.2. Double - compartment
Untuk transformator dengan kapasitas yang besar, antara tap-selector dengan arcing
switch-nya ditempatkan secara terpisah. Sedangkan untuk kapasitas kecil, fungsi tap
selector dan arcing switch digabungkan dalam satu perintah pemutus sadapan busur
api (arcing tap switch). Pada gambar 3.6, diperlihatkan desain dasar dari sadapan
berbeban (OLTC) tipe resistor double compartment. Desain ini disebut dengan dua
ruang (double-campartment) dimana tap-selector dan diverter switch dipisah di
dalam ruang yang berbeda, tetapi operasi kedua alat tersebut secara langsung
dikendalikan oleh unit motor yang sama.

Gambar 3.6. Diagram sadapan berbeban tipe resitor Double-Compartment

Pada gambar 3.7 terlihat bahwa posisi sadapan berada di tap 4, dimana
sedang dalam proses perpindahan dari tap 4 ke tap 5. M1 pertama-tama terbuka lebih
dulu sehingga arus beban akan melewati A1 dengan resistor R1 terhubung seri.
Kemudian A2 menutup sehingga kedua resistor R1 dan R2 terhubung seri antara tap 4
dan 5. Selanjutnya A1 membuka sehingga arus beban beralih ke tap 5 dengan melalui
resistor R2. Terakhir, M2 menutup dan mengambil alih arus beban dari A2. Lamanya
waktu perpindahan sadapan dari tap yang satu kepada tap berikutnya berkisar antar
40 hingga 80 ms.
Gambar 3.7.
Urutan peralihan (switching) dari tap selector dan arcing switch, tipe resistor double-
compartment

Percobaan sadapan berbeban dari transformator ini, biasanya digerakkan


secara mekanis oleh motor dan dapat juga dilengkapi peralatan yang dapat dikerjakan
secara manual, ini diperlukan untuk menjaga bila alat mekanis motornya mengalami
gangguan. Untuk mengantisipasi tegangan masukkan transformator berubah-ubah
yang disebabkan oleh perubahan beban sehingga jatuh tegangan juga berubah-ubah,
maka secara umum, transformator dilengkapi sadapan agar tegangan skundernya
konstan. Agar peralatan kendali tegangan dapat bekerja, diperlukan trafo pengukuran
tegangan untuk mendeteksi tegangan yang akan kendalikan. Rangkaian skunder dari
trafo tegangan ini merupakan sumber energi untuk relai-tegangan yang sensitif, yang
dapat mengikuti perubahan tegangan yang akan dikendalikan, dan meneruskannya ke
suatu alat sehingga tap dapat berubah. Biasanya perlu ada tenggang waktu (time
delay) pada elemen-elemennya baik yang terpisah dari relai maupun yang ada pada
relai, untuk mencegah hal-hal yang tidak di kehendaki sewaktu pengoperasian
perubahan sadap.

3.5. JATUH TEGANGAN


3.5.1. Jatuh Tegangan Saluran Jarak Pendek
Untuk saluran udara yang kapasitansinya dapat diabaikan, disebut dengan “saluran
pendek”. Secara umum hal ini diterapkan pada sistem yang tegangannya sampai atau
melebihi 66 kV dan panjangnya mencapai 50 miles (80,5 km). Oleh karena itu
rangkaian ekivalen terdiri atas tahanan dan reaktansi yang tersambung seri seperti
dapat dilihat pada gambar 3.8 Sesuai dengan definisi, maka jatuh tegangan
adalah[3]:
V  Vk  Vt (3.1)

dimana:
Vk = nilai mutlak tegangan ujung kirim
Vt = nilai mutlak tegangan ujung terima.
Jadi
V pada persamaan 3.1 merupakan perbedaan secara ilmu hitung antara
tegangan pengirim dan tegangan penerima. Sebagai dasar dalam menghitung V ,
dimisalkan suatu sirkuit fasa tunggal dua kawat, dimana tahanan dan reaktansinya
masing-masing dinyatakan dengan R dan XL dan pada ujung saluran terdapat suatu
beban seperti gambar 3.8.(a)
V

IR cos  t
t
IXL sin t

V

Gambar. 3.8. Representasi saluran jarak pendek


(a). Rangkaian ekivalen (b). Diagram phasor

3.5.2. Tegangan Ujung Pengirim


Diagram phasor pada gambar 3.8.(b) untuk faktor daya yang tertinggal, digambarkan
kembali dengan arus I dibuat mendatar, seperti terlihat pada gambar 3.9.

 k
t

Gambar. 3.9. Representasi lain dari diagram phasor gambar 3.8.(b)


Tegangan ujung penerima Vt dibuat konstan dan merupakan phasor acuan, di
mana OA = Vt untuk arus beban I yang tertinggal terhadap Vt sebesar sudut
 .
t
Jatuh tegangan pada tahanan-saluran = I x R dan dinyatakan pada gambar 3.9.
sebagai AB yang sefasa dengan arus I, dan karenanya sejajar dengan OD. Jatuh
tegangan pada rektansi-saluran = I x XL, jatuh tegangan reaktif ini dinyatakan oleh
BC pada gambar 3.9. Jatuh tegangan induktif ini mendahului 90º terhadap arus, oleh

sebab itu BC tegak lurus terhadap OD. Jatuh tegangan IZ adalah penjumlahan
phasor jatuh-tegangan tahanan dan jatuh-tegangan induktif yang pada gambar 3.9.
dinyatakan oleh AC.
Tegangan ujung pengirim Vk diatur sedemikian rupa agar tegangan-ujung
penerima Vt dijaga konstan. Tegangan ujung pengirim Vk dinyatakan oleh OC. Arus
I = OD tertinggal sebesar sudut k terhadap Vk . Oleh sebab itu k merupakan

faktor daya beban yang diukur pada tegangan ujung pengirim. Pada gambar 3.9, 
adalah beda fasa antara kedua ujung saluran.
Besaran dari Vk dapat dicari dari segitiga OGC, dimana:
OC2 = OG2 + GC2
= (OF + FG)2 + (GB + BC)2
Karena OC = Vk maka,
Vk2 = ( Vt cos φt + IR )2 + ( Vt sin φt + IXL )2
Jadi tegangan pengirim adalah:
Vk = { ( Vt cos φt + IR )2 + ( Vt sin φt + IXL )2 } ½ (3.2)
Untuk saluran jarak pendek tegangan pada ujung kirim juga dapat dihitung
dengan perhitungan yang lain dengan memperhatikan gambar di bawah ini:

Keterangan gambar: Vk= tegangan pada ujung kirim, Vt= tegangan pada ujung
terima, Ik= arus pada ujung kirim, It= arus pada ujung terima, Z= impedansi
saluran= R + jx

Gambar 3.10 Diagram pengganti saluran jarak pendek


Jika suatu saluran transmisi memiliki panjang saluran di bawah 80 km,
mempunyai tegangan kirim sebesar Vk Volt, memiliki tahanan sebesar R ohm/km,
juga mempunyai reaktansi sebesar X ohm/km, saluran transmisi tersebut menyuplai
beban sebesar P MW dan memiliki faktor daya ρf, dengan tegangan pada ujung
beban sebesar Vt Volt, Maka hubungan tegangan dan arus dapat ditulis sebagai
berikut[6]:
Vk = Vt + Z.Ik , (3.3)
sehingga:
Vt = Vk – Z.It , (3.4)

dimana:
Vk = Tegangan pada ujung kirim
Vt = Tegangan pada ujung terima
Ik = Arus pada ujung kirim
It = Arus pada ujung terima
Z = Impedansi saluran = R + jX

Jika Ik = It , maka:
PR
I =
3.VR .cos , (3.5)

dimana:
I = Arus pada sistem
PR = Daya yang disuplai
VR = Tegangan pada
sistem Cos = Faktor daya

3.5.3. Perhitungan Jatuh Tegangan


Secara eksak jatuh tegangan V dapat dihitung dengan persamaan 3.1 dengan
terlebih dulu mencari tegangan ujung terima berdasarkan pada persamaan 3.4.
Selain dapat dihitung dengan persamaan 3.1 jatuh tegangan juga dapat dihitung
secara pendekatan yaitu dengan memperhatikan gambar diagram phasor 3.8. (b) di
mana titik O sebagai pusat dari lingkaran dengan jari-jari Od = Vk , lingkaran dibuat
sehingga memotong perpanjangan Vt pada titik e. Jadi, Vk = Oe = Oa+ac+ ce
Oleh karena ce << Vk , maka ce dapat diabaikan, sehingga:
Vk  Oa + ac ,
selanjutnya, Oa = Vt dan ac = ab + bc dimana:
ab = IR cos φt
bc = IXL sin φt
ac = dV = IR cos φt + IXL sin φt ,
yang selanjutnya Vk dapat ditulis dalam bentuk:
Vk  Vt + dV
Vk  Vt + IR cos φt + IXL sin φt
Vk - Vt  IR cos φt + IXL sin φt
Sesuai dengan jatuh tegangan dimana : V
 Vk  Vt , maka didapat:

ΔV  IR cos φt + IXL sin φt (3.6)


Untuk mempermudah penulis melakukan analisa maka penulis akan
menggunakan rumus jatuh tegangan 3.1 dengan mencari terlebih dahulu tegangan
kirim pada rumus 3.3

3.5.4. Pengaturan Tegangan Dalam Prosen


Pengaturan dalam prosen, menurut definisi adalah[3]:

 V 
 Vt  Vk x100 (3.7)
 
 Vt  Vk
Vt biasanya diambil dari tegangan sistem yang bersangkutan, maka dalam hal
ini Vf yang merupakan tegangan fasa sistem. Jadi persamaan (3.7) biasa ditulis
dalam bentuk:

 V 
%
Vt  Vk x100% (3.8)
 
 Vf  Vf
Menurut persamaan (3.6)  V
 Vk  Vt  IR cos φt + IXL sin φt

sehingga persamaan (3.8) dapat ditulis sebagai:

 V 
 IRcost  IXL sint
 % V % x100% (3.9)
  Vf
Vf 
Di mana Vf adalah tegangan fasa nominal atau tegangan mengenal dari sistem
yang bersangkutan.

3.5.5. Menentukan Langkah Sadapan


Perhitungan perbaikan jatuh tegangan pada jaringan transmisi dilakukan dengan
mengontrol tegangan keluaran dari transformator daya. Pengaturan tegangan
keluaran transformator daya dilakukan dengan menganalisa penggunaan on load tap
changer untuk mendapatkan jumlah tap yang dibutuhkan baik menaikkan maupun
menurunkan tegangan. Pada langkah pertama, perhitungan dilakukan dengan
menghitung besarnya pengaturan tegangan dalam prosen dengan menggunakan
rumus 3.8
Sehingga untuk mendapatkan angka maksimum dari tap langkah (tap)
pengurangan dan penaikan yang diperlukan, terlebih dahulu harus diketahui besarnya
penurunan atau kenaikan tegangan pertapnya yaitu sebesar 1,25% dari tegangan yang
diinginkan yaitu 500 kV
Langkah selanjutnya, memperhitungkan banyaknya langkah yang dibutuhkan
untuk menaikkan maupun menurunkan tegangan yaitu dengan rumus[8]:

PengaturanTegangan(%)
N  Penurunan / kenaikanTeganganPerTap(%) (3.10)
BAB IV
ANALISA PENGGUNAAN SADAPAN BERBEBAN
SEBAGAI PENGATURAN TEGANGAN PADA
TRANSFORMATOR IBT 500 / 150 KV DI GITET
KEMBANGAN

4.1. UMUM
Pada umumnya lokasi sumber energi primer konvensional tidak selalu dekat dengan
pusat beban, sehingga pusat pembangkit listrik dibangun pada lokasi yang terpisah
jauh dari pusat beban maka penyaluran daya dilakukan melalui instalasi penyaluran
yaitu berupa saluran transmisi dan gardu induk, keduanya saling terkait satu sama
lain yang tidak dapat dipisahkan.
Perkembangan selanjutnya, beberapa sistem tenaga listrik (sebagai contoh:
Jawa barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Bali) diinterkoneksikan membentuk satu
grup operasional. Peranan instalasi penyaluran semakin penting, konfigurasi
jaringan semakin kompleks dan peralatan semakin banyak, baik dari segi jumlah
maupun ragamnya. Untuk itu peran suatu gardu induk sangatlah penting karena di
samping sebagai pembagi saluran dari dan ke gardu induk lain, perannya sebagai
pendistribusian daya listrik ke konsumen-konsumen sekitar gardu induk tersebut baik
konsumen umum maupun konsumen khusus tegangan tinggi.
Khusus subsistem Jakarta, merupakan gabungan Pembangkit Listrik Tenaga
Uap dan Pembangkit Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Muarakarang, PLTU Suralaya,
PLTGU Priok, dan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Gunung Salak
yang dioperasikan paralel dengan Sistem Jawa Bali melalui lima Gardu Induk
Tegangan Ekstra Tinggi (GITET) yang berada di Jakarta dan sekitarnya, yakni
GITET Kembangan, GITET Gandul, GITET Cibinong, GITET Bekasi, dan GITET
Cawang.
Sistem Jawa Bali menggunakan sistem penyaluran 500 kV, 150 kV, dan 20
kV. Sistem penyaluran 500 kV sangat berperan terhadap kapasitas pasokan pada
interbus Transformator (IBT) 500 / 150 kV yang merupakan penghubung/ penyalur
ke subsistem 150 kV. Trafo IBT berjumlah 32 buah terpasang di 18 GITET (Sistem
Jawa Bali) sedangkan gardu induk (GI) yang dipasok dari subsistem Jakarta terdiri
atas 81 GI dengan total beban terpasang 10.089 MVA.

4.2. OPERASIONAL SISTEM GITET KEMBANGAN


GITET Kembangan atau GIS (Gas Insulation Substation) Kembangan mulai
beroperasi pada November 1994, mempunyai 2 buah IBT 500 MVA 500/ 150 kV
serta 3 buah trafo 60 MVA 150/ 20 kV. Instalasi dioperasikan selama 24 jam oleh
operator yang bekerja secara shifting 3 x 2 orang. Segala manuver dilakukan oleh
operator atas komando dispatcher UBOS untuk sistem 500 kV dan dispatcher region
1 untuk sistem 150 kV (yang berada di GITET Gandul). Sedangkan kesiapan
(availability) dari instalasi adalah tanggung jawab UPT Jakarta Barat.
GIS Kembangan dibangun bertujuan untuk mensuplai tenaga listrik yang
disalurkan dari PLTU Suralaya melalui GITET 500 kV Gandul. GIS Kembangan
mempunyai sistem tegangan 500 /150 / 20 kV. Daerah yang disuplai oleh GIS
Kembangan adalah daerah pada sebagian Jakarta Barat dan Tangerang sampai ke
Balaraja.
Sistem 500 kV pada GIS Kembangan terdiri atas:
a. SUTET Gandul – Kembangan 1 (30,14 Kms).
b. SUTET Gandul – Kembangan 2 (30,14 Kms).
c. Diameter 1.
d. Diameter 2.
e. Trafo IBT 1 500 MVA 500 / 150 kV.
f. Trafo IBT 2 500 MVA 500 / 150 kV.
Sedangkan sistem 150 kV terdiri atas:
a. Trafo 1 60 MVA 150 / 20 kV.
b. Trafo 2 60 MVA 150 / 20 kV.
c. Trafo 3 60 MVA 150 / 20 kV.
d. SUTT 150 kV Cikupa.
e. SUTT 150 kV Ciledung.
f. Kabel 150 kV Duri Kosambi 1.
g. Kabel 150 kV Duri Kosambi 2.
h. Kopel 150 kV.
i. Kabel 150 kV Cidodol 1 (future).
j. Kabel 150 kV Cidodol 2 (future).
4.3. DATA
Gambar 4.1. adalah gambaran pengaturan tegangan dari suatu gardu induk transmisi
dimana transformator dilengkapi dengan sadapan berbeban (On Load Tap Changer).

Gambar 4.1. Skema diagram pengaturan tegangan dengan sadapan berbeban.

Data perhitungan yang diperlukan, sebagian penulis ambil dari GITET


Kembangan. Untuk mempermudah dalam perhitungan serta menganalisisnya, maka
data yang diambil berada pada kondisi maksimum dan minimum dari peralatan yang
digunakan. Selain itu ada beberapa data yang penulis asumsikan dengan
menyesuaikan kondisi umum lapangan.

4.3.1. Data GITET


Berikut ini adalah data trafo IBT 500 MVA 500 / 150 kV di GITET Kembangan:
a. Data trafo IBT 500 MVA 500 / 150 kV
 Merk / type : Gec Alsthom / TMH
 I Nom : 1718 A
 Frequency : 50 Hz
 Pendingin : ONAN / ONAF / OFAF
 Suhu naik winding : 58° C
 Suhu naik minyak : 53° C
 Vektor : YNyn d 1
 Tap Changer : - 4 s/d +14 ( 587,5 – 475 kV )
 Kenaikan Teg/tap : 1,25 %
 Impedansi (ZT) : 12,12 – 12,16 – 12,43
 Langkah sadapan terhadap tegangan diberikan pada tabel 4.1

Tabel 4.1 Langkah Sadapan Terhadap Tegangan [8]

Tapping High Voltage Low Voltage


Rating Star Connection Star Connection
(MVA) Tap Voltage / 3 Current No load Voltage/ 3 Current
1 506250 570,2
2 512500 563,3
3 518750 556,5
4 525000 549,9
5 531250 543,4
6 537500 537,1
7 543750 530,9
166,7 8 550000 524,9 168000 1718
9 556250 519,0
10 562500 513,2
11 568750 507,6
12 575000 502,0
13 581250 496,6
14 587500 491,4
0 500000 577,4
-1 493750 584,7
-2 487500 592,2
-3 481250 599,8
-4 475000 607,7

4.3.2. Aliran Beban (Perkiraan kondisi maksimum dan minimum)


Selama di luar beban puncak (beban nol) diperoleh:
a. VTET max : 587500 V
b. VTET max pu : 1.175 pu
c. IP min : 0.85 pu
d. Faktor daya : 0.9 lagging
Selama beban puncak diperoleh:
a. VTET min : 475000 V
b. VTET max pu : 0.95 pu
c. IP max : 1.05 pu
d. Faktor daya : 0.85 lagging
4.3.3. Kriteria Tegangan
Tegangan transmisi pada sisi sekunder (VS) diperoleh:
a. VS max : 165750 V
b. VS max. pu : 1.105 pu
c. VS min : 127500 V
d. VS min. pu : 0.80 pu

4.3.4. Data SUTET


Data pada SUTET diperoleh:
a. Imaks : 3000 A
b. Faktor daya : 0.90 lagging
c. Panjang saluran : ± 30 km
d. Impedansi penghantar : (0,1344+j0,3158)  / km
e. Beban : 350 MW

4.2.5. Data Relai Pengatur Tegangan


Data rele pengatur tegangan diperoleh:
a. Merk : GEC ALSTHOM
b. Type : MCGG82
c. Tegangan suplai : 500/150 kV dan 150/20 kV
d. Frekuensi : 50 Hz
e. In (nominal current) : 1A / 5A
f. Deadband Setting V % :  12  3 V

4.4. PERHITUNGAN LANGKAH SADAPAN DENGAN BEBAN (OLTC)


PADA TRANSFORMATOR GITET.
Perhitungan langkah sadapan akan dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Tegangan pada ujung terima:

Vt ( L
L) 500000
= t (L-N) = = 288,67 kV
3 3

350000kW  25,84 350000kW


I =
3.500kV .0,9 779,42kV
=
= 449,05   25,84 Ampere
Z = (0,1344+j0,3158).30
= 4,032+j9,474 = 10,296 66,94 Ohm
Vt = 288,67 kV – 449,05   25,84 x10,296 66,94
= 288670 – 4623,4 41,1
= 288670 – 3484,02+j3039,30
= 285185,9 89,30 (L-N)
= 493954,9 Volt (L-L)

b. Jatuh tegangan yang terjadi:


500000 – 493954,9 = 6045,1 Volt

Dikarenakan jatuh tegangan di luar batas yang telah ditentukan oleh SPLN
yaitu dengan batas terbesar tegangan minimum sebesar 5 % dari tegangan
nominal 500 kV yaitu 475 kV sehingga tegangan pada ujung terima harus
dilakukan penyadapan. Begitu juga sebaliknya bila tegangan ujung terima
naik hingga 17,5 % dari tegangan nominalnya yaitu 587500 V, maka
tegangan ujung terima harus dilakukan proses penyadapan.

c. Pengaturan tegangan dalam prosen bila tegangan terimanya 493954,9 V adalah:

493954,9  500000
= 500000 x 100 %

 6045,1
= 500000 x 100%

= - 0,012 x 100%
= - 1,2 %

d. Menentukan jumlah langkah sadapan penurunan dan penaikan berdasarkan %


yang diperoleh:
 1,2%
= = - 0,96 = - 1 langkah
1,25%
Maka untuk menaikan tegangan sebesar 493954,9 dibutuhkan 1 langkah proses
penyadapan.
e. Tegangan setelah dilakukan proses penyadapan adalah:
493954,9 + (1 x 6250) = 500204.9 Volt
Setelah dilakukan proses penyadapan tegangan pada ujung terima menjadi
500204.9 V dimana tegangan tersebut masih dalam batasan toleransi yang
tertuang dalam SPLN 1: 1995. Perubahan tegangan ujung kirim dipengaruhi oleh
besarnya beban, bila beban naik (pada beban maksimum), maka tegangan akan
turun dan bila beban turun (pada beban minimum), maka tegangan akan naik.
Perhitungan langkah sadapan pada beban maksimum dan pada beban minimum
adalah sebagai berikut:

f. Jumlah langkah penaikan yang diperlukan untuk tegangan pada beban maksimal
sebesar 475000 V adalah:

475000  500000
= 500000 x100%

 453000
= 500000 x100%

= - 5%

Jumlah langkah sadapan adalah  5%


= - 4 langkah
= 1,25%
Maka untuk menaikan tegangan sebesar 475000 V dibutuhkan 4 langkah proses
penyadapan. Sehingga besar tegangan setelah penyadapan adalah:
475000 + (4 x 6250) = 500000 V

g. Jumlah langkah penurunan yang diperlukan untuk tegangan pada beban


minimum puncak sebesar 587500 V adalah:

587500  500000
= 500000 x100%
87500
= x100%
500000
= 17,5%
17,5%
Jumlah langkah sadapan adalah  14 langkah
1,25%

Maka untuk menurunkan tegangan sebesar 587500 V dibutuhkan 14 langkah


proses penyadapan. Sehingga besar tegangan setelah penyadapan adalah:
587500 – (14 x 6250) = 500000 V
Dari hasil perhitungan yang diperoleh terhadap beban maksimum dan beban
minimum, setelah proses penyadapan dihasilkan tegangan sebesar 500000 V di
mana tegangan tersebut masih dalam batasan-batasan toleransi.
BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Secara umum diketahui, bahwa jatuh tegangan pada suatu sistem tenaga listrik,
khusus sistem transmisi tegangan ekstra tinggi (500/150 kV) yang mensuplai sistem
tegangan tinggi (TT) dan juga sistem tegangan menengah (TM), banyak di sebabkan
oleh kenaikkan beban yang dipakai oleh konsumen seperti: industri, perkantoran, dan
perumahan pada jam-jam tertentu.
Tidak konstannya tegangan terjadi dikarenakan beberapa sebab antara lain:
a. Jatuh tegangan yang berubah-ubah, sebagai akibat beban yang berubah-ubah.
Bila beban naik maka tegangan turun begitu pula sebaliknya bila beban turun
maka tegangan naik
b. Karena pembangkitan yang berubah-ubah. Bila suatu pusat pembangkit
beroperasi maka gardu induk dekat pusat pembangkitan tersebut tegangannya
akan naik.
Dengan penggunaan sadapan berbeban (OLTC) pada Gardu IndukTransmisi
(500/150 kV) sebagai pengaturan tegangan yang mensuplai tegangan pada sisi
sekundernya cukup efektif dalam penanggulangi variasi tegangan yang terjadi.
Penggunaan sadapan berbeban (OLTC) dalam pengaturan tegangan tanpa memutus
sirkitnya dan tidak menimbulkan gangguan pada sistem saat penyadapan.
Ada dua tipe sadapan berbeban yang umum digunakan yaitu :
a. Tipe resistor
b. Tipe reaktor
Keduanya memiliki kelebihan, tetapi tipe resistor memilki kelebihan yang
lebih cepat dalam memadamkan busur api.
Untuk transformator dengan kapasitas yang besar seperti trafo pada GI
transmisi menggunakan OLTC tipe resistor double-compartment karena lebih aman
dalam pemutus busur api pada saat proses penyadapan.
Bekerjanya OLTC dipengaruhi oleh besarnya jatuh tegangan, dimana jatuh
tegangan tersebut minimum sebesar 5 % dari tegangan nominal 500 kV yaitu 475 kV
sehingga tegangan pada ujung terima harus dilakukan penyadapan. Begitu juga
sebaliknya bila tegangan ujung terima naik hingga melebihi 10 % dari tegangan
nominalnya yaitu 550000 V maka tegangan ujung terima harus dilakukan proses
penyadapan.
Besarnya tegangan untuk satu kali proses penyadapan adalah sebesar 1,25%
dari tegangan nominal 500 kV. Sehingga tegangan yang dinaikan/diturunkan dalam
satu kali proses penyadapan adalah sebesar 6250 V.
Dari hasil analisis, pada saat terjadi beban maksimal tegangan pada sisi
primer mengalami penurunan sebesar 475 kV atau sebesar 5% dari tegangan yang
direkomendasikan. Untuk itu harus diadakan proses penyadapan dari hasil
perhitungan untuk menaikan tegangan 475 kV menjadi 500 kV dibutuhkan 4
langkah proses penyadapan.
Pada saat keadaan beban normal atau pada tegangan sisi primernya sebesar
493954,9 V dibutuhkan 1 langkah proses penyadapan. Untuk keadaan beban
minimum tegangan sisi primernya mengalami peningkatan sebesar 587500 V maka
dari hasil perhitungan dibutuhkan 14 langkah penurunan tegangan. Sehingga
besarnya tegangan setelah proses penyadapan sesuai dengan batasan-batasan yang
tertuang pada SPLN 1: 1995

5.2 SARAN
Jatuh tegangan suatu sistem tenaga listrik memang tidak dapat dihindari, namun
dapat di minimalkan dan diantisipasi. Untuk menjaga kontinuitas dan mutu tegangan
listrik yang disalurkan sesuai dengan SPLN dan juga untuk menjaga peralatan dari
kerusakan, maka jatuh tegangan harus benar-benar diawasi dan proses penyadapan
harus segera dilakukan pada saat tegangan di luar batasan-batasan toleransi, sehingga
sistem dapat menyalurkan dan mentransmisikan tegangan yang optimal dan juga
menyediakan suatu jaringan transmisi yang memiliki mutu yang tinggi dan aliran
daya yang seimbang.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Achyanto, D, “ Mesin - Mesin Listrik ”, Penerbit Erlangga,Bandung , 1997.

[2] Arismunandar, A dan Kuwahara, ” Saluran Transmisi jilid II” Penerbit PT.
Pradya Paramita, Jakarta,1981.

[3] Basri, H, ” Sistem Distribusi Daya Listrik ” Penerbit ISTN, Jakarta,1997.

[4] Prajitno, B, ” Operasi dan Pemeliharaan Peralatan Untuk Transformator


Tenaga ”, Tidak diterbitkan , Jakarta, 2003

[5] Djoekardi, D, ” Transformator ” Penerbit ISTN,Jakarta,1983

[6] Hutahuruk,T.S,” Transmisi Daya Listrik ” Penerbit Erlangga,Jakarta,1993.

[7] Marsudi, D,” Operasi Sistem Tenaga Listrik ” Penerbit Graha Ilmu ,
Yogyakarta,2006.

[8] Radinal, ” Sejarah GI/GITET Kembangan ” Tidak diterbitkan,Jakarta , 2007.

[9] Zuhal, “Dasar Teknik Tenaga Listrik dan Elektronika Daya” Penerbit Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta ,2000.

[10] Siregar, H.R dan Syahrizal, “ Analisa Pengaturan Tegangan menggunakan on


Load Tap Changer dalam Meningkatkan Tegangan Terima 20 kV ” , 2007.
Tersedia pada: http://www.google.com/search?/onloadtapchanger

Anda mungkin juga menyukai