Anda di halaman 1dari 16

Resume : Hyperlapsia Prostat

Pengertian:

benign prostatic hyperplasia (BPH) adalah kondisi ketika kelenjar prostat


membesar. Akibatnya, aliran urine menjadi tidak lancar dan buang air kecil
terasa tidak tuntas. Kelenjar prostat hanya dimiliki oleh pria. Oleh karena itu,
penyakit ini hanya dialami oleh pria. Hampir semua pria mengalami
pembesaran prostat, terutama pada usia 60 tahun ke atas.

Tanda Gejala:

 Urine sulit keluar di awal buang air kecil.


 Perlu mengejan saat buang air kecil.
 Aliran urine lemah atau tersendat-sendat.
 Urine menetes di akhir buang air kecil.
 Buang air kecil terasa tidak tuntas.
 Buang air kecil di malam hari menjadi lebih sering.
 Beser atau inkontinensia urine.
Pathflow:

Patofisiologi benign prostatic hyperplasia disebabkan karena beberapa faktor,


yaitu faktor usia dan hormonal. Seiring bertambahnya usia, kelenjar prostat
akan mengalami pembesaran. Pembesaran prostat ini dipengaruhi oleh hormon
androgen, terutama dihidrotestosteron dan testosteron. Kadar testosteron dalam
kelenjar prostat mengalami penurunan seiring dengan bertambahnya usia, hal
ini disebabkan karena adanya isoenzim alfa-5-reduktase mengubah testosteron
menjadi dihidrotestosteron (DHT). Penurunan kadar testosteron ini kemudian
akan mengakibatkan ketidakseimbangan hormon androgen, sehingga terjadi
peningkatan rasio esterogen/androgen dalam serum serta jaringan prostat,
terutama pada stroma. DHT juga akan berikatan dengan reseptor androgen
pada nukleus sel, sehingga dapat menyebabkan hiperplasia

Komplikasi:

 Infeksi saluran kemih


 Penyakit batu kandung kemih
 Tidak bisa buang air kecil
 Kerusakan kandung kemih dan ginjal
Asuhan Keperawatan Hyperlapsia prostat:
Pre operasi

1 Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi

NOC :

 Pain level
 Pain control
 Comfort level

Kriteria hasil:

 Mampu mengontrol Nyeri


 Rasa Nyeri berkurang
 Mampu mengenal Nyeri (Skala,intensitas,frekuensi)

NIC :

 Kaji skala Nyeri


 Observasi reaksi non verbal dari ketidak nyamanan
 Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengkaji pengalaman nyeri
 Ciptakan lingkunganm yang nyaman (Suhu ruangan,Pencahayaan dan kebisingan)
 Ajarkan pasien pengobatan non farmakologi (Managemen Nyeri)
 Kolaborasikan pemberian analgetik (Anti nyeri)
2. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau menghadapi proses

bedah.

NOC :

 -Anxiety self-Control
 Anxiety level
 -Coping

Kriteria hasil

 -Mampu mengidentifikasi Cemas


 -Mampu mengontrol Cemas
 -Vital Sign dalam batas normal
 -Menunjukan berkurangnya kecemasan

NIC :

 -Gunakan pendekatan yang menenangkan


 -Jelaskan prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
 -Pahami perspektifpasien terhadap situasi strees
 -Motivasi keluarga untuk meneman
 -Identifikasi tingkat kecemasan
 -Motivasi pasien untuk mengungkapkan perasaannya
3. Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

factor biologi

NOC :

 Nutrisitional status
 Nutrisitional status : food and Fluid intake
 Nutrisitional status : Nutrien intake
 Weight control ‘

Kriteria hasil:

 -Berat badan (BB) ideal sesuai tinggi badan


 -Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
 -tidak ada tanda-tanda malnutrisi
 -Peningkatan fungsi pengecapan dan menelan
 -Tidak ada penurunan BB yang berarti

NIC :

 -Kaji adanya alergi makanan

 -Kolaborasikan dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang

dibutuhkan pasien

 -Monitor intake dan output pasien

 -informasikan pentingnya nutrisi bagi pasien

Sumber : https://www.alodokter.com/bph-benign-prostatic-hyperplasia

https://www.alomedika.com/penyakit/urologi/benign-prostatic-hyperplasia/
patofisiologi
STRIKTUR URETRA

Pengertian:

Uretra adalah saluran tempat mengalirnya urine dari kandung kemih sehingga
dapat dikeluarkan dari tubuh. Biasanya, uretra cukup lebar sehingga urine dapat
mengalir bebas melaluinya. Ketika uretra menyempit maka aliran kemih
terhambat. 

kondisi penyempitan uretra yang menghambat aliran urine. Kondisi ini umumnya
terjadi pada pria. Namun dalam kondisi yang jarang, striktur uretra juga dapat
terjadi pada bayi yang baru lahir dan pada wanita.

Gejala:

 Keinginan buang air kecil yang lebih sering dan mendadak.


 Ketidakmampuan untuk buang air kecil atau ketidakmampuan mengontrol
proses buang air kecil. Kondisi ini disebut juga retensi urine.
 Rasa nyeri dan panas saat buang air kecil.
 Lemahnya aliran urine atau berkurangnya jumlah urine.
 Keluarnya cairan selain urine dari uretra.
 Munculnya darah pada cairan sperma atau urine.
 Warna urine agak gelap.
 Penis terasa nyeri dan bengkak.
 Rasa nyeri pada rongga panggul atau perut bagian bawah.

Pathflow:
Patofisiologi striktur uretra adalah kerusakan pada sel epitel uretra yang kemudian menyebabkan fibrosis
atau scarring pada uretra, sehingga lumen uretra menyempit. Kerusakan ini dapat diakibatkan oleh
proses idiopatik, iatrogenik, traumatik, ataupun inflamasi. Selanjutnya, striktur uretra dapat
menyebabkan obstruksi urine yang lalu mengakibatkan dilatasi uretra proksimal dan hidronefrosis

Komplikasi:

 Kerusakan ginjal
 Gagal ginjal
Askep Striktur uretra :

Rencana Keperawatan :

a. Gangguan pemenuhan eliminasi urin berhubungan dengan retensi urin, obstruksi


uretra sekunder dari penyempitan lumen uretra.

Tujuan : dalam waktu 5 x 24 jam pola eliminasi optimal sesuai

kondisi klien. Kriteria Evaluasi :

1) Eliminasi urin tanpa ada keluhan subjektif, seperti nyeri dan urgensi.

2) Eliminasi urin tanpa meggunakan kateter.

3) Pascabedah tanpa ada komplikasi.

4) Frekuensi miksi dalam batas 5-8 x/jam.


Intervensi Rasional

Kaji pola berkemih dan catat Untuk mengetahui pengaruh iritasi


produksi urin tiap 6 jam. kandung kemih dengan frekuensi miksi.

Monitor adanya keluhan subjektif Parameter penting dalam mengevaluasi


pada saat melakukan eliminasi intervensi yang telah dilaksanakan.
urin.

Kolaborasi : Intervensi bedah dilakukan untuk


mengatasi masalah gangguan eliminasi
1. Pelebaran uretra, baik secara
urin. Pemilihan jenis pembedahan
uretrotomi inernal atau
dilakukan sesuai derajat penyempitan
pemasangan stent uretra.
dan tingkat toleransi individu.
2. Bedah rekonstruksi

Evaluasi pasca-intervensi pelebaran Kekambuhan striktur uretra dari


uretra intervensi pelebaran uretra adalah
komplikasi yang paling umum.
Meskipun jarang, intervensi untuk
melebarkan uretra dapat menyebabkan
trauma uretra, kondisi ini termasuk
instrumen yang dimasukkan
melalui urothelium ke dalam korpus
spongiosum. Risiko ini dapat
diminimalisasi dengan teknik hati-hati
dan pilihan pelebaran yang tepat untuk
pasien.
b. Risiko tinggi trauma berhubungan dengan kerusakan jaringan pasca prosedur pembedahan.

Tujuan : dalam waktu 5 x 24 jam tidak mengalami trauma pascabedah.

Kriteria Evaluasi :

1) Tidak ada keluhan subjektif, seperti disuria, dan urgensi.

2) Eliminasi urin tanpa menggunakan kateter.

3) Pascabedah tanpa ada komplikasi.

.
Intervensi Rasional

Monitor adanya keluhan subjektif Parameter penting dalam mengevaluasi


pada saat melakukan eliminasi intervensi yang telah dilaksanakan.
urin.

Istirahatkan pasien setelah Pasien dianjurkan tirah baring selama 24-


pembedahan. 48 jam, tergantung pada sejauh mana
prosedur yang telah dilakukan.

Lepas kateter pada hari ke 1-3 Menurunkan risiko cedera pada uretra.
pascaoperasi

Evaluasi pasca-intervensi Kekambuhan striktur uretra dari


pelebaran uretra. intervensi pelebaran uretra adalah
komplikasi yang paling umum. Meskipun
jarang, intervensi untuk melebarkan
uretra dapat menyebabkan trauma
uretra, kondisi ini termasuk instrumen
yang dimasukkan melalui urothelium ke
dalam korpus spongiosum. Risiko ini
dapat diminimalisasi dengan teknik hati-
hati dan pilihan pelebaran yang tepat
untuk pasien.

Kolaborasi :

1. Antibiotik intravena Menurunkan risiko infeksi yang akan


pascaoperasi meningkatkan respons trauma jaringan
pascabedah

Sering digunakan untuk mencegah kejang


2. Agen antimuskarinik kandung kemih.

c. Nyeri berhubungan dengan peregangan dari terminal saraf, disuria, resistensi otot prostat, efek
mengejan saat miksi sekunder dari obstruksi uretra, nyeri pascabedah.

Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam nyeri berkurang atau hilang atau

teradaptasi. Kriteria Evaluasi :

1) Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi. Skala nyeri 0-1 (0-4).

2) Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.

3) Ekspresi pasien rileks.


Intervensi Rasional

Jelaskan dan bantu pasien dengan Pendekatan dengan menggunakan


tindakan pereda nyeri relaksasi dan nonfarmakologi lainnya
nonfarmakologi dan non invasif. telah menunjukkan keefektifan dalam
mengurangi nyeri.

Lakukan manajemen nyeri


keperawatan :

1. Istirahatkan pasien
Istirahat akan menurunkan kebutuhan
oksigen jaringan perifer sehingga akan
meningkatkan suplai darah ke jaringan.

Lingkungan tenang akan menurunkan


simulus nyeri eksternal dan
2. Manajemen lingkungan menganjurkan pasien untuk beristirahat
tenang dan batasi dan pembatasan pengunjung akan
pengunjung. membantu meningkatkan kondisi
Oksigen ruangan yang akan berkurang
apabila banyak pengunjung yang berada
di ruangan dan menjaga privasi pasien.

Meningkatkan asupan Oksigen akan


menurunkan nyeri sekunder.

Distraksi (pengalihan perhatian) dapat


menurunkan stimulus internal dengan
mekanisme peningkatan produksi
endorfin dan enkefalin yang dapat
memblok reseptor nyeri untuk tidak
dikirimkan ke korteks serebri sehingga
menurunkan persepsi nyeri.

3. Ajarkan teknik relaksasi Pengetahuan yang akan dirasakan


pernafasan dalam membantu mengurangi nyerinya dan
dapat membantu mengembangkan
4. Ajarkan teknik distraksi pada kepatuhan pasien terhadap rencana
saat nyeri. terapeutik.
5. Tingkatkan
pengetahuan tentang :
sebab-sebab nyeri.
Kolaborasi dengan dokter untuk Analgetik memblok lintasan nyeri
pemberian analgetik. sehingga nyeri akan berkurang.
INKONTENENSIA URINE

Pengertian :

Inkontinensia urine merupakan kondisi hilangnya kontrol kandung kemih,


sehingga pengidap bisa mengeluarkan urine tanpa disadari.

Gejala:
 Inkontinensia Stres. Urine bocor keluar di saat terjadi tekanan di kandung kemih, misalnya saat
batuk, bersin, atau tertawa.
 Inkontinensia Urge. Pengidap memiliki keinginan yang kuat untuk tiba-tiba buang air kecil
diikuti dengan keluarnya urine yang tidak disengaja (mengompol). Pengidap bisa buang air kecil
hingga lebih dari 8 kali dalam sehari, termasuk di malam hari.
 Inkontinensia Overflow. Pengidap sering mengompol dalam jumlah urine yang sedikit-sedikit
karena kandung kemih tidak sepenuhnya kosong.

Patofisiologi:

Patofisiologi inkontinensia urin terjadi akibat disfungsi mekanisme interaksi


aktivitas otot detrusor, fungsi sfingter uretra, dan sistem saraf, sehingga fungsi
kontinensia saat penyimpanan (storage) atau pengeluaran (voiding) tidak
berlangsung dengan baik

Komplikasi:

 Masalah kulit, seperti ruam, infeksi kulit dan luka.


 Infeksi saluran kemih. Inkontinensia bisa meningkatkan risiko terjadinya infeksi saluran kemih
berulang.
 Mengganggu kehidupan sosial. Inkontinensia urine merupakan masalah yang memalukan,
sehingga bisa memengaruhi hubungan sosial, pekerjaan, dan hubungan pribadi kamu.
Askep inkontenensia urine:
Diagnosa Keperawatan
1. Inkontinensia urin fungsional b/d gangguan pelvis, kerusakan neuromuscular
2. Inkontinensia urin overflow b/d obstruksi kandung kemih, ketidaksinergian otor detrusor
eksternal
3. Inkontinensia urin refleks b/d kerusakan jaringan
4. Inkontinensia urin stress b/d peningkatan tekanan intra abdomen, defisiensi spingter
uterthra instrinsik
5. Inkontinensia urin urgen b/d atrofi urethritis, konsumsi alcohol, infeksi kandung kemih,
konsumsi kafein
6. Risiko inkontinensia urin urgen b/d atrofi urethritis, konsumsi alcohol, infeksi kandung
kemih, konsumsi kafein
7. Gangguan eliminasi urine b/d gangguan sensori motor.
8. Gangguan citra tubuh b/d kehilangan fungsi tubuh, perubahan keterlibatan sosial.
9. Ansietas b/d perubahan dalam status kesehatan.
Diagnosa Kriteria hasil Intervensi Aktivitas NIC
keperawatan berdasarkan NOC keperawatan
berdasarkan
NIC
I Urinary contiunence Urinary a. Lakukan penilaian kemih
Criteria Hasil: retention care yang komprehensif
a. Kandung kemih berfokus pada
kosong secara penuh. inkontinensia(misalnya,
b. Tidak ada residu urine output urin, pola
>100-200 cc. berkemih, fungsikognitif)
c. Intake cairan dalam b. Pantau penggunaan obat
rentang normal. dengan sifat antikolinergik
d. Balance cairan c. Memantau intake dan
seimbang. output
d. Memantau tingkat distensi
kandung kemih dengan
palpasi atau perkusi
e. Bantu dengan toilet secara
berkala
f. Kateterisasi
VIII Body image Body image a. kaji secara verbal dan non
Criteria Hasil: enhancement verbal respon klien
a. Body image positif terhadap tubuhnya
b. Mampu b. jelaskan tentang
mengidentifikasi pengobatan dan perawatan
kekuatan personal penyakit
c. Mendeskripsikan c. identifikasi arti
secara factual pengurangan melalui
perubahan fungsi pemakaian alat bantu.
tubuh d. Fasilitasi kontak dengan
d. Mempertahankan individu lain dalam
interaksi sosial kelompok lain
IX Anxiety self control Anxiety a. Gunakan pendekatan yang
Criteria hasil: reduction menenangkan.
a. klien mampu (penurunan b. Jelaskan semua prosedur
mengidentifikasi dan kecemasan) dan apa yang dirasakan
mengungkapkan gejala selama prosedur.
cemas c. Pahami prespektif klien
b. Mengidentifikasi, terhadap situasi stress.
mengungkapakan dan d. Temani pasien untuk
menunjukkan teknik memberikan keamanan
untuk mengontrol dan mengurangi takut.
cemas. e. Dorong keluarga untuk
c. Postur tubuh, ekspresi menemani pasi
wajah, bahasa tubuh
dan tingkat aktifitas
menunjukkan
berkurangnya
kecemasan.

Anda mungkin juga menyukai