Anda di halaman 1dari 26

KOMPARASI PENDIDIKAN KEPEMUDAAN DALAM PERSPEKTIF

PENCEGAHAN DAN PENANGANAN KRIMINALITAS PEMUDA DI


INDONESIA DAN SINGAPURA

disusun oleh:
Anggota Kelompok 2
Kabut Yuli Asih
Umi Salamah El Mufida
Ananda Riski Amalia
Nurchasanah
Ilham Hari Mulya

JURUSAN PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2020

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 3
C. Tujuan ......................................................................................................... 3
D. Manfaat ....................................................................................................... 3
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA
A. Pendidikan Komparatif ............................................................................... 5
B. Cakupan Pendidikan Komparatif ................................................................ 6
C. Pendidikan Kepemudaan ............................................................................. 8
D. Kriminalitas Pemuda ................................................................................... 8
BAB 3 METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian ....................................................................................... 12
B. Cakupan Penelitian ...................................................................................... 15
C. Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 19
D. Metode Analisis ........................................................................................... 19
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Alasan Perbandingan Kedua Negara ........................................................... 21
B. Gambaran Pendidikan Kepemudaan Kedua Negara .................................... 24
C. Komparasi Pengembangan Pemuda ............................................................ 24
D. Implikasi Perbaikan Bagi Kedua Negara .................................................... 24
BAB 5 PENUTUP ................................................................................................ 21
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 24

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pesatnya kemajuan teknologi menjadikan kehidupan masyarakat semakin
modern. Begitu sebaliknya, kehidupan pemuda sangat rentan terpengaruh oleh
perkembangan tersebut, sehingga mengakibatkan pemuda menjalani perbuatan
kriminal atau kejahatan. Pemuda yang bersalah tentu akan ditempatkan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan setiap negara. Menjalani kehidupan di
lembaga pemasyarakatan ataupun pembinaan tentu bukan motivasi setiap orang.
Begitu juga pada pemuda yang bersalah bahwa tuntutan itu bukan atas dasar
kemauan dengan rela meninggalkan sekolah, pekerjaan, hobi, orangtua dan
teman-teman. Tentu tetap harus dilakukan sebagai proses penyadaran diri.
Beberapa lembaga pemasyarakatan di Indonesia juga telah menyediakan fasilitas
pendidikan. Hal tersebut sesuai dengan bunyi pembukaan UUD 1945 alinea ke
dua menyatakan bahwa “Pendidikan adalah hak segala bangsa” yang mampu
mengartikan pentingnya pendidikan bagi setiap orang, meskipun sudah dinyatakan
bersalah.
Pendidikan kepemudaan salah satu ranah pendidikan non formal yang tidak
terlepas dari peran pemuda. Penyelenggaraan pendidikan kepemudaan pun tidak
membatasi keberadaan pemuda. Penjangkauan pendidikan kepemudaan yang luas
mampu melibatkan pemuda sebagai sasaran terpenuhi hak pendidikan seorang
pemuda dalam menyalurkan bakat dan minat terutama peran negara dalam
mempersiapkan pemimpin bangsa. Pemuda yang bersalah bukan berarti hilang
kesempatan menjadi pemimpin. Justru kata pemimpin yang disalahartikan bahwa
hanya terdapat pada orang baik dan tidak pernah melakukan dosa.
Setiap negara tentunya berupaya melalui kebijakan masing-masing dalam
mempersiapkan pemimpin bangsa terutama dalam penyelenggaraan pendidikan
kepemudaan. Pada kasus pemuda yang terjaring kriminal juga dapat terjadi salah
satunya karena kurang optimalnya pendidikan kepemudaan yang diselenggarakan
oleh negara. Oleh karena itu penting dilakukan studi komparasi antar negara
dalam melihat sistem pendidikan kepemudaan terkait pencegahan dan penanganan

1
tindakan kriminalitas pemuda. Hasil pembanding tentunya dapat dimanfaatkan
untuk memperbaiki sistem pendidikan kepemudaan di Indonesia. Berikut
penyusunan makalah dilakukan sebagai pengetahuan melalui hasil perbandingan
pendidikan kepemudaan di negara Indonesia dan Singapura dalam perspektif
pencegahan dan penanganan kriminalitas pemuda.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan
masalah antara lain:
1. Apa alasan dilakukan perbandingan antara negara Indonesia dan Singapura
dalam meneliti kajian tentang pendidikan kepemudaan?
2. Bagaimana gambaran pendidikan kepemudaan dalam perspektif pencegahan
dan penanganan kriminalitas pemuda antara negara Indonesia dan Singapura?
3. Bagaimana komparasi pendidikan kepemudaan dalam perspektif pencegahan
dan penanganan kriminalitas pemuda antara negara Indonesia dan Singapura ?
4. Bagaimana implikasi perbaikan pendidikan kepemudaan untuk Indonesia?

C. Tujuan
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka penulisan makalah ini
bertujuan, antara lain:
1. Menyebutkan alasan dilakukan perbandingan antara negara Indonesia dan
Singapura dalam meneliti kajian tentang pendidikan kepemudaan.
2. Mendeskripsikan gambaran pendidikan kepemudaan dalam perspektif
pencegahan dan penanganan kriminalitas pemuda antara negara Indonesia dan
Singapura.
3. Mendeskripsikan komparasi pendidikan kepemudaan dalam perspektif
pencegahan dan penanganan kriminalitas pemuda antara negara Indonesia dan
Singapura.
4. Mendeskripsikan implikasi perbaikan pendidikan kepemudaan untuk
Indonesia.

2
D. Manfaat
Berdasarkan ketercapaian tujuan tersebut, penulisan ini diharapkan dapat
bermanfaat sebagai berikut:
1. Manfaat secara teoritis
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
dunia pendidikan terutama pada perbaikan, inovasi, dan pengembangan
pendidikan non formal dalam ranah kepemudaan di Indonesia.
2. Manfaat secara praktis
a. Bagi Mahasiswa
1) Memperoleh ilmu mengenai komparasi pendidikan kepemudaan antara
negara Indonesia dan Singapura
2) Dapat meningkatkan kesiapan mahasiswa dalam pembangunan
masyarakat terutama sebagai fasilitator kepemudaan.
b. Bagi Masyarakat
1) Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pendidikan kepemudaan,
terutama dalam mencegah kriminalitas pemuda.
2) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pelibatan diri mewadahi
pengembangan pemuda melalui pendidikan kepemudaan.
c. Bagi Pemerintah
1) Dapat dijadikan sebagai saran atau masukan kepada pemerintah terkait
dalam melakukan pengembangan pendidikan kepemudaan.
2) Dapat dijadikan sebagai acuan dalam melakukan kegiatan komparasi
pendidikan kepemudaan dengan negara lain untuk perbaikan pendidikan
di Indonesia.

3
BAB 2
KAJIAN TEORI
A. Pendidikan Komparatif
Secara historis, Pendidikan komparatif sebagai suatu studi yang telah
memiliki sejarah yang amat panjang. Menurut Willian W. Brickman dalam
Rochman (2013) disebutkan bahwa umat manusia telah saling bertukar informasi
tentang pendidikan sudah berlangsung sejak jaman kuno, yaitu sejak manusia
antar bangsa di dunia ini saling berinteraksi dan melakukan kontak sosial dalam
suatu wadah yang disebut perdagangan, peperangan, dan misi keagamaan. Oleh
karena itu melalui sejarah yang amat panjang itulah maka Pendidikan komparatif
memiliki arti yang beragam pula sesuai dengan konteks jamannya.
Tuntutan akselarasi pemerataan pendidikan mengarahkan pendidikan
komparatif sebagai disiplin ilmu untuk mempelajari pendidikan di suatu negara.
Melalui studi komparatif pendidikan, suatu negara dapat mengetahui perencanaan,
penerapan, dan pengembangan sistem pendidikan negara lain sebagai dalah satu
penggalian potensi kreatif yang mampu ditularkan di negara sendiri. Pendidikan
yang berkualitas secara tidak langsung merupakan harapan dari seluruh negara.
Oleh karena itu perbaikan dan peningkatan kualitas pendidikan menjadikan studi
komparasi pendidikan semakin banyak peminat dan berkembang menjadi disiplin
ilmu yang amat penting.

B. Cakupan Pendidikan Komparatif


Cakupan analisis dalam pendidikan komparatif untuk mencapai hasil
perbaikan memiliki tiga level antara lain (1) level pendidikan dan sosial;
kurikulum, metode mengajar, pasar buruh, struktur pengelolaan, pendidikan
keuangan, dsb; (2) level secara geografis; level regional, negara, provinsi, kota,
kelompok, maupun individu; dan (3) level kelompok; etnis, umur, agama, gender,
dsb (Bray & Thomas, 1995). Penggunaan cakupan dalam analisis pendidikan
komparatif berguna dalam mengarahkan peneliti pada batas-batas kajian yang
diteliti untuk memperoleh hasil yang sesuai. Keterkaitan penggunaan cakupan
akan memperoleh pengetahuan berupa pembentukan watak nasional dari suatu
negara. Watak nasional yang dimiliki salah satunya berasal dari pengajaran negara

4
penjajah yang mempengaruhi kebijakan suatu negara. Hal tersebut menjadi
penting untuk dibahas dalam usaha perbaikan dan rekomendasi pengambilan
kebijakan bagi suatu negara.

C. Pendidikan Kepemudaan
Sejak revolusi kemerdekaan, pemuda adalah kelompok umur tertentu (15-40
tahun) yang menghiaskan sebagian besar-atau kalau tidak malah semua waktu
longgar mereka dalam kegiatan yang sifatnya politis (Sudibyo, 2013:17). Pemuda
adalah golongan manusia muda yang masih memerlukan pembinaan dan
pengembangan kearah yang baik. Sifat politis, optimisme, daya juang tinggi, dan
ideologis tinggi para pemuda harus disikapi dengan bijak salah satunya dengan
mengarahkan pada kegiatan pendidikan kepemudaan. Menurut UU SISDIKNAS
No 20 Th 2003 Pasal 26 Penjelasan Ayat 3, pendidikan kepemudaan adalah
pendidikan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan kader pemimpin bangsa,
seperti organisasi pemuda, pendidikan kepanduan/kepramukaan, keolahragaan,
palang merah, pelatihan, kepemimpinan, pecinta alam, serta kewirausahaan.
Istilah pendidikan kepemudaan berdasar pada wadah atau tempat dengan aktivitas
positif yang mampu mengembangkan potensi pemuda.
Penyelenggaraan pendidikan kepemudaan masuk dalam pendidikan non
formal yaitu tidak ada batasan terkait penyelenggaraannya secara formal sehingga
berdasar akan kebutuhan setiap individu dimanapun berada. Tidak dipungkiri lagi
kebutuhan pendidikan kepemudaan juga diperlukan bagi sekelompok pemuda
yang tidak beruntung atau telah melakukan pelanggaran hukum. Kegiatan
pendidikan kepemudaan dilakukan oleh instansi yang berkaitan seperti lembaga
pemasyarakatan maupun komunitas rehabilitasi. Tujuan dari kegiatan pendidikan
kepemudaan di tempat khusus tersebut ialah menjaga jangkauan pendidikan untuk
pemuda dalam mempersiapkan pemuda untuk membangun bangsa, sekalipun
mereka adalah seorang narapidana. Pendidikan kepemudaan juga diperlukan
sebagai pencegahan kriminalitas kepada pemuda yaitu melalui forum pemuda
yang lebih mengarahkan kegiatan atas dasar hobi yang positif. Oleh karena itu
pelibatan pendidikan kepemudaan mampu mengarahkan pada pengembangan
pemuda menjadi lebih baik.

5
D. Kriminalitas Pemuda
Kriminalitas atau tindakan kriminal merupakan segala sesuatu yang
melanggar hukum atau sebuah tindak kejahatan. pelaku kriminalitas disebut
seorang kriminal biasanya yang dianggap kriminal adalah seorang maling atau
pencuri, pembunuh, perampok, pembegalan dan juga termasuk pemerkosaan.
kejadian-kejadian kriminalitas semakin marak diberitakan masyarakat dapat
melihat bertanya brutalnya remaja atau pemuda jaman sekarang. Meningkatnya
tingkat kriminalitas di Indonesia tidak hanya dilakukan oleh orang dewasa, tetapi
banyak juga dari kalangan para remaja atau Pemuda. tindakan kenakalan remaja
yang dilakukan beraneka ragam dan bervariasi, namun tindakannya biasanya
hanya terbatas dengan apa yang dilakukannya sesuai besaran kebutuhan dan
keinginannya yang harus dipenuhi saat itu, jika dibandingkan dengan tindakan
kriminal yang dilakukan oleh orang dewasa yang sudah menjadi kebiasaan dan
menjadikan tindakan tingkat kejahatan itu sebagai profesi. Peran anggota keluarga
dan masyarakat dapat menjadi penyebab kriminalitas maupun solusi prefentif dan
kuratif dari tindakan kriminalitas pemuda. Kebijakan suatu negara dapat
menentukan peran anggota keluarga dan masyarakat menjadi solusi prefentif dan
kuratif apabila dikelola dengan baik.
Pemuda yang melakukan tindakan kejahatan atau kriminal akan diproses
secara hukum sesuai undang-undang yang berlaku. Mereka yang bersalah akan
ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan untuk mendapat pembinaan atau
rehabilitasi. Menurut Undang-Undang No.12 Tahun 1995 tentang
pemasyarakatan, Pasal I angka 1 memaparkan tentang definisi pemasyarakatan
yaitu kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan
berdasarkan sisitem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian
akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Jadi pemasyarakatan
memunyai makna pembinaan terhadap narapidana supaya nantinya dapat kembali
ke masyarakat. Pembinaan itu dapat berjalan dengan baik apabila didukung oleh
suatu sistem yang dinamakan pemasyarakatan. Upaya hukum menjadi solusi
komparatif yang digunakan untuk menangani tindakan kriminalitas yang telah
terjadi.

6
BAB 3
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian dilakukan menggunakan metode penelitian komparatif. Penelitian
komparatif bersifat “expost facto” yaitu data yang dikumpulkan setelah peristiwa
yang dipermasalahkan terjadi. Tujuan dari penelitian komparatif menurut
Suharsimi Arikunto (2006) adalah untuk menemukan persamaan-persamaan dan
perbedaan-perbedaan tentang benda-benda, tentang orang, tentang prosedur kerja,
tentang ide-ide, kritik tehadap orang lain, kelompok, terhadap suatu idea tau
prosedur kerja. Dapat juga membandingkan kesamaan pandangan dan perubahan-
perubahan pandangan orang, grup atau Negara terhadap kasus, terhadap orang,
terhadap peristiwa atau terhadap ide-ide.
B. Cakupan Penelitian
Cakupan penelitian ini menggunakan pendapat dari Bray & Thomas
(1995). Hasil tersebut dipaparkan dalam tiga level cakupan antara lain (1) level
pendidikan dan sosial, yaitu pendidikan kepemudaan yang di fokuskan mengenai
tujuan penanganan tindakan kriminalitas pemuda (2) level secara geografis, yaitu
level antar negara (Internasional) dan (3) level kelompok, yaitu kelompok umur
pemuda usia 15-40 tahun.
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh data sekunder
penelitian, dengan melakukan penelaahan teori-teori yang berkaitan dengan topik
penelitian yang berasal dari sumber-sumber penelitian kepustakaan. Sumber-
sumber penelitian kepustakaan dapat diperoleh dari: buku, jurnal, majalah, hasil-
hasil penelitian terdahulu yang telah dipublikasikan (tesis dan disertasi), dan
sumber-sumber lainnya (internet, surat kabar, dan lain-lain) yang sesuai dengan
topik penelitian. Berikut adalah beberapa data sekunder yang diperoleh melalui
penelitian kepustakaan (library research), yaitu: Sejarah, literatur dan profil
pemuda di Indonesia dan Singapura; tabel grafik indeks modal manusia antara dua
negara; data pendidikan pemuda yang bertujuan untuk penanganan tindakan
kriminalitas pemuda dari dua negara; teori-teori yang berkaitan dengan
kriminalitas pemuda dan pendidikan kepemudaan; data-data pendukung lainnya

7
yang bersumber dari kementrian bidang pemuda melalui website masing-masing
negara; dan jurnal, artikel maupun berita yang berkaitan dengan dengan topik
penelitian.
D. Teknik Analisis Data
Analisis isi dapat digunakan untuk menganalisis semua bentuk komunikasi.
Baik surat kabar, berita radio, iklan televisi maupun semua bahan-bahan
dokumentasi yang lain. Hampir semua disiplin ilmu sosial dapat menggunakan
analisis isi sebagai teknik/metode penelitian. Holsti menunjukkan tiga bidang
yang banyak mempergunakan analisis isi, yang besarnya hampir 75% dari
keseluruhan studi empirik, yaitu penelitian sosioantropologis (27,7 persen),
komunikasi umum (25,9%), dan ilmu politik (21,5%).
Sejalan dengan kemajuan teknologi, selain secara manual kini telah tersedia
komputer untuk mempermudah proses penelitian analisis isi, yang dapat terdiri
atas 2 macam, yaitu perhitungan kata-kata, dan “kamus” yang dapat ditandai yang
sering disebut General Inquirer Program.
Analisis isi tidak dapat diberlakukan pada semua penelitian sosial. Analisis
isi dapat dipergunakan jika memiliki syarat berikut.
1. Data yang tersedia sebagian besar terdiri dari bahan-bahan yang
terdokumentasi (buku, surat kabar, pita rekaman, naskah/manuscript).
2. Ada keterangan pelengkap atau kerangka teori tertentu yang menerangkan
tentang dan sebagai metode pendekatan terhadap data tersebut.
3. Peneliti memiliki kemampuan teknis untuk mengolah bahan-bahan/data-data
yang dikumpulkannya karena sebagian dokumentasi tersebut bersifat sangat
khas/spesifik.

8
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Alasan Perbandingan Kedua Negara
Kriminalitas pemuda di Indonesia dan Singapura tidak ada bedanya,
terutama perihal peredaran narkoba dan geng. Dilansir dari berita bahwa kondisi
pelanggaran hukum dilakukan oleh remaja dan pemuda berupa narkoba dari
negara Indonesia dan Singapura semakin meningkat di tahun 2020. Hal tersebut
sangat mudah terjadi akibat kedua negara juga berada pada posisi geografis yang
sama yaitu termasuk kedalam negara ASEAN. Konsep pemasyarakatan sama-
sama diusung oleh kedua negara dalam mengatasi pelanggaran hukum. Sedangkan
usaha preventif juga diupayakan oleh kedua negara dalam menyikapi tindakan
kriminal pada pemuda. Pidana ditetapkan pada penggunaan penjara yang sama-
sama berasal dari negara penjajah namun dengan konsep reintegrasi sosial.
Filosofi reintegrasi sosial yang menjadi latar belakang munculnya sistem
Pemasyarakatan pada dasarnya sangat menekankan aspek pengembalian
narapidana ke masyarakat. Namun kedua negara tentunya memiliki pandangan
kebijakan masing-masing terutama dalam pembelajaran yang diberikan sebagai
pemenuhan hak-hak pendidikan dalam pengembangan pemuda. Equivalensi
Fungsi didapatkan dari kedua negara ialah terbentuknya pendidikan kepemudaan
sebagai pendidikan nonformal yang dilakukan sebagai upaya pencegahan dan
penanganan kriminalitas pemuda. Oleh karena itu perlu dilakukan peninjauan
analisis konten dalam membandingkan kedua negara dalam mendukung
pengembangan pemuda melalui pendidikan kepemudaan dalam perspektif
pencegahan dan penanganan kriminalitas pemuda.

B. Gambaran Pendidikan Pemuda Pada Pengatasan Kriminalitas Pemuda di


Indonesia dan Singapura
1. Pendidikan Pemuda Indonesia
Maraknya penyalahgunaan narkoba, psikotropika dan zat adiktif lainnya,
pergaulan bebas, HIV/AIDS, premanisme, gangster dan kekerasan sosial
menjadi beberapa permasalahan kriminalitas pemuda di Indonesia. Peran
pendidikan salah satunya pendidikan kepemudaan dari segi pendidikan non

9
formal dapat menjadi solusi preventif maupun kuratif (rehabilitasi). Kebijakan
pemerintah maupun inisiasi masyarakat bergerak dalam upaya pembentukan
pendidikan kepemudaan. Oleh karena itu berikut ini gambaran pendidikan
kepemudaan dalam pencegahan maupun penanganan tindakan kriminalitas
pemuda Indonesia dapat dijelaskan, antara lain:
a. Solusi Preventif atau pencegahan terhadap tindakan kriminalitas pemuda
Pencegahan terhadap tindakan kriminalitas pemuda di Indonesia rata-
rata melalui komunitas keagamaan yang berupaya sebagai gerakan pemuda.
Beberapa gerakan pemuda tersebut diantaranya, gerakan pemuda ansor,
gerakan pemuda muhammadiyah, Generasi muda-mudi budha Indonesia,
Pradah Indonesia, Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia, Pemuda
khatolik, dan gerakan muda konghucu. Secara garis besar keseluruhan
gerakan tersebut berupaya sebagai wadah pembelajaran karakter dan
keterampilan kepemimpinan dengan penguatan masing-masing keagamaan
yang berdasar pengamalan Pancasila untuk pemuda Indonesia. Pengamalan
pancasila diartikan sebagai nilai karakter sebagai bangsa Indonesia tetap
diterapkan sampai sekarang dalam ruang lingkup masing-masing
keagamaan. Salah satu contoh pada gerakan pemuda ansor menggunakan
keterampilan pendidikan dan latihan dasar secara teori maupun praktek.
Teori dan praktek didasarkan pada karakter bela negara (caraka malam
yaitu kegiatan untuk meningkatkan kepedulian sosial) dan karakter religius
(pengajian sore) (Widiatmoko dkk, 2016).
Solusi preventif juga dilakukan oleh sekolah formal melalui kegiatan
ekstrakurikuler yang dapat mengisi waktu luang remaja, seperti kegiatan
bidang olahraga, kepramukaan, palang merah remaja, seni maupun
keterampilan berpikir. Selain itu kegiatan kemasyarakatan melalui
kebijakan pemerintah menerapkan penyelenggaraan karang taruna per
dusun atau desa. Karang Taruna ialah organisasi yang dibentuk oleh
masyarakat sebagai wadah generasi muda untuk mengembangkan diri,
tumbuh, dan berkembang atas dasar kesadaran serta tanggung jawab sosial
dari, oleh, dan untuk generasi muda, yang berorientasi pada tercapainya
kesejahteraan sosial bagi masyarakat. Peraturan Menteri Sosial Republik

10
Indonesia Nomor 25 Tahun 2019 Tentang Karang Taruna bahwa karang
taruna merupakan program kemensos namun diserahkan kepada
masyarakat terutama pemuda. Pemberdayaan yang dilakukan terutama pada
kepemimpinan (cara berorganisasi), kewirausahaan (pelatihan bisnis),
olahraga (kompetisi keolahragaan) maupun sekedar forum diskusi untuk
menyalurkan potensi pemuda.
b. Solusi Kuratif atau rehabilitasi terhadap tindakan kriminalitas pemuda
Rehabilitasi di Indonesia juga dilakukan melalui sistem lembaga
pemasyarakatan atau lembaga pembinaan. Setiap lembaga pemasyarakatan
melakukan kegiatan rehabilitasi kepada narapidana sesuai dengan prosedur
masing-masing. Hal tersebut dikarenakan keluasan dari negara serta masih
berproses dalam pemerataan sarana dan prasarana. Sistem otonomi daerah
yang bersifat desentralistik juga menyebabkan beberapa pengadaan
berbeda. Pelaksanaan program pendidikan PKBM Lapas kelas IIA Salemba
dilakukan sebagai pemenuhan hak-hak anak didik (narapidana)
pemasyarakatan (Harimurti, 2018). Sedangkan pelaksanaan program
kecakapan hidup seperti keterampilan hidup sehat, kepedulian terhadap
sesama narapidana, keterampilan pembuatan sandal, berternak dan
berkebun melalui metode pengajaran secara praktek langsung di LPA
Kutoarjo (Tristanti, 2014). Pemenuhan dari hak anak didik tersebut sebagai
bentuk dari pendidikan kepemudaan masih berusaha untuk memenuhi
kebutuhan dan potensi yang dimiliki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
perlu adanya kerjasama yang merata dengan lembaga nonformal untuk
menghasilkan pengembangan pemuda yang lebih baik dibalik jeruji penjara
(Tristanti, 2014). Oleh karena itu, semestinya pendidikan PKBM maupun
keterampilan mampu merata diberikan oleh seluruh lembaga
pemasyarakatan di Indonesia.

2. Pendidikan Pemuda Singapura


Tindakan kriminalitas para pemuda tidak dapat dihindarkan bahkan
sekalipun pada negara Singapura yang memiliki indeks modal manusia
tertinggi di negara ASEAN. Maraknya tingkat bunuh diri (rendahnya kesehatan

11
mental), pengaruh pengasuhan akibat perceraian orang tua, kenakalan remaja
(Gangster dan pergaulan bebas), penyalahgunaan narkoba, dan kekerasan sosial
pada pemuda juga dihadapi oleh negara Singapura (doc. City of Good). Sama
seperti di Indonesia, kebijakan negara dan kerjasama dari masyarakat mampu
membangun terbentuknya pendidikan kepemudaan sebagai alternatif dari
pendidikan non formal. Berikut ini gambaran pendidikan kepemudaan dalam
pencegahan maupun penanganan tindakan kriminalitas pemuda Singapura
dapat dijelaskan sebagai berikut.
a. Solusi Preventif atau pencegahan terhadap tindakan kriminalitas pemuda.
Beberapa kebijakan Singapura terkait usaha preventif dalam bentuk
pendidikan kepemudaan, sebagai berikut.
- Dari segi untuk perlindungan pemuda dimaksudkan pada wadah yang
menaungi kegiatan positif bagi pemuda untuk mencegah kegiatan
negatif yang menyebabkan hukuman bagi pemuda. Streetwise
Programme (SWP) salah satu kebijakan perlindungan pemuda dari
kementrian komunitas, pemuda dan olahraga dari Singapura. Kebijakan
tersebut diinisiasi oleh beberapa komunitas yang peka terhadap
pemuda, seperti Youth Guidance Outreach Service, Beyond Social
Service, dsb. Penerapan SWP di berbagai komunitas di Singapura
memiliki konsep pendekatan dan pendidikan kepemudaan yang hampir
sama, pembedanya hanya terkait inovasi bakat dan minat yang
diberikan. Berdasarkan pemaparan dari Louie mengenai The
conceptualisation and execution of a conflict resolution programme for
the Streetwise youths bahwa Streetwise Program (SWP) yang
diprakarsai oleh Beyond Social Service yaitu program pengembangan
yang ditujukan mengubah perilaku anak muda yang tanpa disadari telah
berpindah ke geng. Dilakukan oleh pekerja sosial yang mendapati
perilaku menyimpang pemuda di jalan. Pengembangan yang dilakukan
melalui pendekatan berbasis olahraga dengan pemuda. Satu minggu
khusus untuk remaja dalam program SWP dapat mencakup berlari (dua
kali seminggu), sepak bola (dua kali seminggu) dan berenang
(seminggu sekali), sebagai tambahan ada juga kegiatan khusus seperti

12
mengunjungi tempat usaha, tamasya, bersepeda malam hari dan
aktivitas berelemen tinggi seperti panjat tebing. Kegiatan tersebut
sebenarnya adalah kegiatan pengalihan dari negatif menjadi positif.
- Dari segi pengembangan pemuda, terdapat komunitas yang mendukung
kegiatan positif untuk mencegah terjadinya perbuatan negatif.
Komunitas yang berdiri mengarahkan pada komunitas yang didasarkan
oleh hobi tertentu. Misal komunitas alam, Singapore Youth Flying
Club, organisasi sukarelawan, maupun club bidang lainnya. Komunitas
tersebut dapat didaftarkan secara mandiri oleh setiap pemuda.

b. Solusi Kuratif atau rehabilitasi terhadap tindakan kriminalitas pemuda.


Kegiatan rehabilitasi tentu berkaitan dengan pemuda apabila pemuda telah
melakukan pelanggaran. Berdasarkan kategori pemuda itu berusia 15-40
tahun, tentunya dalam rehabilitasi (penanganan) dari tindakan kriminalitas
bagi pemuda akan berbeda. Hal tersebut akan diuraikan dibawah ini.
- Solusi kuratif dalam kaitannya dengan remaja yang telah melakukan
pelanggaran hukum terkait kekerasan pada geng namun masih dibawah
umur, kebijakan Singapura menetapkan terkait Enhanced Streetwise
Programme (ESWP). ESWP diperuntukkan bagi pelanggar remaja di
bawah umur yang tertangkap dalam pelanggaran terkait geng. Pemuda
tersebut sebagai pelanggar bisa dilepaskan dengan peringatan keras
(tidak mengulangi perilaku negatif) jika mereka berhasil menyelesaikan
program, sebagai pengganti penuntutan pengadilan. Beberapa kegiatan
ESWP antara lain Pendidikan kriminogenik, kegiatan sesuai potensi
seperti, sepak bola, berenang, dsb.
- Solusi kuratif ada kaitannya dengan pemuda sebagai narapidana terkait
telah cukup umur untuk dijatuhkan hukuman karena melakukan
pelanggaran hukum.

13
Berdasarkan kerangka rehabilitasi dari The Singapore Prison
Service (SPS) bahwa terdapat dua level yang harus dilakukan
narapidana ketika benar-benar dapat kembali lagi ke masyarakat, yaitu
level incare dan level pre-release serta level after care dan reintegration.
Pendidikan kepemudaan terlibat pada kedua level, antara lain:
1. Level incare dan prerelease
Setelah masuk ke penjara, pelanggar menjalani penilaian
untuk menentukan risiko dan kebutuhan mereka. Berdasarkan risiko
dan kebutuhan mereka yang teridentifikasi, program yang sesuai
dipetakan untuk intervensi. Program-program tersebut meliputi
program pemasyarakatan berbasis psikologi, program keluarga,
pelatihan keterampilan dan layanan keagamaan.
Sebelum pembebasan mereka, pelanggar juga akan menjalani
program untuk mempersiapkan mereka untuk reintegrasi ke dalam
komunitas setelah pembebasan mereka. Selama dipenjara, pemuda
yang melanggar hukum (narapidana) diberikan bentuk pendidikan
kepemudaan pada treatment, dan pre-release, antara lain:
- Tahap treatment yaitu pelaksanaan kegiatan pendidikan dan
pelatihan sesuai kebutuhan narapidana, misalnya pelanggar
pencurian dan pelecehan seksual akan ditempatkan berbeda
melalui pendidikan yang berbeda terkait kebutuhan pendidikan
kriminogenik melalui terapis sesuai dengan pendidikan secara
psikologis. Sedangkan pelatihan yang disesuaikan kebutuhan
akan diikutkan pada program pelatihan kejuruan sesuai
pemetaan pada tahap deterrance. Pelatihan kejuruan seperti
halnya seni kuliner, tukang lift (operator), dan penjaga kantin

14
(pengoperasian makan dan minum). Kebutuhan pelatihan kerja
juga diberikan terkait pendidikan cara bertanggungjawab dalam
pekerjaan.
- Tahap pre-release masih berkaitan pada peningkatan
keterampilan dan pendidikan, namun ada penambahan pemetaan
terkait kegiatan rehabilitasi setelah keluar dari penjara.
Keterlibatan keluarga dan komunitas juga dilakukan untuk
memastikan bahwa ikatan keluarga tidak terlalu tegang karena
dipenjara. Keluarga terlibat melalui kunjungan rutin dan
program yang berfokus pada keluarga. Relawan dari religius
organisasi dan organisasi kesejahteraan sukarela juga dilibatkan
untuk masuk penjara untuk berteman dan menasihati mereka.
2. Level After care
Ketika sudah bebas, mantan narapidana masih diberikan
rehabilitasi yang berguna bagi masa depan dirinya terkait
penerimaan dari masyarakat, misalnya kemudahan dalam mencari
pekerjaan. Pada fase aftercare di mana pelaku akan menghadapi
tantangan di masyarakat, intervensi aftercare berusaha untuk
memberinya dukungan yang memadai pada saat pembebasannya.
Pelanggar yang cocok dan memenuhi syarat juga dapat ditempatkan
di Program Berbasis Komunitas di mana mereka dapat menjalani
akhir dari hukuman mereka di masyarakat di bawah pengawasan
SPS. Melalui pendekatan Community Based Program salah satunya
dipelopori oleh the Community Action for the Rehabilitation of Ex-
Offenders (CARE) yaitu Yellow Ribbon Project (YRP). Alasan dari
berdirinya YRP sebagai rehabilitasi masyarakat salah satunya
terkait pencegahan residivisme yaitu kecenderungan Individu atau
kelompok untuk mengulangi perbuatan tercela walaupun ia sudah
pernah dihukum karena melakukan perbuatan itu. Singapura telah
melakukan relatif baik untuk mengurangi residivisme-nya dari
44,4% yang tinggi 1998 menjadi sekitar 27,4% tahun 2011
(Layanan Penjara Singapura, 2014 dalam Narayanan, 2016).

15
Selama level aftercare, mantan narapidana dan masyarakat
diikutsertakan dalam kegiatan YRP sebagai inisiatif rehabilitasi
untuk membantu mereka kembali ke masyarakat. Menurut Way
(2010) terdapat beberapa kegiatan di YRP, antara lain konser YRP
(2004, 2006 dan 2008), Yellow Ribbon Walk (2005 dan 2007),
Konferensi YRP (2004 hingga 2008), Pemutaran Film “One More
Chance” oleh Jack Neo (2005) sebagai bentuk solidaritas atau
promosi ke masyarakat untuk penerimaan mantan narapidana
dengan melibatkan pemangku kepentingan, mitra yang dapat
mensponsori, dan kepercayaan masyarakat terhadap kembalinya
narapidana. Sedangkan Pameran YRP (2004 hingga 2007), Yellow
Ribbon Creative Festival (2004 hingga 2008), Pameran Seni YRP
(2007 dan 2008) dan Pameran Pekerjaan YRP dengan melibatkan
mantan narapidana dalam pencarian bakat atau minat untuk
memperoleh pekerjaan/ kegiatan yang baru akibat kehilangan
pekerjaan yang dialaminya. Hasilnya mantan narapidana mampu
mengembalikan kemampuan dirinya menjadi profesi yang baru
seperti, pelukis mural, penjaga kantin, tukang lift, atau membuka
kedai sendiri. Selain itu dilanjutkan bahwa perubahan diri (mantan
narapidana) secara fisik juga digerakkan oleh YRP melalui
program penghapusan tato. Dengan begitu penjangkauan secara
positif dalam rehabilitasi sepenuhnya dilakukan untuk perubahan
dan penerimaan kepada masyarakat dengan baik.
Namun kegiatan after care di Singapura menghadapi
tantangan terkait perlakuan minoritas yang dibedakan. Di
Singapura di mana perbedaan secara jelas diartikulasikan di
sepanjang garis ras, bahasa, dan agama dalam banyak aspek
kehidupan sosial termasuk reintegrasi pelaku (Narayanan, 2016).
Data dari penelitian (Narayanan, 2016) menunjukkan bahwa
mantan narapidana minoritas tidak dapat menghentikan residivisme
dan mereka menanggap pelatihan di rehabilitasi kurang
membuatnya menarik akibatnya "terisolasi" dari masyarakat.

16
Berdasarkan penelitian internasional bahwa mengingat kesadaran
dan sistem ras yang meningkat mengenai rasialisasi tematik di
penjara, pengucilan dari program rehabilitasi dapat ditetapkan
sebagai bentuk diskriminasi kelembagaan terhadap minoritas. Oleh
karena itu beberapa kasus yang ditemukan melalui program YRP
terus digalakkan atas kepedulian masyarakat dan pemerintah.

C. Komparasi Pendidikan Pemuda Pada Penanganan Kriminalitas Pemuda di Kedua


Negara
Berdasarkan hasil gambaran pendidikan kepemudaan pada penanganan
kriminalitas pemuda di negara Indonesia dan negara Singapura, maka dapat
diberikan pembahasan mengenai komparasi keduanya pada tabel dibawah.
Aspek Indonesia Singapura
Tujuan Pemenuhan hak Menuntaskan pemuda
pendidikan pada pemuda kriminal dengan kegiatan
dengan menjadikan pengembangan dan
pemuda aktif, perlindungan pemuda
mengeksplor bakat dan yang mampu
memperluas wawasan mengalihkan kegiatan
melalui kegiatan positif pemuda dari negative
baik sekolah, lingkungan menuju postif serta
rumah, maupun fasilitas menumbuhkan bakat
pendidikan di lembaga yang di miliki, melalui
pemasyarakatan. bantuan masyarakat,
lembaga berkepentingan
(social worker,
psikologis, pendidik)
maupun mitra.
Peran Organisasi Memberikan wadah Memberikan wadah
Kepemudaan untuk mengembangkan sesuai potensi pemuda,
diri, tumbuh, dan baik pemuda biasa
berkembang atas dasar (belum pernah memiliki
kesadaran serta tanggung riwayat tindakan
jawab sosial dari, oleh, kriminalitas) atau
dan untuk generasi muda, pemuda yang telah masuk
yang berorientasi pada kedalam sebuah geng
kepemimpinan kepada untuk diberikan kegiatan-
masyarakat. kegiatan positif dan lebih
bermanfaat untuk
pemuda daripada
berkumpul dan menjadi
sebuah geng yang
17
meresahkan masyarakat.
Dialihkan dalam berbagai
kegiatan yang menunjang
minat bakat mereka serta
wawasan mereka supaya
berfikir postif lagi dalam
bertindak
Solusi Preventif 1. komunitas keagamaan 1. Dari segi untuk
komunitas keagamaan perlindungan pemuda
yang berupaya sebagai Terdapat wadah untuk
gerakan pemuda. menaungi kegiatan positif
Komunitas ini beupaya pemuda yaitu Streetwise
untuk menaungi atau Programme (SWP) yang
mewadahi pembelajaran memiliki beberapa
karakter dan komunitas seperti Youth
keterampilan Guidance Outreach
kepemimpinan dengan Service dan Beyond
penguatan oleh masing- Social Service. Penerapan
masing keagamaan yang SWP di berbagai
berdasar pengamalan komunitas di Singapura
Pancasila. memiliki konsep
2. Sekolah formal pendekatan dan
Sekolah formal pendidikan kepemudaan
mendirikan kegiatan berbasis minat bakat
seperti ekstrakulikuler pemuda untuk mengubah
yang dapat mengisi perilaku negatif pemuda
waktu luang pemuda dan seperti geng menjadi
mengembangan minat kegatan yang positif.
bakatnya seperti kegiatan Yang membedakan
bidang olahraga, antara komunitas satu dan
kepramukaan, palang komunitas yang lainnya
merah remaja, seni ialah inovasi dalam
maupun keterampilan pemberian minat bakat
berfikir. tersebut. Minat bakat
3. Karang Taruna tersebut ialah bersepeda,
Karang taruna merupakan berenang, panjat tebing,
organisasi yang di bentuk sepak bola, berlari, wisata
oleh masyarakat yang dan melakukan
juga solusi preventif kunjungan.
dalam mewadahi pemuda 2. Dari segi
dalam pengembangan pengembangan
diri, tumbuh, dan pemuda
berkembang atas dasar Terdapat komunitas yang
kesadaran dan tanggung mendukung kegiatan
jawab social di positif untuk mencegah
masyarakat terjadinya perbuatan
negative yaitu komunitas
alam seperti Singapore
18
Youth Flying Club dan
organisasi sukarelawan
dimana pemuda dapat
mengeksplore alam
bersama untuk
menambah wawasan dan
memahami bagaimana
alam bekerja dan tumbuh
bersama, serta
memberikan gambaran
supaya hidup damai dan
selalu berperilaku positif.
Juga menambah jiwa
social pemuda pada
masyarakat.
Solusi Kuratif Rehabilitasi di Indonesia 1. Enhanced Streetwise
juga dilakukan melalui Programme (ESWP).
sistem lembaga ESWP diperuntukkan
pemasyarakatan atau bagi pelanggar remaja
lembaga pembinaan. di bawah umur yang
Contohnya melalui tertangkap dalam
penerapan pembelajaran pelanggaran terkait
keterampilan. Baik geng. Pemuda tersebut
keterampilan sosial sebagai pelanggar bisa
bermasyarakat, dilepaskan dengan
keterampilan skill peringatan keras (tidak
(menjahit, membuat mengulangi perilaku
sandal, melukis, negatif) jika mereka
membatik), berhasil menyelesaikan
program, sebagai
pengganti penuntutan
pengadilan.
2. Kaitannya dengan
pemuda sebagai
narapidana terkait telah
cukup umur untuk
dijatuhkan hukuman
karena melakukan
pelanggaran hukum.
terdapat dua level yang
harus dilakukan
narapidana ketika
benar-benar dapat
kembali lagi ke
masyarakat, yaitu level
incare dan level pre-
release serta level after
care dan reintegration.
19
Pendidikan
kepemudaan terlibat
pada kedua level.
Model Pembelajaran Pembelajaran mengarah Holistik Learning (
pada potensi dan mengacu pada
kebutuhan dari pembelajaran yang
masyarakat terdekat. mengarahkan kebutuhan
Pemuda hanya terlibat dan potensi individu pada
dalam urusan memilih identitas, makna, tujuan
pembelajaran atau bukan hidup, melalui hubungan
pembelajaran yang dapat dengan masyarakat,
menyesuaikan individu. lingkungan alam, dan
nilai spiritual)
Pengaruh  Masyarakat heterogen  Masyarakat homogen
 Sarana prasarana  Sarana prasarana
pendidikan masih pendidikan merata
dalam proses  Wilayah negara hanya
pemerataan 1/3 dari salah satu kota
 Wilayah negara terlalu di Indonesia, yaitu
luas. dsb Palangkaraya. dsb

D. Perbaikan Bagi Indonesia


Berdasarkan hasil pemaparan diatas dapat diberikan kesimpulan mengenai
usaha yang mungkin dapat dilakukan oleh Indonesia dalam mendorong kualitas
pendidikan kepemudaan untuk mengurangi tingkat kriminalitas pemuda, antara
lain:
1. Indonesia dapat memodifikasi fungsi organisasi kepemudaan yang dimilikinya,
salah satunya yaitu karang taruna. Lokasi karang taruna yang strategis yaitu
terletak hampir di beberapa desa khususnya perlu dibangun kembali. Bagi
karang taruna yang sudah mapan, dalam satu lokasi wilayah dapat bergabung
sebagai upaya rehabilitasi kembali warganya setelah keluar dari penjara,
terutama bagi pemuda. Rehabilitasi ini menentukan dalam penerimaan dan
kepercayaan masyarakat terhadap pemuda tersebut. Seperti halnya di
Singapura, melalui kegiatan YRP mampu mengembalikan kepercayaan bagi
masyarakat. Hasilnya pun, pemuda yang digadang sebagai pembangun bangsa
sekalipun mantan narapidana tidak malu untuk kembali ke desa nya untuk
perubahan yang lebih baik. Peran karangtaruna pun tidak melulu hanya untuk
belajar pengembangan diri salah satunya organisasi, namun dapat membantu
mengatasi tingkat residivisme. Salah satunya diketahui bahwa tingkat
20
residivisme pada penelitian di Lapas Makasar antara tahun 2008-2014 semakin
meningkat dengan kasus pembegalan yang dilakukan oleh pemuda (Hairi,
2018). Sedangkan kembali menjadi polemik terkait penelitian Lapas di
Indonesia menyimpulkan bahwa tidak ada pembedaan pembinaan terkait
pendidikan yang dilakukan untuk residivis dan non residivis (Hairi, 2018).
Dalam hal tersebut, peluang peran karangtaruna menjadi usaha preventif
sekaligus kuratif berbasis masyarakat semakin besar. Namun perlu pengkajian
lebih lanjut terkait pengelolaan, apabila akan diwujudkan.
2. Arah model pembelajaran pada pendidikan kepemudaan di Indonesia masih
sebatas pemenuhan hak pendidikan bagi pemuda atau belum secara
keseluruhan bahwa pendidikan diberikan untuk pengembangan pemuda. Oleh
karena itu model pembelajaran secara holistik dapat diadopsi sebagai perbaikan
pembelajaran di Indonesia. Pembelajaran holistik tersebut mengacu pada
pembelajaran yang mengarahkan individu pada identitas, makna, tujuan hidup,
melalui hubungan dengan masyarakat, lingkungan alam, dan nilai spiritual
sehingga secara naluri pemuda mampu secara sadar ingin berubah dan
berkembang menjadi lebih baik. Kebijakan yang ketat dari Singapura seperti
halnya upaya preventif dan kuratif yang diberikan menjadikan kriminalitas di
Singapura mulai menurun, bahkan termasuk sebagai salah satu negara teraman
di dunia. Oleh karena itu Indonesia perlu mengadopsi pembelajaran dari
Singapura.
3. Optimalisasi kerjasama antara lembaga pemasyarakatan dan lembaga non
formal dalam mengembangkan potensi pemuda sebagai narapidana. Hasilnya
tentu akan memudahkan pemuda memperbaiki diri dengan bekal yang
sepenuhnya dimiliki sewaktu penerimaan hukuman. Oleh karena itu, selepas
dari penjara, pemuda mampu diterima masyarakat dengan keahlian yang baik,
bukan ditolak karena pernah melanggar hukum.

21
BAB 5
PENUTUP
Berdasarkan hasil dan pembahasan mengenai komparasi pendidikan
kepemudaan dalam perspektif pencegahan dan penanganan kriminalitas pemuda
antara negara Indonesia dan negara Singapura dapat disimpulkan bahwa kedua
negara memiliki ciri khas dan usaha masing-masing. Usaha perbandingan
dilakukan untuk melihat kekhasan dari masing-masing negara agar dapat diambil
hal positif untuk menjadi perbaikan bagi negara Indonesia. Singapura sebagai
negara maju di kawasan ASEAN tentunya memiliki cara tersendiri dalam
melakukan usaha pendidikan kepemudaan dalam pencegahan dan penanganan
kriminalitas pemuda, juga sebaliknya Indonesia. Equivalensi kedua negara berada
pada sama-sama satu kawasan ASEAN dengan fungsi negara yang memfasilitasi
pengembangan para pemuda dalam menghadapi pelanggaran hukum. Demikian
yang penulis dapat sampaikan. Saran dapat diberikan bagi penulis berikutnya
mampu memberikan pemikiran lebih detail terhadap pendidikan kepemudaan
kedua negara. Terimakasih.

22
DAFTAR PUSTAKA

City Of Good. Report on Issues Faced By Children & Youth In Singapore. From:
https://d1qt9fkyno54tz.cloudfront.net/docs/resources/NVPC-Children-_-
Youth-Issue-Deck.pdf
Hairi, Prianter Jaya. 2018. Konsep dan Pembaruan Residivisme dalam Hukum
Pidana di Indonesia: Pusat Penelitian DPR RI. NEGARA HUKUM. 9 (2).
Harimurti, Eka Riska. 2018. Evaluasi Pelaksanaan Program Pendidikan Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Lapas Kelas IIA Salemba Dalam
Rangka Pemenuhan Hak Anak Didik Pemasyarakatan. UNES Journal of
Social and Economics Research. 3(2).
Louie, Jerel Alan. The conceptualisation and execution of a conflict resolution
programme for the Streetwise youths.
http://www.beyondresearch.sg/report/Jerel%20-%20Thesis-
%20Doc%20F.pdf
Narayan, G., & Kwen Fee, L. 2016. Race, Reintegration, and Social Capital in
Singapore. International Journal Comparative and Aplied Criminal Justice.
40 (1). Pg: 1-23.
Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2019 Tentang
Karang Taruna. From: https://jdih.kemsos.go.id
Peraturan Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pengaturan
pemasyarakatan.
Rochman, Arif. 2013. Pendidikan Komparatif: Dasar-dasar Teori Perbandingan
Pendidikan Antar Bangsa. Yogyakarta: Aswaja Presindo.
Sudibyo, Lies dkk. 2013. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Yogyakarta : Andi Offset
Tan, N. T. 2008. Youth Empowerment in Singapore: Theory, Experience, and
Practice. Youth Empowerment and Volunteerism: Principles, Policies and
Practices, 205. From: https://books.google.co.id/
Tristanti & Yoyon Suryono. 2014. Evaluasi Program Kecakapan Hidup Bagi
Warga Binaan Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas IIA Kutoarjo.
Jurnal Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat. 1(1).

23
Way, Soh W. 2010. Discussing Early Release Programmes In Singapore. In 12th
United Nations Congress on Crime Prevention and Criminal Justice,
Salvador, Brazil. (pg. 219-223)
Way, Soh W. 2010. The Yellow Ribbon Project story (Singapore)—Reaching out
and touching a nation. In 12th United Nations Congress on Crime
Prevention and Criminal Justice, Salvador, Brazil (pg. 237-252).
Widiatmoko, Pipit, dkk. 2016. Peran Organisasi Kepemudaan dalam Membangun
Karakter Pemuda dan Implikasinya Terhadap Ketahanan Pribadi Pemuda.
11(2). Jurnal Ketahanan Nasional. Pg: 180-198.

24

Anda mungkin juga menyukai