Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium


akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan
distorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran
ini terjadi akibat adanya nekrosis hepatoselular.1
Sirosis hati mengakibatkan terjadinya 35.000 kematian setiap
tahunnya diAmerika. Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada.
Di RS Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hepatis berkisar 4,1% dari
pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun
(data tahun 2004). Lebih dari 40% pasien sirosis adalah asimptomatis sering
tanpa gejala sehingga kadang ditemukan padawaktu pasien melakukan
pemeriksaan rutin atau karena penyakit yang lain. Penyebab munculnya
sirosis hepatis di negara barat tersering akibat alkoholik sedangkan di
Indonesia kebanyakan disebabkan akibat hepatitis B atau C.1
Patogenesis sirosis hepatis menurut penelitian terakhir
memperlihatkan adanya peranan sel stelata dalam mengatur keseimbangan
pembentukan matriks ekstraselular dan proses degradasi, di mana jika
terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus menerus, maka sel
stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen.1
Terapi sirosis ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit,
menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah kerusakan hati,
pencegahan dan penanganan komplikasi. Walaupun sampai saat ini belum
ada bukti bahwa penyakit sirosis hati reversibel, tetapi dengan kontrol pasien
yang teratur pada fase dini diharapkan dapat memperpanjang status
kompensasi dalam jangka panjang dan mencegah timbulnya komplikasi.1

1
BAB II
LAPORAN PASIEN

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. N
Umur : 54 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Petani Buah Pinang
Alamat : Rantau Rasau RT 09 Kab. Tanjab Timur

2. ANAMNESIS (Autoanamnesis)
Keluhan utama :
Muntah darah dan BAB hitam sejak 1 hari SMRS.
Riwayat penyakit sekarang :

Pasien datang dengan keluhan muntah darah sejak 1 hari SMRS. Muntah
sebanyak lebih dari 5 kali dan berwarna hitam yang disertai dengan gumpalan
merah segar ± sebesar telur ayam. Muntahan sebanyak kurang lebih ½ gelas setiap
kali muntah. Muntahan tidak disertai dengan sisa makanan. Pasien juga
mengeluhkan BAB hitam sejak 1 hari SMRS. BAB tidak disertai ampas, lendir,
dan nanah. BAB cair dan lebih dari 3 kali sehari kira-kira sebanyak ½ liter.
Sejak ± 2 minggu SMRS kedua mata pasien dan seluruh tubuh pasien
berwarna kuning, muncul perlahan-lahan. ± 1 minggu SMRS, pasien mengeluh
perutnya membesar. Keluhan dirasakan perlahan-lahan dan lama kelamaan perut
dirasa membesar dan menegang pada seluruh bagian perut, disertai nyeri pada
seluruh perut terutama pada kanan atas. ± 3 hari yang lalu pasien mengeluhkan
kedua kakinya yang bengkak, bengkak tidak berkurang saat pasien duduk ataupun
berdiri, bengkak tidak disertai nyeri dan kemerahan.
Pasien juga merasakan lemah sejak 1 hari SMRS. Pasien juga
mengeluhkan nafsu makan menurun, frekuensi makan 1-2 kali setiap harinya,
kira-kira 3-5 sendok tiap kali makan sehingga pasien merasa berat badan semakin
turun selama sakit. Pasien merasa mual saat mencium bau makanan. Pasien juga

2
mengeluhkan pusing di seluruh kepala. BAK tidak ada keluhan, frekuensi dan
volume urin normal.

Riwayat penyakit dahulu :


- Riwayat dengan keluhan yang sama (+) sejak ± 2 tahun yang lalu.
- Riwayat Hipertensi (-)
- Riwayat DM (+) sejak 4 tahun yang lalu, saat ini mendapatkan terapi
insulin.
Riwayat penyakit keluarga :
- Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama (-)
- Riwayat hipertensi dalam keluarga (-)
- Riwayat DM dalam keluarga (-)
Riwayat psikososial dan kebiasaan
- Pasien berprofesi sebagai petani buah pinang. Pendidikan terakhir pasien
adalah SMA.
- Pasien memiliki kebiasaan meminum alkohol sejak ± 7 tahun yang lalu
dan telah berhenti sejak ± 2 tahun yang lalu.
- Pasien memiliki kebiasaan minum jamu gendong sejak ± 15 tahun yang
lalu.
- Minum obat anti nyeri NSAID (-)

3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status Generalis
- Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang
- Kesadaran : Compos mentis (GCS 15 E4V5M6)
- Vital sign :
o Tekanan darah : 120/70 mmHg
o Frekuensi nadi : 90x/ menit, reguler, isian cukup
o Frekuensi nafas : 21x/ menit, tipe torakoabdominal
o Suhu axilla : 36,60C
o Tinggi badan : 166 cm

3
o Berat badan : 60 kg
o IMT : 21,77 kg/m2 (normal)

b. Pemeriksaan Kepala dan Leher :


- Kepala : normocephal, rambut hitam tidak mudah dicabut
- Mata : Konjungtiva Anemis (+/+), Sklera Ikterik (+/+), Refleks Pupil
(+/+), pupil isokor, Edema Palpebra (-), gangguan pengelihatan
(-/-)
- THT :
o Telinga : Normotia, Sekret (-/-), Nyeri Tekan Tragus (-), Hiperemis
(-/-)
o Hidung : Sekret (-), Deviasi Septum (-), Nafas Cuping Hidung (-)
o Mulut : Mukosa Bibir Kering (-), Pucat (-), Sianosis (-)
o Lidah : Papil Atrofi (-), Lidah Kotor (-)
o Tenggorokan : Tonsil (T1-T1), Faring Hiperemis (-)
- Leher : Pembesaran KGB (-), Pembesaran Tiroid (-), JVP 5-2 cmH2O

c. Pemeriksaan Thoraks
Paru :
- Inspeksi : Gerakan dinding dada simetris, penggunaan otot-otot
bantu pernapasan (-), sela iga melebar (-), spider nevi (-), jejas (-)
- Palpasi : Taktil Fremitus kanan sama dengan kiri, nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor pada kedua basal paru, batas peranjakan paru-hepar
2 jari, linea midklavikularis dextra ICS V
- Auskultasi : Vokal Fremitus kanan sama dengan kiri, Vesikuler
(+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Jantung :
- Inspeksi : pulsasi ictus kordis tidak terlihat
- Palpasi : pulsasi ictus kordis teraba tidak kuat angkat di ICS V
linea midklavikularis sinistra, luas 1 jari

4
- Perkusi :
o Batas Kanan : ICS IV linea parasternalis dextra
o Batas Kiri : ICS V linea midklavikularis sinistra 2 jari
medial
o Atas : ICS II linea parasternalis sinistra
- Auskultasi : Bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)

4. Pemeriksaan Abdomen
- Inspeksi : perut cembung, distensi , kolateral vena (+),
jaringan sikatrik (-)
- Palpasi : - nyeri tekan (+), nyeri lepas (-)
- hepar teraba 1 jari di bawah arcus costae,
permukaan tidak rata, tepi tumpul
- lien teraba di schufner 2
- ginjal tidak teraba
- turgor kulit kembali cepat
- Perkusi : shifting dullness (+)
- Auskultasi : bising usus (+) normal, 5x/menit

5. Punggung
- Inspeksi : simetris
- Palpasi : Fokal fremitus kedua lapang paru sama, nyeri tekan (-),
krepitasi (-), nyeri ketok CVA (-)
- Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
- Auskultasi : Vesikuler (+/+) normal, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

6. Pemeriksaan ekstremitas:
- Superior : Sianosis (-), pucat (+), deformitas (-), akral hangat,
ikterik (-), edema (-), CRT < 2 detik, ulkus (-), eritema
palmaris (+)

5
- Inferior : Sianosis (-), pucat (-), deformitas (-), akral hangat,
ikterik (-), edema (-), CRT < 2 detik, ulkus (-)

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Tanggal 8/1/2018
Pemeriksaan Nilai Nilai Normal
Darah Rutin
WBC 11,31 x 109/L 4,0-10,0
RBC 3,01 x 1012/L 3,50-5,50
Hb 7,1 g/dL 11,0-16,0
HCT 22,1 % 36,0-48,0
PLT 101 x 109/L 100-300
MCV 73,5 fl 80,0-99,0
MCH 23,6 pg 26,0-32,0
MCHC 321 g/dL 320-360
GDS (stick) 288 mg/dl
Fungsi Ginjal
Ureum 85 mg/dl 15-39
Kreatinin 1,2 mg/dl 0,9-1,3
Fungsi Hati
SGOT 12 <40
SGPT 16 <41
Pemeriksaan Elektrolit
Na 143,49 mmol/L 135-148
Kalium 4,29 mmol/L 3,5-5,3
Clorida 103,27 mmol/L 98-110
Ca 1,23 mmol/L 1,12-1,23

6
USG Abdomen 30/12/17

Hepar : ukuran dalam batas normal, permukaan ireguler tepi tumpul. Lesi fokal (-)
Lien : bentuk baik, pembesaran limpa, ekostruktur homogeny, lesi fokal (-)
Kesan : liver dengan gambaran sirosis hepatis
Ascites

5. DIAGNOSA KERJA
- Primer
Hematemesis melena et causa varises esophagus et causa sirosis hepatiss
dekompensata
- Sekunder
Anemia derajat 3 e.c perdarahan
DM tipe 2

6. DIAGNOSIS BANDING
- Hematemesis melena et causa ulkus peptikum
- Hematemesis melena et causa gastritis erosif

7
7. PENATALAKSANAAN
- Non-farmakoterapi
o Tirah baring
o Diet hati dan Diet Rendah Garam
o Pemasangan kateter foley
o Pemasangan NGT
o Observasi tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi, suhu)
o Edukasi : Hindari mengkonsumsi makanan yang pedas dan asam, dan
alkohol
- Farmakoterapi
- IVFD RL 500cc/24 jam
- Propanolol 2x10 mg
- Spironolakton 1x100 mg
- Asam traneksamat 3x1 amp (IV)
- Lactulac Syrup 3x1
- Asam folat 3x1
- Rapid acting Insulin 3x4 IU
- Drip OMZ 8mg/jam
- Transfusi PRC sampai Hb ≥ 10gr/dL

8. RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. SADT
2. Serologis  HbsAg, anti HbsAg
3. Foto Rontgen Thoraks
4. Endoskopi
5. Biopsi Hati

8
9. FOLLOW UP
Tgl S O A P
10 Badan Keadaan Umum: sakit sedang Hematemesis - IVFD RL 500cc/24 jam
/ lemas, Kesadaran : composmentis melena e.c - Propanolol 2x10 mg
1 mual (+), TD : 100/60 mmHg sirosis - Spironolakton 1x100
/ muntah Nadi : 98x/menit hepatis mg
18 (-), nyeri Pernapasan: 28 x/menit - Asam traneksamat 3x1
perut (+), Temperatur : 37,3 oC amp (IV)
sesak (-), Mata: konjungtiva anemis (+), - Lactulac Syrup 3x1
BAB sklera ikterik (+) - Asam folat 3x1
hitam (-) Pulmo : simetris, vesikuler (+), - Rapid acting insulin
rhonki (-), wheezing (-) 3x4 IU
Cor : Gallop (-), murmur (–) - Drip OMZ 8mg/jam
Perut: cembung, timpani, Nyeri - Transfusi PRC sampai
Tekan (+), Hb ≥ 10gr/dL
Ekstremitas: pucat (+), ikterik (-),
eritema palmaris (+), edema (+),
kekuatan (5), CRT < 2 detik, ulkus
(-)
GDS: 290 mg/dl
11 Badan Keadaan Umum: sakit sedang Hematemesis - IVFD RL 500cc/24 jam
/ lemas, Kesadaran : compos mentis melena e.c - Propanolol 2x10 mg
1 mual (+), TD : 90/60 mmHg sirosis - Spironolakton 1x100
/ muntah Nadi : 88x/menit hepatis mg
18 (-), nyeri Pernapasan: 20 x/menit - Asam traneksamat 3x1
perut (+), Temperatur : 36,4 oC amp (IV)
sesak (-), Mata: konjungtiva anemis (+), - Lactulac Syrup 3x1
BAB sklera ikterik (+) - Asam folat 3x1
hitam (-) Pulmo: simetris, vesikuler (+), - Rapid acting insulin
rhonki (-), wheezing (-) 3x4 IU

9
Cor : Gallop (-), murmur (–) - Drip OMZ 8mg/jam
Perut: cembung, timpani, Nyeri - Transfusi PRC sampai
Tekan Epigastrium(+), Hb ≥ 10gr/dL
Ekstremitas: pucat (+), ikterik (-),
eritema palmaris (+), edema (+),
kekuatan (5), CRT < 2 detik, ulkus
(-)
12 Badan Keadaan Umum: sakit sedang Hematemesi - IVFD RL 500cc/24 jam
/ lemas, Kesadaran : compos mentis s melena e.c - Propanolol 2x10 mg
sirosis
1 mual (+), TD : 90/60 mmHg hepatis - Spironolakton 1x100
/ muntah Nadi : 88x/menit mg
18 (-), nyeri Pernapasan: 18 x/menit - Asam traneksamat 3x1
perut (-), Temperatur : 36,2 oC amp (IV)
sesak Mata: konjungtiva anemis (+), - Lactulac Syrup 3x1
(-),BAB sklera ikterik (-) - Asam folat 3x1
hitam (-) Pulmo : simetris, vesikuler (+), - Novorapid 3x4 IU
rhonki (-), wheezing (-) - inj. OMZ 1x40mg
Cor : Gallop (-), murmur (–) - Transfusi PRC sampai
Perut: cembung, timpani, Nyeri Hb ≥ 10gr/dL
Tekan Epigastrium(+)
Ekstremitas: ikterik (-), edema
(+), kekuatan (5), CRT < 2 detik,
ulkus (-)
WBC : 10,97 x109/L
RBC : 3,22 x1012/L
Hb: 7,9 g/dL
MCV : 73,8 fl
MCH : 23,6 pg
MCHC : 330 g/dL
13 Badan Keadaan Umum: sakit sedang Hematemesis - IVFD RL 500cc/24 jam
lemas, melena e.c

10
/ perut Kesadaran : compos mentis sirosis - Propanolol 2x10 mg
1 kembung TD : 90/60 mmHg hepatis - Spironolakton 1x100
/ (-), mual Nadi : 97x/menit mg
18 (+), nyeri Pernapasan: 16 x/menit - Asam traneksamat 3x1
perut (-), Temperatur : 36,2 oC amp (IV)
sesak (-), Mata: konjungtiva anemis (+), - Lactulac Syrup 3x1
BAB sklera ikterik (-) - Asam folat 3x1
hitam (-) Pulmo : simetris, vesikuler (+), - Novorapid 3x4 IU
rhonki (-), wheezing (-) - inj. OMZ 1x40mg
Cor : Gallop (-), murmur (-) - - Transfusi PRC sampai
Perut: cembung, timpani, Nyeri Hb ≥ 10gr/dL
Tekan (-),
Ekstremitas: ikterik (-), edema
(+), kekuatan (5), CRT < 2 detik,
ulkus (-)

10. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad malam
Quo ad sanationam : Dubia ad malam

11
BAB III
ANALISA KASUS

Tn. N laki-laki (54 Tahun), masuk ke RS pada tanggal 08 Januari 2018


dengan keluhan utama muntah darah dan BAB hitam. Pasien didiagnosis dengan
hematemesis melena et causa sirosis hepatis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan keluhan muntah
darah sejak 1 hari SMRS. Muntah sebanyak lebih dari 5 kali dan berwarna hitam
yang disertai dengan gumpalan merah segar ± sebesar telur ayam. Muntahan
sebanyak kurang lebih ½ gelas setiap kali muntah. Muntahan tidak disertai dengan
sisa makanan. Pasien juga mengeluhkan BAB hitam sejak 1 hari SMRS. BAB
tidak disertai ampas, lendir, dan nanah. BAB cair dan lebih dari 3 kali sehari kira-
kira sebanyak ½ liter.
Sejak ± 2 minggu SMRS kedua mata pasien dan seluruh tubuh pasien
berwarna kuning, muncul perlahan-lahan. ± 1 minggu SMRS, pasien mengeluh
perutnya membesar. Keluhan dirasakan perlahan-lahan dan lama kelamaan perut
dirasa membesar dan menegang pada seluruh bagian perut, disertai nyeri pada
seluruh perut terutama pada kanan atas. ± 3 hari yang lalu pasien mengeluhkan
kedua kakinya yang bengkak, bengkak tidak berkurang saat pasien duduk ataupun
berdiri, bengkak tidak disertai nyeri dan kemerahan. Keluhan pasien muntah
darah, BAB hitam dan kuning pada mata dan seluruh tubuh merupakan
manifestasi klinis dari sirosis hati yaitu perdarahan pada saluran cerna. Keluhan
perut pasien yang makin lama membesar dan terjadinya bengkak pada kedua kaki
pasien merupakan manifestasi klinis yang dapat terjadi pada penyakit jantung,
ginjal dan hati. Bengkak tidak dimulai pada bagian bawah kelopak mata dan
muncul pada pagi hari menyingkirkan asites dan edema perifer yang disebabkan
oleh penyakit ginjal. Pasien tidak mengeluhkan sesak nafas pada saat aktivitas
menyingkirkan asites dan edema perfier yang disebabkan oleh penyakit jantung.
Asites dan edema perifer sering terjadi pada pasien yang menderita sirosis hepatis
dekompensata.

12
Pasien juga merasakan lemah sejak 1 hari SMRS. Pasien juga
mengeluhkan nafsu makan menurun, frekuensi makan 1-2 kali setiap harinya,
kira-kira 3-5 sendok tiap kali makan sehingga pasien merasa berat badan semakin
turun selama sakit. Pasien merasa mual saat mencium bau makanan, namun
pasien tidak muntah saat makan. pasien juga mengeluhkan pusing di seluruh
kepala. BAK tidak ada keluhan, frekuensi dan volume urin normal.
Pasien juga telah sering mengalami keluhan yang sama sejak ± 2 tahun
yang lalu. Pasien memiliki kebiasaan meminum alkohol sejak ± 7 tahun yang lalu
dan telah berhenti sejak ± 2 tahun yang lalu. Pasien juga memiliki kebiasaan
minum jamu gendong sejak ± 15 tahun yang lalu.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah, nadi, dan suhu dalam
batas normal. Pada pemeriksaan kepala dan leher ditemukan wajah pasien tampak
lesu, mata yang conjunctiva anemis dan sklera ikterik. Hal ini menunjukan pasien
dapat mengalami anemia akibat perdarahan yang dialami pasien. Pada
pemeriksaan thoraks tidak ditemukan angioma laba-laba dan ginekomastia. Paru
dan jantung juga dalam batas normal. Pada pemeriksaan abdomen ditemukan
asites, shifting dullness (+), pelebaran vena kolateral (+), caput medusa (-).
Pemeriksaan hepar teraba 1 jari di bawah arcus costae, permukaan rata, tepi
tumpul dan lien teraba di schufner 2. Pada pemeriksaan ekstremitas ditemukan
adanya edema pada kedua kaki dan eritem palmar pada kedua telapak tangan
Eritema palmaris, warna merah pada thenar hypothenar telapak tangan.
Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium
antara lain:
1. SGOT dan SGPT meningkat tapi tidak terlalu tinggi, dimana biasanya
SGOT>SGPT
2. Alkaline fosfatase meningkat
3. Bilirubin meningkat
4. Albumin menurun sedangkan globulin meningkat
5. PT memanjang
6. Na menurun
7. Kelainan hematologi meliputi anemia, trombositopenia dan leukopenia

13
Pada pasien ini hasil pemeriksaan laboratorium fungsi hati dalam
batas normal namun terdapat kelainan hematologi berupa anemia (7,1mg/dL).
Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan untuk memperkuat
diagnosis sirosis hati pada pasien ini adalah USG abdomen. Adapun hasil
USG abdomen pada pasien ini menyatakan bahwa gambaran hati pada pasien
ini sesuai dengan gambaran sirosis hepatis yaitu ukuran hepar normal,
permukaan ireguler dengan tepi tumpul.

Pada pasien ini dilakukan terapi penunjang yang disesuaikan dengan keadaan
klinis pasien berupa :
- IVFD RL 500cc/24 jam
- Propanolol 2x10 mg
- Spironolakton 1x100 mg
- Asam traneksamat 3x1 amp (IV)
- Lactulac Syrup 3x1
- Asam folat 3x1
- Rapid acting insulin 3x4 IU
- Drip OMZ 8mg/jam
- Transfusi PRC sampai Hb ≥ 10gr/dL

14
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Sirosis Hati


4.1.1 Definisi
Sirosis Hepatis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi
arsitektur hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul
regenerasi sel hati, yang tidak berkaitan dengan vaskulatur normal.2
Sirosis hepatis merupakan penyakit yang sering dijumpai di seluruh dunia
termasuk di Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki
dibandingkan kaum wanita dengan perbandingan 2-4 : 1 dengan umur rata-
rata terbanyak antara golongan umur 30-59 tahun dengan puncaknya sekitar
40-49 tahun.3

4.1.2 Etiologi4
Tabel 4.1 Etiologi Sirosis Hepatis
Etiologi Sirosis Hepatis
Inflamasi Genetik/kongenital
 Virus  Sirosis bilier primer
Hepatitis B (15 persen)  Kekurangan antitripsin alpha
Hepatitis C (47 persen)  Hemokromatosis
 Schistosomiasis  Penyakit perlemakan hati non
 Autoimun alkohol
Toksik Gagal jantung kongestif
 Alkohol (18 persen) Budd-Chairi syndrome
 Methotrexate Tidak diketahui (14 persen)

4.1.3 Patogenesis1,5,6
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai
oleh pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang

15
uniform, dan sedikit nodul regeneratif. Sehingga kadang-kadang disebut
sirosis mikronodular. Sirosis mikronodular dapat pula diakibatkan oleh
cedera hati lainnya. Tiga lesi hati utama akibat induksi alkohol adalah : 1).
Perlemakan hati alkoholik, 2). Hepatitis alkoholik, 3). Sirosis alkoholik.
Perlemakan Hati Alkoholik
Steatosis atau perlemakan hati, hepatosit teregang oleh vakuola lunak
dalam sitoplasma berbentuk makrovesikel yang mendorong inti hepatosit ke
membran sel.
Hepatitis Alkoholik
Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat
masukan alkohol dan destruksi hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang
terjadi dapat berkontraksi ditempat cedera dan merangsang pembentukan
kolagen. Didaerah periportal dan perisentral timbul septa jaringan ikat seperti
jaring yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena sentralis.
Jalinan jaringan ikat halus ini mengelilingi massa kecil sel hati yang masih
ada yang kemudian mengalami regenerasi dan membnetuk nodulus. Namun
demikian kerusakan sel yang terjadi melebihi perbaikannya. Penimbunan
kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil, berbenjol-benjol menjadi keras
terbentuk sirosis alkoholik.
Mekanisme cedera hati alkoholik masih belum pasti. Diperkirakan
mekanismenya sebagai berikut : 1). Hipoksia sentrilobular, metabolisme
asetaldehid etanol meningkatkan konsumsi oksigen lobular, terjadi
hipoksemia relatif dan cedera sel di daerah yang jauh dari aliran darah yang
teroksigenasi (misal daerah perisentral), 2). Infiltrasi/aktivasi neutrofil oleh
hepatosit yang memetabolisme etanol. Cedera jaringan dapat terjadi dari
neutrofil dan hepatosit melepaskan intemediat oksigen reaktif, proteasa dan
sitokin, 3). Formasi acetaldehyde-protein adducts berperan sebagai
neoantigen dan menghasilkan limfosit yang tersensitisasi serta antibodi
spesifik yang menyerang hepatosir pembawa antigen ini, 4). Pembentukan
radikal bebas oleh jalur alternatif dari metabolisme etanol, disebut sistem
yang mengoksidasi enzim mikrosomal. Patogenesis fibrosis alkoholik

16
meliputi banyak sitokin antara lain faktor nekrosis tumor, interleukin-1,
PDGF dan TGF-beta. Asetaldehid kemungkinan mengaktifasi sel stealata
tetapi bukan suatu faktor patogenik utama pada fibrosis alkoholik.
Sirosis Hati Pasca Nekrosis
Gambaran patologis hati baisanya mengkerut, berbentuk tidak teratur
dan terdiri dari nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat
dan lebar. Gambaran mikroskopik konsisten dengan gambaran makroskopik.
Ukuran nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah besar jaringan ikat
memisahkan pulau parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur.
Patogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir. Memperlihatkan adanya
peranan sel stealata. Dalam keadaan normal sel stealata mempunyai peran
dalam keseimbangan pembentukan matriks ekstraseluler dan proses
degenerasi. Pembentukan fibrosis menunjukkan perubahan proses
keseimbangan. Jika terpapar faktor tertentu yang berlangsung secara terus
menerus maka sel stealata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika
proses terus berjalan maka fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stealata,
dan jaringan hati yang normal akan diganti oleh jaringan ikat.

4.1.4 Manifestasi Klinis7,8


Tabel 4.2 Manifestasi Gejala Sirosis Hepatis
Gejala Gagal Hepatoseluler Gejala Hipertensi Portal
Ikterus Asites
Hipoalbumin Varises esofagus
Spider navi Caput medusa
Atrofi testis Splenomegali
Ginekomastia Pelebaran vena kolateral
Alopesia pada dada dan ketiak hemoroid
Eritema palmaris
Gangguan hematologi
(trombositopenia, leukopenia,

17
anemia
Fetor hepatikum
Ensefalopati hepatik
Tanda-tanda klinis lainnya yang dapat ditemukan pada sirosis yaitu,
spider naevi (suatu lesi vascular yang dikelilingi vena-vena kecil) tanda ini
sering ditemukan di bahu, muka dan lengan atas. Mekanisme terjadiya tidak
diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio
estradiol/testosterone bebas. Tanda ini bisa juga ditemukan selama hamil,
malnutrisi berat, bahkan ditemukan pada orang sehat, walau umumnya ukuran
lesinya kecil. Eritema palmaris, warna merah pada thenar hypothenar telapak
tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolism hormone
esterogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada
kehamilan, arthritis rheumatoid, hipertiroidisme, dan keganasan hematologi.
Perubahan kuku-kuku murche berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan
warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat
hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi
hypoalbuminemia yang lain seperti sindrom nefrotik. Jari gada lebih sering
ditemukan pada sirosis bilier. Osteoarthopati hipertropi suatu periostitis
proliferative kronik, menimbulkan nyeri.
Kontraktur dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan
kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara
spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga ditemukan pada pasien
diabetes mellitus, distrofi reflex simpatetik, dan perokok yang juga
mengkonsumsi alcohol. Ginekomastia secara histologi berupa proliferasi
benigna jaringan glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat
peningkatan androstenedione. Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut
dada aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah
feminism. Kebalikannya pada perempuan mentruasi cepat berhenti sehingga
dikira fase menopause. Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi
dan infertile. Tanda ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.
Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya non

18
alkoholik. Pembesaran ini akbiat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi
porta. Asites penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat hipertensi
porta dan hypoalbuminemia. Caput medusa juga akibat hipertensi porta. Fetor
hepatikum, bau nnafas yang khas pada pasien sirosis hepatis disebabkan
peningkatan konsentrasi dimetil sulfide akibat pintasan porto sistemik yang
berat. Ikterus pada kulit dan membrane mukosa akibat bilirubinemia. Bila
konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3mg/dl tak terlihat. Warna urin terlihat
gelap, seperti air teh. Asterixis bilateral tetapi tidak sinkron berupa pergerakan
mengepak-ngepak dari tangan, dorsofleksi tangan.

4.1.5 Gambaran Laboratoris1


Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium
pada waktu seseorang memeriksa kesehatan rutin, atau waktu skrining untuk
evaluasi keluhan spesifik. Tes fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali
fosfatase, gamma glutamil transpeptidase, bilirubin, albumin, dan waktu
protrombin. Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil piruvat
transmirase (SGPT) meningkat tapi tak begitu tinggi. AST lebih meningkat
daripada ALT, namun bila transaminase normal tidak mengenyampingkan
adanya sirosis. Alkali fosfatase, meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas
normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis
sklerosis primer dan sirosis bilier primer. Gamma glutamil transpeptidase
(GGT), konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik, karena
alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga bisa menyebabkan
bocornya GGT dari hepatosit. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada
sirosis kompensata, tapi bisa meningkat pada sirosis yang lanjut. Albumin,
sintesisnya terjadi di jaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai dengan
perburukan sirosis. Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat
sekunder dari pintasan, antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid,
selanjutnya menginduksi produksi imunoglobulin. Waktu protrombin
mencerminkan derajat/tingkatan disfungsi sintesis hati, sehingga pada sirosis
memanjang. Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites,

19
dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas. Kelainan hematologi
anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia normokrom,
normositer, hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia dengan
trombositopenia, leukopenia dan neutropenia akibat splenomegali kongestif
berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.
Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varises untuk konfirmasi
adanya hipertensi portal. Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan
karena pemeriksannya non invasif dan mudah digunakan, namun
sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG
meliputi sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas, dan adanya massa.
Pada sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan irreguler dan ada
peningkatan eksogenitas parenkim hati. Selain itu juga USG juga bisa untuk
melihat asites, splenomegali, trombosis vena porta, serta skrining adanya
karsinoma hati pada pasien sirosis. Tomografi komputerisasi, informasinya
sama dengan USG, tidak rutin digunakan karena biayanya relatif mahal.
Magnetic resonance imaging, perannya tidak jelas dalam mendiagnosis sirosis
selain mahal biayanya.
4.1.6 Diagnosis1
Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sangat sulit
menegakan diagnosis sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi
sempurna mungkin bisa ditegakan diagnosis dengan bantuan pemeriksaan
klinis yang cermat, laboratorium biokimia/serologi dan pemeriksaan
penunjang lainnya. Pada saat ini penegakan diagnosis sirosis hati terdiri atas
pemeriksaan fisik, laboratorium dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan
pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit membedakan
hepatitis kronik aktif yang berat dan sirosis hati dini. Pada stadium
dekompensata diagnosis kadangkala tidak sulit karena gejala dan tanda-tanda
klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.

20
4.1.7 Komplikasi1,5
Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya.
Kualitas hidup pasien sirosis diperbaiki dengan pencegahan dan penanganan
komplikasinya. Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis
bakterial spontan , yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada
bukti infeksi sekunder intra abdominal. Baiasanya pasien ini tanpa gejala,
namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. Pada sindrom hepatorenal,
terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguria, peningkatan ureum,
kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. kerusakan hati lanjut
menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi
glomerulus. Salah satu manifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus.
Dua puluh sampai 40% pasien sirosis dengan varises esofagus pecah yang
menimbulkan perdarahan. Angka kematiannya sangat tinggi, sebanyak dua
pertiganya akan meninggal dalam waktu satu tahun walaupun dilakukan
tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan beberapa cara. Ensefalopati
hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati. Mula-mula
ada gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia), selanjutnya dapat timbul
gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma.

4.1.8 Pengobatan1,5
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan
mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa
menambah kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana
tidak ada koma hepatik diberikan diet yang mengandung protein 1g/kgBB dan
kalori sebanyak 2000-30000 kkal/hari. Tatalaksana pasien sirosis yang masih
kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati. Terapi
pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi, di antaranya: alkohol dan
bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan
penggunaannya. Pemberian asetaminofen bisa diberikan steroid atau
imunosupresif. Pada hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai
konsenttasi besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan. Pada penyakit

21
hati non alkoholik; menurunkan berat badan akan mencegah terjadinya sirosis.
Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin (analog nukleosida) merupakan
terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara
oral setiap hari selama satu tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12
bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi retensi obat. Interferon
alfa diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6
bulan, namun ternyata juga banyak yang kambuh. Pada hepatitis C kronik;
kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan terapi standar. Interferon
diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga kali seminggu
dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan. Pada pengobatan
fibrosis hati; pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih mengarah kepada
peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Kolkisin memiliki efek anti
peradangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti
dalam penelitian sebagai anti fibrosis atau sirosis. Metotreksat dan vitamin A
juga dicobakan sebagai anti fibrosis.

4.1.9 Pengobatan Sirosis Dekompensata


Asites; Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam
sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan
obat-obatan diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis
100-200 mg sekali sehari. Respon diuretik bisa dimonitor dengan penurunan
berat badan 0,5 kg/hari, tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan
adanya edema kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa
dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian
furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada respon, maksimal dosisnya
160 mg/hari. Parasintesis dilakukan bila asites sangat besar. Pengeluaran
asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.
Ensefalopati hepatik; laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan
amonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil
amonia, diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kgBB per hari, terutama
diberikan yang kaya asam amino rantai cabang.

22
Varises esofagus; sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa
diberikan obat penyekat beta (propanolol). Waktu perdarahan akut, bisa
diberikan preparat somatostatin atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan
skleroterapi atau ligasi endoskopi.
Peritonitis bakterial spontan; diberikan antibiotika seperti sefotaksim
intravena, amoksilin atau aminoglikosida. Sindrom hepatorenal; mengatasi
perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan air.
Transplantasi hati; terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata.

4.1.10 Prognosis 1
Angka kematian pasien asites selama 2 tahun setelah terdiagnosis dapat
mencapai 50%. 50 % meninggal dalam waktu 6 bulan. Prognosis sirosis
sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor, meliputi etiologi, beratnya
kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai.
Klasifikasi Child Pasien Sirosis Hati dalam Terminologi Cadangan
Fungsi Hati
Derajat kerusakan Minimal Sedang Berat
Bilirubin Serum <35 35-50 >50
(mu.mol/dl) >35 30-35 <30
Albumin serum (gr/dl) Nihil Mudah Sukar
Asites Nihil dikontrol Berat/koma
PSE/Ensefalopati sempurna Minimal Kurang/
Nutrisi baik kurus
1.

23
DAFTAR PUSTAKA

1. Nurdjanah, Siti. Sirosis Hati dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I
Edisi V. Jakarta: FK UI. 2010;668-673
2. Lindseth, Glenda N. 2006. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan Pankreas
dalam Price, Sylvia A. Wilson, Lorraine M. 2006. Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 1 Edisi 6. Jakarta : EGC.
3. Hadi S. Hematemesis Melena dalam Gastroenterologi. Alumni Bandung
1981, hal 161- 191.
4. Raines Daniel, Starr Paul. Cirrhosis : Diagnosis, Management and
Prevention. Volume 84, Number 12 December 15, 2011. Page 1354
5. Lorraine MW. Sirosis Hati. Dalam: Sylvia AP, Lorraine MW. Sirosis. Edisi
keenam, Volume I. EGC, Jakarta: 2005;1:493-501.
6. Hepatitis C Online. PDF created June 24, 2015, 6:29 am. Evaluation and
Prognosis of Patients with Cirrhosis, page. 4-5
7. Aithal P, Moore P.Guideline on the management of ascites ini cirrhosis.
gut.bmjjournals.com on 25 September 2006. Page 6
8. Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, longo Jameson. Cirrhosis Hepatitis,
Harrison’s Manual Of Medicine, 16 th edition. 2005.

24

Anda mungkin juga menyukai