Anda di halaman 1dari 15

ETHOSUXIMIDE, ASAM VALPROAT DAN LAMOTRIGINE

PADA EPILEPSI ABSENS ANAK : HASIL INISIAL


MONOTERAPI SELAMA 12 BULAN

*Tracy A. Glauser,yAvital Cnaan,zShlomo Shinnar,xDeborah G. Hirtz, {Dennis Dlugos,zDavid


Masur, *Peggy O. Clark,Peter C. Adamson, and for the Childhood Absence Epilepsy Study
Team1
*Cincinnati Children’s Hospital Medical Center, University of Cincinnati College of Medicine, Cincinnati, Ohio, U.S.A.;yChildren’s
National Medical Center, Washington, District of Columbia, U.S.A.;zMontefiore Medical Center, Albert EinsteinCollege of
Medicine, New York, New York, U.S.A.;xNational Institute of Neurological Disordersand Stroke, Bethesda, Maryland, U.S.A.; and
{The Children’s Hospital of Philadelphia, Philadelphia, Pennsylvania, U.S

RANGKUMAN

Tujuan : Menentukan insial monoterapi yang optimal untuk anak yang baru terdiagnosis
Childhood Absence Epilepsy (CAE) berdasarkan terapi buta ganda selama 12 bulan.
Metode: Uji coba double blind, klinis terkontrol secara acak yang membandingkan
efektivitas, tolerabilitas, dan efek neuropsikologis pada ethoxumide, asam valproat dan
lamotrigine pada anak yang baru terdiagnosis CAE. Studi pengobatan dititrasi terhadap
respon klinis, dan subjek tetap berada dalam uji coba kecuali subjek tersebut telah mengalami
kegagalan pengobatan. Dosis target maksimal ethoxumide yaitu 60mg/kg/hari atau 2000
mg/hari, asam valproat 60 mg/kg/hari atau 3000 mg/hari, dan lamotrigine 12 mg/kg/hari atau
600 mg/hari. Hasil utama yaitu pada 16-20 minggu dan termasuk penilaian
electroencephalography video. Pada laporan ini, hasil utama efektivitas adalah terbebasnya
angka kegagalan pada 12 bulan setelah penilaian secara acak termasuk EEG video; perbedaan
efek obat ditentukan oleh perbandingan berpasangan. Hasil kognitif utama yaitu presentasi
subjek yang mengalami disfungsi atensional pada kunjungan bulan 12.
Kunci penemuan : total 453 anak yang terdaftar dan diacak; 7 diantaranya tidak memenuhi
syarat dan 446 subjek lainnya meliputi kelompok efektivitas secara keseluruhan. Tidak
terdapat perbedaan demografik diantara tiga kelompok obat tersebut. 12 bulan setelah
memulai terapi, hanya 37% dari yang subjek yang terdaftar tidak mengalami kegagalan
pengobatan pada pengobatan pertama. Pada kunjungan bulan ke 12, angka subjek yang bebas
dari kegagalan pada ethoxumide dan asam valprotat sama (45% dan 44%, berurutan; dengan
odds ratio (OR) asam valproat dibandingkan dengan ethoxumide yaitu 0,94; 95% confidence
interval [CI] 0.58–1.52; p = 0.82) dan lebih tinggi dibandingkan dengan angka lamotrigine
(21% OR dengan ethoxumide dibandingkan dengan lamotrigine 3.08; 95% CI 1.81–5.33;
dengan asam valproat dibandingkan dengan lamotrigine 2.88; 95% CI 1.68–5.02; p < 0.001
pada kedua perbandingan). Frekuensi kegagalan pengobatan akibat kurangnya kontrol
terjadinya kejang (p < 0.001) dan efek samping yang tidak dapat ditoleransi (p < 0.037)
berbeda secara signifikan diatara kelompok pengobatan. Hampir sekitar 2/3 dari 125 subjek
yang mengalami kegagalan pengobatan akibat kurangnya kontrol kejang di kelompok
lamotrigine. Subgrup terbesar (42%) dari 115 subjek berhenti akibat efek samping yang
timbul di kelompok asam valproat. Hasil sebelumnya menunjukkan disfungsi atensi lebih
tinggi tampak pada 16-20 minggu pada kelompok asam valproat dibandingkan dengan
kelompok ethoxumide atau kelompok laomtrigine berlangsung hingga 12 bulan (p<0,01).
Kepentingan : Sebagai monoterapi insial, efektivitas utama ethoxumide dan asam valproat
dibanding dengan lamotrigine dalam mengontrol kejang tanpa efek samping yang tidak dapat
ditoleransi tampak pada 16-20 minggu berlangsung hingga 12 bulan. Kelompok asam
valproat mengalami tingkat efek samping yang lebih tinggi yang menyebabkan penghentian
penggunaan obat serta efek negatif yang signifikan pada pengukuran atensi tidak tampak
pada kelompok ethoxumide. Hasil 12 bulan data dengan algoritma prespecified decision-
making yang menunjukkan bahwa ethoxumide merupakan monoterapi empiris insial untuk
CAE. Pertemuan kriteria uji coba terkontrol acak pertama International League Against
Epilepsy (ILAE) untuk kelas 1 CAE (atau tipe lain kejang umum pada orang dewasa atau
anak-anak).(NCT00088452)
Kata kunci : Uji coba klinis acak, epilepsi pediatrik, pengobatan sindrom epilepsi

Childhood Absence Epilepsy (CAE) merupakan sindrom epilepsi pada anak yang paling
umum, terjadi pada 10-17% dari anak-anak epilepsi dengan insidensi per tahun 6,3-8/100/000
anak <15 tahun (Berg et al., 2000; Jallon et al., 2001). Karakteristik klasik dari epilepsi ini
termasuk kejang absens yang sering terjadi (beberapa sampai banyak per hari) sebaliknya
dengan anak-anak yang tampak normal dengan bilateral 3-Hz, sinkronis, pola gelombang
yang berlonjak dengan latar belakang aktivitas electroencephalography (EEG) yang normal
(International League Against Epilepsy, 1989). Sebelumnya, penyakit ini dianggap jinak,
namun bukti terbaru menunujukkan bahwa anak dengan CAE memiliki baseline tingkat
defisit atensi yang lebih tinggi dan tidak berhubungan dengan frekuensi kejang, bersamaan
dengan adanya kesulitan psikososial jangka-panjang dan angka remisi yang bervariasi
(Bouma et al., 1996; Wirrell et al., 1997; Pavone et al., 2001). Tidak terdaapt uji coba klinis
monoterapi inisial kelas I atau kelas II yang terpublikasi pada tiga obat antiepilepsi yang
sering digunakan (ethoxumide, lamotrigine, dan asam valproat) pada populasi ini (Glauser et
al., 2006). Tahun 2003, the National Institute of Neurological Disorders and Stroke
(NINDS), National Institutes of Health (NIH) mendanai sebuah uji coba untuk
membandingkan kemanjuran dan efektivitas dari ketiga obat tersebut. Titik akhir primer pada
16-20 minggu, tapi dibuat hasil pemeriksaan dengan jangka yang lebih panjang dalam uji
coba ini. Data jangka pendek menunjukkan bahwa ethoxumide dan asam valproat lebih
efektif dibandingkan dengan lamotrgine dalam mengontrol kejang absens dan ethoxumide
berhubungan dengan efek samping atensi dibandingkan dengan asam valproat. Data jangka
pendek tersebut menunjukkan bahwa ethoxumide merupakan “pilihan yang dapat dipahami
sebagai monoterapi empiris inisial pada Childhood absence epilepsy”

Idealnya, monoterapi inisial yang optimal merupakan pengobatan yang menyediakan hasil
jangka pendek (4-5 bulan), sedang (1-tahun setelah diagnosis), panjang (>2 tahun setelah
diagnosis). pada bebrapa alasan, hal tersebut tidak terjamin bahwa hasil monoterapi inisial
jangka pendek uji coba CAE dapat sesuai dengan hasil jangka sedang dan jangka panjang.
Sebagai contoh, ketika anak dengan CAE bertambah usia, terdapat peningkatan resiko kejang
umum tonik klonik (Currier et al., 1963; Livingston et al., 1965; Charlton & Yahr, 1967;
Loiseau et al., 1983; Dieterich et al., 1985; Wirrell et al., 2001; Trinka et al., 2004; Grosso et
al., 2005; Callenbach et al., 2009), dan ethoxumide telah dilaporkan sebelumnya bahwa obat
tersebut tidak efektif dalam mencegah kejang tipe tersebut (Glauser, 2002). Kedua, toksisitas
kronis obat, seperti peningkatan berat badan akibat asam valproat, mungkin dapat menjadi
dapat membatasi pengobatan kemudian dibandingkan dengan periode jangka pendek (16-20
minggu) (Glauser, 2007). Hasil jangka sedang dan panjang perlu dikombinasikan dengan
hasil jangka pendek untuk menentukan monoterapi inisial optimal. Tujuan utama dari laporan
unu yaitu untuk memperluas data monoterapi insial 16-20 minggu pada CAE 12 bulan terapi
inisial subjek yang ikut serta pada uji coba perbandingan acak double-blind jangka panjang.
Tujuan kedua dari studi ini yaitu untuk menyediakan rincian metodologi dan data yang cukup
untuk memenuhi syarat studi ini sebagai studi kelas I menggunakan kriteria kalsifikasi
International League Against Epilepsy (ILAE) 2006 (Glauser et al., 2006). Hasil jangka
sedang (12 bulan) akan dikombinasikan dengan hasil jangka pendek (16-20 minggu) untuk
membantu menentukan monoterapi empiris inisial yang optimal pada anak dengan CAE.

METODE

Populasi subjek

Subjek yang memenuhi syarat untuk pendaftaran yaitu apabila mereka memenuhi hal
berikut : (1) diagnosis klinis CAE sesuai dengan klasifikasi epilepsi dan sindrom epilepsi
proposal yang telah direvisi (International League Against Epilepsy, 1989), (2) interiktal
EEG yang menggambarkan simetrikal sinkronis bilateral kurang lebih 3Hz gelombang
berlonjak pada latar belakang normal dengan setidaknya satu lonjakan yang bertahan ≥ 3
detik, (3) berusia lebih dari 2,5 tahun tetapi <13 tahun saat masuk ke dalam studi, (4) berat
badan ≥10 kg dan indeks massa tubuh (IMT) pada usia kurang dari batas terbawah pada 99
persentil, (5) tingkat aspartateaminotransferase/alanine aminotransferase (AST/ALT) <2.5
kali lebih tinggi dari batas normal, (7) jumlah hitung neutrofil absolut ≥ 1.500/mm 3, (8)
jumlah hitung trombosit ≥ 120.000/mm3 dan (9) bila perempuan, premenarkal pada saat
pendaftaran dan bersedia untuk setuju untuk menahan selama studi berlangsung.

Subjek dieksklusi apabila mereka memiliki hal berikut : (1) menerima pengobatan untuk
CAE dengan obat antiepileptik (AEDs) selama periode lebih dari 7 hari sebelum pengacakan,
(2) adanya riwayat penyakit psikiatri berat (seperti psikosis, depresi berat), (3) riwayat
autisme atau kelainan perkembangan pervasif, (4) riwayat kejang tanpa demam (seperti
kejang tonik klonik umu afebril) selain kejang absens tipikal lain, (5) tanda klinis dan gejala
konsisten dengan diagnosis juvenile absence epilepsy atau juvenile myoclonic epilepsy seperti
yang digambarkan oleh ILAE proposal klasifikasi yang telah direvisi tentang Epilepsi dan
sindrom epilepsi (InternationalLeagueAgainstEpilepsy,1989),(6) riwayat terkini atau penyakit
medis yang signifikan (seperti kardiovaskular, hepatik, renal, ginekologi, muskuloskeletal,
metabolik, atau endokrin), (7) riwayat reaksi dermatologi berat (seperti sindrom Steven-
Johnson, nekrolisis epidermal toksik) terhadap pengobatan, atau (8) penggunaan kontrasepsi
sistemik untuk indikasi apapun termasuk jerawat. Subjek juga tidak memenuhi syarat apabila
mereka atau orangtua/ wali tidak cukup diharapkan untuk dapat mengikuti prosedur studi atau
untuk menyelesaikan studi, atau apabila mereka telah ikut serta dalam uji coba sebuah
penelitian obat atau alat dalam 30 hari sebelum skrining.

Studi ini telah disetujui oleh tinjauan dewan institusional pada setiap tempat 32 yang ikut
serta di Amerika Serikat, pusat koordinasi, dan NINDS data yang telah ditunjukan serta
dewan pemantau (DSMB), yang mengurus kelalaian yang ada dalam studi ini. Keluarga dari
anak yang baru terdiagnosis CAE yang sesuai dengan kriteria inklusi/eksklusi ditawarkan
kesempatan untuk ikut serta dalam uji coba ini. Orang tua/wali menandatangani tinjauan
dewan institusional -menyetujui perizinan, dan persetujuan subjek diambil pada waktu yang
sesuai dan dijelaskan oleh dewan tinjauan institusional lokal. Pemantauan keamanan medis
ditinjau seluruh serious adverse events (SAEs) dilaporkan selama studi ini dilakukan.

Rincian kelompok juga hasil pada terapi double blind 16-20 minggu setelah pengacakan yang
dilaporkan sebelumnya (Glauseret al.,2010).

Desain studi
Studi ini merupakan studi paralel, teracak, double blind, dengan partial crossover hingga
open label (hanya pada kegagalan pengobatan) dengan follow up (Figur 1). Pada terapi
double blind 16-20 minggu pertama disebut dengan fase titrasi; terapi double blind yang
menyusul disebut fase pengobatan. Selama fase titrasi, kunjungan klinis dijadwalkan setiap 4
minggu ( dengan penundaan hingga 1 minggu) dengan kontak telepon pada minggu ke-2.
Selama fase pengobatan, kunjungan diadakan pada 26 minggu setelah pengacakan dan setiap
3 bulan setelah subjek mencapai 24 bulan tanda bebas kejang, studi dihentikan apabila
pengobatan dianggap berhasil.
Subjek dianggap gagal dalam pengobatan pada fase pengobatan double blind diberikan
kesempatan untuk masuk ke dalam fase open label, selama subjek diacak pada satu dari AED
lainnya. Pendekatan ini dapat menjaga integritas penyamaran asli serta memungkinkan
subjek untuk menerima satu dari AED yang sesuai,

Kungjungan awal
Setelah perizinan secara tertulis didapatkan, dan sebelum pengacak serta sebelum
memulai studi, anak harus melakukan kunjungan awal yang terdiri dari rincian riwayat medis,
pemeriksaan fisik dan neurologis, tes fungsi hepar, nilai hitung darah, 1 jam video EEG,
neuropsychological test battery (NTB) spesifik berdasarkan usia, penilaian kualitas hidup,
dan 24 jam diet recall. EEG awal (seluruh studi EEG yang menyusul) merupakan EEG
simultan time-locked dan perekaman video dilakukan saat subjek terjaga, berakhir 1 jam
selama 2 periode durasi hiperventilasi (setiap 3-5 menit) dan satu periode stimulasi fotik.
Neuropsychological test battery termasuk Conners’Continuous Performance Test (CPT-II
untuk anak berusia > 6 tahun dan K-CPT untuk anak berusia 4 hingga <6 tahun) (Conners,
2002); tes standar intelegensi verbal dan non verbal (Wechsler, 1991, 2003; Brown et al.,
1997), vocabulary (Dunn & Dunn, 1997), memory (Korkman et al., 1998; Sheslow & Adams,
2003; Korkman et al., 2005), learning skills (Sheslow & Adams, 2003), visuomotor
integration (Beery et al., 1997), executive function (Heaton,1981; Heatonet al.,1993),
andacademicachievement (Wilkinson, 1993; Woodcock et al., 2007). Tes neuropsikologi
awal dilakukan sebelum atau sesudah dalam 7 hari memulai studi. Kuesioner terhadap
tingkah laku (Child Behavior Checklist) dan kualitas hidup (Quality of Life in Childhood
Epilepsy) juga diambil (Achenbach & Rescorla, 2000, 2001; Sabaz et al., 2000).

Stratifikasi dan randomisasi


Subjek yang mememnuhi syarat diacak pada jumlah yang sama pada ethoxumide,
lamotrigine atau asam valproat oleh pusat koordinator di Rumah Sakit Anak Philadelphia.
Jadwal kelompok yang telah diacak dihasilkan menggunakan blok permutasi dari ukuran tiga
dalam dua strata usia : <6 dan ≥6 tahun dan berada di lokasi. Staf studi yang berada di lokasi
tidak melihat alokasi pengobatan. Subjek yang mengalami kegagalan pengobatan akan diacak
ke dalam satu dari dua pengobatan yang lain berdasarkan jadwal pengacakan yang dihasilkan
dari setiap tiga obat inisial menggunakan permutasi blok ukuran empat dalam dua strata usia,
tapi seluruh tempat dikombinasi dan subjek terhadap restriksi yang tampak pada Figur.1
(apabila ditemukan restriksi penugasan yang tidak selesai dan tugas selanjutnya yang telah
dijadwalkan diberikan).

Medikasi studi dan dosis


Studi ini menggunakan formulasi yang berbeda pada ethoxumide ( 250 mg kapsul, 250
mg/5 mL sirup), tiga formulasi yang berbeda pada lamotrigine (5 mg tablet kunyah, 25 mg
tablet kunyah, 25 mg tablet) dan dua formulasi pada asam valproat (250 mg kapsul, 125 mg
taburan) yang disediakan oleh Pfizer (New York, NY, U.S.A.), GlaxoSmithKline (Brentford,
Middlesex, United Kingdom) dan Abbott Laboratories (Abbott Park, IL, U.S.A.), berurutan.
Perusahan diatas tidak memiliki peran dalam desain studi, pengumpulan data, analisis data,
atau persiapan manuskrip.
Medikasi yang diberikan dititrasi pada batas toleransi secara bertahap yang telah
ditentukan setiap 1-2 minggu lebih dari 16 minggu (Tabel 1). Target dosis maksimal
ethoxumide yaitu 60 mg/kg/hari atau 2.000 mg/hari (yang mana lebih rendah), asam valproat
yaitu 60 mg/kg/hari atau 3.000 mg/hari (yang mana lebih rendah), dan lamotrigine 12
mg/kg/hari atau 600 mg/hari (yang mana lebih rendah). Dosis maksimal ethoxumide dan
asam valproat dipilih lebih dari dosis tertinggi yang digunakan berhasil pada laporan uji coba
CAE sebelumnya (Glauser et al., 2006). Dosis maksimal lamotrigine (dan jadwal titrasi)
ditentukan dengan mengkombinasikan model farmakokinetik konsentrasi serum potensial
pada bagian yang berbeda dari titrasi dengan durasi titrasi maksimal 16 minggu. Analisis ini
dilakukan oleh studi farmakokinetik menggunakan data monoterapi lamotrigine baik yang
telah dipublikasi dan yang belum dipublikasi pada orang dewasa dan anak-anak. Penjadwalan
titrasi lamotrigine studi ini dirancang untuk memberikan konsentrasi serum yang lebih rendah
dengan tingkat kenaikan yang lebih pelan dari pada populasi orang dewasa pada setiap tahap
titrasi untuk meminimalisir resiko terjadinya kemerahan berat. Model ini menghasilkan dosis
maksimal lamotrigine 12 mg/kg/hari pada kunjungan minggu ke-16. Hanya satu uji coba
klinis CAE sebelumnya yang menggunakan dosis yang lebih tinggi; pada studi tersebut 7% (2
dari 30) subjek membutuhkan 14-15 mg/kg/hari lamotrigini agar dapat bebas dari kejang
sementara 93% (28 dari 30) terbebas dari kejang pada dosis ≤10 mg/kg/hari (Frank et al.,
1999). Setiap maksimal dosis obat dan penjadwalan titrasi pada studi tertentu didiskusikan
dan disetujui oleh AS Food and Drug Administration(FDA) sebelum memulai studi.
Titrasi yang dilakukan bukan titrasi paksa. Titrasi dilanjutkan apabila subjek (1) telah
mencapai bebas kejang baik secara klinis dan EEG, (2) telah mencapai dosis obat maksimal
yang diperbolehkan dalam studi, atau (3) telah mencapai batas dosis toleransi, yang mana
harus diutamakan. Pada kunjungan minggu ke-16, subjek dapat dikatakan gagal dalam
peongbatan akibat efek samping yang tidak dapat ditoleransi atau terjadinya kejang umum
tonik klonik tetapi bukan dikarenakan kejang absens yang persisten.
Penjadwalan dosis farmasi dibuat untuk menjaga subjek dalam 20% batas mg/kg terget
dosis sepanjang titrasi setelah minggu ke-2. Berdasarkan ketersediaan formulasi dosis dan
jangkauan luas berat badan yang terlibat, hal ini
dicapai menggunakan variabel kisaran kelompok
berat badan (dari kisaran 3 kg pada anak terkecil
dan dosis terendah hingga kisaran 5 kg pada anak
yang lebih besar dan dosis yang lebih tinggi).
Selanjutnya, ketika dosis setiap pengobatan,
tahapan dosis dan kelompok berat badan
diketahui, diperlukan sejumlah kapsul
maksimum. Subjek yang menerima sejumlah
kapsul yang sama pada seluruh pengobatan pada
setiap tahapan dan kelompok berat badan,
sehingga penyamaran tetap dapat terjaga.
Anak yang memiliki berat badan antara 10
dan 50,9 kg, desain double dummy double-blind
digunakan dengan formulasi ethoxumide dan
kapsul yang berisi hancuran yang dapat dikunyah (lamotrigine) dengan pengisi atau taburan
(asam valproat) dengan pengisi, untuk memungkinkan anak yang tidak dapat menelan kapsul
untuk ikut serta dalam studi ini. Peserta diperbolehkan untuk membuka kapsul dan
menaburkan isinya ke dalam saus apel atau makanan lain. Kapsul dan cairan memiliki
plasebo yang sesuai. Formulasi plasebo memiliki warna, rasa dan tampilan yang mirip
dengan obat aktif. Apabila anak sudah belajar menelan obat, mereka dapat mengubah
medikasi double dummy ke medikasi obat yang lebih dikemas kapan saja setelah bulan
inisial.
Anak yang memiliki berat badan 51 kg dan lebih, obat yang terkemas tersedia uuntuk
menyamarkan formulasi kapsul ethoxumide, formulasi tablet lamotrgine, dan formulasi tablet
yang terlapisi asam valproat. Subjek memiliki pilihan berupa formulasi double dummy
double-blind atau obat yang telah dikemas double-blind. Selanjutnya, anak memulai pada
formulasi double dummy double-blind, kemudian belajar untuk menelan, dan berpindah ke
formulasi double-blind obat yang telah dikemas. Apabila anak tidak dapat belajar cara
menelan obat hingga minggu ke-16 tetapi bebas kejang dan bersedia untuk melanjutkan
formulasi double dummy, makan subjek dapat tetap berada pada studi dan menerima
pengobatan berupa formulasi double dummy double-blind. Apabila anak tidak dapat belajar
cara menelan obat hingga minggu ke-16 tetapi bebas kejang dan tidak bersedia untuk
melanjutkan pengobatan double dummy maka subjek dapat dihentikan dari studi. Seluruh
kapsul memiliki tampilan yang sama dan dikemas oleh farmasi sentral studi (berdasarkan
pada Cincinnati Children’sHospital). Sepanjang porsi uji coba double blind, farmasi
mempersiapkan dan mengirim ke lokasi studi dengan spesifik ”Study kits” seperti yang
dipreskripsikan oleh peneliti lokal berdasarkan respon klinik subjek dan protokol studi.
Farmasi di tempat penelitian akan membagikan double blind “study drug kits” kepada
subjek. Seluruh farmasi menerima obat dalam jumlah besar untuk fase open-label dan
membaginya langsung.

Fase titrasi dan kunjungan 16-20 minggu


Selama fase titrasi, subjek dianggap bebas kejang apabila subjek tidak memiliki hal
berikut : (1) kejang klinis apapun sejak kunjungan kinik terakhir berdasarkan laporan
orangtua/wali; (2) tidak ada tanda klinis kejang selama dua periode 5 menir hiperventilasi
dibawah pengamatan dokter, koordinator dan orang tua (atau wali); dan (3) tidak terdapat
kejang elektrografik selama 1 jam EEG terjaga. EEG dilakukan 1 jam saat subjek terjaga
digunakan 3 atau lebih beberapa detik adanya perubahan gelombang dan lonjakan umum
pada EEG sebagai definisi kejang.
Seluruh subjek memiliki 1 jam video EEG terjaga pada minggu ke-16 kunjungan. Pada
kunjungan minggu ke-16, subjek pada dosis maksimal atau dosis toleransi dengan kejang
klinis atau kejang eletrografik dinyatakan gagal pengobatan. Pada subjek dengan pengobatan
double blind diturunkan dan subjek merupakan kandidat dalam pengacakan pada salah satu
dari dua pengobatan. (Figur. 1). Subjek yang toleran terhadap medikasi studi ini tetapi belum
mencapai dosis maksimal yang diperbolehkan mendapai peningkatan tambahan dosis tunggal
dan kembali untuk melakukan 1 jam video EEG 4 minggu setelahnya pada kunjungan
minggu ke-20. Pada kunjungan minggu ke-20, subjek yang tetap mengalami kejang secara
klinis atau kejang elektrografi, kemudian dinyatakan gagal dalam pengobatan dan pengobatan
double blind berangsur berkurang. Apabila pada kunjungan minggu ke-20, subjek bebas
kejang secara klinis dan tidak adanya bukti lonjakan gelombang ≥3 detik pada video 1 jam
EEG, maka subjek tersebut dinyatakan bebas dari kegagalan pengobatan dan berlanjut untuk
menerima pengobatan double-blind.

Fase pengobatan
Subjek berlanjut untuk menerima studi pengobatan double-blind pada fase pengobatan
selama subjek tersebut tidak memenuhi kriteria kegagalan pengobatan (Tabel 2). Kunjungan
susulan pada 26 minggu posrandominsasi dan setiap 3 bulan setelah subjek telah mencapai
tanda bebas kejang selama 24 bulan, studi dihentikan saat pengobatan dianggap sukses. Pada
penilaian kemajuran dan toksisitas (video 1 jam EEG, neuropsychological battery, termasuk

tes atensi dan penilaian kualitas hidup) dilakukan pada kunjnugan 12 dan 24 bulan double
blind.
Apabila subjek tidak memenuhi kriteria kegagalan pengobatan pada kunjungan minggu
ke-16, setidaknya kurang dari dosis maksimum yang diperbolehkan dalam studi pada minggu
ke-16 dan kemudian mengalami kejang absens rekurens secara klinis dan elektrografik pada
fase pengobatan double-blind, maka dapat diperbolehkan meningkatkan dosis tambahan.
Apabila dosis tambahan dapat ditoleransi, maka perlu dilakukan pengulangan video 1 jam
EEG 4 minggu kemudian. Pada pemeriksaan ulang EEG, subjek yang ditemukan dengan
adanya kejang elektrografik dianggap gagal dalam pengobatan dan dikeluarkan dari fase
pengobatan double-blind. Pada pemeriksaan ulang EEG, subjek yang ditemukan bebas
kejang, maka dapat lanjut untuk diterapi pada dosis tersebut dan dianggap bebas dari
kegagalan pengobatan.

Evaluasi
Pada setiap kunjungan double-blind, sampel darah acak tidak puasa, diambil untuk
menilai konsentrasi serum obat, hitung darah lengkap dan menilai hepar. Studi konsentrasi
serum obat tidak digunakan untuk dijadikan pedoman dalam memberikan dosis; sampel
dianalisis dalam kelompok dan hasilnya digunakan studi farmakokinetik tambahan populasi.
Pada kunjungan minggu ke-16 atau 20 ( apabila tahapan peningkatan dosis terjadi pada
minggu ke-16) , profil farmakokinetik jarang diambil (dosis sebelum atau dua sampel setelah
dosis) untuk analisis populasi farmakokinetik bersamaan dengan urin acak untuk analisis
metabolik. Penilaian status nutrisi subjek dievaluasi menggunakan sistem 24 jam recall pada
awal, kunjungan minggu 16-20, dan kunjungan bulan ke-12. Penilaian dilakukan dengan cara
hitung jumlah pil, pengukuran cairan kembali, dan pertanyaan formal mengenai jumlah dosis
yang tidak terminum pada minggu sebelumnya dan sejumlah dosis yang tidak terminum pada
periode sejak kunjungan terakhir. Pada setiap subjek yang terdaftar dalam studi ini, dilakukan
pengambilan satu sampel darah untuk analisis farmakogenentik bersamaan dengan
pengambilan satu sampel darah dari orang dewasa sehat (tidak berhubungan dengan subjek
dalam studi tanpa riwayat epilepsi) sesuai dengan ras dan etnis untuk mengontrol analisis
farmakogenentik. Hasil studi tambahan ini (farmakokinetik populasi, nutrisi, metabolomik,
dan farmakogenetik) akan dijelaskan lebih terinici pada laporan terpisah.

Hasil
Hasil efektivitas utama dari studi ini yaitu terbebasnya dari angka kegagalan pengobatan
12 bulan setelah randomisasi. Kegagalan pengobatan didefinisikan sebagai kegagalan baik
akibat kurangnya kontrol kejang, atau bertemunya kriteria yang kurang aman, atau penarikan
diri dari studi akibat berbagai alasan lain (Tabel 2). Hasil kognitif utama yaitu presentase
subjek usia 4 tahun atau lebih dengan confidence index ≥ 0,60 pada Conners’ Continuous
Performance Test pada kunjungan bulan ke-12 (atau data terakhir dari kunjungan subjek
setelah kunjungan 16-20 minggu dan termasuk pada kunjungan bulan ke-12).
Akibat pengukuran hasil yang digunakan dalam uji coba ini beragam, algoritma
pengambilan keputusan dibuat sebelum ditentukan tugas kelompok pengobatan (membuka
penyamaran). Sasaran dari algoritma tersebut adalah untuk memfasilitasi interpretasi hasil
studi ini secara objektif, bermakna dan dikenal sehingga dapat memberikan informasi praktis
klinis. Dalam algoritma ini, pengobatan dalam studi ini dibandingkan menggunakan empat
hasil studi secara berurutan untuk mengidentifikasi monoterapi inisial yang optimal. Empat
hasil tersebut bebas dari kegagalan (hasil primer studi tersebut secara keseluruhan) dampak
pengobatan terhadap atensi (diukur menggunakan Conners’ Continuous Performance Test ),
dampak pengobatan terhadap tingkah laku ( diukur menggunakan Child Behavior Checklist
scores ), dan dampak pengobatan terhadap kualitas hidup (diukur menggunakan Quality of
Life in Childhood Epilepsy scores). Apabila hasil pertama tidak mengidentifikasikan
pengobatan studi yang optimal, makan dua atau tiga yang pengobatan yang terbaik
menggunakan hasil tersebut akan dibandingkan menggunakan hasil selanjutnya. Proses ini
diulang hingga teridentifikasi hasil pengobatan tunggal yang optimal atau seluruh hasil
diperiksa (yang mana muncul pertama).

Analisis statistik
Karakteristik dasar dan variabel keamanan untuk ketiga pengobatan tersebut
dibandingkan baik dengan exact chi-square test atau dengan two way analysis of variance
(dengan pengobatan sebagai faktor dan strata usia dijadikan sebagai faktor lain), tergantung
pada karakteristik yang sedang dianalisis tersebut terpisah atau berkelanjutan.
Angka kebebasan dari kegagalan dibandingkan menggunakan fisher’s exact test dengan
nilai p 0,017 dianggap menunjukkan signifikan secara statistik (perhitungan pada Bonferroni
correction pada tiga kelompok perbandingan). Dilakukan perhitungan odds ratio dengan
confidence interval 95%. Kurva KaplanMeier dibuat untuk menunjukkan waktu kegagalan
pengobatan lebih dari periode studi 12 bulan. Sebuah log-rank test digunakan pada ketiga
kelompok obat pada kunjungan bulan ke-12.
McNemar test digunakan untuk mencari perubahan dalam presentas subjek (usia 4 tahun
atau lebih) yang mengalami disfungsi atensi yang diukur oleh Confidence index 0,60 atau
lebih tinggi pada Conners’ Continuous Performance Test diantara kunjungan awal dan
kunjungan bulan ke-12. Analisis Turkey-Kramer terhadap fungsi atensi pada kunjungan bulan
ke-12 menyatukan perbedaan atensi awal. Seluruh analisis dilakukan menggunakan software
SAS, versi 9.1 (SAS Institute, Cary, NC, U.S.A.), dan StatXact software,
version8.0(CytelSoftware,Cambridge,MA,U.S.A.).
Objektif primer dari studi ini ialah unutk mendeteksi 20% perbedaan dalam kebebasan
dari angka kegagalan diantara ketiga pengobatan pada minggu ke-16-20 dengan terapi
double-blind. Ukuran sampel dihitung berdasarkan adanya perbedaan ini dengan 80%
kekuatan menggunakan hasil binomial pada 16 minggu dengan nilai p two-sided 0,017 untuk
signifikansi bersamaan dengan analisis sementara. Analisis sementara dilakukan ketika 50%
dari subjek mencapai hasil primer, baik kemanjuran dan kegagalan yang terjadi, dengan
menggunakan batasan O’Brien–Fleming untuk menghentikan studi dan menyesuaikannya
dengan Lan–DeMets spending function. Terdapat dua faktor stratifikasi dan dropout yang
diharapkan, ukuran sampel diperluas dengan 5% dua kali (dua faktor stratifikasi) dan
corrected terhadap dropout yang diharapkan 5%, menghasilkan ukuran sampel yang
dibutuhkan yaitu 446 subjek. Ukuran sampel ini ditentukan untuk cukup dalam mendeteksi
perbedaan yang bermakan dengan standar deviasi 0,5 pada Confidence Index pada Conners’
Continuous Performance Test (dengan >80% kekuatan dan α = 0.017) pada kunjungan
minggu ke-16-20.

HASIL

Populasi subjek
Total 453 anak yang terdaftar dalam uji coba CAE, diantara bulan Juni 2004 dan Oktober
2007, memenuhi pendaftaran studi hanya dalam 4 bulan kemudian daripada yang
diproyeksikan sebelumnya.

Dari 1.188 anak yang diskrining, 820


(69% telah diskrining) subjek
memenuhi syarat dan 453 subjek
(55% yang memenuhi syarat)
terdaftar dan kemudian diacak.
Diantara 453 subjek yang terdaftar, 7
diantaranya mundur dari studi ini
akibat tidak memenuhi syarat saat
awal termasuk 3 kasus tidak
memenuhi kriteria EEG dan satu
kasus dengan nilai hitung neutrofil
yang abnormal, IMT lebih dari
persentil 99, keluarga tidak memberikan izin pada hari pengacakan sebelum studi
memberikan obat apapun. Oleh karena itu, hanya terdapat 446 subjek yang termasuk dalam
dalam analisis keefektivitasan berikutnya dan 451 subjek termasuk dalam analisis kemanan
berikutnya.
Total 32 lokasi dari seluruh lokasi di Amerika Serikat yang ikut serta dalam studi ini.
Lokasi yang merekrut peserta paling banyak yaitu sebagai berikut : Cincinnati Children’s
Hospital (n = 50, 11%), The Children’s Hospital of Philadelphia (n = 33, 7%),
UniversityofCaliforniaSanDiego(n = 26,6%),Children’s Hospital Colorado (n = 26, 6%),
Baylor College of Medicine in Houston (n = 25, 6%), Nationwide Children’s Hospital in
Columbus (n = 24, 5%), and Children’s Hospital University of Alabama at Birmingham (n =
21, 5%). 10 lokasi lain merekrut 10-19 subjek, dan 15 lokasi lain merekrut 1-9 subjek. Oleh
sebab itu, total 7 lokasi merekrut 203 (45%) subjek studi dan sisanya 25 lokasi merekrut 55%
subjek.
Usia median dari 453 subjek yang terdaftar pada uji coba CAE ini yaitu 7 tahun 5 bulan
(kisaran 2 tahun 7 bulan-12 tahun 11 bulan; Tabel 3). Lebih banyak subjek perempuan (57%)
dibandingkan subjek laki-laki (43%). Ras yang paling sering dilaporkan yaitu ras berkulit
putih (72%) diikuti dengan ras berkulit hitam atau Afrika Amerika (19%). 22 persent dari
subjek memiliki etnis hispanik. Persentil median berat badan terhadap usia dan median IMT
terhadap usia (pada kedua kelompok usia) berada pada kurang lebih persentil 75.

Kisaran interkuartil IMT terhadap usia yaitu mulai pada 43% hingga 89%.
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan diantara kelompok pengobatan dalam strata
usia atau pada karakteristik demografik (Tabel 3). Confidence Index pada the Conners’
Continuous Performance Test meningkat (≥0.60) dalam 142 dari 399 subjek (36%) yang
dievaluasi.

Kebebasan terhadap kegagalan pengobatan


Secara keseluruhan, 37% (165/446) subjek bebas dari kegagalan pengobatan pada
kunjungan bulan ke-12. Subjek yang menerima ethoxumide (45%) atau asam valproat (44%)
memiliki tingkat kebebasan yang lebih tinggi terhadap kegagalan pengobatan dibandingkan
dengan subjek yang diberikan lamotrigine (21%, p < 0.001 pada kedua perbandingan; Tabel
4). Odds ratio dari kebebasan terhadap kegagalan pengobatan pada ethoxumide dibandingkan
dengan lamotrigine yaitu 3,08 (Confidence Interval [CI] 95% 1,81-5,33) dan asam valproat
dibandingkan dengan lamotriginie yaitu 2,88 (95%CI1.68–5.02). Tingkat analisis kebebasan
terhadap kegagalan pengobatan dalam setiap strata usia bersamaan dengan waktu long-rank
test terhadap kegagalan pengobatan hingga kunjungan 12 bulan (Figur. 3) memberikan hasil
yang sama. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara angka kebebasan dari kegagalan
pengobatan ethoxumide dengan asam valproat (Tabel 4).
Sisa subjek sebanyak 63% (281 dari 446) mengalami kegagalan pengobatan selama 12
bulan pertama terapi inisial. Alasan yang paling sering yang menyebabkan terjadinya
kegagalan pengobatan yaitu kurangnya kontrol kejang (28%, 115 dari 446). Terdapat
perbedaan yang signifikan diantara kelompok pengobatan dalam frekuensi kegagalan
pengobatan akibat kurangnya kontrol kejang (p < 0.001) dan efek samping yang tidak dapat
ditoleransi (p < 0.037). mayoritas 125 subjek yang mengalami kegagalan pengobatan
disebabkan kurangnya kontrol kejang dalam kelompok lamotrigine. Presentase terbesar dari
115 subjek yang berhenti akibat efek samping pada kelompok asam valproat.
Pada kategori efek samping sistem saraf, tingkah laku dan psikologik merupakan
penyebab berhentinya subjek dalam studi ini akibat tidak dapat mentoleransi efek samping
yang timbul, tetapi tidak terdapat perbadaan terhadap kejadian efek samping yang timbul
diantara kelompok pengobatan. Satu efek samping yang menyebabkan pemberhentian subjek
yang terjadi lebih sering pada kelompok pengobatan dibandingkan dengan yang lain yakni
peningkatan IMT yang yang memenuhi kriteria penetapan kegagalan pengobatan (Tabel 2).
Selama tahun pertama terapi, 12 subjek pada kelompok asam valproat berhenti akibat
peningkatan IMT yang memenuhi kriteria kegagalan pengobatan dibandingkan dengan satu
subjek dalam kelompok lamotrigine dan tidak ada subjek dalam kelompok ethosuximide.
Pada delapan subjek, pengobatan dihentinkan akibat terjadinya kejang tonik klonik : tiga
subjek dalam kelompok ethosuximide, empat subjek dalam kelompok asam valproat, dan satu
subjek dalam kelompok lamotrigine. Terdapat 14 subjek yang mengalami kemerahan yang
menyebabkan kegagalan pengobatan ( ethosuximide n=6, lamotrigine n=6, asam valproat
n=2, p=0,34). Kemerahan yang dialami subjek tersebut dianggap adanya hubungan antara
obat dan dinilai sedang hingga berat. Tidak ada subjek yang mengalami sindrom Steven
Johnson. Tidak perbedaan yang signifikan antara kelompok pengobatan dalam frekuensi
kegagalan pengobatan akibat berhenti dari studi ini.
Diantara minggu 16-20 hasil primer studi dan kunjungan bulan ke-12, kegagalan
pengobatan terjadi pada 7% (11dari 154) subjek ethosuximide, 8%(12 dari 146) subjek
lamotrigine, 14% (21 dari 146) subjek asam valproat. Kegagalan pengobatan akibat
hilangnya kontrol kejang antara minggu 16-20 hasil primer dan kunjungan pada bulan ke-12
lebih umum pada kelompok lamotrigine (5%, 7 dari 146) dibandingkan dengan kelompok
ethosuximide (1%, 1 dari 154) dan kelompok asam valproat (1%, 1 dari 146). Kegagalan
pengobatan akibat efek samping yang tidak dapat ditoleransi antara minggu 16-20 hasil
primer dan kunjungan pada bulan ke-13 lebih umu pada kelompok asam valproat (9%, 13
dari 146) dibandingkan dengan ethosuximide (1%, 1 dari 154) dan lamotrigine (3%, 4 dari
146). Penyebab tersering kegagalan pengobatan akibat efek samping yang tidak dapat
ditoleransi yang berhubungan dengan asam valproat selama interval ini adanya peningkatan
IMT ≥3,0kg/m2 pada kunjungan bulan ke-12 pada delapan subjek (dibandingkan dengan
yang lain pada kelompok pengobatan lain). Lebih dari 12 bulan, kegagalan pengobatan akibat
peningkatan IMT dicapai oleh 12 subjek asam valproat pada median 6,8 nulan (kisaran 2,8-
11,9 bulan). Hanya terdapat subjek tambahan (pada lamotrigine) yang mengalami kemerahan
sehingga memenuhi kriteria kegagalan pengobatan antara minggu 16-20 hasil primer dan
kunjungan bulan ke-12.
Efek samping dilaporkan pada ≥ 5 subjek pada setidaknya satu kelompok pengobatan
yang tampak pada Tabel 5. Secara keseluruhan, hal yang paling umum terjadi dari 20 efek
samping yang berbeda yaitu kelelahan dan sakit kepala. Perut tidak enak, mual dan muntal
terhadi lebih sering (didefinisikan 5% lebih sering terjadi pada dalam satu kelompok
dibandingkan dengan kelompok pengobatan lain) dalam kelompok ethosuximide.
Peningkatan berat badan, hiperaktivitas, masalah atensi, cepat marah, penurunan konsentrasi,
perubahan kepribadian, dan masalah tidur dilaporkan lebih sering pada kelompok asam
valproat. Tidak terdapat efek samping yang terjadi lebih sering dalam kelompok lamotrigine
dibandingkan dengan kelompok pengobatan lain.
Pada kunjungan bulan ke-12, delapan subjek (2%) memiliki efek samping serius yang
membutuhkan perawatan Rumah Sakit : empat subjek dalam kelompok ethosuximide dan dua
pada masing-masing pada kelompok lamotrigine dan kelompok asam valproat. Alasan
perlunya perawatan Rumah Sakit termasuk adanya kejang umum tonik klonik pada tiga
subjek ( ethosuximide n=2, asam valproat=1), dan satu subjek mengalami kejadian
nonepileptik dengan durasi kejang lebih lama dari kejang absens, salmonella enteritis, dan
pneumonia dengan diare dan muntah.

Nilai Confidence Index pada tes performansi berkelanjutan


Diantara 166 subjek yang berusia 4 tahun atau lebih pada data awal dan data kunjungan
bulan ke-12, 89% (148 dari 166) memiliki nilai Confidene Index hasil dari Conners’
Continuous Performance Test, kedua kunjungan awal dan kunjungan bulan ke-12. Data
confidence index tersedia dalam 91% (64 dari 70) subjek ethosuximide, 88% (28 dari 32)
subjek lamotrigine, dan 88% (56 dari 64) subjek asam valproat. Diantara subjek yang berusia
4 tahun dan lebih, tidak terdapat perbedaan secara signifikan dalam demografik dasar antara
subjek yang telah melakukan Conners’ Continuous Performance Test pada kunjungan bulan
ke-12 dan yang tidak melakukan tes tersebut pada kunjungan bulan ke-12 oleh karena suatu
alasan ( seperti berhenti pengobatan double-blind sebelum bulan ke-12, tes tidak dilakukan
pada kunjungan bulan ke-12).
Pada kunjungan bulan ke-12, nilai angka Confidence Index yang lebih tinggi ditemukan
pada kelompok asam valproat (56%) dibandingkan dengan kelompok ethosuximide (29%)
atau kelompok lamotrigine (27%; p<0,01, Tabel 6). Bahkan setelah penyesuaian nilai dasar
Confidence Index, kelompok asam valproat memiliki nilai confidence index yang buruk pada
kunjungan minggu 16-20 dan kunjungan bulan ke-12 dibandingkan dengan kelompok
ethosuximide (p < 0.001, p = 0.0043,berurutan) dan kelompok lamotrigine ((p < 0.001, p =
0.055, berurutan), dimana tidak terdapat perbedaan antara kelompok ethosuximide dan
kelompok lamotrgine pada titik waktu (p = 0.43, p = 0.97, berurutan). Analisis data 12 bulan
setelah penyesuaian pada minggu 1620 nilai Confidence Index menunjukkan tidak terdapat
perbedaan secara statistik diantara ketiga kelompok.
Sejuml
ah subjek yang
signifikan dalam
kelompok asam
valproat
mengalami
perubahan pada
nilai
Confidence Index
dari nilai normal
(<0.60) ke
abnormal (≥0.60)
diantara niai awal
dan
kunjungan bulan
ke-12 (p = 0,012).

Hal ini

berlawanan, dengan perubahan


signifikan dari normal ke abnormal
tidak terlihat pada kelompok ethosuximide dan lamotrigine.
Diantara 44 subjek yang memenuhi kriteria kegagalan pengobatan setelah kunjungan 16-
20 minggu tetapi sebelum kunjungan bulan ke-12, data kunjungan Confidence Index awal dan
kunjungan terakhir tersedia pada 14 subjek tambahan. Efek yang sama pada asam valproat
terlihat apabila subjek tersebut dimasukkan dalam analisis dan juga tidak terdapat efek yang
tampak pada kelompok ethosuximide dan lamotrigine.

Anda mungkin juga menyukai