Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN BAYI BARU LAHIR RENDAH (BBLR)

RUANGAN PERINATOLOGI DI RSUD HAJI MAKASSAR

Disusun oleh :

TRI FITRI INRIANI 14220190042

CI LAHAN CI INSTITUSI

SURYATI SALEH, S.KEP.,NS TUTIK AGUSTINI,S.KEP.,NS.,M.KEP

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

PROGRAM STUDI JURUSAN KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR 2020/2021

A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Bayi berat badan lahir rendah ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat
lahir kurang dari 2500 gram (WHO, 1961). Berat badan lahir rendah adalah bayi
dengan berat badan kurang dari 2500 gram pada waktu lahir. (Huda dan Hardhi,
NANDA NIC-NOC, 2013).
Menurut Ribek dkk. (2011), berat badan lahir rendah yaitu bayi yang lahir
dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa memperhatikan usia gestasi
(dihitung satu jam setelah melahirkan).
Bayi berat badan lahir rendah adalah bayi dengan berat badan kurang dari
2500 gram pada waktu lahir. (Amru Sofian, 2012). Dikutip dalam buku Nanda,
(2013).
Keadaan BBLR ini dapat disebabkan oleh :
a. Masa kehamilan kurang dari 37 minggu dengan berat yang sesuai (masa
kehamilan dihitung mulai hari pertama haid terakhir dari haid yang teratur).
b. Bayi small gestational age (SGA); bayi yang beratnya kurang dari berat
semestinya menurut masa kehamilannya (kecil untuk masa kehamilan
=KMK).
c. Masa kehamilan kurang dari 37 minggu dan SGA.

2. Etiologi
a) Faktor ibu : Riwayat kelahiran prematur sebelumnya, perdarahan antepartum,
malnutrisi, kelainan uterus, hidramnion, penyakit jantung/penyakit kronik
lainnya, hipertensi, umur ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun,
jarak dua kehamilan yang terlalu dekat, infeksi trauma , dan lain-lain.
b) Faktor janin : Cacat bawaan, kehamilan ganda, hidramnion, ketuban pecah dini.
c) Faktor lingkungan : Kebiasaaan merokok, mionum alkohol, dan status ekonomi
sosial.

3. Patofisiologi
Tingginya morbiditas dan mortalitas bayi berat lahir rendah masih menjadi
masalah utama. Gizi ibu yang jelek sebelum terjadinya kehamilan maupun pada
waktu sedang hamil, lebih sering menghasilkan bayi BBLR. Kurang gizi yang
kronis pada masa anak-anak dengan/tanpa sakit yang berulang akan menyebabkan
bentuk tubuh yang “Stunting/Kuntet” pada masa dewasa, kondisi ini sering
melahirkan bayi BBLR.
Faktor-faktor lain selama kehamilan, misalnya sakit berat, komplikasi
kehamilan, kurang gizi, keadaan stres pada hamil dapat mempengaruhi
pertumbuhan janin melalui efek buruk yang menimpa ibunya, atau mempengaruhi
pertumbuhan plasenta dan transpor zat-zat gizi ke janin sehingga menyebabkan
bayi BBLR.

Bayi BBLR akan memiliki alat tubuh yang belum berfungsi dengan baik.
Oleh sebab itu ia akan mengalami kesulitan untuk hidup di luar uterus ibunya.
Makin pendek masa kehamilannya makin kurang sempurna pertumbuhan alat-alat
dalam tubuhnya, dengan akibat makin mudahnya terjadi komplikasi dan makin
tinggi angka kematiannya. Berkaitan dengan kurang sempurnanya alat-alat dalam
tubuhnya, baik anatomik maupun fisiologik maka mudah timbul masalah misalnya
:
a) Suhu tubuh yang tidak stabil karena kesulitan mempertahankan suhu tubuh
yang disebabkan oleh penguapan yang bertambah akibat dari kurangnya
jaringan lemak di bawah kulit, permukaan tubuh yang relatif lebih luas
dibandingkan BB, otot yang tidak aktif, produksi panas yang berkurang
b) Gangguan pernapasan yang sering menimbulkan penyakit berat pada BBLR,
hal ini disebabkan oleh pertumbuhan dan pengembangan paru yang belum
sempurna, otot pernapasan yang masih lemah
c) Gangguan alat pencernaan dan problem nutrisi, distensi abdomen akibat dari
motilitas usus kurang, volume lambung kurang, sehingga waktu pengosongan
lambung bertambah
d) Ginjal yang immatur baik secara anatomis mapun fisiologis, produksi urine
berkurang
e) Gangguan immunologik : daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang karena
rendahnya kadar IgG gamma globulin. Bayi prematur relatif belum sanggup
membentuk antibodi dan daya fagositas serta reaksi terhadap peradangan masih
belum baik.
f) Perdarahan intraventrikuler, hal ini disebabkan oleh karena bayi prematur
sering menderita apnea, hipoksia dan sindrom pernapasan, akibatnya bayi
menjadi hipoksia, hipertensi dan hiperkapnea, di mana keadaan ini
menyebabkan aliran darah ke otak bertambah dan keadaan ini disebabkan oleh
karena tidak adanya otoregulasi serebral pada bayi prematur sehingga mudah
terjadi perdarahan dari pembuluh kapiler yang rapuh.
4. Manifestasi Klinik
1) Sebelum bayi lahir
a. Pada anamnesa sering dijumpai adanya riwayat abortus, partus prematurus
dan lahir mati.
b. Pembesaran uterus tidak sesuai tuanya kehamilan.
c. Pergerakan janin yang pertama (Queckening) terjadi lebih lambat, gerakan
janin lebih lambat walaupun kehamilannya sudah agak lanjut.
d. Pertambahan berat badan ibu lambat dan tidak sesuai menurut seharusnya .
e. Sering dijumpai kehamilan dengan oligohidramnion atau bisa pula dengan
hidramnion, hiperemesis gravidarum dan pada hamil lanjut dengan toksemia
gravidarum atau perdarahan ante partum.
2) Setelah bayi lahir
a. Berat lahir < 2500 gram
b. Panjang badan < 45 cm
c. Lingkaran dada < 30 cm
d. Lingkaran kepala < 33 cm Umur kehamilan < 37 minggu
e. Kepala relatif lebih besar dari badannya
f. Kulit tipis, transparan, lanugonya banyak
g. Lemak subkutan kurang, sering tampak peristaltik usus
h. Tangisnya lemah dan jarang
i. Pernapasan tidak teratur dan sering terjadi apnea
j. Otot-otot masih hipotonik, paha selalu dalam keadaan abduksi
k. Sendi lutut dan pergelangan kaki dalam keadaan flexi atau lurus dan kepala
mengarah ke satu sisi.
l. Refleks tonik leher lemah dan refleks moro positif
m. Gerakan otot jarang akan tetapi lebih baik dari bayi cukup bulan
n. Daya isap lemah terutama dalam hari-hari pertama
o. Kulit mengkilat, licin, pitting edema
p. Frekuensi nadi berkisar 100-140 / menit.
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Jumlah sel darah putih : 18.000/mm3, netrofil meningkat sampai
23.000- 24.000/mm3,hari pertama setelah lahir (menurun bila ada
sepsis).
b. Hematokrit (ht) : 43%-61% (peningkatan sampai 65% atau lebih
menandakan polisitemia,penurunan kadar menunjukkan anemia
atau hemoragic prenatal/perinatal).
c. Hemoglobin (Hb) : 15-20 gr/dl (kadar lebih rendah berhubungan
dengan anemia atau hemolisis berlebihan.
d. Bilirubin total : 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2
hari, dan 12 mg/dl pada 3-5 hari.
e. Destrosix : tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama setelah
kelahiran rata- rata 40-50 mg/dl meningkat 60-70 mg/dl pada hari
ketiga.
f. Pemantauan elektrolit ( Na,K,Cl) : biasanya dalam batas normal pada awalnya.
g. Pemeriksaan analisa gas darah.
6. Penatalaksanaan
Dengan memperhatikan gambaran klinik diatas dan berbagai kemungkinan
yang dapat terjadi pada bayi BBLR, maka perawatan dan pengawasan bayi BBLR
ditujukan pada pengaturan panas badan , pemberian makanan bayi, dan
menghindari infeksi.
1) Pengaturan Suhu Tubuh Bayi BBLR
Bayi BBLR mudah dan cepat sekali menderita Hypotermia bila berada di
lingkungan yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh
bayi yang relatif lebih luas bila dibandingkan dengan berat badan, kurangnya
jaringan lemak dibawah kulit dan kekurangan lemak coklat ( brown fat).
Untuk mencegah hipotermi, perlu diusahakan lingkungan yang cukup
hangat untuk bayi dan dalam keadaan istirahat komsumsi oksigen paling
sedikit, sehingga suhu tubuh bayi tetap normal. Bila bayi dirawat dalam
inkubator, maka suhunya untuk bayi dengan berat badan kurang dari 2000 gr
adalah 35 C dan untuk bayi dengan BB 2000 gr sampai 2500 gr 34 C , agar ia
dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 37 C. Kelembaban inkubator
berkisar antara 50-60 persen . Kelembaban yang lebih tinggi di perlukan pada
bayi dengan sindroma gangguan pernapasan. Suhu inkubator dapat di turunkan
1 C per minggu untuk bayi dengan berat badan 2000 gr dan secara berangsur
angsur ia dapat diletakkan di dalam tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan
27 C-29
C.
Bila inkubator tidak ada, pemanasan dapat dilakukan dengan
membungkus bayi dan meletakkan botol-botol hangat di sekitarnya atau dengan
memasang lampu petromaks di dekat tempat tidur bayi atau dengan menggu
nakan metode kangguru.
Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh bayi sekiter 36 C-37
 C adalah dengan memakai alat perspexheat shield yang diselimuti pada
bayi di dalam inkubator. Alat ini berguna untuk mengurangi kehilangan panas
karena radiasi. Akhir-akhir ini telah mulai digunakan inkubator yang
dilengkapi dengan alat temperatur sensor (thermistor probe). Alat ini
ditempelkan di kulit bayi. Suhu inkubator di kontrol oleh alat servomechanism.
Dengan cara ini suhu kulit bayi dapat dipertahankan pada derajat yang telah
ditetapkan sebelumnya. Alat ini sangat bermanfaat untuk bayi dengan berat
lahir yang sangat rendah.
Bayi dalam inkubator hanya dipakaikan popok. Hal ini penting untuk
memudahkan pengawasan mengenai keadaan umum,perubahan tingkah laku,
warna kulit, pernapasan, kejang dan sebagainya sehingga penyakit yang
diderita dapat dikenal sedini mungkin dan tindakan serta pengobatan dapat
dilaksanakan secepat – cepatnya.
2) Pencegahan Infeksi
Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman kedalam tubuh,
khususnya mikroba. Bayi BBLR sangat mudah mendapat infeksi. Infeksi
terutama disebabkan oleh infeksi nosokomial. Kerentanan terhadap infeksi
disebabkan oleh kadar imunoglobulin serum pada bayi BBLR masih rendah,
aktifitas baktersidal neotrofil, efek sitotoksik limfosit juga masih rendah dan
fungsi imun belum berpengalaman.
Infeksi lokal bayi cepat menjalar menjadi infeksi umum. Tetapi diagnosis
dini dapt ditegakkan jika cukup waspada terhadap perubahan (kelainan) tingkah
laku bayi sering merupakan tanda infeksi umum. Perubahan tersebut antara lain
: malas menetek, gelisah, letargi, suhu tubuh meningkat, frekwensi pernafasan
meningkat, muntah, diare, berat badan mendadak turun.
Fungsi perawatan disini adalah memberi perlindungan terhadap bayi
BBLR dari infeksi. Oleh karena itu, bayi BBLR tidak boleh kontak dengan
penderita infeksi dalam bentuk apapun. Digunakan masker dan abjun khusus
dalam penanganan bayi, perawatan luka tali pusat,
perawatan mata, hidung, kulit, tindakan aseptik dan antiseptik alat – alat yang
digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien dibatasi, rasio perawat pasien yang
idea, mengatur kunjungan, menghindari perawatan yang terlalu lama,
mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian antibiotik yang tepat.
3) Pengaturan Intake
Pengaturan intake adalah menetukan pilihan susu, cara pemberian dan
jadwal pemberian yang sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR. ASI (Air Susu
Ibu) merupakan pilihan pertama jioka bayi mampu mengisap. ASI juga dapat
dikeluarkan dan diberikan pada bayi jika bayi tidak cukup mengisap. Jika ASI
tidak ada atau tidak mencukupi khususnya pada bayi BBLR dapat digunakan
susu formula yang komposisinya mirip mirip ASI atau susu formula khusus
bayi BBLR.
Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan pencegahan
khusus untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya udara dalam usus.
Pada bayi dalam inkubator dengan kontak yang minimal, tempat tidur atau
kasur inkubator harus diangkat dan bayi dibalik pada sisi kanannya. Sedangkan
pada bayi lebih besar dapat diberi makan dalam posisi dipangku. Pada bayi
BBLR yang lebih kecil, kurang giat mengisap dan sianosis ketika minum
melalui botol atau menetek pada ibunya, makanan diberikan melalui NGT.
Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kebutuhan dan berat
badan bayi BBLR. Pemberian makanan interval tiap jam dilakukan pada bayi
dengan Berat Badan lebih rendah.
4) Pernapasan
Jalan napas merupakan jalan udara melalui hidung, pharing, trachea,
bronchiolus, bronchiolus respiratorius, dan duktus alveeolaris ke alveoli.
Terhambatnya jalan nafas akan menimbulkan asfiksia, hipoksia dan akhirnya
kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat beradaptasi dengan asfiksia yang
terjadi selama proses kelahiran sehingga dapat lahir dengan asfiska perinatal.
Bayi BBLR juga berisiko mengalami serangan
apneu dan defisiensi surfakatan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen
yang cukup yang sebelumnya di peroleh dari plasenta. Dalam kondisi seperti
ini diperlukan pembersihan jalan nafas segera setelah lahir (aspirasi lendir),
dibaringkan pada posisi miring, merangsang pernapasan dengan menepuk atau
menjentik tumit. Bila tindakan ini gagal , dilakukan ventilasi, intubasi
endotrakheal, pijatan jantung dan pemberian natrium bikarbonat dan pemberian
oksigen dan selama pemberian intake dicegah terjadinya aspirasi. Dengan
tindakan ini dapat mencegah sekaligus mengatasi asfiksia sehingga
memperkecil kematian bayi BBLR.

7. Komplikasi
a. Kerusakan bernafas : fungsi organ belum sempurna.
b. Pneumonia, aspirasi : refleks menelan dan batuk belum sempurna .
c. Perdarahan intraventrikuler : perdarahan spontan di ventrikel otak lateral
disebabkan anoksia menyebabkan hipoksia otak yang dapat menimbulkan
terjadinya kegagalan peredaran darah sistemik.
B. KONSEP KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Biodata (Maryunani, 2013)
1) Identitas bayi : nama, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, lingkar kepala,
lingkar dada.
2) Identitas orang tua : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat.
b. Keluhan utama : bearat badan < 2500 gr, tinggi badan < 45 cm, lingkar dada < 30
cm, lingkar kepala < 33 cm, hipotermia.
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit keluarga Riwayat penyakit dahulu
1) Masalah yang berkaitan dengan ibu (Pantiawati, 2010)
Penyakit yang berkaitan dengan ibu seperti hipertensi, toksemia, plasenta previa,
absorpsio plasenta, inkompeten servikal, kehamilan kembar, malnutrisi dan diabetes
millitus. Status sosial ekonomi yang rendah, dan tiadanya perawatan sebelum
kelahiran/ prenatal care. Riwayat kelahiran prematur atau absorpsi, penggunaan obat-
obatan, alkohol, rokok dan kafein. Riwayat ibu : umur di bawah 16 tahun atau di atas
35 tahun dan latar belakang pendidikan rendah, kehamilan kembar, status sosial
ekonomi yang rendah, tidak adanya perawatan sebelum kelahiran, dan rendahnya gizi,
konsultasi yang pernah dilakukan, kelahiran prematur sebelumnya dan jarak
kehamilan yang berdekatan, infeksi seperti TORCH atau penyakit hubungan seksual
lain, keadaan seperti toksemia, abrupsio plasenta, plasenta previa, dan prolapsus tali
pusat, konsumsi kafein, rokok, alkohol, dan obat-obatan, golongan darah, faktor Rh.
2) Bayi pada saat kelahiran (Pantiawati, 2010)
Umur kehamilan biasanya antara 24 sampai 37 minggu, rendahnya berat badan
pada saat kelahiran, SGA, atau terlalu besar di bandingkan umur kehamilan, berat
biasanya kurang dari 2500 gram, kurus , lapisan lemak subkutan sedikit atau tidak ada,
kepala relative lebih besar dibandingkan badan, 3 cm lebih besar dibanding lebar dada,
kelainan fisik yang mungkin terlihat, nilai APGAR pada 1 sampai 5 menit, 0 sampai
3 menunjukkan kegawatan yang parah, 4 sampai 6 kegawatan sedang, dan 7 sampai 10
normal.
e. Keadaan umum: Pada neonatus dengan BBLR, keadaannya lemah dan hanya
merintih. Keadaan akan membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan
menangis keras. Kesadaran neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap
rangsangan. Adanya BB yang stabil, panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada
pembesaran lingkar kepala dapat menunjukkan kondisi neonatus yang baik.
f. Tanda-tanda Vital: Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila
penanganan asfiksia benar, tepat dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya
hipothermi bila suhu tubuh < 36 °C dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh
< 37 °C. Sedangkan suhu normal tubuh antara 36,5°C – 37,5°C, nadi normal antara
120-140 kali per menit respirasi normal antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi
post asfiksia berat pernafasan belum teratur (Potter Patricia A, 1996 : 87).
g. Kulit: Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi
preterm terdapat lanugo dan verniks.

i. Kepala: Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-


ubun besar cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan tekanan
intrakranial.
j. Mata: Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva,
warna sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleksterhadap cahaya.
k. Hidung: Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
l. Mulut: Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
m. Telinga: Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
n. Leher: Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
o. Thorax: Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan
ronchi, frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
p. Abdomen: Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus
costaae pada garis papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya
asites atau tumor, perut cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1
sampai 2 jam setelah masa kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract
belum sempurna.
q. Umbilikus: Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda –
tanda infeksi pada tali pusat.
r. Genitalia: Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara
uretra pada neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia
minor, adanya sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
s. Anus: Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna
dari faeses.
t. Ekstremitas: Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah
tulang atau adanya kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
u. Refleks: Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah.
Reflek moro dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat
atau adanya patah tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A,
1996 : 109-356).
Tanda Fisiologis

a. Gerakan bayi pasif dan tangis hanya merintih,walaupun lapar bayi tidak menangis,
bayi lebih banyak tidur dan lebih malas.

b. Suhu tubuh mudah untuk menjadi hipotermi,penyebabnya adalah : pusat pengatur


panas belum berfungsi dengan sempurna, kurangnya lemak pada jaringan subcutan
akibatnya mempercepat terjadinya perubahan suhu dan kurangnya mobilisasi
sehingga produksi panas berkurang.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Termoregulasi tidak efektif
b. Hipotermi
c. Risiko Infeksi
d. Hipovolemi
e. Defisit Nutrisi
3. Intervensi Keperawatan

N Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi


o
Keperawatan Keperawatan Keperawatan
Indonesia Indonesia Indonesia
(SLK (SIKI)
I)
1 Termoregulasi Tidak Setelah Regulasi
. Efektif
dilakukan Temperatur
intervensi Observasi
Definisi:
 Monitor suhu tubuh
Kegagalan mempertahankan keperawatan
anak tiap 2 jam
suhu tubuh dalam rentang ……x…..
 Monitor
normal jam tekanan
Penyebab : diharapkan darah,
 Stimulasi Termoregulasi
frekuensi
pusat termoregulasi Membaik
pernapasan, dan nadi
hipotalamus
dengan kriteria hasil:  Monitor warna dan
 Fluktuasi suhu
lingkungan  Kejang menurun suhu kulit
(5)
 Proses penyakit  Monitor dan catat
(Mis.  Suhu
tanda dan gejala
Infeksi) tubuh membaik
hipertermia
 Proses penuaan (5)
Terapeutik
 Dehidrasi  Suhu kulit
 Pasang alat
 Ketidaksesuaian membaik (5)
pemantau suhu
pakaian suhu lingkungan  Pucat menurun (5)
kontinu jika perlu
 Peningkatan  Takikardi
 Sesuaikan
kebutuhan oksigen menurun (5) suhu

 Perubahan  Takipnea linkungan


laju metabolism menurun (5)
dengan kebutuhan
 Suhu lingkungan ekstrem  Hipoksia
pasien
 Ketidakadekuatan menurun (5)

suplai lemak subkutan  Kadar glukosa

 Berat badan ekstrem darah membaik


Kolaborasi
(5)
 Efek agen  Kolaborasi
 Pengisian
kapiler membaik
farmakologis (mis.
(5) pemberian antipiretik
Sedasi)
Gejala dan Tanda Mayor  Ventilasi
membaik (5)
Subjektif
(Tidak Tersedia)
Objektif
 Kulit dingin/hangat
 Menggigil
 Suhu tubuh
fluktuatif Gejala dan
Tanda Minor Subjektif
(Tidak
Tersedia)
Objektif
 Piloreksi
 Pengisian kapiler >3
detik
 Tekanan darah meningkat
 Pucat
 Frekuensi
napas meningkat
 Takikardia
 Kejang
 Kulit kemerahan
 Dasar kuku sianotik
Kondisi Klinis Terkait
 Cedera Medula Spinalis
 Infeksi/sepsis
 Pembedahan
 Cedera Otak Akut
 Trauma
2 Resiko Infeksi (D.0142) Setelah diberikan Pencegahan
Definisi : beresiko asuhan keperawatan Infeksi Observasi
mengalami peningkatan selama Monitor tanda dan gejela
…x...jam diharapkan infeksi local dan sitemik
terserang organisme
dapat mengatasi Terapeutik
patogenik
Resiko Infeksi dengan  Batasi
Faktor Resiko :
kriteria hasil: jumlah pengunjung
 Penyakit kronis (mis.
Tingkat infeksi  Berikan perawatan kulit
Diabetes militus)
Kebersihan
 Efek prosedur invasive
tangan
 Malnutrisi meningkat (5) pada area edema
 Peningkatan paparan Kebersihan  Cuci tangan sebelum
organisme pathogen dan sesudah kontak
badan meningkat
lingkungan dengan pasien dan
(5)
 Ketidakadekuatan lingkungan pasien
Nafsu
pertahanan  Pertahankan kondisi
tubuh primer makan meningkat aseptik pada pasien
 Ganggu (5) beresiko tinggi
an Demam menurun Edukasi
peristalt (5)  Jelaskan tanda dan
ic Kemerahanmenur gejala infeksi
 Kerusakan un (5)  Ajarkan cara
integritas Nyeri menurun (5) mencuci tangan dengan
kulit Bengkak benar
 Perubahan  Ajarkan etika batuk
sekresi pH menurun (5)
 Ajarkan cara
 Penurunan Vesikel menurun
(5) memeriksa kondisi
kerja silialis luka atau luka oprasi
Cairan berbau
 Ketuban  Anjurkan
busuk menurun
pecah lama meningkatkan asupan
(5)
 Ketuban nutrisi
Sputum
pecah sebelum  Anjurkan
waktunya berwarna hijau meningkatkan asupan
 Merokok menurun (5) cairan
 Status cairan Drainase
tubuh
purulenmenurun Kolaborasi
 Ketidakadekuatan
(5)  Kolaborasi
pertahanan
Pluria menurun (5) pemberian imunisasi,
tubuh sekunder Periode jika perlu
 Penuruna
malaise menurun
n
(5)
hemoglo
Periode
bin
 Imununosupresi menggigil
 Leukopenia menurun (5)
 Supresi Letargi menurun
(5)
respon inflamasi
Gangguan
 Faksinasi
tidak adekuat
kognitif menurun
(5)
Kadar sel
darah
putih membaik (5)
Kultur

darah membaik (5)


Kultur

urine membaik (5)


Kultur

sputum
Kondisi klinis terkait : membaik (5)
 AIDS Kultur area
 Luka bakar luka
 Penyakit paru membaik (5)
obstruktif kronis Kultur
 Diabetes militus
feses membaik (5)
 Tindakan infasif
 Kondisi
penggunaan terapi
steroid
 Penyalahgunaan obat
 Ketuban pecah
sebelum waktunya
(KPSW)
 Kanker
 Gagal ginjal
 Imunosupresi
 Lymphedema
 Leukositopenia
 Gangguan fungsi hati
3 Hipotermia Setelah Manajemen
dilakukan Hipotermia
Definisi: Suhu tubuh berada tindakan Observasi:
di bawah rentang normal keperawatan  Monitor suhu tubuh
tubuh. selama ….x….  Identifikasi penyebab
menit hipotermia
Penyebab: diharapkan (mis.
 Kerusakan hipotalamus Termoregulasi Terpapar
 Konsumsi alkohol membaik dengan suhu
 Berat badan ekstrem kriteria hasil: lingkungan
 Kekurangan  Menggigil rendah,
lemak subkutan menurun (5) pakaian tipis,

 Terpapar suhu  Kulit kerusakan


lingkungan rendah merah menurun hipotalamus,

 Malnutrisi (5) penurunan laju


 Kejang menurun
(5) metabolism,
kekurangan
 Akrosiano
lemak
sis
subkutan)
menurun
(5)  Monitor tanda dan
gejala akibat
hipotermia (mis.
 Pemakaian pakaian tipis  Konsumsi Hipotermia
ringan,
 Penurunan oksigen menurun
takipnea,
laju metabolisme (5)
 Tidak beraktivitas  Piloereksi disatria, menggigil,
 Transfer panas (mis. menurun (5) hipertensi, diuresis;
Konduksi,  Vasokonstriksi Hipotermia
konveksi, evaporasi, perifir menurun sedang:
radiasi) (5)
aritmia,
 Trauma  Pucat menurun (5)
hipotensi,
 Proses penuaan  Takikardi
menurun (5) apatis,
 Efek agen farmakologis
 Bradikardi koahulopati,
 Kurang terpapar
informasi terhadap menurun (5)
reflex menurun;
pencegahan hipotermia  Dasar kuku
hipotermia berat:
sianolik menurun
oliguria, reflex
Gejala dan Tanda (5)
menghilang, edema
Mayor Subjektif  Hipoksia
paru, asam-basa
(tidak tersedia) menurun (5)
abnormal)
 Suhu

Objektif tubuh membaik (5)


Terapeutik:
 Kulit teraba dingin  Suhu kulit
 Sediakan lingkungan
 Menggigil membaik (5)
yang hangat (mis. Atur
 Suhu tubuh di bawah  Kadar glukosa
suhu ruangan,
nilai normal darah membaik (5)
inkobator
 Pengisian
 Ganti pakaian dan/linen
Gejala dan Tanda kapiler membaik
yang basah
(5)
Minor Subjektif  Lakukan penghangatan
(Tidak tersedia)  Ventilasi
pasif (mis. Selimut
membaik (5)
menutup kepala,
Objektif  Tekanan
pakaian tebal
darah membaik (5)
 Akrosianosis  Lakukan penghangatan
 Bradikardi aktif eksternal (mis,
 Dasar kuku sianotik kompres hangat, botol
 Hipoglikemia hangat, selimut hangat,
perawatan
model kangguru)
 Lakukan penghangatan
aktif internal (mis.
Infus cairan hangat,
oksigen hangat, lavase
pantoneal dengan cairan
hangat)
 Hipoksia Edukasi:
 Pengisian kapiler >3 detik  Anjurkan
 Konsumsi
makan/minum hangat
oksigen meningkat
 Ventilasi menurun
 Piloereksi
 Takikardia
 Vasokonstriksi perifer
 Kutis memorata
(pada neonatus)

Kondisi Klinis Terkait


 Hipotiroidisme
 Anoreksia nervesa
 Cedera batang otak
 Prematuritas
 Berat badan lahir rendah
(BBLR)
 Tenggelam
4 Hipovolemia Setelah dilakukan Manajemen
tindakan keperawatan Hipovolemia
Definisi: selama …...x menit Observasi:
Penurunan volume cairan diharapkan  Periksan tanda dan gejala
instravaskular, interstisial, Hypovolemia hipovolemias (mis. Nadi
dan/atau intraseslukler. Membaik dengan meningkat, nadi teraba
kriteria hasil: Status lemah, tekanan darah
Penyebab: Cairan: mneurun, tekanan nadi
 Kehilangan cairan aktif  Kekuatan nadi (5) menyempit, turgor kulit
 Kegagalan  Turgor kulit (5) menurun,
mekanisme regulasi  Output urine (5) membrane mukosa
 Peningkatan  Pengsisian vena (5) kering, volume urine
permeabilitas kapiler  Frekuensi nadi (5) menurun, hematokrit

 Tekanan darah (5) meningkat, haus, lemah)


 Monitor intake dan output
 Kekurangan intake cairan  Tekanan nadi (5) cairan
 Evaporasi  Membrane
mukosa (5) Terapeutik
Gejala dan Tanda  Jugular  Hitung kebutuhan cairan
Mayor: Subjektif Venous Pressure  Berikan posisi
(JVP) (5) modified
-
Trendelenburg
Objektif:
Integritas Kulit  Berikan asuoan cairan
 Frekuensi nadi meningkta
oral
 Nadi teraba lemah dan

 Tekanan darah menurun Jaringan:


Edukasi
 Tekanan nadi menyempit  Elastisitas (5)
 Anjurnkan
 Turgor kulit menurun  Hidrasi (5)
memperbanyak asupan
 Membrane mukosa kering  Perfusi jaringan (5)
cairan oral
 Volume urine menurun  Kerusakan  Anjurkan menghindari
 Hematokrit meningkat jaringan (5)
perubahan
 Kerusakan posisi mendadak
Gejala dan Tanda lapisan kulit (5)

Minor Subjektif; Kolaborasi


 Merasa lemah  Kolaborasi pemberian
 Mengeluh haus cairan IV isotonis (mis.
Objektif: NaCl, RL)
 Pengisian vena menurun  Kolaborasi pemberian
 Status mental berubah cairan IV hipotonis (mis.

 Suhu tubuh meningkat Glukosa 2,5%, NaCl

 Konsentrasi 0,4%)

urine meningkat  Kolaborasi pemberian

 Berat badan turun tiba- cairan koloid (mis.


tiba Albumin, Plasmanate)
 Kolaborasi pemberian
Kondisi Klinis Terkait: produk darah.
 Penyakit Addison
 Trauma atau perdarahan Manajemen
 Luka bakar
Syok Hipovolemik
Observasi
 Monitor
status kardiopulmonal
(frekuensi
 AIDS danb tekanan nadi,
 Penyakit Crohn frekuensi napas, TD,
 Muntah MAP)
 Diare  Monitor status
 Colitis ulseratif oksigenasi (oksimetri

 Hipoalbuminemia nadi, AGD)


 Monitor status cairan
(masukan dan haluaran,
turgor kulit, CRT)

Terapeutik
 Pertahankan jalan napas
paten
 Berikan oksigen untuk
mempertahankan satirasi
oksigen >94%
 Perispaan intubasi dan
ventilasi mekanis, jika
perlu
 Berikan posisi syok
(modified
Trendelenberg)
 Pasang jalur IV
 Pasang katetr urine
untuk menilai produksi
urine
 Pasang selang
nasogastric untuk
dekompresi lambung,
jika perlu
 Kolaborasi pemberian
epinefrin
 Kolaborasi pemberian
dipenhidramin, jika
perlu
 Kolaborasi pemberian
bronkodilator, jika perlu
 Kolaborasi
intubasi
endotracheal, jika perlu
 Kolaborasi

pemberian resusitasi
cairan, jika perlu
5 Defisit Setelah Manajemen

Nutrisi dilakukan tindakan Nutrisi Observasi


keperawatan selama ...
Definisi :  Identifikasi status
x ... jam diharapkan nutrisi
Asupan Nutrisi tidak cukup perawatan diri
 Indentiikasi
untuk memenuhi kebutuhan meningkat dengan
Alergi makanan
Metabolisme. kriteria hasil :
 Indentifikasi kebutuhan
Penyebab : Status nutrisi
kalori yang dibutuhkan
 Ketidakmampuan
 Berat pasien
mencerna
badan
makanan.  Monitor berat badan
meningk
 Ketidakmampua
at  Monitor asupan mkanan
n menelan
makanan.  Eliminasi fekal  Monitor

 Ketidakmampuan hasil pemeriksaan


 Fungsi
mengabsorpsi laboratorium.
Gastrointesti
makanan. Terapeutik
nal membaik
 Peningkatan
kebutuhan  Nafsu  Lakukan oral

mtabolisme. makan hygene sebelum makan


meningkat
 Fasilitasi
Gejala dan Tanda  Perilaku menentukan pedoman
Mayor Subjektif : meningkatkan diet
- berat badan  Sajikan mkanan secara
Objektif :
 Status menelan menarik
 Berat badan menurun
minimal 10%  Tingkat depresi  Berikan makanan
dibawah rentang tinggi kalori
ideal.
Edukasi

Gejala dan Tanda  Anjurkan posisi duduk


Minor Subjektif :
 cepat kenyng
setelah makan
 kram/nyeri abdomen
 nafsu makan menurun  Anjurkan diet
yang
Objektif : diprogramkan

 bising usus hiperaktif
Kolaborasi dengan ahli
 otot pengunyah lemah
gizi
 otot menelan lemah
 membrane
mukosa
puc
at
 sariawan
 serum albumin turun

Kondisi Klinis Terkait :


 Stroke
 parkinson
 Mobious syndrome
 Cerebral palsy
 Cleft lip
 Cleft palate
 Luka bakar
 Kanker
 Infeksi
DAFTAR PUSTAKA

Kathleen. 1994. Pediatric Care Planning, Springhouse: USA


Latief, Abdul. Dkk, 1991, Kuliah Ilmu Kesehatan Anak FKUI, Bagian Ilmu Kesehatan Anak: Jakarta
Whalley, F. Lucille; Wong, Donna L, 1991, Nursing Care Of Infant, Mosby Company: Philadelphia
Wong, Donna L, 1997, Pediatric Nursing, Mosby Company: St Louis, Missouri Arvin, BMK., Egman. 1996.
Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta. EGC.
Bobak, Irene M, dkk. 2005. Keperawatan Maternitas. Edisi Keempat. Jakarta.EGC
Ilyas, Jumarni, dkk. 1994. Asuhan Keperawatan Perinatal. Jakarta. EGC MacDonald. 2002. Obstetri
Wilms. Jakarta. EGC
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri. Jilid I. Edisi Kedua. Jakarta. EGC Prawirohardjo, Sarwono. 1999. Ilmu
Kebidanan, Edisi Kedua. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka
Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta Selatan: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
4.

Anda mungkin juga menyukai