Hasil Bahtsul Masail Vaksin Puasa
Hasil Bahtsul Masail Vaksin Puasa
A. Diskripsi Masalah
Pandemi Covid-19 telah mengguncang tatanan kehidupan dunia, baik sosial, ekonomi,
politik, dan agama. Pemerintah Republik Indonesia sendiri sedang berupaya keras
mengendalikan pandemi ini agar kehidupan yang normal dalam seluruh tatanan tercipta
kembali.
Salah satu hal yang dikhawatirkan pemerintah adalah lonjakan kasus positif Covid-19
dalam rangka mudik lebaran Idul Fitri tahun 1443 Hijriah. Untuk mengantisipasi hal itu, Satuan
Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 menerbitkan Surat Edaran (SE) No. 16 Tahun 2022.
Salah satu kandungan SE tersebut mewajibkan masyarakat yang hendak melakukan perjalanan
dalam negeri dengan moda transportasi pribadi maupun umum untuk melakukan vaksinasi
dosis ketiga (booster). Jika tidak melakukan vaksin dosis ketiga, maka masyarakat wajib
menunjukkan hasil tes dengan berbagai macam ketentuannya.
Vaksin adalah senyawa antigen yang berfungsi untuk meningkatkan imunitas tubuh
terhadap virus. Vaksin terbuat dari virus yang dimatikan atau dilemahkan dengan
menggunakan tambahan bahan-bahan yang lainnya, seperti formal aldehit, thymerosol, dan
lain-lain. Vaksinasi adalah proses pemberian antigen ke dalam tubuh seseorang yang bertujuan
meningkatkan kekebalan tubuh individu tersebut terhadap penyakit tertentu.
Dalam dunia medis vaksinasi dapat dilakukan dengan beberapa metode. Dalam kasus
vaksinasi Covid-19, metode yang dilakukan adalah injeksi intramuskular, yaitu menyuntikkan
vaksin pada otot lengan (biasanya lengan bagian atas sebelah kiri). Vaksin akan bekerja atau
berfungsi pada bagian tubuh yang memiliki cukup jaringan otot untuk menyerap dosis vaksin
yang pada gilirannya akan merangsang tubuh agar memproduksi antigen. Kemudian, sel-sel
kekebalan di jaringan otot akan mengambil antigen ini dan membawanya menuju kelenjar
PENGURUS BESAR NAHDLATUL ULAMA
LEMBAGA BAHTSUL MASAIL
Gedung PBNU, Lt. 4, Jl. Kramat Raya No. 164 Jakarta Pusat 10430 Telp/Fax. (021)
31935040 E-mail : lbmpbnu@nu.or.id
LBM - PBNU
getah bening untuk mulai menciptakan antibodi. Kelenjar getah bening sendiri adalah
komponen penting dalam sistem kekebalan kita1.
Namun, problem keagamaannya muncul ketika vaksinasi dilakukan pada saat berpuasa.
Sedangkan, ada anggapan di tengah masyarakat bahwa vaksinasi ini bisa saja membatalkan
puasa karena ada unsur memasukkan benda ke dalam tubuh.
B. Pertanyaan:
Apakah vaksinasi Covid-19 yang dilakukan pada siang hari bulan Ramadan dapat
membatalkan puasa?
C. Jawaban:
Vaksinasi Covid-19 tidak membatalkan puasa. Akan tetapi, jika vaksinasi pada siang
hari dapat memperlemah fisik menurut pertimbangan dokter, maka hukumnya makruh dan
vaksinasinya direkomendasikan untuk dilakukan pada malam hari.
D. Penjelasan Jawaban
Makan dan minum di siang hari dengan sengaja hukumnya haram dan membatalkan
puasa. Dasarnya adalah firman Allah SWT (QS. Al-Baqarah: 187):
1
Lihat: tim redaksi CNBC Indonesia, “Terungkap! Alasan Kenapa Vaksin Covid Disuntikkan di Tangan”,
CNBC Indonesia, April-08-2022, https://www.cnbcindonesia.com/lifestyle/20220217095238-33-
316065/terungkap-alasan-kenapa-vaksin-covid-disuntikkan-di-tangan.
2
QS. Al-Baqarah [2]: 187.
PENGURUS BESAR NAHDLATUL ULAMA
LEMBAGA BAHTSUL MASAIL
Gedung PBNU, Lt. 4, Jl. Kramat Raya No. 164 Jakarta Pusat 10430 Telp/Fax. (021)
31935040 E-mail : lbmpbnu@nu.or.id
LBM - PBNU
ص ْوِم
ب َوُه َو َذاكٌِر لِل ى ِِ ِ صائِِم اْلَ ْكل والشُّر
َ َوإِ ْن أَ َك َل أ َْو َش ِر،ب ل َق ْوله َعىز َو َج ىل
ُ ْ َُ َوََْي ُرُم َعلَى ال ى
.3ص ْوَم ِم ْن َغ ِْْي عُ ْذر ص ْوُمهُ ِْلَنىهُ فَ َع َل َما يُنَ ِاِف ال ى ِ
ْ َعاِلٌ ِِبلت
َ ىح ِرِمي مُْتَ ٌار بَطَ َل
Artinya: “Haram bagi orang yang berpuasa makan dan minum berdasar firman Allah
SWT tadi. Apabila ia makan atau minum dalam keadaan sadar sedang berpuasa,
mengetahui keharamannya, dan tanpa paksaan, maka batal puasanya, karena ia telah
melakukan hal yang bertentangan dengan prinsip puasa tanpa alasan yang dibenarkan..
Lebih jauh An-Nawawi dalam Syarh al-Muhadzdzab menjelaskan bahwa keharaman makan
bagi orang yang berpuasa adalah kesepakatan para ulama. Ia mengatakan:
Meskipun para ulama bersepakat bahwa makan dan minum membatalkan puasa, namun
mereka berselisih pendapat tentang definisi makan dan minum; mereka berbeda pendapat
tentang benda selain makanan yang masuk ke dalam tubuh; tentang benda yang masuk ke
3
Abu Ishaq Al-Syirazi, al-Muhadzdzab fi Fiqh al-Imam al-Syafi’i, [Beirut: Dar al-Fikr, tt], juz, I, h. 182
4
Muhyiddin Syarf An-Nawawi, al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab, [Jeddah: Maktabah al-Irsyad, tt], juz, VI, h.
334-335
5
Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, [Beirut: Dar al-Ma’rifah, Cet Ke-VI, 1402
H/1982], juz, I, h. 290.
PENGURUS BESAR NAHDLATUL ULAMA
LEMBAGA BAHTSUL MASAIL
Gedung PBNU, Lt. 4, Jl. Kramat Raya No. 164 Jakarta Pusat 10430 Telp/Fax. (021)
31935040 E-mail : lbmpbnu@nu.or.id
LBM - PBNU
dalam tubuh tidak melalui saluran (manfadz) makanan dan minuman; dan tentang benda yang
masuk ke dalam tubuh, namun tidak sampai masuk ke rongga perut. Ibnu Rusyd mengatakan:
Artinya: “Para ulama berselisih pendapat tentang beberapa persoalan. Sebagian tidak
tertuang secara tekstual, dan sebagian tertuang secara tekstual. Persoalan yang tidak
tertuang secara tekstual salah satunya tentang benda selain makanan-minuman yang
masuk rongga tubuh (al-jawf), kemudian tentang benda yang masuk ke dalam rongga
tubuh tanpa melalui saluran (manfadz) makanan dan minuman seperti suntikan, dan
tentang benda yang masuk ke dalam tubuh, namun tidak sampai masuk ke rongga,
semisal benda yang sampai ke otak namun tidak masuk ke pencernaan.”
Dalam Mazhab Syafi’i sendiri, lubang tubuh yang terbuka (manfadz maftūḥ) menjadi
syarat pembatalan puasa jika terdapat benda berwujud yang masuk ke dalam rongga tubuh
(jawf) tersebut. Termasuk rongga tubuh adalah telinga bagian dalam dan saluran kantung
kemih. Dalam al-Muqaddimah al-Haḍramiyyah disebutkan:
Maksud lubang tubuh yang terbuka (manfadz maftuh) adalah lubang yang umumnya terbuka
pada tubuh manusia seperti telinga, mulut, dan hidung; atau lubang baru yang direkayasa
terbuka dengan syarat dapat dilihat secara kasatmata (fathan yudraku) sebagaimana penjelasan
berikut:
6
Rusyd, 1402 H/1982: I/290.
7
Abdullah Ba Fadhal al-Hadhrami, al-Muqaddimah al-Hadhramiyyah, dalam Sa’id bin Muhammad Ba ‘Ali Ba
‘Isyan, Syarh al-Muqaddimah al-Hadhramiyyah, [Bairut: Dar al-Minhaj, Cet Ke-1, 1425 H/2004 M], h. 549-540.
PENGURUS BESAR NAHDLATUL ULAMA
LEMBAGA BAHTSUL MASAIL
Gedung PBNU, Lt. 4, Jl. Kramat Raya No. 164 Jakarta Pusat 10430 Telp/Fax. (021)
31935040 E-mail : lbmpbnu@nu.or.id
LBM - PBNU
.8ك
ُيُ ْدر ْ ِ(ِف َمْن َفذ َم ْفتُ ْوح) أ
َ عُْرفًا أ َْو فَ ْت ًحا:َي
Artinya: “Melalui saluran yang lazim terbuka atau saluran rekayasa yang terlihat secara
kasatmata.”
Pendapat kedua dari kalangan Syafi’iyyah mengkhususkan jawf sebatas rongga dalam
yang memiliki kemampuan mengubah zat yang masuk menjadi zat lain, seperti perut, usus, dan
bagian dalam otak. Kedua pendapat ini termaktub dalam Al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab;
ِ اجلو ِ ِ ِِ ِ ِ ِ ِ ِ
ف َْْ اس ُم ْ َح ُد ُُهَا) أَنىهُ َما يَ َق ُع َعلَْيهَ (أ: يما يُ ْعتَََبُ به َو ْج َهان َ (مْن َها) الْبَاط ُن الْ َواص ُل إلَْيه َوف
ال َو ْاْل ىَوُل ُه َو الْ ُم َوافِ ُق ِ ىاِن) ي عتََب معه أَ ْن ي ُكو َن فِ ِيه قُ ىوةٌ َُِتيل الْو
َ َاص َل إلَْي ِه ِم ْن َد َواء أ َْو ِغ َذاء قَ ُْ َ ُ َ َ َُ ْ ُ ِ (والث َ
ِ
َ لتَ ْف ِري ِع ْاْلَ ْكثَ ِر
. ين
10
Artinya: “(Diantara kriteria yang membatalkan) adalah tentang rongga dalam, di mana
mengenai aspek yang dipertimbangkan terdapat dua pendapat; pertama, maksud rongga
8
Abdul Hamid al-Syarwani, Hawasyi al-Syarwani wa al-‘Ubadi ‘ala Tuhfah al-Muhtaj [Beirut: Dar Ihya al-Turast
al-‘Arabi 1431 H], j, III, h. 403.
9
Muhammad al-Syarbini al-Khathib, al-Iqna` fi Halli Alfazhi Abi Syuja`, [Beirut: Dar al-Fikr, 1415 H], juz, I, h.
237.
10
An-Nawawi, al-Majmu’: VI/335.
PENGURUS BESAR NAHDLATUL ULAMA
LEMBAGA BAHTSUL MASAIL
Gedung PBNU, Lt. 4, Jl. Kramat Raya No. 164 Jakarta Pusat 10430 Telp/Fax. (021)
31935040 E-mail : lbmpbnu@nu.or.id
LBM - PBNU
dalam adalah setiap bagian tubuh yang berongga. Kedua, mempertimbangkan syarat
kemampuan rongga tersebut mengubah obat dan makanan. An-Nawawi mengatakan,
pendapat pertama lebih sesuai dengan rincian mayoritas ulama.”
Berdasarkan pengertian manfadz dan jawf tersebut di atas, benda yang terserap melalui
pori-pori seperti minyak oles, celak, dan yang terserap ketika seseorang mandi tidak
membatalkan puasa. Pasalnya, benda tersebut masuk ke dalam rongga tubuh tapi tidak melalui
lubang yang terbuka (manfadz maftūḥ). sebagaimana penjelasan berikut:
ِ اَل ْغتِس
ِْ و
ْ ب الْ َم َس ِام ِِبلد
.11ال
َ َ ُّه ِن َوالْ ُك ْح ِل ُ ضُّر تَ َشُّر
ُ ََوََل ي
Artinya: “Tidak membatalkan puasa sesuatu yang terserap melalui pori-pori seperti
minyak oles, celak, dan sebab mandi.”
Demikian pula jika sebilah pisau menancap ke dalam tubuh seseorang hingga menembus
daging, maka hal tersebut tidak membatalkan puasa. Sebab daging yang berada di bawah kulit
meskipun termasuk bagian dalam tubuh tidak termasuk jawf, sebagaimana penjelasan berikut:
ِوإِ ْن،ِ فَِإ ىن َما َوَراءَ البَ َشَرة، فَ ََل فِطَْر، َوال َف ِخ ِذ،اق ِ الس ِكَّي إِ ََل د
ِ اخ ِل َحل ِم ال ىس
ْ َ َْ
ِ ولَو أَوصل
ََ ْ َْ
.12جوفًا
َْ س ِِ ِ
َ فَلَْي،َكا َن م َن البَاطن
Artinya: “Jikalau seseorang memasukkan pisau ke dalam daging betis dan paha, maka
tidak batal puasanya karena sesuatu yang berada di bawah kulit–meskipun termasuk
bagian dalam anggota tubuh–bukanlah termasuk rongga.”
Artinya: “Sehingga jika seseorang mengobati bisulnya yang ada pada daging betis dan
paha, lalu memasukkan obat pada bagian dalam daging, atau memasukkan potongan
besi padanya, maka itu tidak membatalkan puasanya karena itu bukan bagian dari
rongga tubuh.”
11
Al-Hadhrami, 1425 H/2004 M: 540.
12
‘Abd al-Malik Al-Juwaini, Nihayah al-Mathlab fi Dirayah al-Madzhab, [Jeddah: Dar al-Minhaj, Cet Ke-2,
1430 H/2009 M], juz, IV, h. 64.
13
Abu al-Qasim ‘Abd al-Karim al-Rafi’i, al-‘Aziz Syarh al-Wajiz, [Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, Cet Ke-1,
1417 H/1997 M], juz, III, h. 195.
14
Muhyiddin Syarf An-Nawawi, Raudhah al-Thalibin [Riyadh: Daru ‘Alam al-Kutub, tt], juz, II, h. 222.
PENGURUS BESAR NAHDLATUL ULAMA
LEMBAGA BAHTSUL MASAIL
Gedung PBNU, Lt. 4, Jl. Kramat Raya No. 164 Jakarta Pusat 10430 Telp/Fax. (021)
31935040 E-mail : lbmpbnu@nu.or.id
LBM - PBNU
Artinya: “Jika seseorang memasukkan obat ke bagian dalam daging betisnya, atau
memasukkan pisau lalu pisau itu sampai pada sumsumnya, maka hal itu tidak batal
puasanya karena hal itu bukan termasuk rongga tubuh.”
Dengan demikian, setidaknya ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi untuk
menghukumi kebatalan puasa seseorang sebab kemasukan benda yang berwujud (‘ain). (1)
harus melalui saluran badan yang terbuka (manfadz maftuh), (2) masuk ke dalam rongga tubuh
(jawf), (3) harus dimasukkan dengan sengaja, dan (4) dalam kondisi ingat sedang berpuasa,
sebagaimana pernyataan An-Nawawi dalam al-Majmu’ Syarh al-Muhadzdzab ;
Berdasarkan penjelasan di atas, vaksinasi Covid-19 di siang hari bulan Ramadan tidak
membatalkan puasa. Namun demikian, jika proses vaksinasi dikhawatirkan dapat
memperlemah fisik seseorang yang berpuasa, maka hukumnya menjadi makruh. Hal ini
berlaku sebagaimana kemakruhan bekam bagi orang yang menjalankan ibadah puasa jika hal
itu dikhawatirkan memperlemah fisiknya dengan penjelasan berikut.
Artinya: “Puasa tidak batal sebab fashd (mengeluarkan sumbatan dan darah kotor
melalui pembuluh darah vena) dan hijamah (bekam yaitu mengeluarkan sumbatan dan
15
An-Nawawi, al-Majmu’: VI/335.
16
Al-Rafi’i, 1417 H/1997 M: III/195.
PENGURUS BESAR NAHDLATUL ULAMA
LEMBAGA BAHTSUL MASAIL
Gedung PBNU, Lt. 4, Jl. Kramat Raya No. 164 Jakarta Pusat 10430 Telp/Fax. (021)
31935040 E-mail : lbmpbnu@nu.or.id
LBM - PBNU
darah kotor melalui pembuluh darah kapiler), tetapi hal itu dimakruhkan jika khawatir
bisa melemahkan dirinya.”
Oleh karena itu meskipun vaksinasi Covid-19 tidak membatalkan puasa, tetapi jika
menurut pertimbangan dokter vaksinasi pada siang hari akan memperlemah, maka vaksinasi
direkomendasikan agar dilakukan pada malam hari Ramadan.
Demikian hasil bahtsul masail tentang vaksinasi pada saat berpuasa ini disampaikan
untuk menjadi pegangan warga NU khususnya dan umat Islam Indonesia umumnya.
Jakarta, 9 April 2022
Tim Perumus:
9. K. Alhafiz Kurniawan