FIQIH
PUASA
Disusun oleh:
Ilhama Marga Refa (63040210169)
Sherli Pramitasari (63040210176)
Ainusy Syifa ( 63040210177)
Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Allah SWT. atas rahmat dan karunianya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata
kuliah fiqih dengan judul makalah puasa. Kami berharap dapat menambah wawasan dan
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat banyak kekurangan baik
dalam segi penyusunan maupun dalam segi pemaparan materi maka oleh sebab itu kami sangat
mengharapkan kritikan dan saran yang membangun dari para pembaca untuk melengkapi segala
Atas selesai nya makalah ini kami berterima kasih terhadap bapak dosen yang telah
membimbing kami serta kepada segala pihak yang selalu mendukung kami.
Penulis
Daftar isi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu rukun Islam yang harus kita yakini dan amalkan setiap muslim adalah puasa.
Dalam Islam, kita mengenal dua bentuk puasa, yaitu puasa wajib dan puasa sunnah. Setiap
Muslim harus berpuasa seperti yang sebelum kita. Hari-hari yang dilarang puasa adalah tasyrik,
Idul Fitri dan Idul Adha. Menurut bahasa Arab, puasa disebut as-saum atau as-siyam, yang
artinya menahan diri. Ini berarti tidak makan atau minum dan berbuka puasa sejak fajar
sampai matahari terbenam. Muslim juga diperintahkan untuk menahan diri dari menggunakan
kata-kata umpatan, bergosip tentang orang lain, dll.
Puasa memiliki banyak aspek sosial, karena melalui ibadah ini, umat Islam berbagi penderitaan
orang lain yang tidak dapat memenuhi kebutuhan makanan mereka seperti orang lain. Puasa juga
menunjukkan bahwa orang beriman sangat taat kepada Allah karena mampu makan atau minum.
Kewajiban puasa telah dikukuhkan dalam Al-Qur’an, Sunah, dan ijmak. Dalam Al-
Qur’an, Allah SWT. Berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” QS. Al-Baqarah
{2}: 183.Ayat ini diturunkan pada bulan Sya’ban tahun ke-2 H. Umat Islam pada tahun tersebut
secara resmi diwajibkan berpuasa pada bulan Ramadhan. Adapun yang diserukan dalam ayat ini
adalah orang-orang mukmin, tidak manusia secara keseluruhan. Hal itu menunjukkan dua makna,
pertama puasa hanya diwajibkan pada orang-orang mukmin saja, karena iman itulah yang
menjadi dasar adanya perintah. Kedua, karena atas dasar imanlah puasa itu sah dalam arti
mendapatkatkan pahala dari Allah.
Agama Islam itu akan kuat dan kokoh apabila pemeluknya dapat melakukan kelima
rukun Islam tersebut dengan baik. Artinya tidak hanya memilih atau mengerjakan salah satu saja,
akan tetapi harus semuanya dikerjakan. Kaum Muslimin dari semua mazhab dan golongan sejak
periode Nabi SAW. hingga hari ini telah sepakat atas wajibnya puasa Ramadhan. Yakni fardhu
ain bagi tiap-tiap Muslim yang mukallaf tanpa kecuali, baik pada masa lalu maupun sekarang,
sehingga puasa Ramadhan termasuk kewajiban yang bersifat tawatur yaqini, yang diketahui
sebagai bagian integral dari agama, yang kewajibannya mengikat orang awam maupun khawas
tanpa memerlukan kajian dan dalil lagi.
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian puasa ?
2. Bagaimana syarat dan Rukun puasa?
3. Sebutkan dalil mengenai puasa?
4. Jelaskan jenis puasa ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi mengenai puasa.
2. Agar memahami apa saja syarat dan rukun puasa.
3. Untuk mengetahui dalil mengenai puasa.
4. Agar mengetahui jenis – jenis puasa.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Puasa
Secara etimologis, puasa berarti menahan. Allah Swt. menceritakan apa yang harus dikatakan
Maryam,
“Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pengasih, maka aku
tidak akan berbicara dengan siapa pun pada hari itu,” (QS. Maryam [19]: 26).1
Sabda Rasulullah SAW :
( صاِئ ُم َّ اِ َذاَا ْقبَ َل اللَّ ْي ُل َوا ْدبَ َرا: صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم َيقُوْ ُل
َّ لن َها ُر َو َغاَب ِت ال َّش ْمسُ فَقَ ْد َا ْفطَ َر ال َّ ِْعت النَّب
َ ى ُ َقال َس ِم
َ ع َِن اب ِْن ُع َم َر
)رواه البخارى و مسلم
Dari Ibnu Umar. Ia Berkata, “Saya telah mendengar Nabi besar SAW bersabda, ’Apabila
malam datang, siang lenyap, dan matahari telah terbenam, maka sesungguhnya telah datang
waktu berbuka bagi orang yang berpuasa’.” (HR.Bhukori dan Muslim)2
Menurut Terminologis (istilah) terdapat dalam Subul Al- Salam, para ulama fikih
mengartikan puasa sebagai berikut:
“puasa adalah menahan dari makan, minum dan melakukan hubungan seksual suami isteri,
dan lain-lainnya, sepanjang hari menurut ketentuan syara’, disertai dengan menahan diri dari
perkataan yang sia-sia (membual), perkataan yang jorok dan lainnya, baik yang diharamkan
maupun yang dimakruhkan, pada waktu yang telah ditetapkan pula.
Dalam Islam, puasa adalah rukun Islam yang ketiga yang wajib dilaksanakan seorang muslim
yang mukallaf, bentuknya dengan menahan diri dari segala yang membatalkannya mulai dari
terbit fajar sampai terbenamnya matahari, dan wajib dilakukan sesuai dengan syarat, rukun,
dan larangan yang telah ditentukan.
Secara syara’, dalam kitab Fathul Qorib dijelaskan bahwa:
Rukun Puasa
Berdasarkan kesepakatan para ulama, rukun puasa adalah menahan diri dari berbagai
pembatal puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari.
Hal ini berdasarkan firman Allah SWT: “Dan makan minumlah hingga terang bagimu
benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai
(datang) malam.” (QS Al Baqarah: 187).
1. Niat
Ulama Syafi’iyyah dan Malikiyyah berpendapat bahwa niat adalah rukun puasa,
bukan syarat.Karena niat puasa selalu ada dalam diri seseorang, kecuali ia berniat
membatalkan puasanya. Sedangkan ulama Hanabilah dan Hanafiyah berpendapat
bahwa niat adalah syarat sah puasa, bukan rukun.
Karena niat dilakukan sebelum fajar, di luar puasa. Terlepas dari perbedaan ulama
dalam masalah tersebut, orang yang berpuasa Ramadan wajib berniat di malam hari
sebelum fajar. Tidak sah puasa orang yang tidak berniat.
2. Menahan diri
Tentunya mampu menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, mulai dari
terbit fajar hingga tenggelam matahari. Sebuah hadist dari ‘Umar bin Khaththab RA
bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Jika datang malam dari sini, dan telah pergi siang dari sini, dan terbenam matahari,
maka orang yang berpuasa boleh berbuka.” (HR Al-Bukhari no.1954, Muslim no.
1100).