Anda di halaman 1dari 4

‫ب َعلَى الَِّذ ْي َن ِم ْن قَْبِل ُك ْم‬ ِ ِ ٰ َِّ

َ ‫ام َك َما ُكت‬


ُ ‫الصَي‬ َ ‫ ٰٓياَُّيهَا الذ ْي َن ا َمُن ْوا ُكت‬:‫ال اهللُ أيضًا‬
ِّ ‫ب َعلَ ْي ُك ُم‬ َ َ‫فَقَ ْد ق‬
.‫لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُ ْو َن‬
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,
Pada hari yang mulia ini al-faqir mengingatkan diri sendiri dan mengajak kepada jamaah
sekalian untuk senantiasa meningkatkan kualitas ketakwaan kita kepada Allah subhanahu wata’ala.
Ketakwaan yang tidak sekadar menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya tetapi juga yang
mengandung kesadaran bahwa semua itu sebagai bagian dari kebutuhan hidup, bukan tugas formal
semata.

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,


Alhamdulillah, kita hingga detik ini masih dikaruniai umur untuk berjumpa dengan
Ramadhan tahun ini serta kemampuan melaksanakan kewajiban puasa dan ibadah-ibadah lainnya.
Ini bukan hanya anugerah semata, tetapi juga sekaligus tantangan yang sangat berat. Tantangan berat
tersebut tampak sejak dari redaksi kalimat yang dipilih Allah ketika mewajibkan puasa:

.‫ب َعلَى الَِّذ ْي َن ِم ْن قَْبِل ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَتَّقُ ْون‬ ِ ِ ٰ َِّ


َ ‫ام َك َما ُكت‬
ُ ‫الصَي‬ َ ‫ٰيٓاَُّيهَا الذ ْي َن ا َمُن ْوا ُكت‬
ِّ ‫ب َعلَ ْي ُك ُم‬
Artinya, “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa," (QS al-Baqarah: 183).

Pertama, pada ayat tersebut Allah menyapa orang beriman. Ini menandakan bahwa puasa
meniscayakan iman yang kuat sebelum betul-betul sanggup menunaikan kewajiban ini.
Kedua, Allah menggunakan kalimat pasif (fi'il mabni majhul), yakni “kutiba” (diwajibkan),
dan bukan kalimat aktif “kataba” (mewajibkan).  Tafsir asy-Sya’rawi menyebut redaksi semacam ini
bermakna kata kerja yang memberatkan (fi‘lun taklîfiyyun) sebagaimana perintah berperang dalam
QS al-Baqarah ayat 216 yang juga menggunakan kalimat “kutiba”.

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,


Inti dari puasa adalah menahan, sebagaimana arti shaum secara bahasa adalah imsâk
(menahan). Dalam fiqih, puasa dimaknai sebagai menahan dari makan, minum, dan hal-hal yang
membatalkan puasa mulai dari terbit fajar hingga terbenamnya matahari. Jika mengacu pada definisi
ini, tampaknya kesan berat dari puasa belum tergambar utuh, apalagi di negara mayoritas Muslim
seperti Indonesia, yang sebagian besar penduduknya berpuasa dan menghormati orang puasa.
Kondisi lingkungan semacam ini tentu sangat mendukung untuk melalui lapar dan dahaga dengan
relatif ringan.

Kesannya menjadi lain ketika kita geser makna “menahan” tersebut pada pengertian yang
lebih hakiki, yakni menahan diri dari nafsu untuk berbuat buruk. Artinya, puasa tidak hanya
berhubungan masalah perut dan kelamin tapi juga jiwa manusia untuk selalu terhindar dari perbuatan
tercela (al-akhlaq al-madzmumah). Karena itu, yang dijaga bukan satu atau dua anggota badan,
melainkan seluruh anggota tubuh agar berlaku sesuai tuntunan syariat-Nya.

Konsekuensi dari itu semua adalah tuntutan untuk tidak hanya menjaga mulut dari makanan
tetapi juga dari perkataan kotor, ucapan yang menyakiti orang lain, bohong, obrolan sia-sia, ghibah,
fitnah, adu domba, dan ungkapan-ungkapan yang bisa merusak hubungan sosial.

Kemudian Rasulullah menyebut perang melawan hawa nafsu dengan sebutan jihad akbar
(jihad terbesar), lebih dahsyat ketimbang perang fisik yang beliau istilahkan sebagai jihad ashghar
(jihad kecil). Sepulang dari perang Badar, Rasulullah berkata di hadapan para sahabatnya:

ِ ‫اد اَأل ْكبر يا رسو َل‬


‫اهلل؟‬ ُ َ‫الجهَ ِاد اَأل ْكَب ِر فَِقْي َل َو َما ِجه‬
ِ ‫َألص َغ ِر ِإلَى‬ ِ ِ ‫رجعتُم ِمن ْا‬
ُْ َ َ َ ْ ‫لجهَاد ْا‬ َ ْ َْ َ
.‫س‬ِ ‫الن ْف‬ ُ َ‫ال ِجه‬
َّ ‫اد‬ َ َ‫فَق‬
Artinya: “Kalian telah pulang dari sebuah peperangan kecil menuju peperangan akbar. Lalu sahabat
bertanya, ‘Apakah peperangan akbar (yang lebih besar), itu wahai Rasulullah? Rasulullah menjawab,
"jihad (memerangi) hawa nafsu.”

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,


Uraian tersebut selaras dengan penjelasan Hujjatul Islam Abu Hamid Muhammad bin
Muhammad bin Muhammad al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumiddin yang membagi puasa kepada tiga
derajat. Pertama, puasa umum (shaumul umum), yakni puasa yang hanya sampai pada level
menahan dari lapar dan dahaga saja.

Kedua, puasa spesial (shaumul khusus), yaitu puasa yang sudah beranjak dari standar
minimum, dengan menahan pendengaran, penglihatan, lisan, tangan, kaki, dan seluruh organ jasmani
dari perbuatan dosa.

Ketiga, puasa super-spesial (shaumu khususil khusus). Ini level yang lebih tinggi dari dua
level sebelumnya. Pada derajat ini, seseorang bukan hanya menahan godaan konsumsi, syahwat, dan
praktik maksiat, melainkan sudah mampu menahan diri dari keinginan yang rendah, larut
memikirkan dunia, dan berpaling ke selain Allah. Puasa dengan standar ini dianggap “batal” bila
pikiran masih melayang-layang kepada selain Allah dan akhirat.
Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,
Dari penjelasan tersebut menjadi jelas bahwa Puasa umum hanya dilakukan oleh orang-orang
awam yang hanya melakukan puasa secara ala kadarnya. Puasa spesial biasanya dilakukan orang-
orang saleh yang selalu berhati-hati dan menghindar dari perbuatan dosa meski kecil. Sedangkan
puasa super-spesial dilakukan oleh orang-orang tertentu yang hatinya selalu tertaut kepada Allah,
bukan kepada yang lain. Dengan demikian, jihad yang betul-betul akbar terdapat pada derajat puasa
kedua dan ketiga.

Jamaah shalat Jumat hafidhakumullah,


Puasa ini memang berat dijalankan ketika dilihat dari sudut pandang rohani. Namun, seberat
apa pun al-faqir mengajak kepada diri sendiri dan kepada jamaah semua untuk mencapai kualitas
puasa yang setinggi-tingginya. Mungkin tidak bisa diraih secara instan, tetapi ikhtiar dan belajar kita
secara tahap demi tahap insyaallah akan mendatangkan petunjuk dan kepekaan batin, sehingga kita
mampu mencapai derajat puasa orang-orang khusus. Semoga kesucian Ramadhan tahun ini
meningkatkan kesucian hati dan pikiran kita. Aamiin Ya Rabbal ‘Aalamiin.

‫الذ ْك ِر اْل َح ِك ْيِم‬ ِ ٰ


ِّ ‫ات و‬ ِ ‫ك اهللُ ِل ْي َولَ ُك ْم ِفي اْلقُ ْر ٰا ِن اْل َك ِر ْيِم َوَنفَ َعنِ ْي َوِإ َّيا ُك ْم بِ َما ِف ْي ِه‬
َ ‫م َن ااْل َي‬ َ ‫َب َار‬
ِ ‫َه َذا فََأستَ ْغ ِفر اهلل‬ ‫َّم ْيعُ اْل َعِل ْي ُم َوَأقُ ْو ُل قَ ْوِلي‬ ِ ‫وتَقََّب َل ِمِّني و ِم ْن ُكم تِاَل وتَه ِإَّنه ُهو الس‬
ُ‫العظ ْي َم ِإَّنه‬
َ َ ُ ْ َ ُ ُ َ ْ َ َ
.‫الر ِح ْي ُم‬
َّ ‫الغفُ ْو ُر‬
َ ‫ُه َو‬
KHUTBAH KE 2
‫اَل ٰلّه َّم ِ‬
‫َأع َّز اِإْل ْساَل َم‬ ‫ات‪.‬‬‫َألحيآء ِم ْنهم وْاَألمو ِ‬ ‫ات وْالمسِل ِم ْين وْا ِ ِ‬ ‫ِلْلم ِمنِْين وْا ِ ِ‬ ‫اغ ِف ْر‬ ‫ٰ‬
‫ُ‬ ‫لم ْسل َمات اَ ْ َ ُ ُ ْ َ ْ َ‬ ‫لمْؤ مَن َ ُ ْ َ َ ُ‬ ‫ُ ْؤ َ َ ُ‬ ‫اَللّهُ َّم ْ‬
‫ِّ‬ ‫ِ‬ ‫ص ْر ِعَب َ‬ ‫ِ‬ ‫و َِأذ َّل ِّ‬ ‫لم ْسِل ِم ْي َن‬
‫اخ ُذ ْل َم ْن‬
‫الد ْي َن َو ْ‬ ‫ص َر‬ ‫ك اْل ُم َو ِّحدَّيةَ َو ْان ُ‬
‫ص ْر َم ْن َن َ‬ ‫اد َ‬ ‫لم ْش ِرك ْي َن َو ْان ُ‬
‫ك َوْا ُ‬
‫الش ْر َ‬ ‫َ‬ ‫َوْا ُ‬
‫الدي ِن‪  .‬ال ٰ‬
‫اء‬ ‫ب‬
‫َ‬ ‫لو‬
‫َ َ َ َ‬ ‫ا‬
‫ْ‬ ‫و‬ ‫ء‬ ‫اَل‬ ‫ب‬
‫َ‬ ‫ل‬
‫ْ‬ ‫ا‬ ‫ا‬ ‫َّ‬
‫ن‬ ‫ع‬
‫َ‬ ‫ع‬
‫ْ‬ ‫ف‬
‫َ‬ ‫اد‬
‫ْ‬ ‫م‬‫َّ‬ ‫ه‬ ‫ل‬
‫َ ُ‬
‫ّ‬ ‫ك ِإلَى َي ْو َم ِّ ْ‬‫اع ِل َكِل َماتِ َ‬
‫الد ْي ِن َو ْ‬ ‫اء ِّ‬ ‫َخ َذ َل اْل ُم ْسِل ِم ْي َن َو َد ِّم ْر ْ‬
‫َأع َد َ‬
‫خآصةً َو َساِئ ِر‬‫َّ‬ ‫ط َن َع ْن َبلَ ِدَنا ِإ ْن ُدونِْي ِسَّيا‬
‫ظهَ َر ِم ْنهَا َو َما َب َ‬
‫لم َح َن َما َ‬ ‫لمحن وسوء اْل ِفتَْن ِة وْا ِ‬
‫َ‬
‫ِ‬
‫الزاَل ِز َل َوْا َ َ َ ُ ْ َ‬ ‫و َّ‬
‫َ‬
‫ب اْل َعالَ ِم ْي َن‪َ .‬ربَّنَا ظَلَ ْمنَا َأ ْنفُ َسنَا َوِإ ْن لَ ْم تَ ْغفِرْ لَنَا َوتَرْ َح ْمنَا لَنَ ُكوْ ن ََّن ِمنَ‬ ‫ان اْل ُم ْسِل ِم ْي َن َّ‬
‫عآمةً َيا َر َّ‬ ‫اْلُبْل َد ِ‬
‫ِٰ‬ ‫اس ِر ْينَ ‪َ .‬رَّبَنا ٰاتِناَ ِفى ُّ‬
‫ْالخَ ِ‬
‫الن ِار‪.‬‬ ‫الد ْنَيا َح َسَنةً َو ِفي ااْل خ َر ِة َح َسَنةً َو ِقَنا َع َذ َ‬
‫اب َّ‬

‫لم ْن َك ِر َوْا َلب ْغي‬ ‫ِ‬ ‫ِ ِ‬ ‫اد ِ‬


‫اهلل ! ِإ َّن اهلل َيْأمر بِ ْا َ ِ ِإل‬ ‫ِعَب َ‬
‫بى َوَي ْنهَى َع ِن اْلفَ ْحشآء َوْا ُ‬ ‫ِ‬
‫لع ْدل َوْا ْح َسان َوِإ ْيتآء ذي اْلقُ ْر َ‬ ‫َ ُُ‬
‫ي ِعظُ ُكم لَعلَّ ُكم تَ َذ َّكرون وا ْذ ُكروا اهلل اْلع ِظيم ي ْذ ُكر ُكم وا ْش ُكروه على نِع ِم ِه ي ِز ْد ُكم ولَ ِذ ْكر ِ‬
‫اهلل َأ ْكَب ُر‬ ‫َ َ َْ َ ْ ْ َ ُ ْ ُ َ َ َ َ ْ َ ُ‬ ‫َ ْ َ ْ َُْ َ ُ‬

Anda mungkin juga menyukai