Disusun Oleh:
Pratiwi Dwi Rivai (2110221049)
Pembimbing:
dr. Bambang Siswanto, Sp.S
Pemeriksaan Penunjang :
- Foto Rontgen
- CT Scan
- MRI
- Bone Scan
Tatalaksana :
- Kortikosteroid : mengurangi edema vasogenik.
Deksametason yang sering diberikan adalah 10-16mg IV bolus. Kemudian dilanjutkan
4-6mg tiap 4 jam. Dosis ini kemudian diturunkan selama radioterapi atau secepatnya
pascaradioterapi.
- Radioterapi diberikan dengan kombinasi kortikosteroid. Dosis yang diberikan sebesar
30Gy dalam 10 fraksi. Radioterapi dilakukan pada lesi utama dan diperluas hingga 1
atau 2 korpus vertebra di atas dan bawah dari lesi utama. Radiasi yang diberikan lebih
dari 30Gy tidak menunjukkan luaran yang semakin baik
- Operasi diindikasikan hila terdapat instabilitas spina.
- Kemoterapi dapat diberikan sebelum atau setelah operasi.
- Rehabilitasi
4. Myasthenia Gravis
Miastenia gravis (MG) adalah penyakit autoimun yang ditandai dengan kelemahan
fluktuatif pada otot-otot ekstra okular; bulbar, dan otot-otot proksimal.
Gejala dan Tanda Klinis :
- Menyerang otot volunter, yaitu otot yang mengontrol mata dan pergerakannya, ekspresi
wajah, dan otot untuk menelan. Oleh karena itu dapat ditemui gejala, seperti kelemahan
otot mata yang dapat menyebabkan ptosis dan diplopia, kesulitan menelan, dan bicara
pelo.
- Kelemahan pada tangan, kaki, dan leher.
- Bila penyakit ini sudah mencapai tahap yang parah, dapat mengenai otot-otot
pernapasan.
- Kelemahan bersifat fluktuatif dan membaik dengan pemberian asetilkolinesterase
inhibitor sebelumnya.
Pemeriksaan Fisik :
Pada pemeriksaan neurologis dapat dijumpai ptosis dan diplopia pada pemeriksaan mata,
paresis pada tangan dan kaki, disartria, dan disfagia.
Pemeriksaan Penunjang :
- Pemeriksaan Antibodi Reseptor – Anti Asetilkolin
- Pemeriksaan Antibodi Anti Striated Muscle
- Pemeriksaan Antibodi Anti Muscle Spesific Kinase
- Elektrodiagnostik
- Repetitive Nerve Stimulation (RNS)
- Single-Fiber Electromyography (SFEMG)
Tatalaksana :
- Inhibitor Asetilkolinesterase
- Kortikosteroid
- Immunoglobulin Intravena (IVIg)
- Plasma Exchange (PE)
10. Neuropati
Neuropati dapat terjadi karena lesi di badan sel saraf (neuronopati) maupun pada akson di
serabut saraf perifer (neuropati perifer).
Gejala dan Tanda Klinis :
- Dapat terjadi gejala sensorik, motorik.
- Gejala klinis ini dibagi menjadi gejala positif dan negatif, baik motorik maupun
sensorik
- Gejala positif motorik dapat berupa aktivitas abnormal berlebih dari neuron, di
antaranya kekakuan, twitching, dan miokimia.
- Gejala positif sensorik diantaranya rasa terbakar, tersayat, alodinia atau hiperalgesia,
dan parastesia.
- Gejala negatif motorik mencerminkan berkurangnya aktivitas neuron, misalnya
berkurangnya kekuatan motorik, kelelahan, atrofi otot.
- Gejala negatif sensorik biasanya hipestesia serta gangguan input informasi dari luar
tubuh lainnya, seperti gangguan input posisi tubuh, sehingga terjadi ataksia dan
gangguan keseimbangan.
- Gejala otonom dapat berupa konstipasi, diare, impotensi, inkontinesia uri, gangguan
berkeringat karena gangguan vasomotor, dan pusing yang berkaitan dengan perubahan
posisi ( ortostasis)
Pemeriksaan Fisik :
- Pemeriksaan sensorik :
o Pemeriksaan untuk serabut saraf besar adalah tes vibrasi, posisi sendi
(propioseptif), dan raba hal us, termasuk tes Romberg.
o Pemeriksaan untuk serabut saraf kecil dilakukan pemeriksaan tes cukit kulit dan
suhu.
- Pemeriksaan motorik :
o Inspeksi ada tidaknya atrofi maupun fasikulasi
o Palpasi dilakukan untuk menilai tonus dan rigiditas otot untuk menyingkirkan
diagnosis banding gangguan SSP
o Pemeriksaan kekuatan motorik pada neuropati perlu dilakukan secara spesifik,
terperinci sesuai dengan otot dan saraf perifer yang terganggu.
- Pemeriksaan otonom : memeriksa kulit dan membran mukosa
Pemeriksaan Penunjang :
- EMG
- Pemeriksaan laboratorium (gula darah)
- Biopsi saraf dan biopsy kulit
Tatalaksana sesuai kelainan :
- Nyeri neuropatik : gabapentin
- Nyeri inflamatorik : NSAID, injeksi steroid
- Perbaikan sel saraf : B12
- Etilogi : DM (obat antihiperglikemia), autoimun (steroid), virus (antivirus : acyclovir
5x400 mg selama 7 hari, ex Bells Palsy)
1. Liwang, F., et al . 2020. Kapita Selekta Kedokteran (Edisi V). Jilid II. Jakarta: Media
Aesculapius
2. Anindhita T, Wiratman W. 2017. Buku Ajar Neurologi, Jilid 2. Edisi Pertama. Jakarta:
Departemen Neurologi FK UI.
3. PERDOSSI. 2016. Panduan Praktik Klinis Neurologi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia.