Anda di halaman 1dari 41

STRATEGI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KOTA BENGKULU

DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN STRUKTURAL


BURUH NELAYAN
( Studi Kasus di Kelurahan Sumber Jaya Kota Bengkulu )

PROPOSAL

Oleh :

MUHAMMAD FAISAL SYAHDI


NPM.DIA017058

JURUSAN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BENGKULU
2021

i
STRATEGI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KOTA BENGKULU
DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN STRUKTURAL
BURUH NELAYAN
( Studi Kasus di Kelurahan Sumber Jaya Kota Bengkulu )

PROPOSAL

Oleh :

MUHAMMAD FAISAL SYAHDI


NPM.DIA017058

Telah Disetujui dan Disahkan Oleh:

Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

Dr. Drs. Alex Abdu Chalik M.Si Rosi L Vini Siregar,S.Sos.M.kesos


NIP. 196204181988031012 NIP. 199102192019032018

ii
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN SAMPUL............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN.................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................9
1.3 Tujuan Penelitian............................................................................................9
1.4 Manfaat Penelitian........................................................................................10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................11
2.1 Manajemen Strategi......................................................................................11
2.2 Nelayan.........................................................................................................14
2.2.1 Buruh Nelayan.......................................................................................14
2.2.2 Ciri-Ciri Nelayan...................................................................................16
2.3 Kemiskinan Struktural Buruh Nelayan........................................................17
2.3.1 Kemiskinan Struktural...........................................................................17
2.3.2 Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan....................................................18
2.3.3 Ruang Lingkup Kemiskinan Struktural Buruh Nelayan........................21
2.4 Strategi Pengentasan Kemiskinan Nelayan..................................................21
2.5 Kerangka Berpikir........................................................................................24
BAB III METODE PENELITIAN.........................................................................26
3.1 Jenis Penelitian.............................................................................................26
3.2 Batasan Ruang Lingkup Penelitian..............................................................26
3.3 Teknik Penentuan Informan.........................................................................28
3.4 Teknik Pengumpulan Data...........................................................................28
3.5 Teknik Analisis Data....................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................32

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara maritim yang terdiri dari banyak pulau dan
lautan yang luas. Sebagai negara maritim, Indonesia tercatat sebagai negara
kepulauan dengan jumah pulau sebanyak 17.508 pulau yang dikelilingi oleh garis
pantai sepanjang 81.000 Km dan luas laut sekitar 5,8 juta km2 dengan Zona
Ekonomi Eksklusif seluas 2.78 juta km2. Ada sekitar 60 juta penduduk Indonesia
bermukim di wilayah pesisir dan penyumbang sekitar 22 persen dari pendapatan
bruto nasional. Tak bisa dipungkiri di tengah potensi besar lautan justru
kemiskinan banyak terletak di pemukiman nelayan, banyak faktor yang
menyebabkan kemiskinan nelayan ini terjadi baik secara alamiah, struktural,
maupun kultural.
Kemiskinan adalah keadaan saat ketidakmampuan untuk memenuhi
kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan
kesehatan. Kuncoro (2006:119) mendefinisikan, kemiskinan sebagai
ketidakmampuan untuk memenuhi standar hidup minimum. Berdasarkan
Undang-Undang No. 24 Tahun 2004, kemiskinan adalah kondisi sosial ekonomi
seseorang atau sekelompok orang yang tidak terpenuhinya hak-hak dasarnya
untuk mempertahankan dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.
Kebutuhan dasar yang menjadi hak seseorang atau sekelompok orang meliputi
kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan, perumahan,air bersih,
pertanahan, sumber daya alam, lingkungan hidup, rasa aman dari perlakuan atau
ancaman tindak kekerasan, dan hak untuk berpartisipasi dalam penyelenggaraan
kehidupan sosial dan politik.
Supriatna (2000:124) menyatakan kelompok penduduk miskin yang
berada pada masyarakat pedesaan dan perkotaan, pada umumnya dapat
digolongkan, pada buruh tani, petani garam, pedagang kecil, nelayan, pengrajin
kecil, buruh, pedagang kaki lima, pedagang asongan, pemulung, gelandangan,
pengemis, dan pengangguran. Jadi orang miskin juga dapat diartikan dengan

1
orang yang memiliki pekerjaan dan harta tetapi harta atau hasil dari pekerjaannya
belum mencukupi kebutuhan mereka bahkan masih banyak kekurangannya.
Berikut data presentase jumlah penduduk miskin di Indonesia berdasarkan BPS
2020.
Gambar 1.1
Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Maret 2013- Maret 2020
9.90%
9.80%
9.70%
9.60%
9.50%
9.40% Maret
9.30% Sep
9.20%
9.10%
9.00%
8.90%
2018 2019 2020

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2020


Berdasarkan gambar 1.1 dapat dikatakan permasalahan kemiskinan di
Indonesia perlu perhatian melihat jumlahnya yang cukup besar, banyak buruh
yang diberhentikan dari tempat kerja tingkat pengangguran pun makin bertambah.
Di indonesia jumlah penduduk miskin pada Maret 2018 sebesar 9,82 persen,
menurun menjadi 9,41 persen pada Maret 2019,meningkat kembali pada Maret
2020 menjadi 9,78 persen. (Sumber:Berita Resmi BPS, 2020).
Masyarakat miskin sesuai karakteristiknya menurut Kartasasmita (1993:4),
umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatas aksesnya pada kegiatan
ekonomi, sehingga semakin tertinggal jauh dari masyarakat lainnya yang
mempunyai potensi lebih tinggi.
Kemiskinan dapat dibedakan ke dalam 3 konsep, pertama kemiskinan
natural, kemiskinan natural terjadi akibat keterbatasan sumber daya alam untuk
produksi, dan kemiskinan tersebut juga terjadi karena ketiadaan modal akibat
akses pada lembaga permodalan bank dan non bank yang rendah akibat jauh dari
perkotaan dan produk yang penuh resiko dan ketidakpastian, kedua kemiskinan
struktural dimana kemiskinan tersebut disebabkan oleh struktur ekonomi, sosial
dan politik yang tidak kondusif meningkatkan kesejahteraan. Ketiga kemiskinan

2
kultural, Kemiskinan tersebut akibat faktor budaya berupa kemalasan, cara
berpikir fatalistik dan etos wirausaha yang rendah. Kemiskinan ini terjadi akibat
dari pendidikan rendah, keterbatasan akses dan pembangunan yang tidak merata.
Menurut Edi Suharto (2013) kemiskinan struktural adalah kemiskinan yang
terjadi bukan dikarenakan ketidakmampuan si miskin untuk bekerja (malas),
melainkan karena ketidakmampuan sistem dan struktur sosial dalam menyediakan
kesempatan-kesempatan yang memungkinkan si miskin dapat bekerja.
Kemiskinan secara struktural biasanya diderita oleh golongan petani yang
tidak memiliki lahan atau buruh nelayan yang tidak memiliki kapal lalu hidup
dengan berhutang kepada juragan pemilik kapal (Kasim, 2006). Terkait dengan
kemiskinan nelayan, jeratan kemiskinan struktural merupakan salah satu
gambaran penyebab utama kemiskinan nelayan. Menurut Imron, 2003 (dalam
Mulyadi, 2005:7) Nelayan adalah suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya
tergantung langsung pada hasil laut, baik dengan cara melakukan penangkapan
ataupun budidaya. Mereka pada umumnya tinggal di pinggir pantai, sebuah
lingkungan pemukiman yang dekat dengan lokasi kegiatannya.
Kusnadi menjelaskan bahwa penggolongan sosial masyarakat nelayan
dibagi ke dalam tiga sudut pandang, yaitu: dilihat dari segi penguasaan alat-alat
produksi atau peralatan tangkap (perahu, jaring, dan perlengkapan lainnya),
struktur masyarakat ini terbagi menjadi kategori nelayan pemilik (alat-alat
produksi) dan nelayan buruh yang tidak memiliki alat-alat produksi dan dalam
kegiatan produksi sebuah unit perahu, nelayan buruh hanya menyumbangkan jasa
tenaganya dengan memeroleh hak-hak yang sangat terbatas (Kusnadi dalam
Suryaningsi, 2017). Dari jenis nelayan tersebut, pada umumnya nelayan juragan
tidak miskin. Kemiskinan cenderung dialami oleh buruh nelayan. Oleh karena
jenis kelompok nelayan ini jumlahnya mayoritas, maka citra tentang kemiskinan
melekat pada kehidupan nelayan.
Kemiskinan struktural yang membelenggu nelayan selama ini tidak mudah
untuk diatasi. Menurut Sudarso (2007), kesulitan untuk meningkatkan
kesejahteraan nelayan, selain dipengaruhi sejumlah kelemahan internal, juga
karena pengaruh faktor eksternal. Keterbatasan pendidikan, kurangnya

3
kesempatan untuk mengakses dan menguasai teknologi yang lebih modern, dan
tidak dimilikinya modal yang cukup yang seringkali menyulitkan usaha-usaha
untuk memperdayakan kehidupan nelayan. Terbatasnya potensi sumber daya ikan
yang yang bisa dimanfaatkan nelayan, persaingan yang makin intensif,
mekanisme pasar, posisi tawar nelayan dihadapan tengkulak, keadaan
infrastruktur pelabuhan perikanan, dan yuridiksi daerah otonom adalah beban
tambahan yang semakin memperparah keadaan nelayan buruh.
Citra kemiskinan nelayan itu sesungguhnya suatu ironi, mengingat
Indonesia memiliki wilayah laut yang sangat luas, lebih luas daripada wilayah
darat. Di dalam wilayah laut sebenarnya terdapat berbagai sumberdaya yang
memiliki potensi ekonomi tinggi, yang semestinya dapat dimanfaatkan untuk
menjamin kesejahteraan hidup nelayan dan keluarganya, seperti yang kita ketahui
tujuan pembangunan nasional indonesia ialah masyarakat adil dan makmur yang
merata baik dari material maupun spiritual, serta mampu menjalankan roda
perekonomian masyarakat guna mewujudkan kesejahteraan sosial. Dimana
kesejahteraan Sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual,
dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri,
sehingga dapat melaksanakan  fungsi sosialnya. Sebab itu kemiskinan struktural
buruh nelayan ini menjadi masalah serius dalam kesejahteraan kehidupan
masyarakat yang harus diatasi.
Banyak faktor penyebab Kemiskinan nelayan ini terjadi seperti di Kota
Bengkulu merupakan salah satu Kota yang sebagian besar wilayahnya ialah
wilayah pesisir pantai. Untuk itu wajar jika terdapat banyak aktivitas kehidupan
penduduknya sebagai nelayan, di sini masih banyak nelayan yang kehidupannya
dapat dikategorikan penduduk miskin. Hal tersebut terbukti dari sebaran jumlah
rumah tangga miskin di Kota Bengkulu tahun 2020 berdasarkan Badan Statistik
Kota Bengkulu berikut:

4
Tabel 1.1
Persentase Sebaran Jumlah Rumah Tangga Miskin Kota Bengkulu
Tahun 2020

No Nama Kecamtan Jumlah (Persentase)


1. Selebar 21%
2. Kampung Melayu 16%
3. Ratu Agung 14%
4. Singgaran Pati 11%
5. Teluk Segara 9%
6. Sungai Serut 9%
7. Muara Bangkahulu 8%
8. Ratu Samban 7%
9. Gading Cempaka 5%
Sumber : Badan Pusat Statistik 2020
Berdasarkan tabel 1.1 Kecamatan Kampung Melayu menjadi Kecamatan
yang jumlah rumah tangga miskinnya tertinggi nomor dua setelah Selebar, dimana
Kampung Melayu merupakan Kecamatan dari Kelurahan Sumber Jaya, rata-rata
penduduknya berkerja sebagai nelayan. Untuk itu hal ini sejalan dengan data
Badan pusat statistik mencatat bahwa sebagian besar masyarakat provinsi
bengkulu yang berusaha di bidang perikanan tangkap masih kurang sejahtera. Hal
ini dapat dilihat melalui persentase Jumlah Rumah Tangga Usaha Penangkapan
Ikan Menurut Kecamatan Dan Jenis Penangkapan Ikan Di Kota Bengkulu berikut:

Tabel 1.2
Jumlah Rumah Tangga Usaha Penangkapan Ikan Menurut Kecamatan Dan
Jenis Penangkapan Ikan Di Kota Bengkulu Tahun 2013
Kecamatan Rumah Jenis Penangkapan
Tangga Dilaut Diperairan
umum
Selebar 18 14 5
Kampung Melayu 543 390 153
Gading Cempaka 6 5 1
Ratu Agung 20 20 0
Ratu Samban 15 15 0
Singgaran Pati 4 1 3
Teluk Segara 166 166 0
Sungai Serut 99 98 1
Muara Bangka Hulu 22 20 2
Jumlah 893 792 166

5
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bengkulu 2013
Berdasarkan tabel 1.2 Kecamatan Kampung Melayu merupakan kecamatan
yang memiliki jumlah rumah tangga usaha penangkapan ikan yang paling banyak
dikota bengkulu, kecamatan kampung melayu itu terdiri dari beberapa kelurahan
yang tidak lain salah satunya ialah kelurahan sumber jaya kota bengkulu yang
mayoritas penduduknya berkerja sebagai buruh nelayan.
Berdasarkan hasil observasi pra penelitian yang peneliti lakukan di
kelurahan sumber jaya, peneliti melihat rumah tangga nelayan di kelurahan
sumber jaya ini dapat dikatakan belum sejahtera, yang dimana dilihat dari hasil
pendapatan perharinya yang minim, rumah kayu yang kurang nyaman, dan tingkat
pendidikan yang rendah dikarenakan kurangnya biaya maka dapat dikatakan
masyarakat nelayan dikelurahan sumber jaya termasuk penduduk miskin. jumlah
penduduk miskin tersebut disebabkan oleh keterbatasan teknologi penangkapan.
Dengan alat tangkap yang sederhana dan alat bantu penangkapan ikan yang
terbatas, wilayah operasi pun menjadi terbatas, hanya di sekitar perairan pantai.
Menurut Kusnadi (2000), faktor penyebab kemiskinan nelayan dapat
berupa berupa fluktuasi musim ikan, pada saat tidak musim menangkap ikan
nelayan menghadapi kesulitan-kesulitan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan
sehari-hari. Ketimpangan sistem bagi hasil dan dampak negatif motorisasi,
menyebabkan semakin terpuruknya nelayan kecil. Nelayan buruh yang hanya
memiliki jasa tenaga, sangat membutuhkan ketersediaan fasilitas untuk
mendukung keberlangsungan operasi penangkapan ikan di laut. Sarana perahu
atau kapal yang ada di wilayah Pulau Baai cenderung didominasi oleh kapal
dengan kapasitas yang besar.
Demikian juga temuan Pramudyasmono et al (2011), faktor penyebab
kemiskinan yang bersifat struktural pada keluarga nelayan di Bengkulu adalah
dominasi kapal cantrang dan bagan milik juragan kaya yang menjadi saingan
nelayan kecil dalam penangkapan ikan. Sebelum adanya kapal cantrang di sekitar
daerah operasi nelayan, penghasilan nelayan kecil cukup melimpah. Kapal
cantrang yang dilengkapi dengan alat tangkap modern sangat berpengaruh negatif
terhadap hasil tangkap nelayan kecil. Adanya bantuan pemerintah setiap tahun

6
dalam berbagai program bantuan sarana dan prasarana dari pemerintah pusat dan
daerah belum menyentuh buruh nelayan.
Melihat berbagai permasalahan diatas maka perlu adanya strategi dinas
terkait untuk mengatasi masalah kemiskinan buruh nelayan ini. Strategi adalah
pola tindakan terpilih untuk mencapai tujuan tertentu. Menurut George Steiner
(dalam Rachmat, 2014: 2) mengartikan strategi sebagai cara untuk mencapai
tujuan. Strategi adalah rencana jangka panjang untuk mencapai suatu tujuan.
Untuk itu secara umum strategi dapat diartikan sebagai alat untuk mencapai
tujuan. Maka dalam upaya penanggulangan kemiskinan hanya dapat memiliki
hasil yang optimal apabila dilakukan dengan cara melakukan perbaikan secara
langsung terhadap sumber-sumber terjadinya kemiskinan (direct attack) (Heru
Nugroho, 1995:34). Itu berarti bahwa selain mengenal penyebab kemiskinan yang
dialami oleh masyarakat. Ini karena merekalah yang mengetahui secara persis
permasalahan yang dihadapi.
Banyak kasus pengentasan kemiskinan yang dilakukan dengan menjadikan
masyarakat nelayan sebagai obyek. misalnya dalam bentuk pemberian bantuan
alat tangkap, tetapi tidak mengacu pada kebutuhan nelayan, melainkan merupakan
paket yang sudah ditentukan dari atas, dan cenderung seragam antar berbagai
daerah. Dengan sistem bantuan yang sifatnya top down itu mengakibatkan alat
bantuan menjadi tidak efektif. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan paket-
paket bantuan. Akan tetapi, mestinya jenis bantuan itu tidak semata-mata
ditentukan dari atas, melainkan didasarkan atas dialog dengan masyarakat
setempat. Dengan cara demikian, nelayan diposisikan sebagai subyek dalam
pembangunan perikanan, sehingga jenis bantuan yang diberikan akan betul-betul
sesuai dengan yang dibutuhkan oleh nelayan.
Adapun penelitian terdahulu terkait dengan penelitian ini ialah dilakukan
oleh Fahmi (2011) dengan judul “Strategi Pengentasan Kemiskinan Nelayan
Tradisional” (Studi Kasus Nelayan Tradisional Desa Bagan Percut). Hasil
penelitian ini adalah nelayan tradisional di Desa Bagan Percut Kecamatan Percut
Sei Tuan yang berkategori miskin dengan memakai standar Kebutuhan Hidup
Minimum (KHM) yang terdiri dari makanan dan minuman, sandang, perumahan,

7
pendidikan, kesehatan, tranportasi, rekreasi dan tabungan dan lainnya. Salah satu
penyebabnya karena mereka tidak lagi mampu bersaing dengan nelayan-nelayan
besar. Adapun persamaan penulis dengan penelitian tersebut ialah mengkaji
tentang masalah yang sama, yaitu membahas strategi pengentasan kemiskinan
nelayan. Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian penulis terdapat
pada fokusnya penulis lebih memfokuskan pada bagaimana strategi penanganan
kemiskinan struktural buruh nelayan, bukan hanya melihat bagaimana nelayan
tradisional mengisi kebutuhan ekonomi, agar mereka dapat hidup layak. Lokasi
penelitian ini di Desa Bagan Percut dan penelitian penulis lokasinya sendiri
berada di Kelurahan Sumber Jaya Kota Bengkulu.
Kedua penelitian dari Manarat dkk (2017) yang berjudul “Kebijakan
Pemerintah Kota Bitung Dalam Penanggulangan Kemiskinan Masyarakat
Nelayan Di Kelurahan Wangurer Barat”, adapun hasil penelitian ini adalah Secara
umum, kemiskinan masyarakat pesisir disebabkan oleh tidak terpenuhinya hak-
hak dasar masyarakat, antara lain kebutuhan akan pangan, kesehatan, pendidikan,
pekerjaan, infrastruktur, disamping itu, kurangnya kesempatan berusaha,
kurangnya akses terhadap informasi, teknologi dan permodalan, budaya dan gaya
hidup yang cenderung boros, menyebabkan posisi tawar masyarakat miskin
semakin lemah. Pada saat yang sama, kebijakan Pemerintah selama ini kurang
berpihak pada masyarakat pesisir sebagai salah satu pemangku kepentingan di
wilayah pesisir. Adapun persamaan penulis dengan penelitian tersebut ialah
mengkaji tentang masalah yang sama, yaitu membahas tentang cara pengentasan
kemiskinan nelayan. Sedangkan perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian
penulis ialah fokusnya dimana penelitian tersebut hanya melihat kebijakan
pemerintah tentang penanggulangan kemiskinan masyarakat nelayan, dan
perbedaan selanjutnya terdapat pada lokasinya dimana penelitian ini lokasinya
berada di Kelurahan Wangurer Barat Kota Bitung.
Ketiga penelitian oleh Suwiyadi dkk (2019) “Strategi Peningkatan
Kesejahteraan Nelayan: Sebuah Kontribusi Bagi Pengentasan Kemiskinan
Perspektif Pada Wilayah Pesisir Di Jawa Tengah”. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa didasarkan pada kriteria World Bank dinyatakan nelayan

8
belum sejahtera. Kemiskinan di lokasi ini disebabkan oleh faktor alam, budaya
dan struktur. Sementara strategi guna meningkatkan kesejahteraan masih
didominasi oleh program pemerintah. Penyebab kemiskinan yang dialami oleh
Masyarakat nelayan di wilyah pesisir Jawa Tengah disebabkan oleh tidak
menentunya pendapatan Adapun persamaan penelitian ini dengan penelitian
penulis adalah mengkaji permasalahan yang sama dimana membahas tentang
kemiskinan nelayan. Sedangkan perbedaannya berada pada fokusnya penelitian
ini membahas strategi peningkatan kesejahteraan nelayan untuk pengentasan
kemiskinan nelayan, lalu perbedaan berikutnya terdapat pada lokasinya yang
berada pada wilayah pesisir di jawa tengah, penelitian penulis membahas tentang
strategi Dinas Kelautan dan Peikanan Kota Bengkulu dalam pengentasan
kemiskinan struktural buruh nelayan di kelurahan sumber jaya.
Dari literatur yang penulis baca, masih sedikit yang melakukan penelitian
untuk mengkaji mengenai program yang dilakukan pemerintah daerah dalam
pengentasan kemiskinan pada buruh nelayan dan juga, melihat kondisi nelayan
yang saat ini masih terpuruk dan penghasilan nelayan tidak menentu karena hanya
bekerja pada pengusaha ikan/pemilik kapal. maka penulis tertarik untuk
mendeskripsikan judul “Strategi Pemerintah Daerah Dalam Pengentasan
Kemiskinan Struktural Buruh Nelayan”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan


diteliti yaitu:
1. Bagaimana strategi Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bengkulu dalam
mengatasi kemiskinan stuktural buruh nelayan di Kelurahan Sumberjaya
Kota Bengkulu ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah diatas adapun tujuan penelitian ini adalah untuk


mendeskripsikan strategi apa yang dilakukan Dinas Kelautan dan Perikanan Kota

9
Bengkulu dalam mengatasi kemiskinan stuktural buruh nelayan di Kelurahan
Sumberjaya Kota Bengkulu.

1.4 Manfaat Penelitian


a. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan membantu pemikiran bagi pengembang
ilmu kesejahteraan sosial terkait dengan penelitian tentang strategi Dinas Kelautan
dan Perikanan Kota Bengkulu dalam pengentasan kemiskinan struktural buruh
nelayan di kelurahan sumberjaya kota Bengkulu.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberi manfaat bagi masyarakat
pesisir ataupun dinas terkait untuk perkembangan wilayah pesisir pantai
khususnya untuk meningkatkan taraf hidup nelayan.

10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Manajemen Strategi


a. Pengertian Strategi
Istilah strategi berasal dari bahasa Yunani “strategos atau strategus”
dengan kata jamaknya “strategi” (Rayanto, 1998 : 94). Menurut david (2011:18-
19) strategi adalah sarana bersama dengan tujuan jangka panjang yang hendak
dicapai. Sedangkan menurut Suryono (2010;114) strategi merupakan suatu hal
yang terus berkembang secara terus menerus untuk menemukan cara-cara baru.
Akan tetapi secara umum strategi dapat diartikan sebagai alat untuk mencapai
tujuan.
Berikutnya menurut Siagian P. Sondang (1995) Strategi adalah
serangkaian keputusan dan tindakan sadar yang dibuat oleh managemen puncak
dan di implementasikan oleh seluruh jajaran dalam suatu organisasi dalam rangka
mencapai tujuan organisasi tersebut. Lalu menurut Wahyudi (1996:15)
mendefenisikan strategi adalah suatu ilmu dan seni pembuatan, penerapan dan
evaluasi keputusan strategi antar fungsi-fungsi yang memungkinkan sebuah
organisasi mencapai tujuan masa datang.
Menurut Arthur A.J, 2007 ( dalam Kasmira 2020 ) strategi terdiri dari
aktivitas- aktivitas yang penuh daya saing serta pendekatan-pendekatan bisnis
untuk mencapai kinerja yang memuaskan ( sesuai target ). Sedangkan Suryono
(2004) mengungkapkan bahwa pengertian startegi pada prinsipnya selalu
berkaitan dengan tiga hal utama yaitu, tujuan, sasaran, dan cara. Oleh karena itu,
ketiga prinsip tersebut harus dimiliki dalam penerapan strategi yang ingin
dijalankan.
Dari beberapa defenisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa strategi
merupakan suatu metode atau cara pencapaian tujuan secara efektif dan efisien,
lalu merumuskan/ perencanaan, menerapkan/ implementasi, serta mengevaluasi
strategi dengan menggunakan seluruh potensi sumber daya yang dimiliki oleh
oraganisasi itu.

11
b. Tahap-tahap strategi
Tahap strategi merupakan penyelesaian masalah-masalah yang sedang
dihadapi dalam pengambilan keputusan yang dibuat untuk menemukan langkah
yang tepat dari masalah tersebut. Dalam hal ini agar dapat mencapai tujuan yang
diinginkan, strategi yang dibuat bisa diimplementasikan dalam penyelesaian
masalah yang terjadi, sehingga tolak ukur strategi akan dapat diukur dari
implementasinya.
Menurut Haryadi (2005) berpendapat bahwa ada dua tahap strategi, kedua tahap
strategi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Perumusan
Menjelaskan tahap pertama dari bagian yang meliputi analisis
lingkungan internal maupun eksternal adalah penetapan visi, dan misi,
perencanaan dan tujuan strategi. Perumusan strategi bagian dan proses dalam
menyusun langkah-langkah yang akan datang agar bisa membangun visi dan
misinya dari perumusan tersebut dapat merancang strategi untuk mencapai tujuan
tersebut agar tercapainya penyediaan costumer value terbaik.
2) Pelaksanaan
Setelah tahap perumusan strategi dapat terselesaikan maka selanjutnya
tahap krusial dalam strategi pemerintah adalah tentang pelaksanaan strategi.
Pelaksanaan strategi adalah proses dimana strategi dan kebijakan dijalankan
melalui pembangunan struktur, pembangunan program, budget dan pelaksanaan.
Pelaksanaan strategi merupakan tahap yang paling sulit dalam proses strategi
mengingat banyak skali faktor yang dapat mempengaruhi pelaksanaan di lapangan
dan tidak sesuai dengan perkiraan semula.
Keberhasilan dalam strategi tentunya harus didukung perusahaan yang capable
dengan seorang pemimpin yang solid, kebijaksanaan yang tepat, alokasi sumber
daya yang cukup, situasi, budaya dan kondisi terhadap keberhasilan dari
pelaksanaan strategi.Berdasarkan pendapat di atas, penulis mnyimpulkan bahwa
tahap strategi merupakan langkah-langkah dalam pembuatan kebijakan yang tepat
dengan merumuskan visi dan misi dari kebijakan tersebut, kemudian setelah

12
dirumuskan dibutuhkan pelaksanaan yang tepat pula agar strategi dari kebijakan
tersebut dapat mencapai tujuannya.
c. Tipe-tipe Strategi
Setiap organisasi pasti memiliki strategi untuk mencapai suatu tujuan organisasi
yang telah ditetapkan. Tipe strategi yang digunakan dalam suatu organisasi
tidaklah sama. Ada beberapa strategi yang digunakan dalam suatu organisasi
untuk mencpai suatu tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Menurut Jack
Kooten,1991 ( dalam Kasmira 2020), tipe - tipe strategi meliputi:
1. Corporate Strategy (Strategi Organisasi) Strategi ini berkaitan dengan
perumusan misi, tujuan, nilai - nilai, dan inisiatif - inisiatif strategi yang baru.
Pembatasan - pembatasan diperlukan yaitu mengenai apa yang dilakukan dan
untuk siapa.
2. Program Strategy (Strategi Program) Strategi ini lebih memberi perhatian pada
implikasi - implikasi strategi dari program tertentu. Kira - kira apa dampaknya
apabila suatu program tertentu dilancarkan atau diperkenalkan (apa dampaknya
bagi sasaran organisasi).
3. Resource Support Strategy (Strategi Pendukung Sumber Daya) Strategi sumber
daya ini memusatkan perhatian pada memaksimalkan sumber- sumber daya
esensial yang tersedia guna meningkatkan kualitas kinerja organisasi.Sumber daya
itu dapat berupa tenaga, keuangan, teknologi, dan sebagainya.
4. Institusional Strategy (Strategi Kelembagaan) Fokus dari strategi institusional
ialah mengembangkan kemampuan organisasi untuk melaksanakan inisiatif-
inisiatif strategi.
Menurut Berry dan wechsier (Paul, 2015) perencanaan strategis sektor
publik didefinisikan sebagai suatu proses yang sistemtis untuk mengelola lembaga
yang arah masa depan dalam kaitannya dengan lingkugan dan runtutan pemangku
kepentingan eksternal, termasuk perumusan strategi, analisis kekuatan dan
kelemahan, identifikasi pemangku kepentingan lembaga, pelaksanaan tindakan
dan masalah manajemen.

13
2.2 Nelayan

2.2.1 Buruh Nelayan

Nelayan menurut Imron, 2003 (dalam Mulyadi, 2005:7) nelayan adalah


suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil
laut, baik dengan cara melakukan penangkapan atau budi daya. Mereka pada
umumnya tinggal di pinggiran pantai, sebuah lingkungan pemukiman yang dekat
dengan lokasi kegiatannya.
Nelayan bukanlah suatu identitas tunggal, mereka terdiri dari beberapa
kelompok. Dilihat dari segi pemilikan alat tangkap, nelayan dapat dibedakan
menjadi tiga kelompok, yaitu nelayan buruh, nelayan juragan, dan nelayan
perorangan. Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap
milik orang lain. Sedangkan nelayan juragan adalah nelayan yang memiliki alat
tangkap yang dioperasikan oleh orang lain. Adapun nelayan perorangan adalah
nelayan yang memiliki peralatan tangkap sendiri, dan dalam pengoperasiannya
tidak melibatkan orang lain. (Mulyadi, 2005;7).
Menurut Marbun dan Krisnhnayanti (2002 : 21) statusnya nelayan dapat
dibagi menjadi :
1. Nelayan pemilik terbagi menjadi nelayan pemilik perahu tak bermotor dan
nelayan pemilik kapal motor yang sering disebut toke.
2. Nelayan juragan adalah pengemudi pada perahu bermotor atau sebagai kapten
kapal motor.
3. Nelayan buruh adalah pekerja penangkap ikan pada perahu motor atau pada
kapal motor.
Untuk itu dapat disimpulkan nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja
dengan alat tangkap milik orang lain. Nelayan buruh tidak memiliki alat-alat
produksi, dalam kegiatan produksi sebuah unit perahu, nelayan buruh hanya
menyumbangkan jasa tenanganya dengan memperoleh hak-hak yang sangat
terbatas. Mereka menggunakan kapal bermesin cukup besar, daya jangkau
operasional tidak terbatas pada laut dangkal saja. Hubungan kerja mereka tidak

14
ada ikatan formal, misalnya perjanjian kerja yang mengatur hak dan kewajiban
masing-masing pihak.
Kemudian sering ada kesenjangan yang terjadi antara nelayan buruh
dengan nelayan pemilik yang biasa disebut sebagai Juragan. Relasi antara pemilik
alat produksi dan non pemilik akan sangat menguntungkan secara sepihak,
terjadinya dominasi relasi hubungan sosial ekonomi dan konsekuensi yang di
terima oleh non pemilik. Hal ini biasanya didasari oleh monopoli pemilik alat
produksi dalam menentukan sistem bagi hasil, pemasaran dan nilai harga ikan dari
hasil tangkapan. Inilah yang menjadikan nelayan non pemilik menjadi selalu
terpuruk dan tidak berdaya atas ketidakmilikan kuasa tersebut. (Redatin Purwadi
2005:180).
Menurut Kusnadi (2002: 17) Dimana dari segi penguasaan alat produksi
atau peralatan tangkap (perahu,jaring dan perlengkapan yang lain) struktur
masyarakat nelayan terbagi dalam kategori nelayan pemilik (alat-alat produksi)
dan nelayan buruh, nelayan buruh tidak memiliki alat-alat produksi dan dalam
kegiatan sebuah unit perahu, nelayan buruh hanya menyumbangkan jasa
tenaganya dengan memperoleh hak-hak yang sangat terbatas.
Maka dilihat dari beberapa pendapat para ahli di atas tentang nelayan
buruh di lingkungan masyarakat Pesisir, merupakan kelompok yang menderita,
miskin dan merupakan korban perangkap kemiskinan.
Untuk hubungan juragan neyalan dan buruh nelayan menurut Kusnadi
(2002:23) menyatakan jalinan sosial antar nelayan membentuk pola hubungan
yang dapat dijabarkan secara vertikal. Dimana pola vertikal tergambar dalam
interaksi nelayan yang membentuk pola hubungan patron-klien yang umumnya
terjadi antara nelayan kaya (juragan) dan tengkulak dengan nelayan miskin
(buruh). Pola vertikal terbentuk karena ada ketergantungan ekonomi antara buruh
dan tengkulak, juragan, tetapi kebanyakan hubungan ini merugikan pihak tertentu
seperti dikasus ini yaitu buruh nelayan, hal ini menyebabkan kebanyakan nelayan
buruh terjebak di perangkap kemiskinan di lingkungan masyarakat pesisir pantai.

15
2.2.2 Ciri-Ciri Nelayan

Menurut Pollnack (1998:8) bahwa nelayan dapat di bedakan kedalam dua


kelompok, yaitu :
a. Nelayan Skala Besar
1. Besarnya kapasitas teknologi penangkapan maupun jumlah armada.
Dimana mereka lebih berorientasi pada keuntungan dan melibatkan
buruh nelayan sebagai anak buah kapal dengan orientasi kerja yang
kompleks.
2. Pola hubungan antar berbagai status dalam organisasi kerja tersebut
juga semakin hierarkhis. Hal tersebut menjadikan nelayan besar sering
disebut sebagai nelayan industri. Walaupun demikian, nelayan industri
sebenarnya lebih tepat disebut dengan kapitalis atau pengusaha
perikanan karena umumnya organisasi kerja yang mereka kendalikan
bersifat formal dalam pengertian status badan hukum dan mereka juga
tidak terjun langsung
3. dalam usaha penangkapan sehingga sering disebut pula sebagai
juragan darat
b. Nelayan Skala Kecil
1. Beroperasi di daerah pesisir yang tumpang tindih dengan kegiatan
budidaya.
2. Pada umumnya mereka bersifat padat karya.
3. Nelayan kecil mencakup berbagai karekteristik nelayan, baik
berdasarkan kapasitas teknologi (alat tangkap dan armada) maupun
budaya.
4. Belum menggunakan alat tangkap yang maju.
5. Berorientasi subsistem sehingga sering disebut sebagai peasant-
fisher.
6. Biasanya hasil tangkap dijual kemudian dialokasikan untuk
memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan bukan untuk diinvestasikan
kembali untuk melipatgandakan keuntungan.

16
7. Menurut undang-undang perikanan tahun 2004, nelayan kecil adalah
nelayan orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
8. Nelayan kecil pada umumnya merupakan kelompok masyarakat
termiskin dan menjadi nelayan dalam waktu yang relative lama, juga
memiliki resiko yang sangat tinggi. Baik karena kondisi alam maupun
kondisi persaingan antar nelayan, serta pendapatan yang tidak pasti ini
terjadi karena menjadi nelayan tidak hanya semata sebagai mata
pencaharian tapi merupakan jalan hidup satu-satunya.(Anggun
Rokmahwati, 2016 :8).

2.3 Kemiskinan Struktural Buruh Nelayan

2.3.1 Kemiskinan Struktural


Kemiskinan adalah suatu fakta dimana seseorang atau sekelompok orang
hidup dibawah atau lebih rendah dari kondisi hidup layak sebagai manusia
disebabkan ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Menurut
Pearce (dalam Siagian, 2012 : 5) kemiskinan merupakan produk dari interaksi
teknologi, sumber daya alam dan modal, dengan sumber daya manusia serta
kelembagaan.
Berikutnya Brodjoeneoro (dalam Chozin 2010 : 202) menyebutkan
kemiskinan masyarakat pesisir itu memiliki tiga kategori yang saling terkait :
1) Kemiskinan struktural Kemiskinan yang disebabkan oleh struktur ekonomi,
struktur sosial dan struktur politik yang tidak kondusif meningkatkan
kesejahteraan.
2) Kemiskinan kultural Kemiskinan akibat faktor budaya berupa kemalasan, cara
berpikir fatalistik dan etos wirausaha yang rendah. Kemiskinan ini terjadi
akibat dari pendidikan rendah, keterbatasan akses dan pembangunan yang tidak
merata.
3) Kemiskinan natural Kemiskinan natural terjadi akibat keterbatasan sumber
daya alam untuk produksi. Selain dari pada yang disebut diatas kemiskinan
juga terjadi karena ketiadaan modal akibat akses pada lembaga permodalan

17
bank dan non bank yang rendah akibat jauh dari perkotaan dan produk yang
penuh resiko dan ketidakpastian.
Lalu menurut Gunawan Sumodiningrat (dalam Susiana Sali dan Indahri
Yulia 2000 : 105) membedakan kemiskinan itu kedalam tiga kategori yaitu :
1) Kemiskinan absolut. Seseorang dikatakan miskin secara absolut apabila tingkat
pendapatannya di bawah garis kemiskinan atau sejumlah pendapatannya tidak
cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum antara lain kebutuhan
pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan yang diperlukan untuk
bisa hidup bekerja. Rendahnya tingkat pendapatan ini terutama disebabkan
oleh keterbatasan sarana dan prasarana fisik dan kelangkaan modal atau miskin
karena sebab alami.
2) Kemiskinan relatif (kemiskinan struktural). Kemiskinan relatif adalah
pendapatan seseorang yang sudah diatas garis kemiskinan, namun relatif lebih
rendah dibanding pendapatan masyarakat disekitarnya. Kemiskinan ini relatif
erat kaitannya dengan masalah pembangunan yang bersifat struktural yakni
kebijaksanaan pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat
sehingga menyebabkan ketimpangan pendapatan.
3) Kemiskinan kultural Kemiskinan kultural mengacu kepada sikap seseorang
atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya tidak mau berusaha untuk
memperbaiki tingkat kehidupan meskipun ada usaha dari pihak luar untuk
membantunya
Menurut Nugroho dan Dahuri (2004:167-168) kemiskinan struktural dan
sosial disebabkan hasil pembangunan yang belum merata, tatanan kelembagaan
dan kebijakan dalam pembangunan.

2.3.2 Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan


Secara umum faktor-faktor penyebab kemiskinan secara kategoris
dengan menitik beratkan kajian pada sumbernya terdiri dari dua bagian besar
yaitu :
1. Faktor Internal, yang dalam hal ini berasal dari dalam diri individu yang
mengalami kemiskinan itu yang secara substansial adalah dalam bentuk

18
kekurangmampuan, yang meliputi: Fisik, Intektual, Mental emosional
atau temperamental, Spritual, Sosial Psikologis, Keterampilan, dan Aset.
2. Faktor Eksternal, yakni bersumber dari luar diri individu atau keluarga
yang mengalami dan menghadapi kemiskinan itu, sehingga pada suatu
titik waktu menjadikan miskin meliputi: Terbatasnya pelayanan sosial
dasar, Tidak dilindunginya hak atas kepemilikan tanah, Terbatasnya
lapangan pekerjaan formal, Kebijakan perbankan terhadap layanan kredit,
belum terciptanya sistem ekonomi kerakyatan, Sistem mobilisasi dan
pendayagunaan dana, dampak sosial, Budaya yang kurang mendukung
kemajuan, Kondisi geografis yang sulit, Pembangunan yang lebih
berorientasi fisik material, Pembangunan ekonomi antar daerah, dan
kebijakan publik yang belum berpihak kepada penduduk miskin (Matias
Siagian 2012:114-115).
Penyebab kemiskinan nelayan di Indonesia sangatlah komplek,
penyebab individual, keluarga, subbudaya, agensi maupun struktural saling
berkaitan. Menurut Kusnadi, sebab-sebab pokok yang menimbulkan
kemiskinan pada nelayan adalah:
a. belum adanya kebijakan, strategi dan implementasi program pembangunan
kawasan pesisir dan masyarakat nelayan yang terpadu di antara para
pemangku kepentingan pembangunan.
b. adanya inkonsistensi kuantitas produksi (hasil tangkapan), sehingga
keberlanjutan aktivitas sosial ekonomi perikanan di desa-desa nelayan
terganggu. Hal ini disebabkan oleh kondisi sumber daya perikanan telah
mencapai kondisi “over fishing”, musim paceklik yang berkepanjangan, dan
kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).
c. masalah isolasi geografis desa nelayan, sehingga menyulitkan keluar-
masuk arus barang, jasa, kapital, dan manusia, yang mengganggu mobilitas
sosial ekonomi.
d. adanya keterbatasan modal usaha atau modal investasi, sehingga
menyulitkan nelayan meningkatkan kegiatan ekonomi perikanannya.

19
e. adanya relasi sosial ekonomi yang “eksploitatif” dengan pemilik perahu,
pedagang perantara (tengkulak), atau pengusaha perikanan dalam
kehidupanmasyarakat nelayan.
f. adalah rendahnya tingkat pendapatan rumah tangga nelayan, sehingga
berdampak negatif terhadap upaya peningkatan skala usaha dan perbaikan
kualitas mereka. (Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir, 2006:1-2)
Menurut Mulyadi (2005 : 51) kemiskinan nelayan disebabkan oleh faktor-
faktor kompleks yang saling terkait satu sama lain. Adapun faktor-faktor
tersebut adalah :
1. Masalah yang berkaitan dengan kepemilikan alat tangkap atau lebih
tegasnya perahu bermotor
2. Akses terhadap modal khususnya menyangkut persyaratan Kredit
3. Persyaratan pertukaran hasil tangkap yang tidak berpihak pada buruh
nelayan
4. Sarana penyimpanan ikan
5. Hak pengusahaan tangkap
6. Perusakan sistem organisasi masyarakat pesisir.
Adapun faktor-faktor kemiskinan buruh nelayan yang akan dibahas
dipenelitian ini adalah sebagai berikut:
Faktor Kualitas Sumber Daya Manusia:
• Tingkat pendidikan
• Ketrampilan alternatif
• Pekerjaan Alternatif
Faktor Ekonomi :
• Kepemilikan Modal
• Kepemilikan Tanah
• Teknologi yang digunakan
Faktor Hubungan Kerja Nelayan:
• Ketergantungan pada pemilik modal
• Sistem bagi hasil dengan dengan pimilik modal
• Sistem bagi hasil dengan nelayan penumpang

20
Faktor Kelembagaan :
• Peranan lembaga pemasaran
• Peranan lembaga penyuluhan
• Peranan lembaga perkreditan

2.3.3 Ruang Lingkup Kemiskinan Struktural Buruh Nelayan


Sebagaimana dikemukakan nelayan dapat dibedakan dalam tiga kelompok
yaitu nelayan buruh, nelayan juragan,dan nelayan perorangan. Pada umumnya
nelayan juragan tidak miskin, kemiskinan nelayan cenderung dialami oleh nelayan
perorangan dan buruh nelayan.Karena kedua jenis kelompok itu jumlahnya
mayoritas, citra tentang kemiskinan melekat pada kehidupan nelayan. Dilihat dari
lingkupnya kemiskinan nelayan terdiri atas kemiskinan prasarana dan kemiskinan
keluarga. Kemiskinan prasarana dapat diindikasikan pada ketersediaan prasarana
fisik di desa-desa nelayan, yang pada umumnya masih sangat minim, seperti tidak
tersedianya air bersih, jauh dari pasar, dan tidak adanya akses untuk mendapatkan
bahan bakar sesuai dengan harga standart. Kemiskinan prasarana secara tidak
langsung juga memiliki andil bagi munculny kemiskinan keluarga. Misalnya,
tidak tersedianya air bersih akan memaksa keluarga untuk mengeluarkan uang
untuk membeli air bersih yang berarti mengurangi pendapatan mereka.
Kemiskinan prasarana juga mengakibatkan keluarga yang berada garis
kemiskinan (near poor) bisa merosot kedalam kelompok keluarga miskin
(Mulyadi 2005: 52).

2.4 Strategi Pengentasan Kemiskinan Nelayan


Berbagai program proyek dan kegiatan telah dilakukan untuk
mengentaskan kemiskinan dari nelayan. Namun tenyata jumlah nelayan kecil
tetap bertambah karena itu meskipun banyak upaya yang dilakukan umumnya
upaya-upaya tersebut bisa dikatakan belum memperoleh hasil yang memuaskan.
Upaya penanggulangan kemiskinan menurut Undang Undang Nomor 25 Tahun
2000 tentang Propenas ditempuh melalui dua strategi utama. Pertama, melindungi
keluarga dan kelompok masyarakat yang mengalami kemiskinan sementara.
Kedua, membantu masyarakat yang mengalami kemiskinan kronis dengan

21
memberdayakan dan mencegah terjadinya kemiskinan baru. Strategi tersebut
selanjutnya dituangkan dalam tiga program yang langsung diarahkan pada
penduduk miskin yaitu: 1) Penyediaan kebutuhan pokok. 2) Pengembangan
Sistem Jaminan Sosial. dan 3) Pengembangan Budaya Usaha Masyarakat Miskin.
Kebijakan pengentasan kemiskinan di Indonesia yang terbaru tertuang
dalam Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional, yang menyatakan bahwa kebijakan penanggulangan
kemiskinan meliputi: kebijakan pemenuhan hak-hak dasar dan kebijakan
pembangunan wilayah untuk mendukung pemenuhan hak dasar.
Kusnadi (2004 : 39-40) mengatakan ada tujuh pendekatan pembangunan
perikanan di indonesia yang dilakukan dalam rangka pengentasan kemiskinan
masyarakat nelayan. Adapun ketujuh pendekatan tersebut adalah:
1. Pendekatan oreintasi produksi, yang ditandai dengan adanya
modernisasi dan motorisasi pada bidang penangkapan ikan
2. Dengan pendekatan pemasaran rantai dingin (cool chain system) yang
berusahamenghadirkan ikan segar ke konsumen
3. Pengembangan kelembagaan (institution building) dengan
mengembangkan Koperasi Unit Desa Mina (KUD MINA) dan tempat
pelelangan ikan untuk mendongkrak masalah permodalan dan
pemasaran
4. pendekatan INTAM (Intensifikasi Tambak) yang pada awalnya
gemilang namun akhirnya gulung tikar.
5. Pendekatan agribisnis yaitu berusaha memperbaiki model yang parsial
menjadi lebih holistik (dari hulu sampai dengan hilir).
6. Program peningkatan Ekspor Hasil Perikanan (Protekan) yang
bertumpu pada budidaya perikanan.
7. pendekatan empat dimensi, yang berusaha mengintegrasikan unsur
ekologi, ekonomi, sosial-politik dan hukum serta kelembagaan.
Seterusnya Kusnadi menyebutkan bahwa data-data selama ini
menunjukkan bahwa pembangunan perikanan telah mampu
meningkatkan produksi, devisa dan tingkat konsumsi ikan masyarakat

22
indonesia. Akan tetapi pembanguan perikanan nasioanal masih belum
berhasil dalam meningkatkan kesejahteraan nelayan, terutama nelayan
tradisonal dan buruh nelayan.
Selain itu tidak semua daerah pesisir memiliki Tempat Pelelangan
Ikan (TPI). Hal tersebut membuat para nelayan terpaksa untuk menjual
hasil tangkapan mereka kepada tengkulak dengan harga yang jauh di
bawah harga pasaran. Kondisi ini yang selalu mengakibatkan nelayan
tidak pernah untung, keterbatasan infrastruktur menjadikan nelayan
merugi, tidak seimbangnya antara biaya yang dikeluarkan untuk melaut,
dengan keuntungan hasil jual, karena harga dipermainkan oleh pihak
tengkulak. Upaya yang mungkin dilakukan agar nelayan tidak terjerat
lingkaran tengkulak adalah dengan mengembangkan fungsi lembaga
keuangan mikro dan koperasi yang memihak nelayan, selain itu perlu
adanya upaya membangun usaha bersama, seperti melalui pemilikan
sarana-sarana penangkapan dan pemasaran secara kolektif.
Kebudayaan nelayan yang berbahaya namun terabaikan adalah
terjalinnya relasi sosial ekonomi yang sifatnya eksploitatif dengan pemilik
perahu dan pedagang perantara (tengkulak) dalam kehidupan masyarakat
nelayan. Kondisi tersebut bisa diperbaiki dengan mengurangi beban utang
piutang yang kompleks para nelayan kepada pemilik perahu dan tengkulak
dengan mencarikan alternatif keuangan mikro. Harus adanya upaya dalam
memperbaiki norma sistem bagi hasil dalam organisasi penangkapan,
sehingga tidak merugikan buruh nelayan.
Kemudian yang menjadi masalah adalah tidak semua nelayan
memiliki perahu sendiri. Nelayan yang tidak mempunyai modal untuk
membeli perahu, terpaksa meminjam uang kepada tengkulak. Pada
umumnya para tengkulak (patron) memberikan pinjaman kalau hasil
tangkapan nelayan (klien) minim. Ketergantungan nelayan pada tengkulak
berawal dari utang/pinjaman, dan biasanya dilakukaan pada saat paceklik
atau memperbaiki kerusakan alat tangkap seperti jaring dan menganti tali
kajar. Meskipun demikian, ada juga pihak yang menilai bahwa keberadaan

23
para tengkulak tersebut justru menolong nelayan. Kondisi ini terjadi
karena negara tidak mampu memberikan pinjaman lunak dan kalaupun ada
bank mereka juga tidak bisa mengaksesnya karena alat tangkap sebagai
faktor produksi tidak bisa dijadikan agunan.
Dalam perspektif struktural kemiskinan nelayan tidak hanya
disebabkan hubungan patron-klien yang menimbulkan jeratan utang dan
mengarah pada bentuk eksploitasi. Tetapi kemiskinan nelayan juga terjadi
karena keterbatsan akses nelayan terhadap hak penguasaan sumberdaya
perikanan. Penguasaan atas sumberdaya perikanan selama ini lebih banyak
dinikmati oleh kolaborasi pemilik modal dan birokrat. Bahkan adanya
musim-musim tertentu dimana ikan jenis tertentu banyak dan sedikit
menggambarkan bahwa kehidupan mereka tergantung pada rejeki laut
daerahnya.
Maka dari itu diperlukan upaya pengentasan kemiskinan buruh
nelayan dan langkah-langkah untuk meningkatkan pendapatan mereka dari
pemerintah daerah yang sesuai dengan permasalahan nelayan di desa
sumber jaya. Adanya bantuan pemerintah setiap tahun dalam berbagai
program bantuan sarana dan prasarana dari pemerintah pusat dan daerah
belum menyentuh nelayan buruh. Kondisi nelayan saat ini masih terpuruk
dan penghasilan nelayan yang tidak menentu karena hanya bekerja pada
pengusaha ikan/pemilik kapal ( juragan).

2.5 Kerangka Berpikir


Nelayan buruh adalah nelayan yang bekerja dengan alat tangkap milik
orang lain. Nelayan buruh tidak memiliki alat-alat produksi, dalam kegiatan
produksi sebuah unit perahu, nelayan buruh hanya menyumbangkan jasa
tenanganya dengan memperoleh hak-hak yang sangat terbatas. Hubungan kerja
mereka tidak ada ikatan formal, misalnya perjanjian kerja yang mengatur hak dan
kewajiban masing-masing pihak. Nelayan buruh sering memperpanjang jam kerja
agar dapat untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam hal ini terdapat banyak faktor–
faktor penyebab kemiskinan buruh nelayan di desa sumber jaya kota bengkulu,
yang dimana ada faktor kualitas sumber daya manusia, faktor ekonomi, faktor

24
hubungan kerja nelayan, dan berikutnya faktor kelembagaan, maka hal ini harus di
atasi sesuai kebutuhan nelayan setempat, seperti melalui bantuan alat tangkap dan
modal dari pemerintah yang disalurkan melalui Dinas Kelautan dan Perikanan
Kota Bengkulu sebagai strategi pengentasan kemiskinan buruh nelayan tersebut,
maka berikut gambaran kerangka berpikir :
Gambar 2.1
Kerangka Berpikir

Buruh Nelayan

Faktor Kemiskinan

Faktor Kualitas Faktor Hubungan Faktor


Faktor Ekonomi
SDM Kerja Nelayan Kelembagaan

Kemiskinan Struktural

Strategi Pengentasan
Kemiskinan Nelayan Melalui
Bantuan Alat Tangkap
Sumber : Olahan Penulis 2021

25
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan ialah menggunakan penelitian kualitatif.
Penelitian menggunakan metode kualitatif adalah suatu prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskritif berupa kata-kata tertulis atau lisan orang-
orang dan perilaku yang dapat diamati. Metode kualitatif adalah metode
penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah,
dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpalan data
dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif, dan
hasil kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalilasi.
Menurut Sugiyono (2019:2) metode penelitian merupakan cara ilmiah
yang mendapatkan data/informasi sebagaimana adanya dan bukan
sebagaimana seharusnya, dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Terdapat
empat kata kunci yang perlu diperhatikan yaitucara ilmiah, data, tujuan, dan
kegunaan tertentu. Sugiyono (2019:17) juga mengemukakan mengenai metode
penelitian kualitatif, beliau menyebutkan bahwa metode penelitian kualitatif
sering disebut sebagai metode penelitian naturalistik karena penelitiannya
dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting); disebut juga sebagai
metode enoghrapi, karena pada awalnya metode ini lebih banyak digunakan
untuk penelitian antropologi budaya; disebut sebagai metode kualitatif karena
data yang terkumpul dan analisisnya lebih bersifat kualitatif.
Penelitian ini, bermaksud untuk mendeskripsikan dan menjelaskan tentang
strategi Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bengkulu dalam pengentasan
kemiskinan struktural buruh nelayan.

3.2 Batasan Ruang Lingkup Penelitian


Batasan atau ruang lingkup dalam penelitian ini bertujuan untuk membatasi
permasalahan pada pokok-pokok permasalahan penelitian saja. Artinya
pembatasan pada penelitian ini agar ruang lingkup penelitian tidak melebar dan
lebih fokus terhadap fenomena yang dikaji. Adapun batasan dalam penelitian ini
sebagai berikut:

26
a. Strategi
Strategi merupakan serangkaian keputusan dan tindakan sadar yang dibuat
oleh managemen puncak dan di implementasikan oleh seluruh jajaran
dalam suatu organisasi dalam rangka mencapai tujuan organisasi tersebut.
Sedangkan manajemen strategi sendiri Menurut Siagian (1995) adalah
serangkaian keputusan dan tindakan mendasar yang dibuat oleh
manajemen puncak dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran suatu
organisasi dalam rangka pencapaian tujuan organisasi.
Untuk hal ini, keputusan dalam mengatasi kemiskinan buruh nelayan di
Kota Bengkulu, khususnya di Desa Sumber Jaya itu diambil oleh
pemerintah yang disalurkan melalui Dinas terkait, yang dilakukan dengan
cara pemberian bantuan alat tangkap kepada nelayan di Kota Bengkulu.
b. Kemiskinan Struktural Buruh Nelayan
Menurut Pearce (dalam Siagian, 2012 : 5) kemiskinan merupakan produk
dari interaksi teknologi, sumber daya alam dan modal, dengan sumber
daya manusia serta kelembagaan. Dan kemiskinan struktural menurut
Gunawan Sumodiningrat (dalam Susiana Sali dan Indahri Yulia 2000 :
105) adalah pendapatan seseorang yang sudah diatas garis kemiskinan,
namun relatif lebih rendah dibanding pendapatan masyarakat disekitarnya.
Kemiskinan ini relatif erat kaitannya dengan masalah pembangunan yang
bersifat struktural yakni kebijaksanaan pembangunan yang belum
menjangkau seluruh masyarakat sehingga menyebabkan ketimpangan
pendapatan.
c. Strategi Pengentasan Kemiskinan Nelayan
Berbagai program proyek dan kegiatan telah dilakukan untuk
mengentaskan kemiskinan dari nelayan. Namun tenyata jumlah nelayan
kecil tetap bertambah karena itu meskipun banyak upaya yang dilakukan
pemerintah indonesia, umumnya upaya-upaya tersebut bisa dikatakan
belum memperoleh hasil yang memuaskan. Upaya penanggulangan
kemiskinan menurut Undang Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Propenas ditempuh melalui dua strategi utama. Pertama, melindungi

27
keluarga dan kelompok masyarakat yang mengalami kemiskinan
sementara. untukKedua, membantu masyarakat yang mengalami
kemiskinan kronis dengan memberdayakan dan mencegah terjadinya
kemiskinan baru. Strategi tersebut dituangkan dalam program langsung
diarahkan pada penduduk miskin : 1. Penyediaan kebutuhan pokok, 2.
Pengembangan sistem jaminan sosial, 3. Pengembangan budaya usaha
masyarakat. Dan untuk nelayan sendiri pemerintah menuangkannya dalam
program bantuan alat tangkap untuk nelayan.

3.3 Teknik Penentuan Informan


Menurut Moelong (2006) informan merupakan orang yang dimanfaatkan
untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang
penelitian. Teknik penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik purposive sampling. Teknik purposive sampling menurut
Sugiyono (2019:133) adalah teknik penentuan informan dengan pertimbangan
tertentu. Maka dari itu informan dalam penelitian ini adalah orang yang
memenuhi kriteria sebagai berikut :
1. Staff Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bengkulu.
2. Buruh nelayan.
3. Tokoh masyarakat.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data menurut sugiyono (2019) merupakan langkah


strategi dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Teknik yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data adalah sebagai berikut :

1. Observasi
Observasi (observation) atau pengamatan merupakan suatu teknik
atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan pengamatan
terhadap kegiatan yang sedang berlangsung (Sukmadinata, 2005). Dalam
menggunakan teknik observasi yang terpenting adalah mengandalkan

28
pengamatan dan ingatan si peneliti. Ada dua indera yang sangat vital di
dalam melakukan pengamatan yaitu mata dan telinga. Dalam penelitian
ini, observasi atau pengamatan yang akan dilakukan peneliti yaitu staff
Dinas Kelautan dan Perikanan, buruh nelayan dan tokoh masyarakat.
Selain itu, observasi juga dilakukan guna melihat faktor-faktor penyebab
kemiskinan buruh nelayan di Kelurahan Sumber Jaya Kota Bengkulu.
2. Wawancara
Proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara
tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara
dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang
dinamakan interview guide (panduan wawancara) (Nazir,1999).
Wawancara dapat dilakukan dengan secara testruktur/terpimpin dan tidak
terstruktur/tidak terpimpin dimana wawancara terstruktur dilakukan untuk
mengumpulkan data yang relevansi dengan data yang dibutuhkan,
sedangkan wawancara tidak terstruktur merupakan wawancara yang tidak
terarah dalam melakukan wawancara seorang peneliti dapat menggunakan
alat perekam sebagai alat bantu untuk mencatat informasi yang diperoleh
pada saat wawancara berlangsung. Pada saat proses wawancara, peneliti
menggunakan teknik yang tidak terstruktur sehingga pada saat
mengajukan satu pertanyaan peneliti dapat memperoleh informasi
tambahan lainnya dari informan untuk menjawab pertanyaan yang lainnya
atau peneliti dapat menemukan informasi yang baru sehingga menjadi
penemuan yang baru bagi peneliti.
Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk
menjawab pertanyaan mengenai beberapa hal yang akan ditanya, yaitu
mengenai penyebab kemiskinan nelayan.
3. Dokumentasi
Metode pengumpulan data penelitian kualitatif dengan menggunakan
atau melihat dokumen-dokumen maupun barang-barang tertulis, dengan
kata lain dokumentasi berarti cara mengumpulkan data dengan mencatat
data-data yang sudah. Dokumen yang dapat digunakan keperluan

29
penelitian ini berupa dokumen pribadi dan dokumen resmi, dimana
dokumen pribadi merupakan catatan atau karangan seseorang secara
tertulis tentang tindakan, pengalaman, dan kepercayaannya.
Berbagai macam bentuk dokumen pribadi yang dapat digunakan
peneliti yaitu berupa catatan harian dan autobiografi, sedangkan dokumen
resmi terbagi menjadi dua dokumen yaitu dokumen internal dan eksternal.
Dokumen internal dapat berupa pengumuman, memo, instruksi, aturan
suatu lembaga masyarakat tertentu yang digunakan dalam kalangan sendiri
dan dokumen eksternal berupa apa informasi yang dihasilkan suatu
lembaga sosial misalnya seperti majalah buletin, pernyataan dan berita
yang disiarkan kepada media massa. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan studi dokumetasi untuk memperoleh data buruh nelayan di
Kelurahan Sumber Jaya Kota Bengkulu yang diperlukan di penelitian ini.

3.5 Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis
data kualitatif. Analisis data kualitatif merupakan upaya yang dilakukan
dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya
menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesis, mencari dan menemukan
pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan
apa yang diceritakan kepada orang lain (Bogdan & Biklen) (dalam Moleong
2018)
Teknik analisis data adalah upaya yang dilakukan untuk mencari dan
menyusun data secara sistematis dengan memilah-milah data berdasarkan
hasil observasi, wawancara, dan studi dokumentasi untuk menjawab rumusan
masalah. Teknik analisa yang digunakan dalam penelitian, yaitu :
1. Pengumpulan Data (Data Collection)
Pengumpulan data digunakan untuk mengumpulkan data-data atau
fakta-fakta yang digunakan untuk bahan penelitian. Contoh teknik
pengumpulan data yaitu, observasi, wawancara mendalam, dan analisis
dokumen.
2. Reduksi Data (Data Reduction)

30
Reduksi data merupakan bagian dari analisis yang menajamkan,
menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan
mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa hingga simpulan-
simpulan akhirnya dapat ditarik dan diverifikasi.
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan tranformasi data yang muncul
dari catatan-catatatn lapangan. Mereduksi data berarti merangkum atau
memilih hal-hal yang penting untuk menghasilkan catatan-catatan inti
yang bertujuan untuk menyederhanakan dan memastikan data yang diolah
merupakan data yang dibutuhkan dalam penelitian.
3. Penyajian Data (Data Display)
Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam
bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan
sejenisnya. Penyajian data bertujuan untuk menggambarkan hasil
keseluruhan data yang diperoleh melalui wawancara, dengan
mendeskripsikan atau memberikan gambaran yang dituangkan kedalam
narasi untuk mempermudah untuk dipahami.
4. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi (Conclusion Drawing/Verfication)
Kesimpulan atau verifikasi adalah tahap akhir dalam proses analisa
data. Simpulan yang dibuat harus relevan dengan fokus penelitian, tujuan
penelitian dan temuan penelitian yang sudah dilakukan interpretasi dan
pembahasan. Ingat simpulan penelitian bukan ringkasan penelitian.
Dengan demikian, kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat
menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin
juga tidak, karena seperti yang telah dikemukakan bahwa masalah dan
rumusan masalah dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan
akan berkembang setelah peneliti berada di lapangan.

31
DAFTAR PUSTAKA
Buku :

Chozin, Sumarjo, dkk, 2010. Pembangunan Perdesaan Dalam Rangka


Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat. Bogor:IPB Press.

David, Fred.R. 2011. Manajemen Strategis: Konsep-Konsep. Jakarta: Edisi


Duabelas.

Hunger, J.D. dan Wheelen, T.L. 2012. Strategic Management and Bussiness
Policy: Toward Global Sustainability. New York: Pearson.

Kasim, M. 2006. Karakteristik Kemiskinan dan Strategi Penanggulangannya


Studi Kasus : Padang Pariaman. Jakarta: Indomedia Global Jakarta.
Kuncoro, Mudrajad. 2006. Ekonomika Pembangunan; Teori Masalah dan
Kebijakan. Edisi Keempat. UUP STIM YKPN.
Kusnadi. 2002. Nelayan: Strategi Adaptasi dan Jaringan Sosial. Bandung:
Humaniora Utama Press.
Mardimin, J. (Ed). 1996. Dimensi Kritis Proses Pembangunan di Indonesia.
Yogyakarta: Kanisius.
Marbun, Krishnayanti. 2002. Masyarakat Pinggiran Yang Kian Terlupakan.
Jakarta: Konphalindo, Jala.
Moleong, Lexy J. 2018. Metodelogi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya
Mulyadi. 2005. Ekonomi Kelautan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Nugroho, I dan R. Dahuri. 2004. Pembangunan Wilayah (Perspektif Ekonomi,
Sosial dan Lingkungan. Jakarta: Pustaka LP3ES.
Nugroho, Heru. 1995. Kemiskinan, Ketimpangan, dan Pemberdayaan, dalam
Awan Setya Dewanta, dkk. Kemiskinan dan Kesenjangan di Indonesia.
Yogyakarta: Aditya Media.

32
Rayanto. 1998. Strategic Management In Action. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Rachmat. 2014. Manajemen Strategik, Bandung: Pustaka Setia.
Siagian,Matias. 2012. Kemiskinan dan Solusi. Medan: PT Grasindo Monoratama
Siagian P. Sondang. 2004 Managemen Strategi. Jakarta: Bumi Aksara.
Soemardjan, Selo (Ed). 1984. Kemiskinan Struktural. Jakarta: YISS.
Sugiyono. 2019. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta CV.

Suharto, Edi. 2008. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung:


Alfabeta.
Supriatna. 2000. Strategi Pembangunan dan Kemiskinan. Jakarta: Rineka Cipta.
Suryono, Agus. 2010. Dimensi-dimensi Prima Teori Pembangunan. Malang: UB
Press.
Jurnal :

Anggun.Rokhmawati. 2016. Karekteristik Nelayan. dapat diakses di


(http://repository.ump.ac.id/765/3/BAB%20II_ANGGUN
%20ROKHMAWATI_GEOGRAFI%2716.pdf). Jakarta. Pusat Kajian dan
Pelayanan Informasi Sekretariat Jenderal DPR RI.

Direktorat Pemberdayaan Masyarakat Pesisir. 2006. 6 Tahun Program PEMP


Sebuah Refleksi. Jakarta

Fahmi. 2011. Strategi Pengentasan Kemiskinan Nelayan Tradisional. Volume 4,


Nomor 2.
(http://ojs.uma.ac.id/index.php/perspektif/article/download/88/58) diakses
pada 5 Oktober 2021.

Manarat dkk. 2017. Kebijakan Pemerintah Kota Belitung Dalam Penanggulangan


Kemiskinan Masyarakat Nelayan di Kelurahan Wangurer Barat. Volume
2. Nomor 2.

33
(https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jurnaleksekutif/article/download/
18061/17586). Diakses pada 11 Oktober 2021.

Suyadi dkk. 2019. Strategi Peningkatan Kesejahteraan Nelayan: Sebuah


Kontribusi Bagi Pengentasan Kemiskinan Perspektif Pada Wilayah Pesisir
Di Jawa Tengah.
(http://jurnal.lppm.unsoed.ac.id/ojs/index.php/Prosiding/article/viewFile/
1036/892). Diakses 15 Oktober 2021.

Pramudyasmono dkk. 2011. Perilaku Masyarakat Miskin di Kota Bengkulu dan


Model Pengentasan Kemiskinan Berbasis Nilai Sosial-Budaya Lokal.
Jurnal Masyarakat, Kebudayaan, dan Politik 24(2): 151-161.

Parwadi Redatin.2005. Peranan Istri dalam Pemenuhan Kebutuhan Rumah


Tangga. Vol 5.No.180.

Sudarso. 2007. Tekanan Kemiskinan Struktural Komunitas Nelayan Tradisional di


Perkotaan. Jurnal Masyarakat, Kebudayaan, dan Politik 20(2): 87-102.

Susiana Sali dan Indahri Yulia. 2000.Pembangunan Sosial Teori dan Implikasi
Kebijakan.

Anggun.Rokhmawati. 2016. Karekteristik Nelayan dapat diakses di


http://repository.ump.ac.id/765/3/BAB%20II_ANGGUN
%20ROKHMAWATI_GEOGRAFI%2716.pdf Jakarta. Pusat Kajian dan
Pelayanan Informasi Sekretariat Jenderal DPR RI.

SKRIPSI :

Kasmira. 2020. Strategi Pemerintah Dalam Pembangunan Infrastruktur Jalan di


Kabupaten Gowa. Makassar: Universitas Muhammadiyah Makassar.

Dokumen :

Undang-undang No. 24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Simpan Pinjam.

34
Undang Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Propenas ditempuh melalui dua
strategi utama.

Undang-undang RI No. 20 / 2003 tentang Sisdiknas.

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan.

Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka


Menengah Nasional.

Internet :

Badan Pusat Statistik Bengkulu (https://bengkulu.bps.go.id/)

35
PEDOMAN OBSERVASI

STRATEGI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KOTA BENGKULU


DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN STRUKTURAL BURUH
NELAYAN
( Studi Kasus di Kelurahan Sumber Jaya Kota Bengkulu )

Hari :

Tanggal :

Dalam penelitian ini pengamatan (observasi) yang dilakukan adalah mengenai


Strategi Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bengkulu dalam melakukan
pengentasan kemiskinan buruh nelayan ( studi kasus Kelurahan Sumber Jaya):

A. Tujuan
Untuk memperoleh data dan informasi mengenai strategi Dinas Kelautan
dan Perikanan Kota Bengkulu mengatasi kemiskinan buruh nelayan di
Kelurahan Sumber Jaya
B. Aspek yang diamati

1. Mengamati Faktor – faktor penyebab kemiskinan struktural yang


dialami buruh nelayan kelurahan Sumber Jaya Kota Bengkulu
2. Mengamati sitem bagi hasil nelayan juragan dan buruh nelayan
3. Mengamati strategi apa saja yang sudah dilakukan Dinas Kelautan
Dan Perikanan dalam mengatasi kemiskinan buruh nelayan di
Kelurahan Sumber Jaya Kota Bengkulu dengan melihat program-
program bantuan yang ada.
4. Mengamati implementasi program bantuan alat tangkap untuk
nelayan buruh Kelurahan Sumber Jaya

36
PEDOMAN WAWANCRA
STRATEGI DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KOTA BENGKULU
DALAM PENGENTASAN KEMISKINAN STRUKTURAL BURUH
NELAYAN
( Studi Kasus di Kelurahan Sumber Jaya Kota Bengkulu )

Wawancara dengan nelayan di Kelurahan Sumber Jaya

A. Identitas Informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Agama :
5. Pekerjaan :

B. Pertanyaan
1. Apakah perahu yang digunakan milik pribadi ?
2. Kapan biasanya waktu mencari ikan ?
3. Apa kendala selama ini yang dialami dalam melaut?
4. Apakah penghasilan sebagai nelayan cukup memenuhi kebutuhan?
5. Bagaimana sistem bagi hasil dengan juragan?
6. Apakah ada program bantuan yang diterima oleh nelayan disini?
7. Bagaimana bentuk bantuan yang diberikan oleh pemerintah setempat?
8. Bagaimana akses nelayan mengenai informasi program bantuan untuk
nelayan?

37
Wawancara dengan staf dinas kelautan dan perikanan kota bengkulu

A. Identitas Informan
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
4. Agama :
5. Jabatan :

B. Pertanyaan
1. Apakah ada program khusus dari pemerintah untuk nelayan?
2. Apa saja program-program pengentasan kemiskinan nelayan yang sedang
berjalan ?
3. Bagaimana penyaluran dan pelaksanaan program bantuan pemerintah yang
ada itu kepada nelayan ?
4. Bagaimana Dinas Kelautan Dan Perikanan Kota Bengkulu melalukan
monitoring terhadap program bantuan yang berjalan ?

38

Anda mungkin juga menyukai