DOSEN PEMBIMBING:
Viktor Amos, S.M., M.S.M.
KELOMPOK 2:
ERIYANTO 2011104
WILLIAM ARISTIA SUDIBYO 2011109
CINDY CLAUDIA 2011096
TRULY RENITA SALEH 2011099
REGINA PUTERI PATRICIA 2011100
NATASYA NAOMI OEI 2011125
KELAS A
1
DAFTAR ISI
BAB I.........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................................3
BAB II........................................................................................................................................6
PEMBAHASAN........................................................................................................................6
BAB III.....................................................................................................................................18
PENUTUP................................................................................................................................18
3.1 Kesimpulan........................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................20
2
BAB I
PENDAHULUAN
Koperasi dan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan dua sektor
penting perekonomian nasional di banyak negara termasuk Indonesia. Koperasi adalah suatu
organisasi yang didirikan oleh suatu kelompok yang bertujuan untuk memajukan
kesejahteraan para anggotanya melalui aksi bersama. Sedangkan UMKM merupakan divisi
yang terdiri dari perusahaan dengan jumlah karyawan kurang dari 100 orang dan aset kurang
dari Rp 10 miliar.
Di Indonesia, sektor koperasi dan UMKM telah lama dikenal sebagai tumpuan
perekonomian nasional. Pada tahun 1945, Indonesia mewujudkan konstitusi yang
menetapkan bahwa perekonomian Indonesia harus berdasarkan prinsip-prinsip ekonomi yang
adil dan adil, termasuk penguatan koperasi dan UMKM. Pada tahun 1951, pemerintah
Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Perkoperasian yang menjadi landasan hukum bagi
perkembangan koperasi di Indonesia. Selain itu, pemerintah mencanangkan program UMKM
pada tahun 1984 yang bertujuan untuk mendukung pelaku UMKM melalui pembiayaan,
pelatihan, dan akses pasar. Meskipun koperasi dan UMKM memiliki potensi besar sebagai
basis perekonomian, masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Tantangan utama adalah
kurangnya pembiayaan, kurangnya akses ke pasar dan kurangnya pengetahuan dan
keterampilan yang dibutuhkan untuk menjalankan bisnis. Oleh karena itu, diperlukan lebih
banyak dukungan pemerintah dan swasta untuk mengembangkan koperasi dan UMKM
sebagai basis ekonomi nasional yang lebih kuat dan berkelanjutan.
Kemiskinan (poverty) merupakan masalah yang dihadapi oleh suatu negara, terutama
di negara berkembang. Masalah kemiskinan merupakan sesuatu yang kompleks, baik dilihat
dari penyebabnya maupun dari ukurannya. Hal ini disebabkan kemiskinan bersifat
3
multidimensional, artinya kemiskinan menyangkut seluruh dimensi kebutuhan manusia yang
sifatnya beragam. Selain itu, dimensi kebutuhan manusia yang beraneka ragam itupun saling
terkait satu dengan lainnya. Berkaitan dengan konsep kemiskinan maka tidak lepas dari
konsep kesenjangan ekonomi dan juga pertumbuhan ekonomi. Pendapat yang berkaitan
dengan hal ini dikemukakan oleh Kusnet. Hipotesis Kusnet menyatakan bahwa hubungan
antara kemiskinan dan pertumbuhan ekonomi menunjukkan hubungan negatif, sebaliknya
hubungan pertumbuhan ekonomi dan tingkat kesenjangan ekonomi adalah positif. Hubungan
ini sangat terkenal dengan nama Kurva U Terbalik dari Kusnets. Kusnet menyimpulkan
bahwa pola hubungan yang positif menjadi negatif, menunjukkan terjadi proses evolusi dari
distribusi pendapatan dari masa transisi suatu ekonomi pedesaan (rural) ke suatu ekonomi
perkotaan (urban) atau ekonomi indus
4
1.2 Rumusan Masalah
5
BAB II
PEMBAHASAN
Kemiskinan di Indonesia pada akhir tahun 2012 masih berkisar pada angka 28,59 juta
jiwa atau sekitar 11,66% dari total penduduk Indonesia yang mencapai 235 juta jiwa. Namun,
jika menggunakan data versi bank Dunia, angka kemiskinan Indonesia berkisar di angka 100
juta. Terlepas dari nominal angka kemiskinan di Indonesia, sudah menjadi kewajiban bagi
seluruh rakyat Indonesia yang berkecukupan untuk turut serta mengentaskan kemiskinan.
Pemerintah dan kelompok usaha besar (termasuk BUMN) dapat mengadakan program CSR
atau PKBL, sementara masyarakat dapat berpartisipasi dalam program zakat. Pengembangan
kemiskinan dapat dilakukan dengan menguatkan UMKM. Penguatan UMKM dapat
dilakukan melalui pemberdayaan usaha mikro karena usaha mikro umumnya dilakukan oleh
masyarakat kecil.
2. Amartya Sen: Menurut Amartya Sen, seorang ekonom dan filsuf, kemiskinan adalah
ketiadaan kapabilitas dasar yang diperlukan untuk hidup yang bermartabat. Ia
menekankan pentingnya melihat kemiskinan bukan hanya sebagai ketiadaan
pendapatan, tetapi juga sebagai keterbatasan akses terhadap peluang dan sumber daya.
6
cara yang bermartabat. Ia menyoroti pentingnya melibatkan orang miskin dalam
proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi hidup mereka sendiri.
4. Jeffrey Sachs: Menurut Jeffrey Sachs, seorang ekonom terkenal, kemiskinan adalah
hasil dari interaksi antara ketidakseimbangan sosial, politik, dan ekonomi yang
menghalangi pembangunan dan menciptakan siklus kemiskinan yang sulit diputuskan.
5. Muhammad Yunus: Muhammad Yunus, pendiri Grameen Bank dan pemenang Nobel
Perdamaian, melihat kemiskinan sebagai suatu bentuk kegagalan sistem keuangan
tradisional yang tidak menyediakan akses ke modal dan kredit bagi orang-orang
miskin.
Jika kemiskinan struktural lebih merupakan situasi yang dibentuk oleh kebijakan dan
sistem ekonomi sebuah negara, kemiskinan kultural diakibatkan ole h faktor-faktor budaya
yang menyebabkan terjadinya proses pelestarian kemiskinan di dalam masyarakat. (Menurut
Revrison Baswir, 1999). Kemiskinan kultural mengacu pada sikap seseorang atau masyarakat
7
yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup, dan budaya masyarakat. Mereka sudah
merasa cukup dengan sumber daya yang ada dan tidak merasa kekurangan akan sesuatu.
Kelompok masyarakat yang kemiskinannya diakibatkan oleh faktor kultural lebih sulit
untuk diajak berpartisipasi dalam pembangunan. Mereka tidak tergerak untuk memperbaiki
tingkat kehidupan sehingga pendapatan mereka tetap rendah menurut ukuran masyarakat ada
umumnya. Dengan ukuran absolut, misalnya tingkat pendapatan minimum, mereka dapat
dikatakan miskin, tetapi mereka tidak merasa miskin dan tidak mau disebut miskin.
Salah satu cara untuk mengurangi kemiskinan adalah dengan membangun kepedulian
masyarakat dengan mengikutsertakan mereka dalam pembangunan. Hal ini dapat dilakukan
melalui program CSR, PKBL, dan zakat yang diperuntukkan bagi penguatan ekonomi, bukan
konsumsi. Penguatan ini tidak dapat dilakukan secara sporadis, tetapi harus dilakukan secara
gradual dan terus-menerus. Pemberantasan kemiskinan tidak hanya dilakukan dengan
memberikan nasi bungkus atau sekarung beras. Pengantasan kemiskinan harus dilakukan
secara sistematis sebagaimana amanat konstitusi yang menjadikan ekonomi kerakyatan
sebagai sistem ekonomi Indonesia.
Penyebab kemiskinan
penyebab individual, atau patologis, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari
perilaku, pilihan, atau kemampuan dari si miskin. Contoh dari perilaku dan pilihan
adalah penggunaan keuangan tidak mengukur pemasukan.
penyebab agensi, yang melihat kemiskinan sebagai akibat dari aksi orang lain,
termasuk perang, pemerintah, dan ekonomi. Contoh dari aksi orang lain lainnya
adalah gaji atau honor yang dikendalikan oleh orang atau pihak lain. Contoh lainnya
adalah perbudakan.
8
penyebab struktural, yang memberikan alasan bahwa kemiskinan merupakan hasil
dari struktur sosial.
Meskipun diterima luas bahwa kemiskinan dan pengangguran adalah sebagai akibat
dari kemalasan, namun di Amerika Serikat (negara terkaya per kapita di dunia) misalnya
memiliki jutaan masyarakat yang diistilahkan sebagai pekerja miskin; yaitu, orang yang
tidak sejahtera atau rencana bantuan publik, namun masih gagal melewati atas garis
kemiskinan.
UMKM umumnya merupakan sektor yang paling besar dalam menciptakan lapangan
kerja di berbagai negara. Menurut data Bank Dunia, UMKM menyumbang sekitar 90%
lapangan kerja di negara-negara berkembang. Mereka memberikan kesempatan kerja bagi
masyarakat yang berada dalam kondisi kemiskinan, termasuk pekerja yang kurang terampil
atau tidak memiliki kualifikasi formal yang tinggi.
Salah satu akar permasalahan kemiskinan adalah tingkat pengangguran yang tinggi.
Dengan memberdayakan UMKM, masyarakat yang sebelumnya menganggur dapat
memperoleh pekerjaan yang layak dan menghasilkan pendapatan yang cukup. Ini berdampak
positif pada pengurangan tingkat pengangguran di suatu wilayah atau negara, yang pada
gilirannya dapat mengurangi angka kemiskinan.
9
pengeluaran dari UMKM mengalir ke sektor lain dalam ekonomi lokal, menciptakan peluang
kerja baru, dan meningkatkan daya beli masyarakat. Dalam jangka panjang, hal ini
berdampak pada peningkatan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
2. Akses Terhadap Modal: Salah satu tantangan utama yang dihadapi UMKM adalah
akses terhadap modal untuk mengembangkan usaha mereka. Banyak keluarga miskin
tidak memiliki akses ke sistem keuangan formal, seperti bank atau lembaga keuangan
lainnya, sehingga sulit mendapatkan pinjaman modal. Dengan memberdayakan
UMKM, melalui skema pembiayaan mikro atau program bantuan modal, mereka
dapat memperoleh akses ke modal yang diperlukan untuk mengembangkan usaha
mereka.
10
5. Akses Pasar yang Lebih Luas: UMKM seringkali menghadapi tantangan dalam
mengakses pasar yang lebih luas. Hal ini bisa disebabkan oleh keterbatasan akses
informasi, kurangnya jaringan, atau kendala infrastruktur. Dengan memberdayakan
UMKM, penting untuk memberikan dukungan dalam pemasaran, promosi, dan
pengembangan jaringan bisnis. Melalui pelatihan dalam strategi pemasaran, kualitas
produk, atau kerjasama antar-UMKM, mereka dapat meningkatkan akses pasar dan
meningkatkan pendapatan mereka.
11
c) Memberikan Pelatihan dan Peningkatan Keterampilan: Salah satu cara
memberdayakan UMKM di daerah terpinggirkan adalah melalui penyediaan pelatihan
dan peningkatan keterampilan. Pelatihan dalam manajemen usaha, pemasaran,
keuangan, teknologi, dan keterampilan teknis dapat membantu UMKM di daerah
terpinggirkan untuk meningkatkan efisiensi operasional, meningkatkan kualitas
produk dan layanan, dan memperluas jangkauan pasar mereka.
12
2.2 UU Nomor 20 Tahun 2008 Belum Mampu Menjawab Persoalan UMKM
UU Nomor 20 tahun 2008 adalah Undang-Undang tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM). UU ini mengatur mengenai pengembangan serta pemberdayaan
UMKM di Indonesia, termasuk dalam hal akses permodalan, penguatan produksi, dan
peningkatan pemasaran. UMKM memiliki peran penting dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi dan menciptakan lapangan kerja sehingga perlu mendapatkan perhatian yang serius
dari pemerintah dan masyarakat.
1. Bab II Asas dan Tujuan Pasal 2 mengatur bahwa Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
berasaskan berwawasan lingkungan. Yang dimaksud dengan "asas berwawasan
lingkungan" adalah asas pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yang
dilakukan dengan tetap memperhatikan dan mengutamakan perlindungan dan
pemeliharaan lingkungan hidup.
3. Bab VII Pembiayaan dan Penjaminan Pasal 22 menjelaskan bahwa dalam rangka
meningkatkan sumber pembiayaan Usaha Mikro dan Usaha Kecil, Pemerintah
melakukan upaya: Pengembangan sumber pembiayaan dari kredit perbankan dan
lembaga keuangan bukan bank; Pengembangan lembaga modal ventura;
Pelembagaan terhadap transaksi anjak piutang;
UU UMKM yang telah disahkan DPR pada 10 Juni 2008 lalu ternyata tidak mampu
menjawab persoalan yang membelit UMKM. Bahkan, terdapat indikasi bahwa UU No/ 20
Tahun 2008 diarahkan kepada penguatan kapitalisasi ekonomi yang cenderung mengancam
UMKM. Terdapat 8 poin tentang persoalan UMKM yang belum mampu dijawab, yaitu:
13
1. Definisi dan karakteristik UMKM yang dirumuskan semata-mata berdasarkan
pendekatan kapital. Hal ini mengindikasikan adanya gerakan kapitalisasi
badan-badan usaha yang dimiliki masyarakat, khususnya UMKM. Rumusan
tersebut seharusnya dapat diperluas, misalnya berdasarkan jumlah tenaga
kerja, karakteristik SDM-nya, penggunaan sumber daya lokal, penggunaan
teknologi, serta ciri-ciri keindonesiaan.
2. Tumpang-tindihnya program pemberdayaan UMKM disebabkan oleh
banyaknya instansi pemerintahan yang mengurus UMKM. UU No. 20 Tahun
2008 tidak menyebutkan secara spesifik instansi pemerintahan mana yang
bertanggung jawab terhadap UMKM. Berdasarkan pengalaman masa lalu,
tidak sedikit program pemberdayaan dan pengembangan UMKM yang tidak
berjalan sebagaimana mestinya dan bahkan gagal total dalam pelaksanaannya.
Salah satu faktor penyebab kegagalan ini juga disebabkan oleh tidak
sinkronnya model pemberdayaan yang dimiliki berbagai instansi pemerintah
pusat, termasuk pemerintah daerah, kabupaten/kota, maupun provinsi. Bahkan,
program yang dilakukan pemerintah pusat sering kali tidak melibatkan
pemerintah daerah sehingga tidak jarang pemerintah daerah lepas tangan
ketika menghadapi berbagai persoalan UMKM karena mereka merasa tidak
dilibatkan sejak awal dalam perencanaan dan pelaksanaan.
3. Pasal terkait tata cara UMKM agar dapat memperoleh pendanaan dari sumber
pendanaan usaha tidak menuntun UMKM kepada kemandirian.
4. Masalah lainnya yang belum terjawab adalah ketidakpastian bentuk dan
besaran jamnan pemerintah terhadap UMKM terkait masalah agunan. Dalam
uu ini, hanya disebutkan secara normatif bahwa pemerintah akan membantu
pendanaan serta memperbanyak lembaga pembiayaan serta jaringannya agar
UMKM dapat mengaksesnya dengan lebih mudah. Masalah agunan juga tidak
dijelaskan, padahal selama ini salah satu hal yang menjadi persoalan utama
bagi UMKM adalah UMKM tidak memiliki agunan.
5. Pasal 29 pada UU ini memberikan kesempatan kepada usaha besar untuk
memperluas usahanya dengan cara waralaba, tetapi mereka terlebih dahulu
harus memberikan kesempatan dan mendahulukan UMKM yang memiliki
kemampuan. Sebagaimana diketahui sebagian besar UMKM justru tidak
memiliki kemampuan, khususnya dalam pembiayaan untuk mengembangkan
usaha, seperti membuat minimarket dan supermarket. Pasal ini berdampak
14
kepada dominasi usaha-usaha besar dalam ekspansi pasar sehingga usaha
besar mendirikan usaha-usahanya dengan mendirikan minimarket dan
supermarket hampir di setiap daerah dan bahkan pelosok. Hal tersebut
tentunya akan memastikan UMKM. Bahkan, tidak jarang supermarket
didirikan berdekatan dengan pasar tradisional dan bahkan minimarket
didirikan di tengah maupun di dalam pasar tradisional.
6. Pasal 21 Ayat 2 menyebutkan BUMN dapat menyediakan pembiayaan dari
penyisihan bagian laba tahunan yang dialokasikan kepada UMKM dalam
bentuk pemberian pinjaman, penjaminan, hibah, dan pembiayaan lainnya.
Seharusnya, pasal ini menyebutkan BUMN wajib menyisihkan beberapa
persen keuntungannya untuk pembangunan UMKM sebagai wujud kepedulian
mereka terhadap UMKM dan juga sebagai bagian dari demokrasi ekonomi.
Kewajiban BUMN dalam menyisihkan sebagian dari labanya ini lebih
dikarenakan BUMN adalah perusahaan yang dimiliki negara yang
kepemilikan modalnya juga berasal dari negara. Jadi, sangat wajar jika BUMN
diberi kewajiban ikut serta secara langsung dalam mengembangkan UMKM.
7. Dalam UU ini, masalah penerapan sanksi semata-mata ditujukan hanya dalam
masalah kemitraan, terutama menyangkut larangan penguasaan usaha
mikro/kecil oleh usaha menengah dan besar, seperti yang tercantum dalam
Pasal 35. Seharusnya, sanksi juga harus diterapkan pada pasal-pasal lainnya,
terutama pada pasal yang menyangkut pembiayaan dan jaminan.
8. Tidak kalah penting, apakah usaha asing yang berskala UMKM termasuk ke
dalam kriteria UU ini? Ketegasan ini penting sebab bukan tidak mungkin
suatu saat akan banyak usaha asing (yang mungkin) berskala menengah yang
akan beroperasi di Indonesia. Jika tidak dipertegas, konsekuensinya adalah
perusahaan asing berskala UMKM termasuk sebagai UMKM yang
diakomodasi dalam UU ini. Akibatnya, UMKM asing pun akan diperlakukan
sama dengan UMKM nasional.
15
tidak banyak kelompok masyarakat yang memiliki komitmen bagi pengembangan UMKM .
Berikut ini beberapa permasalahan yang biasa ditemukan dalam UMKM:
1. Manajemen
Umumnya, kegiatan UMKM tidak membedakan berbagai persoalan yang ada
di dalam perusahaan dengan berbagai persoalan pribadi, terutama menyangkut
kepemiilikan, pembiayaan, dan keuntungan perusahaan. Keduanya sering kali
tercampur sehingga berbagai fungsi manajemen dalam menjalankan
perusahaan tidak dilakukan sebagaimana mestinya, baik menyangkut
perencaanan, pengorganisasian, penggerakkan, maupun pengawasan. Dengan
kondisi demikian, maka dapat dipastikan bahwa kegiatan usaha tidak berjalan
seperti seharusnya.
16
Selain itu, manajemen dalam UMKM juga mencakup aspek organisasi.
Organisasi melibatkan pengaturan sumber daya yang ada dalam UMKM,
termasuk struktur organisasi, pembagian tugas dan tanggung jawab, serta
pengelolaan sumber daya manusia. Dalam hal ini, pemilik UMKM perlu
membangun struktur organisasi yang efisien, melakukan pembagian tugas
yang jelas, dan mengelola karyawan dengan baik. Hal ini termasuk dalam hal
rekrutmen, pelatihan, pengembangan, dan penghargaan bagi karyawan, untuk
memastikan kinerja yang optimal dan kepuasan kerja yang tinggi.
18
Dengan meningkatkan keterampilan, akses modal, dan akses pasar UMKM,
potensi ekonomi di daerah tersebut dapat dimaksimalkan. Hal ini menciptakan
kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan masyarakat, dan mendorong
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di daerah terpinggirkan.
3. Keuangan
Persoalan dalam fungsi perusahaan selain produksi dan pemasaran adalah
keuangan. Persoalan yang paling sering dihadapi UMKM menyangkut
keuangan, yaitu:
19
a) Kurangnya modal kerja untuk menunjang aktivitas perusahaan,
terutama untuk meningkatkan volume produksi dan biaya pemasaran.
b) Tidak memiliki pengetahuan tentang cara-cara mengakses sumber-
sumber keuangan dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) tidak terdapat di
wilayah kerja mereka.
c) Umumnya, UMKM tidak memiliki catatan/laporan keuangan sehingga
keuntungan dalam usaha sering kali tidak diperhitungkan.
4. Hukum
Aspek hukum yang paling mendasar bagi UMKM adalah legalitas badan
usaha. Sebagian besar UMKM di Indonesia, khususnya usaha kecil dan mikro,
tidak berbadan hukum. Dengan kondisi demikian, berbagai hal yang
berhubungan dengan pihak ketiga akan sulit untuk dilaksanakan. Misalnya,
hubungan ke bank untuk memperoleh pinjaman modal dan hak paten terhadap
merek produk, kemasan, dan sebaganya.
Hukum UMKM mengacu pada kumpulan aturan dan regulasi yang mengatur
kegiatan usaha mikro, kecil, dan menengah. berikut ini menjelaskan beberapa
aspek penting dalam hukum UMKM:
20
pekerja, pembayaran upah, jam kerja, cuti, dan keselamatan kerja. Pemilik
UMKM harus mematuhi undang-undang ketenagakerjaan yang berlaku dan
memastikan bahwa hubungan kerja dengan karyawan sesuai dengan peraturan
yang berlaku.
d) Hukum Perpajakan: Hukum UMKM juga melibatkan peraturan perpajakan.
Pemilik UMKM harus memahami dan mematuhi persyaratan perpajakan,
termasuk pelaporan dan pembayaran pajak. Hal ini mencakup perpajakan
penghasilan, pajak penjualan, pajak properti, dan pajak lainnya yang relevan
dengan usaha UMKM. Pelanggaran peraturan perpajakan dapat berakibat pada
sanksi hukum dan keuangan yang serius.
e) Perlindungan Kekayaan Intelektual: Hukum UMKM juga mencakup
perlindungan kekayaan intelektual, seperti hak cipta, merek dagang, dan paten.
Pemilik UMKM perlu memahami hak-hak mereka terkait karya kreatif, merek
dagang, atau inovasi yang mereka miliki dan melindunginya dari pelanggaran
oleh pihak lain. Melalui perlindungan kekayaan intelektual, UMKM dapat
mempertahankan keunggulan kompetitif dan mencegah penggunaan yang
tidak sah dari karya atau inovasi mereka.
f) Hukum Perdagangan dan Persaingan: Hukum UMKM juga melibatkan
peraturan tentang perdagangan dan persaingan. Ini meliputi peraturan tentang
praktek bisnis yang adil, anti-monopoli, anti-dumping, dan perlindungan
terhadap persaingan yang tidak sehat. Pemilik UMKM harus mematuhi hukum
persaingan dan memastikan bahwa praktek bisnis mereka tidak melanggar
regulasi yang melindungi persaingan yang sehat.
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kemiskinan di Indonesia pada akhir tahun 2012 masih berkisar pada angka 28,59 juta
jiwa atau sekitar 11,66% dari total penduduk Indonesia yang mencapai 235 juta jiwa. Namun,
jika menggunakan data versi bank Dunia, angka kemiskinan Indonesia berkisar di angka 100
juta. Terlepas dari nominal angka kemiskinan di Indonesia, sudah menjadi kewajiban bagi
seluruh rakyat Indonesia yang berkecukupan untuk turut serta mengentaskan kemiskinan.
Pemerintah dan kelompok usaha besar (termasuk BUMN) dapat mengadakan program CSR
atau PKBL, sementara masyarakat dapat berpartisipasi dalam program zakat. Pengembangan
kemiskinan dapat dilakukan dengan menguatkan UMKM. Penguatan UMKM dapat
dilakukan melalui pemberdayaan usaha mikro karena usaha mikro umumnya dilakukan oleh
masyarakat kecil.
Salah satu cara untuk mengurangi kemiskinan adalah dengan membangun kepedulian
masyarakat dengan mengikutsertakan mereka dalam pembangunan. Hal ini dapat dilakukan
melalui program CSR, PKBL, dan zakat yang diperuntukkan bagi penguatan ekonomi, bukan
konsumsi. Penguatan ini tidak dapat dilakukan secara sporadis, tetapi harus dilakukan secara
gradual dan terus-menerus. Pemberantasan kemiskinan tidak hanya dilakukan dengan
memberikan nasi bungkus atau sekarung beras. Pengantasan kemiskinan harus dilakukan
secara sistematis sebagaimana amanat konstitusi yang menjadikan ekonomi kerakyatan
sebagai sistem ekonomi Indonesia.
22
Sesungguhnya UMKM merupakan sektor yang cukup penting dalam memerankan
berbagai kepentingan ekonomi secara riil dalam pembangunan nasional, terutama bagi
penciptaan usaha dan lapangan pekerjaan baru. Dengan realitas seperti ini, maka memajukan
UMKM dan menjadikannya sebagai basis ekonomi rakyat akan memiliki dampak langsung
bagi terciptanya stabilitas dan kemandirian ekonomi. Selain itu, UMKM dapat pula
memperkuat fundamental ekonomi karena sebagian besar aktivitas ekonomi rakyat di tanah
air lebih banyak diperankan dalam unit-unit ekonomi dalam skala UMKM di hampir semua
sektor. Di samping itu, alasan lain yang tidak kalah penting adalah usaha yang diawali dari
usaha berskala UMKM umumnya lebih tahan banting dibandingkan dengan usaha yang
dibuat langsung pada skala besar, termasuk dalam hal ini BUMN.
Melalui koperasi, status hukum suatu usaha, terutama mikro dan kecil, akan lebih jelas
dan kuat sehingga perlakuannya pun menjadi jelas di mata hukum, terutama dalam
mengakses Lembaga keuangan dan pasar.
Disamping itu, besarnya jumlah UMKM yang ada di Indonesia menjadi alasan
tersendiri untuk menumbuhkembangkan koperasi sebagai Lembaga perekonomian rakyat
yang menaungi kepentingan ekonomi rakyat pada umumnya.
23
DAFTAR PUSTAKA
24
PERTANYAAN
JAWABAN
1. Penanggulangan kemiskinan dengan cara mengembangkan UMKM memiliki potensi yang cukup
baik, karena ternyata sektor UMKM memiliki kontribusi yang besar dalam penyerapan tenaga kerja,
yaitu menyerap lebih dari 99,45% tenaga kerja dan sumbangan terhadap PDB sekitar 30%.
2. UMKM mampu menyerap 97 persen dari total angkatan kerja dan mampu menghimpun hingga
60,4 persen dari total investasi di Indonesia. Berdasarkan data diatas, Indonesia mempunyai potensi
basis ekonomi nasional yang kuat karena jumlah UMKM yang sangat banyak dan daya serap tenaga
kerja sangat besar.
3. - Sumber penghasilan: UMKM menyediakan sumber penghasilan bagi kelompok masyarakat yang
rentan secara ekonomi, seperti pekerja terampil yang kurang terampil, pengangguran, dan kelompok
masyarakat berpenghasilan rendah.
- Penciptaan lapangan kerja: Dengan meningkatkan jumlah dan kualitas UMKM, lebih banyak
lapangan kerja dapat diciptakan, mengurangi tingkat pengangguran dan meningkatkan kesejahteraan
ekonomi masyarakat.
- Pemberdayaan lokal: Dengan memberdayakan UMKM, masyarakat lokal memiliki kontrol yang
lebih besar atas ekonomi mereka sendiri. Hal ini dapat mengurangi ketergantungan pada perusahaan
besar dan investasi asing, serta meningkatkan ketahanan ekonomi lokal terhadap goncangan ekonomi
global.
25
- Inovasi dan pembangunan lokal: UMKM sering kali merupakan tempat inovasi dan pengembangan
produk baru. Hal ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan
mempromosikan pengembangan produk lokal yang kompetitif di pasar global.
26