PROFESI KEPENDIDIKAN
“Program Pembinaan Guru”
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas kelompok mata kuliah Profesi Kependidikan
yang diampuh oleh Dosen Sigit Budiyanto, S.Pd.B., M.Pd.
Penulisan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak yang secara langsung
maupun tidak langsung memberi dukungan dan dorongan material. Oleh karena itu, kami
ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
pembuatan makalah ini. Ucapan terima kasih ini kami tujukan kepada orang tua, dosen, serta
pihak lain yang telah mendukung proses pembuatan makalah ini.
Semoga berkat jasa kebajikan yang telah dilakukan dapat membuahkan kebahagiaan
dan semoga selalu dalam lindungan Tiratana. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
memiliki kekurangan. Kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi
kebaikan dan kesempurnaan penulisan di masa mendatang. Penulisan makalah ini diharapkan
dapat menambah wawasan dalam bidang Kependidikan di Indonesia.
Akhir kata sabbe sattā bhavantu sukhitattā, semoga semua makhluk berbahagia.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Halaman
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan dari latar belakang yang terdapat diatas dapat dirumuskan rumusan
masalah sebagai berikut:
A. Pengertian Program Pembinaan?
B. Bagaimana Program Pembinaan Guru Pada Umumnya?
C. Siapa Yang Memiliki Wewenang Dalam Program Pembinaan Guru?
D. Bagaimana Program Peningkatan Kompetensi Guru?
E. Jelaskan Sistem Pembinaan Profesional Guru?
F. Apa Fungsi PKG dan MGMP Dalam Peningkatan Mutu Guru?
G. Bagaimana Program Peningkatan Kualifikasi Guru?
H. Bagaimana Peningkatan Kualifikasi Mandiri?
I. Bagaimana Peningkatan Kualifikasi Oleh Pemerintah?
1.3 Tujuan Makalah
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah
dengan menjelaskan:
A. Program pembinaan
B. Program pembinaan guru pada umumnya
C. Pemilik wewenang dalam program pembinaan guru
D. Program peningkatan kompetensi guru
E. Sistem pembinaan professional guru
F. Fungsi PKG dan MGMP dalam peningkatan mutu guru
G. Program peningkatan kualifikasi guru
H. Peningkatan kualifikasi mandiri
I. Peningkatan kualifikasi oleh pemerintahan
1.4 Manfaat
Makalah ini disusun dengan harapan dapat memberikan manfaat, baik untuk penyusun
makalah maupun pembaca makalah. Diharapkan makalah ini dapat membuat penyusun dan
pembaca memahami bagaimana proses menjadi guru dengan mutu yang sangat baik,
melalui program pembinaan yang telah dibuat oleh pihak yang berwewenang. Kemudian
agar pembaca dan penyusun dapat menambah wawasan dengan mengetahu program
pembinaan untuk pengembangan kualitas guru, kemudian diharapkan agar pembaca dan
penyusun makalah dapat mengatasi berbagai permasalahan dalam tenaga pengajar dengan
memberikan inovasi baru terhadap program pembinaan keguruan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
4
melaksanakan dan membuat laporan penelitian tindakan kelas dapat langsung
didiskusikan dengan mentor (T Irwansyah, 2020).
• Program Pembinaan MGMP (Musayawarah Guru Mata Pelajaran)
MGMP adalah wadah pembinaan professional bagi para guru yang tergabung dalam
organisasi gugus sekolah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Secara oprasional
MGMP dapat dibagi menjadi kelompok yang lebih kecil berdasarkan jenjang kelas dan
berdasarkan mata pelajaran.
Selain mendapatkan pembinaan secara langsung oleh kepala sekolah dan pengawasan
sekolah juga dari para tutor dan guru pemandu mata pelajaran mekanisme pembinaan
profesional guru secara terus menerus dan berkesinambungan (Naibaho, 2018).
• Program Pembinaan KKG (Kelompok Kerja Guru)
KKG merupakan kegiatan yang sudah diprogramkan dari pembuat keputusan, dalam hal
ini pemerintah mengharapkan kegiatan KKG dijalankan sebagai upaya peningkatan
kompetensi guru. KKG adalah sebuah organisasi atau perkumpulan guru-guru mata
pelajaran yang mempunyai kegiatan khusus memberikan informasi-informasi
pendidikan dalam rangka meningkatkan kualitas pribadi guru dalam proses belajar
mengajar. Selain KKG terdapat KKKS (Kelompok Kerja Kepala Sekolah) dan PKG
(Pusat Kegiatan Guru). Pembinaan PKG dilakukan dengan memberikan bantuan kepada
guru untuk memperluas pengetahuan, meningkatkan keterampilan sehingga guru
menjadi lebih ahli mengelola kegiatan belajar mengajar dalam mendidik anak murid. Hal
ini dilakukan dalam rangka memberikan berbagai bantuan dengan cara memberikan
bimbingan, pengarahan, dan memotivasi para guru agar mereka mempunyai pengetahuan
yang luas dan keterampilan yang baik dalam bidangnya sehingga mereka dapat
melaksanakan tugas dengan sebaik-baiknya (Resmini, 2010).
Dengan melakukan program pembinaan guru pada umumnya diharapkan guru dapat
mengatasi hambatan dalam melakukan kegiatan belajar dan mengajar, kemudian munculnya
rasa percaya diri dalam mengembangkan instrument penilaian yang akan digunakan, dan
meningkatkan keterampilan guru setelah mendapatkan pelatihan (Wicaksana, 2013).
5
pengembangan kapasitas sebagai Guru, Kepala Sekolah, atau Pengawas Sekolah. Maka
disebutkan dalam pasal 15 bahwa, ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pemenuhan
beban kerja guru, kepala sekolah, dan pengawas sekolah, diatur dalam petunjuk teknis yang
ditetapkan oleh Direktur Jenderal yang bertanggung jawab dalam pembinaan guru dan
tenaga Kependidikan Kementerian Kebudayaan Pendidikan dan Kebudayaan
(Permendikbud, 2018).
Standar mutu pengawasan yang telah ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Peningkatan
Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Direktorat Tenaga Kependidikan Departemen
Pendidikan Nasional (Sudjana, 2006) menyatakan bahwa pengawasan sekolah berfungsi
sebagai supervisor baik supervisior akademik, pengawas sekolah berkewajiban untuk
membantu kemampuan profesional guru agar guru dapat meningkatkan mutu proses
pembelajaran. Sedangkan sebagai supervisor manajerial, pengawas berkewajiban
membantu kepala sekolah agar mencapai sekolah yang efektif. Pembinaan dan pengawasan
kedua aspek tersebut hendaknya menjadi tugas pokok pengawas sekolah. (Slameto, 2016)
Rencana kerja pengawas yang berkaitan dengan supervisi manajerial dituntut
mengacu pada aspek fungsi dan substansi manajemen sekolah. Aspek fungsi manajemen
mencakup perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, pengendalian, monitoring
dan evaluasi serta pelaporan. Sedangkan aspek substansi manajerial sekolah mencakup
pengelolaan kurikulum dan pembelajaran, pengelolaan ketenagaan, pengelolaan kesiswaan,
pengelolaan keuangan dan pembiayaan sekolah, pengelolaan sarana dan prasarana sekolah
serta pengelolaan hubungan sekolah dengan masyarakat. Pengawas dituntut memiliki
pengetahuan yang mumpuni dalam memandang manajemen sekolah sebagai satu kesatuan
sistem yang di dalamnya berpadu antara aspek fungsi dan substansi manajerial. Keefektifan
pelaksanaan substansi manajemen di sekolah tergantung pada kemampuan kepala sekolah
menerapkan fungsi-fungsi manajemen mulai dari perencanaan sampai pada pelaporan
sebagaimana terlihat pada figur. Tugas pengawas untuk membantu kepala sekolah dalam
menyusun visi dan misi sekolah binaan sampai dituangkan dalam rencana kerja sekolah
sangat dibutuhkan (Slameto, 2016).
Supervisi merupakan suatu proses yang diterapkan terhadap suatu pekerjaan yang
telah dilaksanakan bahkan menilai dan mengoreksi pekerjaan tersebut agar sesuai dengan
apa yang telah ditetapkan sejak awal (Handayani, 2019). Supervisi di sekolah dilaksanakan
oleh kepala sekolah yang bertindak sebagai supervisor, maka ia harus mampu melakukan
berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja guru. Seorang guru
memiliki potensi untuk berkreasi dan meningkatkan kinerjanya. Namun ada beberapa faktor
6
yang menghambat dalam pengembangan potensi tersebut baik berupa kemampuan guru
dalam belajar mengajar, maupun sarana dan prasarana pendidikan yang tersedia. Oleh
karena itu, supervisi sangat diperlukan dalam manajemen pendidikan. Sebagai seorang
supervisor maka kepala sekolah harus mampu melaksanakan berbagai pengawasan dan
pengendalian untuk meningkatkan kinerja guru. (Fitri & Afriansyah, 2019). Berdasarkan
hasil keputusan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan, RI. Nomor: 0134/1977, yang
menyebutkan siapa saja yang berhak disebut supervisor di sekolah, yaitu kepala sekolah,
pemilik sekolah untuk tingkat kecamatan dan para pengawas di tingkat kabupaten/
kotamadya serta staf kantor bidang yang ada disetiap provinsi. Di dalam PP Nomor
38/Tahun 1992, terdapat perubahan istilah pengawas dan pemilik. Istilah pengawas
dikhususkan untuk supervisor pendidikan di sekolah sedangkan pemilik khusus untuk
pendidikan di luar sekolah (Fitri & Afriansyah, 2019).
Suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai
sekolah lainnya dalam melakukan pekerjaan secara efektif disebut supervise. Kemudian
orang yang melakukan supervisi disebut sebagai supervisor, sasaran supervise adalah guru
dan staf sekolah lainnya. Tujuan supervise ialah sebagai pengendalian kualitas,
pengembangan professional, dan untuk memotivasi guru. Kemudian supervisi memiliki
prinsip ilmiah, prinsip demokratis, prinsip kerjasama dan prinsip konstruktif, prinsip kreatif,
prinsip fundamental, dan prinsip praktis. Supervise memiliki tiga kategori yaitu supervise
akademik, supervise administrasi, dan supervise lembaga. (Fitri & Afriansyah, 2019).
10
kebutuhan. Bentuk program yang diprioritaskan adalah diklat yang dilaksanakan di
daerah guru. Dukungan izin dan bantuan dana akan membantu peserta mengikuti
program dengan baik. Sehingga, sangat diperlukan koordinasi dan kerjasama antar
lembaga penyelenggara program peningkatan mutu guru. Sekolah-sekolah hendaknya
memberikan dukungan baik moril maupun materil bagi para guru mereka yang
berkeinginan melanjutkan studi dan mengikuti program peningkatan penguasaan
kompetensi guru. (Esti, n.d.)
2.4 Sistem Pembinaan Profesional Guru
Perkembangan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara merupakan hal-hal yang harus segera direspon di dalam penyelenggaraan
kegiatan pendidikan. Beberapa perubahan yang terjadi di Indonesia dan berpengaruh
terhadap penyelenggaraan pendidikan. (Marlina, 2016)
Pertama, pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi
Daerah dan PP Nomor 25 Tahun 2000 tentang Pembagian Kewenangan antara Pusat dan
Daerah telah membawa perubahan pada sistem pengelolaan pendidikan nasional, dari
sentralistik kepada desentralistik.
Kedua, penetapan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional serta beberapa peraturan perundang-undangan lainnya telah menjadi arah baru
bagi pengelolaan pendidikan nasional sebagai suatu sistem.
ketiga, perubahan global dalam berbagai sektor kehidupan yang terjadi demikian
cepat, merupakan tantangan dan peluang nasional bagi upaya peningkatan mutu
pendidikan.
Keempat, ketidaksesuaian antara kompetensi lulusan dengan kebutuhan dunia kerja
perlu segera dikaji secara serius, konsisten, dan berkelanjutan. Dengan demikian
diperlukan adanya paradigma baru dalam pengelolaan pendidikan yang mampu
mempersiapkan generasi muda yang memiliki kompetensi multi dimensial. Salah satu
upaya strategis yang dilakukan pemerintah dimasa mendatang adalah pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Pendidikan merupakan kebutuhan dan hak asasi setiap manusia untuk mempersiapkan
kehidupannya, baik sebagai makhluk pribadi maupun sosial. Kebutuhan dasar manusia
dalam peran pribadinya berkaitan dengan kebutuhan mempertahankan hidup, dan
memerankan diri dalam sistem sosialnya. Pada tingkat persekolahan, pelaksanaan
pendidikan menuntut kemampuan guru dapat mengelola proses pembelajarannya secara
efektif. Tingkat produktivitas sekolah dalam memberikan pelayanan secara efisien kepada
11
pengguna (peserta didik/masyarakat) akan sangat tergantung pada kualitas guru-gurunya
yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran dan pada keefektifan mereka dalam
melaksanakan tanggung jawab individual dan kelompok. Guru harus mampu berperan
sebagai desainer (perencana), implementor (pelaksana), dan evaluator (penilai) kegiatan
pembelajaran. Guru merupakan faktor yang paling dominan, karena ditangan guru
keberhasilan pembelajaran dapat dicapai. Kualitas mengajar guru secara langsung maupun
tidak langsung dapat mempengaruhi kualitas pembelajaran pada umumnya. Peran strategis
guru tersebut menuntut pemahaman, dan pengembangan yang terus-menerus dalam
menghadapi perkembangan teknologi dan informasi yang mengglobal. Upaya
meningkatkan kemampuan professional guru memerlukan pemahaman, yang terus-
menerus melalui supervisi atau pengawasan. Pelaksanan pengawasan yang ditekankan
pada proses pembelajaran lebih dikenal dengan istilah supervisi pengajaran (educational
supervision atau instructional supervision). Mengajar merupakan suatu pekerjaan yang
kompleks. Pada saat guru sedang mengajar, pusat perhatiannya harus tertuju pada dua hal,
yakni: siswa yang harus aktif berpartisipasi dalam proses belajar mengajar, dan guru itu
sendiri yang sedang mengajar dengan menerapkan strategi mengajar yang dipilihnya.
Terdapat banyak faktor-faktor lain yang menyebabkan terbatasnya kemampuan guru
dalam melaksanakan fungsi dan tugas pokoknya, guru merupakan ujung tombak
keberhasilan penididikan dan pengajaran di sekolah. Jadi guru memerlukan bantuan
supervisi pengajaran, terutama dari kepala sekolah, pengawas sekolah, maupun supervise
pengajaran, maupun dari guru yang lebih senior (baik pengalaman maupun
kemampuannya). Supervisi pengajaran perlu diarahkan pada upaya-upaya yang sifatnya
memberikan kesempatan kepada guru-guru untuk berkembang secara profesional.
Sehingga mereka lebih mampu melaksanakan tugas pokoknya, yaitu memperbaiki dan
meningkatkan proses dan hasil pembelajaran. Supervisi pengajaran merupakan kegiatan-
kegiatan yang “menciptakan” kondisi yang layak bagi pertumbuhan profesional guru-guru
secara terus-menerus. Kegiatan supervisi memungkinkan guru-guru memperoleh arah diri
dan belajar memecahkan sendiri masalah-masalah yang dihadapi dalam pembelajaran
dengan imajinatif, penuh inisiatif dan kreativitas, bukan konformitas (Satori, 1989).
Beberapa alasan yang mendasari pentingnya supervisi-pengajaran. Pertama, supervisi
pengajaran bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran di sekolah. Kedua,
supervisi pengajaran dapat memadukan perbaikan pengajaran secara relative menjadi lebih
sempurna secara bertahap. Ketiga, supervisi pengajaran relevan dengan nuansa kurikulum
yang berorientasi pada pencapaian hasil belajar secara tuntas, sehingga supervisi
12
pengajaran memberikan dukungan langsung pada guru di dalam mengupayakan
tercapainya tingkat kompetensi tertentu pada siswa. Keempat, supervisi pengajaran
merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas dan kemampuan para guru.
Dalam konsep supervisi pengajaran tercakup dau konsep yang berbeda, walaupun pada
pelaksanaanya saling terkait, yaitu supervisi kelas dan supervisi klinis. Supervisi kelas
dimaksudkan sebagai upaya untuk mengidentifikasi permaslahan pembelajaran yang
terjadi di dalam kelas dan menyusun alternative pemecahannya. Supervisi klinis
merupakan layanan professional dari kepala sekolah dan pengawas, karena adanya
masalah yang belum terselesaikan dalam pelaksanaan supervisi kelas. Sergiovanni dan
Starrat (1983) menyebutkan bahwa supervisi kelas bersifat top-down, artinya perbaikan
pengajaran ditentukan oleh pengawas/kepala sekolah, sedangkan supervisi klinis bersifat
bottomdown, yaitu kebutuhan program ditentukan oleh persoalan-persoalan otentik yang
dialami para guru. Ketika seorang guru menjelaskan pelajaran di depan kelas, maka pada
saat itu terjadi kegiatan mengajar, tetapi dalam kegiatan itu tak ada jaminan telah terjadi
kegiatan belajar pada setiap siswa yang diajar. Kegiatan belajar mengajar (KBM)
dikatakan efektif hanya apabila dapat mengakibatkan atau menghasilkan kegiatan belajar
pada diri siswa. Belajar merupakan usaha yang dilakukan seseorang melalui interaksi
dengan lingkungannya untuk mengubah prilakunya. Dengan demikian, hasil dari kegiatan
belajar adalah berupa perubahan perilaku yang relatif permanen pada diri orang yang
belajar. Ada tiga komponen utama yang paling berkaitan dan memiliki kedudukan strategis
dalam kegiatan belajar mengajar (KBM). Ketiga komponen tersebut adalah kurikulum,
guru dan pembelajaran, ketiga komponen dimaksud, guru menduduki posisi sentral sebab
peranannya sangat menentukan. Seorang guru diharapkan mampu menjabarkan nilai-nilai
yang terdapat dalam kurikulum melalui pembelajaran untuk siswa secara optimal. Seorang
guru dituntut mewakili wawasan yang berhubungan dengan mata pelajaran yang
diajarkannya dan pengajaran kepada siswa. Kedua wawasan tersebut sesungguhnya
merupakan suatu kesatuan wawasan professional guru.
Guru harus selalu meningkatkan kemampuan profesionalnya, pengetahuan, sikap dan
keterampilannya secara terus menerus sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi termasuk paradigma baru pendidikan yang menerapkan Manajemen Barbasis
Sekolah (MBS) dan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK). Peningkatan pengetahuan
dan keterampilan guru diarahkan untuk peningkatan mutu pembelajaran dan diharapkan
berdampak pada hasil belajar siswa.
13
Strategi yang monoton kurang mampu memotivasi siswa dalam belajar serta kurang
mampu menggali dan mengoptimalkan potensi siswa. Rendahnya kualitas proses
pembelajaran kerena penggunaan metode mengajar yang monoton dan tidak bervariasi.
Rendahnya wawasan profesionalisme guru dimungkinkan karena beberapa alasan antara
lain: (1) rendahnya kesadaran guru untuk memperbaharui pengetahuannya meskipun telah
lama diangkat menjadi guru, (2) kesempatan bagi guru untuk mengikuti pelatihan-
pelatihan profesional sangat terbatas, baik dari segi jumlah maupun dari intensitasnya, (3)
pertemuan-pertemuan guru sejenis kurang aktif, (4) supervisi pendidikan yang bertujuan
memperbaiki proses pembelajaran cenderung menitikberatkan pada aspek administrasi,
dan (5) pemberian kredit jabatan fungsional guru yang ditunjukan untuk memacu kinerja
guru pada prakteknya hanya bersifat formalitas.
Berkaitan dengan keadaan di atas, perilaku guru terbagi berdasarkan pada dua hal
yaitu komitmen dan kemampuan guru memecahkan masalah pembelajaran. Maka, untuk
mengatasi rendahnya wawasan professional guru disusun upaya-upaya yang terencana,
sistematis, dan berkesinambungan dalam program pemahaman profesionalisme guru yang
diarahkan untuk meningkatkan komitmen dan kemampuan guru dalam memecahkan
masalah pembelajaran, sehingga diharapkan pembelajaran dapat lebih efektif dengan
mengacu pada pencapaian hasil belajar oleh siswa.
Mencermati tuntutan profesionalisme yang harus dimiliki guru, tentu diperlukan
pembinaan terhadap profesionalisme guru. Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah
dalam rangka meningkatkan mutu guru diantaranya melalui pelatihan dan tidak sedikit
yang dialokasikan untuk pelatihan guru. Sayangnya usaha pemerintah ini kurang
memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan mutu guru.
Ada minimal dua hal penyebab pelatihan guru tersebut kurang berdampak pada
peningkatan mutu pendidikan.
1. Platihan tidak berbasis pada permasalahan nyata di dalam kelas.
Materi pelatihan yang sama kepada semua guru tanpa mengenal daerah asal, padahal
kondisi sekolah di suatu daerah belum tentu sama dengan sekolah di daerah lain.
Kadang-kadang pelatih menggunakan sumber literatur asing tanpa melakukan uji coba
terlebih dahulu untuk kondisi di Indonesia.
2. Hasil pelatihan hanya menjadi pengetahuan saja,
tidak diterapkan pada pembelajaran di kelas atau kalaupun diterapkan hanya sekali, dua
kali selanjutnya kembali “seperti dulu, back to basic”. Hal ini disebabkan tidak ada
kegiatan monitoring pasca pelatihan, apalagi jika kepala sekolah tidak pernah
14
menanyakan hasil pelatihan. Selain itu, kepala sekolah tidak memfasilitasi forum
sharing pengalaman diantara guru-guru.
Dalam rangka mengatasi kelemahan pelatihan konvensional yang kurang menekankan pada
pasca pelatihan , maka pada makalah ini akan dibahas mengenai sistem pembinaan profesional
guru melalui kegiatan lesson study. Pemaparan mengenai lesson study ini akan meliputi 5W +
1H. Dan tujuan penulisan makalah ini adalah memaparkan sistem pembinaan profesionalisme
guru melalui lesson study. (Tedjawati, 2011)
➢ Sistem Pembinaan Profesionalisme Guru melalui Lesson Study
1. Pengertian Lesson Study
Lesson study adalah model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian
pembelajaran secara kolaboratif dan berkelanjutan berlandaskan prinsip-prinsip
kolegalitas, dan mutual learning untuk membangun komunitas belajar (learning
community).
Mencermati definisi dari lesson study di atas, apabila kita kaitkan dengan istilah
TQM (Total Quality Management), lesson study ini menganut filosofi TQM yaitu tentang
perubahan secara terus menerus (Riyati, 2007). Begitu juga bila kita memandang TQM
sebagai pendekatan, TQM mencari perubahan permanen dalam tujuan sebuah organisasi
yaitu tujuan ”kelayakan” jangka pendek kepada ”perbaikan mutu” jangka panjang (Sallis,
2007). Hal ini sesuai juga dengan istilah ”kaizen” yang berasal dari Jepang untuk
menyatakan pendekatan perbaikan terus menerus, yang dalam arti bebasnya adalah
perbaikan sedikit demi sedikit. Esensi kaizen adalah proyek kecil yang berupaya
membangun kesuksesan dan membangun perkembangan selanjutnya.
Lesson study ini diadopsi dari negara Jepang dan penerapannya di Indonesia telah
disesuaikan dengan kultur bangsa Indonesia. Lesson study merupakan terjemahan
langsung dari jugyokenkyu, yang berasal dari dua kata yaitu jugyo yang berarti lesson
atau pembelajaran, dan kenkyu yang berarti study atau research atau pengkajian. Dengan
demikian lesson study merupakan pengkajian terhadap pembelajaran.
Lesson study dapat diselenggarakan oleh kelompok guru-guru suatu distrik atau
diselenggarakan oleh kelompok guru sebidang semacam MGMP di Indonesia. Kelompok
guru dari beberapa sekolah berkumpul untuk melaksanakan lesson study. Lesson study
yang sangat populer di Jepang adalah lesson study yang diselenggarakan oleh suatu
sekolah dan dikenal dengan sebutan konaikenshu yang diambil dari kata konai yang
berarti sekolah dan kenshu yang artinya training. Jadi istilah konaikenshu yang berarti
15
school-based in-service training atau in-service education within the school atau in house
workshop. Di Indonesia digunakan istilah Lesson Study Berbasis Sekolah (LSBS).
(Tedjawati, 2011)
17
Tipe lain dari lesson study adalah berbasis MGMP. Guru-guru bidang studi yang
sama di suatu wilayah berkumpul di sekolah tertentu (sekolah center). Guru-guru
tersebut berasal dari beberapa sekolah dan bisa saja pelaksanaan lesson study bergiliran
dari satu sekolah ke sekolah lain. Tata cara pelaksanaan lesson study sama dengan pada
lesson study berbasis sekolah (LSBS) yaitu melalui tahap plan, do dan see. Perbedaannya
hanya pada anggota komunitas yang datang dari berbagai sekolah dengan bidang studi
yang sama. Lesson study tipe ini anggota komunitasnya bisa mencakup satu wilayah, satu
kabupaten atau lebih luas lagi.
Mencermati kedua tipe lesson study di atas pada dasarnya melibatkan sekelompok
orang yang melakukan perencanaan, pelaksanaan dan refleksi (plan, do, see) , secara
bersama-sama sehingga terbentuk learning community (komunitas belajar) yang secara
sinergis diharapkan mampu menciptakan terobosan-terobosan baru dalam mencipakan
pembelajaran inovatif. Dengan cara seperti ini, maka setiap anggota komunitas yang
terlibat sangat potensial untuk mempu melakukan self development sehingga memiliki
kemandirian untuk berkembang bersama-sama dengan anggota komunitas belajar
lainnya.
4. Alasan Memilih Lesson Study
Ada beberapa sebab mengapa dipilih lesson study sebagai sistem pembinaan
profesionalisme guru, diantaranya adalah :
a. Lesson study mendukung implementasi UU No. 14 (2005), tentang Guru dan Dosen
untuk meningkatkan kompetensi pedagogik, profesional, kepribadian dan sosial.
b. Lesson study mendukung implementasi PP No. 19 (2005), SNP Pasal 19 yaitu
Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi untuk aktif, kreatif, mandiri sesuai
bakat, minat dan perkembangan fisik dan psikologis peserta didik.
c. Tidak ada pembelajaran yang sempurna, sehingga akan selalu ada celah untuk
melakukan perbaikan dan inovasi. Lesson study membuat guru menjadi lebih terbuka
menerima masukan guna perbaikan pembelajaran.
d. Lesson study dapat meningkatkan budaya akademik, kemampuan kolaborasi,
kemampuan melakukan evaluasi diri, serta dapat memotivasi guru untuk
mengembangkan inovasi pembelajaran. Selain itu, melalui lesson study guru
dimungkinkan menghasilkan karya ilmiah dan bahan ajar berbasis penelitian.
2.5 Fungsi PKG dan MGMP Dalam Peningkatan Mutu Guru
18
Terdapat beberapa upaya yang dilakukan oleh sekolah dalam meningkatkan
profesionalitas guru diantaranya melalui, kegiatan pelatihan PTK, kegiatan lesson study,
on the job tranning, inservice tranning, magang di DUDI (Dunia Usaha Dunia Industri),
MGMP (Musyawara Guru Mata Pelajaran), dan program guru magang (Wardan, 2020).
PKG (Penilaian Kinerja Guru) dilaksanakan setiap tahun yakni dua kali dalam satu tahun
atau satu kali setiap semester. Hal-hal yang dinilai dalam PKG tersebut perangkat
pembelajaran guru berupa RPP, menilai dari bagaimana cara seorang guru membuka
pembelajaran kemudian proses pengajaran tersebut, metode yang digunakan dalam
pembelajaran, serta alat atau media yang digunakan oleh guru dalam pembelajaran. Setelah
kegiatan PGK selesai dilaksanakan maka ada tindak lanjutnya yang dilakukan oleh asesor
yakni memberikan saran perbaikan kepada guru bersangkutan berupa catatan-catatan kecil
yang harus diperbaiki oleh guru tersebut (Wardan, 2020).
Penilaian Kinerja Guru (PKG), diterbitkan oleh Kementrian Pendidikan Nasional
Direktorat Jendral Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan pada tahun 2010.
(Sutrisno & Abidin, 2014). PKG berfungsi sebagai Pusat Sumber Belajar (PSB), atau secara
umum PKG mempunyai fungsi utama, yaitu untuk menilai kemampuan pengajar pada
penerapan seluruh kompetensi dan keterampilan yang dibutuhkan dalam proses
pembelajaran, pembimbingan, atau aplikasi tugas tambahan yang relevan menggunakan
fungsi sekolah. Dengan demikian, profil kinerja pengajar menjadi gambaran kekuatan dan
kelemahan pengajar akan teridentifikasi dan dimaknai menjadi analisis kebutuhan atau
audit keterampilan untuk setiap pengajar, yang bisa digunakan menjadi dasar untuk
membuat dan merancang PKB (Yasmin & Eliza, 2021)
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) merupakan wadah kegiatan professional
bagi para guru mata pelajaran yang sama pada jenjang SMA, baik ditingkat sekolah
maupun pada tingkat kabupaten/kota (Hidayati et al., 2020) Peran MGMP adalah
melaksanakan pengembangan wawasan, pengetahuan, dan kompetensi sehingga memiliki
dedikasi tinggi. Terdapat fungsi MGMP dalam konteks manajemen sekolah adalah sebagai
sarana komunikasi professional para guru pelajaran yang sejenis, memfasilitasi
pengembangan profesionalisme guru, membina MGMP dan wadah pengembangan
profesionalisme lainnya, sebagai sarana pengembangan inisiatif dan inovasi dalam rangka
peningkatan mutu pembelajaran melalui berbagai cara seperti diskusi, seminar, lokakarya
dan mengembangkan akreditasi sekolah (Gunawan & Asrifan, 2020)
Adapun konsep/metode yang digunakan dalam pelaksanaan MGMP bagi guru mata
pelajaran berupa kelompok dari guru bidang studi mata pelajaran yang sama. Kegiatan
19
didalamnya antara lain: ceramah, tanya jawab, diskusi, brainstorming, role playing, kerja
kelompok, simulasi, peragaan, eksperimen, studi dokumen, presentasi, dan metode lain
yang relevan. Agar program MGMP tetap bermutu, maka perlu adanya evaluasi di dalam
program-programnya. Analisis kekuatan dan kelemahan dengan menggunakna Teknik
SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, Threat) harus selalu di terpakan agara tetap
aktual dengan perkembangan ilmu pembelajaran. MGMP memiliki peranan seperti
mengakomodir aspirasi anggota, mengakomodir aspirasi masyarakat, stake holder dan
siswa, melaksanakan perubahan yang lebih kreatif dan inovatif dalam proses pembelajaran,
dan sebagai mitra kerja Dinas Pendidikan dalam menyebarkan informasi terkait kebijakan
Pendidikan (Najri, 2020)
Gerakan membaca
Sertifikasi guru
20
guru. Sertifikasi dilaksanakan melalui uji kompetensi yang dilakukan dalam bentuk
penilaian portofolio, yang merupakan pengakuan atas pengalaman professional guru
dalam bentuk penilaian terhadap dokumen-dokumen yang mencerminkan kompetensi.
Sertifikasi merupakan angin segar bagi para guru, karena dengan adanya sertifikat
pendidik, pemerintah menyediakan tunjangan sertifikasi sebesar satu kali gaji pokok,
diharapkan dengan memberikan tunjangan tersebut dapat meningkatkan kinerja guru
kearah yang lebih baik sehingga prestasi siswa meningkat juga. Dengan demikian, jika
kinerja guru dan profesionalisme guru meningkat, selanjutnya dapat dipastikan mutu
pendidikan di Indonesia akan meningkat juga. (Lailatussaadah, 2015)
a. Kompetensi profesional, yaitu memiliki pengetahuan yang luas dari bidang studi yang
diajarkannya, memilih dan menggunakan berbagai metode mengajar di dalam proses
belajar mengajar yang diselenggarakannya.
c. Kompetensi personal, yaitu memiliki kepribadian yang mantap dan patut diteladani,
yang berarti seorang guru akan mampu menjadi seorang pemimpin yang menjalankan
peran ing ngarso sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani. Tidak
semua aspek kemampuan dapat diperoleh oleh guru ketika menuntut pendidikan formal
dilembaga profesi keguruan, bahkan beberapa diantaranya tidak pernah diajarkan di
lembaga pendidikan formal tersebut. Ada kalanya kompetensi yang telah diperoleh itu,
21
tidak sesuai lagi dengan perkembangan atau kebutuhan yang ada setelah menjadi guru.
Di samping itu, sering kali beberapa aspek kemampuan diperoleh melalui usaha sendiri
atau pengalaman ketika telah menjadi guru, dan acap kali beberapa aspek kompetensi
baru bisa dipahami dan dapat dilaksanakan setelah melalui kegiatan pendidikan dan
pelatihan berkelanjutan atau kegiatan pengembangan lainnya. Oleh karena itu, upaya
pengembangan diri guru secara berkesinambungan menjadi amat penting dan menjadi
kebutuhan untuk menuju ke arah pelaksanaan tugas dan tanggung jawab keguruan
secara profesional mandiri.
22
profesional. Semua hal tersebut membutuhkan tanggung jawab dari guru. Tanggung jawab
guru sekolah dasar tidak hanya mengajar tetapi juga mendidik dan pada saat yang sama
bertindak sebagai panduan yang memberikan arahan dan membimbing siswa dalam
belajar. (Sakti, 2013)
23
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil dari penjelasan yang sudah dipaparkan dalam makalah ini maka
dapat diambil kesimpulan mengenai Program Pembinaan Guru. Bahwa program
pembinaan guru ialah suatu proses yang diberikan oleh seorang ahli kepada tenaga
pendidik/ seorang guru agar memiliki kualitas pengajaran yang baik dan mampu mengatasi
permasalahan yang terjadi dalam kelas, dengan melakukan peningkatan kualitas terhadap
seorang pendidik, maka dapat menciptakan sumber daya manusia yang unggul.
Terdapat sistem pembinaan profesional, yang dipandu oleh supervisor. Upaya untuk
meningkatkan kemampuan profesional guru memerlukan pemahaman. Dengan melakukan
sistem pemninaan profesionalisme guru dilakukan dengan Lesson Study. Lesson Study
yaitu model pembinaan profesi pendidik melalui pengkajian pembelajaran secara
kolaboratif dan berkelanjutan berdasarkan prinsip-prinsip kolegalitas dan mutual learning
untuk membangun komunitas belajar. Lesson Study dilaksanakan dengan planing do see.
Terdapat fungsi PKG dan MGMP. PKG secara umum memiliki fungsi untuk menilai
kemampuan pengajar pada penerapan seluruh kompetensi dan keterampilan yang
24
dibutuhkan dalam pembelajaran. Sementara MGMP memiliki fungsi sebagai sarana
komunikasi profesional para guru, sebagai saana pengembangan inovatif dan inisiatif
dalam rangka peningkatan mutu pembelajaran melalui berbagai diskusi.
25
DAFTAR PUSTAKA
Fitri, E., & Afriansyah, H. (2019). Konsep Dasar Supervisi Pendidikan. Journal Administrasi
Supervisi Pendidikan, 12(1), 33–54.
http://ojs.bpsdmsulsel.id/index.php/sipatokkong/article/view/28/15%0Ahttps://ojs.bpsd
msulsel.id/%0Ahttps://ejournal.unib.ac.id/index.php/manajerpendidikan/article/viewFile
/1169/977%0Ahttp://www.ejournal.undaris.ac.id/index.php/waspada/article/view/174
Gunawan, G., & Asrifan, A. (2020). Penerapan Kerja Kelompok Kegiatan MGMP Guru
Ekonomi dalam Menyusun RPP untuk Meningkatkan Kompetensi Pedagogik. Celebes
Education Review, 2(1), 31–36. https://doi.org/10.37541/cer.v2i1.318
Hidayati, S., Noor, I. H. M., Sabon, S. S., Joko, B. S., & Wijayanti, K. (2020). Peran
Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dalam Meningkatkan Mutu Pembelajaran
di SMA.
Marlina, L. (2016). Kajian Sistem Pembinaan Profesional Guru IPA. Jurnal EduFisika,
01(02), 25–32.
26
Meningkatkan Mutu Pendidikan Tinggi. I’Tibar, 7(13), 133–149.
Riyati, siti. (2007). Sistem Pembinaan Profesional Guru Pendidikan IPA Melalui Lesson
Study. Pendidikan Biologi FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia, 4.
Sakti, B. P. (2013). Peran Pemerintah Daerah, LPMP dan P4TK Dalam Meningkatkan
Profesionalisme Guru. Jurnal Pendidikan Dan Kebudayaan, 19(4), 579.
https://doi.org/10.24832/jpnk.v19i4.311
Satori. (1989). Pengembangan Model Supervisi Sekolah Dasar. Disertasi Doktor PPS.
27
Manajemen Pendidikan, 3(2), 192. https://doi.org/10.24246/j.jk.2016.v3.i2.p192-206
Sutrisno, & Abidin, Z. (2014). Kata kunci:penilaian kinerja, mutu guru. Research and
Development Journal of Education, 1(01).
TIM Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa
Indonesia (Jakarta, B. P. (2017). UPAYA PEMBINAAN GURU DALAM
MELAKSANAKAN MANAJEMEN KELAS. TIM Penyusun Kamus Pusat Pembinaan
Dan Pengembangan Bahasa. Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta, Balai Pustaka),
1(1), 20–46.
Wardan, K. (2020). Pembinaan Mutu Guru melalui Program Penilaian Kinerja Guru (PKG)
di SMK Negeri 1 Sangatta Utara. Jurnal Al-Rabwah, XIV(2), 189–204.
Yasmin, N. S., & Eliza, D. (2021). Kegiatan PKG untuk Guru PAUD. Jurnal Pendidikan
Tambusai, 5, 2764–2768.
28