Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

REKAYASA PROSES

ACARA 3
LAJU TRANSFER MASSA UAP SELAMA PROSES PENGERINGAN

Oleh
Enggar Lantang Mahendra (201710301040)

Asisten Praktikum:
1. Sheila Fanesha Praditya (191710301037)
2. Triana Oktaviani Nurhardiningsih (191710301051)

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2022
BAB 1.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengeringan bahan pangan merupakan salah satu bentuk penanganan


pascapanen yang sangat penting. Pengeringan merupakan tahapan operasi rumit
yang meliputi perpindahan panas dan massa secara transien serta melalui beberapa
laju proses, seperti transformasi fisik atau kimia, yang pada gilirannya
menyebabkan perubahan mutu hasil maupun mekanisme perpindahan panas dan
massa. Proses pengeringan dilakukan sampai pada kadar air seimbang dengan
keadaan udara atmosfir normal (Equilibrium Moisture Content) atau pada batas
tertentu sehingga aman disimpan dan tetap memiliki mutu yang baik sampai ke
tahap proses pengolahan berikutnya (Widyotomo and Mulato, 2005). Proses
pengeringan merupakan proses perpindahan panas dari sebuah permukaan benda
sehingga kandungan air pada permukaan benda berkurang (Mahadi, 2007).

Pada proses pengeringan terjadi proses transfer massa uap air dan
pengurangan kadar air, dimana semakin tinggi suhu yang digunakan pada proses
pengeringan maka semakin tinggi kadar air yang berkurang dan pada saat proses
pengeringan waktu yang dibutuhkan semakin cepat dan juga sebaliknya. Pada
proses pengeringan terjadi transfer massa uap air dimana pada proses pengeringan
kandungan air yang ada di bahan akan mengalami penguapan sehingga
kandungan air yang ada pada bahan akan berkurang (Martunis, 2012). Oleh
karena itu pada pembasahan kali ini kita akan membahas terkait proses
pengeringan pada ubi kayu dengan tujuan untuk menganalisis sifat-sifat
termodinamika dan pengaruh dari laju massa transfer massa uap air selama
pengeringan.

1.2 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini agar mahasiswa dapat mengetahui serta
memahami laju transfer massa uap air pada proses pengeringan.
BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Massa

Massa jenis (𝜌) didefinisikan sebagai perbandingan antara massa zat dan
volumenya. Nilai massa jenis suatu zat adalah tetap, tidak tergantung pada massa
maupun volume zat, tetapi tergantung pada jenis zatnya. Oleh karena itu, zat yang
sejenis selalu mempunyai masssa jenis yang sama. Satuan massa jenis adalah
kg/m3 atau g/cm3, jenis zat dapat diketahui dari massa jenisnya. Massa jenis suatu
zat sangat penting pengaruhnya, terlebih pada sektor industri. Pada sektor industri
otomotif, bahan kendaraan bermotor tidak lagi menggunakan logam seperti zaman
dahulu. untuk sekarang bahan kendaraan bermotor menggunakan fiberglass. Salah
satu penerapannya adalah pada mobil formula 1 yang menggunakan fiberglass,
agar lebih ringan dan lentur. Begitu juga motor sekarang menggunakan fiberglass
dalam bagian tertentu. Pengukuran massa benda dilakukan dengan alat yang
disebut neraca dan tiap – tiap alat mempunyai ketelitian. Pada umumnya
pengukuran massa dilakukan secara perbandingan. Pada praktikum masssa jenis
ini, alat yang digunakan untuk mengukur massa suatu benda adalah neraca Ohauss
dan Electronic Balance. (Rahayuningtyas & Kuala, 2016)

2.2 Laju Transfer

Pada proses pengeringan memiliki kaitan erat dengan pinsip laju transfer
massa uap air dimana laju transfer massa uap air merupakan sebuah kelajuan
dimana nilai laju transfer massa uap air didapatkan dari pembagian jumlah air
yang diuapkan dengan waktu yang dibutuhkan selama proses pengeringan
berlangsung. Massa uap air diperoleh dari pengurangan massa awal dan massa
akhir dimana pada proses tersebut terjadi pengurangan nilai massa hal ini
dikarenakan terjadi proses transfer massa uap air pada proses pengeringan. Laju
transfer massa uap air dipengaruhi oleh beberapa dua faktor diantaranya yaitu
faktor yang pertama berhubungan dengan udara pengering seperti suhu, kecepatan
udara, kelembapan, dan faktor yang kedua berhubungan dengan bahan yang
dikeringkan seperti ukuran bahan (ketebalan bahan), kadar air bahan. Selain itu
juga dipengaruhi oleh porositas bahan (Dwika & Soedarto, 2012).

2.3 Pengeringan

Pengeringan merupakan sebuah metode yang seringkali digunakan dalam


kehidupan sehari-hari dimana pengeringan merupakan sebuah metode yang
digunakan untuk memindahkan atau mengeluarkan kandungan air yang ada pada
suatu bahan dengan tujuan agar bahan yang dikeringkan ini nantinya dapat
memperpanjang umur simpan hal ini dikarenakan dengan tidak adanya air maka
dapat mencengah pertumbuhan mikroorganisme yang dapat tumbuh pada bahan
tersebut. Pengeringan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu beban bahan yang
ingin dikeringkan, kandungan air suatu bahan, kecepatan udara, temperature dan
kelembapan (Hariyadi, 2018).

Proses pengeringan melibatkan dua proses perpindahan yaitu proses


perpindahan panas dan proses perpindahan massa. Proses perpindahan panas
terjadi dari udara pengering ke bahan yang akan dikeringkan, sedangkan
perpindahan massa terjadi dalam dua tahap. Tahap pertama terjadi pada
kandungan air yang terdapat didalam bahan ke permukaan bahan (proses difusi)
selanjutnya tahap kedua terjadi pada proses peguapan air dari permukaan bahan ke
udara menjadi uap air. Proses pengeringan dapat diklasifikasikan menjadi
pengeringan secara batch dimana bahan dimasukkan ke alat pengering dan
dikeringkan dalam satu periode waktu, dan pengeringan secara kontinyu dimana
bahan secara kontinyu dimasukkan ke dalam alat pengeringan dan bahan kering
dikeluarkan secara kontinyu (Manfaati et al., 2019).

2.4 Bahan Yang Digunakan


2.4.1 Ubi Kayu

Ubi kayu (Manihot utilissima) yang juga dikenal sebagai ketela pohon
atau singkong adalah pohonan tahunan tropika dan subtropika dari keluarga
Euphorbiaceae. Umbinya dikenal luas sebagai makanan pokok penghasil
karbohidrat dan daunnya sebagai sayuran. Umbi ubi kayu yang rasanya manis
menghasilkan paling sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi akar yang masih
segar (Soetanto, 2001). Mutu ubi kayu sangat dipengaruhi jenis, umur, tempat
tumbuh, perawatan dan pemupukan pada masa budidaya. Umur ubi kayu yang
telah siap panen kurang lebih 7-9 bulan. Umur simpan ubi kayu atau ubi kayu
segar relatif pendek, untuk itu ubi kayu diolah menjadi gaplek, tepung tapioka,
oyek, tape, peuyeum, keripik ubi kayu dan lain-lain agar umur simpan lebih lama
(Koswara, 2013). Sebagian besar komponen dari ubi kayu adalah karbohidrat,
hal ini menyebabkan ubi kayu disebut pengganti beras karena mempunyai
manfaat yang hampir sama dengan sumber energi.
Komposisi kimia ubi kayu atau ubi kayu dapat dilihat dari Tabel berikut.

Tabel Komposisi kimia ubi kayu (dalam100 g bahan)

Komposisi Kandungan gizi


Air 62,50 g
Protein 1,2 g
Lemak 0,3 g
Karbohidrat 34,00 g
Kalsium 33,00 mg
Fosfor 40,00 mg
Vitamin B1 0,06 mg
Besi 0,70 mg
Vitamin C 030,00 mg
Kalori 0,06146,00 kkal
Sumber : Salim (2011).
Menurut Salim (2011) ubi kayu memiliki kandungan senyawa-senyawa
yang bermanfaat bagi tubuh jika dilihat dari komponen kimianya, akan tetapi ubi
kayu juga memiliki senyawa glukosida yang bersifat racun dan membentuk asam
sianida. Berdasarkan kadar asam sianida, singkong digolongkan menjadi ubi kayu
manis dan ubi kayu pahit. Ubi kayu manis memiliki kadar asam sianida 40 mg/kg
umbi yang masih segar. Zat yang bersifat racun pada ubi kayu adalah HCN (asam
sianida).
2.4.2 Air

Air merupakan bagian dari ekosistem secara keseluruhan. Keberadaan air


di suatau tempat yang berbeda membuat air bisa berlebih dan bisa berkurang
sehingga dapat menimbulkan berbagai persoalan. Untuk itu, air harus dikelola
dengan bijak dengan pendekatan terpadu secara menyeluruh. Terpadu berarti
keterikatan dengan berbagai aspek. Untuk sumber daya air yang terpadu
membutuhkan keterlibatan dari berbagai pihak (Robert J. Kodoatie, 200).

Dibawah ini adalah syarat mutu Air Minum menurut SNI 01-3553 2006

N Parameter Satuan Air Mineral Air


o Dimineral
1 Bau - Tidak berbau Tidak
berbau
2 - Tidak berasa Tidak
Rasa
berasa
3 Warna Unit Pt-Co Maks. 5 Maks. 5
4 Kekeruhan Ntu Maks. 3 Maks. 3
5 pH - 6,0 – 8,5 5,0 – 7,5
6 Zat Organik mg/l Maks. 10 -
7 Nitrat (NO3) mg/l Maks. 45 -
8 Nitrit (NO2) mg/l Maks. 3 -
9 Ammonium mg/l Maks. 0,15 -
(NH4)
10 Sulfat (SO4) mg/l Maks. 200 -
11 Klorida (Cl) mg/l Maks. 250 -
12 Flourida (F) mg/l Maks. 1 -
13 Sianida (Sn) mg/l Maks. 0,05 -
14 Besi (Fe) mg/l Maks. 0,1 -
15 Mangan (Mn) mg/l Maks. 0,4 -
16 Klor Bebas mg/l Maks. 0,1 -
(Cl2)
17 Kromium (Cr) mg/l Maks. 0,005 -
18 Barium (Ba) mg/l Maks. 0,7 -
19 Boron (Br) mg/l Maks. 0,3 -
20 Selenium (Se) mg/l Maks. 0,01 -
21 Timbal (Pb) mg/l Maks. 0,05 Maks. 0,05
22 Tembaga (Cu) mg/l Maks. 0,5 Maks. 0,5
23 Kadmium (Cd) mg/l Maks. 0,03 Maks. 0,03
24 Raksa (Hg) mg/l Maks. 0,001 Maks. 0,01
25 Perak (Ag) mg/l - Maks.
0,025
26 Kobalt (Co) mg/l - Maks. 0,01
27 Bakteri E. Colli APM/100 < <2
ml 2
Sumber : Badan Standarisasi Nasional 2008

Air bersih dibutuhkan dalam pemenuhan kebutuhan manusia untuk


melakukan segala kegiatan sehingga perlu diketahui bagaimana air dikatakan
bersih dari segi kualitas dan bisa digunakan dalam jumlah yang memadai dalam
kegiatan sehari-hari manusia. Ditinjau dari segi kualitas, ada bebarapa persyaratan
yang harus dipenuhi, diantaranya kualitas fisik yang terdiri atas bau, warna dan
rasa, kualitas kimia yang terdiri atas pH, kesadahan dan sebagainya serta kualitas
biologi dimana air terbebas dari mikroorganisme penyebab penyakit. Agar
kelangsungan hidup manusia dapat berjalan lancar, air bersih juga harus tersedia
dalam jumlah yang memadai sesuai dengan aktifitas manusia pada tempat tertentu
dan kurun waktu tertentu (Gabriel, 2001).

Air memiliki kapasitas panas spesifik 4,18 J (atau 1 kalori / gram ° C). Ini
adalah nilai yang jauh lebih tinggi dari kebanyakan zat lain, yang membuat air
sangat baik pada mengatur suhu.
BAB 3.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan


3.1.1 Alat
1. Pisau
2. Pemarut
3. Slicer
4. Baskom
5. Loyang
6. Neraca digital
7. Teleman
8. Oven
3.1.2 Bahan
1. Ubi kayu
3.2 Diagram Alir dan Fungsi Perlakuan
3.2.1 Diagram Alir
3.2.2 Fungsi Perlakuan

Langkah pertama yang harus dilakukan yaitu menyiapkan ubi kayu,


selanjutnya kupas ubi kayu dan potong menjadi dua bagian. Bagian pertama ubi
kayu dengan perlakuan diparut dan bagian kedua ubi kayu dengan perlakuan
slincing dan timbang dengan berat 300gram. Selanjutnya jemur diatas loyang dan
keringkan dalam oven selama 2 jam dengan suhu 700C, selanjutnya timbang ubi
kayu setiap 3 menit dan catat hasilnya. Kemudia hitunglah transfer massa uap air.
BAB 4.

HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

4.1 Hasil Pengamatan

Massa Ubi Kayu setelah Pengeringan (g)


Waktu Pengeringan
Ubi Kayu Rajang Ubi kayu Parut
(Jam)

0 300 300

0,5 290 290

1 268 276

1,5 252 264

2 236 252

4.2 Hasil Perhitungan

Jumlah Air Yang Diupakan Laju Transfer Massa Uap Air


Waktu
Pengeringa (Gram) (Gram H20/Jam)
n
Ubi Kayu Ubi Kayu Ubi Kayu Ubi Kayu
(Jam) Parut Rajang Parut
Ranjang

0,5 10 10 20 20

1 22 14 22 14

1,5 16 12 10,67 8

2 16 12 8 6
BAB 5.

PEMBAHASAN

5.1 Massa Ubi pada Proses Pengeringan

Waktu Pengeringan Massa Ubi Kayu setelah Pengeringan (g)

(Jam) Ubi Kayu Rajang Ubi Kayu Parut

0 300 300

0,5 290 290

1 268 276

1,5 252 264

2 236 252

Berdasarkan data yang didapatkan diperoleh nilai pada menit ke 30


pertama massa ubi kayu Raang dan ubi kayu parut yaitu 160 gram, pada 30 menit
kedua massa dari ubi kayu Rajang yaitu 142 gram dan massa dari ubi kayu parut
yaitu 116 gram, pada 30 menit ketiga massa dari ubi kayu Rajang yaitu 118 gram
dan massa dari ubi kayu parut yaitu 76 gram, pada 30 menit keempat massa dari
ubi kayu Rajang yaitu 118 gram dan massa dari ubi kayu parut yaitu 76 gram,
pada 30 menit kelima atau terakhir massa dari ubi kayu Rajang yaitu 94 gram dan
massa dari ubi kayu parut yaitu 74 gram.
Massa Ubi
350

300

250

200

150

100

50

0
0 0.5 1 1.5 2

Ubi Kayu Rajang Ubi Kayu Parut

Berdasarkan data yang didapat nilai massa pada ubi kayu Rajang dan ubi
kayu parut mengalami penurunan seiring dengan semakin lama proses
pengeringan, hal ini dikarenakan pada proses pengeringan terjadi pengurangan
kadar air dimana kadar air memiliki hubungan dengan massa atau berat suatu
benda nantinya, menurut (Nugroho et al., 2012) yang menyatakan bahwasannya
pada proses pengolahan bahan pangan dengan penggunaan panas maka akan
berdampak terhadap turunnya presentase dari kadar air dan didukung oleh
pernyataan dari (Manfaati et al., 2019) yang menyatakan bahwasannya
pengeringan dengan menggunakan oven dapat mengurangi kadar air dalam jumlah
yang besar dengan membutuhkan waktu yang singkat. Oleh karena itu, yang
terjadi pada proses pengeringan ialah semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk
melakukan proses pengeringan maka semakin banyak juga kandungan air yang
ada pada bahan tersebut berkurang.

5.2 Laju Transfer

Waktu Jumlah Air Yang Diupakan Laju Transfer Massa Uap Air
Pengeringa
n (Gram) (Gram H20/Jam)

(Jam) Ubi Kayu Ubi Kayu Ubi Kayu Ubi Kayu


Parut Rajang Parut
Ranjang

0,5 10 10 20 20

1 22 14 22 14

1,5 16 12 10,67 8

2 16 12 8 6

Laju Transfer Massa Uap Air


25
22
20
20

15 14

10.67
10 8

8
5 6

0
0,5 1 1,5 2

Ubi Kayu Rajang Ubi Kayu Parut

Berdasarkan data grafik diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa waktu


sangat berhubungan erat dengan laju transfer massa uap air. Dimana semakin
lama waktu pengeringan maka massa air yang diuapkan akan semakin sedikit
sedangkan semakin lama waktu pengeringan laju transfer massa uap air akan
semakin besar

Lama pengeringan menentukan lama kontak bahan dengan panas. Karena


sebagian besar bahan pangan sensitif terhadap panas maka waktu pengeringan
yang digunakan harus maksimum, yaitu kadar air bahan akhir yang diinginkan
telah tercapai dengan lama pengeringan yang pendek. Pengeringan dengan suhu
yang tinggi dan waktu yang pendek dapat lebih menekan kerusakan bahan pangan
dibandingkan dengan waktu pengeringan yang lebih lama dan suhu lebih rendah.
Hal ini sejalang dengan penyataan (Nugroho et al., 2012)yaang menyatakan
bahwa waktu juga mempengaruhi pengeringan yaitu semakin lama waktu
pengeringan maka kadar air dalam bahan semakin berkurang, namun dengan
kecepatan penurunan kadar air makin melambat. Jika suhu pengeringan semakin
tinggi maka waktu yang diperlukan bahan untuk mengering semakin cepat.
BAB 6.

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang didapat dari penelitian diatas tentang laju


transfer massa uap selama proses pengeringan ubi kayu sebagai berikut :

1. Nilai massa pada ubi kayu Rajang dan ubi kayu parut mengalami
penurunan seiring dengan semakin lama proses pengeringan, hal ini
dikarenakan pada proses pengeringan terjadi pengurangan kadar air
dimana kadar air memiliki hubungan dengan massa atau berat suatu benda
nantinya.
2. Lama pengeringan menentukan lama kontak bahan dengan panas. Karena
sebagian besar bahan pangan sensitif terhadap panas maka waktu
pengeringan yang digunakan harus maksimum, yaitu kadar air bahan akhir
yang diinginkan telah tercapai dengan lama pengeringan yang pendek.
Pengeringan dengan suhu yang tinggi dan waktu yang pendek dapat lebih
menekan kerusakan bahan pangan dibandingkan dengan waktu
pengeringan yang lebih lama dan suhu lebih rendah.
6.2 Saran

Adapun saran yang bisa saya sampaikan yaitu agar kedepannya seluruh
mahasiswa dapat melakukan praktikum secara offline.
DAFTAR PUSTAKA

Dwika, R. T., & Soedarto, J. P. (2012). Pengaruh Suhu dan Laju Alir Udara
Pengering Ngaruh Suhu dan Laju Alir Udara Pengering pada Pengeringan
Karaginan Menggunakan Teknologi Spray Dryer. Jurnal Teknologi Kimia
Dan Industri, 1(1).

Gabriel, J.F., (2001), Fisika Lingkungan.Hipokratesi, Jakarta

Hariyadi, T. (2018). Pengaruh Suhu Operasi terhadap Penentuan Karakteristik


Pengeringan Busa Sari Buah Tomat Menggunakan Tray Dryer. Jurnal
Rekayasa Proses, 12(2). https://doi.org/10.22146/jrekpros.39019

Kodoatie, Robert J., dan Hadimoeljono. 2005. Kajian Undang-Undang Sumber


Daya Air. Yogyakarta: Andi.

Koswara, Sutrisno. 2013. Teknik Pengolahan Umbi-Umbian : Pengolahan Umbi


Talas. Modul. IPB. Bogor.

Manfaati, R., Baskoro, H., & Rifai, M. M. (2019). Pengaruh Waktu dan Suhu
terhadap Proses Pengeringan Bawang Merah menggunakan Tray Dryer.
FLUIDA, 12(2). https://doi.org/10.35313/fluida.v12i2.1596

Nugroho, J., Primawati, Y. F., & Nursigit, B. (2012). Proses Pengeringan


Singkong (Manihot esculenta). PROSIDING SEMINAR NASIONAL
PERTETA, 96–99.

Rahayuningtyas, A., & Kuala, S. I. (2016). PENGARUH SUHU DAN


KELEMBABAN UDARA PADA PROSES PENGERINGAN
SINGKONG (STUDI KASUS : PENGERING TIPE RAK). ETHOS
(Jurnal Penelitian Dan Pengabdian).

Soetanto. 2001. Pengolahan Singkong. Jakarta : Balai Pustaka dan Media Wiyata.
LEMBAR ACC
LAMPIRAN GAMBAR

Kupas Pencucian

Parut Timbang

Perataan Oven 0 jam

Oven 0,5 jam Timbang 0,5 jam


Oven 1 jam Timbang 1 jam

Oven 1,5 jam Timbang 1,5 jam

Oven 2 jam Timbang 2 jam


LAMPIRAN PERHITUNGAN

Anda mungkin juga menyukai