Anda di halaman 1dari 3

Nama : Oktavian Evan Pabubung

Nim : A031211114

Kelompok 2

PEMBAHASAN

ALIRAN ETIKA

Etika merupakan cabang utama filsafat, adalah pembelajaran mengenai di mana dan bagaimana
nilai atau kualitas menjadi standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan
konsep seperti, benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Etika merupakan kelompok filsafat
praktis (filsafat yang membahas bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi
menjadi dua kelompok. Kedua kelompok etika itu adalah sebagai berikut :

a. Etika Umum, mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setaip tindakan manusia.
b. Etika Khusus, membahas prinsip prinsip tersebut di atas dalam hubungannya dengan berbagai
aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (etika individual) maupun makhluk sosial
(etika sosial)

Dalam kajian etika dikenal tiga teori/aliran besar, yaitu deontologi, teleologi dan keutamaan.
Setiap aliran memiliki sudut pandang sendiri-sendiri dalam menilai apakah suatu perbuatan dikatakan
baik atau buruk. Berikut adalah ketiga aliran tersebut :Dalam kajian etika dikenal tiga teori/aliran
besar, yaitu deontologi, teleologi dan keutamaan. Setiap aliran memiliki sudut pandang sendiri-sendiri
dalam menilai apakah suatu perbuatan dikatakan baik atau buruk. Berikut adalah ketiga aliran
tersebut :

a. Etika deontologi

Etika deontologi memandang bahwa tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah
tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika deontologi tidak mempersoalkan akibat dari
tindakan tersebut, baik atau buruk. Kebaikan adalah ketika seseorang melaksanakan apa yang sudah
menjadi kewajibannya.

Tokoh yang mengemukakan teori ini adalah Immanuel Kant (1734-1804). Kant menolak akibat
suatu tindakan sebagai dasar untuk menilai tindakan tersebut karena akibat tadi tidak menjamin
universalitas dan konsistensi dalam bertindak dan menilai suatu tindakan.

Kewajiban moral sebagai manifestasi dari hukum moral adalah sesuatu yang sudah tertanam
dalam setiap diri pribadi manusia yang bersifat universal. Manusia dalam dirinya secara kategoris
sudah dibekali pemahaman tentang suatu tindakan itu baik atau buruk, dan keharusan untuk
melakukan kebaikan dan tidak melakukan keburukan harus dilakukan sebagai perintah tanpa syarat
(imperatif kategoris).

Kewajiban moral untuk tidak melakukan korupsi, misalnya, merupakan tindakan tanpa syarat yang
harus dilakukan oleh setiap orang. Bukan karena hasil atau adanya tujuan-tujuan tertentu yang akan
diraih, namun karena secara moral setiap orang sudah memahami bahwa korupsi adalah tindakan
yang dinilai buruk oleh siapapun. Etika deontologi menekankan bahwa kebijakan/tindakan harus
didasari oleh motivasi dan kemauan baik dari dalam diri, tanpa mengharapkan pamrih apapun dari
tindakan yang dilakukan

b. Etika Teleologi

Pandangan etika teleologi berkebalikan dengan etika deontologi, yaitu bahwa baik buruk suatu
tindakan dilihat berdasarkan tujuan atau akibat dari perbuatan itu. Etika teleologi membantu kesulitan
etika deontologi ketika menjawab apabila dihadapkan pada situasi konkrit ketika dihadapkan pada
dua atau lebih kewajiban yang bertentangan satu dengan yang lain. Jawaban yang diberikan oleh etika
teleologi bersifat situasional yaitu memilih mana yang membawa akibat baik meskipun harus
melanggar kewajiban, nilai norma yang lain.

Ketika bencana sedang terjadi situasi biasanya kacau. Dalam keadaan seperti ini maka memenuhi
kewajiban sering sulit dilakukan. Contoh sederhana kewajiban mengenakan helm bagi pengendara
motor tidak dapat dipenuhi karena lebih fokus pada satu tujuan yaitu mencari keselamatan. Kewajiban
membayar pajak dan hutang juga sulit dipenuhi karena kehilangan seluruh harta benda.

Dalam keadaan demikian etika teleologi perlu dipertimbangkan yaitu demi akibat baik, beberapa
kewajiban mendapat toleransi tidak dipenuhi. Persoalan yang kemudian muncul adalah akibat yang
baik itu, baik menurut siapa? Apakah baik menurut pelaku atau menurut orang lain? Atas pertanyaan
ini, etika teleologi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu egoisme etis dan utilitarianisme

a. Egoisme etis memandang bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang berakibat baik
untuk pelakunya. Secara moral setiap orang dibenarkan mengejar kebahagiaan untuk dirinya dan
dianggap salah atau buruk apabila membiarkan dirinya sengsara dan dirugikan.

b. Utilitarianisme menilai bahwa baik buruknya suatu perbuatan tergantung bagaimana


akibatnya terhadap banyak orang. Tindakan dikatakan baik apabila mendatangkan kemanfaatan
yang besar dan memberikan kemanfaatan bagi sebanyak mungkin orang. Di dalam menentukan
suatu tindakan yang dilematis maka yang pertama adalah dilihat mana yang memiliki tingkat
kerugian paling kecil dan kedua dari kemanfaatan itu mana yang paling menguntungkan bagi
banyak orang, karena bisa jadi kemanfaatannya besar namun hanya dapat dinikmati oleh sebagian
kecil orang saja. Etika utilitarianisme ini tidak terpaku pada nilai atau norma yang ada karena
pandangan nilai dan norma sangat mungkin memiliki keragaman. Namun setiap tindakan selalu
dilihat apakah akibat yang ditimbulkan akan memberikan manfaat bagi banyak orang atau tidak.

Kalau tindakan itu hanya akan menguntungkan sebagian kecil orang atau bahkan merugikan
maka harus dicari alternatif-alternatif tindakan yang lain. Etika utilitarianisme lebih bersifat
realistis, terbuka terhadap beragam alternatif tindakan dan berorientasi pada kemanfaatan yang
besar dan yang menguntungkan banyak orang

c. Etika Keutamaan

Etika ini tidak mempersoalkan akibat suatu tindakan, tidak juga mendasarkan pada penilaian
moral pada kewajiban terhadap hukum moral universal, tetapi pada pengembangan karakter moral
pada diri setiap orang. Orang tidak hanya melakukan tindakan yang baik, melainkan menjadi orang
yang baik. Karakter moral ini dibangun dengan cara meneladani perbuatan-perbuatan baik yang
dilakukan oleh para tokoh besar. Internalisasi ini dapat dibangun melalui cerita, sejarah yang di
dalamnya mengandung nilai-nilai keutamaan agar dihayati dan ditiru oleh masyarakatnya.

Kelemahan etika ini adalah ketika terjadi dalam masyarakat yang majemuk, maka tokoh-tokoh
yang dijadikan panutan juga beragam sehingga konsep keutamaan menjadi sangat beragam pula, dan
keadaan ini dikhawatirkan akan menimbulkan benturan sosial. Kelemahan etika keutamaan dapat
diatasi dengan cara mengarahkan keteladanan tidak pada figur tokoh, tetapi pada perbuatan baik
yang dilakukan oleh tokoh itu sendiri, sehingga akan ditemukan prinsip-prinsip umum tentang
karakter yang bermoral itu seperti apa.

DAFTAR PUSTAKA

https://mahasiswa.yai.ac.id/

https://www.kompasiana.com/

Anda mungkin juga menyukai