Bab Ii
Bab Ii
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Pemahaman
a. Definisi Pemahaman
kemampuan siswa untuk mengerti apa yang diajarkan oleh guru dalam
menghubungkan kondisi yang ada saat ini dengan yang akan datang. Dengan
kata lain, pemahaman adalah hasil dari proses belajar atau transformasi ilmu
pengetahuan. Sejalan dengan hal itu, Hudoyo dalam Susanto (2015: 27)
disimpan dalam memori dan siswa harus memperhatikan bagian dari setiap
sekitar guna mencapai tujuan atau memecahkan permasalahan yang akan datang.
Jadi, yang dimaksud paham bukan hanya sekedar mengetahui atau mengingat
apa yang telah pelajari. Seseorang yang paham harus mampu memberikan
penjelasan dan gambaran yang lebih kreatif, luas, dan baru sesuai situasi yang
ada. Dengan demikian, diharapkan siswa mampu merespon suatu kondisi atau
permasalahan baik yang ada saat ini maupun dimasa mendatang dengan baik
serta merta tumbuh dan berkembang begitu saja melalui jalannya proses
oleh dua faktor yaitu faktor siswa itu sendiri dan faktor lingkungannya. Hal ini
sejalan dengan pendapat A. Susanto (2016: 34), bahwa hasil belajar merupakan
hasil dari suatu proses yang didalamnya melibatkan faktor internal dan ekternal
faktor yang bersumber dari dalam diri siswa yang meliputi kecerdasan, minat
dan perhatian, motivasi belajar, ketekunan, sikap, kebiasaan belajar, kondisi fisik
motivasi, cara belajar, serta kemampuan kognitif (faktor internal). Lebih lanjut
Supatminingsih et al., (2020: 95-96) menjelaskan bahwa faktor lain yang turut
dukungan dan perhatian orang tua, dan faktor lingkungan sekitar meliputi
belajar baik itu dari dalam maupun luar diri siswa masing-masing dapat
digolongkan menjadi dua, yaitu faktor fisiologis dan psikologis serta faktor
sosial dan nonsosial. Faktor fisiologis merupakan faktor dari dalam diri yang
berhubungan dengan tonus jasmani (nutrisi dan kondisi kesehatan tubuh) dan
(Suryabrata, 2015: 235-237). Berkenaan dengan itu, yang dimaksud faktor sosial
adalah faktor gangguan dari manusia (sesama manusia) baik manusia itu hadir
secara langsung atau tidak, sedangkan faktor nonsosial berasal dari kondisi
lingkungan sekitar seperti cuaca, suhu, waktu belajar, ruang belajar, dan alat-alat
pendukung pembelajaran seperti buku, alat tulis, alat peraga, dan sebagainya.
faktor internal yaitu faktor yang berasal siswa itu sendiri dan faktor ekternal
yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa. Faktor internal berkaitan dengan
kemampuan siswa yang dimiliki sejak lahir meliputi kecerdasan, minat, bakat,
yaitu kondisi kelas, kompetensi guru, materi pelajaran, media, alat pendukung
c. Indikator Pemahaman
Umumnya hasil belajar yang dicapai siswa berbeda-beda sesuai dengan
menurut Kuswana (2012: 123), siswa dianggap paham terhadap materi pelajaran
tertentu.
tertentu.
2. Mitigasi Bencana
bencana. Mitigasi berasal dari kata mitigation yang diambil dari bahasa latin
yaitu mitigare. Mitigare terdiri atas dua kata yaitu mitis (lunak, lembut, atau
sesuatu yang liar menjadi lebih mudah dikendalikan atau lunak (Adiyoso, 2018:
165). Menurut Aminudin (2021: 31) mitigasi meliputi seluruh tindakan yang
bencana.
ancaman dan kerugian. Kata bencana diambil dari bahasa inggris yaitu
“disaster” dan berakar dari kata “disastro”, kata dis memiliki arti sesuatu yang
tidak enak sedangkan kata astro berarti bintang (Anies, 2017: 31 - 32).
manusia. Terkait hal itu, Adiyoso (2018: 21) menjelaskan bahwa bencana dapat
terjadi karena adanya faktor alam maupun nonalam serta dapat mengakibatkan
kehilangan nyawa manusia, kerugian, dan kerusakan pada aspek ekonomi, sosial,
(gempa, tsunami, banjir, dan sebagainya) dianggap sebagai sesuatu yang liar dan
Pemerintah No. 21 Tahun 2008, bahwa mitigasi bencana merupakan upaya untuk
tindakan yang dilakukan untuk mengurangi dampak buruk dari bencana sebelum
bencana itu terjadi. Artinya mitigasi dilakukan sebelum terjadinya bencana untuk
dari bencana. Tujuan mitigasi bencana pada dasarnya adalah untuk mengurangi
risiko kematian, dan cedera akibat bencana dimasa mendatang. Adapun tujuan
dari perencanaan mitigasi bencana menurut Adiyoso (2018: 184) sebagai
berikut:
dapat bermitra dengan pihak terkait seperti Palang Merah Indonesia (PMI). Hal
bencana.Terkait hal itu, muatan materi mitigasi juga dapat diadaptasikan dengan
1) Pengetahuan tentang potensi bencana sekitar (definisi, jenis, sebab, dan ciri
terjadinya bencana).
2) Pengetahuan tentang sejarah bencana yang pernah terjadi di lingkungan
sekitar.
Sumatera yang rentan terhadap kejadian bencana alam. Adapun berdasarkan data
Indeks Resiko Bencana (IRB), salah satu bencana yang sangat potensial terjadi di
Gempa merupakan salah satu bencana alam yang paling sering dialami
alam yang dapat terjadi secara tiba-tiba, dimana saja, dan kapan saja.
mana bumi bergetar karena pelepasan energi secara tiba-tiba di dalam bumi
yang ditandai dengan patahnya lapisan batuan pada kulit bumi. Berkenaan
dengan itu, gempa bumi pada dasarnya merupakan fenomena bumi bergetar
sebagai akibat dari adanya aktivitas lempeng, gunung api, dan runtuhan
batuan. Bencana gempa bumi harus selalu kita waspadai, sebab dalam sekejap
Ada beberapa jenis gempa bumi yang lazim terjadi. Menurut Adiyoso
yaitu gempa tektonik, gempa vulkanik, dan gempa runtuhan. Pada dasarnya,
gempa bumi tektonik, gempa vulkanik terjadi karena aktivitas gunung berapi
sebagai akibat dari pergerakan magma dalam perut bumi. Gempa ini relatif
lebih jarang bahkan hampir tidak pernah terjadi di Bengkulu. Berbeda dengan
jenis gempa bumi tektonik dan vulkanik, gempa runtuhan tidak disebabkan
oleh aktivitas dari perut bumi melainkan karena adanya runtuhan, longsoran
tanah atau batuan. Umumnya gempa ini terjadi di daerah kapur dan daerah
pertambangan. Gempa ini sangat jarang terjadi dan hanya bersifat lokal.
paling berbahaya. Gempa dapat terjadi kapan saja baik itu pagi, siang, sore,
dalam waktu beberapa detik. Dampak korban jiwa dan luka-luka biasanya
Selain itu gempa bumi dengan skala yang besar juga dapat memicu
bencana lain seperti tsunami, tanah longsor, dan kebakaran. Kondisi ini akan
dicermati, sebenarnya gempa bumi melalui tiga tahapan yaitu tahap sebelum
terjadi gempa, saat terjadi gempa, dan tahap setelah terjadinya gempa. Pada
ketiga tahap tersebut kita dapat melakukan berbagai usaha untuk mengurangi
dampak dari gempa bumi. Menurut (Aminudin, 2021: 47) berikut beberapa
hal yang harus diketahui dan dilakukan untuk mengurangi dampak gempa
bumi.
(5) Mempersiapkan rumah atau lingkungan sekitar agar aman dari gempa.
(lemari dan rak buku) menempel pada dinding agar tidak mudah roboh
P3K, senter, dan lain-lain) serta mencatat nomor telepon penting seperti
pemadam kebakaran.
menuju area lapang dan terbuka. Namun jika tidak sempat, segera
dan tubuh dari benda-benda yang mungkin jatuh. Jika tidak ada meja
lindungi kepala dengan bantal, tas atau apapun yang bisa mencegah
runtuhan di kepala. Jauhi benda yang mudah jatuh seperti lemari, rak
buku, jendela, dan barang yang terbuat dari kaca. Bila sudah terasa
aman, segera lari keluar rumah dengan tetap lindungi kepala dan segera
Berada di area terbuka belum berarti kita aman dari bahaya gempa.
bangunan tinggi, tiang listrik, antena, atau apapun yang dapat roboh
skala besar dapat menyebabkan retak atau terbelahnya tanah. Jika sudah
yang lapang dan aman. Jika berada di daerah pesisir pantai, yang harus
menuju daerah yang lebih tinggi dengan mengikuti arah jalur evakuasi.
dan cari perlindungan. Ikuti arahan petugas dan segeralah keluar gedung
Jika berada dalam lift tekan semua tombol yang ada dan berusaha
(1) Jika masih berada dalam rumah atau gedung, segera keluar dengan tetap
waspada (lindungi kepala dengan tas,buku atau bahan yang kuat) dan
(2) Pastikan diri dari adanya luka, setelah memastikan diri aman barulah
(3) Periksa keamanan, jauhi bangunan rusak dan pohon yang miring.
rumah.
(6) Ikuti arahan, petunjuk, dan informasi dari petugas yang berwenang.
perilaku, atau tindakan terhadap dunia atau kondisi sekitarnya A. Susanto (2016:
11). Sikap individu dapat berbeda satu sama lain ketika menghadapi situasi yang
sama. Sejalan dengan itu Azwar dalam A. Susanto (2016: 10) menjelaskan
bahwa sikap memiliki tiga komponen pokok yaitu komponen kognitif, afektif,
dan konatif yang saling menunjang satu sama lain. Adapun komponen kognitif
sebagai tindakan atau respon yang segera diambil dengan segera oleh individu
saat dan sesudah terjadinya bencana yang meliputi kegiatan perlindungan diri
dari bahaya gempa dan penyelamatan setelah gempa berhenti. Jika dikaitkan
dengan definisis sikap, maka sikap tanggap bencana dapat diartikan sebagai
respon yang ditujukan individu saat menghadapi dan mengatasi situasi bencana
(Ksanti et al., 2015: 6). Terkait hal itu, menurut (Fajriyah et al., 2019) sikap
tanggap bencana terdiri atas tindakan perlindungan diri dan orang sekitar,
penyelamatan diri dan orang sekitar, evakuasi, dan penyelamatan harta benda.
Sikap tanggap bencana meliputi tindakan segera saat terjadi bencana alam,
diri, dan saling mencari bantuan untuk menuju tempat pengungsian yang aman.
dapat terhindar dan selamat dari bahaya. Artinya, pada situasi ini individu
kerentanan bencana melalui respon atau tindakan yang diambil secara cepat dan
menyelamatkan diri dari bahaya bencana, sikap tanggap bencana juga meliputi
bencana. Menurut Supriyono (2014: 111), pada saat terjadi bencana individu
juga dituntut untuk tanggap memberi pertolongan pertama pada orang yang
terluka, membantu evakuasi keluarga dan orang sekitar, dan melakukan gotong
royong atau kerja bakti untuk membersihkan lingkungan sekitar dari barang-
barang dan cairan yang dapat membahayakan seperti pecahan kaca, minyak, dan
bencana sesorang juga dituntut untuk saling peduli, dan peka terhadap kondisi
Pada penelitian ini sikap yang ingin diukur adalah sikap tanggap siswa pada
saat situasi bencana gempa bumi. Terkait hal tersebut, di lingkungan sekolah
disisipkan melalui pembelajaran pada tema organ gerak hewan dan manusia
indikator sikap pada mata pelajaran IPS terdiri atas tiga aspek yang meliputi
Dari uraian diatas, terlihat ada beberapa kemiripan makna antara aspek sikap
yang diungkapkan oleh Ksanti et al., (2015: 6) dengan aspek sikap pada mata
pelajaran IPS. Aspek sikap “peduli dengan tolong menolong serta aspek gotong
ruanglingkup yang sama. Oleh itu, maka sikap tanggap bencana dalam penelitian
ini akan diukur dengan menggunakan indikator atau aspek sikap sadar akan
B. Penelitan Relevan
Bencana Banjir Pada Ibu Rumah Tangga Di Kelurahan Sragen Tengah Kecamatan
menggunakan metode survei, dengan jumlah sampel 117 yang diambil dengan
bencana, semakin siap pengetahuan dan sikap ibu rumah tangga maka semakin
kriteria inklusi yaitu siswa yang bersedia menjadi responden. Analisa data
pengetahuan dan sikap siswa tentang siaga gempa bumi dalam kategori cukup,
hubungan antara pengetahuan siaga gempa terhadap kesiapsiagaan siswa dan ada
Dalam Menghadapi Bencana Banjir” oleh Jahirin dan Sunsun (2021). Penelitian
random sampling. Jenis instrumen yang digunakan adalah kuesioner dan uji
korelasi antar variabel menggunakan uji analisis Rank Spearman. Hasil Penelitian
menghadapi banjir.
C. Kerangka Berpikir
menyisipkan materi pengurangan resiko bencana ke dalam mata pelajaran dan sebagai
materi mitigasi bencana dengan muatan Kompetensi Dasar mata pelajaran yang ada,
Berdasarkan pada kegiatan pra penelitian yang telah dilakukan, siswa pada
dasarnya sudah mengetahui cara menyelamatkan diri dari bencana gempa. Siswa
mengatakan bahwa ibu guru sangat sering memberikan materi tentang bencana
terutama bencana gempa saat pembelajaran apalagi pada semester satu. Siswa juga
menyatakan bahwa, “gempa itu adalah guncangan yang terjadi secara tiba-tiba dan
gempa terdiri atas gempa tektonik, vulkanik, dan runtuhan”. Lebih lanjut lagi siswa
mengatakan bahwa, ketika gempa akan segera lari ke lapangan, menjauhi bangunan
pemahaman siswa tentang gempa dan cara menyelamatkan diri dari bahaya gempa.
Terkait hal itu, seseorang dapat dikatakan paham jika mampu menafsirkan, memberi
Pada penelitian ini pemahaman yang ingin diukur adalah pemahaman tentang
potensi resiko/kerugian akibat bencana, dan cara memitigasi atau mengurangi dampak
mitigasi bencana pada peneliatian ini meliputi (1) pemahaman tentang potensi bencana
disekitar; (2) pemahaman tentang kerentanan perilaku saat bencana, (3) pemahaman
tentang kerentanan lingkungan fisik sekitar terhadap bencana; (4) pemahaman tentang
potensi resiko/kerugian lingkungan sekitar akibat bencana; dan (5) pemahaman tentang
cara memitigasi bencana. Kelima aspek tersebut akan digunakan sebagai indikator
dalam menafsirkan atau memaknai definisi, penyebab, dan tanda terjadinya gempa.
sebelum, saat, dan sesudah terjadinya bencana. Sementara variabel sikap tanggap
bencana (Y) akan diukur melalui aspek sikap yang telah disesuaikan dengan indikator
pada mata pelajaran IPS. Adapun indikator untuk mengukur sikap tanggap bencana
yaitu: (1) kesadaran akan bahaya; (2) ketenangan menghadapi kesulitan; (3) percaya
hubungan antara tingkat pemahaman siswa tentang mitigasi bencana dengan sikap
tanggap bencana siswa di SDN 52 Kota Bengkulu. Adapun uraian di atas akan
telah ditetapkan (Sugiyono, 2019: 99). Berdasarkan kerangka pikir yang telah dibuat,
maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah Ha = Terdapat hubungan yang
signifikan antara tingkat pemahaman siswa tentang mitigasi bencana dengan sikap