Latar Belakang
Setiap dokter dituntut dalam menjalankan profesinya harus menunjukkan sifat keluhuran
dan kemuliaan yang dijabarkan dalam enam sifat dasar yang melekat pada diri seorang dokter,
yaitu sifat ketuhanan, kemurnian hati, kesungguhan kerja, integritas ilmiah dan sosial, hal ini
semua dilaksanakan tetap berlandaskan kode etik kedokteran Indonesia yang dijadikan sebagai
pedoman. Hal ini diharapkan agar terciptanya hubungan yang hamornis antara pasien dan
dibutuhkan. Hal ini mengingat berkembang pesatnya pengetahuan dan teknologi diagnostik serta
terapi dalam meningkatkan kebutuhan dan harapan masyarakat akan pelayanan dan dinamika
etika global yang menuntut standar tinggi dengan didasari oleh etika moral yang luhur dan rasa
Selain itu, setiap dokter juga mempunyai kewajiban etik yang harus dihormati terhadap
guru, dosen dan antar sejawat profesi. Selain mengamalkan sumpah dokter, menjalankan
profesinya dengan standar yang tinggi, mempunyai kemandirian profesi, memiliki kemampuan
dalam berfikir kritis dan senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan terkhususnya
kesehatan nasional. Penguasaan keilmuan, keterampilan dan perilaku terkhusus etika dan cara
berfikir kritis dari seorang lulusan dokter menjadi sebagian dari penentu kualitas pelayanan
dokter dalam mempelajari etika didalam pendidikan kedokteran, karena etika merupakan bagian
yang akan selalu menjadi komponen yang penting dalam praktek pengobatan. Prinsip etika
seperti menghargai orang, menginformasikan tujuan yang jelas dan menjaga kerahasiaan
merupakan dasar dalam hubungan dokter-pasien. Perlunya pembelajaran ini untuk menyiapkan
dokter yang memiliki kemampuan dalam mengenali situasi – situasi yang sulit dan melaluinya
dengan cara yang benar sesuai prinsip dan rasional. Etika juga penting dalam hubungan dokter
dengan guru serta teman kolega sejawat dalam melakukan kerjasama pemberian perawatan yang
lebih optimal serta dalam hal transfer ilmu pengetahuan dan keterampilan klinis guna
keputusan dalam praktek pasien adalah kemampuan berfikir kritis. Berfikir kritis termasuk
didalamnya proses interpretasi, analisis, evaluasi, inferensi dan eksplanasi yang merupakan
cognitive skill yang sangat dibutuhkan seorang dokter untuk membentuk alur penegakkan
diagnosa pasien. Pada akhirnya akan timbul problem based learning yang menjadi dasar
Akibat adanya pembatasan sosial yang harus dilakukan untuk memutus rantai penyebaran
COVID-19, hal ini memaksa kita semua untuk mulai menyusun strategi perawatan pasien yang
tetap optimal di tengah keterbatasan untuk tetap muka. Pandemi global COVID-19 telah
3
memaksa terciptanya penggunaan pelayanan telemedicine yang dilakukan antara dokter dan
pasien dalam praktek pengobatan. Pelayanan kesehatan ini digunakan menggunakan teknologi
informasi dan komunikasi dalam pelaksanaannya namun tetap memperhatikan mutu pelayanan
dan keselamatan pasiennya. Tentunya, diharapkan dokter yang berpraktek di era kenormalan
baru ini memiliki pengetahuan yang memadai terhadap teknologi, informasi dan komunikasi.
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka diperlukan pemberian materi yang dapat menjadi
bekal untuk mahasiswa kepanitraan klinik berupa kegiatan seminar bagi mahasiswa kepanitraan
Tujuan
1. Manajemen/pengelola program:
tentang etika dan berfikir kritis sebelum memasuki tahapan pendidikan profesi kedokteran
a. Menambah pembelajaran mengenai etika dan berfikir kritis untuk mempersiapkan diri
Metode
Pemaparan oleh pemateri yang dilakukan dalam bentuk kegiatan seminar yang diperuntukkan
oleh mahasiswa kepanitraan klinik. Dapat berupa diskusi serta pemaparan kasus etika dalam
praktek dan pola alur berfikir kritis dan pengaplikasian telemedicine dalam pelayanan medis
Output
a. Etika moral yang luhur dan rasa empati pada pasien, guru dan teman sejawat
b. Memiliki kemampuan dalam mengenali situasi – situasi yang sulit dan melaluinya
c. Memiliki kemampuan dalam menerapkan pola berfikir kritis untuk membantu alur
penegakan diagnosis
Peserta
Lama Pelatihan:
Jadwal
Hari,
2021
baru