Anda di halaman 1dari 9

Diskusi Sub Stase Perina

1. Alur resusitasi neonatus


Tahapan penilaian awal bayi baru lahir menentukan langkah tindakan
resusitasi selanjutnya. Penilaian dilakukan segera setelah bayi lahir dan berkelanjutan
sepanjang resusitasi. Komponen penilaian awal yang wajib dilakukan sesaat sesudah
bayi lahir adalah pernapasan, tonus otot dan laju denyut jantung (LDJ), sedangkan
komponen yang dinilai pada evaluasi lanjutan sepanjang resusitasi adalah laju denyut
jantung (LDJ), pernapasan, tonus otot dan saturasi oksigen. Evaluasi dan intervensi
dalam resusitasi dilakukan secara serentak, sehingga hal ini lebih mudah diterapkan
bila terdapat lebih dari satu penolong persalinan.
Bayi yang bernapas spontan harus dinilai ada tidaknya tanda distres
pernapasan. Tanda-tanda yang harus segera diwaspadai adalah ketika ada retraksi atau
tarikan dinding dada, dan merintih. Bayi yang mengalami apneu atau napas megap-
megap, dan bayi yang mengalami sianosis sentral yang tidak ada perbaikan dengan
oksigen aliran bebas, membutuhkan terapi ventilasi tekanan positif (VTP). VTP
diberikan dengan kecepatan 40-60 kali permenit.
Bayi prematur sering memiliki napas yang tidak teratur dengan periode apneu
yang berlangsung singkat. Pada kondisi ini bila laju denyut jantung lebih dari 100 kali
permenit, umumnya bayi hanya membutuhkan stimulasi singkat untuk merangsang
pernapasannya. Akan tetapi bila laju jantung kurang dari 100 kali permenit, tonus
yang buruk, dan pola napas yang semakin tidak adekuat, maka diperlukan VTP. Bayi
yang mengalami distres pernapasan dapat segera diberikan continuous positive airway
pressure(CPAP) secara dini (early CPAP).
Tonus otot bayi cukup akurat digunakan untuk menilai kebutuhan resusitasi
bayi. Bayi dengan tonus baik (menggerak-gerakkan tungkai) umumnya tidak
membutuhkan resusitasi. Bayi dengan tonus otot lemah (tidak bergerak-gerak dan
postur tubuh ekstensi), sering membutuhkan resusitasi. Bayi yang lahir namun kurang
aktif, dapat diberikan stimulasi dengan mengeringkan bayi dengan handuk secara
cepat dan lembut. Stimulasi dilakukan dengan menggosok punggung secara lembut
atau dengan menjentik-jentikkan tumit bayi menggunakan jari penolong. Stimulasi
dengan cara menepuk pipi, memukul pantat, atau menggantung bayi tidak boleh
dilakukan karena berpotensi bahaya.
Laju denyut jantung merupakan tanda pertama perbaikan klinis kondisi bayi
saat resusitasi. Nilai normal laju denyut jantung bayi baru lahir bervariasi antara 110-
160 kali permenit. Diharapkan pada kehidupan pertama, bayi sehat lahir dengan laju
denyut jantung selalu diatas 100 kali permenit. Bila laju denyut jantung kurang dari
100 kali permenit, maka VTP harus dilakukan. Bila laju denyut jantung janin tetap
kurang dari 60 kali permenit setelah diberikan VTP, maka kompresi dada perlu
diberikan dengan komposisi 1 siklus terdiri dari 1 kali VTP dan 3 kali pemberian
kompresi dada.
Derajat oksigenasi diketahui dengan menggunakan alat pulse oximetry. Pulse
oximetry dapat menampilkan laju denyut jantung sepanjang proses resusitasi sehingga
tidak perlu menghentikan tindakan resusitasi untuk memonitor kondisi bayi. Pulse
oximetry juga bermanfaat untuk membantu memutuskan menaikkan atau menurunkan
kadar oksigen pada bayi yang membutuhkan tindakan resusitasi.
Penilaian awal bayi yang membutuhkan tindakan resusitasi harus dapat
dilakukan oleh setiap penolong resusitasi. Penilaian awal tersebut berupa :
1. Bayi menangis atau bernapas?
2. Tonus otot baik?
Bila kedua pertanyaan tersebut dijawab ya, maka dilakukan perawatan rutin yaitu
memastikan bayi tetap hangat, mengeringkan bayi, memposisikan bayi kontak kulit
dengan kulit dengan ibunya, menyelimuti bayi dengan kain kering. Penolong
persalinan tetap memantau pernapasan, aktivitas bayi dan warna kulit bayi selama
perawatan rutin.
Bila ada jawaban tidak dari kedua pertanyaan tersebut, maka dilakukan
langkah awal stabilisasi yang berupa:
1. Memastikan bayi tetap hangat
2. Mengatur posisi dan membersihkan jalan napas
3. Mengeringkan dan stimulasi taktil
4. Memposisikan kembali pada posisi kepala setengah ekstensi
5. Menilai kembali upaya napas, laju denyut jantung dan tonus otot bayi
Apabila setelah dilakukan langkah awal stabilisasi terdapat perbaikan klinis,
bayi bernapas adekuat dan laju denyut jantung > 100 kali permenit, maka dilanjutkan
dengan perawatan rutin.
Apabila setelah dilakukan langkah awal stabilisasi tidak ada perbaikan klinis
(tidak bernapas/napas megap-megap, dan/atau LDJ < 100 kali permenit), berikan
ventilasi tekanan positif (VTP) selama 15 detik sambil diperhatikan pengembangan
dada adekuat/tidak, pantau saturasi O2. Bila dada tidak naik (pengembangan dada
tidak adekuat), evaluasi ventilasi SRIBTA (Sungkup, Reposisi, Isap lendir, Buka
mulut, Tekanan dinaikkan, Alternatif jalan napas) sampai dada mengembang,
kemudian lanjutkan VTP sampai 30 detik.
Apabila saat dilakukan VTP dada mengembang adekuat, namun LDJ tetap
<60x/menit, evaluasi ventilasi, pertimbangkan intubasi dan lakukan VTP serta
kompresi dada (3 kompresi : 1 ventilasi), observasi LDJ dan usaha napas tiap 60
detik. Tindakan kompresi dilakukan setelah bayi terintubasi. Apabila telah dilakukan
ventilasi dan kompresi namun LDJ tetap <60x/menit, pertimbangkan pemberian obat
dan cairan intravena melalui kateter vena umbilikal, pertimbangkan kemungkinan
pneumotoraks.
Apabila setelah langkah awal bayi bernapas spontan namun didapatkan distres
napas (takipneu, retraksi atau merintih), berikan CPAP dengan tekanan puncak akhir
ekspirasi (TPAE) 7-8 cmH2O, pantau saturasi oksigen. Apabila gagal dengan
pemberian CPAP (TPAE 8 cmH2O, FiO2 40% dengan distres napas), pertimbangkan
intubasi.
Apabila setelah langkah awal bayi bernapas spontan namun didapatkan
sianosis sentral persisten tanpa disertai distres napas, pertimbangkan suplementasi
oksigen, pantau saturasi oksigen, pikirkan kemungkinan penyakit jantung bawaan.

2. Peran vitamin K pada proses pembekuan darah


Karena sistem pembekuan darah pada bayi baru lahir belum sempurna, maka semua
bayi akan berisiko untuk mengalami perdarahan tidak tergantung apakah bayi
mendapat ASI atau formula atau usia kehamilan dan berat badan saat lahir.
Perdarahan bisa ringan atau menjadi sangat berat, berupa perdarahan pasca imunisasi
atau perdarahan intrakranial. Oleh karena itu bayi baru lahir diberkan suntik vitamin
K1 (phytomenadione) sebanyak 1 mg dosis tunggal, intramuskular pada anterolateral
paha kiri. Suntikan vitamin K1 dilakukan setelah proses IMD dan sebelum pemberian
imunisasi hepatitis B.

Peran dalam proses pembekuan darah:


Mekanisme tubuh untuk menghentikan perdarahan dinamakan hemostasis.
Unsur-unsur proses pembekuan darah:
 Trombosit
Trombosit atau keping darah adalah elemen berbentuk cakram di dalam darah.
Trombosit adalah bagian dari sel darah, dan baian dari sel-sel sum-sum tulang
yang disebut dengan megacariocytes. Trombosit berperan untuk membantu
membentuk bekuan darah, guna untuk memperlambat atau menghentikan
perdarahan serta penyembuhan luka.
 Faktor koagulasi (faktor pembekuan)
Faktor koagulasi adalah protein, sebagian besar diproduksi oleh organ hati.
Ada 13 faktor koagulasi dalam darah dan jaringan tubuh manusia.

Proses pembekun darah:

 Trombosit membentuk sumbatan


Trombosit bereaksi ketika pembuluh darah rusak atau ada luka. Mereka
menempel pada dinding daerah yang luka dan bersama-sama membentuk
sumbatan. Sumbatan dibentuk guna menutup bagian yang rusak, agar
menghentikan darah yang keluar. Trombosit juga melepaskan bahan kimia
untuk menarik lebih banyak trombosit dan sel-sel lain untuk melanjutkan
tahap berikutnya.
 Pembentukan bekuan darah
Faktor-faktor pembekuan memberi sinyal terhadap satu sama lain, untuk
melakukan reaksi berantai yang cepat. Reaksi ini dikenal sebagai kaskade
koagulasi. Pada tahap akhir kaskade ini, faktor koagulasi yang disebut trombin
mengubah fibrinogen menjadi helai-helai fibrin. Fibrin bekerja dengan cara
menempel pada trombosit untuk membuat jaring yang memerangkap lebih
banyak trombosit dan sel. Gumpalan (bekuan) pun menjadi lebih kuat dan
lebih tahan lama.
 Penghentian proses pembekuan darah
Setelah bekuan darah terbentuk dan perdarahan terkendali. Protein-protein lain
akan menghentikan faktor pembekuan, agar gumpalan tidak berlanjut lebih
jauh dari yang diperlukan.
 Tubuh perlahan-lahan membuang sumbatan
Ketika jaringan kulit yang rusak sembuh, otomatis sumbatan tidak diperlukan
lagi. Helai fibrin pun hancur, dan darah mengambil kembali trombosit dan sel-
sel dari bekuan darah.

3. Kanguru Mother Care


Perawatan metode kanguru (PMK) adalah cara merawat bayi dalam keadaan telanjang
(hanya memakai popok dan topi) diletakkan secara tegak/vertikal di dada antara
kedua payudara ibu (ibu telanang dada) sehingga terjadi kontak antara kulit inu dan
bayi dengan tujuan bayi memperoleh panas melalui proses konduksi.
Manfaat PMK:
 Menjamin kehangatan dan mencegah hipotermi
 Menjamin kebutuhan nutrisi dengan mendorong ibu untuk menyusui bayinya
sesering mungkin
 Mencegah infeksi selama dalam perawatan
 Mempercepat pemulangan bayi

Kapan PMK dapat dimulai?

Bila berat bayi lahir 1800 gram atau lebih (usia kehamilan 32-34 minggu) tanpa
masalah medis berat, umumnya PMK dapat segera dilakukan. Pada bayi dengan berat
lahir <1800 gram (usia kehamilan <32 minggu) sering ditemukan masalah terkait
prematuritasnya, sehingga PMK tidak dapat segera dilakukan. Bila bayi perlu dirujuk
ke fasyankes yang lebih lengkap, PMK merupakan alternatif terbaik untuk menjaga
bayi tetap hangat dalam proses transport.

Tipe PMK:

 PMK Intermiten PMK dengan jangka waktu pendek (durasi minimal 1


jam), bayi dalam proses penyembuhan yang masih memerlukan pengobatan
medis (infus oksigen)
 PMK Kontinu sepanjang hari siang dan malam, kondisi stabil: bernapas
alami tanpa bantuan oksigen

Komponen PMK:
 Kangaroo position: penempatan bayi pada posisi tegak di dada ibu, di antara
kedua payudara ibu, tanpa busana. Bayi dibiarkan telanjang hanya
menggunakan popok, kaus kaki dan topi sehingga teradi kontak kulit bayi
dengan kulit ibu seluas mungkin
 Kangaroo nutrition: asi esklusif atau formula sesuai kondisi klinis bayi
 Kangaroo support: bantuan seara fisik maupun emosi dari keluarga
 Kangaroo discharge: membiasakan ibu melakukan PMK sehingga pada saat
pula

4. Kecukupan ASI
 Bayi menyusu 8 - 12 kali sehari, dengan pelekatan yang benar pada setiap
payudara dan menghisap secara teratur selama minimal 10 menit pada setiap
payudara.
 Bayi akan tampak puas setelah menyusu dan seringkali tertidur pada saat
menyusu, terutama pada payudara yang kedua.
 Frekuensi buang air kecil (BAK) bayi > 6 kali sehari. Urin berwarna jernih,
tidak kekuningan. Butiran halus kemerahan (yang mungkin berupa kristal urat
pada urin) merupakan salah satu tanda ASI kurang.
 Frekuensi buang air besar (BAB) > 4 kali sehari dengan volume paling tidak 1
sendok makan, tidak hanya berupa noda membekas pada popok bayi, pada
bayi usia 4 hari sampai 4 minggu.
 Berat badan bayi tidak turun lebih dari 10% dibanding berat lahir
 Berat badan bayi kembali seperti berat lahir pada usia 10 sampai 14 hari
setelah lahir.

Tanda bayi tidak mendapat cukup ASI:

 Pertambahan BB kurang
 Pengeluaran BAK pekat dan sedikit (<6x/hari)
 Feses bayi masih berwarna seperti mekonium pada hari ke-5
 Bayi tidak merasa puas setelah disusui
 Bayi sering menangis
 Sering sekali menyusu
 Menyusu sangat lama
 Bayi menolak disusui
 Tinja bayi keras kering
 Bayi jarang BAB, dan tinjanya kecil-kecil
 Tidak Asi yang keluar ketika ibu memerah
 Payudara tidak membesar

5. Selain bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK), bayi besar untuk masa kehamilan
(BMK) juga memerlukan perhatian dikarenakan bayi makrosomi (BBL>4000g)
berisiko mengalami hipoglikemi. Karena adanya kemungkinan ibu yang melahirkan
mengalami intoleransi glukosa atau bahkan diabetes. Pada bayi dari ibu diabetes
biasanya menunjukkan gambaran macrosomia dan organomegali karena
hyperinsulinemia fetal. Pada bayi-bayi tersebut gambaran yang umum ditemukan
antara lain tampak gelisah, hipotoni, letargis, neonates yang mengalami hipoglikemia
dapat pula asimptomatis.
Pada bayi hipoglikemia yang asimptomatis dapat ditatalaksana dengan memberikan
ASI 3-10 ml/ kgBB setiap 1-2 jam kemudian gula darah dimonitor setiap sebelum
bayi minumhingga gula darah stabil Pada bayi hipoglikemia yang simptomatis atau
yang pada pemeriksaan didapatkan glukosa plasma <20-25 mg/ dL maka perlu
diberikan bolus glukosa 10% secara intravena sebanyak 2 ml/ kgBB, dilanjut glukosa
10% IV sebanyak 4-6 ml/ kgBB/ menit. Konsentrasi glukosa plasma kemudian
dipertahankan >45 mg/dL.

6. Klasifikasi BBLR (BBLR, BBLSR, BBLASR)


BBLR = BB < 2500 g
BBLSR = BB 1000 g – 1500 g
BBLASR = BB <1000 g

7. Klasifikasi BBLR (prematuitas dan dismaturitas)


Prematuritas:
Bayi lahir kurang bulan (BKB), yang mana bayi lahir dengan usia kehamilan <37
minggu.
- Bayi yang sangat premature (extremely premature) : 24-30 minggu
- Bayi pada derajat premature yang sedang (moderately premature) : 31-36 minggu
- Borderline premature: masa gestasi 37-38 minggu
Dismaturitas:
Bayi lahir cukup bulan (BCB), yang mana bayi lahir dengan usia kehamilan ≥37
minggu. Namun pada dismaturitas, meski bayi lahir cukup bulan, BB lahir tidak
sesuai masa gestasi. Hal ini dapat terjadi akibat terjadi retardasi intrauterine/
intrauterine growth retardation/ IUGR.

8. Penentuan usia gesatasi dapat dinilai dengan ballard score


Pada bayi prematur untuk mengetahui apakah bayi tersebut mengalami IUGR atau
tidak dapat dilihat dengan memplot pada fenton chart. Pada bayi cukup bulan dapat
dilihat menggunakan kurva lubchenco.
Pada bayi dengan IUGR dapat dilakukan penilaian dengan ponderal indeks untuk
mengetahui apakah simetris atau tidak. Pada IUGR smietris menandakan adanya
malnutrisi yang kronis.
Selanjutnya apabila berat badan lahir bayi sesuai dengan kurva tersebut maka dapat
dikatakan BB bayi sesuai masa kehamilan (SMK). Apabila berada di bawah batas
normal maka dapat dikatakan BB bayi kecil untuk masa kehamilan (KMK)

9. Pada bayi dengan BBLR terutama bayi prematur ada kemungkinan mengalami defek
pada refleks-refleksnya termasuk sucking refleks sehingga pemberian minum dapat
menggunakan pipa lambung. Namun cara pemberian minum tetap bergantung pada
kondisi bayi. Apabila bayi tampak bugar dan tidak ada kesulitan, tidak muntah tetap
diutamakan untuk dicoba pemberian secara oral langsung.

10. Setelah bayi pulang dari perawatan di rumah sakit, pasien harus rutin melakukan
kunjungan kontrol ke dokter di hari ke-2, hari ke-10, hari ke-20, hari ke-30 setelah
pemulangan, dan selanjutnya kunjungan dilakukan 1 kali tiap bulan. Perlu dilakukan
pemantauan pertumbuhan dan perkembangan bayi, kemungkinan adanya kelainan
bawaan, serta menghitung umur koreksi.
PMA / post menstrual age = usia gestasi + usia kronologis

Anda mungkin juga menyukai