Anda di halaman 1dari 158

ANALISIS BEBAN KERJA MENTAL PERAWAT

INSTALASI GAWAT DARURAT DENGAN METODE


NASA-TASK LOAD INDEX DI RSUP DR. MOHAMMAD
HOESIN PALEMBANG TAHUN 2020

SKRIPSI

OLEH
SELY AYU WANDIRA
NIM. 10011381821006

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2021
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Skripsi, September 2021
Sely Ayu Wandira

Analisis Beban Kerja Mental Perawat Instalasi Gawat Darurat


Dengan Metode Nasa-Task Load Index di RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Tahun 2020

Xv + 88 halaman, 17 tabel, 13 lampiran

ABSTRAK

Bidang kegawatdaruratan merupakan penyebab utama dari stres pada lingkungan


kerja. Instalasi Gawat Darurat RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang memiliki
total pasien dari tahun 2017-2020 berjumlah 105.5275 pasien yang artinya perhari
harus menangani 91 pasien, yang menuntut peningkatan pelayanan kesehatan
khususnya dalam bidang keperawatan yang dapat meningkatkan beban kerja
mental pada perawat instalasi gawat darurat. Penelitian ini untuk mengetahui
tingkat beban kerja mental pada Perawat Instalasi Gawat Darurat dengan
menggunakan metode Nasa-Task Load Index. Penelitian ini menggunakan metode
observasional deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Untuk mengetahui lebih
mendalam mengenai beban kerja mental dengan metode wawancara mendalam
dan observasi. Penentuan sampel menggunakan teknik purposive dengan total
informan 13 orang. Penelitian ini menunjukkan bahwa nilai dimensi mental
demand tertinggi pertama dengan rata-rata 400.4, nilai dimensi overall
performance tertinggi kedua dengan rata-rata 302.6, nilai dimensi effort tertinggi
ketiga dengan rata-rata 217.6, nilai dimensi temporal demand tertinggi keempat
dengan rata-rata 175.8, nilai dimensi frustation tertinggi kelima dengan rata-rata
115.8, dan nilai dimensi physical demand terendah dibandingkan dengan kelima
dimensi lainnya dengan rata-rata 90. Rata-rata beban kerja mental perawat
instalasi gawat darurat sebesar 91 yang tergolong dalam beban kerja mental berat
sehingga perlu pemantauan beban kerja mental perawat dengan mengadakan
survey secara berkala.

Kata kunci : Beban Kerja Mental, NASA - Task Load Index, Instalasi Gawat
...Darurat, Perawat Instalasi Gawat Darurat
Kepustakaan : 81 (1981-2018)

ii
OCCUPATIONAL SAFETY HEALTH AND
FACULTY OF PUBLIB HEALTH
SRIWIJAYA UNIVERSITY

Thesis, Desember 2020

Sely Ayu Wandira

Mental Workload Analysis of Emergency Nurses Using the Nasa-


Task Load Index Method at Dr. RSUP. Mohammad Hoesin
Palembang Year 2020
Xv + 88 pages, 17 table, 13 attachments

ABSTRACT
The field of emergency is a major cause of stress in the work environment.
Emergency Installation of Dr. RSUP. Mohammad Hoesin Palembang has a total
of 105,5275 patients from 2017-2020, which means that he has to handle 91
patients per day, which demands an increase in health services, especially in the
field of nursing which can increase the mental workload on emergency room
nurses. This study is to determine the level of mental workload on Emergency
Room Nurses using the Nasa-Task Load Index method. This study uses a
descriptive observational method with a qualitative approach. To find out more
about mental workload with in-depth interviews and observation methods.
Determination of the sample using a purposive technique with a total of 13
informants. This study shows that the first highest mental demand dimension
value with an average of 400.4, the second highest overall performance dimension
value with an average of 302.6, the third highest effort dimension value with an
average of 217.6, the fourth highest temporal demand dimension value with an
average of 175.8 , the fifth highest frustration dimension value with an average of
115.8, and the lowest physical demand dimension value compared to the other
five dimensions with an average of 90. The average mental workload of
emergency room nurses is 91 which is classified as a heavy mental workload so it
is necessary to monitoring the mental workload of nurses by conducting periodic
surveys.

Keywords :Mental Workload, NASA - Task Load Index, Emergency


departments, Emergency Room Nurse
Literature : 81 (1981-2018)

iii
HALAMAN PERNYATAAN INTEGRITAS

Saya dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini dibuat dengan sejujurnya
dengan mengikuti kaidah Etika Akademik FKM Unsri serta menjamin bebas
Pagiarisme. Bila kemudian diketahui saya melanggar Etika Akademik maka
saya bersedia menyatakan tidak lulus/gagal.

Indralaya, September 2021


Yang bersangkutan,

Sely Ayu Wandira


NIM. 10011381821006

iv
HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini dengan judul “Analisis Beban Kerja Mental Perawat Instalasi
Gawat Darurat Dengan Metode NASA-Task Load Index Di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2020” telah dipertahankan di hadapan
Panitia Sidang Ujian Skripsi di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sriwijaya pada tanggal 15 Januari 2021 dan telah diperbaiki, diperiksa, dan
disetujui sesuai dengan masukan Panitia Sidang Ujian Skripsi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sriwijaya.

Indralaya, September 2021

Panitia Sidang Ujian Skripsi

Ketua :
1. Desheila Andarini, S.K.M., M.Sc (……………………….)
NIP. 198912202019032016
Anggota :
1. Anita Camelia, S.K.M., M.KKK (……………………….)
NIP. 198001182006042001
2. Dian Safriantini, S.K.M., M.P.H (……………………....)
NIP. 198810102015042001
3. Mona Lestari, S.K.M., M.KKK (……………………....)
NIP. 199006042019032019

Mengetahui
Dekan Fakultas kesehatan Masyarakat
Universitas Sriwijaya

Dr. Misnaniarti, S.K.M., M.KM


NIP.197606092002122001

v
HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini dengan judul “Analisis Beban Kerja Mental Perawat Instalasi Gawat
Darurat Dengan Metode NASA-Task Load Index di RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang Tahun 2020” telah disetujui untuk diujikan pada tanggal 15
Januari 2021.

Indralaya, September 2021

Pembimbing :
1. Anita Camelia, S.K.M., M.KKK ( )
NIP. 198001182006042001

vi
RIWAYAT HIDUP

Data Pribadi
Nama : Sely Ayu Wandira
NIM : 10011381821006
Tempat/Tanggal Lahir : Bumi Agung, 13 Desember 1996
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Depati 1 Kel. Bumi Agung Kec. Muaradua Kab.
........................................Oku Selatan
No HP/Email : 081368003529/selyfkm@gmail.com

Riwayat Pendidikan
1. SI (2018-2021) :Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
……………………...Sriwijaya, Peminatan Keselamatan dan
…………………… Kesehatan Kerja (K3)
2. DIII(2014-2017) : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah
…………………… Palembang, Program Studi Kesehatan Lingkungan
3. SMA (2011-2014) : MAN 1 Muaradua Oku Selatan
4. SMP (2008-2011) : MTS N 1 Muaradua Oku Selatan
5. SD (2002-2008) : SDN 03 Muaradua Oku Selatan

Riwayat Organisasi
1. BEM STIKes Muhammadiyah Palembang
2. Paduan Suara STIKes Muhammadiyah Palembang
3. OSIS MAN 1 Muaradua Oku Selatan
4. Patroli Keamanan Sekolah MAN 1 Muaradua Oku Selatan

vii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Analisis Beban Kerja Mental Perawat Instalasi Gawat Darurat
Dengan Metode NASA-Task Load Index di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Tahun 2020” sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan
Pendidikan Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sriwijaya Tahun 2021.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis sangat menyadari bahwa masih
banyak terdapat kekurangan dikarenakan keterbatasan ilmu pengetahuan, dan
pengalaman yang penulis miliki. Maka dari itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat mendidik dan membangun dari semua pihak demi
kesempurnaan penyusunan skripsi ini dimasa yang akan datang. Pada kesempatan
ini penulis mengucapkan banyak terimakasih yang tak terhingga kepada:
1. Kedua orang tua, ayuk dan adik-adik serta keluarga dan sahabat yang
telah memberikan dukungan dan motivasi dalam segala hal.
2. Ibu Dr. Misnaniarti, S.K.M.,M.KM. selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Sriwijaya.
3. Ibu Dr. Novrikasari, S.KM.,M.Kes selaku Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat UniversitasSriwijaya.
4. Ibu Anita Camelia, S.K.M.,M.KKK selaku dosen pembimbing yang selalu
mengarahkan dan memberikan solusi-solusi terkait permasalahan skripsi.
5. Ibu Desheila Andarini, S.K.M.,M.Sc selaku dewan penguji.
6. Ibu Dian Safriantini, S.K.M.,M.PH selaku dewan penguji.
7. Ibu Mona Lestari, S.K.M.,M.KKK selaku dewan penguji.

viii
8. Teman-teman seperjuangan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Alih Program
2018 serta Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja 2016.
Akhir kata semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan rahmat serta
hidayah-Nya dan menjadikan sebagai amal jariyah, semoga skripsi ini dapat
bermanfaat.

Indralaya, September 2021

Penulis

ix
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai Civitas Akademika Universitas Sriwijaya, saya yang bertanda


tangan di bawah ini :
Nama : Sely Ayu Wandira
Nim : 10011381821006
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Fakultas : Kesehatan Masyarakat

Dengan ini menyatakan menyetujui untuk memberikan kepada Fakultas


Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya Hak Bebas Royalty Noneklusif
(Nonexlusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

ANALISIS BEBAN KERJA MENTAL PERAWAT INSTALASI


GAWAT DARURAT DENGAN METODE NASA-TASK LOAD INDEX DI
RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG TAHUN 2020

Beserta perangkatnya yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas royalty
noneklusif ini Universitas Sriwijaya berhak menyimpan mengalih
media/formatkan, mengelolah dalam bentuk pangkalan data (database), merawat
dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik hak cipta. Demikian pernyataan ini
saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat : di Indralaya
Pada tanggal : September 2021
Yang menyatakan

(Sely Ayu Wandira)

x
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i


ABSTRAK .......................................................................................................... ii
ABSTRACT ....................................................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN INTEGRITAS......................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. v
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................ vi
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................. x
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................. 6
1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................... 6
1.3.1. Tujuan Umum ................................................................................. 6
1.3.2. Tujuan Khusus ................................................................................ 6
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................. 7
1.4.1. Bagi Peneliti .................................................................................... 7
1.4.2. Bagi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang .............................. 7
1.4.3. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat ............................................... 7
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................... 7
1.5.1. Lingkup Lokasi ............................................................................... 7
1.5.2. Lingkup Materi................................................................................ 8
1.5.3. Lingkup Waktu................................................................................ 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 9
2.1. Kesehatan............................................................................................... 9

xi
2.1.1. Definisi ........................................................................................... 9
2.2. Kesehatan Kerja di Rumah Sakit .......................................................... 10
2.3. Instalasi Gawat Darurat (IGD) .............................................................. 10
2.4. Perawat ................................................................................................ 12
2.4.1. Pengertian Perawat ........................................................................ 12
2.4.2. Peran dan Fungsi Perawat .............................................................. 13
2.4.3. Tanggung Jawab Perawat .............................................................. 13
2.4.4. Beban Kerja Perawat ..................................................................... 14
2.4.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja Mental Perawat .. 15
2.4.6. Dampak Beban Kerja Mental Perawat ........................................... 15
2.5. Stres Kerja ........................................................................................... 16
2.5.1. Pengertian Stres Kerja ................................................................... 16
2.5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres ....................................... 16
2.6. Beban Kerja ......................................................................................... 18
2.6.1. Pengertian Beban Kerja ................................................................. 18
2.6.2. Jenis-Jenis Beban Kerja ................................................................. 20
2.6.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja ........................... 21
2.7. Beban Kerja Mental ............................................................................. 22
2.8. Pengukuran Beban Kerja Mental Secara Subjektif ................................ 22
2.9. NASA-TLX ......................................................................................... 25
2.9.1. Indikator NASA-TLX ................................................................... 26
2.9.2. Pengukuran NASA-TLX ............................................................... 27
2.10. Kerangka Teori .................................................................................... 30
2.11. Penelitian Terdahulu ............................................................................ 31
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH ............................. 32
3.1. Kerangka Konsep ................................................................................. 32
3.2. Definisi Istilah ...................................................................................... 33
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ........................................................... 34
4.1. Desain Penelitian.................................................................................. 34
4.2. Unit dan Sampel Penelitian .................................................................. 34
4.2.1. Unit Analisis Penelitian ................................................................. 34
4.2.2. Sumber Informasi .......................................................................... 34

xii
4.3. Jenis, Cara Pengumpulan Data, dan Alat Pengumpulan Data ................ 36
4.3.1. Jenis Data ...................................................................................... 36
4.3.2. Alat Pengumpulan Data ................................................................. 37
4.4. Pengolahan Data .................................................................................. 38
4.5. Analisis dan Penyajian Data ................................................................. 39
4.5.1. Analisis Data ................................................................................. 39
4.5.2. Penyajian Data .............................................................................. 40
BAB V HASIL .................................................................................................. 41
5.1. Karakteristik Informan ......................................................................... 41
5.2. Logo Rumah Sakit................................................................................ 42
5.2.1. Visi, Misi, dan Nilai ...................................................................... 43
5.3. Deskripsi Instalasi Gawat Darurat ........................................................ 43
5.3.1. Fasilitas IGD ................................................................................. 43
5.3.2. Alur Pelayanan Pasien di IGD RSMH ........................................... 45
5.4. Kebijakan Pelayanan Keperawatan ....................................................... 47
5.5. Hasil Penelitian .................................................................................... 52
5.5.1. Data Observasi .............................................................................. 52
5.5.2. Tugas Perawat Instalasi Gawat Darurat.......................................... 52
5.5.3. Jadwal Tugas Jaga Perawat Instalasi Gawat Darurat ...................... 54
5.6. Data NASA Task Load Index ............................................................... 54
5.6.1. Identifikasi Mental Demand (MD) ................................................. 57
5.6.2. Identifikasi Overall Performance ................................................... 59
5.6.3. Identifikasi Effort (EF) .................................................................. 61
5.6.4. Identifikasi Temporal Demand (TD) .............................................. 64
5.6.5. Identifikasi Frustation (FR) ........................................................... 65
5.6.6. Identifikasi Physical Demand (PD) ................................................ 67
5.6.7. Analisis Skor Beban Mental Berdasarkan NASA TLX .................. 69
BAB VI PEMBAHASAN .................................................................................. 71
6.1. Keterbatasan Penelitian ........................................................................ 71
6.2. Beban Kerja Mental Berdasarkan NASA TLX ..................................... 71
6.2.1. Mental Demand ............................................................................. 72
6.2.2. Overall Performance ...................................................................... 75

xiii
6.2.3. Effort............................................................................................. 77
6.2.4. Temporal Demand ......................................................................... 79
6.2.5. Frustation ...................................................................................... 82
6.2.6. Physical Demand ........................................................................... 84
6.2.7. Analisis Skor Akhir Beban Kerja Mental ....................................... 85
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 88
7.1. Kesimpulan .......................................................................................... 88
7.2. Saran .................................................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

xiv
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indikator NASA-TLX ........................................................................ 26


Tabel 2.2 Tabel Perbandingan Indikator NASA-TLX ......................................... 28
Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu ........................................................................... 31
Tabel 3.1 Tabel Definisi Istilah .......................................................................... 33
Tabel 4.1 Daftar Perawat Instalasi Gawat Darurat .............................................. 35
Tabel 4.2 Daftar Informasi Informan .................................................................. 36
Tabel 5.1 Karakteristik Informan Perawat Instalasi Gawat Darurat ..................... 41
Tabel 5.2 Jadwal Tugas Jaga Perawat Instalasi Gawat Darurat ........................... 54
Tabel 5.3 Pembobotan Perawat Instalasi Gawat Darurat ..................................... 55
Tabel 5.4 Rating Perawat Instalasi Gawat Darurat .............................................. 56
Tabel 5.5 Produk Mental Demand ...................................................................... 57
Tabel 5.6 Produk Overall Performance............................................................... 59
Tabel 5.7 Produk Effort ..................................................................................... 61
Tabel 5.8 Produk Temporal Demand .................................................................. 64
Tabel 5.9 Produk Frustation ............................................................................... 65
Tabel 5.10 Produk Physical Demand .................................................................. 67
Tabel 5.11 Analisis Skor Perawat Instalasi Gawat Darurat ................................. 69

xv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skala Indikator NASA-TLX ........................................................... 28


Gambar 2.2 Kerangka Teori ............................................................................... 30
Gambar 3.1 Kerangka Konsep ........................................................................... 32
Gambar 5.1 Logo Rumah Sakit .......................................................................... 42
Gambar 5.2 Rata-rata Beban Kerja Mental Perawat IGD .................................... 70

xvi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Penelitian dari FKM


Lampiran 2 Surat Izin Penelitian dari RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Lampiran 3 Lembar Pengantar Pengambilan Data
Lampiran 4 Informed Consent
Lampiran 5 Naskah Penjelasan dan Persetujuan
Lampiran 6 Identitas Informan
Lampiran 7 Panduan Mengisi Kuesioner NASA-TLX
Lampiran 8 Indikator Skala Peringkat
Lampiran 9 Lembar Pemberian Bobot
Lampiran 10 Lembar Pemberian Peringkat
Lampiran 11 Dokumentasi
Lampiran 12 Matriks
Lampiran 13 Jadwal Dinas Perawat Instalasi Gawat Darurat

xvii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Menurut Undang-undang No. 36 tahun 2009 pasal 164 tentang kesehatan
kerja menyebutkan bahwa upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi
pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari gangguan kesehatan serta pengaruh
buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan. Rumah sakit adalah fasilitas pelayanan
kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan menyediakan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah sakit diharapkandapat memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat dengan baik, untuk mewujudkan tujuan
tersebut diperlukan sumber daya yang mampu memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat (Depkes RI, 2009).
Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan di rumah sakit memegang
peranan penting dalam upaya mencapai tujuan pembangunan kesehatan.
Keberhasilan pelayanan kesehatan bergantung pada partisipasi perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas bagi pasien. Hal ini terkait
dengan keberadaan perawat yang bertugas selama 24 jam melayani pasien, serta
jumlah perawat yang mendominasi tenaga kesehatan di rumah sakit, yaitu berkisar
40–60%. Rumah sakit harus memiliki perawat dengan kinerja baik yang akan
menunjang kinerja rumah sakit sehingga dapat tercapai kepuasan pelanggan atau
pasien. Agar dapat mewujudkan pelayanan yang berkualitas dan berkinerja tinggi
diperlukan tenaga keperawatan yang profesional, memiliki kemampuan
intelektual, teknikal dan interpersonal, bekerja berdasarkan standar praktik, serta
memperhatikan kaidah etik dan moral (Natasia, 2014).
Dalam menjalankan profesinya perawat memiliki beban kerja mental yang
besar. Perawat harus bersifat hangat, ramah dan sopan pada semua pasiennya
sebab pekerjaan mereka termasuk pekerjaan sosial, sehingga sangat dibutuhkan
keterampilan dalam berkomunikasi yang baik dalam menghadapi pasien dengan
berbagai kepribadian dan kondisi kesehatan. Komunikasi yang kurang baik antara
pasien dan perawat dapat memberikan dampak buruk bagi keduanya diantaranya

1 Universitas Sriwijaya
2

dapat memperburuk kondisi pasien karena kesalahpahaman dalam berkomunikasi


sedangkan bagi perawat dapat menyebabkan stres kerja. Perawat mudah marah
kepada pasien, bekerja dengan tergesa-gesa dan sulit berkonsentrasi. Stres kerja
perawat berpotensi menimbulkan human error atas tindakan asuhan keperawatan
yang telah dilakukan dan dapat berdampak buruk pada kualitas pelayanan
keperawatan sehingga berpengaruh terhadap kondisi pasien (Mordi, 2000).
Stres merupakan respon tubuh yang bersifat tidak spesifik terhadap setiap
tuntutan atau beban atasnya. Stres dapat muncul apabila seseorang mengalami
beban atau tugas berat dan orang tersebut tidak dapat mengatasi tugas yang
dibebankan itu, maka tubuh akan berespon dengan tidak mampu terhadap tugas
tersebut, sehingga orang tersebut dapat mengalami stres (Hidayat, 2011 dalam
Haryanti, dkk 2013). Dalam menjalankan profesinya perawat rawan terhadap
stres, menurut National Institute For Occupational Safety and Health (NIOSH).
WHO menyatakan stres merupakan epidemi yang menyebar keseluruh dunia,
secara statistik Health and Safety Executor (2011) memperkirakan total jumlah
kejadian stres kerja pada tahun 2010-2011 diGreat Britain adalah sebesar 400.000
dari semua kejadian penyakit akibat kerja sebanyak 1.152.000. sebanyak 90% dari
pelayanan kesehatan dirumah sakit adalah pelayanan keperawatan, survey di
Prancis ditemukan bahwa persentase kejadian stres di rumah sakit 74% dialami
oleh perawat. Beberapa penelitian menyatakan bahwa pekerjaan perawat dirumah
sakit memiliki tingkat stres paling tinggi dibandingkan dengan profesi lainnya
(Desima, 2013).
Penelitian global menyatakan bahwa total kasus stres, depresi dan
kecemasan akibat kerja di Inggris pada tahun 2016-2017 mencapai 526.000 kasus.
Pada penelitian yang sama disampaikan bahwa stres menunjukan prevalensi yang
tinggi pada industri layanan jasa, seperti layanan kesehatan dan layanan sosial.
Stres, depresi dan kecemasan akibat kerja pada industri layanan kesehatan
menyatakan perawat dan bidan sebagai profesi dengan kasus tertinggi, bahkan
mencapai 3.090 kasus per 100.000 pekerja (Health and Safety Executive, 2017).

Universitas Sriwijaya
3

Menurut hasil survei dari Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)


tahun 2006, sekitar 50,9% perawat yang bekerja di empat provinsi di Indonesia
mengalami stres kerja, sering pusing, lelah, tidak bisa beristirahat karena beban
kerja terlalu tinggi dan menyita waktu (Ratnasari, 2009). Penelitian tentang stres
perawat IGD yang dilakukan di Malaysia oleh Lexshimi (2007), yang hasilnya
menunjukkan bahwa 100% perawat yang menjadi responden mengatakan pernah
mengalami stres selama bertugas di ruang IGD. Dari responden didapatkan bahwa
yang menyebabkan mereka stres diantaranya adalah: beban bekerja.
Beban kerja perawat dinyatakan sebagai tingkat dan level kesulitan perawat
dalam menjalankan tugasnya pada periode tertentu. Tingkat keterbatasan waktu
dan kompleksitas pekerjaan membentuk beban kerja yang cukup tinggi pada
perawat (Asmadi, 2005). Jenis pekerjaan dengan tingkat stres yang tinggi dan
menuntut banyak perhatian, maka beban kerja mental yang dominan dan hal inilah
yang harus diperhatikan (Simanjuntak, 2010).
Salah satu faktor yang menyebabkan stres pada perawat ialah seperti beban
kerja yang di berikan atau yang disarankan terlalu berat, waktu kerja yang
mendesak, iklim pekerjaan tidak sehat, konflik kerja, perbedaan nilai antar
karyawan dengan pemimpin yang frustasi dalam kerja dan lain sebagainya
(Sunyoto, 2013). Beban kerja mental perawat instalasi gawat darurat tergolong
berat karena umumnya pasien yang dilarikan ke instalasi gawat darurat adalah
pasien darurat yang harus mendapatkan pelayanan kesehatan yang secepat dan
setepat mungkin. Perawat instalasi gawat darurat juga memiliki tugas keperawatan
yang beragam yang harus dilakukan. Hal tersebut dapat menjadi pemicu stres
untuk perawat yang bertugas di instalasi gawat darurat. Jika hal ini dibiarkan
dengan kondisi tugas dan beban kerja yang sedemikian rupa, perawat instalasi
gawat darurat dikhawatirkan dapat mengalami stres apabila beban kerja yang
mereka terima telah melebihi kapasitas kerja.
Berdasarkan penelitian (Kasmarani, 2012) diketahui bahwa tidak ada
pengaruh beban kerja fisik terhadap stres kerja perawat IGD RSUD Cianjur dan
Ada pengaruh beban kerja mental terhadap stres kerja perawat IGD RSUD
Cianjur. Menurut penelitian (Diniaty, 2016) Pada karyawan lantai produksi rata-

Universitas Sriwijaya
4

rata beban kerja mental yang dialami adalah tergolong tinggi dan sedang. Hal ini
dikarenakan aktifitas kerja yang kontiniu pada jam kerja, adanya pekerjaan
rangkap (ganda) serta tuntutan kerja untuk memenuhi taget produksi. Menurut
penelitian (Achmad, 2018) National Aeronautics and Space Administration Task
Load Index (NASA-TLX) merupakan metode pengukuran beban mental
berdasarkan dimensi kebutuhan mental, kebutuhan fisik, kebutuhan waktu,
performansi, tingkat usaha dan frustasi yang pertama kali dikembangkan oleh
Sandra G. Hart dan Lowell E. Stavelland, pada penelitian ini diperoleh angka
Kebutuhan Mental (65/level tinggi), Kebutuhan Fisik (69.667/level tinggi),
Kebutuhan Waktu (62/level sangat tinggi), Performansi (80.667/level sangat
tinggi), Tingkat frustasi (63/level tinggi), Usaha (76.667/level tinggi).
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang merupakan salah satu rumah
sakit di Kota Palembang Provinsi Sumatera Selatan dan merupakan rumah sakit
Kelas A. Rumah sakit kelas A adalah rumah sakit yang mempunyai pelayanan
medik paling sedikit terdiri dari pelayanan gawat darurat, pelayanan medik
spesialis dasar, pelayanan medik spesialis penunjang, pelayanan medik spesialis
lain, pelayanan medik subspesialis dan pelayanan medik spesialis gigi dan mulut
(Permenkes RI, 2014). RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang telah mendapat
Akreditasi Internasional dari Joint Commission Internasional (JCI). Adapun telah
diraihnya akreditasi JCI ini serta status RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
yang sudah menjadi rujukan nasional, terutama dengan fokus memberikan
pelayanan terbaik di lima provinsi : Palembang, Bengkulu, Jambi, Lampung dan
Bangka Belitung sebagai rujukan (Humas RSMH, 2017). RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang memiliki jumlah pasien banyak yang menuntut peningkatan
pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang keperawatan sehingga dapat
meningkatkan beban kerja perawat (RSMH, 2013).
Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Mohammad Hoesin Palembang (RSMH)
merupakan RS Pendidikan Utama tipe A mempunyai peranan penting dalam
pelayanan kesehatan masyarakat di Sumbagsel, khususnya di Sumatera selain
lokasi strategis yang mudah di akses, RSMH memiliki SDM yang handal dan
peralatan medis terkini sehingga merupakan rujukan terakhir bagi masyarakat
untuk mengatasi permasalahan kesehatannya (RSMH, 2018).

Universitas Sriwijaya
5

Pelayanan diinstalasi gawat darurat RSUP Dr. Mohammad Hoesin


Palembang yang disingkat menjadi IGD RSMH merupakan pelayanan dengan
tindakan cepat dan tepat untuk mengatasi kegawatdaruratan yang diharapkan serta
dapat meminimalkan kejadian kematian dan mencegah terjadinya kecacatan. Darri
tahun ke tahun kunjungan ke IGD RSMH makin meningkat sehingga diperlukan
upaya untuk meningkatkan pelayanan yang lebih komprehensif cepat dan tepat. (
Pedoman Manajemen Alur IGD RSMH, 2018)
Berdasarkan data kunjungan pasien diinstalasi gawat darurat di tahun 2017
sampai dengan 2020 maka didapatkan data jumlah kunjungan pasien 105.250.
Kunjungan pasien perharinya adalah sekitar 90 kunjungan (Rekam Medik RSMH,
2017-2020).Bekerja di ruang IGD merupakan salah satu penyebab stres. Josland
(2008) mengemukakan bahwa bidang kegawatdaruratan (IGD) merupakan
penyebab utama dari stres pada lingkungan kerja.
Dari data diatas maka perlu adanya penelitian tentang Analisis Beban Kerja
Mental Perawat Instalasi Gawat Darurat Dengan Metode NASA-Task Load Index
di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang. Pada penelitian ini penulis akan
meneliti beban kerja mental yang dialami perawat instalasi gawat darurat dengan
menggunakan pengukuran beban kerja secara subjektif dengan menggunakan
metode NASA-Task Load Index. Metode NASA-TLX dikembangkan oleh Sandra
G. Hart dari NASA-Ames Research Center dan Lowell E. Staveland dari San Jose
State University pada tahun 1981. Metode ini berupa kuesioner dikembangkan
berdasarkan munculnya kebutuhan pengukuran subjektif yang lebih mudah,
namun lebih sensitif pada pengukuran beban kerja. Metode ini sangat efektif
karena memuat enam indikator yang mampu mengukur tingkat beban kerja mental
yang dialami perawat, antara lain indikator tersebut adalah kebutuhan mental
(mental demand), kebutuhan fisik (physical demand), kebutuhan waktu (temporal
demand), performansi (overall performance), tingkat usaha (effort) dan tingkat
frustasi (frustation).

Universitas Sriwijaya
6

1.2. Rumusan Masalah


Perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan di rumah sakit memegang
peranan penting dalam upaya mencapai tujuan pembangunan kesehatan. Agar
dapat mewujudkan pelayanan yang berkualitas dan berkinerja tinggi diperlukan
tenaga keperawatan yang profesional, memiliki kemampuan intelektual, teknikal
dan interpersonal, bekerja berdasarkan standar praktik, serta memperhatikan
kaidah etik dan moral. Dalam menjalankan profesinya perawat memiliki beban
kerja mental yang besar. Instalasi Gawat Darurat merupakan salah satu unit
pelayanan di rumah sakit yang memberikan pertolongan pertama dan sebagai
jalan pertama masuknya pasien dengan kondisi gawat darurat. Keadaan gawat
darurat adalah suatu keadaan klinis dimana pasien membutuhkan pertolongan
medis yang cepat untuk menyelamatkan nyawa dan kecacatan lebih lanjut. RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang memiliki jumlah pasien yang banyak yang
menuntut peningkatan pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang keperawatan
sehingga dapat meningkatkan beban kerja mental perawat. Maka dari pernyataan
diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana beban kerja
mental pada perawat instalasi gawat darurat di RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang?

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Untuk menganalisis beban kerja mental pada perawat instalasi gawat darurat
di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

1.3.2. Tujuan Khusus


1. Identifikasi kebutuhan mental (mental demand) perawat instalasi gawat
darurat di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
2. Identifikasi tingkat performansi (overall performance) perawat instalasi
gawat darurat di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
3. Identifikasi tingkat usaha (effort) perawat instalasi gawat darurat di
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

Universitas Sriwijaya
7

4. Identifikasi kebutuhan fisik (physical demand) perawat instalasi gawat


darurat di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
5. Identifikasi kebutuhan waktu (temporal demand) perawat instalasi
gawat darurat di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
6. Identifikasi tingkat frustasi (frustation) perawat instalasi gawat darurat
di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
7. Mengetahui skor akhir beban kerja mental perawat instalasi gawat
darurat di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Bagi Peneliti
Mahasiswa dapat menerapkan dan mengembangkan ilmu yang telah
diperoleh di bangku perkuliahan mengenai konsep pengukuran beban kerja mental
dan membandingkannya dengan permasalahan yang terjadi di lapangan.

1.4.2. Bagi RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang


Penelitian ini dapat menjadi masukanyang dapat digunakan sebagai acuan
dalam mengelola beban kerja mental pada perawat secara optimal untuk
meningkatkan kinerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan, dan
mencegah stres kerja akibat beban kerja mental.

1.4.3. Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat


Sebagai bahan informasi tambahan dan referensi dalam membuka wawasan
Civitas Akademika mengenai analisis beban kerja mental pada perawat Instalasi
Gawat Darurat di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian


1.5.1. Lingkup Lokasi
Penelitian ini akan dilaksanakan di Instalasi Gawat Darurat RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang.

Universitas Sriwijaya
8

1.5.2. Lingkup Materi


Lingkup teori penelitian ini terkait tentang beban kerja mental perawat di
Instalasi Gawat Darurat di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

1.5.3. Lingkup Waktu


Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober

Universitas Sriwijaya
9

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kesehatan
2.1.1. Definisi
“Kesehatan Kerja adalah upaya peningkatan dari pemeliharaan derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jabatan, pencegahan
penyimpangan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan, perlindungan
pekerja dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan, penempatan dan
pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang mengadaptasi antara
pekerjaan dengan manusia dan manusia dengan jabatannya”(Kemenkes RI, 2015).
“Kesehatan kerja (Occupational Health) sebagai suatu aspek atau unsur
kesehatan yang erat berkaitan dengan lingkungan kerja dan pekerjaan yang secara
langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi efisiensi dan produktivitas
kerja”(Tarwaka, 2014).
“Menurut Sayuti (2013) pengertian kesehatan kerja adalah hal yang
menyangkut kemungkinan ancaman terhadap kesehatan seseorang yang bekerja
pada sesuatu tempat atau perusahaan selama waktu kerja yang normal dan
kesehatan jasmani dan rohani. Kesehatan kerja adalah bagian dari ilmu kesehatan
yang bertujuan agar tenaga kerja memperoleh keadaan kesehatan yang sempurna
baik fisik, mental maupun sosial”(Lalu Husni,2005).”Menurut peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia, Kesehatan Kerja bertujuan
untuk memberi bantuan kepada tenaga kerja, melindungi tenaga kerja dari
gangguan kesehatan yang timbul dari pekerjaan dan lingkungan kerja,
meningkatkan kesehatan, memberi pengobatan dan perawatan serta rehabilitas
dalam Paradita dan Wijayanto”(2012).

Universitas Sriwijaya
10

2.2. Kesehatan”Kerja Dirumah Sakit”


“Rumah Sakit merupakan salah satu bentuk sarana kesehatan, baik yang di
selenggarakan oleh pemerintah dan atau masyarakat yang berfungsi untuk
melakukan upaya kesehatan dasar atau kesehatan rujukan dan upaya kesehatan
penunjang. Rumah sakit merupakan sarana kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sehat dan sakit sehingga risiko
kemungkinan terjadinya gangguan kesehatan dan penularan penyakit
sangat”tinggi (Silviasari, 2011).

2.3. Instalasi”Gawat Darurat (IGD)”


“Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit adalah salah satu bagian
dirumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita
sakit dan cedera, yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya”(Kemenkes,
2009).”Instalasi Gawat Darurat merupakan salah satu unit pelayanan di rumah
sakit yang memberikan pertolongan pertama dan sebagai jalan pertama masuknya
pasien dengan kondisi gawat darurat. Keadaan gawat darurat adalah suatu keadaan
klinis dimana pasien membutuhkan pertolongan medis yang cepat untuk
menyelamatkan nyawa dan kecacatan lebih lanjut”(Depkes RI, 2009).
Instalasi Gawat Darurat (IGD) rumah sakit mempunyai tugas
menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan keperawatan sementara
serta pelayanan pembedahan darurat bagi pasien yang datang dengan gawat
darurat medis. IGD memiliki peran sebagai gerbang utama masuknya penderita
gawat darurat (Ali, 2014). Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang
memerlukan pelayanan segera, yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah
kematian dan kecacatan. Pelayanan ini bersifat penting (emergency) sehingga
diwajibkan untuk melayani pasien 24 jam sehari secara terus menerus.
“Instalasi Gawat Darurat (IGD) merupakan unit rumah sakit yang
memberikan perawatan pertama kepada pasien. Unit ini dipimpin oleh seorang
dokter jaga dengan tenaga dokter ahli dan berpengalaman dalam menangani PGD
(Pelayanan Gawat Darurat), yang kemudian bila dibutuhkan akan merujuk pasien
kepada dokter spesialis tertentu”(Hidayati, 2004).”Instalasi Gawat Darurat
menyediakan penanganan awal bagi pasien yang menderita sakit dan cidera yang

Universitas Sriwijaya
11

dapat mengancam jiwa dan kelangsungan hidupnya. Adapun tugas Instalasi


Gawat Darurat adalah menyelenggarakan pelayanan asuhan medis dan asuhan
keperawatan serta pelayanan pembedahan darurat bagi pasien yang datang
dengankondisi gawat darurat. Menurut Depkes R.I”(2006),”petugas tim kesehatan
di Instalasi Gawat Darurat di rumah sakit terdiri dari dokter ahli, dokter umum,
atau perawat yang telah mendapat pelatihan penanganan kegawatdaruratan yang
dibantu oleh perwakilan unit-unit lain yang bekerja di Instalasi Gawat Darurat.”
a. Prosedur”danPelayanan
Prosedur pelayanan di IGD merupakan kunci awal pelayanan petugas
kesehatan rumah sakit dalam melayani pasien secara baik atau tidaknya, dilihat
dari sikap yang ramah, sopan, tertib, dan penuh tanggung jawab (Depkes RI,
2006). Pasien yang datang untuk berobat di IGD jumlahnya lebih banyak dan silih
berganti setiap hari. Di IGD perawat merupakan anggota tim kesehatan digaris
terdepan yang menghadapi masalah kesehatan klien selama 24 jam secara terus
menerus”(Lestari dan Retno, 2010).”Kondisi ini dapat menimbulkan kejenuhan
kerja dan beban kerja perawat yang tinggi dapat mengakibatkan penurunan kinerja
perawat.Ada beberapa pembagian penanganan dan kriteria pasien dalam kondisi
kegawatdaruratan di IGD,yaitu:”
1. Prioritas”I (label merah):Emergency
Pada prioritas I yaitu pasien dengan kondisi gawat darurat yang mengancam
nyawa/fungsi vital dengan penanganan dan pemindahan bersifat segera, antara
lain: gangguan pernapasan, gangguan jantung dan gangguan kejiwaan yang serius
2. Prioritas II (label kuning):Urgent
Pada prioritas II yaitu pasien dalam kondisi darurat yang perlu evaluasi secara
menyeluruh dan ditangani oleh dokter untuk stabilisasi, diagnosa dan terapi
definitif, potensial mengancam jiwa/fungsi vital bila tidak segera ditangani dalam
waktu singkat penanganan dan pemindahan bersifat jangan terlambat, antara lain:
pasien dengan risiko syok, fraktur multiple, fraktur femur/pelvis, luka bakar luas,
gangguan kesadaran/trauma”kepala.
3. Priotas”III (label hijau): NonEmergency
Pada prioritas III yaitu Pasien gawat darurat semu (false emergency) yang
tidak memerlukan pemeriksaan dan perawatansegera.

Universitas Sriwijaya
12

4. Prioritas IV (label hitam):


Death, Pasien datang dalam keadaan sudah meninggal.
Pengaturan tindakan medis secara umum dalam UU No.36 tahun 2009
tentang Kesehatan dapat dilihat dalam Pasal 63 ayat (4) dinyatakan bahwa
pelaksanaan pengobatan dan perawatan berdasarkan ilmu kedokteran dan ilmu
keperawatan hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yangmempunyai
keahlian dan”kewenangan.”Dalam pelayanan kegawatdarutan, Depkes RI (2006),
menyebutkan perawat gawat darurat mempunyai peran dan fungsi seperti fungsi
independen yang merupakan fungsi mandiri yang berkaitan dengan pemberian
asuhan (care), fungsi dependen merupakan fungsi yang didelegasikan sepenuhnya
atau sebagian dari profesi lain, danfungsi kolaboratif, yaitu melakukan kerjasama
saling membantu dalam program kesehatan (perawat sebagai anggota tim
kesehatan).”

2.4. Perawat
2.4.1. Pengertian Perawat
“Perawat adalah orang yang telah lulus pendidikan keperawatan, baik di
dalam maupun di luar negeri, sesuai ketentuan perundang undangan yang berlaku
(Republik Indonesia Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia,”2001).
Menurut”Wardah, Febrina, Dewi (2017) berpendapat bahwa perawat adalah
tenaga yang bekerja secara professional memiliki kemampuan, kewenangan dan
bertanggung jawab dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Menurut
Permenkes RI No. HK. 02.02/MENKES/148/1/2010 tentang Izin
danPenyelenggaraan Praktik Perawat, definisi perawat adalah seseorang yang
telah luluspendidikan perawat baik di dalam maupun di luar negeri sesuai dengan
peraturanperundang-undangan.”
“Secara sederhana, perawat adalah orang yang mengasuh dan merawat orang
lain yang mengalami masalah kesehatan. Namun pada perkembangannya, defenisi
perawat semakin meluas. Kini, pengertian perawat merujuk pada posisinya
sebagai bagian dari tenaga kesehatan yang memberikan pelayanan kepada
mayarakat secara profesional. Perawat merupakan tenaga profesional mempunyai
kemampuan, tanggung jawab, dan kewenangan dalam melaksanakan dan/atau

Universitas Sriwijaya
13

memberikan perawatan kepada pasien yang mengalami masalah kesehatan”


(Rifiani dan Sulihandari, 2013).

2.4.2. Peran dan Fungsi Perawat


“Menurut Hasyim dan Prasetyo (2012), perawat merupakan tingkah laku
yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan
dalam sistem, dimana dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi
yang bersifat konstan. Dalam melaksanakan asuhan keperawatan, perawat
mempunyai peran dan fungsi sebagai perawat diantaranya pemberi perawatan,
sebagai advokat keluarga, pencegahan penyakit, pendidikan, konseling,
kolaborasi, pengambil keputusan etik dan peneliti”(Hidayat, 2012).
“Fungsi perawat merupakan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan
perawat sesuai dengan perannya dan dapat berubah mengikuti keadaan yang ada.
Tindakan perawat yang bersifat mandiri tanpa instruksi dokter dan dilakukan
berdasarkan pada ilmu keperawatan termasuk dalam fungsi independen, dalam hal
ini perawat bertanggung jawab terhadap tindakan dan akibat yang timbul pada
klien yang menjadi tugas perawatannya, sedangkan tindakan perawat yang
dilaksanakan dibawah pengawasan dan atas instruksi dokter, yang seharusnya
tindakan tersebut dilakukan dan menjadi wewenang dokter termasuk dalam fungsi
dependen”(Hidayat, 2008).

2.4.3. Tanggung Jawab Perawat


“Menurut Febriana, (2017) tanggung jawab perawat yaitu:
1. Perawat dalam melaksanakan pengabdiannya, senantiasa berpedoman pada
tanggung jawab yang bersumber pada adanya kebutuhan terhadap
keperawatan individu, keluarga dan masyarakat.
2. Perawat dalam melaksanakan pengabdian di bidang keperawatan, memelihara
seusanan lingkungan yang menghormati nilai-nilai budaya, adat istiadat dan
kelangsungan hidup beragam dari individu, keluarga dan”masyarakat.
3. Perawat”dalam melaksanakan kewajibannya terhadap individu, keluarga dan
masyarakat, senantiasa dilandasi rasa tulus ikhlas sesuai dengan martabat dan
tradisi luhur keperawatan.

Universitas Sriwijaya
14

4. Perawat menjalin hubungan kerja sama dengan individu, keluarga dan


masyarakat, khususnya dalam mengambil prakarsa dan mengadakan upaya
kesehatan, serta upaya kesejahteraan pada umumnya sebagai bagian dari
tugas dan kewajiban baji kepentingan”masyarakat.
“Berdasarkan uraian diatas maka dapat di simpulkan bahwa tanggung jawab
perawat yaitu; perawat melaksanakan pengabdiannya, perawat melaksanakan
pengabdiannya dibidang keperawatan, perawat melaksanakan kewajiban terhadap
individu, perawat menjalin hubungan kerja sama dengan”individu.

2.4.4. Beban Kerja Perawat


“Menurut Supriatna (2012) beban kerja perawat terdiri atas beban kerja fisik
dan beban kerja mental.
1. Beban Kerja Fisik Perawat
Beban kerja fisik adalah seluruh kegiatan atau aktivitas yang memerlukan
energi fisik manusia sebagai sumber tenaganya dimana performansi kerja
sepenuhnya akan tergantung pada manusia yang berfungsi sebagai sumber
tenaga”(Supriatna, 2012)”Beban kerja fisik perawat meliputi mengangkat
pasien, memandikan pasien, membantu pasien kekamar mandi, mendorong
peralatan kesehatan, merapikan tempat tidur pasien, mendorong brankart
pasien, serta aktivitas lain terkait asuhan keperawatan.”
2. Beban”Kerja Mental Perawat
Menurut Prabawati (2012) beban kerja mental adalah suatu konsep yang tidak
memisahkan faktor fisik dan faktor psikologis yang saling berpengaruh dalam
diri manusia.
Dalam penelitian ini, penulis berfokus pada beban kerja mental perawat,
mengingat dari beberapa jenis tugas yang harus dilaksanakan oleh seorang
perawat, terlihat bahwa mereka melaksanakan mental task yang memiliki beban
kerja mental yang tinggi. Meskipun mereka juga melakukan tugas-tugas fisik
tetapi mental task mereka juga cukup untuk menambah beban kerja mereka
“(Rozy, 2011).

Universitas Sriwijaya
15

2.4.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja Mental Perawat


“Perawat bertanggung jawab terhadap kesehatan dan keselamatan pasien
selama 24 jam dimana mereka dituntut untuk tetap fokus dan siap siaga apabila
pasien membutuhkan sesuatu terkait pelayanan kesehatan. Perawat juga dituntut
memiliki keahlian dan ketelitian yang tinggi dalam melakukan asuhan
keperawatan, karena kesalahan sekecil apapun di dalam memberikan perawatan
dapat mengancam keselamatan”pasiennya.”Dari beberapa jenis tugas yang harus
dilaksanakan oleh perawat tersebut, terlihat bahwa mereka melaksanakan mental
task yang memiliki beban kerja mental yang tinggi. Meskipun mereka juga
melakukan tugas-tugas fisik tetapi mental task mereka juga cukup untuk
menambah beban kerja mereka”(Rozy,2011).

2.4.6. Dampak Beban Kerja Mental Perawat


“Beban kerja yang terlalu berlebihan akan mengakibatkan stres kerja baik
fisik maupun psikis dan reaksi-reaksi emosional, seperti sakit kepala, gangguan
pencernaan dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit
dimana pekerjaan yang dilakukan karena pengulangan gerak yang menimbulkan
kebosanan. Dampak beban kerja mental seorang perawat yang terlalu berat
sedangkan kemampuan fisik yang tidak bisa mengimbangi, maka mengakibatkan
seorang perawat menderita gangguan atau penyakit akibat”kerja.”Selain itu beban
kerja berlebih dapat menimbulkan kelelahan kerja, stres psikologi, rasa tertekan,
rasa tidak nyaman, hingga terjadinya kelalaian atau kesalahan dalam asuhan
keperawatan”(Prihatini, 2007).”Selain itu juga muncul reaksi-reaksi emosional
seperti sakit kepala, mudah marah, mudah tersinggung dan jenuh terhadap
pekerjaan tersebut. Beban kerja yang diberikan perusahaan kepada karyawandapat
menimbulkan stres kerja. Apabila pekerjaan tersebut melebihibatas kemampuan
maka akan timbul suatu tekanan yang dirasakankaryawan, hal tersebut dapat
memicu terjadinya stres kerja”(Luthans,2008).

Universitas Sriwijaya
16

2.5. Stres Kerja


2.5.1. Pengertian Stres Kerja
Menurut Wijono (2010) mendefinisikan bahwa stres kerja sebagai suatu
keadaan yang timbul dalam interaksi di antara manusia dengan pekerjaan. Secara
umum, stres didefinisikan sebagai rangsangan eksternal yang menggangu fungsi
mental, fisik dan kimiawi dalam tubuh seseorang. Sedangkan menurut Astianto
(2014) stres kerja merupakan bagian dari stres dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam bekerja potensi untuk mengalami stres cukup tinggi, antara lain dapat
disebabkan oleh ketegangan dalam berinteraksi dengan atasan , pekerjaan yang
menuntut konsentrasi tinggi, beban kerja yang tidak sesuai dengan kemampuan,
kondisi kerja yang tidak mendukung, persaingan yang berat dan tidak sehat, dan
lain sebagainya.
Stres yang berhubungan dengan pekerjaan memiliki dua sumber utama
yaitu, tuntutan emosional dari lingkungan kerja dan kemampuan karyawan untuk
mengontrol emosi, karyawan yang memiliki tuntutan emosional yang tinggi pada
pekerjaannya dalam mengontol emosi akan mengalami stres yang lebih tinggi,
dengan demikian perawat harus dapat mengontrol emosional mereka karena
merupakan kunci untuk membuat pasien merasa aman dan nyaman (Yoon & Kim,
2013). Selain itu International Council of Nurses (ICN) menunjukkan bahwa
perawat memiliki sumber utama stres yaitu menyaksikan kematian pasien dan
pasien dalam keadaan sekarat, konflik dengan rekan kerja, kurangnya dukungan
pengawas dan kelebihan beban kerja (Dargahi & Shahan, 2012).

2.5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Stres


Menurut Sunyoto (2013) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi stres kerja
terbagi menjadi enam bagian yaitu:
1. Penyebab Fisik
a. Kebisingan
Kebisingan terus menerus dapat menjadi sumber stres bagi banyak orang.
Namun perlu diketahui bahwa terlalu tegang juga menyebabkan hal yang
sama

Universitas Sriwijaya
17

b. Kelelahan
Kelelahan dapat menyebabkan stres karena kemampuan untuk bekerja
menurun. Kemampuan bekerja menurun menyebabkan prestasi menurun dan
tanpa disadari menimbulkan stres.
c. Pergeseran Prestasi
Mengubah pola kerja yang terus menerus dapat menimbulkan stres. Hal
ini disebabkan karena seorang karyawan sudah terbiasa dengan pola kerja
yang lama dan sudah terbiasa dengan kebiasaan-kebiasaan lama.
d. Jetlag
Jetlag adalah jenis kelelahan khusus yang disebabkan oleh perubahan
waktu sehingga mempengaruhi irama tubuh seseorang. Untuk itu
disarankan bagi mereka yang beru menempuh perjalanan jauh dimana
terdapat perbedaan waktu agar beristirahat minimal 24 jam sebelum
melakukan suatu aktifitas.
e. Suhu dan Kelembapan.
Bekerja dalam ruangan yang suhunya terlalu tinggi dapat mempengaruhi
tingkat prestasi karyawan. Suhu yang tinggi harus dapat ditoleransi
dengan kelembapan yang rendah.
f. Beban Kerja.
Beban kerja yang terlalu banyak dapat menyebabakan keteganga dalam
diri seseorang sehingga menimbulkan stres. Hal ini bisa disebabkan oleh
tingkat keahlian yang dituntut terlalu tinggi, kecepatan kerja mungkin
terlalu tinggi, volume kerja mungkin terlalu banyak dan sebagainya
g. Sifat pekerjaan.
i.Situasi baru dan asing.
Menghadapi situasi baru dan asing dalam pekerjaan atau organisasi,
seseorang akan merasa sangat tertekan sehingga dapat menimbulkan
stres.
ii.Ancaman probadi.
Suatu tingkat kontrol (pengawasan) yang terlalu ketat dari atasan
menyebabkan seseorang terasa terancam kebebasannya.

Universitas Sriwijaya
18

h. Percepatan.
Stres bisa terjadi jika ketidak mampuan seseorang untuk memacu
pekerjaan.
i. Ambiguitas
Kurang kejelasan terhadap apa yang harus dikerjakan akan menimbulkan
kebingungan dan keraguan bagi seseorang untuk melaksanakan suatu
pekerjaan.
j. Umpan balik.
Standar kerja yang tidak jelas dapat membuat karyawan tidak puas karena
mereka tidak pernah tahu prestasi mereka. Disamping itu, standar kerja
yang tidak jelas juga dapat dipergunakan untuk menekan karyawan.
k. Kebebasan.
Kebebasan yang di berikan kepada karyawan belum tentu merupakan hal
yang menyenangkan. Ada sebagian karyawan justru dengan adanya
kebebasan membuat mereka merasa ketidak pastian dan ketidak mampuan
dalam bertindak. Hal ini dapat merupakan sumber stres bagi seseorang.
l. Kesulitan.
Kesulitan-kesulitan yang dialami dirumah, seperti ketidak cocokan suami
istri, masalah keuangan, perceraian dapat mempengaruhi prestasi kerja. Hal-
hal seperti ini dapat merupakan sumber stres bagi seseorang.

2.6. Beban Kerja


2.6.1. Pengertian Beban Kerja
Menurut Menpan, Dhania (Paramitadewi, 2017) pengertian beban kerja
adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh suatu unit
organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu tertentu. Menurut
(Saefullah, 2017) didefinisikan sebagai suatu perbedaan antara kapasitas atau
kemampuan pekerja dengan tuntutan pekerjaan yang harus dihadapi. Mengingat
kerja manusia bersifat mental dan fisik, maka masing-masing mempunyai tingkat
pembedaan yang berbeda-beda. Tingkat perbedaan yang terlalu tinggi
memungkinkan pemakaian energi yang berlebihan dan terjadi overstress.
Sebaliknya intensitas pembebanan yang terlalu rendah memungkinkan rasa bosan

Universitas Sriwijaya
19

dan kejenuhan atau understress. Selain itu workload juga berarti ukuran atau
proporsi kapasitas yang dimiliki manusia untuk memenuhi tuntutan sehingga
menghasikan reaksi berupa performance tertentu.
Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima oleh
seseorang harus sesuai atau seimbang baik terhadap kemampuan fisik,
kemampuan kognitif maupun keterbatasan manusia yang menerima beban
tersebut. Menurut Tarwaka (2015) bahwa kemampuan kerja seorang tenaga kerja
berbeda dari satu kepada yang lainnya dan sangat tergantung dari keterampilan,
kesegaran jasmani, keadaan gizi, jenis kelamin, usia dan ukuran tubuh dari
pekerja yang bersangkutan.
Menurut Meshkati dalam Tarwaka (2015), beban kerja dapat didefinisikan
sebagai suatu perbedaan antara kapasitas atau kemampuan pekerja dengan
tuntutan pekerjaan yang harus dihadapi. Mengingat kerja manusia bersifat mental
dan fisik, maka masing-masing mempunyai tingkat pembebanan yang berbeda-
beda. Tingkat pembebanan yang terlalu tinggi memungkinkan pemakaian energi
yang berlebihan dan terjadi overstress, sebaliknya intensitas pembebanan yang
terlalu rendah memungkinkan rasa bosan dan kejenuhan atau understress. Oleh
karena itu perlu diupayakan tingkat intensitas pembebanan yang optimum yang
ada diantara kedua batas yang ekstrim tadi dan tentunya berbeda antara individu
yang satu dengan yang lainnya.
Menurut Hart dan Staveland dalam Tarwaka (2015), bahwa beban kerja
merupakan sesuatu yang muncul dari interaksi antara tuntutan tugas-tugas,
lingkungan kerja dimana digunakan sebagai tempat kerja, ketrampilan, perilaku
dan persepsi dari pekerja. Beban kerja kadang-kadang juga dapat didefinisikan
secara operasional pada berbagai faktor seperti tuntutan tugas atau upaya-upaya
yang dilakukan untuk melakukan pekerjaan. Oleh karena itu, tidak hanya
mempertimbangkan beban kerja dari satu aspek saja, selama faktor-faktor yang
lain mempunyai interelasi pada cara-cara yang komplek.
Beban kerja mengandung tuntutan mental bagi pekerja untuk pekerjaan yang
dilakukannya, beban kerja juga merupakan interpretasi pekerjaan dalam bentuk
aktifitas yang dibagi menjadi aktifitas fisik dan aktifitas mental. Beban kerja
dipengaruhi oleh keterlibatan faktor luar dan faktor dalam, faktor luar yaitu faktor

Universitas Sriwijaya
20

yang dapat berinteraksi dengan tubuh seperti faktor biologi, fisika, kima, dan
faktor mekanis, sedangkan faktor dalam seperti psikologi dan psikis. (Trevisan et
al., 2013). Faktor internal yang mempengaruhi beban kerja adalah faktor somatis
dan faktor psikis (Tarwaka, 2011).

2.6.2. Jenis-jenis Beban Kerja


Pada dasarnya, aktifitas manusia dapat digolongkan menjadi kerja fisik (otot)
dan kerja mental (otak). Meskipun tidak dapat dipisahkan, namun masih dapat
dibedakan pekerjaan dengan dominasi fisik dan pekerjaan dengan dominasi
mental. Macam- macam jenis beban kerja diantaranya sebagai berikut :
1. Beban Kerja Mental atau Psikologis
Beban kerja mental adalah kerja dimana informasi masih harus diproses di
otak. Kerja mental meliputi kerja otak dan proses mengelola informasi. Kerja
otak dalam pengertian sempit adalah proses berfikir yang memerlukan
kreatifitas, misalnya membuat mesin, membuat rencana produksi,
mempelajari file dan menulis laporan. Beban kerja mental yaitu selisih antara
tuntutan beban kerja dari suatu tugas dengan kapasitas maksimum beban
mental seseorang dalam kondisi termotivasi. Aspek psikologis dalam suatu
pekerjaan berubah setiap saat. Faktor-faktor yang menyebabkan perubahan
aspek psikologis dapat berasal dari dalam diri sendiri (internal) atau dari luar
diri sendiri seperti pekerjaan dan lingkungan (eksternal) (Tabatabaei, 2011).
2. Beban Kerja Fisik atau Fisiologis
Beban kerja fisik mengakibatkan pengeluaran energi, sehingga berpengaruh
pada kemampuan kerja. Untuk mengoptimalkan kemampuan kerja, perlu
diperhatikan pengeluaran energi pemulihan energi selama proses kerja
berlangsung. Faktor yang mempengaruhi besarnya pengeluaran energi selama
bekerja antara lain adalah cara pelaksanaan kerja, kecepatan kerja, sikap kerja
dan kondisi lingkungan kerja. Faktor yang mempengaruhi pemulihan energi
antara lain adalah lamanya waktu istirahat, periode istirahat, dan frekuensi
istirahat (Tarwaka, 2011).

Universitas Sriwijaya
21

2.6.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Beban Kerja


Pada umumnya, tingkat intensitas pembebanan kerja optimum akan dapat
dicapai, apabila ada tekanan dan ketegangan yang berlebihan baik secara fisik
maupun mental. Tekanan disini adalah berkenaan dengan beberapa aspek dari
aktivitas manusia, tugas-tugas, organisasi, dan dari lingkungannya yang terjadi
akibat adanya reaksi individu pekerja karena tidak mendapatkan keinginan yang
sesuai. Sedangkan ketegangan adalah merupakan konsekuensi logis yang harus
diterima oleh individu yang bersangkutan sebagai dari tekanan yang diterima.
Bahwa secara umum hubungan antara beban kerja dan kapasitas kerja
dipengaruhi oleh berbagai faktor yang sangat komplek, baik faktor internal
maupun faktor eksternal. Faktor eksternal beban kerja adalah beban yang berasal
dari luar tubuh pekerja. Termasuk beban kerja eksternal adalah tugas (task) yang
dilakukan bersifat fisik seperti: beban kerja, stasiun kerja, alat dan sarana kerja,
kondisi atau medan kerja, cara angkat-angkut, alat bantu kerja, dan lain-lain.
Kemudian organisasi yang terdiri dari: lamanya waktu kerja, waktu istirahat, kerja
bergilir, dan lain-lain. Selain itu lingkungan kerja yang meliputi: suhu, intensitas
penerangan, debu, hubungan pekerja dengan pekerja, dan sebagai berikut. Ketiga
aspek ini sering disebut stressor. Sedangkan faktor internal beban kerja adalah
faktor yang berasal dari dalam tubuh sendiri sebagai akibat adanya reaksi dari
beban kerja eksternal. Reaksi tubuh tersebut dikenal sebagai strain. Berat
ringannya strain dapat dinilai baik secara objektif maupun subjektif.
Penilaiansecara objektif melalui perubahan reaksi fisiologis, sedangkan penilaian
subjektif dapat dilakukan melalui perubahan reaksi psikologis dan perubahan
perilaku.
Karena itu strain secara subjektif berkait erat dengan harapan, keinginan,
kepuasan dan penilaian subjektif lainnya. Secara lebih ringkas faktor internal
meliputi: Faktor somatis; jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, kondisi kesehatan,
status gizi. Faktor psikis; motivasi, presepsi, kepercayaan, keinginan, kepuasan
(Tarwaka, 2015).
Selanjutnya menurut Tarwaka (2015), menjelaskan bahwa tiga faktor utama
yang menentukan beban kerja adalah tuntutan tugas, usaha dan performasi.
1. Faktor tuntutan tugas (task demands)

Universitas Sriwijaya
22

Argumentasi berkaitan dengan faktor ini adalah bahwa beban kerja dapat
ditentukan dari analisis tugas-tugas yang dilakukan oleh pekerja.
Bagaimanapun perbedaan-perbedaan secara individu harus selalu
diperhitungkan.
2. Usaha atau tenaga (effort)
Jumlah yang dikeluarkan pada suatu pekerjaan mungkin merupakan suatu
bentuk intuitif secara alamiah terhadap beban kerja. Bagaimanapun juga,
sejak terjadinya peningkatan tuntutan tugas, secara individu mungkin tidak
dapat meningkatkan tingkat effort.
3. Performansi
Sebagian besar studi tentang beban kerja mempunyai perhatian dengan
tingkat performansi yang akan dicapai. Bagaimanapun juga, pengukuran
performansi sendirian tidaklah akan dapat menyajikan suatu matrik beban
kerja yang lengkap

2.7. Beban Kerja Mental


Menurut Tarwaka (2013) setiap aktivitas mental akan selalu melibatkan unsur
persepsi, interpretasi dalam proses mental dari suatu informasi yang diterima oleh
organ sensoris untuk diambil suatu keputusan atau proses mengingat informasi
yang diterima untuk mengingat informasi yang lampau. Evaluasi beban kerja
mental merupakan poin penting didalam penelitian dan pengembangan hubungan
antara manusia dan mesin, mencari tingkat kenyamanan, kepuasan, efisiensi dan
keselamatan yang lebih baik ditempat kerja, sebagaimana halnya yang menjadi
target capaian implementasi ergonomi. Aktivitas mental lebih banyak didominasi
oleh pekerja – pekerja kantor, supervisor, dan pimpinan sebagai pengambil
keputusan dengan tanggung jawab yang lebih besar, pekerja di bidang teknik
informasi, pekerja dengan menggunakan teknologi tinggi, pekerjaan dengan
kesiagapan tinggi, pekerjaan yang bersifat monoton dll.

2.8. Pengukuran Beban Kerja Mental Secara Subjektif


Pengukuran beban kerja mental secara subjektif yaitu pengukuran beban kerja
di mana sumber data yang diolah adalah data yang bersifat kualitatif. Pengukuran
ini merupakan salah satu pendekatan psikologi dengan cara membuat skala

Universitas Sriwijaya
23

psikometri untuk mengukur beban kerja mental. Metode pengukuran yang


digunakan adalah dengan memilih faktor-faktor beban kerja mental yang
berpengaruh dan memberikan rating subjektif.
Tujuan pengukuran beban kerja mental secara subjektif adalah:
1. Menentukan skala terbaik berdasarkan perhitungan eksperimental dalam
percobaan.
2. Menentukan perbedaan skala untuk jenis pekerjaan yang berbeda.
3. Mengidentifikasi faktor beban kerja mental yang secara signifikan
berhubungan berdasarkan penelitian empiris dan subjektif dengan
menggunakan rating beban kerja sampel populasi tertentu.

Metode pengukuran beban kerja secara subjektif merupakan pengukuran


beban Metode pengukuran beban kerja mental menurut Widyanti, dkk (2010)
diantaranya National Aeronautics and Space Administration Task Load Index
(NASATLX), Subjective Workload Assessment Technique (SWAT), Harper
Qooper Rating(HQR), dan Rating Scale Mental Effort (RSME).
1. National Aeronautics and Space Administration Task Load Index
(NASATLX) Metode NASA-TLX merupakan metode yang digunakan untuk
menganalisis beban kerja mental yang dihadapi oleh pekerja dengan
melakukan berbagai aktivitas dalam pekerjaannya. Metode ini
dikembangkan oleh Sandra G. Hart dari NASA-Ames Research Center dan
Lowell E. Staveland dari San Jose State University pada tahun 1981
berdasarkan munculnya kebutuhan pengukuran subjektif. Di dalam kuesioner
NASA-TLX ini, responden diminta untuk memberikan rating dan
pembobotan di setiap indikator. Adapun kelebihan metode ini adalah lebih
sensitif terhadap berbagai kondisi pekerjaan, setiap indikator penilaian
mampu memberikan sumbangan informasi mengenai struktur tugas, proses
penentuan keputusan lebih cepat dan sederhana, dan lebih praktis diterapkan
dalam lingkungan operasional (Ratna, 2009)
2. Subjective Workload Assessment Technique (SWAT)
SWAT adalah prosedur pemberian skala yang di disain untuk tugas penting
yang banyak dari seseorang yang berpengaruh pada mental serta berhubungan

Universitas Sriwijaya
24

dengan pelaksanaan atau performansi tugas yang bervariasi. Metode ini


dikembangkan oleh Reid dan Nygren dengan menggunakan dasar metode
penskalaan conjoint. SWAT berbeda dengan pengukuran subyektif lainnya
karena dikembangkan dengan teliti dan berakar pada teori pengukuran
formal, khususnya teori pengukuran conjoint. Terdapat kelebihan dan
kekurangan dari pengukuran beban kerja mental dengan metode SWAT ini.
Kelebihan metode ini yaitu pengukuran dilakukan berdasarkan teori
pengukuran formal, yaitu teori pengukuran conjoint, dapat digunakan pada
data tunggal maupun berkelompok dan dapat digunakan untuk penilaian
secara global yang diaplikasikan pada ruang lingkup yang lebih luas.
Kelemahan dari SWAT yaitu penggunaaan kata-kata secara lisan yang
beresiko menimbulkan konotasi yang berbeda untuk setiap individu serta
memerlukan program conjoint analysis untuk menghitung besarnya beban
kerja mental (Ratna, 2009).
3. Harper Qooper Rating (HQR)
HQR adalah suatu alat pengukuran beban kerja dalam hal ini untuk analisa
Handling Quality dari perangkat terbang di dalam cockpit. Metode ini terdiri
dari sepuluh angka rating dengan masing–masing keterangannya yang
berurutan mulai dari kondisi yang terburuk hingga kondisi yang paling baik,
serta kemungkinan–kemungkinan langkah antisipasinya. Rating ini dipakai
oleh pilot evaluator untuk menilai kualitas kerja dari perangkat yang diuji
didalam cockpit pesawat terbang. Kelemahan metode ini adalah hanya dapat
digunakan pada jenis pekerjaan dalam dunia penerbangan (Widyanti, dkk,
2010).
4. Rating Scale Mental Effort (RSME)
Rating Scale Mental Effort (RSME) merupakan metode pengukuran beban
kerja subyektif dengan skala tunggal. Responden diminta untuk memberikan
tanda pada skala 0-150 dengan deskripsi pada beberapa titik acuan. Metode
ini jarang digunakan karena memiliki banyak kelemahan, salah satunya
adalah belum teruji validitasnya (Ratna, 2009).

Universitas Sriwijaya
25

2.9. NASA-TLX
NASA-TLX adalah metode pengukuran beban kerja mental subjektif yang
dikembangkan oleh Sandra G. Hart dari NASA-Ames Research Center dan
Lowell E. Staveland dari Universitas San Jose State pada tahun 1981. Metode ini
berupa kuisioner baku yang dikembangkan berdasarkan munculnya kebutuhan
pengukuran subjektif yang lebih mudah namun lebih sensitif pada pengukuran
beban kerja (Hancock, 1988).
NASA-TLX menggunakan enam dimensi untuk menilai beban kerja mental ;
kebutuhan mental (mental demand), kebutuhan fisik (physical demand),
kebutuhan waktu (temporal demand), performansi (overall performance), tingkat
usaha (effort), dan tingkat frustasi (frustration). Skor dari 0 sampai 100
didapatkan pada setiap skala. Prosedur pembobotan digunakan untuk
menggabungkan enam peringkat skala individu menjadi skor akhir. Prosedur ini
memerlukan perbandingan yang berbentuk pasangan antara dua dimensi sebelum
penilaian beban kerja. Perbandingan berpasangan memerlukan responden untuk
memilih dimensi yang lebih relevan dengan beban kerja di semua pasang keenam
dimensi tersebut. Jumlah dimensi yang terpilih sebagai bobot yang lebih
relevan/dominan sebagai skala dimensi untuk tugas yang diberikan. Skor beban
kerja 0 sampai 100 diperoleh untuk setiap skor dimensi dengan mengalikan berat
dengan skor skala dimensi (rating), menjumlahkan seluruh dimensi, dan
membaginya dengan 15 (jumlah total perbandingan berpasangan) (Rubio, 2004).

Universitas Sriwijaya
26

2.9.1. Indikator NASA-TLX


Dalam melakukan pengukuran NASA-TLX terdapat 6 (enam) indikator yang
harus diketahui, yaitu :

Tabel 2.1
Indikator NASA-TLX
Skala Rating Keterangan
Mental Demand (MD) Rendah – Tinggi Seberapa besar aktivitas mental
dan persepsi yang dibutuhkan
dalam pekerjaan. (contoh:
berpikir, memutuskan,
menghitung, mengingat, melihat,
mencari)
Physical Demand (PD) Rendah – Tinggi Jumlah aktivitas fisik yang
dibutuhkan (misalnya:
mendorong, menarik,
menjalankan, mengontrol
putaran)
Temporal Demand (TD) Rendah – Tinggi Jumlah tekanan yang berkaitan
dengan waktu yang dirasakan
selama elemen pekerjaan
berlangsung. (misalnya:
pekerjaan santai atau cepat)

Overall Performance Tidak tepat – Seberapa besar keberhasilan


(OP) Sempurna seseorang didalam pekerjaannya
dan seberapa puas dengan hasil
kerjanya.

Frustation (FR) Rendah – Tinggi Seberapa tidak aman, putus asa,


tersinggung, terganggu,
dibandingkan dengan perasaan
aman, puas, nyaman dan
kepuasan diri yang dirasakan.
Effort (EF) Rendah – Tinggi Seberapa keras kerja mental dan
fisik yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan pekerjaan.

Di dalam kuesioner NASA-TLX ini, responden diminta untuk memberikan


rating dan pembobotan di setiap indikator. Adapun kelebihan metode ini adalah
lebih sensitif terhadap berbagai kondisi pekerjaan, setiap indikator penilaian
mampu memberikan sumbangan informasi mengenai struktur tugas, proses
penentuan keputusan lebih cepat dan sederhana, dan lebih praktis diterapkan
dalam lingkungan operasional (Ratna, 2009).

Universitas Sriwijaya
27

2.9.2. Pengukuran NASA-TLX


Hart & Staveland (1988) menjelaskan langkah-langkah dalam pengukuran
beban kerja mental dengan menggunakan metode NASA-TLX, yaitu:
1. Penjelasan dimensi beban kerja mental yang akan diukur. Adapun dimensi
beban kerja mental pada NASA-TLX adalah sebagai berikut :
a. Kebutuhan mental (Mental Demand) : tuntutan aktivitas mental dan
perseptual yang dibutuhkan dalam pekerjaan (contoh: berpikir,
memutuskan, menghitung, mengingat, melihat, mencari).
b. Kebutuhan fisik (Physical Demand) : Aktivitas fisik yang dibutuhkan
dalam pekerjaan (contoh : mendorong, menarik, memutar, mengontrol,
menjalankan, dan lainnya).
c. Kebutuhan waktu (Temporal Demand) : Tekanan waktu yang dirasakan
selama pekerjaan atau elemen pekrjaan berlangsung.
d. Performansi (Overall Performance) : Keberhasilan di dalam mencapai
target pekerjaan.
e. Usaha (Effort) : Usaha yang dikeluarkan secara mental dan fisik yang
dibutuhkan untuk mencapai level performansi pekerja.
f. Tingkat stress (Frustation Level) : rasa tidak aman, putus asa,
tersinggung, stress, dan terganggu dibanding dengan perasaan aman,
puas, cocok, nyaman, dan kepuasan diri yang dirasakan selama
mengerjakan pekerjaan tersebut.

Langkah – langkah pengukuran dengan menggunakan framework NASA-


TLX adalah sebagai berikut : (Hancock dan Meshkati,1988):
1. Pembobotan (Bobot Faktor)
Pada bagian ini responden diminta untuk memilih salah satu dari dua
indikator yang dirasakan lebih dominan dan relevan menimbulkan beban
kerja mental terhadap pekerjaan tersebut. Kuisioner NASA-TLX yang
diberikan berupa perbandingan berpasangan. Dari kuisioner ini dihitung
jumlah tally dari setiap indikator yang dirasakan paling berpengaruh. Jumlah
tally menjadi bobot untuk tiap indikator beban mental. Berikut tabel
perbandingan indikator NASA-TLX

Universitas Sriwijaya
28

Tabel 2.2
Tabel Perbandingan Indikator NASA-TLX
MD PD TD OP EF FR
MD
PD
TD
OP
EF
FR

2. Pemberian Nilai Rating


Pada bagian ini responden diminta memberi penilaian/rating terhadap keenam
dimensi beban mental. Rating yang diberikan adalah subjektif tergantung
pada beban mental yang dirasakan oleh responden tersebut. Untuk
mendapatkan skor akhir beban mental NASA-TLX, bobot dan rating untuk
setiap indikator dikalikan kemudian dijumlahkan dan dibagi dengan 15
(jumlah perbandingan berpasangan). Berikut skala rating dari NASA-TLX

Gambar 2.1 Skala Indikator NASA-TLX


3. Menghitung Nilai Produk
Diperoleh dengan mengalikan rating dengan bobot faktor untuk masing-
masing deskriptor dengan demikian dihasilkan 6 nilai produk untuk 6
indikator (MD, PD, TD,OF,FR,EF) :

4. Menghitung Weghted Workload (WWL)


Diperoleh dengan menjumlahkan hasil dari masing-masing nilai produk
WWL =Σ Produk

Universitas Sriwijaya
29

5. Menghitung rata-rata WWL


Diperoleh dengan membagi WWL dengan jumlah bobot total (jumlah
perbandingan berpasangan).

Skor = Σ Produk /15

6. Interpretasi Skor
Berdasarkan penjelasan Hart dan Staveland (1981) interpretasi skor akhir
menunjukan tingkatan beban kerja mental yang terdiri dari dalam teori
NASA-TLX, skor beban kerja mental yang diperoleh responden dapat
diinterpretasikan sebagai berikut :
a. Nilai skor > 80, menyatakan beban pekerjaan tergolong berat
b. Nilai skor 50 – 80 menyatakan beban pekerjaan tergolong sedang
c. Nilai skor < 50 menyatakan beban pekerjaan tergolong agak ringan

Hasil pengukuran dapat menjadi pertimbangan manajemen untuk melakukan


rekomendasi, misalnya dengan adanya evaluasi rotasi kerja, penentuan standar
waktu, atau mengurangi beban kerja untuk pekerjaan yang memiliki skor diatas
80, kemudian mengalokasikannya pada pekerjaan yang memiliki beban kerja
dibawah 50 atau langkah – langkah yang lainnya.

Universitas Sriwijaya
30

2.10. Kerangka Teori

Faktor Eksternal Faktor Internal


- Tugas yang dilakukan - Somatis (Jenis
- Organisasi Kerja Kelamin,Umum, Ukuran
- Lingkungan Kerja Tubuh, Status Gizi,
Kondisi Kesehatan)
- Psikis (Motivasi, Persepsi,
Kepercayaaan, Keinginan
dan Kepuasan)
(Tarwaka, 2015)
(Tarwaka, 2015)

BEBAN KERJA

Pengukuran Beban
Kerja Mental
Menggunakan
Metode NASA-TLX

Mental Physical Temporal OverallPerfor Effort Frustation


Demand Demand Demand mance

(NASA-Ames Research Center, 1981)

Gambar 2.2
Kerangka Teori Penelitian Pengukuran Beban Mental Perawat Instalasi
Gawat Darurat dengan Metode NASA-Task Load Index
Modifikasi (NASA-Ames Research Center, 1981) dan (Tarwaka, 2015)

Universitas Sriwijaya
31

2.11. Penelitian Terdahulu


Tabel 2.3
Penelitian Terdahulu
No Judul Penelitian Peneliti Metode Penelitian Hasil Penelitian
1. Pengaruh Beban Kerja Murni Kurnia Survey Analitik Tidak ada pengaruh beban kerja fisik
Fisik Dan Mental Kasmarani (2012) terhadap stres kerja perawat IGD RSUD
Terhadap Stres Kerja Cianjur dan Ada pengaruh beban kerja
Pada Perawat Di mental terhadap stres kerja perawat IGD
Instalasi Gawat Darurat RSUD Cianjur
(IGD) Rsud Cianjur

2. Analisis Beban Kerja Dewi Diniaty, Zukri Kualitatif Pada karyawan lantai produksi rata-rata
Fisik Dan Mental Muliyadi (2016) beban kerja mental yang dialami adalah
Karyawan Pada Lantai tergolong tinggi dan sedang. Hal ini
Produksi Dipt Pesona dikarenakan aktifitas kerja yang kontiniu
Laut Kuning pada jam kerja, adanya pekerjaan rangkap
(ganda) serta tuntutan kerja untuk
memenuhi taget produksi.

3. Analisa Beban Kerja Fandi Achmad , Tutik Kualitatif Angka Kebutuhan Mental (65/level
Mental Menggunakan Farihah (2018) tinggi), Kebutuhan Fisik (69.667/level
Metode tinggi), Kebutuhan Waktu (62/level
Nasa Task Load Index sangat tinggi), Performansi (80.667/level
(Nasa-Tlx) (Studi Kasus: sangat tinggi), Tingkat frustasi (63/level
RS.X) tinggi), Usaha (76.667/level tinggi)

Universitas Sriwijaya
32

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH

3.1. Kerangka Konsep


Kerangka konsep yang digunakan dalam penelitian yaitu :

Indikator NASA
TLX:

1. Mental Demand Analisis Beban


2. Phsycal Demand Kerja Mental
3. Temporal Demand Perawat Instalasi
4. Overall Gawat Darurat
Performance
5. Effort
6. Frustation
7. Frustation
Gambar 3.1
Kerangka Konsep
Modifikasi(NASA-Ames Research Center, 1981) dan (Tarwaka, 2015)

Universitas Sriwijaya
33

3.2. Definisi Istilah

Tabel 3.1
Tabel Definisi Istilah
No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur
1 Mental Besar aktivitas mental untuk NASA TLX Berat,
Demand (MD) melakukan pekerjaan. sedang dan
agak ringan

2 Physical Jumlah aktivitas fisik yang NASA TLX Berat,


demand (PD) dibutuhkan untuk melakukan sedang dan
pekerjaan. agak ringan

3 Temporal Jumlah tekanan yang NASA TLX Berat,


demand (TD) berkaitan dengan waktu yang sedang dan
di rasakan selama elemen agak ringan
pekerjaan berlangsung.
4 Overall Besar kepuasan / keberhasilan NASA TLX Berat,
Performance dalam pekerjaan dan seberapa sedang dan
(OP) puas dengan hasil kerjanya. agak ringan

5 Effort (E) Seberapa keras kerja mental NASA TLX Berat,


dan fisik yang dibutuhkan sedang dan
untuk menyelesaikan agak ringan
pekerjaan.

6 Frustation Seberapa tidak aman, putus NASA TLX Berat,


level (FR) asa, tersinggung, terganggu, sedang dan
dibandingkan dengan agak ringan
perasaan aman, puas, nyaman
dan kepuasan diri yang
dirasakan

Universitas Sriwijaya
34

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian


Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah
observasional deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian observasional
adalah penelitian yang dilakukan dengan cara pengamatan (observasi). Penelitian
kualitatif yaitu penelitian yang proses pengumpulan datanya diperoleh melalui
cerita, gambar, atau dokumen lainnya (Hidayat, 2011). Penelitian kualitatif
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek
penelitian secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai
metode penelitian (Moleong, 2009).

4.2. Unit dan Sampel Penelitian


4.2.1. Unit Analisis Penelitian
Unit analisis dalam penelitian adalah satuan tertentu yang diperhitungkan
sebagai subjek penelitian. Dalam pengertian lain, unit analisis diartikan sebagai
sesuatu yang berkaitan dengan fokus/komponen yang diteliti. Unit analisis dalam
penelitian ini adalah Instalasi Gawat Darurat RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang.

4.2.2. Sumber Informasi


Menurut sugiyono (2008), sumber informasi diperoleh dari informan yang
dipilih secara purposive, yaitu yang dipilih dengan pertimbangan dan tujuan
tertentu. Informan adalah orang yang secara sukarela mau memberikan informasi
mengenai situasi dan kondisi penelitian dikarenakan orang tersebut memiliki
pengetahuan dan pengalaman disituasi dan kondisi penelitian (Moleong, 2015).

Universitas Sriwijaya
35

Informan penelitian ini ditetapkan dengan menggunakan beberapa kriteria,


dengan pertimbangan:
1. Perawat yang memiliki masa kerja ≥ 1tahun
2. Perawat yang sedang bertugas yang sesuai jadwal shift ketika dilakukan
penelitian
Jumlah perawat yang memenuhi kriteria adalah sebanyak 13 orang di
Instalasi Gawat Darurat RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang yang akan
dijadikan sebagai sumber informasi berdasarkan NASA Task Load Index.
Tabel 4.1
Daftar Perawat Instalasi Gawat Darurat
Unit Jumlah Perawat
Instalasi Gawat Darurat 13
Jumlah 13

Universitas Sriwijaya
36

Perawat yang akan dijadikan sebagai sumber informasi adalah sejumlah 13


orang dari Instalasi Gawat Darurat RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Tabel 4.2
Daftar Informasi Informan
No Informan Jumlah Informasi yang Cara
ingin diperoleh Pengumpulan
Data
Informan
1. Penanggung 1 orang Kebijakan, Standar NASA TLX,
Jawab IGD Prosedur wawancara
Operasional (SPO), mendalam dan
shift kerja, seluruh telaah dokumen
dimensi NASA TLX
2. Ketua Tim 1 orang Job description, Shift NASA TLX,
Kerja, Standar wawancara
Prosedur mendalam dan
Operasional (SPO), telaah dokumen
seluruh dimensi
NASA TLX
4. Perawat IGD 11 orang Seluruh dimensi NASA TLX,
NASA TLX wawancara
mendalam dan
telaah dokumen

4.3. Jenis, Cara Pengumpulan Data, dan Alat Pengumpulan Data


4.3.1. Jenis Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdapat 2 (dua) jenis yaitu
data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian dengan
alat pengukuran atau alat pengambilan data (Saryono, 2011). Data primer
didapatkan melalui wawancara mendalam dan lembar observasi
menggunakan kuesioner NASA - Task Load Index untuk mendapatkan nilai
NASA - Task Load Index dan diperkuat dengan wawancara mendalam.

Universitas Sriwijaya
37

2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh peneliti dari pihak lain atau tidak
langsung diperoleh dari subjek penelitian (Chandra, 2008). Data sekunder
dalam penelitian ini didapatkan melalui dokumen-dokumen RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang yang terkait dengan beban kerja mental
khusunya diinstalasi gawat darurat RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang..

4.3.2. Alat Pengumpulan Data


1. Wawancara
Menurut Moleong (2015) wawancara mendalam adalah interaksi atau
komunikasi antar dua orang dengan maksud dan tujuan menggali dan memperluas
informasi mengenai orang, motivasi, kejadian, organisasi, perasaan, kepedulian,
tuntutan dan lain sebagainya agar dapat memberikan perubahan dan kemajuan di
masa yang akan datang.
Wawancara yang akan dilakukan pada penelitian ini yaitu dengan
memberikan beberapa pertanyaan terkait beban kerja mental di instalasi gawat
darurat. Pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan dibuat sesuai dengan data yang
diperlukan untuk beban kerja mental dengan metode NASA -Task Load Index.
2. NASA Task Load Index
NASA-TLX menggunakan enam dimensi untuk menilai beban mental ;
Kebutuhan Mental (mental demand), kebutuhan fisik (physical demand),
kebutuhan waktu (temporal demand), performansi (overall performance), tingkat
usaha (effort), dan tingkat frustasi (frustration). Dua puluh langkah digunakan
untuk mendapatkan peringkat untuk dimensi ini. Skor dari 0 sampai 100
didapatkan pada setiap skala. Prosedur pembobotan digunakan untuk
menggabungkan enam peringkat skala individu menjadi skor akhir, prosedur ini
memerlukan perbandingan yang ebrbentuk pasangan antara dua dimensi sebelum
penilaian beban kerja. Perbandingan berpasangan memerlukan (responden) untuk
memilih dimensi yang lebih relevan dengan beban kerja di semua pasang keenam
dimensi tersebut. Jumlah dimensi yang terpilih sebagai bobot yang lebih
relevan/dominan sebagai yang skala dimensi untuk tugas yang diberikan. Skor

Universitas Sriwijaya
38

beban kerja dari 0 sampai 100 diperoleh untuk setiap skor dimensi dengan
mengalihkan berat dengan skor skala dimensi (rating), menjumlahkan seluruh
dimensi, dan membaginya engan 15 (jumlah total perbandingan berpasangan)
(Rubio, 2004).
3. Observasi
Menurut Nazir (2014), yang dimaksud dengan pengamatan adalah kegiatan
pengumpulan dan pengamatan data dilapangan dengan cara pengamatan langsung.
Observasi pada penelitian ini menggunakan kuesioner NASA-TLX.
4. Telaah Dokumen
Menurut sugiyono (2011), dokumen merupakan sekumpulan catatan kejadian
yang sudah berlalu yang dapat berupa tulisan, seperti catatan harian, sejarah
kehidupan, cerita biografi peraturan, maupun kebijakan. Menurut moleong (2015),
analisis dokumentasi digunakan karena merupakan sumber yang stabil, kaya dan
mendorong serta dokumentasi bersifat alamiyah sesuai dengan konteks lahiriyah
tersebut. Pada penelitian ini, menggunakan data diinstalasi gawat darurat sebagai
dokumen pendukung khususnya yang berkaitan dengan beban kerja mental
perawat.

4.4. Pengolahan Data


Tahapan-tahapan pengolahan data yang dilakukan pada penelitian ini, yaitu:
1. Mencatat semua data hasil observasi dan wawancara kepada informan.
2. Memilih data yang sesuai dengan fokus penelitian dan menyingkirkan data
yang tidak diperlukan.
3. Membuat matriks hasil wawancara mendalam yang telah direduksi dalam
bentuk tabel berdasarkan variabel penelitian dan pertanyaan penelitian,
sehingga dapat membuahkan kesimpulan.

Universitas Sriwijaya
39

4. Menelaah NASA Task Load Index. Kuesioner ini memiliki sensitivitas yang
lebih tiggi dibandingkan SWAT (Rubio dkk, 2004). Langkah-langkah yang
harus dilakukan untuk mendapatkan beban kerja mental adalah sebagai
berikut (Hart & Staveland, 1988);
a. Menghitung Produk
Produk diperoleh dengan cara mengalikan rating dengan bobot faktor untuk
masing-masing descriptor. Dengan demikian dhasilkan 6 nilai produk untuk 6
indikator (MD, PD, TD, OP, FR, dan EF)
Produk = Rating x Bobot Kerja
b. Menghitung Weight Workload (WWL)
Untuk mendapatkan nilai WWL dapat dilakukan dengan cara menjumlahkan
keenam nilai produk
WWL = Σ Produk
c. Menghitung Rata-rata WWL
Untuk mendapatkan nilai rata-rata WWL dapat dilakukan dengan cara
membagi WWWL dengan bobot total.
Skor = Σ (Bobot x rating) / 15
d. Interpretasi Hasil Nilai Skor
Skor beban kerja yang diperoleh dapat diinterpretasikan sebagai berikut (Hart
dan Staveland, 1981):
1) Nilai Skor > 80 menyatakn beban pekerjaan berat
2) Nilai Skor 50-80 menyatakan beban pekerjaan sedang
3) Nilai Skor < 50 menyatakan beban pekerjaan agak ringan

4.5. Analisis dan Penyajian Data


4.5.1. Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis
secara kualitatif dalam mengolah hasil perhitungan NASA TLX. Data hasil
wawancara yang berbentuk rekaman atau catatan kemudian diringkas dan
disajikan dalam bentuk narasi dan dibuat dalam bentuk matriks serta interpretasi
yang dikelompokkan sesuai dengan pertanyan dan tujuan penelitian. Data hasil

Universitas Sriwijaya
40

observasi yang didapatkan denga menggunkan kuesioner NASA-TLX dipadukan


dengan data hasil wawancara mendalam.

4.5.2. Penyajian Data


Penyajian data pada umumnya yaitu penyajian dalam bentuk tulisan,
penyajian dalam bentuk tabel, dan dalam bentuk grafik/gambar agar mudah
dipahami (Sabri dkk, 2006). Maka dari itu hasil dari penelitian ini disajikan dalam
bentuk tabel, grafik dan narasi/tulisan sebagai interpretasi.

Universitas Sriwijaya
BAB V
HASIL

5.1. Karakteristik Responden


Informan dalam penelitian ini berfungsi sebagai sumber data primer yang
diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam dan observasi menggunakan
kuesioner NASA – Task Load Index. Informan dipilih secara purposive dan telah
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan untuk mendapatkan skor beban kerja
mental yang didapatkan dengan metode NASA Task Load Index. Berikut
karakteristik informan dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel sebagai berikut
:
Tabel 5.1
Karakteristik Informan Perawat Instalasi Gawat Darurat
No Informan Jenis Kelamin Umur Unit
1 JS Perempuan 53Tahun TRIASE IGD
2 RB Perempuan 34 Tahun TRIASE IGD
3 RT Laki-Laki 29 Tahun P2 IGD
4 AN Laki-Laki 36 Tahun P2 IGD
5 CN Perempuan 38 Tahun P1 IGD
6 HM Laki-Laki 37 Tahun TRIASE IGD
7 MA Perempuan 29 Tahun P2 IGD
8 HN Perempuan 32 Tahun P1 IGD
9 DY Perempuan 35 Tahun P2 IGD
10 AD Perempuan 38 Tahun P1 IGD
11 MNU Laki-Laki 28 Tahun TRIASE IGD
12 RA Perempuan 32 Tahun TRIASE IGD
13 YK Laki-Laki 30 Tahun TRIASE IGD

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa informan merupakan


perawat instalasi gawat darurat yang berjumlah 13 informan.

41 Universitas Sriwijaya
42

5.2. Logo Rumah Sakit


Berikut ini adalah logo dari RSUP Dr. Mohammad hoesin Palembang:

Sumber:https://www.rsmh.co.id/
Gambar 5.1 Logo RSUP Dr. Mohammad hoesin Palembang

Bentuk umum adalah 3 garis hijau yang menggambarkan huruf M dan satu
garis merah yang melintang yang menggambarkan sebagai huruf H, Singkatan
dari M. Hoesin (MH). Makna logo RSUP Dr. Mohammad hoesin Palembang
adalah:
a. Ke-empat posisi garis tersebut membentuk layar perahu yang bermakna
perjalanan atau perjuangan RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang dalam
menempuh cita-cita dengan garis dibuat sedikit melengkung seperti tertiup
angin yang bermakna dinamika RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
dalam menempuh cita-cita dengan segala tantangan.
b. Garis merah melintang menggambarkan kemudi suatu perahu yang bermakna
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang yang mempunyai tujuan atau arah
sesuai dengan mottonya itu “Kesembuhan dan Kepuasan ANDA merupakan
kebahagiaan kami”.
c. Ketiga garis hijau berarti pula tugas yang diemban RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang yaitu Pelayanan, Pendidikan dan Penelitian. Warna hijau
adalah warna kesehatan, sedangkan warna merah berarti keberanian RSUP
Dr. Mohammad Hoesin Palembang dalam menghadapi persaingan dan
tuntutan masyarakat.

Universitas Sriwijaya
43

5.2.1. Visi, Misi, dan Nilai


1. Visi
Rumah sakit pendidikan dan rujukan nasional yang mandiri dan terpercaya

2. Misi
a. Menyelenggarakan standarisasi pelayanan, pendidikan dan penelitian
b. Meningkatkan SDM yang unggul dan berbudaya kerja
c. Menyelenggarakan produktifitas dan efisiensi
d. Menjalin kemitraan dengan jaringan bisnis rumah sakit secara
komprehensif dan berkelanjutan
3. Nilai
RSUP Dr. Mohammad hoesin Palembang menjunjung tinggi nilai – nilai
yang harus dijunjung tinggi dirumah sakit yaitu:
a. Sinergi
Koordinasi, kolaborasi, Satu Persepsi
b. Integritas
Jujur, Disiplin, Konsisten, Komitmen dan Menjadi Teladan
c. Professional
Tanggung Jawab, Kompeten, Bekerja Tuntas, Akurat, Efektif dan Efisien
4. Motto
Kesembuhan dan kepuasan anda merupakan kebahagiaan kami

5.3. Deskripsi Instalasi Gawat Darurat


5.3.1. Fasilitas IGD
Instalasi gawat darurat RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang memiliki 3
lantai, pada lantai 1 memberikan pelayanan triase, pelayanan bagi pasien Prioritas
1, Prioritas 2, Prioritas 3. Ruang IGD lantai 1 terdiri atas:
1. Area triase primer terletak didepan pintu masuk IGD
2. Area triase sekunder terletak dibagian depan setelah pintu masuk IGD.
Berdekatan dengan nurse station /ruang dokter triase. Area ini juga dijadikan
untuk area Prioritas 3/P3.
3. Ruang dokter/perawat triase

Universitas Sriwijaya
44

4. Ruang dekontaminasi
5. Ruang konsultasi
6. Ruang administrasi/pendaftaran pasien IGD
7. Ruang informasi
8. Ruang dokter muda
9. Pantry IGD
10. Ruang penitipan barang
11. Ruang kasir IGD
12. Ruang pemeriksaan
13. Zona merah (Prioritas 1/P1)
14. Zona kuning (area Prioritas 2) terdiri atas:
a. Area P2 medikal
b. Area P2 bedah
c. Area P2 anak
d. Area P2 obgyn
15. Ruang resusitasi neonates
16. Ruang nebulizer
17. Ruang tindakan digunakan untuk menangani bedah minor, infeksi dan luka
bakar
18. Ruang tunggu keluarga harus sedemikian rupa agar mereka tidak
mengganggu pekerjaan
19. Tempat khusus untuk yang meninggal dan keluarga nya yang berdoa/berduka
20. Ruang B3
21. Kamar mandi dan wc pasien
22. Kamar mandi dan wc petugas
Ruang IGD lantai 2 terdiri atas:
1. Ruangan transit yang terdiri atas 20 tempat tidur
2. Ruangan kamar operasi IGD
3. Ruangan general intensive care unit (GICU) IGD
Ruang IGD lantai 3 terdiri atas:
1. Ruangan kepala IGD
2. Ruangan sekertariat IGD

Universitas Sriwijaya
45

3. Ruangan rapat
4. Ruangan sokter spesialis on site
5. Kamar mandi
6. Ruang sholat
5.3.2. Alur Pelayanan Pasien di IGD RSMH
Ketika pasien masuk ke IGD RSMH, keluarga pasien akan diarahkan untuk
melakukan pendaftaran, pasien dilakukan skrining awal pasien melalui triase:
a. Pasien yang mengalami gawat darurat, henti jantung atau henti nafas,
gangguan ABC (Airway, Breathing, Circulatory) dan pasien Death of Arrival
(DoA) maka pasien langsung diarahkan ke ruang resusitasi / jalur merah /
area Prioritas 1 (P1).
b. Pasien anak / ibu hamil tanpa gangguan ABC langsung diarahkan ke jalur
kuning, area Prioritas 2 (P2) anak dan obgin tanpa melalui triase sekunder.
c. Pasien menderita penyakit /dicurigai dengan airborne disease langsung
dibawa ke ruang isolasi dan ditatalaksana sesuai alur pelayanan pasien isolasi.
d. Bila pasien saat di skrining primer tidak ditemukan kriteria seperti pada poin
a sampai C, maka pasien akan diskrining ke area triase sekunder setelah
dilakukan skrining di triase sekunder jika pasien didapatkan dengan keadaan
trueemergency (gawat tidak darurat/darurat tidak gawat) maka pasien di
arahkan ke area jalur kuning / area prioritas 2 untuk dilakukan tatalaksana dan
perawatan emergency di P2 (respontime< 30 Menit) dan bila pasien dengan
keadaan tidak gawat tidak darurat atau falseemergency maka pasien tersebut
diarahkan ke jalur hijau / Prioritas 3 untuk dilakukan tatalaksana sebagai
pasien di Ruang P3.
e. Skrining triase primer untuk kriteria pasien dekontaminasi dilakukan dengan
merujuk ke tatalaksana SPO Dekontaminasi.

Untuk menjaga kesinambungan pelayanan, saat pasien dipindahkan dari 1GD


ke unit perawatan lain, maka petugas mengisi form transfer internal dan
melakukan proses serah terima pasien yang diberi nama dan paraf petugas yang
menerima. Sebelum pasien dipindahkan keruang perawatan, sudah dipastikan

Universitas Sriwijaya
46

bahwa pasien sudah teregistrasi dalam System Informasi Rumah Sakit (SIRS)
sebagai bahan informasi bagi pelayanan penunjang lainnya.
1. Pengelolaan Penderita Di Ruang P1 (Label Merah)
Merupakan ruangan untuk melakukan tindakan atau memantau pasien label
merah. Disebut juga ruang resusitasi, Area Prioritas pertama bagi pasien cedera
berat mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat hidup bila ditolong segera.
Tim medis yang bertanggung jawab di ruang ini dipimpin oleh dokter spesialis
jaga onsite anestesi dan dibantu oleh dokter dari departemen bedah, kebidanan,
anak, penyakit dalam, neurologl. THT, perawat terampil. Tim dokter dari
departemen lain dapat dimasukan ke tim ini sesuai dengan kasusnya.
2. Pengelolaan Penderita Di Ruang P2 (Label Kuning)
Merupakan ruangan untuk melakukan tindakan atau memantau pasien label
kuning. Menerima dan memberikan pelayanan pada pasien yang semi kritis yang
bisa jatuh menjadi pasien kritis apabila tidak ditangani segera dan di observasi
kurang dari 8 jam dan bila memerlukan tindakan operasi dipersiapkan dalam
waktu kurang dari 2 jam.
3. Pengelolaan Penderita Di Ruang P3 (Label Hijau)
Merupakan area tempat melakukan penatalaksanaan penderita tidak gawat
tidak darurat. Area untuk memberikan pelayanan pada pasien yang masuk dengan
kondisi stabil. Pelayanan di P3 dikoordinir oleh dokter spesialis jaga onsite dan
perawat. Pada jam kerja RSMH, pasien yang telah diperiksa ternyata keadaannya
tidak gawat dan tidak darurat dapat langsung diarahkan ke poliklinik rawat jalan/
graha spesialis/ pusat jantung dan syaraf terpadu, sedangkan untuk diluar jam
kerja RSMH, pasien tetap dilayani sesuai dengan masalah kesehatannya. Pasien
didaftar dan diberikan rekam medik serta dicatat sebagai kunjungan pasien dan
mendapat resep obat untuk (satu) hari, selanjutnya pasien diberikan penjelasan
tentang keadaan penyakitnya kemudian disarankan untuk kontrol di poliklinik
pada pagi hari (jam kerja) dengan melengkapi persyaratan yang berlaku untuk
pasien jaminan.

Universitas Sriwijaya
47

4. Pengelolaan Penderita Di Ruang Isolasi Igd


Ruangan isolasi terbagi menjadi 2 (dua) jenis yaitu ruangan isolasi bertekanan
udara negative dan ruangan isolasi bertekanan udara positif. Ruang isolasi IGD
merupakan ruangan bertekanan negative yang diukur dengan menggunakan alat
magnahelic. Ruangan isolasi IGD merupakan ruangan untuk melakukan tindakan
atau memantau pasien dengan diagnosa ataupun tersangka infeksius (menular)
melalui udara (airbornedisease) atau transmisi droplet. Pelayanan yang cepat dan
tepat dalam menjaga dan mencegah penularan dari penyakit airbome. Skrining
awal pasien yang dilakukan oleh petugas triase yang mengarahkan pasien ke
ruang isolasi IGD. Pasien dari triase langsung menuju ke ruang isolasi IGD
dengan kriteria yang jelas mengenai penyakit infeksiusnya sesuai dengan panduan
dan SPO yang berlaku yaitu :
a) Pasien TB paru
b) Pasien avian infiuenza dan variannya
c) Diptheri
d) Penyakit lainnya dengan transmisi dropletairborne
Alur masuk pasien menuju ruang isolasi IGD harus melalui jalur yang paling
pendek dengan resiko kontak minimal dengan pengunjung. Petugas diwajibkan
mengunakan APD (alat pelindung diri) sebelum memasuki dan melakukan
tindakan pada pasiendengan penyakit infeksius. Tindakan/observasi di ruang
isolasi dikelola dengan durasi maksimal 8 jam.

5.4. Kebijakan Pelayanan Keperawatan RSUP Dr. Mohammad Hoesin


Palembang
1. Pelayanan Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang
merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada
ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok,
atau masyarakat, baik sehat maupun sakit.
2. Dalam menyelenggarakan praktik keperawatan, perawat bertugas sebagai:
a. Pemberi asuhan keperawatan
b. penyuluh dan konselor bagi klien
c. Pengelola pelayanan keperawatan
d. Peneliti keperawatan

Universitas Sriwijaya
48

e. Pelaksana tugas berdasarkan pelimpahan wewenang


f. Pelaksana tugas dalam keadaan keterbatasan tertentu
3. Jenis perawat terdiri atas:
a. Perawat vokasi
b. Perawat profesi.
4. Perawat vokasi merupakan perawat lulusan diploma III dan diploma IV yang
melaksanakan praktik keperawatan yang mempunyai kemampuan
tekniskeperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan
5. Perawat profesi terdiri atas:
a. Ners
b. Ners spesialis
6. Ners merupakan perawat lulusan program profesi keperawatan yang
mempunyai keahlian khusus dalam asuhan keperawatan
7. Ners spesialis merupakan perawat lulusan program spesialis keperawatan
yang mempunyai keahlian khusus dalam asuhan keperawatan
8. Perawat profesi memiliki wewenang melakukan
a. Pengkajian keperawatan secara holistik
b. Menetapkan diagnosis keperawatan
c. Merencanakan tindakan keperawatan
d. Melaksanakan tindakan keperawatan
e. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan
f. Melakukan rujukan
g. Memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat sesuai dengan
kompetensi
h. Memberikankonsultasi keperawatan dan berkolaborasi dengan dokter
i. Melakukan penyuluhan kesehatan dan konseling
j. Melakukan penatalaksanaan pemberian obat kepada klien sesuai dengan
resep tenaga medis atau obat bebas dan obat bebas terbatas
9. Selain bertugas mengelola pemberian asuhan keperawatan, perawat profesi
juga bertugas sebagai pengelola pelayanan keperawatan dengan kewenangan
sebagai berikut:
a. Melakukan pengkajian dan menetapkan permasalahan

Universitas Sriwijaya
49

b. Merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pelayanan keperawatan


c. Mengelola kasus
10. Perawat vokasi memiliki wewenang melakukan:
a. Melakukan pengkajian keperawatan secara holistik
b. Melaksanakan tindakan keparawatan
c. Mengevaluasi hasil tindakan keperawatan
d. Memberikan tindakan pada keadaan gawat darurat sesuai dengan
kompetensi
e. Melakukan penyuluhan kesehatan
11. Perencanaan, pengaturan, pengendalian, serta pembinaan tenaga keperawatan
dilakukan oleh bidang pelayanan keperawatan, yaitu sebagai berikut:
a. Merencanakan kebutuhan tenaga dan menyusun peta ketenagaan
b. Memproses penerimaan tenaga perawat baru
c. Melakukan orientasi
d. Mengusulkan penempatan tenaga keperawatan
e. Mengatur pelaksanaan mutasi internal dan eksternal
f. Menetapkan metode kerja perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan
g. Melakukan pembinaan perawat
h. Melaksanakan pengembangan kompetensi dan karirmelalui pendidikan
dan pelatihan
i. Mengelola kesejahteraan tenaga keperawatan
j. Mengatur pelaksanaan cuti, dan penjadwalan dinas
k. Pengelolaan fasilitas dan logistik ruang rawat dan pelayanan keperawatan
12. Perencanaan ketenagaan dihitung berdasarkan rumus dari Kementerian
Kesehatan dengan mempertimbangkan beban kerja, tingkat ketergantungan,
dan rasio perawat dan pasien. Perencanaan dilakukan dalam periode jangka
panjang (5 tahun) dan jangka pendek (1 tahun) dan peta ketenagaan disusun
setiap tahun
13. Penerimaan tenaga keperawatan dilakukan oleh Bagian SDM dengan
melibatkantim keperawatan dalam kepanitiaan penerimaan
14. Setiap perawat baru harus mengikuti orientasi profesi, yaitu orientasi umum
dan orientasi unit kerja

Universitas Sriwijaya
50

15. Pada orientasi umum, dilakukan dengan metode ceramah, diskusi dan
demonstrasi. Informasi yang disampaikan saat orientasi adalah:
a. SOTK rumah sakit
b. SOTK direktorat medik dan keperawatan
c. SOTK bidang pelayanan keperawatan
d. Visi misi rumah sakit
e. Kebijakan dan prosedur pelayanan terkait mutu dan keselamatan pasien
f. Metode pemberian asuhan keperawatan
g. Proses asuhan keperawatan dan dokumentasi asuhan keperawatan
h. Etik dan disiplin profesi keperawatan
16. Pada orientasi unit kerja, perawat baru melakukanpraktek klinik di unit kerja
selama 1 (bulan) dengan metode preceptormentorship
17. Penempatan tenaga baru diusulkan ke bagian SDM dengan
mempertimbangkan hasil asesmen kompetensi dan serta perencanaan
ketenagaan
18. Pelaksanaan mutasi internal dan eksternal dilakukan sesuai program, kecuali
untuk kasus-kasus tertentu sehingga tidak menghambat kelancaran serta
dengan mempertimbangkan usulan dari unit kerja
19. Praktik keperawatan perawat dalam bentuk asuhan keperawatan dengan
menggunakan proses asuhan keperawatan, meliputi pengkajian, penetapan
diagnosiskeperawatan, perencanaan keperawatan, implementasi keperawatan
dan evaluasi keperawatan
20. Metode kerja perawat dalam pelaksanaan asuhan keperawatan adalah metode
sistem pemberian pelayanan profesional (SP2KP) yang berfokus pada pasien
dan keluarga dengan menekankan mutu dan keselamatan serta prilaku caring
21. Ruang Perawatan dikelola oleh seorang perawat manajer yang disebut dengan
kepala ruangan
22. Pemberian asuhan keperawatan diberikan secara kerja tim, yang diketuai oleh
seorang ketua tim
23. Ketua tim adalah seorang perawat profesi dengan latar belakang pendidikan
minimal ners

Universitas Sriwijaya
51

24. Pembinaan dan pengawasan tenaga keperawatan dilaksanakan melalui


supervisi, konsultasi, bimbingan, monitoring atau evaluasi
25. Pembinaan dan pengawasan diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan dan keselamatan klien
26. Pengembangan kompetensi dan karir dilakukan melalui pendidikan dan
pelatihan sesuai dengan visi misi rumah sakit dan program kerja bidang
pelayanan keperawatan. Kegiatan dilakukan dengan berkoordinasi dengan
bagian diklit dan instalasi pelatihan
27. Dalam pemenuhan kesejahteraan, tenaga Keperawatan berhak untuk:
a. Memperoleh pelindungan hukum sepanjang melaksanakan pekerjaannya
sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, dan standar prosedur
operasional, dan ketentuan peraturan perundang-undangan
b. Menerima imbalan jasa atas pelayanan keperawatan yang telah diberikan
c. Memperoleh fasilitas kerja sesuai dengan standar
d. Memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja,
perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia, moral,
kesusilaan, serta nilai-nilai agama
e. Mendapatkan kesempatan untuk mengembangkan profesinya dan
memperoleh hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan
28. Pengaturan cuti dikelola oleh kepala ruangan dengan mempertimbangkan
kelancaran pelayanan
29. Dalam melaksanakan tugasnya, perawat di ruang perawatan bekerja dengan
metode shift dan sesuai dengan jadwal yang ditetapkan (pagi/sore/malam).
Perawat di luar ruang perawatan, bekerja sesuai dengan edaran Direktur
terkait jam kerja
30. Jumlah jam kerja efektif perawat shift adalah 168-175 jam perbulan, dengan
jadwal jaga malam selama 2 (dua) malam dan setelah dinas malam perawat
diberikan libur
31. Dalam pemenuhan fasilitas dan logistik ruang perawatan dan pelayanan
keperawatan bidang pelayanan keperawatan berkoordinasi dengan kepala

Universitas Sriwijaya
52

instalasi berdasarkan usulan kepala ruangan yang mengacu pada standar


minimal peralatan keperawatan dan kebidanan

5.5. Hasil Penelitian


5.5.1.Data Observasi
Observasi adalah salah satu cara pengumpulan data dengan pengamatan
langsung dan pencatatan langsung terhadap objek penelitian. Dalam penelitian ini,
data observasi didapatkan dari pengamatan dan pencatatan mengenai ruang
lingkup perawat diinstalasi gawat darurat.

5.5.2.Tugas Perawat Instalasi Gawat Darurat


Adapun uraian tugas perawat pelaksana diinstalasi gawat darurat adalah
sebagai berikut :
a. Umum
1. Melakukan absensi print finger datang dan pulang
2. Mengikuti apel bulanan setiap tanggal 17 dan upacara bendera
3. Mengikuti briefing pagi
4. Bersama anggota tim lainnya melakukan serah terima pasien dan alat
inventaris
5. Menata dan merapikan ruangan
6. Menerima dan melaksanakan pendelegasian tugas dari ketua tim
7. Menyiapkan formulir tindakan medis dan non medis
8. Menyiapkan formulir pemeriksaan penunjang
9. Menyiapkan alat - alat siap pakai untuk tindakan keperawatan dan medic
10. Menyiapkan kelengkapan administrasi pasien transfer internal / eksternal
11. Melakukan transfer pasien internal / eksternal
12. Menyiapkan kelengkapan administrasi pasien pulang
13. Melakukan asuhan keperawatan / kebidanan mulai pengkajian, diagnosa,
perencanaan, implementasi, evaluasi dan dokumentasi
14. Melaksanakan orientasi kepada pasien baru
15. Mengatur dan mengkoordinasikan pemeliharaan alat inventaris dan alat
habis pakai

Universitas Sriwijaya
53

16. Membuat laporan harian


17. Menghadiri rapat ruangan dan instalasi
18. Melaksanakan penerapan 6 sasaran keselamatan pasien
19. Melaksanakan penerapan K3RS
20. Melaksanakan penerapan PPI
21. Melaksanakan penerapan BHD
22. Menerapkan 6 (enam) indikator mutu pelayanan keperawatan
23. Mendampingi visite dokter
24. Melaporkan KTD, KNC, KPC, KTC dan sentinel
25. Mengikuti kegiatan pelaksanaan DRK setiap bulan
26. Mendokumentasikan kegiatan dalam buku catatan perawat/bidan harian
27. Melaksanakan kegiatan sesuai dengan SPO dan SAK
b. Khusus Profesi
1. Melakukan basic assessment primary survey dan secondary survey
2. Melakukan triase dan re-triase
3. Melakukan tindakan live saving, resusitasi dengan atau tanpa alat
4. Asistensi tindakan dokumentasi pasien terpapar B3
5. Pengelolaan jalan nafas
6. Melakukan fisioterapi dada
7. Memberikan inhalasi / nebulasi
8. Memberikan terapi oksigen
9. Memonitoring hemodinamik non inovasif dan invasive

Universitas Sriwijaya
54

5.5.3.Jadwal Tugas Jaga Perawat Instalasi Gawat Darurat


Jadwal tugas jaga perawat Instalasi Gawat Darurat disusun perbulan.
Penyusunan jadwal tugas jaga perawat Instalasi Gawat Darurat disusun oleh
penanggung jawab instalasi gawat daruratyang berkoordinasi dengan masing-
masing ketua tim penanggung jawab unit area. Jadwal tugas jaga perawat dibagi
dalam 3 shift secara bergiliran yaitu : shift pagi, sore, dan malam sesuai hari,
tanggal dan bulan. Adapun pertukaran shift yaitu :

Tabel 5.2
Jadwal Tugas Jaga Perawat Instalasi Gawat Darurat
Dinas Waktu Dinas

07.00 – 14.00 WIB


Shift Pagi
14.00 – 21.00 WIB
Shift Siang
21.00 – 07.00 WIB
Shift Malam

5.6.Data NASA Task Load Index


1. Tahap Perhitungan NASA TLX
Pengambilan dan pengumpulan data dilakukan pada saat informan sedang
melaksanakan shiftnya pada saat perawat tidak sedang menangani pasien.
Pengambilan data dilakukan di instalasi gawat darurat yang dijalankan oleh tiap
responden tersebut sehingga data dari pembagian kuesioner yaitu data NASA
TLX untuk perawat instalasi gawat darurat. Dalam Kuesioner NASA TLX
terdapat dua produk, yaitu bobot dan rating. Bobot dan rating diketahui melalui
pembobotan dan pemberian rating.
2. Pembobotan
Pada tahap ini, informan diminta untuk membandingkan dua dimensi berbeda
dengan cara perbandingan berpasangan sesuai dengan yang dialami responden
pada saat menjalani tugasnya sebagai perawat instalasi gawat darurat. Total
perbandingan berpasangan untuk keseluruhan dimensi (6 dimensi) NASA TLX
adalah 15.

Universitas Sriwijaya
55

Berikut pada tabel 5.4 merincikan pembobotan dari tiap dimensi NASA TLX
perawat di instalasi gawat darurat.
Tabel 5.3
Pembobotan Perawat Instalasi Gawat Darurat

Bobot
Responden
MD PD TD OP EF FR
A1 2 2 2 4 5 0
A2 5 1 1 1 4 3
A3 4 2 4 3 0 2
A4 2 1 1 3 4 4
A5 3 1 2 3 5 1
A6 5 1 3 3 2 1
A7 4 2 2 4 1 2
A8 4 3 3 4 0 1
A9 5 3 0 3 3 1
A10 5 2 1 4 2 1
A11 5 0 3 4 1 2
A12 5 3 3 3 1 0
A13 5 1 1 4 3 1
n Total 54 22 26 43 31 19
Presentasi % 28 11 13 22 16 10

Keterangan :
MD = Mental Demand
PD = Physical Demand
TD = Temporal Demand
OP = Overall Performance
EF = Effort
FR = Frustation

Nilai pembobotan pada perawat instalasi gawat darurat adalah 28% untuk
dimensi mental demand, 11% untuk dimensi physical demand, 13% untuk
dimensi temporal demand, 22% untuk dimensi overall performance, 16% untuk
dimensi effort, dan 10% untuk dimensi frustation.

Universitas Sriwijaya
56

3. Pemberian Rating
Pada bagian ini informan diminta member rating terhadap keenam indikator
beban mental. Rating yang diberikan adalah subjektif tergantung pada beban
mental yang dirasakan oleh informan tersebut. Rating berkisar antara 0-100.
Berikut adalah hasil dari pengumpulan data pemberian rating pada perawat
instalasi gawat darurat.
Berikut pada tabel 5.5 adalah data NASA TLX pada perawat diinstalasi gawat
darurat :
Tabel 5.4
Rating Perawat Instalasi Gawat Darurat

Responden Rating
MD PD TD OP EF FR
A1 100 95 95 100 100 90
A2 100 90 90 100 95 90
A3 95 90 80 85 85 80
A4 90 85 75 90 85 70
A5 90 85 75 85 85 75
A6 90 80 90 90 85 55
A7 100 90 85 90 85 85
A8 100 85 95 100 100 85
A9 100 90 95 100 100 90
A10 95 85 85 90 90 80
A11 95 85 90 90 85 75
A12 100 85 95 95 95 80
A13 95 90 95 80 90 90
n total 1250 1135 1145 1195 1180 1045
Rata-rata 96.2 87.3 88.1 91.9 90.7 80.4

Keterangan :
MD = Mental Demand
PD = Physical Demand
TD = Temporal Demand
OP = Overall Performance
EF = Effort
FR = Frustation

Universitas Sriwijaya
57

Rata-rata rating pada perawat instalasi gawat darurat adalah 96.2 untuk
dimensi mental demand, 87.3 untuk dimensi physical demand, 88.1 untuk dimensi
temporal demand, 91.9 untuk dimensi overall performance, 90.7 untuk dimensi
effort, dan 80.4 untuk dimensi frustation.

5.6.1. Identifikasi Mental Demand (MD)


Berikut pada tabel adalah nilai Mental Demand pada perawat diinstalasi
gawat darurat:
Tabel 5.5
Produk Mental Demand
Perawat Instalasi Gawat Darurat
Responden Bobot Rating Produk (Bobot x Rating)
A1 2 100 200
A2 5 100 500
A3 4 95 380
A4 2 90 180
A5 3 90 270
A6 5 90 450
A7 4 100 400
A8 4 100 400
A9 5 100 500
A10 5 95 475
A11 5 95 475
A12 5 100 500
A13 5 95 475
n total 54 1250 5205
rata-rata 4.1 96 400.4

Perawat instalasi gawat darurat memiliki rata-rata produk mental demand


sebesar 400.4
Kebutuhan mental (mental demand) adalah nilai dimensi tertinggi pertama
yaitu dengan nilai 400.4 Kebutuhan mental yang dimaksud adalah seberapa besar
tuntutan mental dan perseptual yang dibutuhkan untuk berpikir, memutuskan,
menghitung, mengingat melihat dan mencari. Dalam profesi perawat, indikator
kebutuhan mental didasari oleh situasi pengambilan keputusan dalam kondisi
darurat dan dituntut berpikir kritis terutama perawat yang bekerja di instalasi

Universitas Sriwijaya
58

gawat darurat karena harus melakukan pekerjaan dengan cepat sehingga


pengaplikasian berpikir kritis pada perawat IGD sangat diperlukan agar dapat
memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas.

Berdasarkan hasil wawancara mendalam terkait mental demand adalah


sebagai berikut:

“Kalau mengambil keputusan itu tidak bisa sendiri apalagi kita diinstansi
seperti ini tidak bisa kita ngambil keputusan sendiri.” (JS)

“Emergency semuanya bisa darurat bisa berubah-ubah.” (RB)

“Semua pasien yang datang kesini ya pasien yang gawat darurat semua.”
(NL)

Dari wawancara diatas didapatkan hasil bahwa perawat instalasi gawat


darurat tidak bisa mengambil keputusan sendiri, apalagi dalam kondisi darurat.
Hal ini didukung oleh data dari telaah dokumen yang menyatakan bahwa perawat
instalasi gawat darurat memberikan pelayanan sesuai standar, terintegrasi dan
terpadu antar multidisiplin ilmu. Pemberian pelayanan kedokteran dan
keperawatan secara terintegrasi merupakan bagian dari Multidiciplinary
Emergency Team/IMET. Imet adalah tim yang terdiri atas dokter jaga dan perawat
yang menangani kasus kegawatdaruratan yang kompleks. IMET terdiri dari dokter
bedah, dokter penyakit dalam, dokter anastesi, dokter kebidanan dan kandungan,
dokter anak dan perawat. Pasien dengan berbagai masalah ditangani secara
bersama-sama antara anggota tim IMET ini.
Dalam sistem pengambilan keputusan dalam kondisi daruratpun, perawat
instalasi gawat darurat juga harus lapor kepada penanggung jawab instalasi gawat
darurat, koordinator atau supervisor yang sedang dalam shift. Seperti pada hasil
wawancara berikut:

“Ada penanggung jawabnya. Kalau dipagi hari bisa saya, bisa koordinator.
Tapi kalau sore dan malam ada supervisor. Ada yang khusus yang perlu

Universitas Sriwijaya
59

dikonsultasikan apalagi itu menyangkut misalkan pasien tidak punya


keluarga. Itulah mangkanya diigd ini kita harus cerdas, kita lihat juga
keadaan pasien.” (JS)

Pekerjaan dengan dominasi aktivitas mental yang sering dilakukan oleh


perawat bersifat mental seperti berpikir kritis, keterampilan, tanggung jawab
terhadap kesembuhan, harus menjalin komunikasi yang baik dengan pasien dan
keluarga pasien, kompleksitas pekerjaan, mempersiapkan mental dan rohani
pasien dan keluarga terutama yang akan menjalankan operasi atau dalam keadaan
kritis, tuntutan dari keluarga pasien, harus memiliki empati dan kepedulian
terhadap pasien, bekerja dengan tim, mampu mengendalikan emosi.

5.6.2.Identifikasi Overall Performance (OP)


Berikut pada tabel adalah nilai overall performance pada perawat diinstalasi
gawat darurat:
Tabel 5.6
Produk Overall Performance
Perawat Instalasi Gawat Darurat
Responden Bobot Rating Produk (Bobot x Rating)
A1 4 100 400
A2 1 100 100
A3 3 85 255
A4 3 90 270
A5 3 85 255
A6 3 90 270
A7 4 90 360
A8 4 100 400
A9 3 100 300
A10 4 90 360
A11 4 90 360
A12 3 95 285
A13 4 80 320
n total 43 1195 3935
rata-rata 3.3 91.9 302.6

Universitas Sriwijaya
60

Perawat instalasi gawat darurat memiliki rata-rata produk overall


performance sebesar 302.6

Performansi/tingkat keberhasilan (overall performance) adalah nilai dimensi


tertinggi kedua yaitu dengan nilai 302.6 Overall performance berkaitan dengan
performansi/tingkat keberhasilan yang harus dicapai saat bekerja. Seperti
bagaimana tekanan yang berkaitan dengan nilai keberhasilan yang dirasakan saat
perawat bekerja.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam terkait overall performanceadalah
sebagai berikut:

“Masalah dirumah cukup dirumah kalo udah kerja kita harus professional
apalagi ini igd banyak pasien yang harus ditolong harus dalam pikiran
jernih, kalo nggak ya akan fatal.”(JS)

“Harus tetap senyum tetap menjaga emosi disaat keluarga pasien datang
dengan keadaan emosional, keuarga pasien sedih kita tidak boleh ikut. Kita
harus seperti innocent tapi tidak cuek.” (RB)

“Disini ada passion safety 6 sasaran keselamatan pasien untuk menjamin


keselamatan pasien dan sudah berstandar internasional melalui sertifikasi
joint commission international (JCI).” (JS)

“Patient center artinya yg menjadi center kita itu adalah pasien, semua yang
dikelilingi ialah kerja sama mulai dari dokter, perawat, petugas tfo, petugas
rekam medis, gizi maupun farmasi. Apa yang dibutuhkan pasien.” (RB)

Berdasarkan hasil wawancara tersebut tingkat performansi sejalan dengan


tanggung jawab yang besar. Perawat IGD dituntut untuk bertanggung jawab
dalam setiap tindakannya khususnya selama melaksanakan tugas di IGD.
Tanggung jawab perawat erat kaitannya dengan tugas-tugas perawat, tugas-tugas
perawat secara umum adalah memenuhi kebutuhan dasar serta mengutamakan dan

Universitas Sriwijaya
61

mengoptimalkan keselamatan pasien. Perawat diinstalasi gawat darurat memiliki


tugas (job description) nya masing-masing dan setiap pekerjaan akan
menghasilkan beban kerja tersendiri. Fakta tersebut juga didukung oleh telaah
dokumen yang berisikan tugas perawat berdasarkan standar prosedur operasional
(SPO) keperawatan dasar dan standar prosedur operasional (SPO) keperawatan
lanjutan.

5.6.3.Identifikasi Effort (EF)


Berikut pada tabel adalah nilai effort pada perawat diinstalasi gawat darurat:

Tabel 5.7
Produk Effort
Perawat Instalasi Gawat Darurat
Responden Bobot Rating Produk (Bobot x Rating)
A1 5 100 500
A2 4 95 380
A3 0 85 0
A4 4 85 340
A5 5 85 425
A6 2 85 170
A7 1 85 85
A8 0 100 0
A9 3 100 300
A10 2 90 180
A11 1 85 85
A12 1 95 95
A13 3 90 270
n total 31 1180 2830
rata-rata 2.3 90.7 217.6
Perawat instalasi gawat darurat memiliki rata-rata produk effort sebesar
217.6

Tingkat usaha (effort) berkaitan dengan tingkat usaha yang harus dikeluarkan
dalam satu kali menangani pasien. Seperti bagaimana tekanan yang berkaitan
dengan nilai usaha yang harus dilakukan saat perawat bekerja. Tingkat usaha

Universitas Sriwijaya
62

(effort) adalah nilai dimensi tertinggi ketiga yaitu dengan nilai 217.6 Hal ini
didukung oleh pernyataan informan:

“Kalau ada pasien yang masuk kita harus tau tindakan apa yang harus
dilakukan sekarang. Kalau nggak tinggi analisis nya bisa fatal karena
menyangkut nyawa.” (LR)

“Ada observasi pasien, dianalisis kenapa pasien ini lama tertahan, maka
setiap rabu kepala instalasi akan mengumpulkan kami para ketua tim.” (RB)

“Iya kalau misal ada pasien yang tertahan lama akan dianalisis
penyebabnya.” (JS)

“Kita punya tim kontrol. Kalau dijam kerja kita dibawah ibu penanggung
jawab igd lantai 1. Ibu penanggung jawab igd lantai 1 ada pelaporan
kekoordinator pelayanan. Semuanya kerja kita dikontrol sampai kedirektur,
kalau tidak dikontrol ya amburadur.” (RB)

Berdasarkan hasil wawancara diatas perawat IGD dituntut untuk memiliki


ketepatan diagnosa keperawatan seperti melakukan ketepatan diagnosa pada
pasien, melakukan tindakan sesuai SPO, ketepatan melakukan diagnosa menjadi
langkah awal dalam sebuah proses pengobatan karena ketepatan melakukan
diagnosa maka akan mempengaruhi tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.
Perawat IGD melakukan observasi pasien diigd yaitu suatu kegiatan penilaian dan
pengawasan terhadap pasien yang sudah diatasi kegawatdaruratannya yang
dilakukan oleh paramedis perawat. Apabila hasil observasi menunjukkan keadaan
penderita semakin tidak baik maka paramedis perawat harus lapor kepada dokter
jaga. Perkembangan penderita selama observasi dicatat dikartu status penderita
(lembar integrated form / RM 04) / lembar observasi dilakukan maksimal 8 jam,
setelah observasi tentukan apakah penderita perlu rawat jalan / rawat inap.
Dimensi ini menunjukkan seberapa besar usaha mental dan fisik dalam
menyelesaikan pekerjaan. Berdasarkan telaah dokumen pada data rekam medik

Universitas Sriwijaya
63

RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang mengenai banyaknya jumlah


kunjungan pasien yang diletakkan di instalasi gawat darurat sejumlah:
a. Tahun 2017 terdapat 23.830 pasien.
b. Tahun 2018 terdapat 28.977 pasien.
c. Tahun 2019 terdapat 32.594 pasien.
d. Tahun 2020 sampai bulan oktober terdapat 19874 pasien.
Total keseluruhan pasien dari tahun 2017-2020 berjumlah 105.275 pasien.
Artinya ada 2716 kunjungan pasien perbulan yang masuk ke instalasi gawat
darurat dan perawat instalasi gawat darurat harus menangani 91 pasien perharinya
sehingga besarnya usaha fisik yang dibutuhkan perawat IGD saat bekerja.
Secara garis besar tipe-tipe kelelahan dibagi menjadi dua yaitu kelelahan fisik
(berkurangnya kemampuan untuk bekerja manual) dan kelelahan mental
(penurunan tingkat konsentrasi dan kewaspadaan) meskipun tidak dapat
dipisahkan, namun masih dapat dibedakan pekerjaan dominasi fisik dan pekerjaan
dengan dominasi aktivitas mental. Pekerjaan dengan dominasi aktivitas mental
yang sering dilakukan oleh perawat IGD bersifat mental seperti berpikir kritis,
keterampilan, tanggung jawab terhadap kesembuhan, harus menjalin komunikasi
yang baik dengan pasien dan keluarga pasien, kompleksitas pekerjaan,
mempersiapkan mental dan rohani pasien dan keluarga terutama yang akan
menjalankan operasi atau dalam keadaan kritis, tuntutan dari keluarga pasien,
harus memiliki empati dan kepedulian terhadap pasien, bekerja dengan tim dan
mampu mengendalikan emosi.

Universitas Sriwijaya
64

5.6.4.Identifikasi Temporal Demand (TD)


Berikut pada tabel adalah nilai temporal demand pada perawat diinstalasi
gawat darurat:
Tabel 5.8
Produk Temporal Demand
Perawat Instalasi Gawat Darurat
Responden Bobot Rating Produk ( Bobot x Rating )
A1 2 95 190
A2 1 90 90
A3 4 80 320
A4 1 75 75
A5 2 75 150
A6 3 90 270
A7 2 85 170
A8 3 95 285
A9 0 95 0
A10 1 85 85
A11 3 90 270
A12 3 95 285
A13 1 95 95
n total 26 1145 2285
rata-rata 2 88.0 175.8
Perawat instalasi gawat darurat memiliki rata-rata produk temporal
demand sebesar 175.8

Kebutuhan waktu (temporal demand) adalah nilai dimensi tertinggi keempat


yaitu dengan nilai 175.8 Kebutuhan waktu (temporal demand) berkaitan dengan
waktu. Seperti bagaimana tekanan yang berkaitan dengan waktu yang dirasakan
saat perawat bekerja.

Berdasarkan hasil wawancara mendalam terkait temporal demand adalah


sebagai berikut:

“Tergantung tingkat kegawatan pasien.” (JS)

Universitas Sriwijaya
65

“Kita punya yang namanya respon time, di respon time itu ada yang
namanya irt1, ketika pasien datang itu ada, jadi berapa menit? 2 menit harus
sudah dilihat petugas/dokter ke triase dulu, kemudian 5 menit menunggu,
maksimal 5 menit dokter jaga Prioritas (P2 - Yellow Area) melihat pasien
mau dikemanakan pasien ini.” (RB)

Perawat IGD dituntut untuk respon time (waktu tanggap) yang tepat dan
efisien dalam setiap pengambilan keputusan mulai sejak awal pasien datang
hingga pasien dipindahkan dari IGD. Kecepatan dan ketepatan pelayanan menjadi
standar pelayanan minimal yang harus dicapai oleh perawat IGD.
5.6.5. Identifikasi Frustation (FR)
Berikut pada tabel adalah nilai frustation pada perawat diinstalasi gawat
darurat:
Tabel 5.9
Produk Frustation
Perawat Instalasi Gawat Darurat
Responden Bobot Rating Produk ( Bobot x Rating )
A1 0 90 0
A2 3 90 270
A3 2 80 160
A4 4 70 280
A5 1 75 75
A6 1 55 55
A7 2 85 170
A8 1 85 85
A9 1 90 90
A10 1 80 80
A11 2 75 150
A12 0 80 0
A13 1 90 90
n total 19 1045 1505
Rata-rata 1.461538 80.38462 115.8
Perawat instalasi gawat darurat memiliki rata-rata produk frustation
sebesar 115.8

Universitas Sriwijaya
66

Frustasi (frustration) berkaitan dengan kondisi pikiran perawat instalasi


gawat darurat. Seperti bagaimana tidak aman, putus asa, terganggu kah perawat
saat bekerja. Nilai dimensi frustration ini cenderung kecil dibandingkan dengan
empat dimensi lainnya.
Berdasarkan hasil wawancara mendalam terkait frustration adalah sebagai
berikut:

“Banyak, sudah kritis ternyata pasien nya tidak bisa diselamatkan atau
pasien datang dengan kondisi sudah meninggal.”

“Iya ada sentinel sampai kematian. Kita sudah ada komite mutu kita mulai
dari, kejadian potensial cedera, kejadian nyaris cedera, kejadian tidak
cedera, kejadian tidak diharapkan kembali lagi ke patient safety tadi meliputi
6 sasaran keselamatan pasien.” (JS)

Frustasi yang dirasakan perawat instalasi gawat darurat adalah hasil tuntutan-
tuntutan pekerjaan, sudah semampunya menjalankan tugas sesuai standar prosedur
operasional (SPO) namun pasien tidak bisa diselamatkan. Berdasarkan hasil
wawancara diatas diperkuat oleh telaah dokumen pedoman pelayanan instalasi
gawat darurat. Perasaan stres juga bisa dirasakan sebagai tekanan adanya Prioritas
0 atau kasus kematian yang artinya tidak ada respon pada segala rangsangan, tidak
ada respirasi spontan, tidak ada bukti aktivitas jantung, hilangnya respon pupil
terhadap cahaya. Pasien yang datang telah meninggal dunia (death on arrival /
DoA).

Universitas Sriwijaya
67

5.6.6. Identifikasi Physical Demand (PD)


Berikut pada tabel adalah nilai physical demand pada perawat diinstalasi
gawat darurat:
Tabel 5.10
Produk Physical Demand
Perawat Instalasi Gawat Darurat
Responden Bobot Rating Produk (Bobot x Rating )
A1 2 95 190
A2 1 90 90
A3 2 90 180
A4 1 85 85
A5 1 85 85
A6 1 80 80
A7 2 90 180
A8 3 85 255
A9 3 90 270
A10 2 85 170
A11 0 85 0
A12 3 85 255
A13 1 90 90
n total 22 1135 1930
rata-rata 1.6 87.3 90.0
Perawat instalasi gawat darurat memiliki rata-rata produk physical demand
sebesar 90.0

Kebutuhan fisik (physical demand) adalah nilai dimensi ini cenderung sangat
kecil dibandingkan lima dimensi lainnya yaitu dengan nilai 90.0 Kebutuhan fisik
yang dimaksud adalah jumlah tuntutan fisik yang dibutuhkan dalam bekerja
(misalnya mendorong, menarik, menjalankan dan mengontrol putaran) yang
masih berhubungan dengan kelelahan. Berdasarkan hasil wawancara dengan
informa :

“Dak biso kito ngomongke berat, semua berat semua, nggak mungkin ya
tergantung..

Universitas Sriwijaya
68

Berdasarkan hasil wawancara diatas perawat IGD memiliki tugas fisik


yang tingkat berat nya yang sama tidak bisa dibandingkan dengan ruangan lain
yang ada di IGD karena sudah ada job description masing – masing perawat IGD.

…Iya ada, medical check up (MCU) rutin satu tahun sekali. Vaksin sudah
ada, terus dari segi jadwal juga sudah habis malam kan libur, dapet obat
vitamin juga, setiap hari kami dapat asupan dari gizi seperti telur susu itu
ada udah jalan dari bulan 4 dari jaman covid sudah mulai ada asupan gizi…

…Iya ada, disini ada medical check up rutin setahun sekali. Semenjak
COVID ini dapet juga asupan dari gizi seperti telur susu vitamin untuk
menjaga imun kita…

Berdasarkan hasil wawancara diatas terhadap perawat IGD, sudah ada upaya
dari rumah sakit dalam memelihara kondisi fisik sebagai perawat berupa medical
check up (MCU) rutin satu tahun sekali serta mendapatkan asupan dari gizi seperti
telur, susu serta vitamin untuk menjaga imun tubuh tetap sehat.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan pekerjaan perawat yang melibatkan
fisik diantaranya melakukan aktivitas mendorong bed, kursi roda pasien,
melakukan pemindahan pasien, dan mengangkat pasien dalam tandu. Aktivitas
fisik yang dilakukan perawat telah banyak dibantu dengan adanya alat bantu yang
memadai dan memudahkan perawat dalam melakukan pengangkatan,
pemindahan, maupun mendorong.

Universitas Sriwijaya
69

5.6.7.Analisis Skor Beban Mental Berdasarkan NASA TLX


Dalam pengolahan data NASA TLX, skor akhir beban kerja mental
didapatkan dari perhitungan NASA TLX. Berikut adalah hasil perhitungan skor
kuesioner NASA TLX pada perawat diinstalasi gawat darurat:

Tabel 5.11
Analisis Skor Perawat Instalasi Gawat Darurat
Responden Produk
MD PD TD OP EF FR WWL Skor
A1 200 190 190 400 500 0 1480 99
A2 500 90 90 100 380 270 1430 95
A3 380 180 320 255 0 160 1295 86
A4 180 85 75 270 340 280 1230 82
A5 270 85 150 255 425 75 1260 84
A6 450 80 270 270 170 55 1295 86
A7 400 180 170 360 85 170 1365 91
A8 400 255 285 400 0 85 1425 95
A9 500 270 0 300 300 90 1460 97
A10 475 170 85 360 180 80 1350 90
A11 475 0 270 360 85 150 1340 89
A12 500 255 285 285 95 0 1420 95
A13 475 90 95 320 270 90 1340 89
Rata-rata 91

Dari tabel 5.11, didapatkan bahwa rata-rata beban kerja mental perawat
instalasi gawat darurat sebesar 91. Nilai tersebut termasuk dalam kategori beban
kerja mental berat (Overload) karena bernilai lebih dari 80.

Keterangan :
MD = Mental Demand
PD = Physical Demand
TD = Temporal Demand
OP = Overall Performance
EF = Effort
FR = Frustation
WWL = Weighted Workload (Produk/15)

Universitas Sriwijaya
70

Rata-rata Beban Kerja Mental


100
91
80

60
Rata-rata Beban Kerja
40
Mental
20

0
Perawat Instalasi Gawat Darurat

Gambar 5.2 Rata-rata Beban Kerja Mental Perawat di Instalasi Gawat


Darurat
Berdasarkan gambar 5.2 menunjukkan perawat instalasi gawat darurat
memiliki nilai beban mental yang tinggi. Nilai beban kerja mental NASA TLX
yang dimiliki perawat instalasi gawat darurat (91) dikategorikan beban kerja
mental berat.

Universitas Sriwijaya
BAB VI
PEMBAHASAN

6.1. Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini telah diusahakan dan dilaksanakan sesuai dengan prosedur
ilmiah, namun demikian masih memiliki keterbatasan yaitu:
a. Dalam proses penelitian ini, peneliti menghadapi beberapa kendala namun
peneliti tetap berupaya semaksimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang
berkualitas. Salah satu kendala yang dihadapi adalah sulitnya untuk
mendapatkan izin agar bisa melakukan penelitian dikarenakan pandemi
COVID 19 ini.
b. Data ini bersifat rahasia dan tidak boleh dipublikasikan secara umum,
sehingga untuk mendapatkannya pun membutuhkan waktu yang cukup lama.
Selain itu, metode perhitungan masih manual menggunakan perangkat lunak
Microsoft Excel dan kalkulator sehingga beberapa kali terjadi kesalahan
perhitungan. Untuk mengatasi hal ini peneliti melakukan perhitungan
berulang-ulang untuk meminimalisir kesalahan pada saat perhitungan.

6.2. Beban Kerja Mental Berdasarkan NASA TLX


NASA Task Load Index (NASA TLX) merupakan suatu prosedur
pembobotan dan rating multi-dimensional yang menyediakan suatu pengukuran
beban kerja mental secara keseluruhan yang didasarkan pada rata-rata rating dari
(6) dimensi/sub-skala, yaitu Mental Demand, Physical Demand, Temporal
Demand, Overall Performance, Effort dan Frustation. Kebutuhan mental (mental
demand) adalah tuntutan aktivitas mental dan perseptual yang dibutuhkan dalam
pekerjaan (contoh: berpikir, memutuskan, menghitung, mengingat,melihat,
mencari). Kebutuhan fisik (physical demand) adalah aktivitas fisik yang
dibutuhkan dalam pekerjaan (contoh : mendorong, menarik, memutar,
mengontrol, menjalankan). Kebutuhan waktu (temporal demand) adalah tekanan
waktu yang dirasakan selama pekerjaan atau elemen pekerjaan berlangsung.
Overall Performance adalah seberapa besar keberhasilan dan kepuasan didalam

71 Universitas sriwijaya
72

mencapai target pekerjaan.Usaha (effort) adalah usaha yang dikeluarkan secara


mental dan fisik yang dibutuhkan untuk mencapai level performansi
pekerja.Frustasi (frustation) adalah rasa tidak aman, putus asa, tersinggung, stres,
dan terganggu dibanding dengan perasaan aman, puas, cocok, nyaman, dan
kepuasan diri yang dirasakan selama mengerjakan pekerjaan tersebut (Hart dan
Staveland, 1988).
Berdasarkan hasil kuesioner NASA TLX yang telah diisi oleh responden,
didapatkan rata-rata nilai masing-masing dimensi yang berbeda pada perawat
IGD. Nilai produk atau nilai dimensi ini didapatkan dari pembobotan (weight)
dikalikan dengan penskoran (rating) kemudian dibagi 15. Setelah itu didapatkan
nilai masing-masing dimensi untuk setiap responden. Kemudian nilai tersebut
dirata-rata untuk mendapatkan nilai masing-masing dimensi keseluruhan. Setiap
dimensi memiliki skala rating dari rendah ke tinggi, yang dapat diartikan bahwa
semakin tinggi nilainya maka dimensi tersebut memiliki nilai yang buruk. Nilai
dimensi tersebut akan digunakan untuk mengevaluasi setiap faktor terhadap beban
kerja pada perawat IGD.

6.2.1. Mental Demand


Berdasarkan Zahara dkk (2012) beban kerja mental yang dipengaruhi oleh
mental demand adalah sebesar 270 (23%). Sedangkan menurut Hanissa Okitasari
dan Darminto Pujotomo (2016), dimensi mental demand mempengaruhi beban
kerja mental tertinggi dengan nilai 260. Berdasarkan hasil rata-rata beban dimensi
mental demand pada penelitian ini diperoleh nilai rata-rata dimensi mental
demand pada perawat IGD sebesar 400.4. Dimensi mental demand memiliki nilai
rata-rata paling tinggi dibanding dengan dimensi lain. Berdasarkan hasil penelitian
yang telah dilakukan perawat IGD dituntut untuk berpikir kritis terutama perawat
yg bekerja di instalasi gawat darurat karena harus melakukan pekerjaan dengan
cepat sehingga pengaplikasian berpikir kritis sangat diperlukan agar dapat
memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas. Pada penelitian sebelumnya
terlihat bahwa perawat yang mempersepsikan dirinya memiliki kemampuan
berpikir kritis baik lebih banyak dari perawat yang mempersepsikan dirinya
memiliki kemampuan berpikir kritis kurang (Mulyaningsih, 2013 ).

Universitas Sriwijaya
73

Berdasarkan hasil wawancara, diketahui perawat IGD menghadapi


bermacam-macam situasi klinis yang berhubungan dengan pasien, anggota
keluarga pasien dan staf pelayanan kesehatan lainnya, sehingga penting untuk
berpikir cerdas pada setiap situasi. Untuk berpikir cerdas, perawat harus
mengembangkan cara berpikir kritis dalam menghadapi setiap masalah dan
pengalaman baru yang menyangkut pasien dengan cara berpikiran terbuka, kreatif,
percaya diri dan bijaksana. Perawat instalasi gawat darurat memiliki tanggung
jawab untuk membuat keputusan klinis yang tepat dan akurat. Perawat
professional akan mengambil tindakan yang cepat ketika keadaan pasien
memburuk, mendeteksi jika pasien mengalami komplikasi dan memiliki inisiatif
untuk mengatasinya (Potter& Perry, 2009).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan perawat instalasi gawat darurat
harus berkomunikasi dengan baik terutama kepada pasien dan keluarga pasien
karena sering terjadi tuntutan dari keluarga pasien. komunikasi yg efektif
memiliki banyak manfaat termasuk memperbaiki tingkat pemulihan pada pasien,
pengendalian nyeri, kepatuhan pengobatan, fungsi psikologis. Komunikasi yang
tidak efektif dapat berdampak negatif pada perawat dengan meningkatkan tingkat
stres, kurangnya kepuasan kerja, dan kelelahan emosional. Komunikasi efektif
digambarkan sebagai standar praktik keperawatan profesional. Salah satu hal yang
dilakukan perawat dalam menjaga kerjasama yang baik dengan klien dalam
membantu memenuhi kebutuhan kesehatan klien, maupun dengan tenaga
kesehatan lain dalam rangka membantu mengatasi masalah klien adalah dengan
berkomunikasi. Dengan berkomunikasi perawat dapat mendengarkan perasaan
klien dan menjelaskan prosedur tindakan keperawatan (Mundakir, 2013).
Berdasarkn penelitian yang telah diakukan dalam mengambil keputusan
perawat instalasi gawat darurat tidak mengambil keputusan sendiri, perawat harus
memberikan pelayanan sesuai urutan standarnya atau standar prosedur
operasional. Perawat instalasi gawat darurat sudah memiliki job descriptionnya
masing-masing, tetapi ada kondisi dimana perawat harus mengkonsultasikannya
dahulu, tidak bisa mengambil keputusan sendiri karena ada penaanggung
jawabnya yaitu dikonsultasikan dengan penanggung jawab instalasi gawat darurat.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa perawat instalasi gawat darurat

Universitas Sriwijaya
74

sudah ada kewenangan klinis nya masing-masing. Pada dasarnya semua


pelayanan kesehatan yang terjadi di sebuah rumah sakit dan akibatnya menjadi
tanggung jawab institusi rumah sakit itu sendiri, hal ini sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perumahsakitan. Oleh
karenanya rumah sakit harus mengatur seluruh pelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh tenaga keperawatan sedemikian rupa agar aman bagi pasien.
Dengan demikian, bila seorang perawat telah diizinkan melakukan pelayanan
kesehatan dan prosedur klinis lainnya di sebuah rumah sakit berarti yang
bersangkutan telah diistimewakan dan diberikan hak khusus (privilege) oleh
rumah sakit. Hak perawat tersebut disebut sebagai kewenangan klinis (clinical
privilege).Kewenangan klinis (clinicalprivilege) tenaga keperawatan adalah
kewenangan yang diberikan oleh kepala rumah sakit kepada tenaga keperawatan
untuk melakukan asuhan keperawatan dalam lingkungan rumah sakit untuk suatu
periode tertentu yang dilaksanakan berdasarkan penugasan klinis. Penugasan
klinis adalah penugasan kepala/direktur rumah sakit kepada tenaga keperawatan
untuk melakukan asuhan keperawatan n di rumah sakit tersebut berdasarkan daftar
kewenangan klinis yang telah ditetapkan baginya.Kewenangan klinis diberikan
kepada perawat dengan tujuan agar tidak menimbulkan konflik di antara tenaga
kesehatan. Tenaga kesehatan lain dapat merasa bahwa lahan pekerjaan yang
dimilikinya dicampuri atau diambil alih oleh pihak lain. Konflik yang timbul
tentunya akan mempengaruhi kualitas pelayanan dari perawat dan rumah sakit
yang bersangkutan.Dengan diaturnya kewenangan klinis tersebut maka setiap
perawat akan mempunyai batas yang jelas dalam memberikan asuhan
keperawatan kepada pasien. Pemberian kewenangan klinis juga bertujuan untuk
melindungi keselamatan pasien dengan menjamin bahwa tenaga keperawatan
yang memberikan asuhan keperawatan dan kebidanan memiliki kompetensi dan
kewenangan klinis yang jelas (Permenkes, 2011). Perawat instalasi gawat darurat
sudah mempunyai wewenang dan tanggung jawab masing-masing. Dalam
melakukan pelayanan pasien khususnya dalam melakukan tindakan, petugas
sudah bekerja sesuai dengan standar prosedur operasional (SPO)yang ada.
Perawat instalasi gawat darurat dituntut untuk bertanggung jawab dalam
setiap tindakannya khususnya selama melaksanakan tugas di instalasi gawat

Universitas Sriwijaya
75

darurat. Perawat sudah berjanji dengan sumpah perawat bahwa ia akan


senantiasamelaksanakan tugas-tugasnya. Tanggung jawab perawat terhadap
pasien berfokus pada apa-apa yang sudah dilakukan perawat terhadap pasiennya.
Berdasarkan hasil penelitian, perawat instalasasi gawat darurat bertanggung jawab
selama dinas saat shift dengan mengenal kondisi kliennya,melakukan operan,
melakukan observasi pasien 8 jam, memberikan perawatan selamashift.
Bertanggung jawab dalam menjaga keselamatan pasien, jumlah pasien yangsesuai
dengan catatan dan pengawasannya, kadang-kadang ada pasien pulang paksa atau
pulangtanpa pemberitahuan, bertanggung jawab bila ada pasien tiba-tiba tensinya
drop tanpasepengetahuan perawat.
Berdasarkan hasil penelitian, perawat instalasi gawat darurat harus mampu
mengendalikan emosi dalam keadaan apapun. Disaat keluarga pasien mengamuk
harus bisa menenangkan keluarga pasien dan memberikan penjelasan agar
masalah bisa diselesaikan. Perawat merupakan sebuah profesi yang berorientasi
kepada pelayanan dalambentuk jasa. Pelayanan diberikan kepada klien, baik
sebagai individu, keluarga maupun masyarakat. Kemampuan intelektual yang
dimiliki oleh seorang perawat belumlah cukup untuk dapat menangani pasien,
tetapi harus didukung oleh kemampuan dalam membina hubungan dengan pasien,
berempati terhadap penyakit yang diderita, mendengarkan keluhan, memberikan
pelayanan yang cepat dan baik dalam memenuhi kebutuhan pasien. Keterampilan-
keterampilan inilah yang dimaksud dengan kecerdasan emosional (Goleman,
1996).

6.2.2 .Overall Performance


Berdasarkan Zahara dkk (2012) beban kerja mental yang dipengaruhi oleh
overall performance adalah sebesar 264 (23%). Berdasarkan hasil rata-rata beban
dimensi overall performance pada penelitian ini diperoleh nilai rata-rata dimensi
overall performance pada perawat IGD sebesar 302.6. Dimensi overall
performance memiliki nilai rata-rata cukup tinggi dibanding dengan dimensi lain,
hal ini dikarenakan besar keberhasilan dan kepuasan dalam melaksanakan tugas
dan tanggung jawab sebagai perawat IGD. Nilai tingkat performansi sejalan
dengan tanggung jawab perawat instalasi gawat darurat yang besar. Tanggung

Universitas Sriwijaya
76

jawab erat kaitannya dengan tugas-tugas perawat instalasi gawat darurat.Tugas


perawat secara umum adalah memenuhi kebutuhan dasar serta mengutamakan dan
mengoptimalkan keselamatan pasien.
Pada hasil penelitian, diketahui perawat instalasi gawat darurat bertanggung
jawab terhadap keselamatan pasien. Keselamatan pasien (patient safety) adalah
permasalahan yang sangat penting dalam setiap pelayanan kesehatan sehingga
keselamatan merupakan tanggung jawab dari pemberi jasa pelayanan kesehatan
terutama pelayanan keperawatan. Penerapan keselamatan pasien ini dapat
terlaksana dalam setiap tugas dan tanggung jawab yang akan dilakukan oleh
perawat. Pada penelitian sebelumnya menurut Kongres PERSI ke XII tahun 2012
kejadian pasien jatuh di Indonesia pada bulan januari-september 2012 sebesar 14
% (prabowo, 2014). Berdasarkan hasil penelitian peneliti, diketahui bahwa di
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang sudah ada patient safety yaitu 6 sasaran
keselamatan pasien meliputi, ketepatan identifikasi pasien, peningkatan
komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai,
kepastian tepat lokasi tepat prosedur tepat operasi, pengurangan risiko infeksi,
pengurangan risiko pasien jatuh. JCI (Joint Commission International) adalah
merupakan badan akreditasi non profit yang berpusat di Amerika Serikat dan
bertugas menetapkan dan menilai standar performa para pemberi pelayanan
kesehatan. Fokus dari akreditasi JCI adalah keselamatan pasien (patient safety)
yang tertuang dalam standart 6 Sasaran Keselamatan Pasien. Standart tersebut
dikembangkan untuk mengidentifikasi masalah-masalah medik yang berpotensi
menimbulkan outcome yang tidak diharapkan. Berdasarkan JCI tahun 2001
penerapan keselamatan pasien mempunyai enam tujuan, meliputi identifikasi
pasien dengan benar, mencegahkesalahan obat, komunikasi efektif,mencegah
infeksi nosokomial, mencegah jatuh serta mencegah salah pasien, salah tempat
dan salah prosedur tindakan pembedahan (Kemenkes, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang sudah memiliki akreditasi internasional dari JCI
(Joint Commission International) sehingga sudah dilakukan 6 sasaran
keselamatan pasien (patient safety) meliputi, ketepatan identifikasi pasien,
peningkatan komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat yang perlu

Universitas Sriwijaya
77

diwaspadai, kepastian tepat lokasi tepat prosedur tepat pasien operasi,


pengurangan risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan dan pengurangan risiko
pasien jatuh.

6.2.3. Effort
Berdasarkan Zahara dkk (2012) beban kerja mental yang dipengaruhi oleh
effort adalah sebesar 226 (15%) Berdasarkan hasil rata-rata beban dimensi effort
pada penelitian ini diperoleh nilai rata-rata dimensi effort pada perawat IGD
sebesar 217. Dimensi effort menunjukkan seberapa besar usaha mental dan fisik
dalam menyelesaikan pekerjaan. Dimensi effort memiliki rata-rata cukup besar,
hal ini dikarenakan perawat instalasi gawat darurat berupaya dalam kerja fisik dan
mental. Gabungan kegiatan kerja antara fisik dan mental perawat dapat
menimbulkan suatu beban kerja mental yang cukup berat dan membebani.
Menurut (Miller, 2001) aktivitas mental seorang perawat pada penilaian beban
kerja mental adalah kemampuan perawat dalam melakukan pekerjaan dengan
menggunakan pancaindera, kemampuan untuk berpikir, mengingat, menganalisis,
membuat kesimpulan bahkan mengambil keputusan dalam hal keperawatan.
Dalam hal ini aktivitas mental yang dilakukan perawat adalah perpaduan antara
kerja fisik untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dan juga kerja secara mental
dalam memikirkan rancangan asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian,
diagnosis keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi. Pekerjaan dengan
dominasi aktivitas mental yang sering dilakukan oleh perawat bersifat mental
seperti berpikir kritis, keterampilan, tanggung jawab terhadap kesembuhan, harus
menjalin komunikasi yang baik dengan pasien dan keluarga pasien, kompleksitas
pekerjaan, mempersiapkan mental dan rohani pasien dan keluarga terutama yang
akan menjalankan operasi atau dalam keadaan kritis, tuntutan dari keluarga
pasien, harus memiliki empati dan kepedulian terhadap pasien, bekerja dengan
tim, mampu mengendalikan emosi.
Pelepasan energi melalui kegiatan fisik yang dilakukan secara terus menerus
ini juga dapat menimbulkan kelelahan yang tidak saja secara fisik namun juga
secara mental. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa perawat instalasi
gawat darurat dituntut untuk melakukan ketepatan diagnosa. Ketepatan melakukan

Universitas Sriwijaya
78

diagnosa menjadi langkah awal dalam sebuah proses pengobatan karena ketepatan
dalam melakukan diagnosa maka akan mempengaruhi tindakan yang akan
dilakukan selanjutnya. Diagnosa juga meliputi penentuan kebutuhan pasien untuk
perawatan seperti dukungan, bimbingan, dan perawatan lainnya yang
memfasilitasi kemampuan pasien untuk mencari perawatan.Diagnosa
keperawatanmemberikan dasar untuk memilih intervensi keperawatan untuk
mencapaihasil yang dapat dipertanggung jawabkan dan dipertanggung
gugatkan.Diagnosa adalah proses yang menghasilkan pernyataan diagnostik
ataudiagnosa keperawatan. Pada tahap ini perawat melakukan seleksi,
cluster/pengelompokan dan analisa data selanjutnya bertanya : “Apa masalah
kesehatan yang actual atau potensial dimana pasien membutuhkan
bantuanperawat?” dan “apa saja faktor-faktor yang berkonstribusi terhadap
masalah-masalah tersebut?”. Jawaban dari pertanyaan tersebut akan
menggambarkan diagnosa keperawatan (Tanner, C., A 1984). Diagnosa
keperawatan adalah langkah kedua dari proses keperawatan yang menggambarkan
penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, kelompok maupun masyarakat
terhadap permasalahan kesehatan baik aktual maupun potensial. Dimana perawat
mempunyai lisensi dan kompetensi untuk mengatasinya (Sumijatun, 2010). Selain
itu berdasarkan hasil penelitian, perawat juga melakukan observasi terhadap
pasien selama 8 jam. Selama metode observasi berlangsung perawat melibatkan
semua panca indra baik itu melihat dan mendengar apa yang dikatakan pasien.
Pada saat perawat menggunakan indra penglihatan contohnya itu, ukuran tubuh,
berat badan, postur dan kerapian pasien. Gestus wajar dan ekspresi pasien apakah
pasien tidak nyaman dann kedua pada saat menggunakan panca indra penciuman
contohnya itu, bau tubuh atau bau napas. Indra pendengar contohnya, bunyi
jantung, suara paru, bising usuu, kemampuan untuk berkomunikasi, bahasa yang
dipakai dan kemampuan untuk memulai percakapan. Terakhir adalah indra peraba
contohnya, suhu dan kelembapan kulit (Deswani, 2009).

Universitas Sriwijaya
79

6.2.4. Temporal Demand


Berdasarkan Zahara dkk (2012) beban kerja mental yang dipengaruhi oleh
temporal demand adalah sebesar 188 (16%). Menurut Pradhana dkk (2018) beban
kerja mental dipengaruhi oleh temporal demand sebesar 101. Sementara
berdasarkan hasil rata-rata beban dimensi temporal demand pada penelitian ini
diperoleh nilai rata-rata dimensi temporal demand sebesar 175. Dimensi temporal
demand memiliki nilai rata-rata cukup besar. Berdasarkan hasil penelitian perawat
instalasi gawat darurat memiliki tekanan yang berkaitan dengan waktu pada saat
bekerja. Perawat instalasi gawat darurat dituntut untuk respontime(waktu tanggap)
yang tepat dan efisien dalam pengambilan keputusan mulai sejak awal pasien
datang hingga pasien dipindahkan dari instalasi gawat darurat. Kecepatan dan
ketepatan menjadi pelayanan minimal yang harus dicapai oleh perawat instalasi
gawat darurat. Pelayanan pasien gawat darurat adalah pelayanan yang
memerlukan pertolongan segera yaitu cepat, tepat dan cermat untuk mencegah
kematian dan kecacatan, atau pelayanan pasien gawat darurat memegang peranan
yang sangat penting time saving is life saving bahwa waktu adalah nyawa
(Basoeki dkk, 2008).Joint Comissionon Acreditation of Health Organization
(JCAHO) melaporkan pada tahun 2002 bahwa lebih dari 50% pasien yang
mendapat perawatan di Instalasi Gawat Darurat mengalami kematian dan cacat
permanen akibat keterlambatan penanganan. Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa perawat instalasi gawat darurat pada saat bekerja harus
menanggulangi semua kasus gawat darurat. Perawat instalasi gawat darurat
berupaya menyelamatkan pasien sebanyak-banyaknya dalam waktu sesingkat-
singkatnya. Pada saat bekerja keterampilan perawat instalasi gawat darurat sangat
dibutuhkan pada saat pengambilan keputusan klinis agar tidak terjadi kesalahan
dalam melakukan pemilahan saat triase sehingga dalam menangani pasien bisa
lebih optimal.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang keselamatan pasien rumah sakit dimana
setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi
bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasiensesuai dengan tugasnya
masing-masing yangdapat menambah keterampilan dalammelaksanakan peran

Universitas Sriwijaya
80

perawat khususnya diruang instalasi gawat darurat, perawat dapatmengikuti


beberapa pelatihankegawatdaruratan yang dapat diikutidiantaranya seperti BTLS
(Basic TraumaLife Support), BT&CLS (Basic Trauma &Cardiac Life Support),
PPGD (PertolonganPertama Gawat Darurat) dan lainlain. Pada penelitian ini,
diketahui bahwa perawat instalasi gawat darurat sudah dibekali skill dengan
pelatihan khusus emergency nursing intermediate yang bertujuan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan keperawatan gawat darurat dan bencana
disarana pelayanan kesehatan. Adapun pelatihan ini meliputi, pelatihan
penanggulangan penderita gawat darurat (PPGD), basic trauma cardiac life
support (BTCLS), advanced cardiac life support (ACLS), diruang STEMI perawat
harus bisa mengoperasikan alat kejut jantung.
Berdasarkan hasil penelitian, pasien yang datang ke instalasi gawat darurat
harus melewati triase terlebih dahulu, yang merupakan proses penilaian kondisi
pasien untuk menentukan tingkat kegawatdaruratannya. Proses penentuan ini
dilakukan untuk mendapatkan urutan penanganan sesuai tingkat kegawatdaruratan
pasien. Pada penelitian sebelumnya triase di IGD RS Petrokimia Gresik dilakukan
saat pasien masuk atau pendaftaran sekalian di beri labeling di dalam status rekam
medis pasien (Sunaryo, 2010). Triase harus dilakukan dengan cepat dan tepat,
maka diperlukan perawat yangberpengalaman dan berkompeten dalammelakukan,
2014). Triage dapat dilakukan oleh dokter ahli, dokter triage (Hosnaniah umum
ataupun tenaga keperawatan sesuai dengan kelas atau kebijaksanaan rumah sakit
(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Triase memiliki fungsi
penting di IGD terutama apabila banyak pasien datang pada saat yang bersamaan.
Hal ini bertujuan untuk memastikan agar pasien ditangani berdasarkan urutan
kegawatannya untuk keperluan intervensi.
Penanganan pasien yang dilakukan tanpa memilah pasien berdasarkan tingkat
kegawatan atau triase dan berasarkan urutan kedatangan pasien akan
mengakibatkan penundaan penanganan pada pasien kritis sehingga berpotensi
mematikan bagi pasien yang kritis (Aloyce,etal, 2014).Triase umumnya
menggunakan warna dalam membedakan kondisi pasien. Tanda warna tersebut
digunakan untukmenentukan pengambilan keputusan dan tindakan.

Universitas Sriwijaya
81

Berdasarkan hasil penelitian sistem triase yang ada diinstalasi gawat darurat
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang untuk menentukan prioritas
penanganan kegawat daruratan dengan membedakan pasien berdasarkan tingkat
kegawatannya, yaitu :
1. Ruang P1 untuk Pasien Prioritas 1 atau Emergency
Ruang yang diperuntukan keadaan gawat darurat yang mengancam nyawa
dan perlu tindakan segera, misalnya syok, gangguan nafas akut, penurunan
kesadaran memerlukan evaluasi dan intervensi segera. Ruang P1 adalah
tempat melakukan resusitasi dan stabilisasi pasien dengan gangguan ABC
(airways breathing and circulation) seperti serangan jantung, kecelakaan,
patah tulang hingga gangguan jalan nafas. Setelah dilakukan resusitasi dan
stabilisasi, pasien dipindahkan ke ICU, ICCU, HCU, kamar operasi, pindah
ke ruang P2 atau masuk ke ruang rawat inap.
2. Ruang P2 untuk Pasien Prioritas 2 atau Urgent
Ruang yang diperuntukan keadaan gawat tidak darurat dan darurat tidak
gawat. Keadaan gawat tidak darurat adalah keadaan yang mengancam nyawa
tetapi tidak memerlukan tindakan darurat. Setelah dilakukan sitasi maka
ditindaklanjuti oleh dokter spesialis yang berkompeten, misalnya: pasien
kanker tahap lanjut.
3. Ruang P3 untuk Pasien Prioritas 3 atau Non Urgent
Untuk Keadaan tidak mengancam nyawa dan tidak memerlukan tindakan
gawat. Gejala dan tanda klinis ringan / asimptomatis, misalnya penyakit kulit,
batuk, flu. asma, pasien yang biasanya dapat berjalan dengan masalah medis
yang minimal, luka lama, Kondisi yang timbul sudah lama. Setelah dilakukan
pemeriksaan dan terapi sesuai diagnosa, maka pasien dapat dipulangkan atau
kontrol ke poliklinik. Bila selama observasi terjadi pemburukan, pasien dapat
dipindahkan ke ruang P2 atau P1. Sesuai dengan tingkat kegawatan yang
terjadi.

Proses triase juga akan berpengaruh pada waktu tanggap atau respons time
yang akan diberikan oleh dokter dan perawat triase. Berdasarkan hasil penelitian,
dokter dan perawat triase diposisikan pada konter triase yang terletak pada sisi

Universitas Sriwijaya
82

kanan pintu masuk IGD, sehingga bila ada pasien yang datang dapat segera
diketahui dan dilakukan tindakan triase. Adapun triase yang dilakukan oleh
perawat instalasi gawat darurat RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang yaitu
dalam waktu kurang dari 1 menit, hal ini sudah sesuai dengan standar respon time
berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
No.856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat Rumah
Sakit yang menyebutkan bahwa pasien gawat darurat harus terlayani paling lama
5 (lima) menit setelah sampai di gawat darurat.
Response time yang cepat atau sesuai standar yang ada akan membantu
perawat dalam memberikan pelayanan yang tepat sesuai dengan jenis keluhan
yang dialami oleh pasien. Keterlambatan penanganan di IGD dapat
mengakibatkan kecacatan atau kematian. Studi yang dilakukan maatilu
membuktikan response time perawat pada penanganan pasien gawat darurat yang
memanjang dapat menurunkan usaha penyelamatan pasien dan terjadinya
perburukan kondisi pasien (Maatilu, Mulyadi andMalara, 2014). Response time
adalah kecepatan penanganan pasien, dihitung sejak pasien datang sampai
dilakukan penanganan (Direktorat Bina Pelayanan Keperawatan dan Teknis
Medik, 2011). Adapun pada penelitian sebelumnya response time perawat IGD di
RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo adalah 8 menit 20 Detik (Isnah, 2012).

6.2.5. Frustation
Berdasarkan Zahara dkk (2012) beban kerja mental yang dipengaruhi oleh
frustration adalah sebesar 173 (23%). Berdasarkan hasil rata-rata beban dimensi
frustration pada penelitian ini diperoleh nilai rata-rata dimensi frustration pada
perawat IGD sebesar 115. Dimensi frustation memiliki nilai rata-rata paling
rendah dibanding empat dimensi lainnya. Berdasarkan hasil wawancara perawat
instalasi gawat darurat tidak merasakan cemas ataupun tertekan perawat merasa
beban yang selama ini dipikul belum sampai pada tahap ini. Dimensi frustasi yang
dirasakan perawat instalasi gawat darurat adanya kasus kematian kemudian dalam
menjalankan tugas sudah sesuai standar prosedur operasional tetapi pasien tidak
bisa diselamatkan hal ini juga memberikan tekanan terhadap perawat IGD.

Universitas Sriwijaya
83

Perawat instalasi gawat darurat dalam melaksanakan tugas perawat terbentuk


dalam tim sehingga terdapat pembagian tugas /jobdescriptionnya masing-masing.
Hal ini yang dianggap oleh perawat sebagai penyebab rendahnya tingkat frustasi
dalam aktivitas perawat. Beban yang diemban dianggap oleh perawat sebagai
sebuah konsekuensi pekerjaan yang harus dijalani tanpa harus menimbulkan rasa
tidak aman, putus asa, ataupun merasa terganggu saat bekerja. Berdasarkan hasil
penelitian, rendahnya nilai frustasi dikarenakan, walaupun perawat instalasi gawat
darurat dihadapkan pada pasien dengan kondisi jiwa yang terancam itu tidak akan
menyulitkan mereka karena perawat diinstalasi gawat darurat RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang sudah terbiasa dengan hal demikian dan rata-rata
perawat sudah terlatih dan memiliki skill dengan mengikuti pelatihan khusus
dalam menangani pasien gawat darurat. Hal lain yang menyebabkan rendahnya
nilai pada dimensi frustasi pada perawat instalasi gawat darurat karena terdapat
juga mahasiswa keperawatan dari berbagai universitas yang turun praktik
diinstalasi gawat darurat dan banyaknya dokter yang mengurangi beban kerja
perawat. Selain itu perawat instalasi gawat darurat memiliki waktu istirahat dan
libur setelah melakukan dinas malam sehingga tidak mengalami kelelahan pada
saat melakukan shift pagi dan memiliki istirahat cukup pada malam dan pagi hari
sehingga pekerjaan pada shift sore terdistribusi dengan baik. Menurut Munandar
(2001), shift kerja termasuk tuntutan tugas yang merupakan faktor instrinsik
pekerjaan yang dapat menjadi salah satu sumber terjadinya stress kerja. Shift kerja
merupakan suatu pola pengaturan waktu kerja dari perusahaan bagi tenaga kerja
untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan, pembagian waktu
biasanya dibagi menjadi tiga yaitu pagi, sore, dan malam (Suma'mur, 1994).
Stress merupakan ketidaksesuaian antara individu baik kepribadian, bakat,
kemampuan dengan lingkungannya sehingga tidak mampu menghadapi berbagai
tuntutan (Munandar, 2001). Stress kerja adalah suatu bentuk reaksi fisik dan
emosional yang terjadi karena ketidaksesuaian pekerjaan dengan kemampuan
pekerja, sumber daya, atau kebutuhan pekerja (NIOSH, 2000).

Universitas Sriwijaya
84

6.2.6. Physical Demand


Berdasarkan Zahara dkk (2012) beban kerja mental yang dipengaruhi oleh
physical demand hanya sebesar 46 (4%). Berdasarkan hasil rata-rata beban
dimensi physical demand pada penelitian ini diperoleh nilai rata-rata dimensi
physical demand pada perawat IGD sebesar 90. Dimensi physical demand
memiliki nilai rata-rata yang paling rendah dibanding dengan dimensi lainnya. Hal
ini menunjukkan pekerjaan perawat melibatkan aktivitas fisik. Nursalam (2002)
mengatakan, beban kerja yang sering dilakukan oleh perawat bersifat fisik seperti
mengangkat pasien, mendorong peralatan kesehatan, merapikan tempat tidur
pasien, mendorong brankart.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, perawat intalasi gawat darurat
melakukan aktivitas bersifat fisik seperti mengangkat pasien, mendorong
peralatan kesehatan, pemindahan pasien, merapikan tempat tidur pasien,
memasang infus,melakukan observasi tanda-tanda vital, memasang oksigen,
membantu pasien buang air kecil maupun buang air besar, memandikan pasien,
memelihara kebersihan mulut dengan menyikat gigi dan mengganti pakaian
pasien. Adapun aktivitas fisik yang dilakukan perawat instalasi gawat darurat
telah banyak dibantu dengan adanya alat bantu yang memadai dan memudahkan
dalam melakukan pengangkatan, pemindahan, maupun mendorong. Perawat IGD
dalam melakukan aktivitas mendorong, tempat tidur pasien yang telah dilengkapi
dengan roda sehingga tidak perlu tenaga berlebih untuk mendorong, dalam
penggunaan kursi roda kini semakin memudahkan pasien maupun perawat dengan
adaya tombol-tombol otomatis didalamnya.
Berdasarkan data dari instalasi gawat darurat RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang 2019 diketahui bahwa jumlah kebutuhan perawat IGD telah dihitung
dengan menggunakan analisis beban kerja / metode WISN. Setelah dilakukan
analisis beban kerja sesuai dengan kondisi rill dilapangan, maka didapatkan
kebutuhan tenaga perawat yaitu jumlah real 43 perawat dan jumlah yang
dibutuhkan 60 perawat, sehingga jumlah kekurangan yaitu 17 perawat. Pada tahun
2020 ini berdasarkan data dari instalasi gawat darurat RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang diketahui bahwa sudah dilakukan penambahan perawat
sebanyak 17 perawat, sehingga total perawat IGD yang ada saat ini ada 60

Universitas Sriwijaya
85

perawat dan jumlah ini sudah sesuai dengan ketentuan jumlah tenaga perawat
yang dibutuhkan.Salah satu metode yang telah dikembangkan Departemen
Kesehatan untuk menghitung kebutuhan tenaga rumah sakit adalah metode Work
Load Indicator Staff Need (WISN), yang berakar pada beban kerja personel.
Metode perhitungan kebutuhan SDM berdasarkan beban kerja (WISN) adalah
suatu metode perhitungan kebutuhan SDM kesehatan berdasarkan pada beban
pekerjaan nyata yang dilaksanakan oleh tiap kategori SDM kesehatan pada tiap
unit kerja di fasilitas pelayanan kesehatan.

6.2.7. Analisis Skor Akhir Beban Kerja Mental


Skor akhir beban kerja mental merupakan nilai beban kerja mental yang
dialami oleh pekerja. Skor akhir ini didapatkan dengan cara bobot dikalikan
dengan rating kemudian dibagi 15. Setelah itu, skor akhir tersebut akan
diinterpretasikan kedalam 3 kategori, yaitu apabila skor >80 termasuk kategori
beban kerja berat. Apabila 50-80 termasuk kategori beban kerja sedang apabila
<50 termasuk kategori beban kerja ringan. Berdasarkan gambar 5.2 menunjukan
perawat instalasi gawat darurat tergolong dalam beban kerja mental berat. Nilai
beban kerja mental NASA-TLX yang dimiliki perawat instalasi gawat darurat
sebesar 91. Sedangkan skor beban kerja mental manusia yang diukur berdasarkan
Metode NASA-TLX seharusnya berada pada level skor 60 (Ramadhan dkk,
2014).
Untuk mengetahui faktor yang paling dominan mempengaruhi beban beban
mental pada perawat instalasi gawat darurat ini dapat dilihat pada setiap dimensi
yang dimiliki NASA-TLX. Pada perawat instalasi gawat darurat dimensi yang
memiliki nilai tertinggi pertama adalah Dimensi Mental Demand. Ini menandakan
bahwa perawat instalasi gawat darurat membutuhkan konsentrasi lebih terhadap
dimensi tersebut. Dimensi Mental demand ini dipengaruhi oleh, perawat instalasi
gawat darurat pada saat bekerja diharuskan melakukan pengambilan keputusan
dalam kondisi darurat dan dituntut untuk berpikir kritis karena harus melakukan
pekerjaan dengan cepat sehingga pengaplikasian berpikir kritis sangat diperlukan
agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas.Selain itu perawat
instalasi gawat darurat juga sering melakukan aktivitas mental seperti menjalin

Universitas Sriwijaya
86

komunikasi yang baik dengan pasien maupun keluarga pasien, mempersiapkan


mental dan rohani pasien dan keluarga terutama yang akan menjalankan operasi
atau dalam keadaan kritis, tuntutan dari keluarga pasien, harus memiliki empati
dan kepedulian terhadap pasien, harus bisa bekerja tim dan mampu
mengendalikan emosi. Pada perawat instalasi gawat darurat dimensi yang
memiliki nilai tertinggi kedua adalah Dimensi Overall Performance. Dimensi ini
sejalan dengan tanggung jawab perawat yang besar. Tanggung jawab erat
kaitannya dengan tugas-tugas yang dikerjakan. Perawat harus memenuhi
kebutuhan dasar pasien, serta mengutamakan dan mengoptimalkan keselamatan
pasien. Keselamatan pasien (patient safety) adalah permasalahan yang sangat
penting dalam pelayanan kesehatan terutama pada instalasi gawat darurat,
sehingga keselamatan pasien merupakan tanggung jawab dari pemberi jasa
pelayanan kesehatan terutama pelayanan keperawatan. Pada perawat instalasi
gawat darurat dimensi yang memilki nilai tertinggi ketiga adalah Dimensi Effort.
Dimensi Effort menunjukan seberapa besar usaha mental dan fisik dalam
menyelesikan pekerjaan. Perawat instalasi gawat darurat berupaya dalam kerja
fisik dan mental. Aktivitas mental seorang perawat adalah kemampuan perawat
dalam berpikir, mengingat, menganalisis dan mengambil keputusan dalam hal
keperawatan. Dalam hal ini aktivitas mental yang dilakukan perawat adalah
perpaduan antara kerja fisik untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia dan juga
kerja secara mental dalam memikirkan rancangan asuhan keperawatan yang
meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan, intervensi, implementasi dan
evaluasi. Pelepasan energi melalui kegiatan fisik yang dilakukan secara terus-
menerus ini juga dapat menimbulkan kelelahan yang tidak saja secara fisik namun
juga secara mental. Pada perawat instalasi gawat darurat dimensi yang memiliki
nilai tertinggi keempat adalah Dimensi Temporal Demand. Perawat instalasi
gawat darurat sering terjadi tekanan waktu pada saat melaksanakan tugasnya.
Oleh karena itu perawat instalasi gawat darurat dituntut untuk response time
(waktu tanggap) yang tepat dan efisien dalam setiap pengambilan keputusan mulai
sejak awal pasien datang hingga pasien dipindahkan dari IGD. Setelah 2 menit
pasien masuk sudah harus ada petugas/dokter yang melihat diruang triase untuk
melihat pasien, kemudian akan diletakan keruangan yg sesuai dengan tingkat

Universitas Sriwijaya
87

kegawatan pasien tersebut. Pada perawat instalasi gawat darurat dimensi yang
memiliki nilai terendah dibandingkan dengan empat dimensi lainnya adalah
Dimensi Frustation. Hal ini dilihat dari motivasi perawat yang tinggi dalam
memberikan asuhan keperawatan terhadap pasien sehingga perawat
mengesampingkan hal-hal yang akan merugikan pasien maupun diri sendiri.
Beban yang diemban dianggap oleh perawat sebagai sebuah konsekuensi
pekerjaan yang harus dijalani tanpa harus menimbulkan rasa tidak aman, putus asa
atau pun terganggu saat bekerja. Perawat instalasi gawat darurat dalam
melaksanakan tugasnya terbentuk dalam tim sehingga terdapat pembagian job
description masing-masing. Rendahnya nilai frustasi ini juga dikarenakan,
walaupun perawat instalasi gawat darurat saat bekerja dihadapkan pada pasien
dengan kondisi jiwa yang terancam itu tidak akan menyulitkan mereka karena
perawat instalasi gawat darurat sudah terbiasa dengan hal demikian dan rata-rata
perawat sudah diberikan pelatihan yang berdasarkan kewenangan klinisnya
masing-masing. Hal ini juga menyebabkan rendahnya nilai dimensi frustasi
dikarenakan terdapat juga mahasiswa keperawatan dari berbagai kampus dan
banyaknya dokter diinstalasi gawat darurat. Selain itu perawat instalasi gawat
darurat memiliki waktu istirahat dan libur setelah melakukan dinas malam. Pada
perawat instalasi gawat darurat dimensi yang memiliki nilai yang paling rendah
adalah Dimensi Physical Demand. Dimensi Physical Demand menunjukan bahwa
perawat instalasi gawat darurat dalam bekerja sering melakukan aktivitas fisik
seperti mengangkat pasien,mendorong peralatan kesehatan, pemindahan pasien,
merapikan tempat tidur pasien, memasang infus,melakukan observasi tanda-tanda
vital, memasang oksigen, membantu pasien buang air kecil maupun buang air
besar, memandikan pasien, memelihara kebersihan mulut dengan menyikat gigi
dan mengganti pakaian pasien. Adapun aktivitas fisik yang dilakukan perawat
instalasi gawat darurat telah banyak dibantu dengan adanya alat bantu yang
memadai dan memudahkan dalam melakukan pengangkatan, pemindahan,
maupun mendorong. Perawat IGD dalam melakukan aktivitas mendorong, tempat
tidur pasien yang telah dilengkapi dengan roda sehingga tidak perlu tenaga
berlebih untuk mendorong, dalam penggunaan kursi roda kini semakin
memudahkan perawat dengan adanya tombol-tombol otomatis didalamnya.

Universitas Sriwijaya
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai analisis beban kerja mental pada
Perawat di Instalasi Gawat Darurat di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
didapatkan kesimpulan bahwa:
1. Nilai Dimensi Mental Demand pada perawat di Instalasi gawat darurat
adalah nilai dimensi tertinggi pertama dengan rata-rata 400.4.
2. Nilai Dimensi Overall Performance pada perawat di Instalasi gawat darurat
adalah nilai dimensi tertinggi kedua dengan rata-rata 302.6.
3. Nilai Dimensi Effort pada perawat di Instalasi gawat darurat adalah nilai
dimensi tertinggi ketiga dengan rata-rata 217.6.
4. Nilai Dimensi Temporal Demand pada perawat di Instalasi gawat darurat
adalah nilai dimensi tertinggi keempat dengan rata-rata 175.8.
5. Nilai Dimensi Frustation pada perawat di Instalasi gawat darurat adalah nilai
dimensi tertinggi kelima dengan rata-rata 115.8.
6. Nilai Dimensi Physical Demand pada perawat di Instalasi gawat darurat
adalah nilai dimensi terendah dibandingkanlima dimensi lainnya dengan rata-
rata 90.
7. Beban Kerja Mental pada perawat di Instalasi Gawat Darurat tergolong dalam
kategori beban kerja mental berat karena bernilai diatas 80.

7.2. Saran
a. Bagi Instansi
RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang harus memantau perkembangan
beban kerja mental perawat dengan mengadakan survey secara berkala. Karena
berdasarkan hasil penelitian, beban kerja mental perawat tergolong berat.
1. Melakukan pendekatan dengan perawat serta pemberian program
konseling pada perawat dengan maksud untuk membantu perawat tersebut
agar dapat menangani masalah secara lebih baik.

88 Universitas Sriwijaya
89

2. Mengevaluasi organisasi kerja (lama waktu bekerja, waktu istirahat, shift


kerja, dan pelimpahan tugas serta wewenang).
3. Pihak Rumah Sakit diharapkan untuk memperhatikan perawat IGD yang
memiliki beban kerja mental yang tinggi yang mengarah ke terjadinya
bornout akibat beban kerja mental yang tinggi misalnya dengan
mengadakan kegiatan diluar rumah sakit seperti liburan.
4. Perlu adanya pelatihan-pelatihan berkaitan dengan manajemen mental
yang berkelanjutan.
b. Bagi Pekerja
1. Menerapkan manajemen waktu yang baik.
2. Mengatur pola makan dan istirahat yang cukup untuk menunjang
kesehatannya.
3. Saat merasa tertekan perawat dapat melakukan relaksasi dengan menarik
napas panjang sehingga perawat dapat merasa lebih tenang dan rileks.
4. Melakukan istirahat singkat sekitar 10-15 menit di sela-sela jam kerja,
misalnya dengan pergi ke toilet untuk cuci muka atau berwudhu agar
kondisi segar kembali.
5. Bagi seluruh perawat, sebaiknya menjaga hubungan kerja yang baik agar
senantiasa tercipta lingkungan kerja yang harmonis.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
1. Melakukan analisis yang membandingkan pengukuran beban kerja mental
dengan dua metode yang berbeda.
2. Mengkombinasikan metode NASA-TLX dengan metode pengukuran-fisik.
Hal ini untuk mendapatkan beban kerja yang menyeluruh.

Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, Farihah. 2018. Analisa Beban Kerja Mental Menggunakan Metode


NASA Task Load Index (NASA-TLX) Studi Kasus: RS. X. Fakultas Sains dan
Teknologi. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Anggit Astianto dkk. 2014. Pengaruh Stres Kerja dan Beban Kerja terhadap
Kinerja Karyawan PDAM Surabaya. Jurnal Ilmu dan Riset Manajemen,
3(7), 1-17.
Ali, U, 2014. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Mutu Pelayanan
Keperawatan Di Ruang IGD RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar.

Aloyce, R. Leshabari, S, Brysiewicz, P.2014. Assessment of Knowledge and Skill


of Triage amongst Nurses Working in The Emergency Center in Dar es
Salam, Tanzania. African Journal of Emergency Medicine.
A, Aziz, Hidayat. (2011). Metode penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis
Data. Jakarta: Salemba Medika.
Candra, B. (2008). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Dargahi, N., & Shahan G. (2012). Life change units (LCU) rating as stressor in
Iranian Hospitals’ nurses. Acta Medic Iranica., 50 (2), 138-146.
Departemen Kesehatan RI. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI: 2009.
Departemen Kesehatan RI. 2001. Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1239/MENKES/SK/III/2001 tentang Registrasi dan
Praktik Perawat. Jakarta: Depkes RI.

Depkes RI. (2011). Peraturan Menetri Kesehatan Republik Indonesia. No. 1691
/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Jakarta
Deswani. (2009). Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis. Jakarta : Salemba
Medika
Diniaty, D. & Muliyadi, Z. 2016. Analisis Beban Kerja Fisik dan Mental
Karyawan Pada Lantai Produksi Dipt Pesona Laut Kuning. Jurnal Sains,
Teknologi dan Industrial. Vol.13 No.2 Juni 2016 : 203 – 210
Direktorat Bina Pelayanan dan Teknik Medik, 2011. Standar Pelayanan
Keperawatan Gawat Darurat di Rumah Sakit.

Febriana, Diva Viya. (2017). Konsep dasar keperawatan(1).Yogyakarta: healthy.


Chicago Style.
Goleman, Daniel, Kecerdasan Emosional, terj. Hermaya, Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama, 1996.

Universitas Sriwijaya
Hancock, P. A. 1989. “The Effect of performance failure and task demand on the
perception of mental workload.
Hart, S., G & Staveland, L. E (1981). Development of NASA-TLX (Task Load
Index Result of Empirical and Theoretical Research. In human Mental
Workload, 139-183.
Hart, S. G., dan Staveland, L. E., 1988. Development of Nasa-Task Load Index
(NASA-TLX). Results of empirical and Theoritical Research, NASA-Ames
Research, California. http://doi.org/10.1016/S0166-4115(08)62386-9.
Haryanti, dkk. (2013). Hubungan Antara Beban Kerja dengan Stres Kerja Perawat
di Intalasi Gawat Darurat RSUD Kabupaten Semarang. Jurnal Manajemen
Keperawatan volume 1 no 1 Mei 2013.
Hasyim, Masruroh dan Joko Prasetyo. 2012. Etika Keperawatan.Yogyakarta:
Bangkit.
Health and Safety Executive, 2017. Focusing on Work Related Stress,
Musculoskeletal Disorders and Occupational Lung Disease. HSE Priced
and Free Publications Can be Viewed Online or Ordered from.

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta:


Salemba Medika.

Ilyas, Yaslis. 2012. Kinerja, teori, penilaian dan penelitian. Jakarta: Pusat Kajian
Ekonomi Kesehatan FKM Universitas Indonesia.

Isnah Wa Ode. 2012. Faktor yang Berhubungan dengan Ketepatan WaktuTanggap


Berdasarkan Respon Time di Instalasi Gawat Darurat RSUP DR Wahidin
Sudirohusodo Makassar. Skripsi tidak dipublikasikan.FKUH.

Joint Commission International (JCI), (2011) Standar Akreditasi Rumah Sakit :


Enam Sasaran Keselamatan Pasien. Edisi ke-4. Jakarta

Kartikawati, N.D. 2013. Buku Ajar Dasar-Dasar Keperawatan Gawat Darurat.


Jakarta: Salemba Medika.

Kasmarani. (2012). Pengaruh beban kerja fisik dan mental terhadap stres kerja
pada perawat di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Cianjur. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 1, 2, 767 – 776.

Kemenkes. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019. Jakarta:


Kementerian Kesehatan RI; 2015.

Kementerian Kesehatan RI. Permenkes RI. Nomor 1691 Tahun 2011 Tentang
Keselamatan Pasien Rumah Sakit,. Jakarta,: Kementerian Kesehatan RI;
2011.

Universitas Sriwijaya
Kementrian Kesehatan RI (2009). Undang-undang Republik Indonesia No. 44
Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI.

Keputusan Menteri Kesehatan, Nomor: 81/Menkes/SK/I/2004 tentang Pedoman


Penyusunan Sumber Daya Manusia Kesehatan di Tingkat Provinsi,
Kabupaten/Kota, serta Rumah Sakit.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 856 Tahun 2009


tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit.2009.
Jakarta:Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
Lestari dan Retno. (2010). Tingkat Stress Kerja dan Perilaku Caring. Jurnal
Ners,5,(2).

Lexshimi, R., Tahir. S., Santhna, L.P., Nizam, M. D. 2007. Prevalence of Stress
and Coping Mechanism among Staff Nurses in the Intensive Care Unit., 2
(2): 146-153

Luthans, F. (2008). Organizational Behaviour. McGraw-Hill International


BookComp. Inc. New York

Maatilu, V., Mulyadi, dan Malara, R.T. 2014. Faktor-Faktor yang Berhubungan
dengan Response Time Perawat pada Penanganan Pasien Gawat Darurat di
IGD RSUP. Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi.Manado.

Miller, S. (2001). Literature Review Workload Measures. Iowa: The University of


Iowa.

Moleong, Lexy J. 2009. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja


Rosdakarya.

Mulyaningsih, 2011, Hubungan Berpikir Kritis dengan Perilaku Caring Perawat di


RSUD Dr. Moewardi, Surakarta, Tesis, Fakultas Ilmu Keperawatan,
Program Magister Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Jakarta.

Munandar, A. S. (2001). Stres dan Keselamatan Kerja “Psikologi Industri dan


Organisasi.Penerbit Universitas Indonesia.

Mundakir, (2013). Komunikasi Keperawatan Aplikasi dalam Pelayanan, Edisi 1.,


Yogyakarta: Graha Ilmu.

Natasia, N., Loekqijana, A., & Kurniawati, J. (2014). Faktor yang Mempengaruhi
Kepatuhan Pelaksanaan SOP Asuhan Keperawatan di ICU-ICCU RSUD
Gambiran Kota Kediri. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(1), 21–25.

National Institute for Occupational Safety and Health. Stress at Work Columbia
Parkway: U.S. Department of Health and Human Services. (online). 1998.
http://www.cdc.gov/niosh/docs/99-101/pdfs/99-101.pdf

Universitas Sriwijaya
Nurmianto, E. 2004. Ergonomi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Surabaya: Guna
Widya.

Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu


Keperawatan. Jakarta : Salemsba Medika

Perry, A. G., & Potter, P. A. (2009). Potter and perry’s fundamentals of nursing
Australian version. (J. Crips & C. Taylor, Eds.) (3rd ed). Australian : mosby
Elsevier Australia.

Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI). (2006). Survei Stres Kerja


Perawat.http: //www.64.203.71.11/ver1/kesehatan/0705/12/htm

PPNI. 2006. Survei Stres Kerja Perawat. Diakses pada tanggal 13 Desember 2020
23.45. http://www. 64.203.71.11/ver1/kesehatan/0705/12/htm.

Prabawati, Rika. 2012. Hubungan Beban kerja Mental dengan Stres Kerja pada
Perawat Bagian Rawat Inap RSJD. Dr. R. M. Soedjarwadi Klaten. Fakultas
Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Prabowo, Nanang Yulianto, 2014, Hubungan tingkat pengetahuan perawat


terhadap pelaksanaan pengkajian risiko jatuh skala morse di RS PKU
Muhammadiyah Unit II, Skripsi. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,
Yogyakarta.

Prihatini. (2007). Analisis Hubungan Beban Kerja Dengan Stress Kerja Perawat di
Setiap Ruang Rawat Inap RSUD Sidikalang. Skripsi Universitas Sumatera
Utara Medan.

Profil Rumah Sakit Mohammad Hoesin Palembang. Rumah Sakit Pertama di


Sumatera Diakui Internasional”.https://www.rsmh.co.id/

Ramadhan, R., Tama, I. P., & Yanuar, R. (2014). Analisa Beban Kerja Dengan
Menggunakan Work Sampling Dan NASATLX Untuk Menentukan Jumlah
Operator. 2(5), 964-973.

Ratnasari, W.P. (2009). Stres pada perawat di instalasi rawat inap rumah sakit
jiwa Menur Surabaya.

Rifiani, N., & Sulihandari, H. (2013). Prinsip-Prinsip Dasar Keperawatan. Jakarta:


Dunia Cerdas.

Runtu, D. Y. N. 2018. Hubungan antara Iklim Organisasi dengan Stres Kerja pad
Perawat di Rumah Sakit X Jakarta Timur. Jurnal Mitra Manajemen (JMM
Online), 2(3). pp. 125-137.

Universitas Sriwijaya
Saefullah Encep, 2017. Pengaruh Beban Kerja Dan Stres Kerja Terhadap
Produktivitas Kerja Karyawan. Banten : Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Bina
Bangsa.
Saryono. (2011). Metodologi penelitian keperawatan. Purwokerto: UPT.
Percetakan dan Penerbitan UNSOED

Sayuti, Abdul Jalaludin. 2013. Manajemen Kantor Praktis. Bandung: Alfabeta.

Silviasari (2011). Penerapan Manajemen Risiko dan Keselamatan Pasien di


Rumah Sakit Immanuel Medan Ta-hun 2011. Universitas Sumatera Utara,
2:16-20.
Simanjuntak, Risma, A, (2010), Analisis Beban Kerja Mental dengan Metode
Nasa-Task Load Index, Jurnal Teknologi Technoscientia.

Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :


Alfabeta.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:


Afabeta.

Suma’mur P.K,1994. Hygene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Cetakan


kesebelas, Haji masagung , Jakarta.

Sumijatun. (2010). Konsep dasar menuju keperawatan profesional. Jakarta: TIM.

Sunaryo, 2010, Pelaksanaan Triage oleh Perawat di Instalasi Gawat Darurat


Rumah Sakit.

Sunyoto, Danang. 2013. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Buku Seru

Tabatabaei S, Hazani R K. 2011. “Work Stress And Job Satisfaction With Respect
To The Work Shift And Hours”. Shahid Behesti University Of Medical
Sciences. Shahid Behesti.

Tarwaka. 2011. Ergonomi Industri, Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi dan


Aplikasi Di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press.

Tarwaka. 2013. ERGON OMI INDUSTRI, Dasar-dasar Pengetahuan Ergonomi


dan Aplikasi di Tempat Kerja. Surakarta : Harapan Press.

Tarwaka. 2014. Keselamatan dan Kesehatan Kerja:Manajemen dan Implementasi


K3 di Tempat Kerja. Surakarta : Harapan Press.

Tarwaka. (2015). Ergonomi Industri Dasar-Dasar Pengetahuan Ergonomi Dan


Aplikasi di Tempat Kerja. Surakarta: Harapan Press.

Undang-Undang Nomor 23 tahun 1992, Tentang Kesehatan, Penerbit Ariloka,


Surabaya : 2000.

Universitas Sriwijaya
Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 Tahun 2014 tentang keperawatan. R.
jakarta. 2014.
Utomo, A. 2004. Gambaran Kejadian Stres Kerja berdasarkan Karakteristik
Pekerjaan pada Perawat ICU dan UGD di RS. Mitra Keluarga Bekasi.
Depok: Universitas Indonesia.

Wardah, Febrina, Dewi. (2017). Pengaruh Pengetahuan Perawat Dalam


Pemenuhan Perawatan Spiritual Pasien Di Ruang Intensif. Jurnal Edurance,
Vol 2 No 3.
Widhori. 2014. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Perawat dalam
Pelaksanaan Protap Pemasangan Infus di Ruang Rawat Inap RSUD Padang
Panjang Tahun 2014.

Widyanti, Ari, dkk. 2010. “Pengukuran Beban Kerja Mental Dalam Searching
Task Dengan Metode Rating Scale Mental Effort (RSME)”. Teknik Industri
UNDIP. Prosiding Seminar Nasional Ergonomi IX.

Wijono, Sutarto. (2010). Psikologi Industri dan Organisasi. Jakarta: Fajar


Interpratama Offset.

Yoon, S. L. and J. H. Kim. 2013. Job Related Stress, Emotional Labor, and
Depressive Symptoms Among Korean Nurses. Journal of Nursing
Scholarship, 45(2), pp. 169-76.

Yuniarti, E. 2007. Hubungan Karakteristik Pekerjaan dengan Stres Kerja pada.


Depok: Universitas Indonesia.

Universitas Sriwijaya
Lampiran I

Surat Izin Penelitian dari FKM

Universitas Sriwijaya
Lampiran 2

Surat Izin Penelitian dari RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Universitas Sriwijaya
Lampiran 3

Lembar Pengantar Pengambilan Data dari Direktur SDM, Pendidikan &


Penelitian RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang

Universitas Sriwijaya
Lampiran 4 Informed Consent

ANALISIS BEBAN KERJA MENTAL PERAWAT INSTALASI GAWAT


DARURAT DENGAN METODE NASA-TASK LOAD INDEX DI RSUP DR.
MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG TAHUN 2020
(INFORMED CONSENT)

Saya telah mendapat penjelasan secara rinci dan telah mengetahui


maksud dan tujuan penelitian tentang “Analisis Beban Kerja Mental
Perawat Instalasi Gawat Darurat Dengan Metode NASA-Task Load
Index di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2020” yang
dilaksanakan oleh peneliti dari Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya.
Saya memutuskan setuju jika saya ikut berpartisipasi pada penelitian
ini secara sukarela tanpa paksaan. Bila saya menginginkan, maka saya
dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu tanpa sanksi apapun.

Indralaya, Oktober 2020

Saksi Informan

…………………..... ………………….....

Pelaksana Penelitian

Sely Ayu Wandira

Universitas Sriwijaya
Lampiran 5 Naskah Penjelasan Dan Persetujuan

PENELITIAN
ANALISIS BEBAN KERJA MENTAL PERAWAT INSTALASI GAWAT
DARURAT DENGAN METODE NASA-TASK LOAD INDEX DI RSUP DR.
MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG TAHUN 2020
NASKAH PENJELASAN

(Untuk Bapak/Ibu Perawat)

Bapak/Ibu yang terhormat, saya dari Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
akan melakukan penelitian dengan judul “Analisis Beban Kerja Mental Perawat
Instalasi Gawat Darurat Dengan Metode NASA-Task Load Index di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2020”Tujuan atau manfaat dari penelitian
saya secara umum yaitu Mengetahui tingkat beban kerja mental perawat Instalasi
Gawat Darurat di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

Selama penelitian, kami akan meminta kesediaan bapak/ibu untuk menjadi objek
penelitian kami dengan bersedia mengisi kuesioner oleh peneliti dengan
membutuhkan waktu sekitar 30 menit. Adapun kerahasiaan subyek penelitian
dalam memberikan informasi dipastikan akan tetap terjaga. Partisipasi Bapak/Ibu
selaku informan dalam penelitian ini bersifat sukarela dan tanpa ada paksaan dari
pihak manapun, dan apabila tidak berkenan untuk dijadikan sebagai subyek
penelitian dalam penelitian kami, maka Bapak/Ibu bisa menolak untuk
diwawancarai.

Semua informasi yang peneliti terima, akan kami jamin kerahasiannya dan akan di
olah untuk kemudian digunakan sebagai bahan penelitian kami dalam menyusun
skripsi penelitian sebagai syarat mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya. Apabila
Bapak/Ibu membutuhkan keterangan lebih lanjut mengenai penelitian ini, dapat
menghubungi:
Nama : Sely Ayu Wandira
Alamat : Depati 1 Kel. Bumi Agung Kec. Muaradua Kab. Oku Selatan
Telepon : 081368003529

Universitas Sriwijaya
Lampiran 6

IDENTITAS INFORMAN
Nama :

Umur :
Jenis Kelamin :
Lama Bekerja :
Status :

Dengan hormat,

Saya Sely Ayu Wandira, NIM 10011381821006, Mahasiswi S-I Peminatan K3


FKM Universitas Sriwijaya, bermaksud mengadakan penelitian pada perawat di
Instalasi Gawat Darurat di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.

PETUNJUK PENGERJAAN:
1) Terdapat beberapa pertanyaan dalam kuesioner tentang beberapa hal.
2) Dalam setiap pertanyaan yang ada, anda dipersilahkan memilih jawaban
sesuai dengan apa yang terjadi dengan memberikan tanda silang (X).
3) Tidak ada jawaban benar atau salah. Semua jawaban benar apabila itulah
yang anda alami.
4) Jawaban apapun tidak memengaruhi nilai atau prestasi anda dan
kerahasiaan akan terjamin sesuai dengan kode etik peneliti.

Terimakasih.

Universitas Sriwijaya
Lampiran 7 Panduan Mengisi Kuesioner NASA-TLX

PANDUAN MENGISI KUESIONER NASA-TLX

Pada pengukuran ini, Anda diminta untuk mengisi kuesioner yang bertujuan untuk
mengukur beban kerja pekerjaan yang anda lakukan setiap hari. Hasil dari
pengukuran ini adalah untuk menentukan apakah pekerjaan yang anda laksanakan
memiliki beban kerja rendah (underload), optimal (optimal load), atau berlebihan
(overload). Kuesioner ini terbagi menjadi dua tahap sebagai berikut:

1. Pemberian Bobot
Pada bagian ini anda diminta untuk memilih salah satu dari dua indikator
yang dirasakan lebih dominan menimbulkan beban kerja mental terhadap
pekerjaan tersebut. Kuesioner yang diberikan berupa perbandingan
berpasangan.

2. Pemberian peringkat
Pada bagian ini anda diminta memberi peringkat terhadap keenam
indikator bebaban mental. Rating yang diberikan adalah subyektif
tergantung pada beban mental yang dirasakan oleh responden selama
menjalani pekerjaan. Pada masing-masing faktor terdapat skala 0-100
atau rendah sampai dengan tinggi.

Universitas Sriwijaya
Lampiran 8 Indikator Skala Peringkat

Indikator Skala Peringkat


Dimensi Pembebanan Keterangan
Seberapa besar aktivitas mental dan
perseptual yang dibutuhkan untuk
melihat, mengingat dan mencari.
Mental Demand Rendah,
Apakah pekerjaan tersebut
(MD) Tinggi
sulit,sederhana atau kompleks.
Longgar atau ketat.

Jumlah aktivitas fisik yang dibutuhkan


Physical Demand Rendah,
(misalnya mendorong, menarik dan
(PD) Tinggi
mengontrol putaran).
Jumlah tekanan yang berkaitan
dengan waktu yang dirasakan selama
Temporal Demand Rendah,
elemen pekerjaan berlangsung.
(TD) Tinggi
Apakah pekerjaan perlahan atau santai
atau cepat dan melelahkan.
Seberapa besar keberhasilan
Own Performance Tidak Tepat,
seseorang di dalam pekerjaannya dan
(OP) Sempurna
seberapa puas dengan hasil kerjanya.
Seberapa tidak aman, putus asa,
Frustation Level Rendah, tersinggung, terganggu, dibandingkan
(FR) Tinggi dengan perasaan aman, puas, nyaman
dan kepuasaan diri yang dirasakan.
Seberapa keras kerja mental dan fisik
Rendah,
Effort (EF) yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
Tinggi
pekerjaan.

Universitas Sriwijaya
Lampiran 9 Lembar Pemberian Bobot

LEMBAR PEMBERIAN BOBOT

Berilah tanda (X) pilihan anda pada salah satu dari dua indikator yang dirasakan
lebih dominan menimbulkan beban kerja mental terhadap pekerjaan anda.

Indikator Beban Mental


MD (Mental demand) PD (Physical Demand)
MD (Mental demand) TD (Temporal Demand)
MD (Mental demand) OP (Own Performance)
MD (Mental demand) EF (Effort)
MD (Mental demand) FR (Frustation)
PD (Physical Demand) TD (Temporal Demand)
PD (Physical Demand) OP (Own Performance)
PD (Physical Demand) EF (Effort)
PD (Physical Demand) FR (Frustation)
TD (Temporal Demand) OP (Own Performance)
TD (Temporal Demand) EF (Effort)
TD (Temporal Demand) FR (Frustation)
OP (Own Performance) EF (Effort)
OP (Own Performance) FR (Frustation)
EF (Effort) FR (Frustation)

Universitas Sriwijaya
Lampiran 10 Lembar Pemberian Peringkat

LEMBAR PEMBERIAN PERINGKAT

Berikan tanda “X” pada skala sesuai tingkat faktor yang anda alami selama
bekerja.
1. Mental Demand (MD)
Seberapa besar usaha mental yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
pekerjaan ini?

2. Physical Demand (PD)


Seberapa besar usaha fisik yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
pekerjaan ini?

3. Temporal Demand (TD)


Seberapa besar tekanan yang dirasakan berkaitan dengan waktuuntuk
menyelesaikan pekerjaan ini?

4. Own Performance (OP)


Seberapa besar tingkat keberhasilan yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
pekerjaan ini?

5. Effort (EF)
Seberapa besar kerja mental dan fisik yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan pekerjaan ini?

6. Frustation (FR)
Seberapa besar kecemasan, perasaan tertekan, dan stress yang dirasakan
untuk menyelesaikan pekerjaan ini?

Universitas Sriwijaya
Lampiran 11

Dokumentasi

wawancara Bersama Informan

Observasi Bersama Penanggung Jawab IGD di


Instalasi Gawat Darurat

Universitas Sriwijaya
Lampiran 12

MATRIKS WAWANCARA MENDALAM INFORMAN


ANALISIS BEBAN KERJA MENTAL PERAWAT INSTALASI GAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

No Aspek yang diteliti Informan


1. Kebijakan (bagaimana kebijakan yang RB JS
diterapkan teruntuk perawat di rumah
sakit)
a. Adakah SOP yang mengatur persiapan ...Jelas ada, kami punya standar …Iya, ada standar prosedur
perawat sebelum bertugas / bekerja? prosedur operasional (SPO) saat operasional (SPO). Sebelum
kerja dan ada kebijakan juga… overhand serah terima pasien,
serah terima alat itu semua
diserah terimakan, disini sudah
punya standar prosedur
operasional (SPO) dan
kebijakan…
Coding I -Ada standar prosedur operasional -Ada SPO dan kebijakan
(SPO) maupun kebijakan
Coding II -Ada standar prosedur operasional -Ada SPO dan kebijakan
(SPO) maupun kebijakan
b. Apakah ada proses briefing / safety talk …Ada, karena sebelum kita kerja …Iya jelas ada, sebelum
sebelum bertugas? pagi saat overan kita harus briefing. bertugas diarahkan dulu nggak
Semuanya sudah ada dalam standar mungkin kita langsung kerja.
prosedur operasional (SPO) sudah Sudah siap baru kita berdoa
terstruktur dan sistematis mengenai dulu, kemudian petugasnya ada
overan, sisa pasien, alat, sarana berapa, pasien ada berapa,

Universitas Sriwijaya
prasarana, kendala… pasien apa-apa aja mau
diapakan, apa yang sudah
dikerjakan, apa yang belum
dilanjutkan dan apa yang akan
dilanjutkan…
Coding I -Ada briefing sebelum bertugas -Ada briefing dahulu sebelum
mulai bekerja
Coding II -Ada briefing sebelum bertugas -Ada briefing dahulu sebelum
mulai bekerja
c. Bagaimana pemeriksaan kesehatan khusus …Tidak ada. Tetapi kita ada …Tidak ada. Tetapi kita ada
sebelum bekerja? medical check up (MCU) annually, medical check up (MCU)
nanti dilihat kalau misalkan ada dibagian K3RS, itu kami ada
hepatitis B nanti ada rencana tindak satu tahun sekali, jadi tau oh dia
lanjut nya apa dari pemeriksaan ini kena penyakit hipertensi oh
tersebut. Seluruh petugas dilakukan dia ini punya penyakit hepatitis,
pemeriksaan mulai dari thorax, nanti setelah itu ditindak lanjuti.
EKG, rontgen, periksa darah. Ada Ada imunisasi hepatitis,
tim medical check up (MCU) dari imunisasi influenza sudah
rumah sakit yang sudah terjadwal… dilakukan alhamdulillah
sebelum COVID…
Coding I -Ada medical check up (MCU) -Ada medical check up (MCU)
annually satu tahun sekali
Coding II -Ada medical check up (MCU) -Ada medical check up (MCU)
annually satu tahun sekali
Interpretasi Seluruh kebijakan yang berlaku di instalasi gawat darurat dari mulai
standar prosedur operasional (SPO), briefing, hingga pemeriksaan
kesehatan sebelum bekerja dibuat berdasarkan Sertifikasi Joint
Commission International (JCI), Keputusan Direktur Utama RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang tentang Kebijakan Pelayanan

Universitas Sriwijaya
Keperawatan, Standar Prosedur Operasional (SPO) Keperawatan Dasar,
Standar Prosedur Operasional (SPO) Keperawatan Lanjutan, Pedoman
Pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUP Dr. Mohammad
Hoesin Palembang. Perawat yang bekerja diinstalasi gawat darurat
menggunakan SPO keperawatan dasar dan SPO keperawatan lanjutan.
Ada briefing khusus dan tidak ada pengecekan kesehatan khusus
sebelum bekerja tetapi ada medical check up (MCU) rutin satu tahun
sekali.
2. Sistem kerja perawat(bagaimana sistem RB JS
kerja sebagai perawat?)
a. Apa saja job description perawat? …Ada, rincian kewenangan klinis …Iya job description nya lain-
namanya (RKK) mengenai apa yang lain, oh ini perawat misalkan di
tidak boleh dikerjakan, apa yang Prioritas 1 (P1/Red Zone) dia
harus dikerjakan, apa yang menjadi job description nya ya jelas lain
tanggung jawab. Sistemnya tulis apa dia misalkan bisa
yang kamu kerjakan, kerjakan apa mengoperasikan ventilator.
yang kamu tulis dan semuanya Sebenarnya soal berat dan
terdokumentasi. ringan nya ya sama sama persis,
nggak bisa kita ngomongkan di
Prioritas 2 (P2 Yellow Area)
medical itu ringan ngga, sama
aja. Tapi ada yang umum dan
ada yang khusus. Umum yang
semua perawat harus bisa
pasang infus misalnya semua
perawat harus bisa
elektrokardiogram (EKG)
mengukur dan merekam
aktivitas listrik jantung itu lah

Universitas Sriwijaya
umum ya tapi ada kekhususan
kayak tadi itu kan tidak semua
bisa. Kalau khusus dia kan ada
pelatihan khusus seperti
Penanggulangan Penderita
Gawat Darurat (PPGD), Basic
Trauma Cardiac Life Support
(BTCLS), Advanced Cardiac
Life Support (ACLS), itu kan
spasien jantung kami ada ruang
stemis ruangan khusus jantung
dia harus bisa mengoperasikan
alat kejut jantung, itu kan harus
ada modal keterampilan ada
skill nya juga…
Coding I -Ada kewenangan klinis -Ada job description masing-
masing
Coding II -Ada kewenangan klinis -Ada job description masing-
masing
b. Ada berapa shift dalam satu hari kerja? …Ada 3 shift. Pagi, sore, dan …Shift disini ada 3, pagi, sore
malam. Pembagian nya untuk shift dan malam itu untuk satu orang
pagi dari jam 07.00-14.00, shift sore dalam satu bulan itu ada
dari jam 14.00-21.00, dan shift standarnya 168-172 jam/bulan
malam dari jam 21.00-07.00. sudah dibatasi nggak boleh
Khusus untuk shift malam 10 jam, lebih ataupun kurang, harus
kalau pagi dan sore 7 jam. Semua standar. Kalau malam itu kan
staff sudah punya jadwal sistematis agak panjang 10 jam, kalau pagi
kecuali kalau ada mau maju atau sama sore 7jam. Dihitung
mundur kita harus lapor dengan ibu semuanya dan nggak boleh

Universitas Sriwijaya
penanggung jawab diigd… orang itu dinasnya malem terus
harus ada pagi ada sore dan
malam biar dia ada istirahat,
kalau malam terus nanti dia
gempor…
Coding I - Ada 3 shiftpagi, sore dan malam -Ada 3 shiftpagi, sore, malam
Coding II - Ada 3 shiftpagi, sore dan malam -Ada 3 shiftpagi, sore, malam
c. Bagaimana penetapan sistem jam kerja …Sistem jam kerja ini sudah …Untuk sistem kerja nya sudah
yang diterapkan? ditetapkan dari rumah sakit… ditetapkan dari rumah sakit…
Coding I -Ditetapkan rumah sakit -Sudah ditetapkan rumah sakit
Coding II -Ditetapkan rumah sakit -Sudah ditetapkan rumah sakit
Interpretasi Shift kerja perawat diinstalasi gawat darurat terdapat tiga shift; pagi
(07.00-14.00 WIB), sore (14.00-21.00 WIB), dan malam (21.00-07.00
WIB). Dalam satu bulan ada standarnya 168-172 jam, tidak boleh lebih
ataupun kurang. Sedangkan jam kerja dalam satu hari untuk shift malam
10 jam, pagi dan sore 7 jam. Berikut ini adalah job description perawat
umum / harian :
1. Melakukan absensi print finger datang dan pulang
2. Mengikuti apel bulanan setiap tanggal 17 dan upacara bendera
3. Mengikuti briefing pagi
4. Bersama anggota tim lainnya melakukan serah terima pasien
dan alat inventaris
5. Menata dan merapikan ruangan
6. Menerima dan melaksanakan pendelegasian tugas dari ketua tim
7. Menyiapkan formulir tindakan medis dan non medis
8. Menyiapkan formulir pemeriksaan penunjang
9. Menyiapkan alat - alat siap pakai untuk tindakan keperawatan
dan medik
10. Menyiapkan kelengkapan administrasi pasien transfer internal /

Universitas Sriwijaya
eksternal
11. Melakukan transfer pasien internal / eksternal
12. Menyiapkan kelengkapan administrasi pasien pulang
13. Melakukan asuhan keperawatan / kebidanan mulai pengkajian,
diagnosa, perencanaan, implementasi, evaluasi dan dokumentasi
14. Melaksanakan orientasi kepada pasien baru
15. Mengatur dan mengkoordinasikan pemeliharaan alat inventaris
dan alat habis pakai
16. Membuat laporan harian
17. Menghadiri rapat ruangan dan instalasi
18. Melaksanakan penerapan 6 sasaran keselamatan pasien
19. Melaksanakan penerapan K3RS
20. Melaksanakan penerapan PPI
21. Melaksanakan penerapan BHD
22. Menerapkan 6 (enam) indikator mutu pelayanan keperawatan
23. Mendampingi visite dokter
24. Melaporkan KTD, KNC, KPC, KTC dan sentinel
25. Mengikuti kegiatan pelaksanaan DRK setiap bulan
26. Mendokumentasikan kegiatan dalam buku catatan
perawat/bidan harian
27. Melaksanakan kegiatan sesuai dengan SPO dan SAK

Job description khusus profesi antara lain :


1. Melakukan basic assessment primary survey dan secondary
survey
2. Melakukan triase dan re-triase
3. Melakukan tindakan live saving, resusitasi dengan atau tanpa
alat
4. Asistensi tindakan dokumentasi pasien terpapar B3

Universitas Sriwijaya
5. Pengelolaan jalan nafas
6. Melakukan fisioterapi dada
7. Memberikan inhalasi / nebulasi
8. Memberikan terapi oksigen
9. Memonitoring hemodinamik non inovasif dan invasive
3. Mental demand (bagaimana aktivitas RB JS
mental anda untuk melakukan pekerjaan
sebagai perawat? apakah pekerjaan tersebut
mudah atau sulit?)
a. Adakah situasi yang mengharuskan anda …Iya ada, Emergency semuanya ...Iya ada, kalau mengambil
mengambil keputusan dalam kondisi bisa darurat bisa berubah-ubah… keputusan itu tidak bisa sendiri
darurat? apalagi kita diinstansi seperti ini
tidak bisa kita ngambil
keputusan sendiri…
Coding I -Ada -Ada
Coding II -Ada -Ada
b. Jika ya, bagaimana sistem pengambilan …Kebijakan bisa diambil dari, …Ada penanggung jawabnya.
keputusan dalam kondisi darurat itu? kalau shift pagi disaat jam kerja kita Kalau dipagi hari bisa saya,
punya kepala atau koordinator, dari bisa koordinator. Tapi kalau
koordinator kembali ke kepala igd sore dan malam ada supervisor.
kita. Kalau diluar jam kerja kita Ada yang khusus yang perlu
punya supervisor igd dan akan dikonsultasikanapalagi itu
dilaporkan ke duty manager. Kita menyangkut misalkan pasien
lihat dulu keputusan nya itu kan tidak punya keluarga. Itulah
misalnya ditentukan oleh tim kami mangkanya diigd ini kita harus
ternyata kita butuh saran, kita tetap cerdas, kita lihat juga keadaan
lapor diurutan nya, kita lapor ke pasien kalau pasien itu dari
supervisor… jawa atau dari bus kecelakaan
ngga mungkin ada keluarganya

Universitas Sriwijaya
dipalembang, nggak mungkin
kita nunggu, tapi kalau bisa
dihubungin ya enak, kita harus
mengambil keputusan , rumah
sakit tidak akan membiarkan
kalau dia sudah mengancam
gagal nafas kalau didiamkan
bisa meninggal…
Coding I -Diambil dari kepala IGD, -Ada penanggung jawabnya
koordinator dan supervisor
Coding II -Diambil dari kepala IGD, -Ada penanggung jawabnya
koordinator dan supervisor
c. Bagaimana iklim kerja (suasana) di dalam …Secara kondisi ya nyaman karena …Oke aja, untuk suhu saat
ruang kerja anda? dingin juga. Kita sama dalam artian bekerja ya nyaman-nyaman
mau panas mau dingin kita dalam karena suhu disini sudah bagus
AC central karena kita punya karena sudah ada pengaturan
pengaturan suhu. Kecuali suatu sudah dimonitoring. Kalau
ruangan yang dia butuh pengaturan nggak begitukan alat-alat bisa
suhu karena ada troli emergency rusak seperti monitor, obat-obat
nah dia betul-betul harus dihitung bisa rusak. Suhu untuk
suhunya karena berpengaruh diruangan biasa ada. Suhu
kepada obat yang ada didalam troli. untuk lemari obat ada.
Kita sudah ada checklis suhu khusus Kelembaban juga sudah
untuk diruangan jantung, STEMI, dimonitoring kalau nggak bisa
Prioritas (P1-Red Zone) atau berjamur…
isolasi…
Coding I -Kondisi nyaman -Nyaman-nyaman saja
Coding II -Kondisi nyaman -Nyaman-nyaman saja
Interpretasi Diinstalasi gawat darurat semuanya bisa emergency. Perawat tidak bisa

Universitas Sriwijaya
mengambil keputusan sendiri, ada yang khusus yang perlu
dikonsultasikan apalagi menyangkut pasien yang tidak punya keluarga.
Pengambilan keputusan shift pagi bisa diambil dari penanggung jawab
igd atau koordinator dan kembali lagi ke kepala igd. Untuk shift sore
dan malam ada supervisor dan akan dilaporkan ke duty manager.
Lingkungan fisik nyaman saja karena sudah AC central dan sudah
dimonitoring. Tetapi ada ruangan khusus seperti ruangan jantung,
STEMI, Prioritas 1 (P1-Red Area) atau isolasi sudah punya pengaturan
suhu tertentu karena berpengaruh kepada alat-alat dan obat yang ada
didalam troli.
4. Physical demand(bagaimana usaha fisik RB JS
yang anda butuhkan dalam menyelesaikan
tugas sebagai perawat?)
a. Apakah unit anda memiliki tugas fisik yang …Tidak, kita semua sama. Kita …Dak biso kito ngomongke
lebih berat dari instalasi lain? tidak bisa membandingkan bagian berat, semua berat semua,
saya lebih berat ya belum tentu, nggak mungkin ya tergantung.
dibagian dalam juga mereka Salah kito ngomongke bahwa
mempunyai job description sendiri. diigd ini lebih berat dari yang
Penyakit medical tidak akan sama lain, kito kan sudah ado
dengan penyakit bedah, jadi tingkat kewenangan klinis masing-
kesulitan nya tidak bisa kami masing…
samakan. Semua beban kerja nya
sama, di emergency ya gitu…
Coding I -Semua sama -Semua berat
Coding II -Semua sama -Semua berat
b. Apakah saat bekerja ada hal yang …Manusiawi ya dek. Cuma satu …Nggak juga kalau agak
mengganggu kondisi fisik anda (sakit kalau kerja di emergency apapun demam-demam minum obat ya
kepala, pusing, demam, dll)? yang menjadi permasalahan dek, ibuk paling disiplin nomor
dirumah tidak bisa kita bawa satu, nggak boleh nak dateng

Universitas Sriwijaya
ketempat kerja, karena situasi telat nak beralasan izin suruh
emergency semuanya harus dalam tuker cari temen. Kito dak boleh
jernih, otak kita harus jernih, mata membiasakan kalo kito sudah
kita harus jernih dan harus siap. izinke nanti besok yang lain juga
Karena itu perawat emergency izin seperti itu dengan
dengan perawat bangsal akan mudahnyo kito mengizinkan
berbeda. Kalau sakit ya kita izin orang nggak bisa seperti itu.
sakit tergantung personal nya, kalau Kalo ibuk ngomong kalo
tidak kuat lagi jangan perawat ni pinter nomor duo,
dipertahankan… nomor satu disiplin…
Coding I -Kalau sakit izin -Hanya demam
Coding II -Kalau sakit izin -Hanya demam
c. Adakah upaya dari perusahaan dalam …Ada, medical check up (MCU) …Iya disini sudah ado medical
memelihara kondisi fisik anda sebagai namanya. Nanti kelihatan misalkan check up (MCU) dilakukan satu
perawat? dia sakit TBC nanti mau diobati tahun sekali nah nanti bisa
atau dipindah kemana. Kalau misal kelihatan kalau ada petugas
dia tidak sehat mental dan tidak yang sakit akan ditindak
kuat diigd bisa dipindahkan lanjuti…
daripada dia stres, disini anti stres
dek, mainstream kerja diigd…
Coding I -Ada MCU -Ada medical check up
Coding II -Ada MCU -Ada medical check up
Interpretasi Perawat igd tidak bisa membandingkan tugas fisik bagian mereka lebih
berat dari bagian lain, semuanya berat. Karena sudah mempunyai
kewenangan klinis atau job description nya masing-masing. Keluhan
yang dirasakan jarang, hanya sekedar pusing setelah itu minum obat
lanjut kerja lagi dan apabila tidak tahan lagi izin dahulu. Upaya
pemeliharaan kondisi fisik perawat yang dilakukan di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang adanya medical check up (MCU) rutin

Universitas Sriwijaya
satu tahun sekali, apabila pada hasil pemeriksaan ada yang sakit akan
diobati.
5. Temporal demand(bagaimana tekanan RB JS
yang berkaitan dengan waktu yang
dirasakan saat anda bekerja?)
a. Berapa waktu yang diperlukan untuk satu …Berbeda-beda tergantung pasien. …Tergantung tingkat
kali menangani pasien? Misal di triase/penentuan seleksi kegawatan pasien, misalnya
pasien yang diprioritaskan untuk pasien ini gawat tapi tidak
mendapatkan penanganan terlebih darurat misalnya di Prioritas
dahulu. Kita punya yang namanya (P3 – Green Area) ya nanti
respon time, di respon time itu ada dulu, kalau Prioritas (P1 – Red
yang namanya irt1, ketika pasien Area) walaupun dia baru datang
datang itu ada, jadi berapa menit? 2 ya dia duluan pasti yang
menit harus sudah dilihat ditangani. Terus pendarahan
petugas/dokter ke triase dulu, dengan pasien yang sakit kepala
kemudian 5 menit menunggu, ya jelas pasien pendarahan ,
maksimal 5 menit dokter jaga atau pasien yang mau
Prioritas (P2 - Yellow Area) melihat melahirkan sudah pembukaan ya
pasien mau dikemanakan pasien ini. didahulukan…
Kita punya respon time dihitung
dimonitoring setiap hari ada chart
nya, jadi pasien tidak berlama-lama
disitu. Misalkan pasien non
emergency di Prioritas 3 (P3-Green
Area) padahal dia datang duluan
tapi ada Prioritas 1 (P1- Red Area)
yang baru datang, jadi tidak bisa
kita samakan, yang gawat pertama
yang harus ditolong suntik nafas,

Universitas Sriwijaya
suntik jantung itu merah, yang
kedua kuning bisa cacat kalau tidak
dibantu…
Coding I -Ada respon time -Tergantung, dilihat dari tingkat
kegawatan pasien
Coding II -Ada respon time -Tergantung, dilihat dari tingkat
kegawatan pasien
b. Apa yang unit anda lakukan untuk …Kami kerjakan berdasarkan …Dengan cara dipilah dahulu
menyeimbangkan waktu dengan pasien standar prosedur operasional (SPO) berdasarkan berat/ringan
dalam kondisi darurat? merah kuning, hijau, hitam… kegawatannya yang memerlukan
tindakan segera…
Coding I -Mengerjakan sesuai SPO -Pemilahan pasien dilihat dari
tingkat kegawatan nya
Coding II - Mengerjakan sesuai SPO -Pemilahan pasien dilihat dari
tingkat kegawatan nya
c. Bagaimana kerja unit anda saat …Iya kita lihat dulu pasien nya, …Pasien berisiko ya tergantung
penanganan pasien berisiko? apabila pasien menderita misalkan itu, bahkan dibagi ada berisiko
TB paru apalagi TB aktif kita udah infeksi dia ada ruangan khusus
ada ruangan khusus ruangan isolasi ruangan isolasi, pasien TB paru
sehingga tidak menularkan kepasien nggak boleh kita gabungkan
lain yang hanya sakit biasa… dengan pasien cuma demam, ya
kita lihat cara penularan
penyakitnya terutama
tempatnya. Berisiko henti nafas
henti jantung kita tarok di
Prioritas 1 (P1 – Red Area)…
Coding I -Ada ruangan isolasi khusus untuk -Ada ruangan khusus untuk
pasien pasien berisiko
Coding II -Ada ruangan isolasi khusus untuk -Ada ruangan khusus untuk

Universitas Sriwijaya
pasien pasien berisiko
Interpretasi Waktu yang diperlukan untuk menangani pasien berbeda-beda,
tergantung dari tingkat kegawatan pasien. Sebelum pasien diberikan
tindakan dipilah dahulu berdasarkan berat / ringan kegawatan yang
memerlukan tindakan segera. Apabila pasien berisiko infeksi sudah ada
ruangan khusus atau pasien TB aktif sudah ada ruangan khusus
sehingga tidak menularkan kepasien lain yang hanya sakit biasa.
6. Overall performances(bagaimana tekanan RB JS
nilai peformansi yang harus anda capai
sebagai perawat?)
a. Apakah anda sering terdistraksi akan hal- …Mangkanya perawat emergency …Kita sama sekali nggak boleh
hal lain diluar pekerjaan? tidak boleh membawa permasalahan bawa bawa permasalahan
yang diluar kedalam pekerjaan. Dia dirumah kedalam pekerjaan,
harus tetap senyum tetap menjaga masalah dirumah cukup
emosi disaat keluarga pasien datang dirumah kalo udah kerja kita
dengan keadaan emosional, keuarga harus professional apalagi ini
pasien sedih kita tidak boleh ikut. igd banyak pasien yang harus
Kita harus seperti innocent tapi ditolong harus dalam pikiran
tidak cuek… jernih, kalo nggak ya akan
fatal…
Coding I -Tidak boleh -Sama sekali tidak boleh
Coding II -Tidak boleh -Sama sekali tidak boleh
b. Bagaimana kerja sama instalasi anda untuk …Iya, kita ada namanya passion …Disini ada patient safety 6
menciptakan keselamatan dalam safety itu standar internasional. 6 sasaran keselamatan pasien
penanganan pasien? sasaran keselamatan pasien : mulai untuk menjamin keselamatan
dari identifikasi pasien, komunikasi, pasien dan sudah berstandar
pemberian obat, prosedur operasi, internasional melalui sertifikasi
pencegahan infeksi dan risiko joint commission international
pasien jatuh… (JCI) meliputi ketepatan

Universitas Sriwijaya
identifikasi pasien, peningkatan
komunikasi yang efektif,
peningkatan keamanan obat
yang perlu diwaspadai,
kepastian tepat lokasi tepat
prosedur tepat operasi,
pengurangan risiko infeksi,
pengurangan risiko pasien
jatuh…
Coding I -Ada passion safetyatau 6 sasaran -Ada 6 sasaran keselamatan
keselamatan pasien pasien berstandar internasional
Coding II -Ada passion safetyatau 6 sasaran -Ada 6 sasaran keselamatan
keselamatan pasien pasien berstandar internasional
c. Seberapa tergantungkah dokter terhadap …Kita namanya bukan …Kalo dulu iya dokter center
unit anda? ketergantungan tetapi kerja tim dokter yang menjadi prioritas
integrated multi disiplinery artinya kita dan kita dibawah
kalau dulu namanya dokter center, koordinasinya dokter, kalo
dokter ini menjadi prioritas kita sekarang patient center yang
intinya kita dibawah dokter artinya pasien yang menjadi
koordinasinya. Sekarang tidak, center kita. Bukan
patient center artinya yg menjadi ketergantungan tetapi kerja tim
center kita itu adalah pasien, semua antara dokter, perawat, farmasi,
yang dikelilingi ialah kerja sama rekam medis, gizi maupun
mulai dari dokter, perawat, petugas petugas tfo…
tfo, petugas rekam medis, gizi
maupun farmasi. Apa yang
dibutuhkan pasien, patient center
artinya, kalau dulu dokter center…
Coding I -Kerja sama petugas medis -Kerja tim

Universitas Sriwijaya
Coding II -Kerja sama petugas medis -Kerja tim
Interpretasi Perawat igd tidak boleh membawa-bawa permasalahan lain saat bekerja
harus dalam pikiran jernih, otak jernih. Harus tetap senyum, tetap
mengontrol emosi. Upaya untuk menciptakan keselamatan pasien sudah
menerapkan 6 sasaran keselamatan pasien; identitas pasien, peningkatan
komunikasi yang efektif, peningkatan keamanan obat yang perlu
diwaspadai, kepastian tepat lokasi tepat prosedur tepat operasi,
pengurangan risiko infeksi dan pengurangan risiko pasien jatuh yang
sudah berstandar internasional melalui sertifikasi joint commission
international (JCI). Diinstalasi gawat darurat lebih ke kerja tim antara
perawat, dokter, petugas tfo, rekam medis, gizi, maupun farmasi, yaitu
memenuhi apa yang dibutuhkan pasien (passion center).
7. Effort (bagaimana tingkat usaha anda untuk RB JS
menyelesaikan pekerjaan?)
a. Apakah pembagian job description anda …Itu yang membuat job description …Untuk job description sudah
sudah sesuai? ada dibidang kita komite mutu kita sesuai karena yang membuat
atau bidang keperawatan, dia yang komite mutu kita dibidang
akan menuliskan job, nanti keperawatan. Job description
dipanggil ketua tim benar tidak job nya jelas berbeda-beda.
description yang mereka buat. Misal Misalkan seperti memasang
saya ketua tim di triase akan infus secara umum semua
berbeda job description itu dengan perawat tau, dan ada juga kayak
ketua tim medical. Tapi ada yang di ruangan khusus jantung dia
secara umum sama, cuma harus bisa mengoperasikan alat
spesialisasinya ada lagi… kejut jantung, itu kan harus ada
modal keterampilan ada skill
nya…
Coding I -Sudah sesuai -Sudah sesuai
Coding II -Sudah sesuai -Sudah sesuai

Universitas Sriwijaya
b. Apakah unit anda dilengkapi oleh sistem …Iya, kita punya tim kontrol. Kalau …Iya, ada kita sudah punya tim
yang mendukung pengontrolan pasien? dijam kerja kita dibawah ibu kontrol. Bisa dengan saya
penanggung jawab igd lantai 1. Ibu sendiri sebagai penanggung
penanggung jawab igd lantai 1 ada jawab igd lantai 1. Dari saya
pelaporan kekoordinator pelayanan. nanti akan melakukan pelaporan
Semuanya kerja kita dikontrol kekoordinator pelayanan, semua
sampai kedirektur, kalau tidak yang kita kerjakan disini sudah
dikontrol ya amburadur… dikontrol semua ya dek sampai
kedirektur…
Coding I -Ada tim control -Sudah ada tim control
Coding II -Ada tim control -Sudah ada tim control
c. Seberapa tinggi analisis yang harus anda …Iya, misal dashboard observasi …Iya kalau misal ada pasien
lakukan dalam melakukan tugas? pasien, dianalisis kenapa pasien ini yang tertahan lama akan
lama tertahan, maka setiap rabu dianalisis penyebabnya kenapa
kepala instalasi akan apakah pemeriksaan labor nya
mengumpulkan kami para ketua tim, belum ataukah OKA nya yang
akan dianalisis misal ternyata waktu lama dilihat dicari penyebabnya
long time dia memanjang delay dulu…
diigd akan dianalisis kenapa
memanjang nya itu kenapa. OKA
nya yg lama atau pemeriksaan
labornya yang belum, kita sudah
terencana terstruktur sistematis…
Coding I -Iya dilakukan analisis -Selalu dilakukan analisis
Coding II -Iya dilakukan analisis -Selalu dilakukan analisis
Interpretasi Seluruh pembagian job description dan shift perawat diigd RSUP. Dr
Mohammad Hoesin Palembang sudah sesuai. Pengontrolan dilakukan
oleh penanggung jawab igd lantai 1 dan ada pelaporan ke koordinator
pelayanan. Semuanya terkontrol sampai kedirektur. Perawat diigd

Universitas Sriwijaya
melakukan observasi pasien dan semuanya sudah terencana terstruktur
sistematis.
8. Frustation (bagaimanakan kondisi pikiran RB JS
anda saat bertugas sebagai perawat,
seberapa tidak aman, putus asa, terganggu
kah saat bertugas/bekerja?)
a. Apakah instalasi anda sering mengalami …Ada, sentinel sampai dengan …Iya ada sentinel sampai
incident? kematian. Kita sudah punya komite kematian. Kita sudah ada komite
mutu ada kejadian tidak diinginkan, mutu kita mulai dari, kejadian
kejadian tidak diharapkan, pasien potensial cedera, kejadian
jatuh, salah transfusi kembali ke 6 nyaris cedera, kejadian tidak
sasaran keselamatan pasien… cedera, kejadian tidak
diharapkan kembali lagi ke
patient safety tadi meliputi 6
sasaran keselamatan pasien…
Coding I -Ada sentinel sampai kematian -Ada, mulai dari sentinel sampai
kematian
Coding II -Ada sentinel sampai kematian -Ada, mulai dari sentinel sampai
kematian
b. Apa yang anda lakukan ketika pekerjaan …Apabila ada kejadian yang tidak …Kalo ada kejadian yang tidak
diinstalasi anda mengalami kesalahan? diharapkan sampai dengan sentinel diharapkan maka kami akan
akan dilanjutkan dengan rencana melaporkan kepusat, nah
tindak lanjut (RTL) dengan sekarang ini dek tidak ada lagi
dilaporkan kepusat dan sudah ada yang ditutup-tutupi kalau ada
formnya, semua kejadian tidak ada kejadian. Malah orang yang
yang ditutup-tutupi ,siapa yang melaporkan kejadian tersebut
melaporkan akan dikasih rewards, akan di beri rewards, kemudian
nanti akan dicari akar masalahnya akan ada tindak lanjut dan
apa… dianalisis apa yang menjadi

Universitas Sriwijaya
penyebab kejadian…
Coding I -kalau ada kejadian tidak diharapkan -kalau ada kejadian tidak
ada tindak lanjut dan dilaporkan diharapkan ada tindak lanjut dan
dilaporkan
Coding II -kalau ada kejadian tidak diharapkan -kalau ada kejadian tidak
ada tindak lanjut dan dilaporkan diharapkan ada tindak lanjut dan
dilaporkan
c. Bagaimana reaksi anda ketika pasien yang …Itu namanya observasi dek 8 jam …Iya di standar prosedur
anda tangani, mengalami kendala terus- sudah ada standar prosedur operasional (SPO) ada yang
menerus? operasional (SPO) nya. Ada namanya observasi pasien 8
kecepatan pemberian rawat inap. jam. Sebelum bekerja
Kenapa pasien itu berkendala?, mangkanya selalu dilakukan
,mangkanya adanya briefing briefing biar tau ada kendala
kendalanya dimana, nanti kita nya dimana dan akan ditindak
tindak lanjuti yang tim jaga lanjuti oleh tim jaga selanjutnya
selanjutnya seperti itu. Nanti kalau dan sudah dilaporkan secara
ada yang lebih berat lagi kita sistematis apabila ada kendala
laporkan secara sistemastis baik itu baik itu dari segi sarana
sarana prasarana maupun human prasarana, ataupun human
error… error…
Coding I -Ada observasi 8 jam -Ada observasi pasien 8 jam
Coding II -Ada observasi 8 jam -Ada observasi pasien 8 jam
Interpretasi Diinstalasi gawat darurat ada sentinel sampai dengan kematian. Sudah
ada komite mutu mulai dari kejadian potensial cedera, kejadian nyaris
cedera, kejadian tidak cedera, kejadian tidak diharapkan kembali lagi ke
patient safety meliputi 6 sasaran keselamatan pasien. Apabila ada
kejadian yang tidak diharapkan akan ada rencana tindak lanjut (RTL)
dilaporkan kepusat. Bagi yang melaporkan akan diberi reward. Perawat
melakukan observasi pasien 8 jam dan sudah ada di standar prosedur

Universitas Sriwijaya
operasional (SPO). Oleh karena itu sebelum bekerja ada briefing dahulu
spaya tau ada kendala nya dimana, kemudian akan ditindak lanjut oleh
tim jaga selanjutnya.

Universitas Sriwijaya
MATRIKS WAWANCARA MENDALAM INFORMAN
ANALISIS BEBAN KERJA MENTAL PERAWAT INSTALASI GAWAT DARURAT
RUMAH SAKIT

No Aspek yang diteliti Informan


1. Mental demand (bagaimana aktivitas NL LR
mental anda untuk melakukan pekerjaan
sebagai perawat? apakah pekerjaan tersebut
mudah atau sulit?)
a. Adakah situasi yang mengharuskan anda …Banyak semua pasien yang …Iya banyak namanya juga
mengambil keputusan dalam kondisi datang kesini ya pasien yang gawat emergency semua pasien yang
darurat? darurat semua… datang gawat darurat semua,
nggak akan sama kondisi pasien
disini dengan pasien yang di
unit lain…
Coding I -Banyak -Banyak
Coding II -Banyak -Banyak
b. Jika ya, bagaimana sistem pengambilan …Untuk pengambilan keputusan …Iya kita biasanya kalau untuk
keputusan dalam kondisi darurat itu? biasonyo kito kalo pagi ada jam pagi melapor ke
penanggung jawab igd atau penanggung jawab igd dan
koordinator nanti dari koordinator koordinator dan nanti
kembali melapor kekepala igd, koordinator melapor ke kepala
untuk sore dan malam kita ada igd sesuai dengan urutan nya,
supervisor. Kalo misalnyo salah sore dan malam kita punya
satunyo dio sesak nafas kito supervisor. Biasanya kalau ada
langsung pasang oksigen tanpa pasien darurat kami tetap
konfirmasi dulu. Kalo dio dehidrasi menjalankan job description
langsung kito pasang infus, sesuai masing-masing sesuai standar
dengan standar prosedur prosedur operasional (SPO)…

Universitas Sriwijaya
operasional (SPO) untuk pasien
gawat darurat…
Coding I -Melapor ke penanggung jawab IGD -Lapor kepenanggung jawab
IGD
Coding II -Melapor ke penanggung jawab IGD -Lapor kepenanggung jawab
IGD
c. Bagaimana iklim kerja (suasana) di dalam …Nyaman kalo dingin, lagian disini …Untuk kondisi nyaman suhu
ruang kerja anda? juga suhu nya sudah diukur… nya juga dingin nggak gerah
jadinya, disini juga suhu selalu
dikontrol di tiap ruangan…
Coding I -Nyaman -Kondisi nyaman
Coding II -Nyaman -Kondisi nyaman
Interpretasi Perawat diigd banyak dihadapkan pasien-pasien yang gawat daruat
semua. Apabila pasien sesak nafas langsung di pasang oksigen tanpa
konfirmasi dahulu, jika dehidrasi langsung pasang infus dan bekerja
sesuai job description masing-masing sesuai dengan standar prosedur
operasional (SPO) untuk pasien gawat darurat. Pengambilan keputusan
kalau shift pagi ada penanggung jawab igd dan koordinator, koordinator
kembali ke kepala igd. Kalau shift malam ada supervisor.
2. Physical demand (bagaimana usaha fisik NL LR
yang anda butuhkan dalam menyelesaikan
tugas sebagai perawat?)
a. Apakah unit anda memiliki tugas fisik yang …Setiap orang tu beda-beda kalo …Tidak, kita semua sama aja.
lebih berat dari instalasi lain? saya dinas di Prioritas 2 (P2-Yellow Karena setiap unit sudah ada
Area) anak, karena saya tau ya saya job description nya masing-
menganggap itu lebih berat masing. Ya kita nggak bisa
pekerjaan saya dari pada tempat mbandingkan pekerjaan saya
lain. Kalo saya dibedah saya juga lebih berat dari unit lain,
nganggap nya beda-beda begitupun sebaliknya…

Universitas Sriwijaya
tergantung dari tempat kita…
Coding I -Berbeda-beda -Tidak, semua nya sama
Coding II -Berbeda-beda -Tidak, semua nya sama
b. Apakah saat bekerja ada hal yang …Pernah. Kalo pusing ya makan …Iya pernah namanya
mengganggu kondisi fisik anda (sakit obat dulu, istirahat sebentar makan manusiawi, kalau sekedar
kepala, pusing, demam, dll)? obat terus lanjut kerja lagi. Kalo pusing kita makan obat dulu
pusimg atau demam saat dirumah setelah itu lanjut kerja lagi…
kan berarti kito biso cari temen
untuk nggantiin shift. Kalo lagi jaga
nggak mungkin kita langsung
ninggalkan pekerjaan, minimal kita
obati dulu istirahat sebentar lanjut
kerja, kalo kena nya ditempat
kerja…
Coding I -Pernah pusing -Sekedar pusing
Coding II -Pernah pusing -Sekedar pusing
c. Adakah upaya dari perusahaan dalam …Iya ada, medical check up (MCU) …Iya ada, disini ada medical
memelihara kondisi fisik anda sebagai rutin satu tahun sekali. Vaksin check up rutin setahun sekali.
perawat? sudah ada, terus dari segi jadwal Semenjak COVID ini dapet juga
juga sudah habis malam kan libur, asupan dari gizi seperti telur
dapet obat vitamin juga, setiap hari susu vitamin untuk menjaga
kami dapat asupan dari gizi seperti imun kita…
telur susu itu ada udah jalan dari
bulan 4 dari jaman covid sudah
mulai ada asupan gizi…
Coding I -Ada medical check updan asupan -Ada MCU dan semenjak
dari gizi semenjak COVID COVID ada asupan dari gizi
Coding II -Ada medical check updan asupan -Ada MCU dan semenjak
dari gizi semenjak COVID COVID ada asupan dari gizi

Universitas Sriwijaya
Interpretasi Perawat diinstalasi gawat darurat menganggap tidak ada unit yang
memiliki tugas fisik lebih berat dari unit lain, semuanya sama karena
setiap unit sudah ada job decription nya masing-masing. Keluhan yang
dirasakan hanya sekedar pusing. Kalau keluhan datang saat dirumah,
bisa izin dan minta teman menggantikan shift, kalau keluhan pusing
datang saat sedang bekerja paling tidak istirahat sebentar kemudian
makan obat dan lanjut kerja lagi. Upaya pemeliharaan kondisi fisik
perawat yang dilakukan di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
yaitu dilakukan medical check up (MCU) rutin satu tahun sekali.
Semenjak COVID dapat asupan dari gizi seperti obat vitamin, telur dan
susu.
3. Temporal demand (bagaimana tekanan NL LR
yang berkaitan dengan waktu yang
dirasakan saat anda bekerja?)
a. Berapa waktu yang diperlukan untuk satu …Tergantung kondisi pasien nya …Iya berbeda-beda tergantung
kali menangani pasien? kalau pasien emergency bener saya tingkat kegawatan pasien. Kalau
kan dari bagian anak, bayi kan pasien di prioritas 1 (P1-Red
susah dipasang infus. Apalagi Area) pasien pecah kepala ya
pasien COVID dengan pakaian kita harus melakukan operasi
hazmat dengan segala macam dan butuh waktu beberapa jam…
atribut, pernah kami pengalaman
yang paling lama dari jam 01.00
sampai jam 05.00 subuh. Untuk
yang paling ringan, yang nggak
perlu infus, misalnya observasi
dehidrasi ringan ya cukup kasih
oralit obat oral observasi selesai…
Coding I -Tergantung kondisi pasien -Berbeda-beda tergantung
tingkat kegawatan

Universitas Sriwijaya
Coding II -Tergantung kondisi pasien -Berbeda-beda tergantung
tingkat kegawatan
b. Apa yang unit anda lakukan untuk …Tetap bekerja sesuai standar …Iya kami bekerja harus sesuai
menyeimbangkan waktu dengan pasien prosedur operasional (SPO)… job description nya masing-
dalam kondisi darurat? masing, sesuai kode etik
keperawatan dan yang pasti
sesuai dengan standar prosedur
operasional (SPO)...
Coding I -Bekerja sesuai SPO -Bekerja sesuai job description
dan SPO
Coding II -Bekerja sesuai SPO -Bekerja sesuai job description
dan SPO
c. Bagaimana kerja unit anda saat Tergantung dilihat dulu, kalau Iya kalau pasien nya berisiko
penanganan pasien berisiko? pasien TB atau seperti saat ini menularkan seperti TB, COVID
COVID kita udah ada ruang isolasi kita ada ruangan isolasi khusus
khusus untuk mencegah penularan agar tidak menularkan ke orang
ke pasien, tenaga medis, petugas lain. Orang-orang yang bisa
rumah sakit maupun pengunjung. masuk keruangan isolasi khusus
ini juga sangat terbatas.
Prosedur masuknya pun tidak
sembarangan dan harus ditaati
oleh perawat, dokter dan
petugas rumah sakit, seperti
memakai APD lengkap.
Coding I -Tergantung kondisi pasien -Ada ruang isolasi khusus dan
perosedur masuk ke ruangan
Coding II -Tergantung kondisi pasien -Ada ruang isolasi khusus dan
perosedur masuk ke ruangan
Interpretasi Waktu yang diperlukan untuk menangani pasien berbeda-beda

Universitas Sriwijaya
tergantung tingkat kegawatan pasien, mendahulukan pasien Prioritas 1
(P1-Red Area) lalu Prioritas 2 (P2-Yellow Area) dan Prioritas 3 (P3-Red
Area). Untuk menyeimbangkan waktu pada saat menangani pasien
dalam kondisi darurat perawat diinstalasi gawat darurat tetap bekerja
sesuai job description nya masing-masing, sesuai kode etik keperawatan
dan sesuai dengan standar prosedur operasional (SPO).
4. Overall Performances (bagaimana tekanan NL LR
nilai peformansi yang harus anda capai
sebagai perawat?)
a. Apakah anda sering terdistraksi akan hal- Kalau lagi kerja ya saya kerja dulu. Tidak boleh. kalo kita punya
hal lain diluar pekerjaan? Masalah-masalah diluar pekerjaan masalah dirumah dibawa waktu
nggak boleh dibawa-bawa. kerja, ya nggak akan fokus. Kita
sebagai perawat walaupun ada
masalah dirumah, ya saat kerja
harus tetap senyum sama pasien,
harus jaga emosi, harus bisa
berkomunikasi sama pasien
ataupun keluarganya.
Coding I -Tidak boleh -Tidak boleh
Coding II -Tidak boleh -Tidak boleh
b. Bagaimana kerja sama instalasi anda untuk Iya untuk keselamatan pasien kita Iya, kita ada namanya patient
menciptakan keselamatan dalam punya 6 patient safety yaitu sasaran safety itu standar internasional.
penanganan pasien? keselamatan pasien yang sudah 6 sasaran keselamatan pasien :
standar internasional. mulai dari identifikasi pasien,
komunikasi, pemberian obat,
prosedur operasi, pencegahan
infeksi dan risiko pasien jatuh.
Coding I -Ada 6 sasaran keselamatan pasien -Ada patient safety berstandar
internasional

Universitas Sriwijaya
Coding II -Ada 6 sasaran keselamatan pasien -Ada patient safety berstandar
internasional
c. Seberapa tergantungkah dokter terhadap …Kerja tim ya antara perawat …Kalo kita petugas yang ada
unit anda? dokter farmasi maupun rekam diigd ini semuanya kerja tim ya
medis… saling membutuhkan satu sama
lain…
Coding I -Kerja tim -Kerja tim
Coding II -Kerja tim -Kerja tim
Interpretasi Perawat diinstalasi gawat darurat harus fokus saat bekerja, tidak boleh
membawa masalah dirumah kedalam pekerjaan. Harus tetap senyum
sama pasien, harus jaga emosi, harus bisa berkomunikasi sama pasien
ataupun keluarganya. Upaya untuk keselamatan pasien ada 6 passion
safety yaitu sasaran keselamatan pasien yang sudah berstandar
internasional.
5. Effort(bagaimana tingkat usaha anda untuk NL LR
menyelesaikan pekerjaan?)
a. Apakah pembagian job description anda …Sudah sesuai… …Iya sudah sesuai job
sudah sesuai? description nya…
Coding I -Sudah sesuai -Sudah sesuai
Coding II -Sudah sesuai -Sudah sesuai
b. Apakah unit anda dilengkapi oleh sistem …Ada. Kalau pagi itu ada ketua tim …Iya ada. Saat shift pagi kita
yang mendukung pengontrolan pasien? nya, kalau sore malam ada supervisi ada ketua tim nya masing-
keperawatan… masing per bagian, sore dan
malam kita ada supervisi
keperawatan yang mengontrol…
Coding I -Ada -Ada
Coding II -Ada -Ada
c. Seberapa tinggi analisis yang harus anda …Iya harus tepat sasaran, kalo …Cukup tinggi. Kalau ada
lakukan dalam melakukan tugas? analisa nya nggak tinggi kan nggak pasien yang masuk kita harus

Universitas Sriwijaya
tepat sasaran… tau tindakan apa yang harus
dilakukan sekarang. Kalau
nggak tinggi analisis nya bisa
fatal karena menyangkut nyawa.
Dalam artian analisis ini kami
sudah cukup terbiasa menangani
pasien-pasien gawat darurat…
Coding I -Tinggi harus tepat sasaran -Cukup tinggi
Coding II -Tinggi harus tepat sasaran -Cukup tinggi
Interpretasi Seluruh pembagian job description dan shift perawat diinstalasi gawat
darurat sudah sesuai. Pengontrolan shift pagi dilakukan oleh ketua tim,
sedangkan shift sore dan malam dilakukan oleh supervisi keperawatan.
Perawat diinstalasi gawat darurat memiliki analisis yang tinggi karena
harus menangani pasien-pasien gawat darurat yang menyangkut nyawa.
6. Frustation (bagaimanakan kondisi pikiran NL LR
anda saat bertugas sebagai perawat,
seberapa tidak aman, putus asa, terganggu
kah saat bertugas/bekerja?)
a. Apakah instalasi anda sering mengalami …Banyak, sudah kritis ternyata …Iya banyak. Disini sudah ada
incident? pasien nya tidak bisa diselamatkan komite mutu keperawatan
atau pasien datang dengan kondisi mengenaikejadian tidak
sudah meninggal… diinginkan, kejadian tidak
diharapkan atau pasien jatuh,
kembali ke 6 sasaran
keselamatan pasien (Patient
Safety)…
Coding I -Banyak -Banyak
Coding II -Banyak -Banyak
b. Apa yang anda lakukan ketika pekerjaan …Iya kalau ada kejadian yang tidak …Iya yang pasti kita akan

Universitas Sriwijaya
diinstalasi anda mengalami kesalahan? diharapkan akan ada tindak melaporkan kepusat, dan
lanjutnya. Kami akan melaporkan mencari penyebab nya apa…
kepusat karena kalau sekarang ini
sudah nggak ada lagi yang ditutup-
tutupi. Apabila saya yang
melaporkan maka saya akan diberi
rewards…
Coding I -Dilaporkan kepusat -Melaporkan kepusat
Coding II -Dilaporkan kepusat -Melaporkan kepusat
c. Bagaimana reaksi anda ketika pasien yang …Iya kalau disini ada yang …Sebelum kita bekerja briefing
anda kendalikan, mengalami kendala terus- namanya observasi selama 8 jam. dahulu, dan tau kendalanya
menerus? Oleh karena itu dilakukan briefing apa…
terlebih dahulu sebelum bekerja
supaya kita tau kendalanya
dimana…
Coding I -Ada observasi 8 jam -Fungsinya briefing sebelum
kerja agar tau kendalanya
Coding II -Ada observasi 8 jam -Fungsinya briefing sebelum
kerja agar tau kendalanya
Interpretasi Perawat diinstalasi gawat darurat banyak dihadapkan pasien kritis dan
meninggal. Apabila ada kejadian yang tidak diharapkan akan ada tindak
lanjutnya dan dilaporkan kepusat serta dicari penyebabnya. Oleh karena
itu dilakukan briefing terlebih dahulu sebelum bekerja supaya tau
kendalanya dimana dan dilakukan observasi pasien 8 jam. Bagi yang
melaporkan akan diberi rewards.

Universitas Sriwijaya
Lampiran 13

Jadwal Dinas Perawat Instalasi Gawat Darurat

Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya
Universitas Sriwijaya

Anda mungkin juga menyukai