Anda di halaman 1dari 88

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH


Secara umum, perusahaan dagang dapat didefinisikan sebagai organisasi
yang melakukan kegiatan usaha dengan membeli barang dari pihak atau
perusahaan lain untuk kemudian dijual kembali kepada masyarakat. Setiap
perusahaan pasti bertujuan untuk menghasilkan laba optimal agar dapat
mempertahankan kelangsungan hidupnya,
Persediaan mempunyai arti yang sangat strategis bagi perusahaan. Pada
perusahaan dagang persediaan adalah barang dagang yang dibeli untuk dijual
kembali kepada masyarakat. Sedangkan pada perusahaan manufaktur
persediaannya merupakan bahan baku yang akan diolah menjadi barang jadi, yang
tujuannya samasama untuk dijual. Persediaan merupakan aset yang sangat rentan
terhadap kerusakan maupun pencurian. Untuk itu diperlukan pengendalian
internal persediaan yang bertujuan untuk melindungi aktiva perusahaan terhadap
kecurangan, pemborosan dan pencurian yang dilakukan oleh pihak di dalam
maupun di luar perusahaan.
Kerusakan, kelalaian mencatat permintaan, keluar masuk barang yang
tidak sesuai pesanan dan semua kemungkinan lainnya dapat menyebabkan catatan
persediaan berbeda dengan persediaan yang sebenarnya ada di gudang. Sehingga
perusahaan menuntut para manajemen untuk dapat mengelola aktivitas
perusahaan sedemikian rupa yang pada akhirnya tercipta pengendalian internal
yang memadai. Pengendalian internal yang memadai dapat mengurangi atau
mencegah terjadinya kerusakan, pencurian, maupun tindakan penyimpangan
lainnya baik yang disengaja maupun tidak disengaja.
Sistem pengendalian internal persediaan barang dagang akan
mempermudah pengawasan dan manajemen terhadap persediaan barang dagang.
Pengendalian internal persediaan dapat dilakukan dengan melakukan tindakan
pengamanan untuk mencegah kerusakan dan pencurian. Selain itu, diperlukan
pemeriksaan persediaan secara periodik atas catatan persediaan dengan persediaan
2

yang sebenarnya. Sebagian besar perusahaan melakukan satu kali perhitungan


fisik dalam setahun. Namun ada juga yang melakukannya satu bulan sekali
ataupun dua minggu sekali.
Menurut Romney dan Steinbart (2006:230) ada 5 komponen sistem
pengendalian intern yang efektif yang saling terkait yaitu: “Lingkungan
pengendalian (control environment), penilaian resiko (risk assestment), aktivitas
pengendalian (control activities), informasi dan komunikasi (information and
communication) dan pengawasan (monitoring)”. Komponen-komponen tersebut
diperlukan untuk mencapai suatu sistem pengendalian intern yang efektif dan
efisien. Menurut Mulyadi (2014:180), “pengendalian internal ditujukan untuk
mencapai tujuan yang saling berkaitan: pelaporan keuangan,kepatuhan,oprasi”.
Pengendalian internal bukan dimaksudkan untuk menghilangkan semua
kemungkinan terjadinya kesalahan atau kecurangan tetapi dengan adanya
pengendalian internal yang efektif diharapkan dapat meminimalkan risiko
terjadinya kesalahan dan kecurangan terhadap persediaan barang dangan dan
apabila terjadi kesalahan dan kecurangan dapat segera diketahui dan diatasi.
PT.CIPTA NIAGA SEMESTA adalah sebuah perusahaan yang bergerak di
bidang jasa pembuatan alat cat tembok atau kuas. Dalam menjalankan
aktivitasnya, perusahaan mendatangkan barang-barang melalui prosedur
pemesanan, pemrosesan, penerimaan, penyimpanan dan pengeluaran persediaan
yang semua kegiatannya memerlukan pengawasan memadai terhadap persediaan
tersebut. Banyaknya persediaan barang dan mobilitas keluar masuk barang oleh
PT,CIPTA NIAGA SEMESTA ini dikhawatirkan akan terjadi kehilangan atau
pencurian persediaan barang, akibatnya diperlukan pengendalian internal
persediaan yang baik agar tidak terjadi penyelewengan dalam menjalankan tugas.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai pengendalian internal dan persediaan barang dagang. Melihat
pentingnya pengendalian internal persediaan bagi perusahaan dalam mencapai
efisiensi dan efektifitas, maka dalam penulisan skripsi ini penulis memilih judul”
Evaluasi Sistem Pengendalian Internal Atas Persediaan Barang Dagang
3

Guna Mencapai Efektivitas Perusahaan Pada PT. CIPTA NIAGA


SEMESTA”.

1.2. PERUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar batasan masalah di atas, maka perumusan masalah dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penerapan sistem pengendalian internal atas persediaan barang
dagang pada PT. Cipta Niaga Semesta?
2. Bagaimana efektivitas pengendalian internal atas persediaan barang dagang
PT. Cipta Niaga Semesta?

1.3. TUJUAN PENELITIAN


Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah untuk mengetahui sebagai berikut:
1. Gambaran yang jelas mengenai penerapan sistem pengendalian internal atas
persediaan barang dagang yang diterapkan oleh PT. Cipta Niaga Semesta.
2. Efektivitas pengendalian internal atas persediaan barang dagang yang
diterapkan oleh PT. Cipta Niaga Semesta

1.4. MANFAAT PENELITIAN


Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Perusahaan.
Memberikan masukan yang berguna bagi manajemen perusahaan untuk
memperbaiki kebijakannya atas pengendalian persediaan barang dagang dan
dapat dijadikan dasar untuk meningkatkan kinerja karyawan dalam
menjalankan tugasnya.
2. Bagi penulis.
Untuk memperluas wawasan dan menambah pengetahuan khususnya dalam
bidang pengendalian internal persediaan barang dagang yang ada dalam
perusahaan dagang, selain itu juga sebagai sarana pengembangan dan
4

mengaplikasikan ilmu pengetahuan teoretis yang telah dipelajari selama


kuliah.
3. Bagi peneliti berikutnya.
Dapat dijadikan bahan referensi, khususnya bagi pihak lain yang ingin
melakukan penelitian dengan fokus kajian yang sama, serta untuk
memperkaya wawasan para pembaca dalam hal pengendalian internal
persediaan barang dagang.

1.5. SISTEMATIKA PENULISAN


Untuk dapat memberikan gambaran secara garis besar mengenai penulisan
ini, maka disusun sistematika penulisan untuk memperjelas materi-materi yang
akan dibahas yang dibagi dalam setiap bab Membahas gambaran umum latar
belakang permasalahan, identifikasi masalah, batasan masalah, perumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan. Bab II
membahas tentang teori-teori yang berhubungan dengan penelitian yang
dilakukan mengacu pada bukubuku serta sumber-sumber yang berkaitan dengan
permasalahan dalam penelitian, yang meliputi tinjauan teori, tinjauan penelitian
terdahulu, latar belakang institusi dan kerangka pemikiran. Bab III berisikan
tentang metodologi penelitian yang digunakan untuk tercapainya tujuan penelitian
ini. Bab IV menjelaskan tentang penganalisisan data-data yang telah diperoleh,
selanjutnya akan dibahas dan diuraikan serta dievaluasi sesuai dengan teori-teori
yang berhubungan dengan tujuan penelitian dan Bab V merupakan bab terakhir,
yang memuat simpulan dari hasil penelitian yang diperoleh dari pembahasan bab-
bab sebelumnya serta saran-saran sebagai masukan.
5

BAB II
LANDASAN TEORI

2.1. TINJAUAN TEORI


2.1.1. Akuntansi
2.1.1.1. Pengertian Akuntansi
Akuntansi merupakan “Proses mengidentifikasi, mengukur, melaporkan
informasi ekonomi, untuk memungkinkan adanya penilaian dan keputusan yang
jelas dan tegas bagi mereka yang menggunakan informasi tersebut” Soemarno
(2009:3). Menurut Sumarsan (2017:1), adalah suatu seni untuk mengumpulkan,
mengidentifikasi, mengkasifikasikan, mencatat transaksi, serta kejadian yang
berhubungan dengan keuangan, sehingga dapat menghasilkan informasi
keuangan yang dapat digunakan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.
Menurut Weygandt, dkk (2009:4) “Accounting is an information system
that identifies, records and communicates the economic events of an organization
to interested users”, yang artinya akuntansi adalah sebuah sistem yang
mengidentifikasi, merekam dan mengomunikasikan kejadian ekonomi suatu
organisasi kepada pemakai informasi yang berkepentingan. Stice dan Skousen
(2009:9) mendefinisikan akuntansi sebagai “Suatu aktivitas jasa yang bertujuan
untuk menyediakan informasi yang kuantitatif, terutama informasi keuangan,
tentang entitas-entitas ekonomi, yang dimaksudkan untuk digunakan untuk
proses pengambilan keputusan dalam pembuatan pilihan yang beralasan di antara
berbagai alternatif tindakan yang tersedia”. Dari definisi tersebut ada beberapa
hal penting yang perlu di perhatikan, yaitu:
1. Akuntansi menyediakan jasa yang sangat penting bagi lingkungan usaha saat
ini.
2. Akuntansi menekankan pada informasi keuangan kuantitatif yang digunakan
bersama dengan evaluasi kualitatif dalam pengambilan keputusan.
3. Informasi akuntansi digunakan dalam mengambil keputusan tentang
bagaimana mengalokasikan sumber daya yang terbatas.
6

4. Meskipun para akuntan lebih menekankan pada pelaporan kejadian yang


telah terjadi, informasi masa lalu ini dimaksudkan untuk digunakan dalam
pengambilan keputusan ekonomi tentang masa depan.
Pendapat lain dikemukakan oleh Suhayati dan Anggadini (2009:2)
“Akuntansi adalah proses yang terdiri dari identifikasi, pengukuran dan
pelaporan informasi ekonomi”. Sedangkan Mursyidi (2010:17) mengatakan
akuntansi adalah “Proses pengidentifikasian data keuangan, memproses
pengolahan dan penganalisisan data yang relevan untuk diubah menjadi
informasi yang dapat digunakan untuk pembuatan keputusan”. Ditinjau dari segi
prosedur, menurut Harti (2011:5) “Akuntansi berasal dari kata kerja to account
yang berarti memperhitungkan. Account diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
menjadi akun atau perkiraan”. Arti luas akuntansi adalah proses identifikasi,
pengukuran dan komunikasi dari informasi-informasi ekonomi untuk
menghasilkan pertimbangan dan keputusan-keputusan dari pemakai informasi
tersebut.
Pengertian akuntansi menurut Diana dan Setiawati (2011:14) “Akuntansi
adalah proses mengidentifikasi, mengukur, mencatat dan mengomunikasikan
peristiwa-peristiwa ekonomi dari suatu organisasi (bisnis maupun non bisnis)
kepada pihak-pihak yang berkepentingan dengan informasi bisnis tersebut
(pengguna informasi)”. Pada dasarnya fokus akuntansi adalah transaksi bisnis.
Menurut Samryn (2012:3) “Akuntansi adalah suatu sistem informasi yang
digunakan untuk mengubah data dari transaksi menjadi informasi keuangan”.
Proses akuntansi meliputi kegiatan mengidentifikasi, mencatat dan
menafsirkan, mengomunikasikan peristiwa ekonomi dari sebuah organisasi
kepada pemakai informasinya. Proses akuntansi menghasilkan informasi
keuangan. Semua proses tersebut diselenggarakan secara tertulis dan berdasarkan
bukti transaksi yang juga harus tertulis.
Sementara itu menurut Accounting Principles Board dalam Sodikin dan
Riyono (2012:1) “Akuntansi adalah suatu kegiatan jasa”. Fungsinya adalah untuk
menyediakan informasi kuantitatif, terutama yang bersifat keuangan, Tentang
entitas ekonomi yang dimaksud agar berguna dalam pengambilan keputusan
7

ekonomi dalam mengambil pilihan-pilihan beralasan diantara berbagai tindakan


alternatif. Akuntansi meliputi beberapa cabang, misalnya, akuntansi keuangan,
akuntansi manajemen dan akuntansi pemerintahan.
Sasongko, dkk (2016:2) mendefinisikan akuntansi sebagai
“Proses/aktivitas yang menganalisis, mencatat, mengklasifikasikan,
mengikhtisarkan, melaporkan dan menginterpretasikan informasi keuangan untuk
kepentingan para penggunanya”. Jadi secara garis besar dapat disimpulkan
bahwa akuntansi merupakan proses pencatatan, pengelompokan dan pelaporan
dari kegiatan transaksi perusahaan yang akan membantu manajemen dalam
mengambil keputusan. Dapat juga dikatakan sebagai proses pengolahan data
transaksi keuangan dengan cara mengidentifikasi, melakukan pencatatan,
menggolongkan dan melaporkan pemrosesan tersebut.

2.1.1.2. Informasi Akuntansi


Menurut Puspitawati dan Anggadini (2011:13), “Informasi adalah data
yang diolah menjadi bentuk yang lebih berguna dan lebih berarti bagi yang
menerimanya.”Sedangkan menurut Susanto (2013:46) “Informasi merupakan
hasil dari pengolahan data, akan tetapi tidak semua hasil dari pengolahan data
tersebut bisa jadi informasi, hasil pengolahan data yang tidak memberikan makna
atau arti serta manfaat bagi seseorang bukanlah merupakan informasi bagi orang
tersebut”.
Informasi akuntansi memiliki berbagai macam manfaat menurut
Puspitawati dan Anggadini (2011:67) antara lain sebagai berikut:
1.Menyediakan informasi yang akurat dan tepat waktu sehingga dapat melakukan
aktivitas
Utama pada value chain secara efektif dan efisien.
2. Meningkatkan kualitas dan meningkatkan efisiensi.
3. Meningkatkan kemampuan dalam pengambilan keputusan.
4. Menambah efisiensi kerja.
8

Pihak-pihak yang memanfaatkan informasi akuntansi perusahaan menurut


Mardi (2011:21) terdiri atas:
1. Pihak internal perusahaan, terdiri atas para manajer yang dalam kapasitasnya
di perusahaan memerlukan informasi sesuai bentuk tugas dan tanggung
jawabnya. Mereka membuat keputusan berdasarkan data dan informasi.
Apabila informasi yang mereka peroleh dapat menunjang tugasnya, maka
kinerja perusahaan akan meningkat.
2. Pihak ekstern1al perusahaan, adalah pihak-pihak diluar perusahaan yang
memiliki kepentingan dengan perkembangan perusahaan. Posisi mereka ada
kalanya menentukan eksistensi perusahaan di masa mendatang. Mereka
memerlukan informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi akuntansi,
mereka berada diluar perusahaan seperti pemegang saham, kreditur dan
masyarakat umum.

Hery (2013:1) mengatakan bahwa pemakai informasi dibedakan menjadi 2, yaitu


pemakai internal dan pemakai eksternal. Pemakai internal antara lain:
1. Direktur dan manajer keuangan.
Untuk menentukan mampu tidaknya perusahaan dalam melunasi utangnya
secara tepat waktu kepada kreditur (banker, supplier), maka mereka
membutuhkan informasi akuntansi mengenai besarnya uang kas yang
tersedia di perusahaan pada saat menjelang jatuh tempo nya pinjaman/utang.
2. Direktur operasional dan manajer perusahaan.
Untuk menentukan efektif tidaknya saluran distribusi produk maupun
aktivitas pemasaran yang telah dilakukan perusahaan, maka mereka
membutuhkan informasi akuntansi mengenai besarnya penjualan (trend
penjualan).
3. Manajer dan supervisor produksi.
Mereka membutuhkan informasi akuntansi biaya untuk menentukan besarnya
harga pokok produksi, yang pada akhirnya juga sebagai dasar untuk
menetapkan harga jual produk per unit.
9

4. dan pemakai internal lainnya.


Pemakai eksternal antara lain:
1. Investor (penanam modal), menggunakan informasi akuntansi investee
(penerima modal) untuk mengambil keputusan dalam hal membeli atau
melepas saham investasi nya. Dalam hal ini, investor perlu secara cermat
dan hati-hati dalam menanggapi setiap perkembangan kondisi kesehatan
keuangan investee. Investor sebagai pihak luar dari investee dapat menilai
prospek terhadap dana yang akan atau telah didivestasikan lewat laporan
keuangan investee, apakah menguntungkan (profitable) atau tidak.
2. Kreditur, seperti supplier dan banker, menggunakan informasi akuntansi
debitur untuk mengevaluasi besarnya tingkat risiko dari pemberian kredit
atau pinjaman uang. Dalam hal ini, kreditur dapat memperkecil risiko
dengan mencari tahu seberapa besar tingkat bonafiditas dan likuiditas
debitur lewat laporan keuangan debitur bersangkutan.
3. Pemerintah, berkepentingan terhadap laporan keuangan perusahaan (wajib
pajak) dalam hal perhitungan dan penetapan besarnya pajak penghasilan
yang harus disetor ke kas Negara.
4. Badan pengawas pasar modal, mewajibkan public corporation (emiten)
untuk melampirkan laporan keuangan secara rutin kepada BAPEPAM.
Dalam hal ini, pihak BAPEPAM sangat berkepentingan terhadap kinerja
keuangan emiten dengan tujuan untuk melindungi para investor.
5. Ekonomi, praktisi dan analis, menggunakan informasi akuntansi untuk
memprediksi situasi perekonomian, menentukan besarnya tingkat inflasi,
pertumbuhan pendapatan nasional dan lain sebagainya.
Menurut Diana dan Setiawati (2011:27) “Sistem informasi akuntansi
adalah sistem yang bertujuan untuk mengumpulkan dan memproses data serta
melaporkan informasi yang berkaitan dengan transaksi keuangan”. Tidak hanya
berperan untuk membuat keputusan manajerial saja, berikut ini adalah tujuan dari
suatu sistem informasi akuntansi:
1. Mengamankan harta dan kekayaan perusahaan.
2. Menghasilkan beragam informasi untuk pengambilan keputusan.
10

3. Menghasilkan informasi untuk pihak eksternal.


4. Menyediakan data masa lalu untuk kepentingan audit.
5. Menghasilkan informasi yang diperlukan dalam kegiatan perencanaan.
Informasi akuntansi yang dihasilkan oleh pihak manajemen mempunyai
beberapa karakteristik kualitatif yang harus dimiliki. Karakteristik-karakteristik
kualitatif tersebut akan membedakan informasi yang bermanfaat dengan informasi
yang kurang bermanfaat bagi penggunanya. Karakteristik-karakteristik tersebut
haruslah menjadi salah satu dasar pertimbangan pemilihan metode akuntansi yang
akan digunakan oleh perusahaan. Menurut Puspitawati dan Anggadini (2011:63)
karakteristik kualitatif dari informasi akuntansi adalah sebagai berikut:
1. Relevan, maksudnya adalah kapasitas informasi yang mendorong suatu
keputusan apabila dimanfaatkan oleh pemakai untuk kepentingan
memprediksi hasil di masa depan yang berdasarkan kejadian waktu lalu dan
sekarang. Ada tiga karakteristik utama, yaitu:
a. Ketepatan waktu (timeliness), yaitu informasi yang siap digunakan para
pemakai sebelum kehilangan makna dan kapasitas dalam pengambilan
keputusan.
b. Nilai prediktif (predictive value), yaitu informasi yang dapat membantu
pemakai dalam membuat prediksi tentang hasil akhir dari kejadian yang
lalu, sekarang dan masa depan.
c. Umpan balik (feedback value), yaitu kualitas informasi yang
memungkinkan pemakai dapat mengonfirmasikan ekspansinya yang telah
terjadi di masa lalu.
2. Reliable, maksudnya adalah kualitas informasi yang dijamin bebas dari
kesalahan dan penyimpangan atau bias serta dinilai dan disajikan sesuai
dengan tujuannya. Reliable mempunyai tiga karakteristik utama, yaitu:
a. Dapat diperiksa (verifiability), yaitu consensus dalam pemilihan
pengukuran akuntansi yang dapat dinilai melalui kemampuannya untuk
meyakinkan apakah informasi yang disajikan berdasarkan metode tertentu
memberikan hasil yang sama apabila di verifikasi dengan metode yang
sama oleh pihak independent.
11

b. Kejujuran penyajian (representation faithfulness), yaitu adanya kecocokan


antara angka dan deskripsi serta sumber-sumbernya.
c. Netralitas (neutrality), informasi akuntansi yang netral diperuntukkan bagi
kebutuhan umum para pemakai dan terlepas dari anggapan mengenai
kebutuhan tertentu dan keinginan tertentu para pemakai khusus informasi.
3. Daya banding (comparability), informasi yang dapat dibandingkan
menyajikan kesamaan dan perbedaan yang timbul dari kesamaan dasar dan
perbedaan dasar dalam perusahaan dan transaksinya tidak semata-mata dari
perbedaan perlakuan akuntansi nya.
4. Konsistensi (consistency), yaitu keseragaman dalam penetapan kebijaksanaan
dan prosedur akuntansi yang tidak berubah dari periode ke periode.
Menurut Suradi (2009:3) “Informasi akuntansi yang berkualitas harus
memenuhi syarat-syarat berikut ini:
1. Perbandingan antara manfaat dan biaya (cost and benefit).
2. Materialistis (materiality).
3. Dapat dimengerti (understandability).
4. Relevan (relevance):
a. Nilai prediktif (predictive value).
b. Nilai umpan balik (feedback value).
c. Tepat waktu (timelines).
5. Dapat dipercaya (reliability):
a. Dapat diversifikasi (verifiability).
b. Menyajikan yang seharusnya (representational faithfulness).
c. Netralitas (neutrality).
6. Dapat dibandingkan (comparability).
7. Konsisten (consistency).

2.1.1.3. Siklus Akuntansi


Pengolahan data keuangan perusahaan diawali dari bukti transaksi yang
berupa faktur, dokumen, nota, kuitansi dan bukti-bukti transaksi lainnya yang
kemudian dicatatkan dalam pembukuan atau catatan perusahaan sehingga
12

menghasilkan informasi yaitu laporan keuangan (financial statements). Proses


pengidentifikasian bukti transaksi dan pencatatannya dalam akuntansi dikenal
dengan nama siklus akuntansi (accounting cycle). Pengertian siklus akuntansi
menurut Bastian (2007:76) adalah “Sistematika pencatatan transaksi keuangan, pe
ringkasannya dan pelaporan keuangan”. Sedangkan pengertian siklus akuntansi
menurut Suradi (2009:124) menyatakan “Proses akuntansi yang dimulai dari
identifikasi dan Analisa transaksi, diakhiri dengan menyusun laporan keuangan
disebut siklus akuntansi”. Produk utama yang dihasilkan dalam siklus tersebut
adalah laporan keuangan.
Harahap (2011:16) menyatakan “Siklus akuntansi adalah proses akuntansi
pengolahan data sejak terjadinya transaksi, kemudian transaksi ini memiliki bukti
yang sah sebagai dasar terjadinya transaksi, kemudian berdasarkan data atau
bukti ini maka dapat di input ke proses pengolahan data, sehingga menghasilkan
output berupa informasi laporan keuangan”. Menurut Puspitawati dan Anggadini
(2011:39) “Siklus akuntansi secara garis besar menggambarkan proses
pengidentifikasian bukti transaksi, pencatatan transaksi ke dalam jurnal umum
(posting), pengelompokan bukti-bukti transaksi ke dalam golongan transaksi
yang sama dalam buku besar (ledger), meringkas bukti transaksi ke dalam neraca
saldo (trial balance), melakukan penyesuaian (adjustment), membuat kertas kerja
(worksheet) dan membuat laporan keuangan (financial statement)”.
Jika dijabarkan, tahapan siklus akuntansi menurut Puspitawati dan Anggadini
(2011:39) adalah sebagai berikut:
1. Data transaksi.
Transaksi dapat didefinisikan sebagai aktivitas perusahaan yang berkaitan
dengan masalah keuangan. Aktivitas perusahaan yang berkaitan dengan
masalah keuangan harus dicatatkan dalam pembukuan perusahaan yang
nantinya digunakan untuk membuat laporan keuangan perusahaan.
Pencatatan transaksi keuangan perusahaan harus menggunakan bukti fisik
yang isinya menjelaskan bahwa pada tanggal tersebut terjadi aktivitas
ekonomi beserta rincian uang yang diterima atau dikeluarkan. Bukti transaksi
tersebut diperoleh dari dalam maupun dari luar perusahaan.
13

2. Jurnal umum (posting).


Jurnal umum adalah buku pencatatan untuk memasukkan data transaksi
keuangan yang telah terjadi dalam suatu perusahaan. Bentuk jurnal umum
yang sering digunakan adalah jurnal umum dalam bentuk dua kolom.
3. Buku besar (ledger).
Buku besar merupakan tempat yang digunakan untuk mengelompokkan
transaksi keuangan. Buku besar dapat didefinisikan pula dengan kumpulan
dari berbagai perkiraan yang sejenis atau sekelompok.
4. Neraca saldo (trial balance).
Neraca saldo adalah kumpulan saldo-saldo dari perkiraan yang ada di buku
besar.
5. Penyesuaian (adjustment).
Jurnal penyesuaian merupakan jurnal yang dipergunakan untuk
menyesuaikan saldo perkiraan-perkiraan yang ada di buku besar pada akhir
periode pembukuan. Rekening-rekening perkiraan buku besar yang biasanya
disesuaikan adalah persediaan barang dagang (perusahaan dagang), bahan
baku, bahan dalam proses, bahan jadi (industri), piutang dagang,
perlengkapan, biaya-biaya dibayar di muka (asuransi, sewa, iklan),
pendapatan diterima di muka, utang yang masih harus dibayar, pendapatan
yang masih harus diterima dan aktiva tetap.
6. Kertas kerja (worksheet).
Kertas kerja atau neraca lajur merupakan kertas atau catatan yang digunakan
untuk membuat ringkasan mengenai pembukuan perusahaan yang terdiri dari
kolom neraca lajur, kolom penyesuaian, kolom neraca saldo setelah
penyesuaian, kolom laporan laba rugi dan kolom neraca.
7. Laporan keuangan (financial statements).
Laporan keuangan harus disusun berdasarkan data transaksi, setelah transaksi
diringkas dan digolongkan. Laporan dari perhitungan akuntansi menyediakan
beberapa informasi yang dinamakan laporan keuangan.
Sementara itu menurut Hery (2012:72) “Siklus akuntansi adalah proses
akuntansi yang diawali dengan menganalisis dan menjurnal transaksi dan diakhiri
14

dengan membuat laporan”. Produk akhir dari siklus akuntansi ini adalah proses
laporan keuangan. Secara lebih rinci, tahapan-tahapan dalam siklus akuntansi
dapat diurutkan sebagai berikut:
1. Mula-mula dokumen pendukung transaksi dianalisis dan informasi yang
terkandung dalam dokumen tersebut dicatat dalam jurnal.
2. Lalu data akuntansi yang ada dalam jurnal di posting ke buku besar.
3. Seluruh saldo akhir yang terdapat pada masing-masing buku besar akun
didaftar (dipindahkan) ke neraca saldo untuk membuktikan kecocokan antara
keseluruhan nilai akun yang bersaldo normal debet dengan keseluruhan nilai
akun yang bersaldo nominal kredit.
4. Menganalisis data penyesuaian dan membuat ayat jurnal penyesuaian.
5. Posting data jurnal penyesuaian dan membuat ayat jurnal penyesuaian.
6. Dengan menggunakan pilihan (optional) bantuan neraca lajur sebagai kertas
kerja (worksheet), neraca saldo setelah penyesuaian (adjusted trial balance)
dan laporan keuangan disiapkan.
7. Membuat ayat jurnal penutup (closing entries).
8. Memposting data jurnal penutup ke masing-masing buku besar akun yang
terkait.
9. Menyiapkan neraca saldo setelah penutupan (post-closing trial balance).
10. Membuat ayat jurnal penutup (reversing entries).
Untuk perusahaan yang telah memiliki sistem komputerisasi akuntansi
yaitu sebuah perangkat lunak (software) yang memuat program pemrosesan data
dan pelaporan akuntansi, akan secara otomatis jurnal ke buku besar, hingga
menghasilkan laporan keuangan dan berbagai laporan yang dibutuhkan
perusahaan. Dalam kondisi ini kertas kerja (yang sifatnya optional) tentu saja
tidak lagi dibutuhkan. Jika digambarkan dalam bagan arus, tahapan siklus
akuntansi akan tampak sebagai berikut:
15

Gambar 2.1 Siklus Akuntansi


Transaksi

Dokumen Sumber Data (Pendukung Transaksi)

Analisis Transaksi (Identifikasi Akun) dan Buat Jurnal

Posting Jurnal ke Buku Besar

Neraca Saldo Sebelum Penyesuaian

Jurnal Penyesuaian (updating) dan Posting ke Buku Besar

Neraca Saldo Setelah Penyesuaian

Laporan Keuangan (Laba Rugi, Perubahan Modal dan Neraca)

Jurnal Penutup dan Posting ke Buku Besar

Neraca Saldo Setelah Penutupan

Jurnal Pembalik
Sumber: Hery (2012)

2.1.1.4. Fungsi Akuntansi


Tujuan akuntansi secara keseluruhan adalah memberikan informasi yang
dapat digunakan dalam pengambilan keputusan. Menurut APB Statement dalam
Hery (2012:102) “Akuntansi adalah sebuah aktiva jasa dimana fungsinya adalah
16

memberikan informasi kuantitatif, terutama informasi mengenai keuangan dan


entitas ekonomi, yang dimaksudkan akan menjadi berguna dalam pengambilan
keputusan ekonomi (dalam membuat pilihan di antara berbagai alternatif yang
ada)”. Menurut American Institute of Certified Public Accountants (AICPA)
dalam Hery (2012:102) akuntansi memiliki fungsi sebagai berikut:
1. Akuntansi sebagai suatu ideologi.
Akuntansi dianggap sebagai suatu alat untuk melegitimasi keadaan dan
struktur sosial, ekonomi dan politik kapitalis. Bahkan menurut Karl dalam
Hery (2012:103) “Akuntansi merupakan bentuk kesadaran yang palsu dan
merupakan alat untuk memastikan, bukan memberikan informasi yang benar
tentang hubungan sosial yang membentuk lembaga produksi”. Ideologi
kapitalis telah menyebar paham bahwa yang menjadi penggerak produksi
adalah pemilik modal, sedangkan menurut Karl dalam Hery (2012:103)
“Bahwa pekerja lah yang seharusnya dianggap sebagai penggerak dan
pemilik faktor produksi, yang pada akhirnya memiliki hak untuk menikmati
hasil produksi”. Akuntansi tidak bebas nilai dan sering dijadikan sebagai alat
untuk melegitimasi dan mendukung ideologi kapitalis atau penguasa
organisasi.
2. Akuntansi sebagai bahasa bisnis.
Akuntansi sering di anggap sebagai bahasa bisnis, yang fungsinya adalah
untuk mengomunikasikan informasi mengenai perusahaan kepada para
pemangku kepentingan (stakeholders). Lewat bahasa akuntansi inilah,
stakeholders dapat memperoleh gambaran mengenai kondisi keuangan dan
laporan kinerja perusahaan. Sama seperti halnya dengan bahasa, akuntansi
juga memiliki simbol, istilah dan kata-kata yang terkadang hanya dapat
dipahami oleh mereka yang mengetahui atau mengerti tentang akuntansi.
Contohnya adalah mengenai istilah debit-kredit, akun (perkiraan), jurnal
penutup, buku besar, laporan posisi keuangan, jurnal pembalik dan lain-lain.
Jika bahasa memiliki tata bahasa, maka akuntansi juga memiliki aturan atau
ketentuan yang memungkinkan stakeholders memahami pesan yang
disampaikan perusahaan. Contohnya adalah ketentuan atau aturan mengenai
17

persamaan dasar akuntansi, saldo normal, proses penyesuaian, mekanisme


pembuatan jurnal penutup, pengakuan pendapatan dan beban, pencatatan dan
penilaian persediaan, penghapusan piutang tak tertagih, pengakuan bunga
berjalan dan lain-lain.
3. Akuntansi sebagai catatan historis.
Jika kita berbicara mengenai akuntansi, maka sesungguhnya yang menjadi
pusat perhatian dari pelaporan adalah data transaksi keuangan (bisnis) yang
telah lewat. Akuntansi dianggap sebagai wahana untuk memberikan
gambaran tentang sejarah organisasi dan transaksi yang dilakukan dengan
lingkungannya pada masa yang telah lewat. Catatan ini akan menunjukkan
bagaimana manajemen mengelola sumber daya perusahaan. Data historis ini
(yang dapat diukur dan di kuantifikasi) akan dicatat dalam jurnal, dicatat ke
buku besar dan kemudian menghasilkan laporan keuangan.
4. Akuntansi sebagai realita ekonomi saat ini.
Akuntansi dianggap dapat memberikan gambaran mengenai keadaan atau
realitas ekonomi perusahaan pada saat ini. Konsekuensinya adalah bahwa
aset dan liabilitas perusahaan harus dicatat dan dilaporkan dengan
menggunakan nilai pasar wajar saat ini, bukan biaya historis. Dalam praktik,
antara penggunaan nilai historis dan nilai pasar wajar sebagai atribut
pengukuran seringkali masih menjadi perdebatan.
Beberapa pihak beranggapan bahwa penggunaan biaya historis sebagai dasar
pencatatan dan pelaporan memiliki keunggulan dibandingkan dengan atribut
pengukuran lainnya, yaitu lebih dapat diandalkan. Secara umum, pengguna
laporan keuangan lebih menggunakan biaya historis karena memberikan
tolak ukur yang lebih dapat dipercaya (lebih objektif). Sedangkan pihak
lainnya justru beranggapan bahwa informasi yang disajikan berdasarkan nilai
pasar wajar adalah lebih relevan bagi pengguna laporan keuangan dibanding
dengan biaya historis. Pengukuran dengan menggunakan nilai wajar,
menyediakan gambaran yang lebih baik tentang nilai aset dan liabilitas
perusahaan.
18

5. Akuntansi sebagai sistem informasi.


Akuntansi merupakan teknik yang menggambarkan proses hubungan antara
sumber data keuangan dengan para penerima informasi melalui saluran
komunikasi tertentu yang dinamakan siklus akuntansi. Seluruh data transaksi
yang telah dicatat akan dipindah-buku Kan (di posting) ke dalam buku besar
sesuai dengan klasifikasi masing-masing akun terkait. Langkah selanjutnya
adalah menyiapkan neraca saldo, menganalisis data penyesuaian,
menyiapkan ayat jurnal penyesuaian, neraca saldo setelah penyesuaian,
laporan keuangan, ayat jurnal penutup, neraca saldo setelah penutupan dan
ayat jurnal pembalik. Proses akuntansi yang diawali dengan menganalisis dan
menjurnal transaksi, lalu diakhiri dengan membuat laporan keuangan
dinamakan sebagai siklus akuntansi (Accounting cycle). Produk akhir dari
siklus ini adalah laporan keuangan.
6. Akuntansi sebagai komoditas.
Komoditas adalah barang yang dibutuhkan konsumen karena daya gunanya.
Output akuntansi yang berupa laporan keuangan, yang berisi informasi
mengenai posisi keuangan dan hasil kinerja perusahaan, adalah merupakan
hasil dari sebuah sistem akuntansi. Output ini sangat dibutuhkan oleh para
penggunanya terutama dalam proses pengambilan keputusan ekonomi (baik
keputusan investasi, kredit maupun keputusan serupa lainnya). Komoditas ini
akan tetap diproduksi dan dicari apabila dapat memberi manfaat kepada para
penggunanya. Dalam era informasi (globalisasi) ini, profesi akuntansi harus
mampu mengatasi risiko atas kemungkinan tidak terpenuhinya kebutuhan
user akan informasi keuangan. Sudah saatnya bagi profesi akuntansi untuk
memulai mengambil tindakan-tindakan yang dapat menjamin utilitas laporan
keuangan di masa mendatang.
7. Akuntansi sebagai pertanggungjawaban.
Laporan keuangan, sebagai produk akhir dari serangkaian akuntansi
merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada pihak
principal (investor, pemilik dana) untuk melaporkan hasil atau kinerja yang
telah dilakukan selama periode. Dalam hal ini, manajemen bertindak selaku
19

agen atau pihak yang telah diberi wewenang atau kepercayaan penuh oleh
principal untuk mengelola aset atau bisnis perusahaan. Dengan adanya
laporan pertanggungjawaban ini, maka sumber daya ekonomi yang telah
dipercayakan oleh principal untuk dikelola manajemen dapat ditelusuri.
8. Akuntansi sebagai teknologi.
Teori akuntansi merupakan bagian dari praktik. Agar teori akuntansi bisa
dipakai dalam praktik maka diperlukan sebuah teknologi untuk
menjembatani antara teori dengan praktik tersebut. Teknologi bisa
berdimensi teori dan praktik, di mana memiliki struktur ilmiah yang
berlandaskan logika dan praktik, dan juga berdimensi intuitif dan judgement
yang berasal dari kenyataan sosial.
Jika teori berguna untuk menjawab pertanyaan “mengapa”, sedangkan
teknologi menjawab pertanyaan “bagaimana caranya”. Jadi akuntansi
memiliki fungsi sebagai sebuah perangkat lunak, yang ditujukan untuk
menjelaskan dan memprediksi perilaku variabel-variabel sosial atau ekonomi
tertentu. Wujud yang nyata dari akuntansi sebagai perangkat lunak adalah
bahwa akuntansi merupakan disiplin ilmu rekayasa informasi dan
pengendalian keuangan.
2.1.2. Sistem dan Prosedur
Kata sistem telah banyak sekali digunakan atau didengar dalam berbagai
media masa, forum seminar atau diskusi, buku-buku atau berbagai dokumen
ilmiah. Kata ini juga digunakan untuk menggambarkan banyak hal dan pada
banyak bidang pula. Namun walaupun demikian, semua pihak yang mendengar
atau menggunakan kata tersebut belum tentu memiliki pemahaman yang sama
tentang pengertian dan penerapannya.
Sistem meliputi banyak hal mulai dari sistem alam (secara alami) sampai
dengan sistem informasi dan akuntansi (buatan). Pemahaman akan sistem ini
terlebih dahulu harus ditekankan. Dimana definisi sistem akan berkembang
sesuai dengan konteks dimana pengertian itu digunakan. Suatu sistem terdiri atas
elemen-elemen sistem yang berhubungan erat satu sama lain, sehingga
membentuk suatu struktur yang terpadu. Setiap elemen mempunyai cara dan
20

urutan kerja (prosedur) yang juga berhubungan erat dengan cara dan urutan kerja
elemen lainnya yang keseluruhannya disebut proses sistem.
Dalam pengertiannya terdapat 2 (dua) kelompok pendekatan di dalam
mendefinisikan sistem, yaitu yang menekankan pada prosedurnya dan yang
menekankan pada komponen atau elemennya. Pendekatan sistem yang lebih
menekankan pada prosedur mendefinisikan sistem sebagai suatu jaringan kerja
dari prosedur-prosedur yang saling berhubungan, berkumpul bersama-sama
untuk melakukan suatu kegiatan atau untuk menyelesaikan suatu sasaran tertentu.
Prosedur adalah urut-urutan yang tepat dari tahapan-tahapan instruksi yang
menerangkan apa (what) yang harus dikerjakan, siapa (who) yang
mengerjakannya, kapan (when) dikerjakan dan bagaimana (how)
mengerjakannya.
Susanto (2013:22) mendefinisikan sistem sebagai “Kumpulan/group dari
sub sistem/bagian/komponen apapun baik fisik maupun non fisik yang saling
berhubungan satu sama lain dan bekerja sama secara harmonis untuk mencapai
satu tujuan tertentu”. Menurut Mulyadi (2016:3) “Dalam definisi sistem
akuntansi, formulir merupakan salah satu unsur sistem akuntansi”. Formulir ini
merupakan keluaran sistem lain yang menjadi masukkan sistem akuntansi.
Sistem lain yang menghasilkan formulir ini terdiri dari sub-sub sistem yang
diberi nama prosedur. Oleh karena itu dalam membahas sistem akuntansi perlu
dibedakan pengertian sistem dan prosedur, agar dapat diperoleh gambaran yang
jelas mengenai berbagai sistem yang menghasilkan berbagai macam formulir
yang diolah dalam sistem akuntansi.
Mulyadi (2016:4) “Sistem adalah suatu jaringan prosedur yang dibuat
menurut pola yang terpadu untuk melaksanakan kegiatan pokok perusahaan”.
Sedangkan prosedur menurut Mulyadi (2016:4) adalah “Suatu urutan kegiatan
kerikal, biasanya melibatkan beberapa orang dalam satu departemen atau lebih,
yang dibuat untuk menjamin penanganan secara seragam transaksi perusahaan
yang terjadi berulang-ulang”. Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa suatu sistem terdiri dari jaringan prosedur, sedangkan prosedur merupakan
urutan kegiatan kerikal.
21

Menurut Mulyadi (2016:4) kegiatan kerikal (clerical operation) terdiri


dari kegiatan berikut ini yang dilakukan untuk mencatat informasi dalam
formulir, buku jurnal dan buku besar:
1. Menulis.
2. Menggandakan.
3. Menghitung.
4. Memberi kode.
5. Mendaftar.
6. Memilih (menyortir).
7. Memindah.
8. Membandingkan.
Akuntansi juga merupakan sebuah sistem, dalam hal ini adalah sistem
pengelolaan keuangan. Elemen-elemen yang ada dalam sistem akuntansi dapat
dibagi menjadi 2 (dua) golongan, yaitu:
1. Sistem akuntansi yang pokok (the accounting system profert) yang terdiri
dari:
a. Laporan keuangan.
b. Buku besar/pembantu.
c. Buku jurnal.
d. Bukti-bukti transaksi.
2. Sistem dan prosedur yang terdiri dari:
a. Sistem dan prosedur penjualan.
b. Sistem dan prosedur penerimaan kas.
c. Sistem dan prosedur pembelian.
d. Sistem dan prosedur pengeluaran kas.
e. Sistem dan prosedur penggajian.
f. Sistem dan prosedur akuntansi biaya.
Sistem dan prosedur yang terkait dengan sistem akuntansi persediaan
menurut Mulyadi (2016:468) adalah:
1. Prosedur pencatatan produk jadi.
2. Prosedur pencatatan harga pokok produk jadi yang dijual.
22

3. Prosedur pencatatan harga pokok produk jadi yang diterima kembali dari
pembeli.
4. Prosedur pencatatan tambahan dan penyesuaian kembali harga pokok
persediaan produk dalam proses.
5. Prosedur pencatatan harga pokok persediaan yang dibeli.
6. Prosedur pencatatan harga pokok persediaan yang dikembalikan kepada
pemasok.
7. Prosedur permintaan dan pengeluaran barang gudang.
8. Prosedur pencatatan tambahan harga pokok persediaan karena pengembalian
barang gudang.
9. Sistem perhitungan fisik persediaan.

2.1.3. Pengendalian Internal


2.1.3.1. Pengertian Pengendalian Internal
Pengendalian internal biasanya akan mutlak diperlukan seiring dengan
tumbuh dan berkembangnya transaksi atau bisnis perusahaan. Untuk menjalankan
pengendalian internal secara baik tentu saja harus diikuti dengan kerelaan
perusahaan untuk mengeluarkan beberapa tambahan biaya. Pengendalian internal
mempunyai banyak arti tergantung dari latar belakang orang yang
menafsirkannya. Hal ini tentu saja dapat menimbulkan kerancuan pemahaman di
antara para pelaku bisnis, auditor dan sebagainya. Istilah pengendalian internal
juga sebenarnya telah lama dikenal oleh para akuntan dan auditor. Definisi atas
pengendalian internal pun telah beberapa kali mengalami perubahan.
Setiap perusahaan pasti menghendaki adanya keamanan pada harta
kekayaannya, menginginkan laba yang memadai bagi kelangsungan
perkembangan usahanya. Untuk mencapai hal tersebut, perusahaan harus
meyakinkan bahwa kondisi internal perusahaan mampu memberikan jaminan
bahwa kekayaan pemilik perusahaan terjaga dari kemungkinan kecurangan yang
merugikan pemilik perusahaan. Selain itu, pemilik juga menginginkan adanya
informasi keuangan dari manajemen yang dapat dipercaya.
23

Agar hal-hal tersebut bisa dicapai, maka perlu adanya suatu sistem
pengendalian internal yang memadai. Pengendalian internal menurut Tjahyono
dan Sulistianingsih (2009:2) mempunyai pengertian “Penyusunan organisasi,
penerapan metode-metode untuk menjaga harta milik perusahaan, meyakinkan
bahwa catatan akuntansi dapat dipercaya, efisiensi operasi bisa dijaga dan
kebijakan manajemen ditaati oleh karyawan”. Menurut Diana dan Setiawati
(2011:82) “Pengendalian internal adalah semua rencana organisational, metode
dan pengukuran yang dipilih oleh suatu kegiatan usaha untuk mengamankan harta
kekayaannya, mengecek keakuratan dan keandalan data akuntansi usaha tersebut,
meningkatkan efisiensi operasional dan mendukung dipatuhinya kebijakan
manajerial yang telah ditetapkan”.
Sedangkan menurut Hery (2012:90) “Pengendalian internal adalah
seperangkat kebijakan dan prosedur untuk melindungi aset perusahaan dari segala
bentuk tindakan penyalahgunaan, menjamin tersedianya informasi akuntansi
perusahaan yang akurat, serta memastikan bahwa semua ketentuan (peraturan)
hukum atau undang-undang serta kebijakan manajemen telah dipatuhi dan
dijalankan sebagaimana mestinya oleh seluruh karyawan perusahaan”. Sementara
itu menurut Krismiaji (2015:216) pengendalian intern adalah “Rencana organisasi
dan metode yang digunakan untuk menjaga atau melindungi aktiva, menghasilkan
informasi yang akurat dan dapat dipercaya, memperbaiki efisiensi dan untuk
mendorong ditaati nya kebijakan manajemen”.
Menurut Singleton (2007:28) pengendalian internal adalah “Suatu proses
yang dilaksanakan oleh dewan direksi, manajemen dan personal lainnya dalam
suatu entitas yang dirancang untuk memberikan keyakinan memadai berkenaan
dengan pencapaian tujuan berikut ini:
1. Keandalan pelaporan keuangan.
2. Kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku.
3. Efektivitas dan efisiensi operasi.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengendalian internal merupakan suatu
proses yang dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi yang terdiri dari
berbagai kebijakan, prosedur, teknis, peralatan fisik, dokumentasi dan manusia.
24

Menurut tujuannya, sistem pengendalian internal Singleton (2007:28) tersebut


terbagi menjadi dua macam, yaitu:
1. Pengendalian internal akuntansi (internal accounting control).
Pengendalian internal akuntansi yang merupakan bagian dari sistem
pengendalian internal meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-
ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk menjaga kekayaan organisasi,
mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi. Pengendalian internal
akuntansi yang baik akan menjamin keamanan kekayaan para investor dan
kreditur yang ditanamkan dalam perusahaan dan akan menghasilkan laporan
keuangan yang dapat dipercaya.
2. Pengendalian internal administratif (internal administrative control).
Pengendalian internal administratif meliputi struktur organisasi, metode dan
ukuran-ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk mendorong efisiensi dan
dipatuhinya kebijakan manajemen.
Pengendalian internal yang baik menurut Tjahyono dan Sulistianingsih
(2009:2) mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut:
1. Karyawan yang kompeten dan penuh integritas.
2. Pemisahan fungsi yang meniadakan kecurangan.
3. Otorisasi transaksi yang memadai.
4. Pencatatan yang memadai.
5. Penanganan yang memadai.
6. Pembandingan kekayaan dan catatan secara periodik.
Hery (2013:29) menjelaskan, pengendalian internal tidak lain adalah
untuk memberikan jaminan yang memadai bahwa:
1. Aset yang dimiliki oleh perusahaan telah diamankan sebagaimana mestinya
dan hanya digunakan untuk kepentingan perusahaan semata, bukan untuk
kepentingan individu (perorangan) oknum karyawan tertentu. Dengan
demikian, pengendalian internal diterapkan agar seluruh aset perusahan dapat
terlindungi dengan baik dari tindakan penyelewengan, pencurian dan
penyalahgunaan yang tidak sesuai dengan wewenang nya dan kepentingan
perusahaan.
25

2. Informasi akuntansi perusahaan tersedia secara akurat dan dapat diandalkan.


Ini dilakukan dengan cara memperkecil risiko, baik atas salah saji laporan
keuangan yang disengaja (kecurangan) maupun tidak disengaja (kelalaian).
3. Karyawan telah mentaati hukum dan peraturan. Meliputi kebijakan
manajemen (perusahaan), peraturan di bidang perpajakan, pasar modal,
hukum bisnis, undang anti korupsi dan sebagainya.
Menurut Mulyadi (2014: 180),” pengendalian internal ditunjukkan untuk
mencapai tujuan yang saling berkaitan: pelaporan keuangan, kepatuhan, dan
operasi”. Menurut Tunnakotta (2012: 352).” Pengendalian internal adalah proses
kebijakan, prosedur yang dirancang oleh manajemen untuk memastikan pelaporan
keuangan yang andal dan pembuat laporan keuangan sesuai dengan kerangka
akuntansi yang berlaku”.

2.1.3.2. Unsur-unsur Pengendalian Internal


Suatu sistem pengendalian internal dapat berjalan secara efektif seperti
yang diharapkan apabila memiliki unsur pokok yang mendukung prosesnya.
Adapun unsur pokok sistem pengendalian internal menurut Committee of
Sponsoring Organization (COSO) dalam Hery (2012:205) meliputi: lingkungan
pengendalian, penilaian risiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi
akuntansi, serta pemantauan.
1. Lingkungan pengendalian.
Tanpa lingkungan pengendalian yang efektif, keempat unsur lainnya
mungkin tidak akan menghasilkan pengendalian internal yang efektif.
Lingkungan pengendalian berfungsi sebagai paying bagi keempat unsur
pengendalian internal lainnya. Lingkungan pengendalian terdiri atas
tindakan, kebijakan dan prosedur yang mencerminkan sikap manajemen
puncak, para direktur dan pemilik entitas secara keseluruhan mengenai
pengendalian internal serta arti pentingnya bagi entitas tersebut.
26

2. Penaksiran risiko.
Merupakan tindakan yang dilakukan manajemen untuk mengidentifikasi dan
menganalisis risiko-risiko terkait penyusunan laporan keuangan yang sesuai
dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
3. Aktivitas pengendalian.
Merupakan kebijakan dan prosedur untuk membantu memastikan bahwa
tindakan yang diperlukan untuk mengatasi risiko telah diambil guna
mencapai tujuan entitas. Kebijakan prosedur tersebut terdiri atas: pemisahan
tugas, otorisasi yang tepat atas transaksi, dokumen dan catatan yang
memadai, pengendalian fisik atas aktiva dan catatan, pemeriksaan
independen atau verifikasi internal.
4. Informasi dan komunikasi.
Tujuan dari sistem informasi dan komunikasi akuntansi adalah agar transaksi
yang dicatat, diperoleh dan dilaporkan telah memenuhi keenam tujuan audit
umum atas transaksi, yaitu: (1) transaksi yang dicatat memang ada, (2)
transaksi yang ada sudah dicatat, (3) transaksi yang dicatat dinyatakan pada
jumlah yang benar, (4) transaksi yang dicatat di posting dan diikhtiarkan
dengan benar, (5) transaksi diklasifikasikan dengan benar, (6) transaksi
dicatat pada tanggal yang benar. Dengan kata lain, sistem akuntansi harus
dirancang untuk memastikan perihal keterjaminan, kelengkapan, keakuratan,
posting dan pengikhtisaran, klasifikasi dan penetapan waktu transaksi dicatat.
5. Pemantauan.
Aktivitas pemantauan berhubungan dengan penilaian atas mutu pengendalian
internal secara berkesinambungan (berkala) oleh manajemen untuk
menentukan bahwa pengendalian internal telah berjalan sebagaimana yang
diharapkan dan dimodifikasi sesuai dengan perkembangan kondisi yang ada
dalam perusahaan.
27

Unsur-unsur pengendalian internal menurut Mardi (2011:60) adalah


sebagai berikut:
1. Struktur organisasi.
Merupakan suatu kerangka pemisahan tanggung jawab secara tegas
berdasarkan fungsi dan tingkatan unit yang dibentuk. Prinsip dalam
menyusun struktur organisasi yaitu pemisahan antara setiap fungsi yang ada
dan suatu fungsi jangan diberi tanggung jawab secara penuh melaksanakan
semua tahapan kegiatan. Hal ini bertujuan supaya tercipta mekanisme saling
mengendalikan antar fungsi secara maksimal.
2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan dalam organisasi.
Struktur organisasi harus dilengkapi dengan uraian tugas yang mengatur hak
dan wewenang masing-masing tingkatan beserta seluruh jajarannya. Uraian
tugas harus didukung petunjuk prosedur berbentuk peraturan pelaksanaan
tugas disertai penjelasan mengenai pihak-pihak yang berwenang
mengesahkan kegiatan, kemudian berhubungan dengan pencatatan harus
disertai pula prosedur yang baku. Prosedur pencatatan yang baik menjamin
ketelitian dan keandalan data dalam perusahaan. Transaksi terjadi apabila
telah di otorisasi oleh pejabat yang berwenang dan setiap dokumen memiliki
bukti yang sah, ada paraf dan tanda tangan pejabat yang memberi otorisasi.
3. Pelaksanaan kerja secara sehat.
Tata kerja secara sehat merupakan pelaksanaan yang dibuat sedemikian rupa
sehingga mendukung tercapainya tujuan pengendalian internal yang
ditunjukkan dalam berbagai cara. Unsur kehati-hatian (prudent) penting
dijaga agar tidak seorang pun menangani transaksi di awal sampai akhir
sendirian, harus rolling antar pegawai, melaksanakan berbagai tugas yang
telah diberikan, memeriksa kekurangan dalam pelaksanaan, serta
menghindari kecurangan.
4. Pegawai berkualitas.
Salah satu unsur pokok penggerak organisasi ialah karyawan, karyawan harus
berkualitas agar organisasi memiliki citra berkualitas. Secara umum, kualitas
karyawan ditentukan oleh tiga aspek, yaitu pendidikan, pengalaman dan
28

akhlak. Tidak hanya berkualitas, tetapi kesesuaian tanggung jawab dan


pembagian tugas perlu diperhatikan. Pegawai yang berkualitas dapat
ditentukan berdasarkan proses recruitment yang dilakukan kepada mereka,
apakah berbasis profesional atau berdasarkan carity (kedekatan teman).
Dikutip dari Puspitawati dan Anggadini (2011:203) unsur-unsur
pengendalian internal terdiri dari:
1. Lingkungan pengendalian.
Lingkungan pengendalian merupakan landasan untuk semua unsur
pengendalian internal lainnya yang membentuk disiplin dan struktur dalam
organisasi.
2. Penaksiran risiko.
Penaksiran risiko merupakan proses mengidentifikasi, menganalisis dan
mengelola risiko yang memengaruhi perusahaan. Tahapan yang paling kritis
dalam penaksiran resik adalah mengidentifikasi perubahan kondisi eksternal
dan internal serta mengidentifikasi tindakan yang diperlukan.
3. Informasi dan komunikasi
Informasi dan komunikasi ini mengacu pada sistem akuntansi organisasi
yang terdiri atas metode dan pencatatan transaksi yang terkait.
4. Pengawasan
Pengawasan melibatkan proses yang berkelanjutan untuk menaksir kualitas
pengendalian internal dari waktu ke waktu untuk mengambil tindakan
koreksi yang diperlukan.

5. Aktivitas pengendalian
Aktivitas pengendalian merupakan kebijakan dan prosedur yang dibangun
untuk membantu memastikan bahwa arahan manajemen dilaksanakan dengan
baik.
29

Mulyadi (2016:130) mengemukakan unsur pokok dalam sistem pengendalian


internal adalah:
1. Struktur organisasi yang memisahkan tanggung jawab fungsional secara
tegas. Struktur organisasi merupakan kerangka (framework) pembagian
tanggung jawab fungsional kepada unit-unit organisasi yang dibentuk untuk
melaksanakan kegiatan-kegiatan pokok perusahaan.
2. Sistem wewenang dan prosedur pencatatan yang memberikan perlindungan
yang cukup terhadap aset, utang, pendapatan dan beban.
Dalam organisasi, setiap transaksi hanya terjadi atas dasar otorisasi dari
pejabat yang memiliki wewenang untuk menyetujui terjadinya transaksi
tersebut. Oleh karena itu dalam organisasi harus dibuat sistem yang mengatur
pembagian wewenang untuk otorisasi atas terlaksananya setiap transaksi.
3. Praktik yang sehat dalam melaksanakan tugas dan fungsi setiap unit
organisasi. Pembagian tanggung jawab fungsional dan sistem wewenang
serta prosedur pencatatan yang telah ditetapkan tidak akan terlaksana dengan
baik jika tidak diciptakan cara-cara untuk menjamin praktik yang sehat dalam
pelaksanaannya. Adapun cara-cara yang umumnya ditempuh oleh perusahaan
dalam menciptakan praktik yang sehat adalah:
a. Penggunaan formulir bernomor urut tercetak yang pemakaiannya harus
dipertanggungjawabkan oleh yang berwenang.
b. Pemeriksaan mendadak (surprised audit). Pemeriksaan mendadak
dilakukan tanpa pemberitahuan lebih dahulu kepada pihak yang akan
diperiksa, dengan jadwal yang tidak teratur. Jika dalam suatu organisasi
dilaksanakan pemeriksaan mendadak terhadap kegiatan-kegiatan
pokoknya, hal ini akan mendorong karyawan melakukan tugasnya sesuai
dengan aturan yang telah ditetapkan.
c. Setiap transaksi tidak boleh dilaksanakan dari awal sampai akhir dengan
satu orang atau satu unit organisasi, tanpa campur tangan dari orang atau
unit organisasi lain. Karena setiap transaksi dilaksanakan dengan campur
tangan pihak lain, sehingga terjadi intern check terhadap pelaksanaan
30

tugas setiap unit organisasi yang terkait, maka setiap unit organisasi akan
melaksanakan praktik yang sehat dalam pelaksanaan tugasnya.
d. Perputaran jabatan yang diadakan secara rutin akan dapat menjadi
independensi pejabat dalam melaksanakan tugasnya, sehingga persoalan
diantara mereka dapat dihindari.
e. Keharusan pengambilan cuti bagi karyawan yang berhak. Karyawan
kunci perusahaan diwajibkan mengambil cuti yang menjadi haknya.
Selama cuti jabatan karyawan yang bersangkutan digantikan untuk
sementara oleh pejabat lain, sehingga seandainya terjadi kecurangan
dalam departemen yang bersangkutan, diharapkan dapat diungkap oleh
pejabat yang menggantikan untuk sementara tersebut.
f. Secara periodik diadakan pencocokan fisik aset dengan catatannya. Untuk
menjaga aset organisasi dan mengecek ketelitian dan keandalan catatan
akuntansi nya, secara periodik harus diadakan pencocokan atau
rekonsiliasi antara aset secara fisik dengan catatan akuntansi tersebut.
g. Pembentukan unit organisasi yang bertugas untuk mengecek efektivitas
unsur sistem pengendalian internal yang lain. Unit organisasi ini disebut
satuan pengawas intern atau Staf Pemeriksa Intern (SPI). Agar efektif
dalam menjalakan tugasnya, satuan pengawas intern ini harus tidak
melaksanakan fungsi operasi, fungsi penyimpangan dan fungsi akuntansi
serta harus bertanggung jawab langsung kepada manajemen puncak
(direktur utama).
4. Karyawan yang mutunya sesuai dengan tanggung jawabnya.
Unsur mutu karyawan merupakan unsur pengendalian internal yang paling
penting. Jika perusahaan memiliki karyawan yang kompeten dan jujur, unsur
pengendalian yang lain dapat dikurangi sampai batas minimum dan
perusahaan tetap mampu menghasilkan pertanggungjawaban keuangan yang
dapat diandalkan.
31

Gambar 2.2 Unsur Pokok Sistem Pengendalian Internal

Organisasi yang memisahkan tanggung jawab dan wewenang


secara tegas.
Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan.
Unsur pokok sistem pengendalian internal
Praktik yang sehat.

Karyawan yang
mutunya sesuai
dengan tanggung jawab.
Sumber: Mulyadi (2016)

2.1.3.3. Struktur Pengendalian Internal


Struktur pengendalian internal satuan usaha mempunyai kandungan yang
terdiri dari kebijakan prosedur yang diterapkan untuk memberikan keyakinan
memadai bahwa tujuan tertentu suatu entitas akan tercapai. Struktur pengendalian
internal menurut Mardi (2011:60) meliputi “Berbagai kebijakan dan prosedur
yang diterapkan guna memberikan arah yang jelas untuk pencapaian tujuan
organisasi di masa depan”. Berdasarkan pemanfaatan dari sistem yang
menyediakan arah jelas dan benar, menyebabkan para pihak yang terkait
mengalami kesulitan mendesain dan membuat sistem. Alasan yang menjadi
kendala adalah terbentur dengan biaya yang mahal dan tidak seimbang nya antara
biaya yang dikeluarkan dengan manfaat yang diperoleh.
Sedangkan menurut Halim (2015:207) “Pengendalian internal adalah
suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris, manajemen dan personel lain
entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian
tiga golongan tujuan berikut, keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan
efisiensi operasi, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku”.
32

Struktur pengendalian internal yang efektif menurut Halim (2015:210) dirancang


dengan tujuan pokok sebagai berikut:
1. Menjaga kekayaan dan catatan organisasi.
2. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi.
3. Mendorong efisiensi.
4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.
Tujuan pertama dan kedua dipenuhi dengan pengendalian akuntansi yang baik.
Tujuan ketiga dan keempat dapat dipenuhi dengan pengendalian administratif
yang baik.
Ada beberapa konsep dasar yang berkaitan dengan struktur pengendalian
internal menurut Halim (2015:211). Konsep dasar tersebut meliputi hal-hal
tersebut:
1. Pertanggungjawaban manajemen.
Tanggung jawab manajemen meliputi pelaksanaan pengawasan struktur
pengendalian internal yang sedang berjalan. Manajemen harus selalu
memperbaiki struktur pengendalian internal perusahaan yang dikelolanya.
2. Kewajaran atau keyakinan rasional yang memadai.
Manajemen bukan mencari tingkat absolut atau mutlak kualitas struktur
pengendalian internal, namun manajemen mencari tingkat yang wajar. Hal ini
digunakan untuk memastikan bahwa sasaran struktur pengendalian internal
dapat tercapai.
3. Keterbatasan bawaan.
Struktur pengendalian internal mempunyai keterbatasan bawaan yang
melekat pada struktur pengendalian internal tersebut. Keterbatasan bawaan
tersebut diakibatkan antara lain oleh faktor manusia yang melakukan fungsi
prosedur pengendalian dan pengendalian yang tidak dapat mengarah pada
seluruh transaksi.
4. Metode pengolahan data.
Dalam perusahaan kecil biasanya menggunakan sistem pengolahan data
manual. Sedangkan dalam bisnis manufaktur internasional dan perusahaan
multi nasional atau men global menggunakan sistem Electronic Data
33

Processing (EDP). Di samping itu, pengendalian mempunyai sifat yang


dinamis, tidak bersifat statis. Perubahan kondisi lingkungan mungkin akan
mengakibatkan perlunya modifikasi atas struktur pengendalian internal.

2.1.3.4. Tujuan Pengendalian Internal


Sistem pengendalian internal terdiri dari kebijakan dan prosedur yang
dirancang untuk memberikan kepastian yang layak bagi manajemen bahwa
perusahaan telah mencapai tujuan dan sasarannya. “Manajemen memiliki tiga
tujuan umum dalam merancang sistem pengendalian internal yang efektif, yaitu
keandalan pelaporan keuangan, efisiensi dan efektivitas operasi, serta ketaatan
pada hukum dan peraturan” Hery (2013:202). Menurut Romney dan Steinbart
(2006:96) tujuan pengendalian internal adalah sebagai berikut:
1. Menjaga aset, termasuk mencegah atau mendeteksi perolehan, penggunaan
atau pembuangan material yang tidak ter otorisasi dari assets perubahan.
2. Memelihara catatan dalam detail yang cukup untuk secara akurat dan sesuai
menggambarkan assets perusahaan.
3. Menyediakan informasi yang akurat dan dapat dipercaya.
4. Menyediakan kepastian yang masuk akal bahwa pelaporan keuangan
dipersiapkan sesuai dengan GAAP (Generally Accepted Accounting
Principles).
5. Mempromosikan dan meningkatkan efisiensi operasional, termasuk
memastikan penerimaan dan pengeluaran perusahaan dibuat sesuai dengan
otorisasi manajer dan direktur.
6. Menggalakan keterikatan pada kebijakan manajerial yang telah dirumuskan.
7. Menyesuaikan dengan hukum dan peraturan yang ditetapkan.

Sedangkan Bodnar dan Hopwood (2006:134) mengungkapkan


pentingnya pengendalian internal adalah sebagai berikut:
1. Lingkup dan ukuran bisnis perusahaan telah menjadi sangat kompleks dan
tersebar luas, sehingga manajemen harus tergantung pada sejumlah laporan
dan analisis untuk mengendalikan operasi secara efektif.
34

2. Pengujian dan penelaahan yang melekat dalam sistem pengendalian internal


yang baik menyediakan perlindungan terhadap kelemahan manusia dan
meminimalisir kemungkinan terjadinya kekeliruan dan ketidakberesan.
3. Tidak praktis bagi auditor untuk melakukan audit atas kebanyakan
perusahaan dengan pembatasan biaya ekonomi tanpa menggantungkan pada
sistem pengendalian internal.

Singleton (2007:32) menyatakan bahwa tujuan utama dari pengendalian


internal adalah untuk:
1. Menjaga aktiva perusahaan.
2. Memastikan akurasi dan dapat diandalkannya catatan dan informasi
akuntansi.
3. Mempromosikan efisiensi operasi perusahaan.
4. Mengukur kesesuaian dengan kebijakan dan prosedur yang telah ditetapkan
oleh manajemen.

Tujuan pengendalian internal yang dikemukakan American Institute of


Carified Public Accountant (AICPA) dalam Mardi (2011:59) yaitu:
1. Menjaga keamanan harta milik perusahaan.
2. Memeriksa ketelitian dan kebenaran informasi akuntansi.
3. Meningkatkan efisiensi operasional perusahaan.
4. Membantu menjaga kebijaksanaan manajemen yang telah ditetapkan

Sementara itu tujuan dari pengendalian internal menurut Hery (2012:91)


tidak lain adalah untuk memberi jaminan yang memadai bahwa:
1. Aset yang dimiliki oleh perusahaan telah diamankan sebagaimana mestinya
dan hanya digunakan untuk kepentingan perusahaan semata, bukan untuk
kepentingan individu (perorangan) atau oknum karyawan tertentu. Dengan
demikian, pengendalian internal diterapkan agar seluruh aset perusahaan
dapat terlindungi dengan baik dari tindakan penyelewengan, pencurian dan
penyalahgunaan yang tidak sesuai dengan kepentingan perusahaan.
35

2. Informasi akuntansi perusahaan tersedia secara akurat dan dapat diandalkan.


Ini dilakukan dengan cara memperkecil risiko baik atas salah saji laporan
keuangan yang disengaja (kecurangan) maupun yang tidak disengaja
(kelalaian).
3. Karyawan telah mentaati hukum dan peraturan.

Suatu pengendalian yang efektif dan efisien sangat dibutuhkan oleh


organisasi atau perusahaan, karena dengan adanya sistem pengendalian internal
diharapkan semua yang telah ditetapkan dapat dilaksanakan dengan baik.
Menurut Mulyadi (2016:129) tujuan pengendalian internal adalah:
1. Menjaga kekayaan organisasi.
Kekayaan fisik suatu perusahaan dapat dicuri, disalahgunakan atau hancur
karena kecelakaan, kecuali jika kekayaan tersebut dilindungi dengan
pengendalian yang memadai. Begitu juga dengan kekayaan perusahaan yang
tidak memiliki wujud fisik seperti piutang dagang akan rawan oleh
kekurangan jika dokumen penting dan catatan tidak dijaga.

2. Mengecek ketelitian dan keandalan data akuntansi.


Manajemen memerlukan informasi keuangan yang diteliti dan andal untuk
menjalankan kegiatan usahanya. Banyak informasi akuntansi yang digunakan
oleh manajemen untuk dasar pengambilan keputusan penting. Pengendalian
internal dirancang untuk memberikan jaminan proses pengolahan data
akuntansi yang akan menghasilkan informasi keuangan yang teliti dan andal
karena data akutansi mencerminkan perubahan kekayaan perusahaan.
3. Mendorong efisiensi.
Pengendalian intern ditujukan untuk mencegah duplikasi usaha yang tidak
perlu atau pemborosan dalam segala kegiatan bisnis perusahaan dan untuk
mencegah penggunaan sumber daya perusahaan yang tidak efisien.
4. Mendorong dipatuhinya kebijakan manajemen.
36

Untuk mencapai tujuan perusahaan, manajemen menetapkan kebijakan dan


prosedur. Pengendalian intern ini ditujukan untuk memberikan jaminan yang
memadai agar kebijakan manajemen dipatuhi oleh karyawan.
Untuk mencapai tujuan pengendalian internal di atas maka diperlukan
adanya sistem informasi akuntansi yang benar. Hal ini dapat memberikan bantuan
yang utama terhadap kekayaan perusahaan dengan cara penyelenggaraan
pencatatan aktiva yang baik. Apabila struktur pengendalian intern suatu
perusahaan lemah maka akan timbul kesalahan, ke tidak akurat serta kerugian
yang cukup besar bagi perusahaan.

2.1.3.5. Keterbatasan Pengendalian Internal


Sistem pengendalian internal perusahaan pada umumnya dirancang
untuk memberikan jaminan yang memadai bahwa aset perusahaan telah
diamankan secara tepat dan bahwa catatan akuntansi dapat diandalkan. Pada
dasarnya, konsep jaminan yang memadai ini sangat terkait langsung dengan
sebuah asumsi yang mengatakan bahwa biaya yang dikeluarkan untuk
menerapkan prosedur pengendalian seharusnya jangan sampai melebihi manfaat
yang diperkirakan akan timbul atau dihasilkan dari pelaksanaan prosedur
pengendalian tersebut. Menurut Sunarto (2003:139) “Pengendalian intern hanya
dapat memberikan keyakinan memadai bagi manajemen dan dewan komisaris
sehubungan dengan pencapaian tujuan perusahaan”.

Alasannya adalah karena keterbatasan bawaan pada pengendalian intern


berikut:
1. Kesalahan dalam pertimbangan.
Manajemen dan personil lainnya seringkali melakukan pertimbangan yang
kurang matang dalam pengendalian keputusan bisnis atau dalam melakukan
tugas-tugas rutin karena kekurangan informasi, keterbatasan waktu atau
penyebab lainnya.
37

2. Kemacetan.
Kemacetan pada pengendalian yang telah berjalan bisa terjadi karena petugas
salah mengerti dalam instruksi atau melakukan kesalahan karena
kecerobohan, kebingungan atau kelalaian.
3. Kolusi.
Kolusi atau persekongkolan yang dilakukan oleh seorang pegawai dengan
pegawai lainnya, atau dengan pelanggan atau supplier bisa tidak terdeteksi
oleh struktur pengendalian lain.
4. Pelanggaran oleh manajemen.
Manajemen bisa melakukan pelanggaran atas kebijakan atau prosedur-
prosedur untuk tujuan tidak sah seperti keuntungan pribadi atau membuat
laporan keuangan menjadi tampak baik.
5. Biaya dan manfaat.
Biaya penyelenggaraan suatu struktur pengendalian intern seharusnya tidak
melebihi manfaat yang akan diperoleh dari penerapan pengendalian intern
tersebut.

Pertimbangan keterbatasan pengendalian intern menurut Murtanto


(2005:104) ada dua konsep yang berbeda yang harus diketahui:
1. Pengendalian intern yang efektif, berotasi pada tingkat yang berbeda
sehubungan dengan tujuan yang berbeda. Perangkat kelemahan pertama ini
menyatakan bahwa peristiwa atau kondisi ada di luar pengendalian
manajemen.
2. Pengendalian intern memberi jaminan mutlak sehubungan dengan salah
semua kategori tujuan. Perangkat kelemahan kedua ini berkenaan dengan
kenyataan bahwa tidak ada sistem yang selalu melakukan apa yang ingin
dilakukan. Sementara itu menurut Hery (2013:217) “Faktor manusia adalah
faktor yang sangat penting sekali dalam setiap pelaksanaan sistem
pengendalian internal”. Sebuah sistem pengendalian yang baik dapat menjadi
tidak efektif karena adanya karyawan yang kelelahan, ceroboh, atau bersikap
acuh tak acuh. Demikian juga halnya dengan kolusi yang dapat secara
38

signifikan mengurangi keefektifan sebuah sistem dan mengeliminasi proteksi


yang ditawarkan dari pemisahan tugas. Belum lagi adanya sebuah pandangan
umum yang mengatakan bahwa pada prinsipnya di dunia ini tidak ada sesuatu
yang begitu sempurna, termasuk sistem pengendalian internal yang
dijalankan perusahaan.
Terakhir, ukuran perusahaan juga akan dapat memicu keterbatasan
pengendalian internal. Dalam perusahaan yang berskala kecil, sebagai contoh,
mungkin akan sangat sulit untuk menerapkan pemisahan tugas atau
memberikan pengecekan independen atau verifikasi internal. Mengingat satu
karyawan mungkin saja dapat merangkap mengerjakan beberapa pekerjaan
yang berbeda sekaligus.

2.1.4. Perusahaan Dagang


2.1.4.1. Karakteristik Perusahaan Dagang
Berbeda dengan perusahaan jasa, perusahaan perdagangan adalah
perusahaan yang membeli barang dengan tujuan menjualnya kembali tanpa
mengubah bentuk dan sifat barang secara berarti. Barang ini dapat berupa barang
konsumsi atau barang produksi dan bahan baku produksi. Jadi, kegiatan utamanya
adalah pembelian dan penjualan barang berwujud fisik dengan spesifikasi (berat,
volume atau ukuran fisik lainnya) yang jelas. Adanya barang berwujud fisik inilah
yang membedakan perusahaan dagang dengan perusahaan jasa, khususnya dalam
akuntansi nya.
Pembahasan perusahaan dagang menjadi khusus karena adanya barang
dagangan yang menimbulkan pos beban operasi yang disebut harga pokok
penjualan (cost of goods sold) dan biasanya beban ini merupakan porsi yang
cukup besar dibandingkan dengan seluruh beban yang terjadi. Menurut Suradi
(2009:126)” Perusahaan dagang adalah suatu perusahaan yang kegiatan utamanya
adalah membeli barang dagangan dan menjual kembali kepada pelanggan tanpa
mengolahnya lebih lanjut untuk mendapatkan keuntungan”.
Suradi (2009:126) juga menyampaikan bahwa secara garis besar, ada
enam jenis transaksi yang terkait dengan aktivitas perusahaan dagang, yaitu:
39

1. Pembelian barang dagangan (purchase of merchandise).


2. Pembayaran secara tunai (payments of cash).
3. Penjualan barang dagangan (sales of merchandise).
4. Penagihan secara tunai (collection of cash).
5. Retur dan potongan pembelian (purchases returns and allowances).
6. Retur dan potongan penjualan (sales returns and allowances).
Aktivitas perusahaan dagang menurut Hery (2013:103) meliputi”
Pembelian barang dagangan dari supplier (pemasok) dan kemudian menjual
kembali barang dagangan yang telah dibelinya tersebut dengan maksud untuk
memperoleh keuntungan. Ketika barang dagang dijual, nilai dari transaksi
penjualan ini dilaporkan sebagai pendapatan penjualan (sales revenue) dan harga
pokok dari barang yang dijual diakui sebagai beban yang dinamakan harga pokok
penjualan (cost of good sold). Pendapatan penjualan setelah dikurangi dengan
harga pokok penjualan akan diperoleh laba kotor (gross profit). Jumlah ini
dinamakan laba kotor karena masih belum memperhitungkan beban operasional
yang telah (turut) dikeluarkan dalam rangka penciptaan atau pembentukan
pendapatan”.
Barang dagangan yang masih tersedia (tidak terjual) sampai dengan
akhir periode akuntansi dinamakan persediaan barang dagangan (merchandise
inventory). Barang dagangan ini akan dilaporkan sebagai aset lancar dalam
neraca. Aset lancar akan disajikan dalam neraca sesuai dengan urutan tingkat
likuiditas nya. Untuk bentuk laporan neraca sederhana dari sebuah perusahaan
dagang, akun persediaan barang dagangan ini akan disajikan dengan urutan
setelah akun kas dan piutang usaha (piutang dagang), yang berarti bahwa kas dan
piutang usaha sifatnya lebih lancar dibanding persediaan barang dagangan.
Perusahaan dagang secara sistematis akan selalu menyelenggarakan catatan
persediaan untuk menentukan berapa besarnya barang dagangan yang tersedia
untuk dijual dan juga berapa yang telah laku terjual.
40

2.1.5. Persediaan
2.1.5.1. Pengertian Persediaan
Perusahaan dagang dan perusahaan manufaktur selalu memiliki
persediaan di toko maupun di gudang perusahaan. Persediaan tersebut dapat
berupa persediaan bahan baku, barang dalam proses atau barang jadi. Persediaan
harus dimiliki karena merupakan produk perusahaan yang harus dijual sebagai
sumber pendapatan. Persediaan merupakan salah satu aset perusahaan yang sangat
penting karena berpengaruh langsung terhadap kemampuan perusahaan untuk
memperoleh pendapatan. Karena itu, persediaan harus dikelola dan dicatat dengan
baik agar perusahaan dapat menjual produknya serta memperoleh pendapatan
sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai.
Perusahaan dagang yang aktivitasnya adalah membeli dan menjual
barang jadi, memiliki persediaan dalam bentuk barang jadi atau barang dagang.
Sedangkan perusahaan manufaktur memiliki tiga jenis persediaan yaitu bahan
baku, barang dalam proses dan barang jadi. Barang dagang yang berada di gudang
perusahaan tetapi bukan milik perusahaan tidak dapat dikelompokkan sebagai
persediaan.
Menurut Surya (2012:113)” Akuntansi persediaan mendapatkan
perhatian khusus dari banyak perusahaan bisnis karena pengaruh persediaan
sangat signifikan, baik terhadap laporan laba rugi maupun posisi keuangan”.
Tujuan pokok akuntansi persediaan adalah untuk menentukan laba rugi periodik
yaitu melalui proses mempertemukan harga pokok barang dijual dengan hasil
penjualan dalam suatu periode akuntansi dan menentukan jumlah persediaan yang
akan disajikan dalam neraca. Persediaan menurut Kieso, dkk (2008:402) adalah”
Inventory are asset items held for sale in the ordinary course of business or goods
that will be used or consumed in the production of goods to be sold”. Penjelasan
kutipan tersebut adalah” Pos-pos aktiva yang dimiliki oleh perusahaan untuk
dijual dalam operasi bisnis normal atau barang yang akan digunakan atau
dikonsumsi dalam membuat barang yang akan dijual”.
Pendapat lain disampaikan oleh Rudianto (2012:222),” Persediaan
adalah sejumlah barang jadi, bahan baku dan barang dalam proses yang dimiliki
41

perusahaan dengan tujuan untuk dijual atau diproses lebih lanjut”. Sementara itu
menurut Stice dan Skousen (2009:571)” Persediaan adalah istilah yang diberikan
untuk aktiva yang akan dijual dalam kegiatan normal perusahaan atau aktiva yang
dimasukkan secara langsung atau tidak langsung ke dalam barang yang akan
diproduksi dan kemudian dijual”. Kesimpulannya adalah bahwa persediaan
merupakan suatu istilah yang menunjukkan segala sesuatu dari sumber daya yang
ada dalam suatu proses yang bertujuan untuk mengantisipasi terhadap segala
kemungkinan yang terjadi baik karena adanya permintaan maupun ada masalah
lain.
Fungsi penting persediaan bagi perusahaan menurut Stice dan Skousen
(2009:571) yaitu:
1. Agar dapat memenuhi permintaan yang diantisipasi akan terjadi.
2. Untuk menyeimbangkan produksi dengan distribusi.
3. Untuk memperoleh keuntungan dari potongan kuantitas, karena membeli
dalam jumlah yang banyak ada diskon.
4. Untuk hedging dari inflasi dan perubahan harga.
5. Untuk menghindari kecurangan persediaan yang dapat terjadi karena cuaca,
kekurangan pasokan, mutu dan ketidaktepatan pengiriman.
6. Untuk menjaga kelangsungan operasi dengan cara persediaan dalam proses.

Menurut Sartono (2001: 443), persediaan merupakan salah satu jenis


aktiva lancar yang jumlahnya cukup besar dalam suatu perusahaan. Sedangkan
menurut Kamsir (2010:258), pengertian persediaan merupakan sejumlah barang
yang harus disediakan oleh perusahaan pada suatu tempat tertentu. Artinya
tersedianya sejumlah barang yang disediakan perusahan guna memenuhi
kebutuhan produksi atau penjual barang dagang. Sedangkan tempat tertentu dapat
berupa gudang sendiri atau gudang pada perusahaan lain atau melalui pesanan
yang ada pada saat di butuhkan dengan harga yang lebih disepakati dapat
disediakan.
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (PPSAK: No.14, hal 14.2 s/d 14.2-
IAI, 2015), persediaan aset adalah:
42

a. Yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha biasa


b. Dalam proses produksi untuk penjualan tersebut; dan
c. Dalam bentuk bahan atau perlengkapan untuk digunakan dalam proses
Atau pemberian jasa
Arti penting persediaan memberikan pengaruh terhadap laporan keuangan yaitu
neraca dan laporan laba rugi. Persediaan menjadi sangat penting karena
persediaan merupakan bagian yang paling material dari keseluruhan aktiva aktiva
lancar yang dimiliki perusahan.
2.1.5.2. Jenis-jenis Persediaan
Dalam akuntansi jenis-jenis persediaan sangat dipengaruhi oleh sifat
dan jenis usaha perusahaan yang bersangkutan. Sebuah perusahaan dagang,
persediaan terdiri dari berbagi macam jenis dimana barang-barang yang dibeli
dengan tujuan akan dijual kembali. Oleh karena itu, dalam perusahaan dagang
hanya dikenal satu klasifikasi persediaan yang disebut dengan persediaan barang
dagang. Perusahaan manufaktur juga memiliki persediaan, akan tetapi berbeda
halnya dengan persediaan perusahaan dagang.
Menurut Santoso (2010:240) klasifikasi persediaan antara satu
perusahaan lain dapat berbeda-beda, bagi perusahaan dagang (merchandise
enterprise) dimana persediaan merupakan barang yang langsung tanpa mengalami
proses lanjutan, maka persediaan tersebut disebut sebagai persediaan barang
dagang (merchandise inventory). Sedangkan pada perusahaan industri/manufaktur
dimana persediaan bahan baku memerlukan proses lebih lanjut dalam bentuk
barang jadi (finished goods), maka persediaan dikelompokkan sebagai berikut:
1. Bahan baku (row material), yaitu bahan baku yang akan diproses lebih lanjut
melalui proses produksi.
2. Barang dalam proses (work in process/good in process), yaitu bahan baku
yang sedang dalam proses, dimana nilainya merupakan akumulasi biaya
bahan baku (material cost), biaya tenaga kerja (direct labour cost) dan biaya
overhead (factory overhead cost).
3. Barang jadi (finished goods), yaitu barang jadi yang berasal dari barang yang
telah selesai diproses dan telah siap untuk dijual sesuai dengan tujuannya.
43

4. Bahan pembantu (factory/manufacturing supplies), yaitu bahan pembantu


yang dibutuhkan dalam proses produksi namun tidak secara langsung dapat
dilihat secara fisik pada produk yang dihasilkan.
Sementara itu menurut Hanafi (2010:87)” Persediaan biasanya
mencakup beberapa jenis persediaan seperti bahan mentah, persediaan bahan
setengah jadi dan persediaan barang jadi (barang dagangan). Bahan mentah adalah
bahan yang akan digunakan untuk memproduksi barang dagangan. Barang
setengah jadi adalah barang yang belum selesai sepenuhnya menjadi barang
dagangan. Barang jadi adalah barang yang sudah selesai dikerjakan dan siap
untuk dijual”.
Munawir (2010:16) juga berpendapat bahwa” Untuk perusahaan
dagang yang dimaksud dengan persediaan adalah semua barang-barang yang
diperdagangkan yang sampai tanggal neraca masih di gudang / belum laku dijual.
Sedangkan untuk perusahaan manufaktur maka persediaannya meliputi (1)
persediaan barang mentah, (2) persediaan barang dalam proses dan (3) persediaan
barang jadi”. Pada dasarnya jenis-jenis persediaan adalah persediaan barang
mentah, barang dalam proses dan persediaan barang jadi. Perusahaan dagang
menggunakan jenis persediaan barang jadi yang didapat dengan cara dibeli
dengan tujuan dijual kembali tanpa mengubah bentuk fisik barang dagangan
tersebut.

2.1.5.3. Metode Pencatatan Persediaan


Menurut Hery (2013:104) terdapat dua metode akuntansi yang lazim dipakai
dalam mencatat persediaan barang dagangan, yaitu:
1. Metode pencatatan perpetual.
Dalam metode perpetual, catatan mengenai harga pokok dari masing-masing
barang dagangan yang dibeli maupun yang dijual diselenggarakan secara
terperinci. Metode pencatatan ini akan secara terus-menerus menunjukkan
berapa besarnya saldo persediaan barang dagangan yang ada di gudang untuk
masing jenis persediaan. Dengan metode pencatatan perpetual, harga pokok
dari barang-barang yang dijual ditentukan setiap kali penjualan terjadi. Yang
44

perlu diperhatikan dalam mencatat transaksi barang dagangan dengan


menggunakan metode perpetual ini adalah bahwa akun pembelian, retur
pembelian, potongan pembelian dan akun ongkos angkut masuk tidak akan
pernah digunakan. Seluruh akun-akun tersebut digantikan dengan akun
persediaan barang dagangan.
2. Metode pencatatan periodik.
Dengan metode pencatatan ini, pembelian barang dagangan akan dicatat
dengan menggunakan akun pembelian bukan akun persediaan barang
dagangan seperti yang dilakukan pada metode pencatatan perpetual. Juga
dengan sistem periodik, akun-akun berikut ini secara terpisah (masing-
masing) akan digunakan: potongan pembelian, retur pembelian dan
penyesuaian harga beli, dan ongkos angkut masuk.
Ingatlah kembali bahwa point utama yang membedakan antara
metode pencatatan periodik dengan pencatatan perpetual terletak pada komponen
penentu harga pokok penjualan. Dalam metode pencatatan perpetual tidaklah
mengenal akun pembelian, retur pembelian dan penyesuaian harga beli, termasuk
akun ongkos angkut masuk. Dalam metode pencatatan periodik maupun perpetual
tidak ada perbedaan dalam hal pencatatan atas akun ongkos angkut keluar dan
potongan penjualan. Hal ini dikarenakan bahwa ongkos angkut keluar dan
potongan penjualan bukanlah merupakan komponen dalam menghitung besarnya
harga pokok penjualan. Demikian juga untuk akun retur penjualan dan
penyesuaian harga jual yang sama-sama akan tetap digunakan baik dalam metode
pencatatan periodik maupun perpetual, hanya saja bedanya adalah bahwa dalam
pencatatan perpetual jurnal untuk mencatat transaksi retur penjualan akan diikuti
dengan satu ayat jurnal lagi yaitu untuk mencatat pengurangan harga pokok
penjualan di sebelah kredit dan menambah kembali saldo akun persediaan barang
dagangan yang diterimanya di sebelah debet.
Sementara itu menurut Mulyadi (2016:465) metode pencatatan
persediaan terbagi menjadi “Metode mutasi persediaan (perpetual inventory
method) dan metode persediaan fisik (physical inventory method)”. Dalam metode
persediaan fisik hanya persediaan dari pembelian saja yang dicatat, sedangkan
45

mutasi berkurangnya persediaan karena pemakaian tidak dicatat dalam kartu


persediaan. Untuk mengetahui berapa harga pokok persediaan yang dipakai atau
dijual harus dilakukan perhitungan fisik sisa persediaan yang masih ada di gudang
pada akhir periode akuntansi. Harga pokok persediaan awal periode ditambah
dengan harga pokok persediaan yang dibeli selama periode dikurangi dengan
harga pokok persediaan pada akhir periode merupakan harga pokok persediaan
yang dipakai selama periode akuntansi yang bersangkutan.

2.1.5.4. Metode Penilaian Persediaan


Menurut Stice dan Skousen (2009:667) “Ada beberapa macam metode
penilaian persediaan yang umum digunakan, yaitu identifikasi khusus, biaya rata-
rata (average), First In First Out (FIFO), Last In First Out (LIFO).”
1. Identifikasi khusus.
Pada metode ini, biaya dapat dialokasikan pada barang yang terjual selama
periode berjalan dan pada barang yang ada di tangan pada akhir periode
berdasarkan biaya aktual dari barang tersebut.
2. Metode biaya rata-rata.
Metode ini membebankan biaya rata-rata yang sama kepada setiap unit.
Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa barang yang terjual seharusnya
dibebankan dengan biaya rata-rata, yaitu rata-rata ter timbang dari jumlah
barang yang dibeli pada tiap harga. Metode rata-rata mengutamakan yang
mudah terjangkau untuk dilayani, tidak peduli apakah barang tersebut masuk
pertama atau masuk terakhir.
3. Metode FIFO (First In First Out).
Metode ini berdasarkan pada asumsi bahwa barang yang terjual adalah unit
terlebih dahulu masuk. FIFO dapat dianggap sebagai sebuah pendekatan
yang logis dan realitas terhadap arus biaya ketika penggunaan metode
identifikasi khusus adalah tidak memungkinkan atau tidak praktis. FIFO
mengasumsikan bahwa arus biaya yang mendekati paralel dengan arus fisik
dari barang yang terjual. Selain itu, di dalam FIFO barang yang tersisa pada
persediaan akhir adalah barang yang paling akhir dibeli, sehingga biaya yang
46

dilaporkan akan mendekati atau sama dengan biaya penggantian di akhir


periode.

4. Metode LIFO (Last In First Out).


Metode ini didasarkan pada asumsi bahwa barang yang paling barulah yang
terjual. Metode LIFO sering dikritik secara teoretis, tetapi metode ini adalah
metode yang paling baik dalam pen gaitan biaya persediaan dengan
pendapatan. Apabila metode LIFO digunakan selama periode inflasi atau
harga naik, LIFO akan menghasilkan harga pokok yang lebih tinggi, jumlah
laba kotor yang lebih rendah dan nilai persediaan akhir yang lebih rendah.
Dalam akuntansi, dikenal tiga metode yang dapat digunakan dalam
menghitung besarnya nilai persediaan akhir oleh Hery (2011:161), yaitu “Metode
FIFO (first-in first out), metode LIFO (last-in last-out) dan metode rata-rata
(average cost method)”. Dengan menggunakan metode FIFO, harga pokok dari
barang yang pertama kali dibeli adalah yang akan diakui pertama kali sebagai
harga pokok penjualan. Dalam hal ini, tidak berarti bahwa unit atau barang yang
pertama kali dibeli adalah unit atau barang yang pertama kali akan dijual. Jadi,
penekanannya di sini bukan kepada fisik unit atau barangnya, melainkan lebih
kepada harga pokoknya. Dengan menggunakan FIFO, yang akan menjadi nilai
persediaan akhir adalah harga pokok dari unit atau barang yang terakhir kali
dibeli. Sebaliknya, dengan menggunakan metode LIFO, harga pokok dari barang
yang terakhir kali dibeli adalah yang akan diakui sebagai harga pokok penjualan.
Dalam hal ini, tidak berarti bahwa unit atau barang yang terakhir kali dibeli
adalah unit atau barang yang pertama kali akan dijual. Sama seperti metode FIFO,
penekanannya bukan kepada unit atau fisik barangnya, melainkan kepada harga
pokoknya. Dengan menggunakan metode LIFO, yang akan menjadi nilai
persediaan akhir adalah harga pokok dari unit atau barang yang pertama kali
dibeli.
Sedangkan dengan menggunakan metode rata-rata, harga pokok
penjualan per unit dihitung berdasarkan rata-rata harga perolehan per unit atau
barang yang tersedia untuk dijual. Jika harga pokok dari barang yang dibeli
47

adalah tetap sama atau stabil, maka dapat dipastikan bahwa ketiga metode
penilaian di atas masing-masing akan menghasilkan besarnya nilai persediaan
akhir yang sama, sehingga pengaruhnya terhadap besarnya harga pokok
penjualan, laba kotor dan laba bersih juga akan sama. Namun begitu harga pokok
atas barang yang dibeli berubah, maka masing-masing dari ketiga metode
penilaian tersebut pada umumnya akan menghasilkan besarnya nilai persediaan
akhir, harga pokok penjualan, laba kotor dan laba bersih yang berbeda.

2.1.6. Pengendalian Internal Atas Persediaan Barang Dagang


Pengendalian internal atas persediaan dalam suatu perusahaan sangat
diperlukan untuk mengontrol dan melindungi kekayaan perusahaan. Pengendalian
internal atas persediaan barang dagang sangat berperan dalam mengontrol stock
persediaan. Bertujuan supaya tidak terlalu menumpuk yang menimbulkan biaya
penyimpanan yang besar dan terjadinya keusangan akan barang dagang tersebut,
juga tidak terlalu sedikit sehingga perusahaan tetap mampu memenuhi permintaan
dan kebutuhan terhadap barang dagang tersebut.
Menurut Hery (2013:236) “Pengendalian internal atas persediaan mutlak
diperlukan mengingat aktiva ini tergolong cukup lancar”. Kalau kita berbicara
mengenai pengendalian internal atas persediaan, sesungguhnya ada 2 tujuan
utama dari diterapkan pengendalian tersebut, yaitu untuk mengamankan atau
mencegah aktiva perusahaan (persediaan) dari tindakan pencurian,
penyelewengan, penyalahgunaan dan kerusakan, serta menjamin keakuratan
(ketepatan) penyajian persediaan dalam laporan keuangan. Di dalamnya,
termasuk pengendalian atas keabsahan transaksi pembelian dan penjualan barang
dagangan.
Pengendalian internal atas persediaan seharusnya dimulai pada saat
barang diterima (dari pemasok). Laporan penerimaan barang yang bernomor urut
tercetak seharusnya disiapkan oleh bagian penerimaan untuk menetapkan
tanggung jawab awal atas persediaan. Untuk memastikan bahwa barang yang
diterima sesuai dengan apa yang dipesan, maka setiap laporan penerimaan barang
harus dicocokkan dengan formulir pesanan pembelian yang asli. Harga barang
48

yang dipesan, seperti yang tertera dalam formulir pesanan pembelian, seharusnya
dicocokkan dengan harga yang tercantum dalam faktur tagihan (invoice). Setelah
laporan penerimaan barang, formulir pesanan pembelian dan faktur tagihan
dicocokkan, perusahaan akan mencatat persediaan dalam catatan akuntansi.
Pengendalian internal atas persediaan barang dagang juga sering kali
melibatkan bantuan alat pengaman, seperti kaca dua arah, kamera, sensor
magnetic, kartu akses gudang, pengatur suhu ruangan dan sebagainya, termasuk
petugas keamanan. Mengenai tempat penyimpanan persediaan, suhu ruangan pun
menjadi hal yang harus diperhatikan dan diatur sedemikian rupa untuk
menghindari terjadinya kerusakan atas barang dagangan. Persediaan juga
seharusnya disimpan dalam gudang yang dimana aksesnya dibatasi hanya untuk
karyawan tertentu saja, dimana setiap pengeluaran barang dari gudang harus
dilengkapi atau didukung dengan formulir permintaan barang yang telah di
otorisasi sebagaimana mestinya.
Penggunaan sistem pencatatan perpetual juga memberikan pengendalian
yang efektif atas persediaan. Informasi mengenai jumlah atas masing-masing
jenis barang dagang dapat segera tersedia dalam buku besar pembantu untuk
masing-masing persediaan. Untuk menjamin keakuratan besarnya persediaan
yang dilaporkan dalam laporan keuangan, perusahaan dagang seharusnya
melakukan pemeriksaan fisik atas persediaannya. Hasil perhitungan fisik akan
dibandingkan dengan data persediaan yang tercatat dalam buku besar untuk
menentukan besarnya kekurangan yang ada atas saldo fisik persediaan. Jadi dapat
dikatakan bahwa dalam sistem pencatatan perpetual, pemeriksaan fisik dilakukan
bukan untuk menghitung saldo akhir persediaan, melainkan sebagai pengecekan
silang mengenai keabsahan atas saldo persediaan yang dilaporkan dalam buku
besar persediaan.
Menurut Hary (2009), pengendalian internal atas persediaan seharusnya
dimulai pada saat barang diterima. Secara luas komponen pengendalian internal
pada persediaan meliputi pengarahan arus dan penanganan barang mulai dari
penerimaan, penyimpanan, sampai saat barang-barang yang siap untuk dijual.
49

a. Prosedur pengendalian penerimaan barang dagang


Laporan penerimaan barang yang bernomor tercetak, seharusnya disiapkan
oleh bagian penerimaan untuk menetapkan tanggung jawab awal atas
persediaan untuk mematikan bahwa barang yang diterima sudah sesuai
dengan apa yang dipesan, setiap laporan penerimaan barang harus
dicocokkan dengan formulir pesanan pembelian yang asli. Pengendalian
internal atas persediaan juga sering kali melibatkan bantuan alat pengaman,
seperti kaca dua arah, kamera, sensor magnetik, kartu akses gudang, pengatur
suhu ruang, petugas keamanan dan sebagainya.
b. Prosedur pengendalian penyimpanan barang dagang
Penggunaan sistem pencatatan perpetual juga memberikan pengendalian yang
efektif atas persediaan. Informasi mengenai jumlah catatan dan laporan yang
memadai.

2.1.6.1. Tujuan Pengendalian Internal Atas Persediaan Barang Dagang


Secara umum telah disebutkan bahwa tujuan pengendalian internal suatu
perusahaan adalah untuk memberikan kepastian yang layak kepada manajemen
bahwa tujuan tertentu perusahaan akan tercapai. Tujuan utama pengendalian atas
persediaan adalah memiliki jumlah persediaan berkualitas yang cukup untuk
melayani kebutuhan pelanggan dengan meminimalkan biaya pemeliharaan
persediaan. Produk dengan kualitas rendah akan membuat pelanggan kecewa,
retur dan penurunan penjualan dimasa mendatang.
Menurut Arens, dkk (2003:272) tujuan pengendalian internal atas
persediaan barang dagang adalah:
1. Transaksi benar-benar terjadi dan dilaksanakan (eksistensi).
Menyatakan bahwa transaksi yang dicatat adalah transaksi yang benar-benar
terjadi dalam perusahaan.
2. Transaksi yang terjadi telah diidentifikasi dan dicatat secara lengkap
(kelengkapan).
Menyatakan bahwa transaksi telah dicatat dengan lengkap sehingga dapat
mencegah terjadinya kehilangan transaksi dari catatan.
50

3. Transaksi yang terjadi telah dicatat dengan benar (akurasi).


Menyatakan bahwa transaksi telah dicatat dengan benar yang tujuannya
menyangkut keakuratan informasi untuk transaksi akuntansi.
4. Transaksi yang terjadi diklarifikasikan dengan benar (klasifikasi).
Menyatakan bahwa transaksi yang telah terjadi diklarifikasikan pada
perkiraan waktu yang benar.
5. Transaksi yang terjadi dicatat pada saat yang tepat (ketepatan waktu).
Menyatakan bahwa transaksi dicatat pada waktu yang tepat, sehingga laporan
keuangan yang dihasilkan benar-benar bermanfaat.
6. Transaksi dimasukkan ke dalam catatan tambahan dan diikhtiarkan dengan
benar (posting dan pengikhtisaran).
Menyatakan bahwa setiap transaksi yang terjadi dalam perusahaan dicatat
dengan tepat ke dalam catatan tambahan dan diikhtiarkan degan benar.
Sedangkan menurut Warren dalam Kusnadi (2000:39) terdapat dua tujuan
utama pengendalian internal atas persediaan, yaitu “Safeguarding the inventory
and property reporting it in the financial statements”. Adanya pengendalian
internal atas persediaan barang dagang diharapkan akan dapat memberikan
kepastian yang layak bagi manajemen bahwa tujuan tertentu dari perusahaan akan
tercapai. Pengendalian untuk melindungi persediaan melibatkan pembentukan dan
penggunaan tenaga kerja untuk mengamankan dan mencegah kerusakan
persediaan atau pencurian oleh karyawan maupun pihak luar lainnya.

2.1.7. Efektivitas
2.1.7.1. Pengertian Efektivitas
Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian
dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas
selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diterapkan dengan hasil yang
telah dicapai. Efektivitas dapat dilihat dari berbagai sudut pandang dan dapat
dinilai dengan berbagai cara dan mempunyai kaitan erat dengan efisiensi.
Sunarto (2003:47) mendefinisikan efektivitas yaitu” Informasi harus
sesuai dengan kebutuhan pemakai dalam mendukung suatu proses bisnis,
51

termasuk di dalamnya informasi tersebut harus disajikan dalam waktu tepat,


format yang tepat sehingga dapat dipahami, konsisten dengan format sebelumnya,
isinya sesuai dengan kebutuhan saat ini dan lengkap atau sesuai dengan
kebutuhan dan ketentuan”. Lebih lanjut menurut Kurniawan (2005:109)”
Efektivitas adalah kemampuan melaksanakan tugas, fungsi (operasi kegiatan
program atau misi) daripada suatu organisasi atau sejenisnya yang tidak adanya
tekanan atau ketegangan di antara pelaksananya”.
Sedangkan menurut Mahmudi (2005:92)” Efektivitas merupakan
hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi output terhadap
pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan”.
Efektivitas berfokus pada out came (hasil), program atau kegiatan yang dinilai
efektif apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan
atau dikatakan spending wisely.
Gambar 2.3 Hubungan Efektivitas
OUTCAME
Efektivitas =
OUTPUT

Sumber: Mahmudi (2005)

Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka efektivitas adalah


menggambarkan seluruh siklus input, proses dan output yang mengacu pada hasil
guna daripada suatu organisasi. Program atau kegiatan yang menyatakan sejauh
mana tujuan (kualitas, kuantitas dan waktu) telah dicapai, serta ukuran berhasil
tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya dan mencapai target-targetnya. Hal
ini berarti bahwa pengertian efektivitas yang dipentingkan adalah semata-mata
hasil atau tujuan yang dikehendaki.
Menurut Sondang (2008:4)” Efektivitas adalah pemanfaatan sumber
daya, sarana dan prasarana dalam jumlah tertentu yang secara sadar ditetapkan
sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah barang atas jasa kegiatan yang
dilakukannya. Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi tercapai tidaknya
52

sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil kegiatan semakin mendekati sasaran,
berarti semakin tinggi efektivitas nya”.
Sejalan dengan pendapat tersebut, Abdurahmat (2008:7) mengatakan”
Efektivitas adalah pemanfaatan sumber daya, sarana dan prasarana dalam jumlah
tertentu yang secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk menghasilkan sejumlah
pekerjaan tepat pada waktunya”. Dapat disimpulkan bahwa efektivitas berkaitan
dengan terlaksananya semua tugas pokok. Tercapainya tujuan, ketepatan waktu
dan partisipasi aktif dari anggota serta merupakan keterkaitan antara tujuan dan
hasil yang dinyatakan dan menunjukkan derajat sesuaian antara tujuan yang
dinyatakan dengan hasil yang dicapai.

2.1.8. Flowchart
2.1.8.1. Pengertian Flowchart
Flowchart dipergunakan untuk menggambarkan proses kegiatan dalam
suatu organisasi. Flowchart berupa bagan untuk keseluruhan sistem termasuk
kegiatan manual dan aliran atau arus dokumen yang dipergunakan dalam sistem.
Menurut Krismiaji (2015:25) “Flowchart merupakan teknik analitis yang
digunakan untuk menjelaskan aspek-aspek sistem informasi secara jelas, tepat
dan logis”.
Sedangkan menurut Indrayani (2011:22) “Flowchart merupakan
penggambaran secara grafik dari langkah-langkah dan urutan prosedur suatu
program”. Penggambaran flowchart harus menggunakan cara-cara dan ketentuan-
ketentuan yang berlaku secara lazim dalam sistem informasi akuntansi, sehingga
tidak menimbulkan kebebasan yang tidak mempunyai standar dalam
menggambarkan sistem. Dalam sistem informasi akuntansi diperoleh kesepakatan
dari pihak-pihak yang berkompeten untuk digunakannya standar simbol yang
dipakai untuk menggambarkan bagan atau flowchart.
53

Gambar 2.4 Simbol Bagan Alir Dokumen


Dokumen Menggambarkan dokumen asli dan
rangkap. tembusannya.

Berbagai Menggambarkan berbagai jenis


12
A dokumen. dokumen yang digabungkan besarnya
dalam satu paket.
Catatan. Menggambarkan catatan akuntansi yang
digunakan untuk mencatat data yang
direkam sebelumnya di dalam dokumen.
Penghubung Menggambarkan alir dokumen dibuat
pada halaman mengalir dari atas ke bawah dan dari
yang sama. kiri ke kanan. Simbol penghubung yang
memungkinkan aliran dokumen berhenti
di suatu lokasi pada halaman tertentu
dan kembali berjalan pada halaman
yang sama.

Penghubung Untuk menggambarkan bagan alir


pada halaman dokumen suatu sistem diperlukan lebih
yang berbeda. dari satu halaman.
Kegiatan Untuk menggambarkan kegiatan manual
manual. seperti menerima order, mengisi formulir,
membandingkan, dan lain-lain.
Keterangan/ Untuk menambahkan komentar agar pesan
komentar. yang disampaikan lebih jelas.

Arsip Menunjukkan tempat penyimpanan


sementara. dokumen.

Arsip Menunjukkan tempat penyimpanan


permanen. dokumen secara permanen yang tidak
akan diproses lagi.
Online Menggambarkan pemasukan data ke
computer dalam komputer secara online.
process.
Keying, typing. Menggambarkan pemasukan data ke
dalam komputer melalui online terminal.
54

Pita magnetic. Menggambarkan arsip komputer yang


berbentuk pita magnetic.

Online Menggambarkan arsip komputer yang


storage. berbentuk online (di dalam memori
komputer).

Ya Keputusan. Menggambarkan keputusan yang harus


dibuat dalam proses pengolahan data.
Keputusan yang dibuat ditulis dalam
simbol
Tidak

Garis alir. Menggambarkan arah proses pengolahan


data.

Persimpangan Jika dua garis alir persimpangan, untuk


garis alir. menunjukkan arah masing-masing garis,
salah satu garis dibuat melengkung.

Pertemuan Digunakan jika dua garis alir bertemu dan


garis alir. salah satu garis mengikuti garis lainnya.

Mulai/berakhir. Menggambarkan awal dan akhir suatu


sistem akuntansi.

Data pemasok Masuk ke Menggambarkan kegiatan diluar sistem


sistem. masuk ke dalam alir sistem.

Keluar ke Menggambarkan kegiatan (di luar sistem)


sistem lain. keluar dari sistem.

Ke sistem
penjualan

Sumber: Mulyadi (2016)


Berikut adalah contoh flowchart yang terkait dengan sistem perhitungan
persediaan:
Gambar 2.5 Sistem Perhitungan Fisik Persediaan
55

Sumber: Mulyadi (2016)


56

2.2. KAJIAN–KAJIAN SEBELUMNYA (LITERATURE REVIEW)


Penelitian sebelumnya yang dilakukan Amanda dkk (2015), mengenai
persediaan barang dagang pada Grand Hardware Manado yang dipublikasikan
dalam Jurnal Emba menyimpulkan bahwa sistem pengendalian internal atas
persediaan barang dagang di Grand Hardware sudah efektif, dimana adanya
pemisahan diantara fungsi terkait dengan penerimaan dan pengeluaran barang.
Pemantauan terhadap persediaan barang dagangan juga dilakukan secara periodik
oleh bagian logistik melalui kegiatan stock opname. Hanya ada beberapa faktor
penyusun lingkungan pengendalian yang belum dimiliki oleh Grand Hardware
seperti auditor internal yang merupakan faktor penting terciptanya pengendalian
internal yang baik.
Menurut hasil analisis dan evaluasi Manengkey (2014) pada PT.CIPTA
NIAGA SEMESTA dalam Jurnal Emba sistem pengendalian intern dan
penerapan akuntansi persediaan barang dagang pada PT. CIPTA NIAGA
SEMESTA tersebut maka penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut (1)
secara keseluruhan sistem pengendalian intern persediaan barang dagang berjalan
efektif, dimana manajemen perusahaan sudah menerapkan konsep dan prinsip-
prinsip pengendalian intern, (2) metode pencatatan yang dipakai dalam
perusahaan PT.CIPTA NIAGA SEMESTA adalah sistem pencatatan perpetual.
Dengan metode perpetual ini dapat dilakukan antisipasi agar tidak terjadinya
kekurangan dan kelebihan persediaan. Hal ini telah sesuai dengan PSAK 14,
karena perusahaan selalu mencatat setiap adanya transaksi ke dalam akun
transaksi dengan demikian setiap saat dapat diketahui jumlah persediaan. Metode
penilaian yang digunakan adalah FIFO. Sistem FIFO digunakan dimana barang
yang pertama masuk pertama keluar hal ini untuk mengantisipasi terjadinya
keusangan dan dan habisnya masa tanggal kedaluarsa produk yang dapat
menyebabkan kerugian pada pihak perusahaan sehingga menyebabkan laba
menurun, dan metode ini telah sesuai dengan PSAK 14.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan Widiasa dkk (2015), dalam
eJournal S1 Ak Universitas Pendidikan Ganesha Volume 3 No.1 Tahun 2015
mengenai evaluasi pengendalian intern persediaan barang dagang pada UD. Tirta
57

Yasa serta analisis data yang didasarkan pada teori yang relevan terhadap masalah
yang diteliti pada UD Tirta Yasa penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai
berikut (1) struktur organisasi pada UD. Tirta Yasa sudah cukup memadai, akan
tetapi masih banyak bagian-bagian yang kosong dan mengakibatkan perangkapan
jabatan pada karyawan, (2) aktivitas pengendalian yang dilakukan terhadap
pelaksanaan penerimaan dan pengeluaran sediaan barang masih belum memadai,
dikarenakan masih belum adanya pemisahan atau bagian khusus untuk menangani
masalah ini, (3) efektifitas pengelolaan persediaan barang dagang yang dilakukan
oleh UD. Tirta Yasa sudah efektif namun kurang memadai, karena masih
mempuyai kekurangan pada dokumen-dokumen yang seharusnya digunakan
dalam sistem pembelian barang sediaan. Hal ini menambah lemahnya sistem
pengendalian dikarenakan dokumen tersebut seharusnya bisa menjadi alat
pengendalian internal.

2.3. LATAR BELAKANG INSTITUSI


2.3.1. Sejarah Institusi
PT.CIPTA NIAGA SEMESTA adalah perusahaan distributor untuk
segmen retail dan traditional outlet (TO)yang sedang berkembang sidoarjo, saat
ini kami sedang membutuhkan tenaga profesional untuk dapat bergabung bersama
kami. PT.CIPTA NIAGA SEMESTA memulai bisnisnya sejak tahun 1977 dan
mendirikan pabrik pertama dikota tangerang. Selanjutnya perusahaan ini juga
memproduksi beragam produksi seperti biskuit, wafer, coklat, kopi, makanan
kesehatan dan juga kembang gula. Adapun merek yang dipasarkan oleh PT
Mayora indah Tbk diantaranya kopiko, astor, choki-choki, energen, torabika, kiss,
better dan beragam merek ternama lainya.sedangkan sertifikat manajemen yang
berhasil diraih oleh PT.mayora indah tbk diantaranya: Halal, ISO 22000, ISO
9001, GMP, HACCP dan badan POM untuk meningkatkan kepercayaan dan mutu
pada masyarakat serta investor baik dalam dan luar negeri. Perseroan terus
memberikan fokus yang besar dalam pengembangan sumber daya
manusia.penanaman nilai dan budaya mayora merupakan salah satu langkah
58

utama yang dilakukan untuk mendukung perkembangan perseroan melalui


terciptanya soliditas dan loyalitas seluruh pekerja terhadap perseroan.
Penanaman nilai dan budaya mayora ini dilakukan melalui kegiatan
pengembangan mental pekerja.melalui kegiatan kegiatan tersebut seluruh pekerja
mendapatkan kesempatan untuk mendapatkan informasi tentang nilai dan budaya
perusahaan,dan mendapatkan kesempatan untuk ikut memperkaya implementasi
nilai dan budaya perseroan dalam pelaksanaan aktivitas profesional sehari hari.Di
bidang kompetesi, pengembangan kemampuan pekerja tidak hanya untuk
meningkatkan kemampuan tekhnikal yang mendukung peningkatan ketrampilan
profesional,tetapi juga dengan pelatihan pengembangan personal dan
managerial.karena kami meyakini, kemampuan tekhnis harus didukung juga oleh
kemampuan personal dan managerial dari yang bersangkutan.

2.3.2. Struktur Organisasi


Gambar 2.6
STRUKTUR ORGANISANI PT. CIPTA NIAGA SEMESTA

Direktur

Marketing Finance & Pu rchasing Manager IT


Division Accounting Support

Stock &
Sales Gudang Admin istration
Marketing IT Support

Administration IT Supports
Marketing

Sumber: PT.cipta niaga semesta


59

Struktur organisasi PT.CIPTA NIAGA SEMESTA didasarkan pada


fungsi-fungsi yang telah ada. Terdiri dari 4 bagian besar yaitu bagian marketing,
finance, purchasing dan IT support atau teknisi. Wewenang dan tanggung jawab
berjalan dari pimpinan tertinggi sampai karyawan.
Berdasarkan tingkatannya manajemen dapat dibedakan atas 3 tingkatan,
yaitu manajer lini pertama, menegah, dan puncak. Manajer tingkat pertama hanya
membawahi pekerja operasional dan tidak membawahi manajer lainnya. Manajer
menengah bertanggung jawab dalam mengarahkan kegiatan pelaksanaan
kebijakan organisasi menyelarasi tuntutan atasan dengan kecakapan bawahan.
Manajer puncak bertanggung jawab atas keseluruhan manajemen organisasi,
seperti menetapkan kebijakan operasional serta bimbingan organisasi dengan
lingkungannya.
1. Tingkat manajemen puncak.
Manajer puncak yang ada pada PT.CIPTA NIAGA SEMESTA adalah
marketing division, yang bertanggung jawab atas target penjualan. Marketing
division berhubungan dengan beberapa bagian seperti bagian administration
marketing dan bagian stock, serta membawahi para sales marketing.
2. Tingkat manajemen menengah.
Manajemen menengah dalam PT.CIPTA NIAGA SEMESTA ini bertanggung
jawab atas suatu fungsi yang ada di perusahaan seperti fungsi keuangan,
fungsi persediaan dan yang akan diuraikan sebagai berikut:
a. Bagian finance dan accounting, bertanggung jawab atas segala yang
berhubungan dengan keuangan perusahaan dan administrasi keuangan.
Mulai dari bagian kasir, kredit, piutang, utang, penagihan sampai dengan
pembukuan.
b. Bagian purchasing, membawahi bagian stock dan gudang. Bertanggung
jawab atas segala urusan yang berhubungan dengan pembelian,
penerimaan barang dan gudang. Menentukan pemasok yang dipilih dalam
pengadaan barang dan mengeluarkan order pembelian kepada pemasok
yang dipilih.
60

3. Tingkat manajemen lini pertama.


Manajemen lini pertama yang bertanggung jawab atas pekerjaan sub bagian
pada di PT.Penguin Indonesia adalah manajer IT Support, yang membawahi
para teknisi atau IT Support dan admin IT Support.

2.4. KERANGKA PIKIR Gambar 2.7 Kerangka Pikir Penelitian

Persediaan Barang Dagang

Pengendalian Internal

Evaluasi

Hasil

Sumber: penulis

Menurut AICPA (American Institute of Certified Public Accountants)


dalam SAS (Statement on Auditing Standard) No.78 yang terdapat dalam
Singleton (2007:28) menyatakan bahwa “Komponen pengendalian internal terdiri
dari: lingkungan pengendalian, penilaian risiko, informasi dan komunikasi,
pengawasan, aktivitas pengendalian”. Komponen pengendalian intern menurut
AICPA ini merupakan variabel yang akan digunakan oleh penulis untuk meneliti
mengenai sistem pengendalian intern. Selanjutnya, konsep tersebut akan
dikombinasikan dengan persediaan barang dagang pada PT.CIPTA NIAGA
SEMESTA untuk dianalisis yang pada akhirnya dapat diketahui apakah
pengendalian intern pada PT.CIPTA NIAGA SEMESTA sudah cukup efektif atau
belum.
61

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. METODE PENELITIAN


Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dalam penelitian ini
metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif kualitatif yaitu
“serangkaian observasi di mana tiap observasi kemungkinan tidak dapat
dinyatakan dalam angka-angka”, Soeratno dan Arsyad (2008:64). Analisis ini di
dasarkan pada penggambaran yang mendukung Analisa tersebut. Analisis yang
menekankan pada pemahaman mengenai masalah-masalah dalam kehidupan
sosial berdasarkan kondisi realita kompleks dari rinci yang sifatnya menjelaskan
secara uraian dalam bentuk kalimat.
Sanusi (2011:13) definisikan “penelitian deskriptif adalah desain
penelitian yang disusun dalam rangka memberikan gambaran secara sistematis
tentang informasi ilmiah yang berasal dari subjek atau ojek penelitian”.
Karakteristik penelitian deskriptif adalah dilakukan pada kondisi yang alamiah
langsung ke sumber data dan penelitian adalah sumber instrumen kunci, data yang
terkumpul bentuk kata-kata dan gambar, sehinga tidak menekankan pada angka.
Metode kualitatif dinamakan sebagai metode baru, karena popularitas nya belum
lama.
Sugiyono (2009:7) menuliskan “metode kualitatif disebut juga sebagai
metode artistik, Karena proses penelitian bersifat seni (kurang berpola) dan
disebut sebagai metode interpretive karena data hasil penelitian lebih berkenan
dengan interpretasi terhadap data yang ditemukan di lapangan.

3.2. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN


Penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah PT.CIPTA NIAGA
SEMESTA, perusahaan yang bergerak di bidang penjualan tangki air terbesar di
indonesia, mampu menembus pasar bisnis internasional seperti Singapore dan
62

jepang.” Selain tangki air kami juga memproduksi barang lainnya yang
berteknologi cukup mutakhir”. dan menjual kembali kepada pelanggan atau
konsumen. Penelitian ini di lakukan di PT. CIPTA NIAGA SEMESTA yang
berlokasi Jl.Kapuk Kamal Muara IX No.28a Jakarta barat. Penelitian dilakukan
dari bulan juli 2021 sampai dengan bulan september 2021,

3.3. JENIS DATA


Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,
merupakan data penelitian yang diperoleh secara tidak langsung melalui media
perantara (diperoleh dan dicatat oleh orang lain). Data sekunder umumnya berupa
bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip (data
dokumenter) yang dipublikasikan dan tidak dipublikasikan.

3.4. TEKNIK PENGUMPULAN DATA


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
meliputi:
1. Penelitian lapangan
Dilakukan dengan perusahaan yang diteliti untuk mendapatkan informasi
yang berkaitan dengan masalah yang diteliti melalui observasi dan
wawancara:
a. Observasi,” merupakan sebuah teknik pengumpulan data yang
mengharuskan penelitian turun langsung kelapangan mengamati hal-hal
yang berkaitan dengan ruang, tempat, waktu, peristiwa, tujuan dan
perasaan. Teknik observasi ini merupakan cara yang sangat baik untuk
mengawasi perilaku subjek penelitian seperti perilaku dalam lingkungan
atau ruang, waktu dan keadaan tertentu” Mantra (2008:79). Sedangkan
menurut Sulistyo dan Basuki (2010:149) “Observasi dilakukan untuk
mendekatkan penelitian ke orang-orang yang ditelitinya dan ke situasi
atau lingkungan mereka yang sebenarnya. Penelitian dapat masuk ke
lingkungan yang ditelitinya atau yang dikenal dengan observasi
partisipatif “. Dalam penelitian ini observasi dilakukan terhadap aktivitas
63

karyawan PT.Cipta Niaga Semesta yang dianggap terlibat dalam


pencatatan persediaan barang dagang yaitu karyawan bagian gudang,
bagian pembelian dan bagian penjualan
b. Wawancara, pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
kualitatif lebih menekankan pada teknik wawancara. Teknik ini
merupakan teknik yang khas dalam penelitian kualitatif. Sugiyono
(2012:78) menyatakan “bahwa cara tama yang dilakukan pakar
metodologi kualitatif yang memahami persepsi, perasaan dan
pengetahuan orang-orang adalah dengan wawancara mendalam,
sedangkan menurut Meleong (2013:118) “wawancara adalah percakapan
yang dilakukan oleh dua pihak yaitu wawancara (interview) yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interview) yang memberikan
jawaban atas pertanyaan”. Pengumpulan data dilakukan dengan
melakukan wawancara terhadap karyawan bagian gudang, bagian
pembelian, dan bagian penjualan.
2. Riset Perpustakaan
Metode ini penelis akan memperoleh landasan teori dengan cara membaca
dan mempelajari buku-buku, jurnal-jurnal, literatur-literatur yang relevan
dengan masalah yang diteliti.

3.5. TEKNIK ANALISIS DATA


Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode penelitian
deskriptif, sehingga data diolah, dijabarkan dan disusun dengan menggunakan
teknik pengolahan data kualitatif. Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata-
kata atau yang berbentuk pertanyaan-pertanyaan verbal, bukan dalam bentuk
angka. analisis data kualitatif bersifat induktif, dimana suatu analisis berdasarkan
data yang diperoleh kemudian dikembangkan berdasarkan pola tertentu.
Analisis kualitatif dari suatu peristiwa dapat dilihat dari tiga hal, yaitu:
1. Hasil pengamatan, yang berupa uraian tentang situasi, kejadian, interaksi
dan tingkah laku yang diamati di lapangan.
64

2. Hasil pembicaraan, yaitu kutipan langsung dari orang-orang yang


berpengalaman, sikap, keyakinan dan pemikiran mereka dalam
kesempatan wawancara.
3. Bahan tertulis atau dokumen.
65

BAB IV
HASIL TEMUAN, PEMBAHASAN DAN ANALISIS

4.1. HASIL TEMUAN


PT. CIPTA NIAGA SEMESTA merupakan kelompok bisnis yang
memproduksi makanan terkemuka di indonesia. PT. CIPTA NIAGA SEMESTA
telah berkembang menjadi salah satu perusahaan fast moving consumer goods
industry yang telah menghasilkan berbagai produk berkualitas yang saat ini
menjadi merk-merk terkenla didunia seperti kopiko, danisa, astor, energen,
torabika, dan lain-lain PT. CIPTA NIAGA SEMESTA.

4.2. PEMBAHASAN
4.2.1. Unsur-unsur Pengendalian Internal Atas Persediaan Barang Dagang
4.2.1.1. Lingkungan Pengendalian Internal Atas Persediaan Barang Dagang
Pengendalian internal PT.CIPTA NIAGA SEMESTA. terhadap
persediaan barang dagangan dapat dijelaskan berdasarkan beberapa faktor yang
menyusun lingkungan pengawasan di bawah ini:
1. Falsafah dan gaya manajemen operasi.
Falsafah manajemen merupakan aktivitas yang memberikan parameter bagi
perusahaan dan karyawan tentang pentingnya pengendalian. Falsafah
manajemen pada PT. CIPTA NIAGA SEMESTA dikendalikan dengan
adanya suatu keyakinan oleh manajemen puncak untuk menciptakan
hubungan bisnis yang baik. Dalam hal ini karyawan ditekankan untuk
bertindak dan bersikap jujur kepada customer, supplier dan semua pihak
yang berkaitan dengan perusahaan. Hal ini sangat penting karena PT. CIPTA
NIAGA SEMESTA merupakan perusahaan yang pendapatan utamanya
berasal dari penjualan produk-produk atau barang dagangannya. Kepuasan
pelayanan kepada para customer juga perlu diperhatikan. Pimpinan
perusahaan PT. CIPTA NIAGA SEMESTA secara tegas menyampaikan
bahwa apabila ada need and want dari customer terhadap produk-produk
yang ditawarkannya, maka perusahaan akan secepat mungkin melayani
66

mereka agar tidak terjadi penggantian oleh produk-produk dari perusahaan


lain. Pengiriman produk yang dipesan oleh customer lokal akan secepat
mungkin dilakukan pada hari itu juga, sedangkan untuk customer di luar kota
akan diusahakan melalui sistem pengiriman yang tercepat dan terbaik.
Gaya operasi yang diterapkan PT. CIPTA NIAGA SEMESTA
adalah desentralisasi, dimana adanya pendelegasian wewenang terhadap level
dibawah pimpinan. Selain itu, untuk masalah produk adanya sistem
pemberian potongan harga. Potongan harga yang diberikan disesuaikan
dengan jumlah pembelian pelanggan dan potongan harga tersebut merupakan
keputusan dari pimpinan. Selain itu, memberikan pelayanan terbaik kepada
semua pelanggan baik pelanggan lama dan pelanggan tetap atau pelanggan
baru. Kepuasan pelanggan merupakan kesuksesan bagi perusahaan. Setiap
manajer divisi bertanggung jawab terhadap setiap masalah yang terjadi pada
divisi nya. Mencari solusi terbaik akan masalah tersebut dan membuat
keputusan berdasarkan kesepakatan bersama.
2. Struktur organisasi.
Struktur organisasi pada PT. CIPTA NIAGA SEMESTA ini berbentuk lini.
Organisasi lini yaitu adanya bentuk organisasi dimana hubungan antara
atasan dan bawahan dilakukan secara langsung. Struktur organisasi disusun
secara fungsional, yang terdiri dari fungsi pemasaran, fungsi pembelian dan
penyimpanan, serta fungsi supporting (pelayanan kepada konsumen).
Penyusunan struktur organisasi berdasarkan fungsi ini sesuai untuk
perusahaan seperti PT. CIPTA NIAGA SEMESTA karena akan terlihat
dengan jelas pembagian tugas dan wewenang dari setiap fungsional yang ada
di perusahaan, sehingga pengendalian dapat dilakukan dengan lebih baik lagi.
3. Penerapan wewenang dan tanggung jawab.
Penetapan wewenang dan tanggung jawab merupakan pengembangan dari
struktur organisasi, yang secara garis besar diwujudkan dalam bentuk
pemisahan fungsi. Pemisahan fungsi pada PT. CIPTA NIAGA SEMESTA
juga telah diadakan, yaitu fungsi pemasaran, fungsi pembelian dan
penyimpanan, serta fungsi supporting (pelayanan kepada konsumen). Adanya
67

pemisahan fungsi tersebut maka manajemen pada tingkat yang lebih tinggi
dapat menilai bagian-bagian yang dipimpinnya, apakah setiap karyawan telah
melakukannya dengan baik sesuai dengan fungsinya. Selain pemisahan
fungsi, PT. CIPTA NIAGA SEMESTA juga telah menerapkan pendelegasian
wewenang sesuai dengan struktur organisasi perusahaan. Pendelegasian
dilakukan dengan memperhatikan kemampuan terbaik dari setiap karyawan.
Setiap karyawan memiliki tugas dan tanggung jawabnya masing-masing
untuk mencapai tujuan perusahaan.
4. Praktik dan kebijakan karyawan.
PT.CIPTA NIAGA SEMESTA. merekrut karyawannya sesuai dengan bidang
yang dibutuhkan dan telah berpengalaman minimal satu tahun dalam
bidangnya. Bagi karyawan yang belum berpengalaman atau fresh graduate,
yang harus diperhatikan adalah latar belakang pendidikannya. Setiap
karyawan baru harus melewati tahap masa pelatihan atau percobaan selama
tiga bulan. Apabila karyawan tersebut berhasil menjalankan masa percobaan,
karyawan yang bersangkutan akan menjadi pegawai tetap. Tetapi, bagi
karyawan yang melanggar peraturan yang berlaku dalam perusahaan selama
masa percobaan, perusahaan akan langsung bertindak dengan memberikan
peringatan. Jika di kemudian hari karyawan tersebut kembali melakukan
pelanggaran, maka perusahaan akan langsung mengeluarkan karyawan
tersebut. Hal ini mencegah terjadinya pelanggaran yang sama di kemudian
hari dan menghindari agar karyawan lain tidak terpengaruh untuk melakukan
tindakan yang sama, serta menunjukkan kepada seluruh karyawan bahwa
peraturan yang berlaku dalam perusahaan benar-benar dilaksanakan, bukan
hanya sekadar peraturan belaka.

4.2.1.2. Penaksiran Resiko Persediaan Barang Dagang


Risiko yang sering terjadi pada PT. CIPTA NIAGA SEMESTA adalah
keterlambatan akan pengiriman barang dari supplier. Barang dagang tiba di
Indonesia seringkali tidak sesuai dengan waktu yang telah diperkirakan. Hal ini
disebabkan karena keterlambatan dari pihak ekspedisi dan atau terhambat di
68

bagian Bea Cukai. Menghadapi keadaan ini, untuk menghindari kekecewaan dari
pihak pelanggan akan kebutuhan produk tersebut serta kerugian yang besar,
PT.CIPTA NIAGA SEMESTA akan mengambil langkah sebagai berikut:
1. Meminta kepada marketing division untuk menginformasikan tipe produk apa
yang paling banyak diminati dan dibutuhkan pelanggan.
2. Menawarkan tipe produk yang fungsi dan spesifikasi nya hampir sama.
3. Membuat waiting list disesuaikan dengan waktu yang diperkirakan.

Hal ini dilakukan dengan tujuan agar pelanggan tidak kecewa dan biasanya terjadi
pada pelanggan yang baru.
Selain itu, kejadian yang sering terjadi dari pihak eksternal adalah:
1. Retur barang, hal ini terjadi dikarenakan pelanggan salah order, produk yang
dipesan tidak sesuai dengan kebutuhan, dan atau salah komunikasi antara
sales marketing dengan pelanggan. Mengantisipasi hal ini, perusahaan
terlebih dahulu melakukan survey dan demo presentasi mengenai produk
untuk memastikan tipe produk apa yang sesuai dengan kebutuhan pelanggan.
Namun seringkali yang melakukan penukaran barang adalah para pelanggan
yang sudah sering melakukan order atau repeat order dengan alasan salah
pesan atau unit produk sebelumnya masih bisa diperbaiki, tidak perlu
mengganti dengan yang baru. Jika demikian, maka tindakan yang diambil
oleh perusahaan adalah meminta pelanggan untuk membuat berita acara yang
menyatakan bahwa penukaran tidak akan dilakukan lagi terkecuali barang
rusak atau cacat.
2. Pelanggan membatalkan pemesanan barang, hal ini dikarenakan pelanggan
masih bingung menentukan produk mana yang akan digunakan. Kemudian,
lokasi yang ingin dipasangkan produk belum siap atau selesai, dana belum
memadai, bahkan ada pelanggan yang secara tiba-tiba membatalkan
pembelian dengan alasan yang kurang tepat. Tindakan yang diambil untuk
menghindari hal ini adalah sales marketing harus menunda permintaan
pengeluaran barang dari gudang sampai pelanggan tersebut benar-benar jadi
membeli barang dan telah melakukan down payment sesuai perjanjian. Hal
69

ini menghindari terjadinya selisih jumlah stock barang di gudang. Namun


apabila bagian marketing telah melakukan permintaan barang kepada bagian
gudang, bagian marketing wajib melaporkan dan mengembalikan barang
tersebut kepada pihak gudang dengan mencatat kejadian tersebut pada buku
persediaan dan memberikan alasan mengembalikan barang.

.2.1.3. Aktivitas Pengendalian


Aktivitas pengendalian di PT.CIPTA NIAGA SEMESTA. adalah
meliputi adanya kebijakan dan prosedur yang dijalankan dalam perusahaan yang
dapat menjamin bahwa sistem tersebut telah berjalan dengan efektif. Aktivitas
pengendalian yang dilaksanakan terdiri dari:
1. Pemisahan tugas.
Struktur organisasi merupakan rangkaian pembagian tugas kegiatan pokok
perusahaan, tujuan pemisahan fungsi ini untuk mencegah kesalahan dan agar
dapat melakukan deteksi segera atas kesalahan dan ketidakberesan dalam
pelaksanaan tugas yang diberikan kepada seseorang. PT. CIPTA NIAGA
SEMESTA adalah menerapkan fungsi tersebut sesuai dengan jabatan
masing-masing karyawan. Namun untuk pembelian barang dagang pokok
masih dipegang oleh pimpinan yang merangkap sebagai general manager.
2. Otorisasi yang pantas atas transaksi.
Penentuan fungsi yang memberikan otorisasi telah diterapkan dalam
PT.CIPTA NIAGA SEMESTA Setiap dokumen yang telah di otorisasi
merupakan pedoman bahwa dokumen yang ada adalah sah. Otorisasi atas
transaksi tersebut adalah sebagai berikut:
a. Permintaan pengeluaran atas barang dagang harus mengetahui atau di
otorisasi oleh kepala gudang. Tanpa persetujuan dan sepengetahuan
kelapa gudang, barang dagang tidak dapat dikeluarkan dari gudang oleh
admin gudang.
b. Permintaan atau pemesanan akan barang pelengkap harus mengisi
formulir pembelian dan harus ada tanda tangan general manager. Tanpa
70

adanya tanda tangan general manager maka pemesanan barang tidak


akan dilaksanakan oleh pihak pembelian.
c. Pengeluaran kas kecil harus dengan persetujuan manajer keuangan dan
melampirkan formulir pengeluaran.
d. Penerimaan barang dagang dan barang pelengkap harus diketahui pihak
keuangan, setelah itu admin gudang dengan didampingi kepala gudang
menyimpan persediaan barang dagang tersebut ke dalam gudang.
3. Dokumen dan catatan yang memadai.
Formulir yang didesain dengan baik akan berfungsi sebagai informasi dan
dapat meningkatkan pengendalian internal. Formulir perlu didesain dengan
baik agar dapat memenuhi fungsi tersebut. Penggunaan komputer telah
mengubah sebagian dokumen dan catatan ke dalam bentuk data di komputer.
Pengelolaan yang komputerisasi menyediakan data yang dapat diandalkan
untuk pengambilan keputusan. Kelengkapan pos-pos di dalam suatu
dokumen menentukan apakah dokumen tersebut telah memadai, misalnya
dalam permintaan pengeluaran barang terdapat kolom tanggal permintaan,
kode barang, jenis barang, jumlah barang, serial/part number, nama
pelanggan dan nomor purchase order.

4. Pengendalian fisik atas aktiva dan catatan.


Pengendalian fisik atas aktiva dan catatan merupakan faktor penting dalam
pengelolaan persediaan barang dagang. Pengawasan fisik atas aktiva
dilakukan oleh kepala gudang pada saat penerimaan dan penyimpanan
barang. Stock opname dilakukan setiap sebulan sekali untuk menyesuaikan
data persediaan fisik digudang dengan data persediaan yang ada dalam sistem
komputer. Jika ditemukan barang dagang yang hilang atau terjadi selisih
karena adanya permintaan tetapi belum ada konfirmasi, maka akan bisa
segera dicari keberadaan barang tersebut. Pengendalian yang berkenaan
dengan perlindungan peralatan, program dan berkas data yaitu pengendalian
fisik, pengendalian akses dan prosedur cadang serta pemulihan. Perlindungan
fisik dilakukan dengan memisahkan ruang komputer di bagian tersendiri
71

yang terpisah dari bagian-bagian lainnya. Ruang komputer dilengkapi dengan


AC, alat pemadam kebakaran, UPS (Uniteruplible Power System) sebagai
sumber listrik cadangan apabila aliran listrik tiba-tiba terputus dan hanya
mengizinkan karyawan tertentu yang bisa masuk dan menggunakan
komputer. Pengendalian akses dibatasi oleh penggunaan ID karyawan dan
password yang menunjukkan tingkat kemampuan akses tertentu sesuai
dengan jabatannya.

4.2.1.4. Informasi dan Komunikasi


Informasi dan komunikasi yang ada pada PT. CIPTA NIAGA
SEMESTA berlangsung dengan baik dan lancar. Setiap divisi yang saling
berkaitan menyampaikan informasi secara terperinci agar tidak terjadi miss
komunikasi. Misalnya antara marketing dengan bagian pengiriman. Bagian
marketing harus menginformasikan dengan detail tentang pengiriman barangnya
mulai dari ditujukan untuk siapa, cara pembayaran dan yang paling penting adalah
alamat pengiriman serta kontak pelanggan. Informasi ini dibutuhkan untuk
mempermudah dan memperlancar kerja para kurir. Informasi dan komunikasi
antara atasan dengan bawahan juga terjaga dengan baik. Setiap permasalahan
yang dialami oleh divisi, disampaikan kepada atasan dan dievaluasi untuk
mencari penyebab dan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi. Penyampaian
informasi yang jelas dan komunikasi yang lancar sangat berpengaruh akan sebuah
laporan perusahaan.

4.2.1.5. Pemantauan
Pemantauan terhadap jumlah persediaan barang dagang secara langsung
dilakukan oleh bagian kepala gudang. Sedangkan pemantauan aktivitas kerja
lapangan biasanya dipertanggung jawabkan oleh manajer masing-masing bagian.
Biasanya masalah yang ditemui di lapangan diketahui melalui keluhan atau
laporan dari pelanggan. Jika keluhan masalahnya terletak pada pihak PT. CIPTA
NIAGA SEMESTA seperti salah pemasangan kabel jaringan, printer kasir tidak
dapat mengeluarkan kertas hasil (print out), komputer belum bisa digunakan
72

dengan maksimal atau mesin mati total, maka perusahaan akan mengirimkan
kembali support/teknisi untuk mengecek masalah yang terjadi dan
menyelesaikannya tanpa dikenai biaya. Namun apabila keluhan masalahnya
terletak pada pelanggan, perusahaan akan tetap mengirimkan support untuk
membantu menyelesaikan masalahnya dengan dikenakan biaya (kecuali masih
dalam masa garansi pembelian).
Apabila terjadi kehilangan barang dagang, maka akan segera diusut
sampai tuntas. Bagi orang yang menghilangkan barang tersebut wajib
bertanggung jawab baik hilang dengan disengaja atau tidak disengaja. Ganti rugi
sebagai pertanggung jawaban ini biasanya disesuaikan dengan ketentuan dan
kebijakan dari perusahaan, apakah dibebankan seluruhnya kepada pihak yang
bertanggung jawab atau hanya dibebankan 50% atau sebagian saja. Pemantauan
yang dilakukan oleh PT.CIPTA NIAGA SEMESTA sehubungan dengan
pelaksanaan transaksi penerimaan dan pengeluaran barang adalah dengan
memantau dan memeriksa secara rutin pelaksanaan kerja dan fungsi-fungsi yang
terkait, apakah telah sesuai dengan metode dan prosedur. Pemantauan atas
persediaan barang dagangan secara khusus meliputi penilaian dan penganalisisan
laporan stock opname setiap sebulan sekali untuk disesuaikan dengan
perkembangan permintaan pelanggan.
73

4.2.2. Prosedur Pengendalian Internal Atas Persediaan Barang Dagang


4.2.2.1. Prosedur Pembelian dan Penerimaan Barang

Gambar 4.1
Prosedur Pembelian dan Penerimaan Barang
PT. CIPTA NIAGA SEMESTA

Dari gambar di atas, prosedur pembelian kemudian penerimaan atau pemasukan


barang (in) dari supplier ke gudang PT. CIPTA NIAGA SEMESTA adalah:
1. Barang yang datang dilengkapi dengan nota pembelian rangkap tiga, (1)
untuk bagian finance, (2) bagian akunting dan (3) bagian pembelian.
2. Pihak gudang memeriksa barang yang masuk berdasarkan surat jalan dari
supplier untuk kemudian membuat bukti penerimaan barang rangkap satu.
3. Pihak gudang boleh memasukkan barang ke dalam gudang dan mengaturnya
sesuai jenisnya.
74

4. Jika jumlah barang tidak sesuai, maka pihak gudang melakukan pencatatan
manual untuk jumlah barang yang kurang atau tidak sesuai.
Pihak gudang harus melaporkan persediaan barang dagang yang masuk
dari supplier ke bagian purchasing untuk memasukkan stock barang ke dalam
komputer.

4.2.2.2. Prosedur Pengeluaran Barang Gambar


Gambar 4.2
Prosedur Pengeluaran Barang PT.CIPTA NIAGA SEMESTA

Dari gambar di atas, prosedur pengeluaran barang (out) dari gudang PT. CIPTA
NIAGA SEMESTA ke pelanggan adalah:
1. Ketika pihak penjualan mendapatkan purchase order, sales admin melakukan
Analisa PO untuk kemudian mengisi formulir permintaan barang dan
memberikannya kepada pihak gudang.
2. Pihak gudang memeriksa ketersediaan stock, bila mencukupi maka pihak
gudang membuat nota bayangan dan memberikannya kepada pihak
75

administrasi keuangan. Namun apabila stock tidak mencukupi, maka


pengeluaran barang ditunda sampai stock yang dimaksudkan tersedia.
3. Pihak administrasi keuangan membuat faktur penjualan/invoice dan delivery
order berdasarkan nota bayangan dari gudang.
4. Faktur penjualan/invoice dan delivery order yang telah dibuat tadi boleh
diambil oleh bagian pengiriman sebagai bukti atau surat jalan mengantarkan
barang kepada pelanggan.

4.2.2.3. Prosedur Penjualan Tunai


4.3. Gambar
Prosedur Penjualan Tunai PT.CIPTA NIAGA SEMESTA

Sumber: PT. Cipta Niaga Semesta


76

Dari bagan di atas, prosedur penjualan tunai atas persediaan barang dagang pada
PT. CIPTA NIAGA SEMESTA adalah:
1. Pelanggan memesan barang melalui telepon, email, fax atau datang langsung
ke kantor. Setelah mendapatkan purchase order, sales marketing atau sales
admin akan membuat bukti pembelian dalam rangkap 3, yaitu:
a. Lembar ke-1 diberikan ke pelanggan untuk pembayaran di kasir dengan
memberi tanda lunas.
b. Lembar ke-2 untuk diberikan kepada bagian finance agar dibuatkan
invoice dan surat jalan.
c. Lembar ke-3 untuk di arsip bagian penjualan.
2. Selanjutnya finance akan membuat surat jalan sebanyak 5 lembar, yaitu:
a. Lembar ke-1 untuk arsip bagian penjualan.
b. Lembar ke-2 untuk diberikan kepada pelanggan.
c. Lembar ke-3 untuk gudang sebagai dasar mengeluarkan barang.
d. Lembar ke-4 untuk bagian pengiriman.
e. Lembar ke-5 untuk arsip finance.
Jika berdasarkan surat jalan tersebut bagian gudang dapat memenuhinya,
maka barang dipersiapkan untuk diserahkan kepada pelanggan.
3. Sesuai dengan surat jalan, finance akan membuat invoice sebanyak 3 lembar,
yaitu:
a. Lembar ke-1 diberikan kepada pelanggan.
b. Lembar ke-2 untuk akunting.
c. Lembar ke-3 untuk di arsip.
4. Bagian pengiriman menerima barang yang telah dikeluarkan dari gudang
beserta surat jalan dan invoice untuk pelanggan dan dikirimkan ke alamat
tujuan atau diserahkan ke pelanggan.
5. Finance atau kasir akan menyetor uang setiap hari dari hasil penjualan secara
tunai ke Bank, yaitu dengan membuat bukti setoran sebanyak 3 lembar, yaitu:
a. Lembar ke-1 diserahkan kepada bank.
b. Lembar ke-2 untuk akunting.
c. Lembar ke-3 untuk disimpan sebagai arsip.
77

4.2.2.4 Prosedur Penjualan Kredit Gambar


Gambar 4.4

Prosedur Penjualan Kredit PT.CIPTA NIAGA SEMESTA


Dari bagan di atas, prosedur penjualan kredit atas persediaan barang dagang pada
PT.CIPTA NIAGA SEMESTA adalah:
1. Penjualan kredit dilakukan dengan prosedur pemesanan melalui sales
marketing ataupun sales admin, melalui telepon, email dan fax. Jika pesanan
telah diterima, maka sales marketing atau sales admin akan membuat bukti
pembelian rangkap 3, yaitu:
a. Lembar ke-1 diberikan ke bagian finance untuk persiapan kredit.
b. Lembar ke-2 untuk pelanggan.
c. Lembar ke-3 untuk arsip.
78

2. Apabila pesanan penjualan disetujui oleh manager marketing, maka sales


admin akan menanyakan bagian gudang apakah barang yang tersedia di
gudang cukup untuk memenuhi pesanan.
3. Marketing division dalam menentukan diterima tidaknya pesanan barang
untuk penjualan kredit dapat melihat yang tercatat dalam catatan piutang
pelanggan.
4. Setelah disetujuinya permintaan barang secara kredit, maka finance akan
membuat surat jalan sebanyak 5 lembar, yaitu:
a. Lembar ke-1 untuk arsip bagian penjualan.
b. Lembar ke-2 untuk diberikan kepada pelanggan.
c. Lembar ke-3 untuk gudang sebagai dasar mengeluarkan barang.
d. Lembar ke-4 untuk bagian pengiriman.
e. Lembar ke-5 untuk arsip finance.
5. Berdasarkan surat jalan yang diterima, bagian gudang akan mengeluarkan
jenis dan jumlah barang tersebut. Kemudian barang dikirim ke pelanggan
oleh bagian pengiriman.
6. Sesudah barang dikirim, piutang akan ditagih oleh bagian penagihan sesuai
payment terms yang sudah disepakati sebelumnya. Bukti penagihan (invoice
dengan jumlah harga barang yang sudah dikirim) dibuat sebanyak 3 lembar,
yaitu: a. Lembar ke-1 diberikan pada pelanggan.
b. Lembar ke-2 untuk akunting.
c. Lembar ke-3 untuk di arsip.
79

4.2.2.5. Perhitungan Fisik Persediaan Barang Dagang


Gambar 4.5
Prosedur Perhitungan Fisik Persediaan Barang Dagang PT.Cipta Niaga
Semesta
Bagian Purchasing Bagian Gudang

Start 2

Form laporan persediaan


Memberikan form
laporan persediaan

Melakukan
Form laporan persediaan perhitungan fisik
persediaan

2 Form laporan hasil


perhitungan fisik persediaan

Form laporan hasil


perhitungan fisik persediaan

Arsip/administrasi

Membuat
rekapitulasi nilai
persediaan
Finish

Hasil rekapitulasi nilai


persediaan

Finish
Direktur

Sumber: PT.CIPTA NIAGA SEMESTA


80

1. Bagian purchasing memberikan formulir laporan persediaan. Formulir ini


adalah dokumen yang digunakan untuk melakukan perhitungan fisik
persediaan barang dagang pada PT.CIPTA NIAGA SEMESTA.
Formulir ini dibuat rangkap 2:
a. Lembar pertama untuk bagian gudang.
b. Lembar kedua untuk bagian purchasing.
2. Setelah menerima formulir laporan persediaan, staff dan kepala gudang
melakukan perhitungan fisik persediaan. Jika perhitungan fisik sudah selesai,
formulir tersebut ditandatangani oleh kepala gudang.
a. Lembar pertama yang sudah ditandatangani disimpan untuk arsip bagian
gudang.
b. Lembar kedua diberikan kepada bagian purchasing.
3. Bagian purchasing melakukan rekapitulasi nilai persediaan berdasarkan
laporan hasil perhitungan fisik persediaan yang diberikan oleh kepala gudang.
Kemudian menyerahkan laporan rekapitulasi nya kepada direktur.

4.3. ANALISIS
4.3.1. Unsur-unsur Pengendalian Internal Atas Persediaan Barang Dagang
4.3.1.1.Lingkungan Pengendalian Internal Atas Persediaan Barang Dagang
Manajemen PT. CIPTA NIAGA SEMESTA menganggap bahwa
lingkungan pengendalian atas persediaan barang dagang itu penting. Lingkungan
pengendalian persediaan barang dagang pada PT.Penguin Indonesia akan
dianalisis dan dievaluasi berdasarkan faktor-faktor yang menyusun lingkungan
pengendalian dari perusahaan, yaitu:
1. Falsafah dan gaya manajemen operasi.
Falsafah manajemen yang diterapkan PT. CIPTA NIAGA SEMESTA dalam
melaksanakan transaksi penjualan barang dagang sangat mendukung dalam
menciptakan lingkungan pengendalian yang memadai, hal ini dapat dilihat
dengan adanya keseriusan manajemen perusahaan dalam mengutamakan
kepuasan konsumen dengan adanya semboyan one day service. Kondisi ini
sangat penting karena PT..CIPTA NIAGA SEMESTA merupakan
81

perusahaan yang sedang berkembang, sehingga harus menciptakan hubungan


bisnis yang baik dengan para pelanggannya.
Gaya operasi manajemen menekankan pentingnya laporan-laporan yang
menunjukkan informasi yang benar/wajar tentang transaksi yang
berhubungan dengan persediaan barang dagang, baik laporan penjualan,
laporan penerimaan barang, laporan stock opname dan laporan lainnya.
Laporan-laporan tersebut dihasilkan melalui prosedur-prosedur yang telah
ditetapkan serta sudah didukung oleh bukti-bukti kompeten yang cukup,
sehingga terciptanya lingkungan pengendalian yang baik.
2. Struktur organisasi.
Struktur organisasi perusahaan ini telah dirancang dan disusun dengan baik,
yaitu secara fungsional yang terdiri dari fungsi pemasaran, fungsi pembelian
dan penyimpanan, serta fungsi supporting (pelayanan kepada konsumen).
Hasil pengamanatan penulis, penulis menemukan kelemahan-kelemahan
dalam pengendalian karena belum mencerminkan adanya pemisahan fungsi
operasi, fungsi pencatatan dan fungsi penyimpanan yang seharusnya, antara
lain:
a. Kasir, yang memegang fungsi penerimaan kas juga berfungsi sebagai
pencatatan dan fungsi penyimpanan kas. Selain itu kasir juga berfungsi
sebagai pemegang petty cash untuk biaya-biaya kecil yang timbul dalam
perusahaan.
b. Perusahaan belum mempunyai fungsi khusus yang menangani tanggung
jawab terhadap seluruh Pemrosesan Data Elektronik (PDE). Fungsi PDE
dimasukkan dalam fungsi keuangan dan administrasi, tetapi sebaiknya
dilakukan pemisahan fungsi antara fungsi perancang/penyusun sistem dan
program, fungsi operasi pengolahan data dan fungsi penyimpanan
dokumen/data sistem perusahaan.
3. Penerapan wewenang dan tanggung jawab.
Penerapan wewenang dan tanggung jawab dalam pengendalian persediaan
sudah cukup baik dilakukan oleh PT.CIPTA NIAGA SEMESTA.. Kondisi
ini dapat dilihat dengan adanya pemisahan fungsi dan pendelegasian
82

wewenang kepada setiap anggota perusahaan sesuai dengan kemampuan dan


keterampilan yang dimilikinya.
4. Praktek dan kebijakan karyawan.
Kebijakan prosedur staff dan kepegawaian dalam perusahaan ini ditetapkan
cukup baik, hal ini memegang peranan cukup penting bagi jalannya
pengawasan karena karyawan merupakan komponen yang penting dalam
pelaksanaan pengendalian internal perusahaan. Perusahaan telah menerapkan
kebijakan perekrutan, pelatihan/percobaan dan memberi penghargaan sesuai
dengan tanggung jawab setiap karyawan yang berprestasi. Kondisi seperti ini
sudah baik untuk membina kualitas karyawan yang jujur, rajin, terampil dan
memiliki loyalitas terhadap perusahaan.

4.3.1.2. Penaksiran Risiko Persediaan Barang Dagang


Penaksiran risiko yang dilakukan oleh manajemen agar penyajian
informasi persediaan barang dagang adalah wajar dan tepat waktu sudah cukup
baik. Manajemen telah mengenali dan mempelajari risiko-risiko yang ada, serta
membentuk aktivitas-aktivitas pengendalian yang diperlukan untuk menghadapi
hal tersebut. Penentuan risiko persediaan barang dagang yang ada pada PT.
CIPTA NIAGA SEMESTA dilakukan atas pertimbangan fitur dan spesifikasi
produk yang sudah tidak diminati, sehingga mengakibatkan berkurangnya
penjualan dan menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Untuk mengatasi hal
tersebut, perusahaan mengadakan stok opname yang memeriksa dan
memperbaharui produk-produk mana saja yang masih diminati dan yang sudah
berkurang peminatnya. Menurut penulis, manajemen cukup tanggap terhadap
risiko-risiko yang telah ditentukan dan perubahan-perubahan yang harus
dilakukan untuk bisa bersaing di era globalisasi ini, baik dari segi teknologi dan
sistem informasi yang harus diikuti.
83

4.3.1.3. Aktivitas Pengendalian


Aktivitas pengendalian pada PT. CIPTA NIAGA SEMESTA dibagi atas:
1. Pemisahan tugas.
PT. CIPTA NIAGA SEMESTA telah mengadakan pemisahan tugas yang
cukup baik pada setiap transaksi atau kegiatan yang berkaitan dengan
persediaan barang dagang. Satu diantaranya adalah pada kegiatan
perhitungan fisik persediaan barang dagang, dilihat bahwa ada pembagian
tugas yang jelas, yakni:
a. Melaporkan jumlah persediaan barang dagang di gudang oleh staff
gudang.
b. Menghitung fisik persediaan yang dilakukan oleh kepala gudang, kepala
bagian keuangan dan administrasi.
c. Membuat laporan fisik oleh bagian purchasing dan dimasukkan ke dalam
komputer penyimpanan.

2. Otorisasi yang pantas atas transaksi.


Otorisasi atas transaksi dan aktivitas dilakukan dengan adanya tanda tangan
oleh pihak yang berwenang pada dokumen untuk transaksi tersebut, misalnya
laporan penerimaan dan pengeluaran barang di otorisasi oleh kepala gudang.
Menurut penulis, pemberian otorisasi atas transaksi dan aktivitas ini sudah
cukup memadai dalam melaksanakan pengendalian internal persediaan
barang dagang.
3. Dokumen dan catatan yang memadai.
PT. CIPTA NIAGA SEMESTA telah membuat dokumen-dokumen dan
catatan-catatan yang bertujuan untuk pengawasan persediaan, namun
dokumen-dokumen tersebut tidak mempunyai nomor urut tercetak. Menurut
penulis, tidak adanya nomor urut tercetak ini akan melemahkan pengendalian
internal pada perusahaan karena hal ini dapat menyebabkan karyawan kurang
berhati-hati atau kurang bertanggung jawab dalam penggunaan formulir dan
bukti transaksi lainnya lebih dari satu kali.
84

4. Pengendalian atas aktiva dan catatan.


Perlindungan fisik atas aktiva/persediaan barang dagang pada perusahaan ini
sudah cukup memadai, yakni dengan tersedianya gudang sebagai tempat
penyimpanan dan dilengkapi dengan tabung gas untuk menanggulangi
bahaya kebakaran, serta dikunci oleh pegawai penyimpanan yang berwenang
setelah jam kerja selesai atau tidak ada lagi aktivitas yang dilakukan di
gudang. Perlindungan fisik terhadap dokumen dan catatan juga telah
memadai, yaitu dengan tersedianya binder map sebagai tempat penyimpanan
masing-masing dokumen, serta membuat kembali dan tetap menyimpan
catatan yang rusak baik dalam komputer maupun catatan manual. Selain itu,
perusahaan juga telah melakukan pengawasan fisik terhadap komputer, yaitu
dengan memilih jaringan komputer. Menurut penulis, kebijakan perusahaan
dalam mewujudkan pengawasan dan perlindungan fisik terhadap persediaan
dan catatan, serta aktiva perusahaan sudah cukup memadai dalam
mewujudkan pengendalian internal yang baik dan efektif.

4.3.1.4. Informasi dan Komunikasi


Sistem informasi dan komunikasi yang dilakukan oleh PT. CIPTA
NIAGA SEMESTA udah cukup baik, hal ini dapat dilihat dari penyusunan
prosedur yang cukup jelas di dalam perusahaan, termasuk dalam prosedur
pengawasan persediaan barang dagang yang melibatkan beberapa fungsi terkait,
dokumen dan catatan yang diperlukan serta laporan yang dihasilkan dan
pencatatan ke dalam catatan akuntansi harus didasarkan atas laporan sumber yang
di lampir dengan dokumen pendukung yang lengkap yang telah di otorisasi oleh
pihak berwenang.

4.3.1.5. Pemantauan
Pemantauan dilakukan agar dapat membantu manajemen untuk
mengetahui efektif atau tidaknya pelaksanaan unsur-unsur pengendalian yang
lain. PT.CIPTA NIAGA SEMESTA melakukan pemantauan persediaan barang
dagang dengan melakukan stock opname setiap bulannya untuk disesuaikan
85

dengan perkembangan permintaan pelanggan, serta memperhatikan kritik saran


dari pelanggan. Evaluasi agar penyimpangan yang dilakukan mendapatkan
tanggapan yang baik dan mencerminkan adanya kesadaran tentang pentingnya
pengendalian yang tertanam dalam manajemen. Secara tertulis, aktivitas
pemantauan yang dilakukan sudah cukup baik dalam mendukung terciptanya
pengendalian internal yang efektif dalam perusahaan.

4.3.1.6. Pengaruh Pengendalian Internal pada Persediaan Barang Dagang


Pengendalian internal berpengaruh pada persediaan barang dagang di
PT. CIPTA NIAGA SEMESTA Hal ini dapat terlihat pada pembagian tugas yang
jelas pada masing-masing bagian. Proses masuk dan keluarnya barang dagang
pada PT. CIPTA NIAGA SEMESTA. juga harus melalui prosedur-prosedur yang
telah ditentukan, sehingga jumlah persediaan barang dagang sesuai dengan
perhitungan dan persediaan barang dagang juga dalam kondisi baik.

4.3.1.7. Kelemahan-kelemahan Aktivitas Pengendalian Internal Atas


Persediaan Barang Dagang
Berdasarkan Analisa pengendalian internal atas persediaan barang
dagang yang telah diterapkan pada PT. CIPTA NIAGA SEMESTA didapat
kelemahan-kelemahan pada beberapa prosedur-prosedur dari kegiatan persediaan
barang dagang tersebut, yaitu:
1. Prosedur penerimaan barang (in).
Pada prosedur penerimaan barang dari supplier ke gudang, pihak gudang
hanya membuat surat bukti penerimaan barang dalam rangkap 1.
Pengendalian internal yang baik harus membuat surat bukti penerimaan
barang dalam rangkap 4, yaitu:
a. Rangkap ke-1 untuk pihak supplier.
b. Rangkap ke-2 untuk bagian purchasing.
c. Rangkap ke-3 untuk bagian-bagian finance/akuntansi.
d. Rangkap ke-4 sebagai arsip pihak gudang.
86

2. Prosedur pengeluaran barang (out).


Pada prosedur pengeluaran barang, baik penjualan tunai atau penjualan
kredit, yang membuat sales order adalah sales marketing atau sales admin.
Pengendalian internal yang baik tidak memperbolehkan adanya dua pihak
dalam pembuatan sales order, karena hal tersebut dapat menimbulkan
penyimpangan-penyimpangan seperti double sales order yang menyebabkan
double pengeluaran dan pengiriman barang ke pelanggan.
87

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1. SIMPULAN
Setelah menganalisis dan mengevaluasi sistem pengendalian internal
atas persediaan barang dagang pada PT. CIPTA NIAGA SEMESTA , maka
penulis dapat mengambil simpulan sebagai berikut:
1. Penerapan sistem pengendalian internal atas persediaan barang dagang pada
PT. CIPTA NIAGA SEMESTA belum berjalan efektif. Hal ini terlihat dari
proses masuknya barang masuk dari supplier ke gudang. Surat bukti terima
barang hanya dibuat rangkap 1 khusus untuk pihak gudang saja. Seharusnya
dibuat dalam rangkap 4, yaitu untuk pihak supplier, gudang, purchasing dan
bagian keuangan. Namun demikian, PT. CIPTA NIAGA SEMESTA telah
membuat kebijaksanaan stock opname secara rutin setiap bulan untuk
mengetahui jumlah dari persediaan barang dagang dan untuk menghindari
resiko kehilangan karena pengendalian internal sangat berpengaruh terhadap
persediaan barang dagang pada PT. CIPTA NIAGA SEMESTA . Hal ini
terlihat dari jumlah persediaan barang dagang yang sudah sesuai dengan
perhitungan.
2. Sistem pengendalian internal atas persediaan barang dagang yang diterapkan
masih kurang efektif. Ada hal-hal atau bagian yang belum berjalan dengan
efektif, seperti adanya pembuatan dokumen yang dapat dilakukan oleh dua
pihak yang berbeda, sehingga dapat menimbulkan penyimpangan-
penyimpangan. Selain itu terdapat adanya perangkapan tugas dalam
pembuatan dokumen dan administrasi yang dilakukan oleh orang yang
sama. Hal ini juga dapat memicu adanya kecurangan yang bisa dilakukan
oleh karyawan tersebut.
88

5.2. SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas, penulis berusaha memberikan saran
kepada PT. CIPTA NIAGA SEMESTA yang mungkin bermanfaat dalam
mengatasi kelemahan yang terdapat dalam sistem pengendalian internal atas
persediaan barang dagang. Adapun saransaran yang dapat diberikan adalah
sebagai berikut:

1. Bagi Perusahaan.
a. Penerapan pengendalian internal atas persediaan barang dagang pada PT.
CIPTA NIAGA SEMESTA harus lebih ditekankan lagi, dengan lebih teliti
pada kegiatan pemasukkan atau penerimaan barang. Surat bukti atau tanda
terima barang harus dibuat dalam rangkap 4, yaitu untuk pihak supplier,
gudang, bagian purchasing dan bagian keuangan.
b. Sebaiknya perusahaan lebih mempertegas pemisahan tugas dan fungsi bagi
sales marketing dan sales administration, untuk meminimalisir terjadinya
penyimpangan dalam proses permintaan pengeluaran barang.
c. Perusahaan seharusnya memisahkan fungsi pembuatan dokumen dalam setiap
divisi, sehingga tidak ada perangkapan tugas, untuk menghindari kecurangan
yang mungkin dilakukan oleh karyawan tersebut.

2. Bagi peneliti berikutnya.


a. Semoga penelitian ini dapat membantu untuk penelitian selanjutnya dan
diharapkan penulis lain dapat menggunakan variabel lebih banyak lagi
sehingga dapat menjelaskan lebih luas.

Anda mungkin juga menyukai