Anda di halaman 1dari 3

Pada hari Kamis 17 Maret 2022, dilakukan praktikum analisis obat kosmetik dan makanan

dengan tema percobaan “PENENTUAN KADAR gula reduksi dalam sampel kratingdaeng
DENGAN METODE LUFF SCHOORL” tujuan dari praktikum kali ini ialah mahasiswa
dapat Menentukan kadar gula reduksi dalam suatu makanan atau minuman dengan metode
Luff Schoorl.

Gula reduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan untuk mereduksi. Hal ini dikarenakan
adanya gugus aldehid atau keton bebas. Senyawa-senyawa yang mengoksidasi atau bersifat
reduktor adalah logam- logam oksidator seperti Cu (II). Contoh gula yang termasuk gula
reduksi adalah glukosa, fruktosa, laktosa, maltosa, dan lain-lain. Monosakarida mempunyai
kemampuan untuk mereduksi suatu senyawa. Sifat pereduksi dari suatu gula ditentukan oleh
ada tidaknya gugus hidroksil bebas yang reaktif. Prinsip analisanya berdasarkan pada
monosakarida yang memiliki kemampuan untuk mereduksi suatu senyawa. Adanya
polimerisasi monosakarida mempengaruhi sifat mereduksinya (Rohmaningsih,2008)

Sampel yang digunakan dalam percobaan kali ini ialah brand minuman bermerk kratingdaeng
yang dibeli pada swalayan terdekat rumah. Krating Daeng merupakan minuman energi yang
bermanfaat untuk meningkatkan konsentrasi, membantu metabolisme tubuh menghasilkan
energi, dan mencegah kelelahan otot sehingga dapat menjaga kebugaran tubuh. Dengan
komposisi tiap 150ml nya. Mengandung : Taurine 1000mg, cafeine 50mg, inositol 50mg,
niacicinamide (vitamin B3) 20mg, pyrodoxine (vitamin B6) 5mg, dexpanthenol (provitamin
B5) 5mg, cyanocobalamine (vitamin B12) 5mg, sugar (gula murni) 25g, procoaeu 4R CI
16255, tartrazine CI 19140, citric acid, sodium benzoate & flavouring.

Metode yang digunakan kali ini yaitu Metode Luff Schoorl yang merupakan salah satu
metode yang digunakan untuk pengukuran karbohidrat (sukrosa) dengan menggunakan
prinsip iodometri, yaitu proses titrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam larutan.
Prinsip analisis dengan metode Luff-Schoorl yaitu reduksi Cu2+ menjadi Cu+ oleh
monosakarida. Monosakarida bebas akan mereduksi larutan basa dari garam logam menjadi
bentuk oksida atau bentuk bebasnya. Kelebihan Cu2+ yang tidak tereduksi
kemudian dikuantifikasi dengan titrasi iodometri (SNI 01-2891-1992).

Pemilihan metode ini karena metode Luff Schoorl adalah metode yang paling sering
digunakan untuk menentukan kadar karbohidrat dan merupakan metode terbaik karena
memiliki kesalahan sebesar 10% untuk mengukur kadar karbohidrat, serta lebih praktis dan
murah biayanya (Underwood, 2014).

Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini meliputi


……….. sedangkan bahan yang digunakan berupa sampel………….

Pada analisis kadar glukosa, langkah pertama yang dilakukan adalah pembakuan larutan Na.
Thiosulfat. Larutan Na. Thiosulfat merupakan larutan baku sekunder atau larutan yang akan
digunakan untuk mentitrasi sample. Larutan ini perlu dibakukan karena konsentrasinya cepat
berubah oleh pengaruh lingkungan karena senyawa yang digunakan sebagai larutan baku
sekunder umumnya tidak stabil, misalnya saja bersifat higroskopis, sensitive terhadap cahaya
atau mudah terdegradasi oleh udara. Pengaruh ketidakstabilan ini tidak hanya bersifat kimia
tetapi juga dapat bersifat fisik seperti misalnya saat penimbangan sering tidak tepat karena
senyawa ini memiliki berat molekul relative kecil dan mudah menyerap uap air di udara.
KiO3 merupakan senyawa baku primer yang tidak perlu dibakukan lagi terhadap senyawa
lain. Kio3 dapat digunakan sebagai baku primer karena memiliki sifat : murni atau mudah
dimurnikan; memiliki massa molekul relative yang besar; stabil dan tidak higroskopis;
kering, tidak terpengaruh oleh udara/lingkungan (zat tersebut stabil); mudah larut dalam air;
mempunyai massa ekivalen yang tinggi.
Standardisasinya dilakukan dengan memasukkan 10 ml KIO3, 10ml KI dan 5 ml H2SO4 ke
dlm erlenmeyer bertutup, Pada pembakuan ini digunakan larutan baku kalium iodida karena
larutan ini cukup stabil dan lebih mudah larut daripada iodium, serta dapat menghasilkan
iodium bila ditambahkan asam. Larutan baku kalium iodida yang digunakan harus selalu
dibuat baru karena mudah teroksidasi oleh udara sehingga jumlah yang lepas menjadi lebih
banyak dan diperlukan titran yang lebih banyak pula.

Akibatnya penetapan kadar menjadi tidak akurat lagi. Oleh karena iodium mudah menguap
dan iodida dalam larutan asam mudah dioksidasi oleh udara, maka labu harus selalu ditutup
dan titrasinya tidak boleh terlalu lama. Penambahan KI diharuskan berlebih, apabila tidak
maka Na. Thiosulfat (Na2S2O3)masih bersisa dan akan terjadi reaksi sampingan antara Na.
Thiosulfat (Na2S2O3)- dan Na2S2O3 yang membuat titik akhir titrasi tidak tercapai.
Titrasi dihentikan sementara ketika warna larutan titrat menjadi kuning pucat. Kemudian
ditambahkan larutan amylum sebagai indikator sehingga larutan titrat berwarna hijau. Titrasi
dilanjutkan kembali hingga warna biru tepat hilang (titik akhir titrasi).
Dari hasil pembakuan, diperoleh volume titran yang dibutuhkan pada masing-masing
replikasi adalah 21,00 ml ; 21,00ml dan 22,00ml; sehingga volume titran rata-rata yang
diperlukan adalah 21,33 ml. Sehingga diperoleh normalitas Na. Thiosulfat(Na2S2O3) sebesar
0,0467 N. (Lihat VII. Hasil Pengamatan).

Larutan indicator amylum yang digunakan dibuat dengan cara melarutkan 0,89 gram amilum
ke dalam 100 ml air dingin. Keuntungan penggunaan amylum adalah harganya murah dan
mudah didapat. Sedangkan kerugiannya adalah tidak mudah larut dalam air, tidak stabil pada
suspensi dengan air (sehingga selalu dibuat baru), membentuk kompleks yang sukar larut
dalam air bila bereaksi dengan iodium sehingga tidak boleh ditambahkan pada awal titrasi
tapi harus ditunggu hingga warna titrat kuning pucat. Penambahan indicator pada awal titrasi
dapat menimbulkan titik akhir titrasi yang tiba-tiba atau titik akhir palsu. Indikator ini bersifat
reversible, artinya warna biru yang timbul akan hilang lagi apabila iodium direduksi oleh Na.
Thiosulfat Na2S2O3 atau reduktor lainnya.
Dalam pengujian kadar gula reduksi dengan metode luff schrool ini pH larutan harus
diperhatikan dengan baik, karena pH yang terlalu rendah (terlalu asam) akan menyebabkan
hasil titrasi menjadi lebih tinggi dari sebenarnya, karena terjadi reaksi oksidasi ion iodide
menjadi I2. Sedangkan apabila pH terlalu tinggi (terlalu basa), maka hasil titrasi akan
menjadi lebih rendah daripada sebenarnya, karena pada pH tinggi akan terjadi resiko
kesalahan, yaitu terjadinya reaksi I2 yang terbentuk dengan air (hidrolisis).

Ketika proses hidrolisis selesai, beberapa langkah dilakukan dalam penentuan kadar gula
reduksi secara kuantitatif diantaranya titrasi blanko, titrasi standarisasi Na2S2O3, dan titrasi
sampel. Yang harus diperhatikan dalam penentuan gula reduksi dengan cara luff schoorl
adalah yang ditentukan bukan kuprioksida yang mengendap melainkan kuprioksida dalam
larutan sebelum direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi blanko) dan sesudah
direaksikan dengan sampel gula reduksi (titrasi sampel).
Blanko dilakukan dengan mentitrasi Aquades sebanyak 1ml dan reagen luff ke dalam
erlenmayer yang dipanaskan terlebih dahulu untuk mempercepat reaksi yang terjadi dan
ditambahkan KI berlebih yakni KI 15ml sebanyak 25 ml dan asam sulfat(H2So4) encer
hingga pH 3. Penentuannya dilakukan dengan titrasi menggunakan Na.
Thiosulfat(Na2S2O3).

Perlakuan untuk titrasi sampel adalah dengan memipet sampel yang telah di hidrolisis
sebanyak 1 ml dan ditambahkan larutan luff schoorl sebanyak 25 ml lalu di panaskan untuk
mempercepat reaksi. Setelah dingin ditambahkan KI berlebih dan asam sulfat encer lalu
titrasi dengan Na2S2O3. Selisih titrasi blanko dengan titrasi sampel ekuivalen dengan
kuprooksida yang terbentuk. Kuprooksida yang terbentuk juga ekuivalen dengan jumlah gula
reduksi yang ada dalam bahan bahan/larutan. Reaksi yang terjadi selama titrasi adalah mula-
mula kuprioksida yang ada dalam reagen akan membebaskan iod dari garam K-iodida.

Banyaknya iod yang dibebaskan ekuivalen dengan banyaknya kuprioksida. Banyaknnya iod
dapat diketahui dengan titrasi menggunakan Na2S2O3 yakni dari volume Na2S2O3 selama
proses titrasi. Yang perlu pula diperhatikan adalah titik akhir titrasi. Untuk mengetahui bahwa
titik akhir titrasi telah tercapai maka diperlukan indikator dan indikator yang digunakan pada
praktikum kali ini adalah indikator pasta amilum. Indikator ditambahkan ketika warna kuning
kecoklatan pudar karena jika ditambahkan dari awal maka pasta amylum dalam keadaan
asam akan terhidrolisis menjadi amilosa dan amilopektin yang tidak dapat dijadikan acuan
sebagai titik akhir titrasi karena amilum rusak. Ketika warna kuning pudar tercapai maka
barulah ditambahkan pasta kanji hingga warna biru yang terbentuk dari pasta kanji hilang
setelah di titrasi kembali dengan Na2S2O3.

Ketika telah diketahui selisih banyaknya titrasi blanko dan titrasi sampel, konversikan
pula dengan tabel yang menggambarkan hubungan antara banyaknya Na2S2O3 dengan
banyaknya gula pereduksi sehingga diketahui jumlah gula pereduksi yang ada dalam larutan.
Dalam hal ini sampel yang praktikan gunakan memiliki jumlah gula pereduksi sebanyak
16,812%mg artinya dalam 1 gram kratingdaeng terkandung gula glukosa dan fruktosa
sebagai gula pereduksi sebanyak 16,812mg.

Kesimpulan.

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat diperoleh kesimpulan bahwa mahasiswa
dapat Menentukan kadar gula reduksi dalam suatu makanan atau minuman dengan metode
Luff Schoorl.
Serta sampel yakni kratingdaeng yang dianalisis kuantitatif dengan metode luff schoorl
memiliki jumlah gula pereduksi dalam 1 gram sebanyak 16,812mg.

Anda mungkin juga menyukai