Anda di halaman 1dari 6

TEMU ILMIAH IPLBI 2015

Filosofi Arsitektur Masjid Sultan Ternate sebagai Prototipe


Masjid Nusantara
Sherly Asriany(1), Ridwan(2)

(1)
Prodi Arsitektur, Fakultas Teknik, Univ.Khairun.
(2)
Prodi Sastra Indonesia, Fakultas Sastra dan Budaya,Univ.Khairun.

Abstrak

Setiap masjid memiliki latar belakang sejarah dan filosofi di balik kemegahan bangunannya. Tak
terkecuali Masjid Sultan Ternate yang berada di kota Ternate, Maluku Utara, yang jika dilihat dari
arsitekturalnya kental dengan tiga nuansa budaya yaitu Islam, Jawa, dan Ternate.Kepulauan Maluku
Utara khususnya Ternate sejak abad XIII telah terkenal sebagai penghasil rempah-rempah di
wilayah timur Indonesia. Sementara Islam masuk ke wilayah Maluku Utara sejak abad XIII-XVI yang
disebarkan oleh para pedagang muslim dari Melayu dan Jawa. Sejak saat itu pula dibangunlah
sebuah masjid di Ternate yang kemudian dikenal sebagai Masjid Sultan Ternate. Artikel ini
merupakan hasil penelitian tentang pergeseran nilai akulturasi budaya dan karakteristik bangunan
arsitektur masjid sultan Moloku Kie Raha. Adapun tujuan dari artikel ini adalah untuk menggali
pemikiran dan filosofi masjid Sultan Ternate yang berasal dari nilai dan prinsip dasar Islam untuk
kemudian diinterpretasikan dan diterapkan dalam perancangan Arsitektur Islam sesuai dengan
zaman, tempat, dan kondisi sosial masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif
deskriptif. Metode pendekatan penelitian dilakukan melalui observasi langsung ke masjid Sultan
Ternate, studi pustaka, wawancara, dan dokumentasi. Selanjutnya merupakan tahap analisis dan
interpretasi hasil penelitian. Temuan yang dihasilkan adalah bahwa filosofi masjid Sultan Ternate
yang berasal dari pengaruh Islam terdapat pada ragam hias, sedangkan pengaruh Jawa terlihat dari
adanya saka guru, atap tajug bertumpang dengan kemiringan yang tajam, dan adanya serambi.
Pengaruh budaya setempat terdapat pada tata cara pelaksanaan ibadah shalat seperti larangan
menggunakan sarung dan harus memakai penutup kepala (kopiah) saat shalat, dan jamaah wanita
dilarang masuk dan shalat di masjid tersebut.

Kata-kunci : filosofi, masjid sultan,prototipe

bernama Tasuma atau Nur Safa. Akhirnya Nur


Safa atau Tasuma dipersunting oleh Jafar
Pengantar Shaddiq, dan pasangan ini memiliki empat
putera dan empat puteri. Keempat putera
Ternate adalah sebuah pulau di wilayah Maluku mereka adalah Masyhur Malamo, Buka, Darajati,
Utara, dan merupakan salah satu dari empat dan Sahajati. Sedangkan keempat puteri adalah
kerajaan besar yaitu Ternate, Tidore, Jailolo, Siti Deve, Saharnawi, Sadarnavi, dan Sadnawi.
dan Bacan. Keempat kerajaan besar tersebut Keempat putera inilah yang akan menjadi
dikenal dengan nama Moloku Kie Raha. Menurut kolano/sultan pertama dari empat kerajaan
hikayat yang melegenda di masyarakat, bahwa utama di Maluku Utara. Selain sebagai pusat
Jafar Shaddiq yang berasal dari tanah Arab pemerintahan kerajaan/kesultanan, di Ternate
datang ke Ternate. Dalam hikayat tersebut terdapat pula masjid tua yang biasa disebut
disebutkan bahwa Jafar Shaddiq melihat tujuh Masjid Sultan Ternate. Masjid ini terletak di
puteri kayangan mandi di danau gunung Gapi. selatan-timur dari istana sultan. Karena letaknya
Jafar Shaddiq lalu menyembunyikan sayap salah yang tidak berdekatan dengan istana sultan
seorang diantara ketujuh puteri itu yang
Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015 | E 035
Filosofi Arsitektur Masjid Sultan Ternate Sebagai Prototipe Masjid Nusantara

sehingga ada kemungkinan masjid dibangun hasil wawancara dengan para narasumber. Hal
tidak dalam waktu bersamaan dengan istana tersebut dilakukan untuk memperjelas variabel-
sultan. Di belakang atau di utara masjid variabel yang akan dianalisis sehingga fokus
terdapat Benteng Orange yang dibangun terarah pada variabel-variabel tersebut. Untuk
Belanda pada tahun 1606-1607, sedangkan menentukan variabel penelitian dilakukan kajian
istana sultan dibangun pada tahun 1234. Tidak literatur mengenai filosofi arsitektural masjid
terdapat catatan lengkap tentang kapan dan lama di Nusantara.
oleh siapa masjid sultan pertama kali didirikan.
Kemungkinan masjid Sultan Ternate berdiri pada Berdasarkan kajian tersebut dan ketersediaan
masa Sultan Zainal Abidin (1486-1500) yang data yang ada, maka dapat ditentukan variabel
merupakan kolano Ternate pertama sebelum penelitian yang akan dianalisis. Variabel yang
beliau mengganti gelar kolano menjadi sultan. akan dianalisis meliputi: ruang, kolom, atap,
Sejak saat itu Islam berkembang dan menjadi serambi, ragam hias, kolam/bak tempat
agama resmi kerajaan (pertengahan abad XIV). wudhu,dan perayaan/ritual keagamaan. Masing-
Setelah pertama kali didirikan, masjid sultan ini masing variabel tersebut selanjutnya
telah beberapa kali mengalami perbaikan dan dikomparasikan berdasarkan pengaruh budaya
perubahan lokasi awal. Pada tahun 1705, terjadi yang terdapat pada masjid Sultan Ternate.
kebakaran besar yang menghanguskan seluruh
bangunan masjid. Tahun 1818 pada masa Analisis dan Interpretasi
kekuasaan Sultan Muhamad Zain (1807-1821),
Luas bangunan utama masjid Sultan Ternate
masjid sultan kembali dibangun di Limau Kate-
adalah 597 m2, yang terdiri dari sejumlah ruang
kate (Kenikir), Kelurahan Soa Sio hingga
yang mendukung fungsi masjid sebagai tempat
sekarang masih tetap berdiri kokoh. Sejak mulai
ibadah. Ruang utama masjid Sultan Ternate
dibangun hingga sekarang, masjid Sultan
merupakan ruang inti yang berfungsi sebagai
Ternate ini memiliki filosofi yang beragam dan
ruang shalat. Bentuk denah bujursangkar yang
penuh makna. Dalam artikel ini dibahas
melambangkan kesederhanaan duniawi dengan
beberapa filosofi tersebut. Artikel ini merupakan
ukuran 22,0 x 22,0 meter. Ruang shalat utama
bagian terkecil dari hasil penelitian tentang
ini dilengkapi dengan tiga buah pintu, dan
pergeseran nilai akulturasi budaya dan
sebuah pintu utama. Tinggi keseluruhan
karakteristik bangunan arsitektur masjid sultan
bangunan masjid ini adalah 20,0 meter.
Moloku Kie Raha. Dimana tujuan dari penelitian
itu sendiri adalah untuk mengidentifikasi dan
mengeksplor olah bentuk dan ruang dari masjid
sultan Moloku Kie Raha, serta mengidentifikasi
akulturasi budaya yang mempengaruhi masjid
sultan yang ada.

Metode

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif


dengan sifat penelitian adalah deskriptif,
eksploratif. Adapun metode pengumpulan data
adalah melalui survei dan observasi langsung ke Gambar 1. Denah Bangunan Utama Masjid Sultan
lokasi masjid Sultan Ternate, penelusuran bahan Ternate
pustaka, wawancara dengan para narasumber Sumber: Team Artistik Sejarah Masjid Sultan Moloku
dan instansi terkait, pengukuran dan Kie Raha, 2015.
penggambaran, serta dokumentasi.
1. Tiang Saka Guru
Hasil pengumpulan data tersebut selanjutnya di
analisis dengan menggunakan gambar, foto dan

E 036 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015


Sherly Asriany
Tiang saka guru pada masjid Sultan Ternate saka rawa masing-masing dihubungkan dengan
yang dikenal dengan nama tiang Ka’bah, balok melintang yang dipasang dengan sistem
melambangkan empat buah gunung yang sambungan purus atau pen berupa pasak dari
berada di Maluku Utara yang biasa disebut kayu (knock down system). Konstruksi usuk
dengan ‘Kie Raha’. Kie dalam bahasa Ternate yang digunakan adalah sistem konstruksi ‘megar
berarti gunung dan Raha yang berarti empat, payung’ yaitu sistem yang susunan usuk
yang juga menjadi lokasi pusat empat kerajaan memusat ke tengah seperti payung.
Islam terbesar di Maluku Utara. Empat kerajaan
Islam tersebut adalah Kesultanan Ternate,
Tidore, Jailolo dan Bacan. Kayu
berornamen
Tiang/kolom saka guru pada masjid Sultan sulur tumbuhan
Ternate merupakan tiang utama penyangga Umpak batu pada
kerangka atap masjid yang bersusun lima. tiang saka guru dan
Masing-masing saka guru memiliki tinggi 11,60 saka rawa
meter yang terbuat dari kayu. Formasi tata letak
Kayu tanpa
soko guru dipancangkan pada empat penjuru
ornamen hanya
mata angin. Sedangkan ukuran dari tiang saka
dicat saja
guru ini adalah 40 x 40 cm. Selain keempat
tiang/kolom saka guru, juga terdapat dua belas Gambar 3. Detail Kaki Tiang Saka Guru dan Saka
tiang lainnya yang dikenal dengan nama saka Rawa
rawa. Adapun ukuran tiang saka rawa adalah 30 Sumber: Ridwan, 2015.
x 30 cm dengan tinggi 9,70 meter dan terbuat
dari kayu.
2. Atap

Bentuk atap pada bangunan utama Masjid


Sultan Ternate adalah limasan dan pada
puncak atap terdapat kubah berbentuk kerucut.
Pada ujung kubah terdapat tiang Alif atau
Memolo. Tiang alif atau memolo pada ‘Sigi Lamo’
berupa sebuah tongkat dengan bulat dibagian
bawah, tengah dan ujung atas. Bentuk memolo
inilah yang umum digunakan pada masjid-
masjid klasik (tradisional) di Maluku Utara.
Menurut beberapa sumber, jenis ornamen yang
terdapat pada memolo atau tiang alif adalah
bentuk mahktota raja, motif tumbuhan. Tiang
Gambar 2. Keempat Tiang Saka Guru dan Dua Belas alif (memolo) ini melambangkan puncak dari
Tiang Saka Rawa kekuatan Sang Maha Pencipta.
Sumber: Ridwan, 2015.
Diantara tingkatan atap terdapat lubang angin
Pada keempat kaki tiang saka guru dan kedua tempat masuknya udara dan cahaya ke dalam
belas tiang saka rawa, masing-masing memiliki ruang utama shalat. Pada setiap sisi atap
umpak batu dengan tinggi 60 cm. Badan tiang puncak (kubah) terdapat jendela atap sebagai
soko rawa tidak memiliki ornamen hanya dicat ventilasi. Bila dilihat dari depan nampak seperti
warna hijau dan warna kuning pada kaki tiang di tujuh lapis/tingkatan atap, yang melambangkan
atas umpak. Sedangkan tiang saka guru tujuh tingkat langit dan tujuh lapis bumi.
memiliki ornamen kayu bermotif suluran Sedangkan bila dilihat dari tampak samping
tumbuhan yang membungkus badan tiang. hanya terdiri dari lima tingkatan atap, yang
Adapun tinggi ornamen adalah 165 cm, dan melambangkan shalat wajib sehari semalam.
dicat dengan warna dasar kayu agar tampak
mengkilat dan menonjol. Ukiran saka guru ini
dibuat di Ternate dan dipasang pada tiang
tahun 2005. Setiap tiang baik saka guru maupun

Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015| E 037


Filosofi Arsitektur Masjid Sultan Ternate Sebagai Prototipe Masjid Nusantara

Gambar 4. Atap Masjid Sultan Ternate


Sumber: Team Artistik Sejarah Masjid Sultan Moloku
Kie Raha, 2015. Gambar 5. Beduk Pada Serambi Masjid Sultan
Ternate
Sumber: Team Artistik Sejarah Masjid Sultan Moloku
3. Serambi Kie Raha, 2015.

Serambi/teras depan pada bangunan utama


masjid Sultan Ternate berukuran 22,0 x 5,5 4. Ragam Hias
meter.Atap serambi/teras masjid pada
bangunan utama ditopang oleh dua buah tiang Ragam hias pada masjid Sultan Ternate sangat
kayu, dengan ukuran 30 x 30 cm. Dalam minim dengan hiasan-hiasan, baik berupa
perkembangannya, ruang terbuka tanpa dinding tulisan kaligrafi maupun bentuk-bentuk ornamen
ini juga dimanfaatkan sebagai tempat shalat bila lainnya. Bentuk ornamen hanya di dapat pada
sewaktu-waktu jamaah membludak saat hari tiang saka guru, mimbar dan gubah (tempat
besar keagamaan umat Islam. Tidak adanya shalat sultan). Motif dekorasi yang digunakan
dinding pada serambi/teras, selain berguna pada mimbar dan gubah berupa motif
untuk kepentingan vital juga berfungsi sebagai tumbuhan dan bunga teratai. Dekorasi ini
pencahayaan dan sirkulasi udara. didatangkan langsung dari Jepara yang
merupakan simbol kesuburan tanah Moloku Kie
Pada serambi/teras, diletakkan beduk/tifa Raha. Selain kaligrafi dan motif dekorasi
sebagai perangkat komunikasi tradisional. pahatan, terdapat pula warna-warna khas
Adapun ukuran beduk/tifa ini adalah panjang kesultanan yang digunakan sebagai ragam hias.
105 cm dengan diameter 55 cm. Salah satu Warna khas kesultanan adalah hijau, putih,
ujung beduk dilubangi dan ditutup dengan kuning, dan keemasan.
lembaran kulit sapi dan diikat dengan rotan.
Beduk ini diletakkan di atas dudukan kayu yang
dicat senada dengan beduknya yaitu berwarna
hijau, sedangkan pengikat rotannya berwarna
kuning. Pemukulan beduk sebagai tanda
pemberitahuan waktu shalat, dimana pukulan
pertama sejumlah dua puluh sembilan kali dan
pukulan kedua sejumlah tiga puluh kali. Pukulan
beduk sebanyak dua puluh sembilan kali dan
tiga puluh kali melambangkan bahwa dalam
satu bulan terdapat dua puluh sembilan hari
(ganjil) dan tiga puluh hari (genap).
E 038 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015
Sherly Asriany

Gambar 5. Mimbar dan Gubah Masjid Sultan Ternate Gambar 7. Telaga Sumber Mata Air Masjid Sultan
Sumber: Team Artistik Sejarah Masjid Sultan Moloku Sumber: Team Artistik Sejarah Masjid Sultan Moloku
Kie Raha, 2015. Kie Raha, 2015.
5. Kolam/Bak Tempat Wudhu

Air secara universal dianggap sebagai sarana 6. Perayaan/Ritual Keagamaan


bersuci dalam beribadah. Tak terkecuali bagi
umat Islam, air diutamakan sebagai sarana Selain sebagai tempat ibadah, masjid oleh umat
wudhu sebelum shalat. Kolam dan sumur air Islam difungsikan pula sebagai wadah kegiatan
wudhu berada pada sisi kiri satu buah, kanan sosial, organisasi, dan kegiatan positif lainnya.
dua buah dan depan dua buah pada bangunan Menurut pakar kebudayaan Islam asal Palestina,
utama, serta lima buah tempayan yang sejak zaman Nabi Muhammad SAW, masjid tidak
merupakan tempat penyimpan air wudhu. Hal hanya berfungsi sebagai tempat ritual murni,
ini menandakan air sangat dibutuhkan untuk ibadah mahdah seperti shalat dan iktikaf, sebab
minum, mandi, wudhu, dan keperluan lainnya. Masjid Nabawi juga berfungsi sebagai pusat
Tempayan yang digunakan selama ini meru- pemerintahan, sentra pendidikan, markas militer,
pakan hadiah dari Cina untuk Sultan Ternate bahkan lahan sekitar masjid pernah dijadikan
pada masa itu. Jadi tempayan ini telah ada sejak sebagai pusat perdagangan (Priyatmoko, dkk.,
awal berdirinya Masjid Sultan Ternate. Banya- 2014).
knya tempayan mengandung makna penciptaan
manusia melalui air pengasihan yang disim- Masjid bisa difungsikan sebagai pusat ibadah
bolkan ke dalam rukun Islam lima perkara. ritual maupun pusat kegiatan umat (islamic
center). Tak terkecuali dengan Masjid Sultan
Ukuran kolam depan sejumlah 2 buah adalah ‘Sigi Lamo’, Ternate, aktivitas dakwah, ibadah,
7,5 x 0,4 meter dengan kedalaman 0,5 meter, dan pendidikan berlangsung berkesinambungan
sedangkan kolam kiri berukuran 2,4 x 0,8 meter, tanpa meninggalkan tradisi yang berakar pada
kedalaman 0,6 meter. Untuk kolam kanan budaya lokal. Masjid Sultan ‘Sigi Lamo’ juga
masing-masing berukuran 3,7 x 0,8 meter mengusung sejumlah adat tradisi yang
dengan kedalaman 0,6 meter, dan 1,40 x 1,20 bernafaskan keislaman, diantaranya:
meter dengan kedalaman 0,6 meter. Air yang
berada pada kolam dan tempayan merupakan 1. Masyarakat Adat Kesultanan Ternate secara
air yang berasal dari sumur yang dipompa tradisional memandang bahwa sultan
keluar dengan menggunakan bantuan mesin mereka selain merupakan pemimpin tertinggi
pompa. lembaga adat dan pemimpin tertinggi agama
Islam di Ternate. Oleh karena itu sultan
diberi gelar ‘Amirudin’ atau pemimpin Agama
Islam.
2. Dalam pelaksanaan ritual-ritual keislaman
oleh sultan, beberapa tradisi dan adat
istiadat berbaur dengan hal-hal yang bukan
rukun dan syarat agama. Hal tersebut
tercermin dari pawai ‘Kabasarang Kolano’
yang digelar khusus saat sultan akan
melakukan shalat pada malam ‘Ela-ela
Gambar 6. Sumur dan Kolam/bak air tempat wudhu (Lailatul Qadar) di Bulan Ramadhan serta
Sumber: Team Artistik Sejarah Masjid Sultan Moloku pada pelaksanaan shalat Idul Fitri dan Idul
Kie Raha, 2015. Adha.
3. Adzan dilakukan oleh empat orang muadzin
secara bersamaan dalam tangga nada suara
yang sama.
4. Keharusan menggunakan pakaian jabatan
(jubah dan daster) pada shalat-shalat
tertentu, seperti shalat lima waktu, shalat
Jumat, shalat tarwih, shalat Idul Fitri dan

Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015| E 039


Filosofi Arsitektur Masjid Sultan Ternate Sebagai Prototipe Masjid Nusantara

Idul Adha. Hal serupa juga berlaku bagi para


Bobato Dunia yang berjubah hitam.
5. Ketika memasuki masjid dan usai shalat
sunat, para Bobato Dunia yang berjubah
hitam mengambil tempat di saf pertama
bagian kanan, dan para Bobato Akhirat yang
berjubah putih dan warna warni mengambil
tempat pada bagian kiri dan duduk
menghadap ke depan. Ketika adzan akan
dimulai, semuanya berbalik duduk
menghadap kiblat.
6. Masyarakat adat dan para jamaah lainnya
yang bersembahyang di Sigi Lamo harus
menggunakan celana panjang dan penutup
kepala pada saat shalat Jumat, shalat malam Gambar 9. Empat Orang Muadzin Berdiri Melakukan
Qunut, malam Lailatul Qadar, shalat Idul Fitri, Adzan Bersamaan
dan Idul Adha. Pemakaian sarung tidak Sumber: Dero, 2014.
diperkenankan.
Pada pawai ‘Kabasarang Kolano’, misalnya di
malam Ela-ela (Lailatul Qadar), Sultan akan Kesimpulan
dibawa ke Sigi Lamo dengan cara dipikul atau
diusung menggunakan tandu oleh pasukan Masjid Sultan Ternate secara nyata telah
kerajaan dengan diiringi tabuhan ‘Totobuang’ mampu mengintegrasikan ajaran agama Islam
(semacam gamelan) yang ditabuh sekitar dua dengan budaya setempat (local genius). Terlahir
belas anak kecil yang mengenakan pakaian adat dari interaksi antara prinsip-prinsip dasar Islam
lengkap dan berjalan di depan tandu sultan. dengan pemikiran masyarakat ketika itu.
Konon alat musik ini merupakan pemberian Penelitian ini masih memiliki beberapa keter-
Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) ketika batasan. Salah satunya adalah acuan data
salah seorang Sultan Ternate berguru berupa foto lama, dan sumber informasi yang
kepadanya. Sedangkan permaisuri sultan ‘Boki’ terbatas. Diharapkan penelitian selanjutnya da-
pada jaman dahulu tidak terdapat tata cara pat dibuat lebih mendalam sehingga didapat-
untuk memikul/mengusung ke Masjid kan hubungan antara wujud fisik dan konteks
Sultan(Dero, 2015). yang lebih jelas lagi.

Daftar Pustaka

Ardiansyah, 2014, Morfologi Arsitektur Masjid di Kota


Denpasar Bali, Tesis Pascasarjana Univ.Udayana,
Denpasar.
Dero, Ridwan, 2014, Masjid Besar ‘Sigi Lamo’
Kesultanan Ternate,Ternate.
Fanani, Achmad, 2009, Arsitektur Masjid, PT.Bentang
Pustaka, Yogyakarta.
Priyatmoko, Heri, dkk., 2014, Sejarah Masjid Agung
Surakarta, Absolute Media, Yogyakarta.
Sumalyo, Yulianto, 2003, Arsitektur Mesjid dan
Monumen Sejarah Muslim, Gadjah Mada University
Gambar 8. Sultan Memasuki Masjid Press, Yogyakarta.
Sumber: Dero, 2014.

E 040 | Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2015

Anda mungkin juga menyukai