Anda di halaman 1dari 85

DIKTAT PEMBELAJARAN BACA TULIS AL QUR’AN

“ Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Pembelajaran Baca Tulis Al Qur‟an”

Dosen Pengampu : Andi Syahwadi, M.Pd.

DISUSUN :
NUR DIANA POHAN
2020100306

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PADANGSIDIMPUAN

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

T.A. 2021/2022
BAB I

METODE PEMBELAJARAN ALQURAN

A. Konsep Baca Tulis al-Qur‟an


1. Baca Tulis al-Qur‟an

Dalam jurnal Sumarji menyebutkan definisi al-Qur‟an menurut Subhi alSalih yakni
secara bahasa al-Qur‟an adalah lafal al-Qur‟an bentuk masdar dan muradif (sinonim) dengan
lafal qiro‟ah. Sedangkan secara istilah al-Qur‟an mengandung arti firman Allah SWT yang
mutlak benar berlaku sepanjang zaman yang mengandung ajaran dan petunjuk yang
berkaitan dengan kehidupan dunia dan di akhirat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
melalui malaikat Jibril, merupakan mukjizat yang diriwayatkan secara mutawattir yang
ditulis pada mushaf dan membacanya termasuk ibadah.

Menurut Abuddin Nata, Membaca dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar
baca, yang secara sederhana dapat diartikan sebagai ucapan lafadz bahasa lisan. Sedangkan
menurut al-Raghib al-Asfhani yang dikutip oleh

Abuddin Nata menyatakan bahwa “Membaca dari kata qara‟ yang terdapat pada surat
al-alaq ayat yang pertama secara harfiah kata qara‟ tersebut berarti menghimpun huruf-huruf
dan kalimat yang satu dengan kalimat lainnya dan membentuk suatu bacaan.

Dari beberapa pengertian di atas sulit kiranya diperoleh definisi membaca yang
seragam. Namun tampak keseragaman di antara para ahli untuk mengatakan bahwa
membaca sedikitnya menyangkut tiga hal, pertama, membaca melibatkan proses kognitif,
kedua, membaca menuntut berbagai keterampilan, ketiga, membaca selalu melibatkan
proses pemahaman.

Dalam al-Qur‟an sendiri banyak kita temukan ayat yang memerintahkan kita untuk
membaca al-Qur‟an. Sementara itu perintah menulis memang tidak secara eksplisit
disebutkan dalam al-Qur‟an sebagaimana perintah membaca. Namun membaca dan menulis
sejatinya merupakan dua aktivitas yang tidak dapat dipisahkan sehingga perintah membaca
secara tersirat sebenarnya juga merupakan isyarat perintah untuk menulis.

2
Wahyu pertama yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, adalah perintah
untuk membaca, dan melalui membaca Allah mengajarkan manusia sesuatu atau
pengetahuan yang tidak diketahuinya (Surat Al-Alaq, 96:1-5). Secara tersirat dalam perintah
membaca tersebut mengandung arti bahwa dengan membaca manusia akan memperoleh
ilmu pengetahuan.

Apabila pengertian membaca dikaitkan dengan kata al-Qur‟an sehingga menjadi


pengertian membaca al-Qur‟an, maka akan berarti melihat tulisan yang ada pada al-Qur‟an
dan melisankannya. Akan tetapi membaca al-Qur‟an bukan hanya melisankan huruf, tetapi
mengerti apa yang diucapkan, meresapi isinya, serta mengamalkannya.

Kesimpulan dari beberapa uraian di atas adalah bahwa pembelajaran atau pembinaan
baca tulis al-Qur‟an adalah kegiatan pembelajaran membaca dan menulis yang ditekankan
pada upaya memahami informasi, tetapi juga pada tahap menghafalkan, lambang-lambang
dan mengadakan pembiasaan dalam melafalkannya serta cara menuliskannya. Adapun
tujuan dari pembinaan dan pembelajaran baca tulis al-Qur‟an ini adalah agar dapat membaca
kata-kata dengan kalimat sederhana dengan lancar dan tertib serta dapat menulis huruf dan
lambang-lambang arab dengan rapih, lancar dan benar.

2. Metode Membaca al-Qur‟an

Metode sangat berpengaruh pada proses belajar siswa, apabila metode yang
digunakan baik dan sesuai maka akan membawa pengaruh yang baik bagi siswa. Dalam
pembelajaran membaca banyak sekali metode yang digunakan pada saat ini, oleh karena itu
disini akan mengambil tiga metode yang sering digunakan antara lain:

a. Metode Qiro‟ati, kata “Qiro‟ati” berasal dari bahasa Arab yang artinya
bacaan saya. Metode qiroati adalah suatu metode membaca al-Qur‟an yang
langsung memasukkan dan mempraktekkan bacaan tartil sesuai dengan
qoidah ilmu tajwid
b. Metode Iqra‟, metode iqra adalah suatu metode membaca al-Qur‟an yang
menekankan langsung pada latihan membaca. Adapun buku

Panduan iqra‟ terdiri dari 6 jilid di mulai dari tingkat yang sederhana, tahap demi
tahap sampai pada tingkatan yang sempurna. Metode iqra‟ ini dalam prakteknya tidak

3
membutuhkan alat yang bermacam-macam, karena ditekankan pada bacaannya (membaca
huruf al-Qur‟an dengan fasikh). Bacaan langsung tanpa dieja, artinya tidak diperkenalkan
namanama huruf hijaiyah dengan cara belajar siswa aktif (CBSA) dan lebih bersifat
individual. Metode iqra‟ ini lebih ditekankan pada penguasaan huruf, dan sudah mulai pada
bacaan panjang pendek.

c. Metode Tilawati, metode tilawati yaitu suatu metode belajar membaca al-
Qur`an yang menggunakan nada-nada tilawah dengan menggunakan
pendekatan yang seimbang antara pembiasaan melalui klasikal dan
membaca secara individual dengan tehnik baca simak.

Peningkatan membaca al-Qur‟an juga dapat dilihat berdasarkan pada tingkat


kecepatan membaca al-Qur‟an yakni sebagai berikut:

a. At Tahqiq, teknik membaca al-Qur‟an dengan tempo paling lamban dan perlahan-lahan
tanpa memperpanjang bacaannya. Biasanya digunakan untuk mereka yang sedang belajar al-
Qur‟an pada tingkat awal agar dapat melafalkan huruf beserta sifatnya dengan tepat.
b. At Tartil, membaca al-Qur‟an dengan pelan dan tenang. Setiap huruf diucapkan satu per satu
dengan jelas dan tepat sesuai dengan hukum tajwid, makhraj dan sifatnya, terpelihara ukuran
panjang dan pendek, dan berusaha mengerti maknanya. Membaca dengan tartil sangat
diutamakan. Namun harus tetap memperhatikan kaidah-kaidah membaca al-Qur‟an dengan
baik.
c. At Tadwir, membaca al-Qur‟an dengan kecepatan sedang yakni membaca pertengahan
antara tartil dan hadr. Bacaan at tadwir ini dikenal dengan bacaan sedang, tidak terlalu cepat
tetapi juga tidak terlalu pelan. Ukuran bacaan yang digunakan dalam at tadwir adalah ukuran
pertengahan, yaitu jika ada pilihan memanjangkan bacaan boleh 2, 4, atau 6 maka tadwir
memilih yang 4.
d. Al Hadr, membaca al-Qur‟an yang paling cepat, namun tetap memelihara hukum-hukum
tajwid dan tanpa memasukkan satu huruf dengan huruf lainnya. Cepat disini biasanya
menggunakan ukuran terpendek dalam peraturan tajwid misalnya membaca mad jaiz dengan
2 harakat. Al hadr biasanya dipakai oleh mereka yang sudah menghafal al-Qur‟an supaya
bisa mengulang hafalan dalam tempo singkat.

4
3. Metode Menulis al-Qur‟an

Salah satu metode menulis al-Qur‟an adalah dengan cara imla‟. Imla‟ adalah
katergori menulis yang menekankan pada rupa/postur huruf dalam bentuk kata-kata atau
kalimat. Menurut Pakcosma yang dikutip Muhammad

Aman Ma‟mun ada 4 (empat) macam jenis imla‟ yang bisa diterapkan pada

Seseorang sesuai dengan tahap kognitifnya, yaitu:

a. Imla‟ manqul: siswa menyalin teks bacaan atau kalimat yang ada di kitab atau tulisan guru di
papan ke dalam buku tulis. Imla‟ jenis ini untuk tingkat pemula, dimana mereka lebih
ditekankan untuk cermat dan teliti saat membaca tulisan dan menyalinnya.
b. Imla‟ mandhur: siswa melihat dan mempelajari teks bacaan atau kalimat yang ada di kitab
atau di papan tulis, lalu menutup kitab atau yang ada di papan tulis. Selanjutnya guru
mendiktekan tek bacaan atau kalimat yang sama. Imla‟ mandhur tidak hanya menuntut siswa
lebih cermat dan teliti saat membaca, tapi juga harus mengingat bentuk tulisannya dan
berkonsentrasi dengan guru. Mata, telinga dan kekuatan daya ingat harus saling mendukung.
Imla‟ mandhur diterapkan dikelas menengah.
c. Imla‟ ghairu al-mandhur (masmu‟): siswa menulis teks bacaan atau kalimat yang dibacakan
guru tanpa melihatnya terlebih dahulu (seperti pada metode ke dua). Metode ini untuk
tahapan lebih tinggi, di mana siswa telah menguasai dengan baik teori-teori imla‟ yang telah
diajarkan. Ketika siswa mendengarkan bacaan guru, siswa

Mendeskripsikan (dalam benak) bentuk tulisannya sesuai dengan teoriteori yang ada di
memori otaknya, lalu menuliskannya dengan cepat.

d. Imla‟ ikhtibari: Adalah bentuk imla‟ yang diberikan kepada siswa yang telah menguasai dan
memahami dengan baik teori-teori imla‟ ikhtibari lebih banyak muatan praktik dari pada
muatan teori.

4. Strategi Pembelajaran Al-Qur‟an

Pembelajaran adalah proses perubahan tingkah laku anak didik setelah anak didik tersebut
menerima, menggapai, menguasai bahan pelajaran yang telah diberikan oleh seorang pengajar.
5
Didalam melaksanakan sebuah pembelajaran seharusnya disertai dengan tujuan yang jelas, terkait
dengan

Sistem dalam proses pencapaian tujuan pendidikan al-Qur‟an, semisal program BTQ di SMA
Negeri 1 Grogol. Strategi pembelajaran al-Qur‟an menurut Muhammad Syaikhon adalah sebagai
berikut:

a. Sistem sorogan atau individu (privat). Dalam prakteknya santri bergiliran satu persatu
menurut kemampuan bacaannya, (mungkin bisa satu, dua, tiga, atau bahkan 4 halaman).
b. Klasikal, Pendekatan klasikal dilaksanakan dengan 3 teknik, yaitu: teknik 1 (guru membaca
siswa mendengarkan), teknik 2 (guru membaca siswa menirukan), dan teknik 3 (membaca
bersama-sama).
c. Baca simak. Dalam prakteknya guru menerangkan pokok pelajaran, kemudian para santri
atau siswa pada pelajaran ini dites satu persatu dan disimak oleh semua santri. Demikian
seterusnya sampai pada pokok pelajaran berikutnya.

5. Keutamaan Belajar dan Mengajar Al-Qur‟an

Aktifitas belajar al-Qur‟an adalah merupakan aktifitas yang positif yang


diberikan apresiasi luar biasa oleh Rasulullah SAW. Dalam hadits yang amat terkenal
yaitu:

Mahmud bin ghailan menceritakan kepada kami, abu daud menceritakan kepada
kami, syu‟bah memberitahukan kepada kami, Alqamah bin Martsad mengabarkan
kepadaku, ia berkata, aku mendengar sa‟ad bin Ubaidillah bercerita, dari abu
Abdurahman, dari Usman bin affan. Bahwasannya Rasulullah SAW bersabda “sebaik-
baiknya kamu adalah orang yang mempelajari al-Qur‟an dan mengajarkannya”. (H.R
bukhari ; 2907).

Menurut hadist di atas jelas bahwa belajar dan mengajar al-Qur‟an itu sangat
utama dan dikatakan bahwa sebaik-baiknya orang adalah yang mempelajari dan
mengajarkan al-Qur‟an. Barang siapa yang mau mempelajarinya dan mengajarkan al-
Qur‟an maka Allah SWT akan memuliakan mereka disisinya. Madzab yang shahih dan
terpilih yang diandalkan para ulama adalah bahwa membaca al-Qur‟an lebih uatama

6
Daripada membaca tasbih, tauhid serta tahlil dan dzikir-dzikir lainnya.

6. Tata Cara Belajar dan Mengajar al-Qur‟an

Dalam belajar maupun mengajarkan al-Qur‟an menurut Imam Nawawi Yang


dikutip Eko Hadi Wardoyo ada adab dan tata cara yang perlu diperhatikan yaitu sebagai
berikut:

a. Bersikaplah ikhlas dan jujur dalam mengajar

Pertama yang perlu diperhatikan oleh yang pengajar dan belajar adalah niat.
Niat belajar dan mengajar adalah mencari keridhaan dari Allah SWT. Niat harus
ikhlas yang mana ikhlas adalah sengaja taat hanya untuk Allah SWT yang Maha
benar. Yakni melakukan taat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT tanpa
tujuan yang lain, baik berpura-pura pada seseorang, mencari pujian manusia atau
tujuan yang bukan mencari keridhaan dari Allah SWT. Menurut al-Qusyiri ikhlas itu
boleh juga diartikan sebuah upaya untuk membersihkan amal perbuatan dan
perhatian manusia atau makhluk.

Sedangkan jujur menurut al-Qusyiri adalah kesesuaian antara penampilan


lahir dan batin. Jadi dapat diartikan bahwasannya jujur adalah mengatakan apa
adanya tanpa ditutupi, dikurangi maupun dilebih-lebihkan. Berperilaku sebenar-
benarnya tanpa dibuat-buat ataupun disengaja.

b. Pengajar al-Qur‟an harus berakhlak mulia

Seorang pengajar al-Qur‟an harus mempuanyai akhlak dan tabiat yang jauh
lebih baik daripada pengajar yang mengajarkan disiplin ilmu-ilmu lain akhlak mulia
mencerminkan keluhuran iman kepada Allah SWT.

c. Berlaku baik terhadap murid

Selayaknya pengajar berlaku lembut terhadap murid, menyambutnya dengan


lembut, menghormatinya dengan layak yang sesuai dengan keadaannya, tanpa
memandang latar belakang si murid.

7
d. Pengajar al-Qur‟an harus suka menasehati muridnya

Pengajar al-Qur‟an harus sayang terhadap muridnya, sebagaimana ia


menyayangi anak-anaknya. Seorang guru harus menasehati muridnya apabila
melakukan kesalaha dan memiliki kepedulian terhadap muridmuridnya.

e. Hindari mencari keuntungan dunia

Seorang pengajar al-Qur‟an tidak boleh mempunyai maksud mendapatkan


keuntungan duniawi dari peangajarannya, baik harta, kekayaan, kedudukan, dan lain
sebagainya untuk membanggakan diri atas orang lain. Seorang guru al-Qur‟an tidak
boleh mengotor ibadahnya karena mengharapkan keuntungan duniawi, bahkan
meskipun sedikit tidak diperbolehkan.

f. Tawadlu‟

Seorang guru al-Qur‟an harus tawadlu‟ dan tidak boleh sombong Khususnya
terhadap anak didik. Ia harus berlaku sopan, rendah hati, luwes dan lemah lembut.
Sikap tawadlu‟ terrhadap orang lain harus

Dikembangkan. Guru lebih mulia berlaku seperti itu dihadapan anak didik
yang belajar al-Qur‟an.

g. Bimbinglah mereka dengan pelan-pelan

Guru al-Qur‟an hendaknya mendidik anak didiknya secara bertahap, Dengan


adab-adab dan etika mulia, sifat-sifat terpuji, dan motivasi yang baik. Membimbing
murid-murid secara perlahan mulai dari awal membaca dan menulis hurus hijaiyah
hingga dapat membaca al-Qur‟an secara baik benar.

B. Konsep Guru Pendidikan Agama Islam


1. Pendidikan Agama Islam

Pendidikan merupakan kebutuhan mutlak bagi kehidupan manusia yang harus


dipenuhi sepanjang hayat. Pendidikan dapat diartikan sebagai proses dengan
8
menggunakan metode tertentu sehingga seseorang akan mendapatkan pengetahuan,
pemahaman dan cara bertingkah laku yang sesuai dengan kebutuhan manusia.

Dalam jurnal sebuah jurnal karya Sarikin menyebutkan beberapa definisi

Pendidikan Agama Islam meneurut para ahli yakni, menurut Zuhairini,


Pendidikan Agama Islam adalah usaha-usaha secara sistematis dan pragmatis dalam
membantu anak didik agar mereka hidup sesuai dengan ajaran Islam. Rahman Shaleh
mendefinisikan tentang Pendidikan Agama adalah sebagai usaha yang diarahkan
kepada pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Islam. Yang lain
memberikan rumusan tentang Pendidikan Agama Islam adalah sebagai bimbingan
pertumbuhan jasmani dan rohani menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarah,
melatih mengajarkan, mengasuh dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.

Jadi dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar
dan terencana dalam mempersiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,
menghayati hingga mengimani ajaran agama Islam.

2. Guru Pendidikan Agama Islam

Guru pendidikan agama Islam adalah seseorang yang memberikan


pengetahuan, keterampilan pendidikan dan pengalaman agama Islam pada peserta
didik, secara umum pengertian guru pendidikan agama Islam adalah seseorang yang
mempunyai tugas mengajarkan pendidikan agama Islam pada sekolah baik swasta
maupun negeri, baik guru tetap maupun tidak tetap. Mereka mempunyai peran
sebagai pengajar maupun yang sekaligus merupakan pendidik dalam bidang agama
Islam.

Zakiyah Daradjat mengatakan bahwa guru pendidikan agama Islam adalah


merupakan guru agama disamping melaksanakan tugas pengajaran, yaitu
memberitahukan pengetahuan keagamaan, ia juga melaksanakan tugas pendidikan
dan pembinaan bagi peserta didik,ia mampu membantu kepribadian dan pembinaan
akhlak, juga menumbuhkan dan mengembangan keimanan dan ketaqwaan para
peserta didik.

9
Sedangkan guru pendidikan agama dalam pandangan masyarakat adalah
orang yang melaksanakan pendidikan agama di tempat tertentu tidak mesti di tempat
yang formal, tapi juga bisa di masjid, dan tempat yang lain-lainnya. Masyarakat
yakin bahwa gurulah yang mendidik anak didik hingga dia mempunyai kepribadian
yang baik.

3. Syarat Guru Pendidikan Agama Islam

Menurut Soejono yang dikutip oleh Ahmad Tafsir, mengatakan bahwa syarat
guru pendidikan agama Islam yaitu:

a. Tentang umur, harus sudah dewasa.


b. Tentang kesehatan, harus sehat jasmani dan rohani.
c. Tentang kemampuan mengajar, harus ahli dalam mengajar.
d. Harus berkesusilaan dan berdedikasi tinggi.

4. Peran Guru Pedidikan Agama Islam

Sebagai seorang pelaksana pendidikan menurut Mukhtar, guru mempunyai


peran sebagai berikut:

a. Peran Guru sebagai pembimbing, yaitu peran yang sangat berkaitan dengan
praktik keseharian. Untuk dapat menjadi seorang pembimbing, guru harus
mampu memperlakukan siswa dengan menghormati dan menyayangi.
b. Peran guru sebagai model (uswah), dalam aktivitas dan proses
pembelajaran, termasuk pelajaran pendidikan agama islam semua tutur
kata, sikap, cara berpakaian, penampilan, cara mengajar dan gerak gerik
guru selalu diperhatikan dan diingat oleh siswa dan sulit dihilangkan dalam
setiap ingatan siswa. Karakter guru selalu dijadikan cermin oleh siswa-
siswanya.
c. Peran guru sebagai penasehat, seorang guru memiliki jalinan atau ikatan
batin dan emosional dengan para siswa yang diajarnya. Dalam hubungan ini
pendidik berperan aktif sebagai penasehat, yaitu berperan bukan sekedar
menyampaikan pelajaran, akan tetapi juga harus mampu memberi nasehat
bagi siswa yang membutuhkannya, baik dimintai atau tidak.
10
C. Konsep Upaya Guru Pendidikan Agama Islam

Upaya yang dilakukan guru dalam meningkatkan kemampuan membaca al-Qur‟an di


SMA Negeri 1 Grogol secara garis besar dilakukan melalui kegiatan ekstrakurikuler
maupun intrakurikuler.

1. Upaya Melalui Kegiatan Intrakurikuler

Menurut Wina Sanjaya dalam jurnal Prawidya dan Sukanti kegiatan


intrakurikuler atau proses belajar mengajar di kelas merupakan kegiatan utama sekolah.
Sekolah diberi kebebasan memilih strategi, metode, dan teknik-teknik pembelajaran dan
pengajaran yang efektif, sesuai dengan karakteristik mata pelajaran, siswa, guru, dan
kondisi nyata sumber daya yang tersedia di sekolah. Tujuan proses pembelajaran adalah
membentuk kreasi lingkungan yang dapat membentuk dan mengubah struktur kognitif
peserta didik, berhubungan dengan tipe pengetahuan yang harus dipelajari dan harus
melibatkan peran lingkungan

Sosial.

Adapun program intrakurikuler sekolah terkait BTQ yaitu, pembiasaan islami.


Pembiasaan merupakan salah satu program dari kurikulum khusus. Peserta didik dalam
keseharian di sekolah dibiasakan untuk menerapkan pembiasaan islami seperti berdoa
sebelum pelajaran dimulai, membaca Asmaul Husna sebelum pelajaran dimulai, serta
membiasakan membaca al-Qur‟an beserta artinya. Sekolah menerapkan program ini
dengan tujuan agar peserta didik paham akan kewajibannya sebagai umat muslim serta
menumbuhkan

Nilai-nilai karakter seperti religius, jujur, toleransi, disiplin, mandiri, peduli dan
tanggung jawab. Selain peserta didik guru pun menjadi sasaran dalam program
pembiasaan islami karena guru merupakan teladan bagi peserta didik, sehingga sebelum
peserta didik melakukan maka guru terlebih dahulu yang harus melakukan.

11
2. Upaya Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler

Ekstrakurikuler adalah kegiatan pendidikan yang dilakukan peserta didik di


luar jam belajar kurikulum standar. Kegiatan ekstrakurikuler ditujukan agar peserta
didik dapat mengembangkan kepribadian, minat, dan kemampuannya di berbagai
bidang di luar bidang akademik. Ekstrakurikuler Wajib merupakan program
ekstrakurikuler yang harus diikuti oleh seluruh peserta didik, terkecuali bagi peserta
didik dengan kondisi tertentu yang tidak memungkinkan untuk mengikuti kegiatan
Ekstrakurikuler tersebut.

Fungsi kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan memiliki fungsi


pengembangan, sosial, rekreatif, dan persiapan karir :

a. Fungsi pengembangan, yaitu kegiatan ekstrakurikuler berfungsi untuk mendukung


perkembangan personal peserta didik melalui perluasan minat, pengembangan
potensi, dan pemberian kesempatan untuk pembentukan karakter dan pelatihan
kepemimpinan bagi peserta didik.
b. Fungsi sosial, yaitu kegiatan ekstrakurikuler berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial peserta didik. Kompetensi sosial
dikembangkan dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
memperluas pengalaman sosial, praktek keterampilan sosial, dan internalisasi nilai
moral dan nilai sosial. Saipul Ambri Damanik, “Pramuka Ekstrakulikuler Wajib Di
Sekolah”, Jurnal Ilmu Keolahragaan, 13 ( Juli – Desember: 2014), 19.
c. Fungsi rekreatif, yaitu kegiatan ekstrakurikuler dilakukan dalam suasana rileks,
menggembirakan, dan menyenangkan sehingga menunjang proses perkembangan
peserta didik. Kegiatan ekstrakurikuler harus dapat menjadikan kehidupan atau
atmosfer sekolah lebih menantang dan lebih menarik bagi peserta didik.
d. Fungsi persiapan karir, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler berfungsi untuk
mengembangkan kesiapan karir peserta didik melalui pengembangan kapasitas.

Tujuan pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan adalah:

a. Kegiatan ekstrakurikuler harus dapat meningkatkan kemampuan

Kognitif, afektif, dan psikomotor peserta didik.

12
b. Kegiatan ekstrakurikuler harus dapat mengembangkan bakat dan minat peserta didik dalam
upaya pembinaan pribadi menuju pembinaan manusia seutuhnya.

Prinsip kegiatan ekstrakurikuler pada satuan pendidikan dikembangkan dengan prinsip


sebagai berikut :

a. Bersifat individual, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler dikembangkan sesuai dengan


potensi, bakat, dan minat peserta didik masing-masing.
b. Bersifat pilihan, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler dikembangkan sesuai dengan
minat dan diikuti oleh peserta didik secara sukarela.
c. Keterlibatan aktif, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler menuntut keikutsertaan peserta
didik secara penuh sesuai dengan minat dan pilihan masing-masing.
d. Menyenangkan, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan dalam suasana yang
menggembirakan bagi peserta didik.
e. Membangun etos kerja, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler dikembangkan dan
dilaksanakan dengan prinsip membangun semangat peserta didik untuk berusaha dan
bekerja dengan baik dan giat.
f. Kemanfaatan sosial, yakni bahwa kegiatan ekstrakurikuler dikembangkan dan
dilaksanakan dengan tidak melupakan kepentingan masyarakat.
3. Upaya Guru Pendidikan Agama Islam

Upaya adalah memecahkan masalah mencari jalan keluar dan sebagainya.


Maka yang dimaksud penulis kaitannya dengan upaya guru pendidikan agama Islam
adalah dengan upaya guru PAI adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru PAI dalam
meningkatkan kemampuan secara sadar dan terencana dalam mempersiapkan peserta didik
untuk mengenal, memahami, menghayati sehinga mengimani ajaran agama Islam.
Upaya Guru dalam meningkatkan kemampuan membaca al-Qur‟an merupakan
kegiatan-kegiatan atau cara-cara yang dilakukan dengan sengaja untuk memperbaiki
kemampuan membaca al-Qur‟an siswa. Oleh karena itu, untuk melakukan upaya
peningkatan kemampuan membaca al-Qur‟an siswa, maka guru perlu memperhatikan
berbagai faktor yang mempengaruhi proses dan hasil pembelajaran al-Qur‟an.

13
BAB II
AL-QUR’AN DAN MUKJIZAT

A. PENGERTIAN AL-QUR’AN DAN MUKJIZAT


1. Pengertian Al-Qur‟an

Al-Qur‟an menurut bahasa berarti bacaan atau yang dibaca. Menurut istilah, Al-
Qur‟an adalah wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui
malaikat jibril sebagai petunjuk bagi ummat manusia. Menurut para ahli:

a. Muhammad A. Summa (1997)


Al-qiur‟an adalah kitab suci yang berisi aturan kehidupan manusia.
b. Muhammad Ali Ash-Shabumi
Al-qur‟an adalah firman Allah SWT yang paling mulia dan diturunkan kepada Nabi
Muuhammad SAW. Yang ditulis dalam bentuk mushab
c. Syekh Muhammad Khudari Beik
Al-qur‟an adalah firman Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad untuk
seluruh ummat manusia yang harus dipahami isinya dan diamalkan
d. Dr. Subhi As Salih
Al-qur‟an adalah kalam Allah SWT yang merupakan mukjizat terbesar nabi
Muhammad SAW.

Menurut gramatika bahasa Arab bahwa kata Al-Qur‟an adalah bentuk mashdar dari
kata qira‟a yang maknanya muradif dengan kata qira‟a, artinya bacaan tampaknya tidak
menyalahi aturan, karena mengingat pemakaian yang dipergunakan Al-Qur‟an dalam
berbagai tempat dan ayat.

Al-Qur‟an berfungsi sebagai sumber pokok ajaran Islam. Sebagai sumber pokok
ajaran Islam, Al-Qur‟an tidak hanya berisi ajaran yang berkaitan dengan hubungan manusia
denagn Allah, tetapi juga berisi ajaran tentang sosial-ekonomi, akhlak/moral, pendidikan,
kebudayaan, politik, dan sebagainya. Dengan demikian, Al-Qur‟an dapat menjadi way of life
bagi seluruh umat manusia.

14
2. Pengertian Mukjizat

Kata mukjizat dalam kamus besar bahsa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai
kejadian ajaib yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal manusia. Kata mukjizat
diambil dari kata bahasa arab (a‟jaza) yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak
mampu. Menurut pakar agama Islam mukjizat ialah suatu hal atau peristiwa luar biasa
yang terjadi melalui seorang yang mengaku Nabi, sebagai bukti kenabian nya yang
ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa, namun
mereka tidak mampu melayani tantangan itu

Mukjizat diberikan untuk meruntuhkan kesombongan manusia yang menolak


utusan Allah yang membawa risalahnya. Oleh karenanya mukjizat berfungsi untuk
memberikan pelajaran dan bukti kepada para penentang nabi dan Rasul bahwa ajaran
yang dibawakan mereka merupakan ajaran yang berasal dari Allah SWT. meskipun
demikian banyak mukjizat yang telah dinampakkan oleh Allah SWT kepada manusia,
masi banyak juga manusia yang belum beriman dengan ajaran yang dibawa oleh para
nabi dan rasul.

Al-Qur‟an adalah mukjizat terbesar yang diberikan kepada Nabi Muhammad


SAW. Di samping Al-Qur‟an Nabi Muhammad juga menerima mukjizat lainnya. Al-
Qur‟an diturunkan ditengah-tengah ummat yang sedang mengelu-elukan penyair-penyair
jahiliyah di wilayah mekkah dan sekitarnya.

B. UNSUR-UNSUR YANG MENYERTAI MUKJIZAT


1. Hal atau peristiwa yang luar biasa

Peristiwa-peristiwa alam, misalnya yang terlihat sehari-hari, walaupun


menakjubkan tidak dinamai mukjizat, karena ia merupakan sesuatu yang biasa. Yang
dimasud yang luar biasa ialah sesuatu yang berada diluar jangkauan sebab dan akibat
yang diketahui secara umum hukum-hukum nya. Dengan demikian hipnotisme atau sihir
misalnya walaupun sekilas terlihat ajaib atau luar biasa namun karena ia dapat dipelajari
maka ia tidak termasuk luar biasa.

15
2. Terjadi atau dipaprkan oleh seorang yang mengaku nabi

Tidak mustahil terjadi hal-hal diluar kebiasaan pada diri siapapun. Namun
apabila bukan dari seorang yang mengaku nabi, maka ia tidak dinamai mukjizat, boleh
jadi sesuatu yang luar biasa tampak pada diri seorang yang kelap bakal menjadi nabi, ini
juga tidak dinamai mukjizat tetapi irhash. Boleh jadi keluarbiasaan itu terjadi pada
seseorang yang taat dan dicintai Allah, tetapi inipun tidak dapat dinamai mukjizat, hal ini
dinamai karamah atau kekeramatan, yang bahkan tidak mustahil terjadi pada seseorang
yang durhaka kepadanya dan yang terakhir dinamai ihana atau penghinaan atau istidraj.

3. Mengandung tantangan terhadap yang meragukan kenabian

Tentu saja tantangan ini harus berbarengan dengan pengakuannya sebagai nabi,
bukan sebelum atau sesudahnya. Disisilain, tantangan tersebut harus pula merupakan
sesuatu yang sejalan dengan ucapan sang nabi. Kalua misalnya ia berkata, “batu ini dapat
berbicara” tetapi ketika batu tersebut berbicara, dikatakannya bahwa “sang penantang
berbohong” maka kebiasaan ini bukanlah suatu mukjizat tetapi ihanah atau istidraj.

4. Tantangan tersebut tidak mampu atau gagal dilayani

Bila yang ditantang berhasil melakukan hal yang serupa, maka ini berarti bahwa
pengakuan sang penantang tidak terbukti. Perlu digaris bawahi bahwa kandungan
tantangan harus benar-benar dipahami oleh yang ditantang. Bahkan untuk lebih
membuktiakn kegagalan mereka, biasanya aspek kemukjizatan masing-masing nabi
adalah hal yang sesuai dengan bidang keahlian ummatnya.

Misalnya mukjizat nabi Musa As yakni beralihnya tongkat menjadi ular yang
dihadapkan kepada masyarakat yang amat mengandalkan sihir. Mukjizat yang begitu
jelas ini benar-benar membungkamkan para ahli sihir yang ditantang oleh nabi Musa
sehingga mereka tak kuasa kecuali mengakui kesalahan mereka, walaupun firaun
menancam dengan aneka ancaman (Qs. Thaha/20:63-76).

C. TUJUAN DAN FUNGSI MUKJIZAT

16
Mukjizat berfungsi sebagai bukti kebenaran para nabi. Keluarbiasaan yasssssssssng
tampat atau terjadi melalui mereka itu diibaratkan sebagai ucapan tuhan: “ apa yang
dinyatakan sang nabi adalah benar.” Dia adalah utusanku, dan buktinya adalah aku
melakukan mukjizat itu.

Mukjizat ditampilkan oleh tuhan melalui hamba-hamba pilihan Nya untuk


membuktikan kebenaran ajaran ilahi yang dibawa oleh masing-masing nabi.

1. Bagi yang telah percaya kepada nabi, maka ia tidak lagi membutuhkan mukjizat. Ia tidak
lagi ditantang untuk melakukan hal yang sama. Mukjizat yang dilihat atau dialaminya
hanya berfungsi memperkuat keimanan, serta menambah keyakinannya akan kekuasaan
Allah SWT.
2. Para nabi sejak Adam as hingga Isa as diutus untuk suatu kurun waktu tertentu serta
masyarakat tertentu. Tantangan yang mereka kemukakan sebagai mukjizat pasti tidak
dapat dilakukan oleh umatnya.
3.
D. PANDANGAN ULAMA TENTANG KEMUKJIZATAN AL-QURAN
Seperti pernah ditegaskan pada bagian terdahulu dalam buku ini,bahwa pada
hakikatnya nya semua ulama sepakat tentang kemukjizatan Alquran dalam konteksnya yang
sangat luas dan sebagai satu kesatuan yang bersifat holistik. Hanya saja, mereka berlainan
pendapat dalam hal pemaparan kemukjizatan Al-Quran secara rinci dan bagian demi bagian.

Diantara aliran yang sering disebut-sebut mengingkari kemukjizatan Alquran


sekurang-kurangnya menyangkut aspek tertentu ialah segelintir orang dari kelompok
mu'tazilah. Terutama abu Ishaq Ibrahim an-nazhzham ( w.321 H/ 933M) yang oleh
Musthofa kallimin/ syaithan ahlul Kalam.

Menurut an-nazhzham, kemukjizatan Al-Quran pada dasarnya bukan terletak pada


kehebatan Al-Quran itu semata-mata, melainkan lebih dikarenakan Sharfah atau proteksi
dari Allah subhanahu wa ta'ala terhadap para hamba-nya. Lebih dari itu kata An-nazhzham,
Allah tidak saja memprotect kemampuan manusia untuk menandingi Al-Quran, akan tetapi
juga malahan membelenggu kefasihan lidah mereka, dalam kalimat lain ketidakmampuan
bangsa Arab bahkan bangsa manapun untuk menandingi Al-Quran. Dalam pandangan an-
nazhzham, lebih disebabkan paksaan Allah subhanahu wa ta'ala kepada hamba-Nya melalui

17
rekayasa sterilisasi kemampuan mereka demikian rupa ketimbang kebodohannya supaya
mereka tidak berdaya menghadirkan yang sepadan Al-Quran. Betapapun hebatnya ilmu
bahasa dan pengetahuan yang mereka miliki.

Tokoh dan aliran lain yang juga dicap mengingkari i'jaz Al-Quran iyalah Murtadha,
dari kalangan mazhab Syiah yang sependirian dengan an nazhzham bahwa ijaz Al-Quran
terjadi karena Sharfah dari Allah. Menurutnya Allah sengaja mematikan kreativitas dan
kemampuan orang Arab dari kemungkinan mereka menandingi al-quran. Padahal mereka
pada dasarnya berkemampuan untuk melakukan hal itu. Sharfah Allah kepada hamba-Nya
inilah sesungguhnya yang mengakibatkan Al-Quran tidak mengikuti tradisi, tambah Al
murtadha.

Tuduhan penafsiran ijaz Al-Quran terhadap aliran mu'tazilah dan kaum Syiah secara
keseluruhan hanya disebabkan segelintir tokohnya yang dalam kasus ini An- nazhzham dan
Al murtadha merupakan tuduhan yang kurang etis mengingat terlalu banyak pengikut
mu'tazilah dan kaum Syiah yang pengakuannya tentang kemukjizatan Alquran lebih kurang
sama atau tidak berbeda dengan kaum muslimin pada umumnya. Bahkan dari kalangan ahli
Sunnah sekalipun sesungguhnya ada juga yang membenarkan kemungkinan as sharfah itu
terjadi. Diantaranya seperti disebutkan az-zarqani ialah abu Ishak Al isfarayini.

Pemahaman tentang as-sharfah yang terkesan mengingkari kemukjizatan Al-Quran


seyogyanya tidak perlu terjadi manakala disikapi secara Arif dan tidak tendensius. Caranya
dihubungkan dengan sejumlah sifat Allah subhanahu wa ta'ala yang dalam banyak ayat
mengisyaratkan lemah lembutnya Allah subhanahu wa ta'ala tetapi dalam ayat-ayat tertentu
juga ada sifat-sifat Allah yang mengisyaratkan ketegasan dan ke maha perkasa annya
menghadapi orang-orang kafir yang keterlaluan.

Di antara sifat-sifat yang dimaksudkan ialah seperti al-qahhar (maha kuasa), aljabar
maha perkasa dan lain-lain yang mengisyaratkan fait Allah terhadap orang-orang durhaka.
Termasuk para penentang Alquran. Sedangkan An nazhzham dan Al murtadha sungguhpun
keduanya dalam banyak hal memiliki interpretasi berbeda atau tepatnya bertentangan
dengan orang-orang Islam kebanyakan namun keduanya belum tentu mengingkari
kemukjizatan Alquran apalagi mengingkari kebenarannya.

18
Konsep as-sharfah yang mereka kemukakan, agaknya bukan dalam konteks
pengingkaran terhadap kemukjizatan Alquran melainkan sebatas argumentasi mereka
tentang penyebab semua orang tidak ada yang mampu menandingi al-quran.bedanya jumhur
ulama Islam menitikberatkan alasan ketidakmampuan menandingi al-quran itu semata-mata
terletak pada keterbatasan manusia itu sendiri tanpa ada penjagalan dari Allah
subhanahuwata'ala sementara an nazhzham dan Al murtadha lebih melihat ketidakmampuan
itu disebabkan unsur tekanan dari Allah subhanahu wa ta'ala bukan semata-mata
ketidakmampuan manusia.

kedua logika ini sesungguhnya akan semakin mudah dimengerti ketika dihubungkan
dengan asas teologi atau kalam yang dianut masing-masing, yakni basis paham mu'tazilah
dengan konsep free Will and free act atau qodariyah nya di satu pihak dengan paham semi
jabariyah yang umum dianut kaum asy'ariyah dengan konsep kemahakuasaan mutlak Allah
subhanahu wa ta'ala di pihak lain.dikotomi alur pikir semacam inilah sesungguhnya yang
paling banyak mendominasi perbedaan pemahaman dan pemikiran umat Islam tentang soal-
soal keislaman pada umumnya dan perihal kemukjizatan Alquran pada khususnya.

Hanya saja memang ada kesan berbeda diantara kedua argumentasi yang dibangun
masing-masing pihak di atas. Yang pertama konsep jumhur sama sekali tidak meniadakan
kemungkinan ada tudingan untuk menyalakan Allah subhanahu wa ta'ala sedangkan pada
argumentasi kelompok kedua terkesan ada upaya memojokkan Allah subhanahu wa
ta'ala.tapi jika alasan kelompok pertama itu diarahkan kepada kaum muslimin yang sepenuh
hati mengakui kebenaran dan kemukjizatan Al-Quran dan kelompok kedua dihubungkan
dengan kaum kafir yang mengingkari kebenaran dan kemukjizatan Al-Quran sekaligus maka
sesungguhnya tidak ada lagi kontroversi yang berarti sekitar pengakuan kemukjizatan
Alquran ini. Termasuk pengakuan dan penerimaan kemukjizatan Alquran yang dibangun an
nazhzham dan Al murtadha melalui konsep as sharfah nya.

Yang pasti berbeda dengan pandangan an nazhzham dan Al murtadha melalui


konsep as sharfah nya di atas kebanyakan umat Islam berpendirian bahwa ijaz Al-Quran
terjadi secara wajar dan fair apa adanya, tanpa harus melalui as-sharfah dari Allah
subhanahu wa ta'ala seperti yang dianut Al murtadha dan an nazhzham. Hanya saja seperti
pernah ditegaskan sebelum ini, mereka atau jumhur ulama Islam juga berbeda pendirian

19
tentang kemukjizatan Al-Quran di luar sebagai satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh atau
holistik. sebagian orang ada yang berpendirian bahwa kemukjizatan Al-Quran tidak semata-
mata terletak pada keseluruhannya akan tetapi juga pada sisi-sisi tertentunya semisal
keindahan bahasanya. Di antara alasannya nya kata mereka mengingat bahasa Al-Quran
mencapai puncak keindahannya yang tidak bisa ditandingi oleh siapa kapan dan di mana
pun. Al-Quran bukan terletak pada kebahasaannya, akan tetapi lebih terfokus pada sistem
informasinya yang lebih jauh oleh akal manusia tanpa bantuan Al-Quran. Namun demikian
seperti akan segera diuraikan para ulama pada umumnya berpendapat bahwa mukjizat Al-
Quran terletak pada berbagai aspeknya yang manapun. Inilah pendapat atau keyakinan
mayoritas umat muslimin menyangkut ihwal kemukjizatan Alquran. Intinya dari sisinya
yang manapun Al-Quran mengandung kemukjizatan. Apakah itu dari sisi kebahasaannya
dari sisi kandungannya maupun dari sisi keseluruhan dan bagian demi bagian bahkan tidak
sedikit yang meyakini kemukjizatan Alquran hingga ayat dan bahkan huruf-hurufnya
sekalipun.

E. MACAM-MACAM MUKJIZAT

Secara garis besar mukjizat dapat dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu mukjizat
yang bersifat material indrawi lagi tidak kekal, dan mukjizat inmaterial, logis lagi dapat
dibuktikan sepanjang masa. Mukjizat nabi-nabi terdahulu semuanya merupakan jenis
pertama. Mukjizat mereka bersifat material dan idrawi dalam arti keluarbiasaan tersebut
dapat disaksikan atau dijangkau langsung lewat indra masyarakat tempat nabi tersebut
menyampaikan risalahnya.

Perahu nabi nuh yang dibuat atas petunjuk Allah sehingga mampu bertahan dalam
situasi ombak dan gelombang yang demikan dahsyat, tidak terbakarnya nabi Ibrahim dalam
kobaran api yang sangat besar dsb bersifat material dan idrawi, sekaligus terbatas pada
lokasi tempat nabi itu berada, dan berakhir dengan wafatnya masing- masing nabi. Hal ini
berbeda dengan mukjizat nabi Muhammad SAW yang sifatnya bukan indrawi atau material,
namun dapat dipahami oleh akal. Karna sifatnya yang demikian, maka ia tidak dibatasi oleh
suatu tempat atau masa tertentu.

Perbedaan ini disebabkan oleh 2 hal pokok:

20
1. Para nabi sebelum nabi Muhammad SAW ditugaskan untuk masyarakat dan
masa tertentu. Karna itu mukjizat mereka hanya berlaku untuk masa dan
masyarakat tersebut, tidak untuk sesudah mereka. Ini berbeda dengan nabi
Muhammad SAW yang diutus untuk seluruh umat manusia hingga akhir zaman,
sehingga bukti kebenaran ajarannya harus selalu siap dipaparkan kepada setiap
orang yang ragu dimana dan kapan pun berada.
2. Manusia mengalami perkembangan dalam pemikirannya. Auguste Comte (1798-
1857) berpendapat bahw pikiran manusia dalam perkembangannya mengalami
tiga fase :
a. Fase keagamaan dimana karna keterbatasan pengetahuan manusia ia
engembalikan penafsiran semua gejala yang terjadi kepada kekuatan tuhan
atau dewa yang diciptakan oleh benaknya.
b. Fase matefisika, dalam fase ini mnusia menafsirkan gejala atau fenomena
yang ada dengan mengembalikannya kepada prinsip-prinsip yang merupakan
sumber awal atau dasarnya. Manusia ada awalnya demikian juga dengan
pohon, binatang,dll.
c. Fase ilmiah, dimana manusia menafsirkan fenomena yang ada berdasarkan
pengamatan yang teliti dan berbagai eksperimen hingga diperoleh hukum
alam yang mengatur fenomena itu.
F. ASPEK-ASPEK KEMUKJIZATAN AL-QURAN

Az-Zarqani memaparkan segi-segi kemukjizatan al-quran sebagai berikut:

1. Segi kebahasaan dan tata bahasa atau uslub-Nya


2. Teknik penyusunannya
3. Ilmu dan pengetahuan
4. Elastisitas pemenuhan dengan berbagai kebutuhan manusia
5. Kedudukan Al-Qur‟an terhadap pengembangan ilmu pengetahuan teknologi
6. Kiat Al-Qur‟an tentang al-ishlah dalam hal ini kepatutan ketetapan rangkaian kata dan
kalimat nya
7. Kebenaran berita-berita gaib yang ada didalamnya
8. Aya-ayat tentang teguran dan celaan atau al-itab
9. Penurunan berbagai informasi yang telah lama dinanti-nanti
21
10. Penampakan kenabian Muhammad SAW ketika wahyu diturunkan kepadanya
11. Ayat-ayat mubahalah (keadaan saling mendoakaan supaya dilaknat Allah) ketika silang
pendapat
12. Ketidakmampuan Raasulullah Muhammad SAW dari kemungkinan mendatangkan
ajaran lain sebagai pengganti Al-Qur‟an .
13. Ketidak terlibatan Rasulullah SAW dengan pembuatan Al-Qur‟an
14. Dari sisinya yang manapun Al-Qur‟an tanpak kesuksesanny.
As- Sayyid Rasyid Ridha mengemukakan tujuh macam kemukjizatan Al-Qur‟an
yakni:
1. Segi susunan dan gaya bahasa
2. Segi keindahan atau ke-balagah-annya
3. Segi ilmu gaib yang terdapat didalamnya
4. Terbebas dari perbedaan dalam hal isi kandungannya
5. Segi ilmu-ilmu dinia keagamaan dan persyariatan
6. Segi antisipasi perkembangan zaman
7. Segi pembuktian masalah-masalah yang sebelumnya tidak diketahui para ahli.

22
BAB III
PROBLEMATIKA BACA TULIS AL QUR ‘AN

A . Pengertian Pembelajaran Al-Qur’an

Al-Qur‟an merupakan wahyu Allah Ta‟ala yang diturunkan kepada Nabi


Muhammad ShallallahuAlaihi Wasallam melalui Malaikat Jibril sebagai petunjuk bagi
seluruh manusia. Orang yang selalu berinteraksi dengan Al-Qur‟an seperti membaca,
menghafal, menerjemahkannya, memahami kandungannya, mengajarkandan
mengamalkannya akan memperoleh keutamaan yang sangat besar dari Allah Ta‟ala.
Keutamaan-keutamaan yang besar tersebut, seharusnya menjadi motivasi bagi setiap
muslim untuk senantiasa berinteraksi dengan Al- Qur‟an dan menanamkan kecintaan
kepada Al-Qur‟an dari usia dini. Sebagai penjelasan lebih lanjut dalam artikel ini,
indonesiastudents.com akan menguraikan tentang “Pembelajaran Al-Qur‟an”. Baik
pengertian pembelajaran Al-Qur‟an, Masalah yang sering dihadapi dalm proses
pembelajaran Al-Qur‟an dan solusi yang bisa dilakukan dalam mengatasi berbagai
probelma pembelajaran Al-Qur‟an.1

Pembelajaran Al-Qur‟an adalah suatu bentuk pengembangan, pengajaran,


pemanfaatan, pengelolaan dan evaluasi dari kegiantan belajar-mengajar yang
bersumber dari Al-Qur‟an secara Kaffah (keseluruhan), baik dari segi makna,
tajwid, asabulnuzul, dan lain sebagainya.Mata pelajaran Al-Qur‟an sangat penting untuk
diimpelemtasikan, bahkan pembelajaran Al-Qur‟an pada saat ini merupakan mata
pelajaran muatan lokal dan dilaksanakan di tiap tingkat kelas atau perguruan tinggi pada
setiap semesternya.Meskipun begitu, beberapa kondisi yang menjadi masalah di
lapangan dalam proses pembelajaran Al-Qur‟an. Diantarnya masalah yang terjadi
dalam Pembelajaran Al-Qur‟an di sekolah ataupun pesantren .

B . Masalah Umum Pembelajaran Al-Qur’an pada Siswa

Siswa atau terlihat kurang berminat dalam mengikuti pembelajaran, baik


dalam membaca, menghafal dan menerjemah Al-Qur‟an perkata.Siswa masih
banyak yang belum bisa membaca Al-Qur‟an sesuai dengan ketentuan ilmu tajwid

23
.Sebagian siswa kesulitan untuk menghafal . Minat belajar siswa yang rendah
Minat menurut Slameto (2010), minat adalah suatu bentuk kecenderungan yang tetap
untuk memperhatikan, menrepakan, dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan
yang dimaksudkan adalah kegiatan yang diminati seseorang.Apabila dikaitkan
dengan defenisi diatas, maka minat yang dikemukakan dengan belajar, maka minat
belajar adalah suatu bentuk dorongan atau kegairahan peserta didik yang tinggi dalam hal
pemusatan perhatian mengenai kegiatan belajar, contohnya melaui interaksi dengan
lingkungan sehingga akan menimbulkan perubahan pada perilaku setiap individu dalam
masyarakat.2
Sesuai dengan prinsip pembelajaran bahwa hasil belajar dapat diartikan dengan
bentuk perubahan yang terjadi dari proses pembelajaran yang telah dijalani siswa sesuai
dengan tujuan pembelajaran tersebut. Menurut Djamarah dan Zain dalam Mulya
Manru (2009; 18) bahwa suatu proses pembelajaran dikatakan berhasil jika tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya sudah tercapai. Apabila dikaitkan
dengan pembelajaran Al-Qur‟an yang dilakukan masih belum memuaskan, baik dari
segi bacaan, hafalan atau dalam menerjemah ayat-ayat Al-Qur‟an. Oleh karennya agar
minat peserta didik kembali tumbuh dalam mengikuti pembelajaran Al-Qur‟an sehingga
menghasilkan proses yang yang baik dan akan bermuara kepada hasil belajar yang
sempurna, bisa dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran yang inovatif,
menyenangkan dan melibatkan media pembelajaran berbasis Teknologi Informasi
Komunikasi (TIK) sehingga dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam
membaca, menghafal dan menerjemah Al-Qur‟an.
Umat Islam tidak dapat dipisahkan dengan al-Qur‟an dalam kehidupannya,
karena alQur‟an adalah pedoman dalam kehidupan manusia sehingga al-Qur‟an dapat
dijadikan sebagai pegangan hidup. Sebagaimana Firman Allah dalam Q.S. Al- Muzammil :

Dari ayat di atas dijelaskan tentang perintah membaca al-Qur‟an dengan tartil, yang
dimaksud dengan tartil disini adalah,membaguskan bacaan al-Qur‟an

24
secara terang, teratur, dan tidak terburu-buru serta mengenal tempat-tampat waqaf sesuai
dengan aturan-aturan ilmu tajwid. Membacanya bernilai ibadah dan mengamalkannya
merupakan kewajiban yang diperintahkan dalam agama. Seorang Muslim harus mampu
membaca ayat-ayat al-Qur‟an dengan baik sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah
SAW.
Al-Qur‟an dijadikan sebagai pedoman bagi setiap umat muslim, setiap Muslim
dianjurkan untuk membacanya serta memahami isi dari kandungan ayat tersebut. Al-Qur‟an
diturunkan untuk menjadi petunjuk bagi seluruh manusia dalam lintasan sejarah, dan tidak
berhenti pada peristiwa sejarah tertentu. Allah SWT memerintahkan kita untuk mengkaji
kandungan kitab-nya secara menyeluruh. Jika kita mencoba mengkaji redaksi al-Qur‟an pada
maknanya yang umum, maka kita akan menyadari bahwa ternyata maknanya itu meliputi
banyak hal dan berbicara mengenai berbagai hal .
Dalam kaitannya dengan al-Qur‟an, salah satu tujuan seseorang dalam hal membaca dan
menulis ini dapat dilihat dari adanya keinginan orang tersebut untuk mempelajari al -Qur‟an.
Hal ini disebabkan karena al-Qur‟an merupakan sebuah kitab suci berbahasa Arab yang
dapat dibaca isi kandungannya dan dapat ditulis kembali ayatnya guna melatih kemampuan
menulis seseorang. Dari kedua kemampuan yang telah ada dalam al-Qur‟an inilah
seharusnya dapat menjadikan seseorang bersemangat dalam mempelajarinya. Terlebih al -
Qur‟an merupakan kitab suci umat Islam yang diturunkan Allah SWT kepada Rasulullah SAW
melalui malaikat Jibril as, untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia sampai akhir
zaman.3
Relasi kecintaan seorang Muslim terhadap kitab suci al-Qur‟an tentulah harus
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Perwujudan yang dapat dilakukan salah satunya
adalah dengan cara mengadakan sebuah kegiatan pembinaan al- Qur‟an. Kegiatan ini sejatinya
merupakan bukti nyata betapa pentingnya al-Qur‟an dalam kehidupan manusia. Kini
pentingnya mempelajari al-Qur‟an telah banyak menjadikan seseorang termotivasi untuk
mengadakan program pembinaan baca

25
Al-Qur‟an adalah firman Allah yang berfungsi sebagai mukjizat (bukti kebenaran atas
kenabian Muhammad) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yang tertulis di dalam
mushaf-mushaf, yang diriwayatkan dengan jalan mutawatir, dan yang membacanya
dipandang beribadah1 .Untuk mendapatkan jaminan keselamatan dan kebahagiaan hidup
baik di dunia maupun di akhirat melalui AlQur‟an, maka setiap umat Islam harus berusaha
belajar, mengenal, membaca dan mempelajarinya2 . Al-Qur‟an diturunkan Allah kepada
manusia untuk dibaca dan diamalkan.Ia telah terbukti menjadi pelita agung dalam
memimpin manusia mengarungi perjalanan hidupnya. Tanpa membaca manusia tidak akan
mengerti akan isinya dan tanpa mengamalkannya manusia tidak akan dapat merasakan kebaikan
dan keutamaan petunjuk Allah dalam Al-Qur‟an.3 Di era globalisasi ini, banyak sekali
pergeseran nilai dalam kehidupan masyarakat dikarenakan para generasi kita masih banyak yang
belum mampu untuk membaca Al-Qur‟an secara baik apalagi memahaminya.Oleh karena itu,
sebagai orang tua harus mengusahakan sedini mungkin untuk mendidik dan membiasakan
membaca Al-Qur‟an
Dapat diketahui bahwa setiap muslim mempunyai tanggung jawab dan

berkewajiban untuk mengajarkan dan mengamalkan Al-Qur‟an sebagai petunjuk dan pedoman
hidup seluruh umat manusia yang ada di dunia ini. Apalagi dalam menghadapi tantangan
zaman di abad modern dengan perkembangan dinamika ilmu pengetahuan dan teknologi
yang semakin pesat seperti sekarang ini. Masyarakat muslim, secara khusus orang tua,
ulama terutama guru di sekolah perlu khawatir dan prihatin terhadap anak-anak sebagai
generasi penerus terhadap maju pesatnya IPTEK yang berdampak pada terjadinya pergeseran
budaya hingga berpengaruh pada pelaksanaan kegiatan pembelajaran Al-Qur‟an, manusia di
zaman ini cenderung lebih menekankan ilmu umum yang condong pada kepentingan dunia dan
melupakan ilmu keagamaan sebagai tujuan di akhirat kelak.

. Ketidak pedulian manusia dalam belajar Al-Qur‟an akan mengakibatkan terjadinya

peningkatan buta huruf Al-Qur‟an yang pada akhirnya Al-Qur‟an yang

26
merupakan Kalamullah tidak lagi di baca ataupun dipahami apalagi diamalkan. Membaca
Al-Qur‟an dengan fasih dan benar, mengerti akan kandungan ayat yang dibacanya apalagi
mau mengamalkannya, niscaya akan mendapat suatu kemuliaan dari Allah SWT,
bahkan bila perlu dilagukan dengan suara yang merdu, sebab itu termasuk Sunnah Rasul
Pendukung utama tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia yang bermutu adalah
melalui jalan terciptanya pendidikan yang bermutu, proses penyelenggaraan pendidikan yang
bermutu tidak hanya cukup dilakukan melalui transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi
saja, tetapi harus didukung oleh peningkatan profesionalisme dan system manajemen tenaga
pendidik serta pengembangan peserta didik untuk menolong diri dalam merencanakan, memiliki
dan mengambil keputusan yang tepat demi mencapai cita- citanya dimasa depan.
Pendidikan adalah proses interaksi antara pendidik atau guru dan siswa, yang
terjadi dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Pendidikan adalah upaya sadar yang
diarahkan untuk mencapai perbaikan di segala aspek kehidupan manusia. Pendidikan
dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju
kedewasaan (taklif), baik secara akal, mental maupun moral untuk menjalankan fungsi
kemanusiaan yang diemban sebagai seorang hamba dihadapan khaliq nya dan sebagai
pemelihara (khalifah). Oleh sebab itu maka pendidikan agama sangat diperlukan dalam
dunia pendidikan untuk menciptakan karakter keagamaan bagi peserta didiknya. Kegiatan
belajar mengajar tentu mempunyai tujuan yang akan dicapai. Tak jarang dalam
prosesnya, baik siswa maupun guru menemui masalah yang dapat menganggu kegiatan
belajar mengajar .
Masalah yang sering terjadi dalam proses pembelajaran adalah masalah kesulitan
terhadap mata pelajaran yang dihadapi oleh siswa di dalam kelas, yang dalam hal ini adalah
mata pelajaran Al-Qur‟an .5
Jenis kesulitan belajar tersebut diantaranya:

a) peserta didik kurang lancar dalam hal baca tulis Al-Qur‟an, menghafal,
penguasaan tafsir serta mufrodat, dan pengembangan pengayaan

27
serta penafsiran yang kaitannya dengan realitas sosial.

b) Selain itu, banyak guru dan peserta didik yang kurang menaruh perhatian
terhadap ayat-ayat al Qur‟an.
c) kesulitan membaca al-qur‟an tersebut bisa disebabkan oleh berbagai macam
faktor diantaranya karena peserta didik jenuh dalam belajar, kurang termotivasi,
faktor keluarga yang kurang mendukung, kurang lengkapnya saran dan
prasarana, pengaruh lingkungan yang kurang kondusif .

Adapun jenis kesulitan membaca Al-qur‟an yaitu

a) kesulitan dalam hal melafalkan huruf hijaiyah .

b) kurang lancar membaca ayat Al-qur‟an.

c) susah menghafal ayat Al-qur‟an .

d) kesulitan dalam baca tulis Al-Qur‟an.

e) kurang penguasaan tafsir serta mufrodat.

f) Kurang dalam mempraktekkan hukum bacaan (tajwid).

Secara garis besar, faktor penyebab timbulnya kesulitan membaca AlQur‟an terdiri
atas dua macam yaitu:
1. Factor intern siswa, yakni hal-hal yang atau keadaan-keadaan yang muncul dari
dalam diri siswa sendiri meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik
siswa, yakni:
a. Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas
intelektual/intelegensi siswa.
b. Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi
dan sikap. c. Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti
terganggunya alat- alat indra penglihat dan pendengar (mata dan telinga).
2. faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar
diri siswa meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung
aktifitas belajar siswa. Factor lingkungan ini meliputi:
28
a. lingkungan keluarga.

b. Lingkungan perkampungan atau masyarakat.

c. Lingkungan sekolah.

Berkaitan dengan kesulitan membaca Al-Qur‟an maka guru Al-Qur‟an mempunyai


tanggung jawab untuk mengatasinya.Tindakan yang dilakukan oleh guru Al-Qur‟an sebagai
upaya dalam mengatasi kesulitan belajar membaca Al- Qur‟an adalah memberikan motivasi
belajar dan membimbing kepada semua peserta didik, selain itu juga dengan mengadakan
remedial teaching. Guru Al-Qur‟an juga perlu bekerja sama dengan guru bimbingan dan konseling
serta orang tua dalam menangani peserta didik yang berkesulitan atau mengalami
masalah, disamping itu penanganannya tidak hanya dilakukan pada peserta didik yang
bermasalah, dan yang berprestasi juga dibimbing seta diarahkan dalam kelanjutan
pendidikannya. Boleh jadi peserta didik yang berprestasi tinggi tetapi prilakunya
6
menyimpang dari norma-norma yang ada.
Dengan demikian, jelas terlihat begitu pentingnya kemampuan membaca Al- Qur‟an
bagi umat Islam. Kemampuan ini akan terasah dengan baik jika telah dimulai sejak
dini. Anak-anak usia Madrasah tsanawiyah adalah usia yang baik untuk menanamkan
kemampuan membaca Al-Qur‟an. Untuk itu perlu dirumuskan tujuan pembelajaran yang
jelas dalam proses pendidikannya. Hal ini bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada
anak didik bahwa mampu membaca Al Qur‟an dengan baik merupakan hal yang penting dalam
ajaran Islam.
a . Permasalah dalam baca tulis al qur an

Allah menurunkan Al Qur‟an untuk diimani, dipelajari, dibaca, direnungkan, dan


dijadikan sebagai hukum. Berobat dengannya dari berbagai penyakit dan kotoran hati,
hingga hikmah lain yang dikehendaki oleh Allah dalam menurunkannya.

29
Al Qur‟an adalah kitab suci yang sempurna, serta berfungsi sebagai pelajaran bagi manusia,
pedoman hidup bagi setiap muslim, petunjuk bagi orang yang bertakwa.7
Ayat di atas menjelaskan bahwa Al Qur‟an diturunkan sebagai pedoman/pelajaran,
menjadi obat serta petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Oleh karena itu,
setiap muslim wajib mempelajari Al Qur‟an dan mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Adapun membaca Al Qur‟an hukumnya disyariatkan dan disunahkan untuk
sebanyak mungkin membaca dan menghatamkan setiap bulan. Adapun keutamaan
membacanya, sabda Rasulullah,
Salah satu cara terpenting untuk mendidik dan membina anak adalah dengan
memberinya pendidikan Al Qur‟an sejak masa kanak-kanak, karena pada masa ini adalah masa
pembentukan watak yang ideal. Anak-anak pada masa ini mudah menerima apa saja
yang dilukiskan. Sebelum menerima lukisan yang negatif, anak perlu didahului diberikan
pendidikan Al Qur‟an sejak dini agar nilai- nilai kitab suci Al Qur‟an tertanam dan bersemi
di jiwanya kelak. Mendidik anak untuk mengenal Al Qur‟andapat dilakukan baik oleh
orang tua anak tersebut maupun pendidik. Mendidik anak untuk mengenal Al Qur‟an
merupakan bentuk pemenuhan hak wiqayah terhadap anak, yaitu hak memelihara anak agar
terhindar dari api neraka .
Sungguh jika tidak ada qalam, maka anda tidak akan bisa memahami berbagai ilmu
pengetahuan, tidak akan bisa menghitung jumlah pasukan tentara, semua agama akan
hilang, manusia tidak akan mengetahui kadar pengetahuan manusia terdahulu, penemuan-
penemuan dan kebudayaan mereka. dan jika tidak ada qalam, maka sejarah orang-orang
terdahulu tidak akan tercatat (baik yang mencoreng wajah sejarah maupun yang
menghiasinya), Dan ilmu pengetahuan mereka tidak akan bisa dijadikan penyuluh bagi
generasi berikutnya. Dan dengan qalam bersandar kemajuan umat dan kreativitasnya.
Al-quran merupakan petunjuk bagi umat Islam di dalam hadis dijelaskan bahwa al-quran
merupakan pedoman hidup bagi umat Islam Alquran dijadikan sebuah kitab yang harus dibaca
dipelajari dihayati serta diamalkan oleh umat Islam. Sebagai seorang muslim sudah
sepantasnya menjadikan Alquran sebagai pegangan hidup dalam menjalani kehidupan kita
sehari-hari membaca al-quran merupakan pembinaan bagi akhlak generasi penerus
bangsa.Peran dan fungsi dalam membaca dan menulis huruf Alquran amat penting bagi
kehidupan umat

30
Alquran sebagai kitab suci yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad

SAW harus diyakini oleh setiap muslim bahwa selain mukjizat yang diberikan oleh Allah SWT
juga sebagai penuntun umat menuju pelaksanaan agama Islam secara kaffah oleh karena itu
belajar membaca Alquran harus ditanamkan kepada anak sedini mungkin. Menyadari
pentingnya belajar Alquran bagi anak dan manfaat bagi mempelajarinya menjadi pembelajaran
kita bahwa membaca Alquran adalah suatu yang wajib diberikan di sekolah .8
Guru pendidikan agama Islam harus menjadi ujung tombak keberhasilan dalam
pembelajaran membaca Alquran bagi siswa-siswanya , disebutkan demikian karena
membaca Alquran tidak hanya sekedar mampu melepaskan lambang- lambang bunyi yang
disebut huruf yang dalam Alquran menggunakan huruf hijaiyah akan tetapi harus pula
mengajarkan ilmu tajwid agar siswa mampu membaca al-quran dengan baik benar dan tartil
. Pembelajaran membaca Alquran mampu memberikan bekal bagi siswa sehingga siswa
mampu membaca alquran dengan baik dan lancar .
Guru dituntut untuk mampu menerapkan strategi pembelajaran yang membangkitkan
proses pembelajaran yang efektif dalam undang-undang nomor 13 tahun 2014 tentang
pendidikan keagamaan Islam pasal 111 pendidikan Alquran adalah lembaga pendidikan
keagamaan yang bertujuan untuk memberikan pengajaran bacaan tulisan hafalan dan
pemahaman Alquran.Seorang pendidik bukan hanya bertanggung jawab menyampaikan materi
pembelajaran kepada siswa tetapi juga membentuk kepribadian peserta didik yang bernilai
tinggi.
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam masalah belajar ini
yaitu

a) Membangkitkan minat dan kemampuan siswa yang baik.

b) Mengatur proses belajar mengajar.

c) Berpindahnya pengaruh belajar dan pelaksanaan dalam kehidupan .

d) Hubungan manusiawi dalam proses belajar mengajar dan seorang pendidik harus
memberikan peningkatan kemampuan pada siswa .

kemampuan adalah penguasaan seseorang tentang sesuatu khususnya pada kemampuan


membaca Alquran.Kesulitan pembelajaran baca tulis Alquran dalam meningkatkan
31
keterampilan membaca tartil telah terlihat dan terdengar siswa dapat membaca sesuai dengan
tajwid sehingga siswa terus melatih membaca Alquran dan siswa selalu menyimak lantunan
bacaan Alquran melalui audio sampai tartil hingga sampai hafal.Solusi terhadap
kesulitan dalam pembelajaran baca tulis Alquran bagi siswa guru telah menggunakan sistem
penyimpanan secara sistematis dan memberikan contoh demi satu persatu serta melalui asisten
setiap siswa yang telah pandai membaca secara fase identitas siswa dan lingkungan belajar
yang menyenangkan sehingga tampak Siswa belajar dengan serius.9
C . Solusi Mengatasi Pembelajaran Al-Qur’an

Model pembelajaran yang bisa menjadi sebuah solusi Pembelajaran Al- Qur‟an ialah
menerapkan model pembelajaran 3G-P berbasis TIK” dan media pembelajaran yang digunakan
adalah “CD Interaktif Media Tarjamatul Qur‟an (MTQ)”. Walaupun model pembelajaran
dan media pembelajaran ini telah diterapkan, akan tetapi sangat penting dievaluasi
adalah hasil dari penerapannya, sehingga dapat diketahui tingkat keberhasilannya dan
pengaruhnyaterhadap siswa.Alasan hal tersebut diungkapkan karena tujuan dari
pembelajaran Agama Islam, khususnya Al-Qur‟an agar semua peserta didik memiliki
keimanan yang kuat, kecintaan kepada Allah Ta‟ala, rasul-Nya dan kecintaan terhadap Al-
Qur‟an. Akan tetapi, terdapat beberapa kendala saat diaplikasikan dalam proses
pembelajaran sehingga hasil belajar pun masih belum sesuai dengan yang diharapkan.

32
BAB IV
METODE BAGDADIYAH DALAM PEMBELAJARAN BACA TULIS AL-QUR’AN

A. Pengertian Metode Pembelajaran Al-Qur’an


Metode pembelajaran Al-Quran pada hakekatnya adalah mengajarkan Al-Quran
pada anak yang merupakan suatu proses pengenalan Al-Quran tahap pertama dengan
tujuan agar anakmengenal huruf sebagai tanda suara / tanda bunyi.Prinsip pengajaran Al-
Quran pada dasarnya dapat dilakukan dengan berbagai macam metode yang semuanya
memiliki tujuan yang sama yaitu agar anak-anak dapat membaca Al-Quran dengan baik
dan benar sekaligus agar anak suka belajar dan bisa menyenangi materi yang diberikan.

Ada beberapa cara yang dilakukan dalam menyampaikan baca tulis Al-Quran,
salah satunya yaitu metode Al-Baghdadi yang berasal dari Baghdad, Irak. Metode Al-
Baghdadi adalahmetode tersusun. Maksudnya suatu metode yang tersusun secara
berurutan dan merupakan sebuah proses ulang atau lebih dikenal dengan sebutan metode
alif, ba‟, ta‟.

B. Pengertian Metode Bagdadiyah


Metode Al-Baghdad adalah metode tersusun (tarkibiyah), maksudnya yaitu suatu
metode yang tersusun secara berurutan dan merupakan sebuah proses ulang atau lebih kita
kenal dengansebutan metode Alif, Ba‟,Ta.

Metode Al-Baghdad adalah metode pembelajaran Al-Qur‟an dengan cara dieja


per hurufnya. Kaedah ini juga dikenal dengan kaedah sebutan “eja” atau latih tubi,
Menurut Thoha menjelaskan kaidah ini sudah bermula dari pemerintahan khalifah Bani
Abbasiyah dan di Indonesia kaedah tersebut telah diperkenalkan pada awal tahun 1930-an
sebelum kemerdekaan. Pengajian anak-anak dari waktu ke waktu, dari generasi ke
generasi, terus menyebar dalam jumlah besar merata di seluruh pelosok tanah air. Berkat
pengajian anak-anaklah maka kemudianumat Islam dari generasi ke generasi berikutnya
mampu membaca Al-Qur‟an.

Metode ini adalah metode yang paling lama muncul dan digunakan masyarakat
Indonesiabahkan metode ini juga merupakan metode yang pertama berkembang di
Indonesia. Buku metode Al-Baghdady ini hanya terdiri dari satu jilid. Hanya sayangnya
33
belum ada seorangpun yang mampu mengungkap sejarah penemuan, perkembangan, dan
metode pembelajarannya sampai saat ini. Cara pembelajaran metode ini dimulai dengan
mengajarkan huruf hijaiyah dan pembelajaran tersebut diakhiri dengan membaca juz
„Amma. Dari sinilah kemudian santri atau pesrta didik boleh melanjutkan ke tingkat
yang lebih tinggi, yaitu pembelajaran Al-Qur‟an.

C. Sejarah Metode Bagdadiyah


Metode ini berasal dari kota Baghdad, Iraq pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah.
Belum diketahui secara pasti munculnya metode ini, metode ini muncul pada era sebelum
1980an di Indonesia. Metode ini merupakan yang pertama muncul dan merupakan metode
tertuadi Indonesia yaitu dengan pengajaran huruf hijaiyah dan juz amma. Metode baghdadi
merupakanmetode masa lampau yang telah teruji keberkahannya. Dikarenakan metode ini
sudah dipakai sejak lama dan sudah sangat senior sehingga tidak dapat diketahui secara pasti
siapakah orang yang mencetus atau menyusun metode baghdadi dalam pembelajaran membaca
AlQur‟an atau huruf hijaiyah. Hanya nama metode baghdadi yang dapat memberikan secercah
informasi bahwametode ini berasal dari zaman khalifah abbasiyah yang di nisbatkan kepada
kota Baghdad di irak. Metode baghdadi adalah metode tersusun (Tarkibiyah), maksudnya yaitu
suatu metode yang tersusun secara berurutan dan merupakan sebuah peroses ulang atau lebih
kita kenal dengansebutan alif, ba‟, ta‟. Metode ini juga metode yang paling lama muncul dan
digunakan masyarakat Indonesia bahkan metode ini juga merupakan metode yang pertama
berkembang di Indonesia.

D. Konsep Pembelajaran Metode Bagdadiyah


Dalam kitab qowaidah baghdadiyah ma‟a juz amma, disana terdapat caracara pembelajaran
Al-Qur‟an dengan metode baghdadi. Dalam buku ini santri akan diajarkan dengan cara sebagai
berikut:6

a. Hafalan Sebelum jama‟ah diberi materi terlebih dahulu harus menghafal huruf-huruf hijaiyyah
dari alif sampai ya‟ ditambah dengan huruf hamzah dan lam alif.

b. Mengeja Maksud dari mengeja yaitu, sebelum jama‟ah membaca perkalimat terlebih dahulu
membaca huruf secara eja, misalnya: alif fatha a, ba‟ fatha ba, dan seterusnya.

c. Modul Siswa yang lebih dahulu menguasai materi, dapat melanjutkan kepada materi atau
halaman berikutnya tanpa harus menunggu santri atau temannya yang lain.

d. Tidak variatif Pada metode ini tidak disusun34 menjadi beberapa jilid buku, melainkan hanya 1
jilid buku saja.

e. Pemberian contoh yang absolute Seorang ustadz atau ustadzah dalam memberikan bimbingan,
terlebih dahulu memberikan contoh kemudian santri mengikutinya.

E. Langkah-langkah Pembelajaran Metode Baghdadi


Dalam pelaksanaan metode baghdadi santri akan diajarkan menggunakan langkah-
langkah yang disediakan oleh teori ini, supaya nantinya santri bisa membaca Al-Qur‟an dengan
lancar dan benar. Adapun langkah-langkahnya yaitu sebagai berikut.7

a. Pengenalan huruf hijaiyah Pada tahap ini santri dituntut untuk menghafal huruf hijaiyah yang
ada 30 (lam alif dan hamzah diikutsertakan) tanpa menggunakan harakat, dengan cara

mengejanya, menulisnya, dan menghafalnya. Dengan demikian peserta didik dapat mengerti
dasar dari huruf arab. Contohnya: alif, ba, ta, tsa, jim, kha. Kho, dal, dzal, ro, za, sin, syin, shod,
dhod, tho, dzo, ain, ghin, fa, qof, lam, mim, nun, wawu, ha, lam alif, hamzah, ya.

b. Pengenalan huruf dengan harakat Setelah siswa harus sudah menghafal huruf hijaiyah yang
tidak menggunakan harakat, tahap selanjutnya siswa tersebut disuruh untuk menghafal huruf
hijaiyah yang sudah diberi harakat. Harakat yang pertama dikenalkan adalah harakat fathah.
Kemudian para siswa dapat menghafalkan huruf-huruf yang berharakat selain fathah yaitu kasrah
dan dhamah masing-masing dari huruf hijaiyah satu hurufnya diulang-ulang sebanyak tiga kali
yang kemudian diberi harakat fathah, kasrah, dan dhamah. Dengan demikian murid-murid akan
mengerti bagaimana huruf hijaiyah yang berakat fathah, kasrah, dhamah, dan bagaimana bentuk
fathah, kasrah, dhamah. Contohnya: a-i-u, ba-bi-bu, ta-ti-tu, tsa-tsi-tsu, ja-ji-ju, kha-khi-khu,
kho- khi-khu, dan seterusnya. Kemudian setelah itu santri akan belajar mengenal harakat yang
bertanwin (baris dua) yaitu fathah tanwin, kasrah tanwin, dhamah tanwin. Sama dengan yang
diatas dalam tingkat ini masing- masing dari huruf hijaiyah juga satu hurufnya diulang-ulang
sebanyak tiga kali yang kemudian diberi harakat fathah tanwin, kasrah tanwin, dhamah tanwin.
Contohnya: an-in-un, ban-bin-bun, tan-tin-tun, tsan-tsin-tsun, jan-jinjun, dan seterusnya.

c. Pengenalan huruf sambung Pada langkah ini para santri atau peserta didik akan diajarkan
bagaimana bentuk huruf-huruf yang disambung dan diajarkan juga bagaimana cara membacanya.
Selain itu peserta didik dapat mengetahui mana
35
huruf yang bisa disambung dan mana yang tidak
bisa disambung. Santri juga dituntut untuk membaca huruf yang sudah disambung. Dengan
menggunakan kaidah-kaidah yang telah disepakati para ulama. Kaidah-kaidah tersebut meliputi
hukum nun mati dan tanwin, hukum mim mati, dan lain-lain. Dengan cara seperti itu maka santri
akan mengetahui bacaan- bacaan yang ada dalam Al-Qur‟an dan mengetahui kaidah-kaidah yang
benar. Contohnya: al-la, bal-la, tal-la, tsal-la, dan seterusnya. In-ini, bin-ini, tin-ini. Tsin-ini, dan
seterusnya.

d. Pengenalan juz amma Setelah santri telah menguasai huruf-huruf sambung dan dapat
membacanya dengan baik dan benar, kemudian langkah selanjutnya para santri dicoba untuk
membaca surat-surat yang ada di juz 30 atau juz amma. Setelah selesai menguasai surat-surat
yang ada di juz amma barulah para santri bisa membaca Al-Qur‟an. Setelah santri dapat
membaca juz amma maka santri disuruh untuk menghafalkan juz amma dan mengulang-ulang
surat yang sudah dihafalkan.

F. Kelebihan dan Kekurangan Metode Baghdadi


a. Kelebihan metode Baghdadi Kelebihan dari metode baghdadi dalam pembelajaran Al-Qur‟an
yaitu sebagai berikut.

1) santri akan mudah dalam belajar, karena sebelumnya para santri sudah hafal huruf
huruf hijaiyah.

2) Santri yang sudah lancar akan cepat melanjutkan ke materi selanjutnya, karena tidak
menunggu peserta didik yang lainnya.
3) Keterampilan mengeja yang dikembangkan merupakan daya tarik tersendiri bagi para
santri atau peserta didik.

4) Materi tajwid secara mendasar terintegrasi dalam setiap langkah.

b. Kekurangan metode Baghdadi

1) Membutuhkan waktu cukup lama, karena harus menghafal dan mengeja semua huruf
hijaiyah.

2) Metode baghdadi yang asli sulit diketahui, karena sudah mengalami beberapa
modifikasi.

3) Penampilan beberapa huruf yang mirip dapat menyulitkan pengalaman santri atau
peserta didik. 36
BAB V
METODE BIL HIKMAH DALAM PEMBELAJARAN BACA TULIS AL-QUR’A

A. Pengertian Metode Bil Hikmah

Metode bil hikmah merupakan suatu cara yang dapat di gunakan dalam
mengajarkan membaca al-qur‟an. Menurut yahya metode bil hikmah merupakan
metode gabungan antara metode baghdadiyah dan metode sautiyah dengan
mengambil sisi keunggulan dari kedua metode tersebut. Sedangkan baca tulis, baca
bererti membaca yakni melihat tulisan dan mengerti atau melisankan apa yang
tertulis itu.
Sedangkan tulis adalah membuat huruf, angka, dan sebagainya mengunakan
pena, pinsil dan lain lain. Dan secara umum kegiatan pembelajaran baca tulis al-
qur‟an adalah melafalkan dan menulis ayat-ayat al-qur‟an dengan mengetahui aturan
aturan yang elah di tetapkan seperti makhorijul huruf, kaidah tajwid, dan panjang
pendek sehingga tidak terjadi perubahan makna.
sedangkan metode berasal dari bahasa greeka, (metha) yang artinya melalui
atau melawati dan hoddos artinya jalan atau cara. Jadi metode berarti jalan atau
carayang harus di lalui untuk mencapai tujuan tertentu. Secara umum terdapat dua
metode 2 metode induk membaca Al-Qur‟an yaitu baghdadiyah dan sautiyah.
Dimana ciri utamanya mengenalkan huruf hijaiyah dan mengeja.
Metode ini telah berhasil mengantarkan kaum muslimin tentang membaca
Al-Qur‟an, hanya saja waktunya sangat lama.kemudian metode bil hikmah
nmengambil keunggulan metode baghdadiyah dalam mengenalkan huruf hijaiyah
dan juga mnembil keunggulan metode sautiyah dalam mengajarkan huruf huruf yang
bersakal tanpa mengejanya hasilnya terbukti sangat efektif dan efesien bagi kaum
muslimin dalam membaca Al-Qur‟an.
Pendekatan utama dari metode bil hikmah adalah metode sautiyah yaitu
mengajarkan membaca al-qur‟an tanpa mengeja. Akan tetapi keunggulan struktur
dari metode bagdadiyah tetap di pertahankan. Karna dalam metode bil hikmah secara
ketat memulainya dengan memperkenalkan 28 huruf hijaiyah tanpa mengejanya.
Hal ini sesuai dengan aspek historis dan mengandung filosofi yang cukup
mendalam. Sebagai mana yang ada dalam Al-Qur‟an, ada beberapa surah yang di
mulai dengan huruf-huruf hijaiyah seperti : alif lam mim, alif lam ra dan seterusnya.
Surah-surah yang di mulai dengan huruf hijaiyah ini ternyata mengandung inflikasi

37
filosofis, bahwa pendidikan membaca Al-Qur‟an itu perlu untuk mengenalkan
struktur huruf bahasaal-Qur‟an.

B. Prinsip Metode Bil Hikmah


Metode bil hikmah memiliki landasan historis, filosofis dan ilmiah yang
cukup kokoh. Metode ini tetap melestarikan struktur huruf yang sudah berabad-abad
di budayajan lewat metode bahgdadiyah dalam proses pengajaran al-qur‟an.
Pengenalan struktur ini di pandang sangat penting, karna para murid sejak awal
belajar sudah mnegetahui barapa banyak huruf hijaiyah,
berbeda dengan mrtode yang tidak mengenalkan struktur para pelajar akan
kebingungan mengenali huruf hijaiyah itu. Disinilah metode bil hikmah mengambil
segi keunggulan struktur huruf hijaiyah dari metode baghdadiyah. Tentang struktur
ini akan di bahas dalam prinsip-prinsip metodologi bil hikmah.
Yaitu menurut rahmat dan supriadi menegaskan prinsip-prinsip tersebut
sebagai berikut :

1. Prinsip pertama adalah terstruktur. Yaitu huruf-huruf hijaiyah di himpun dalam


satu struktur, demikian juga huruf di awal, di tengah, dan di akhir kalimat di
struktur kan dalam tabel khusus.
2. Prinsip kedua adalah sistem himpunan akan memudahkan pengenalan dan
penghafalan bentuk-bentuk huruf yang sama.
3. Prinsip ketiga mengasosiasikan huruf hijaiyah dengan benda benda yang mudah
di kenal sehingga memudahkan inggatan terhadap huruf-hurufd yang perlu di
hafalkan
4. Prinsip keempat yaitu pleksibilitas, prinsif ini sangat membantu bagi orang yang
lambat untuk menyesuaikan diri dengan kecepatan belajarnya masing-masing.
5. Prinsip ke lima yaitu kesamaan bunyi. Dalam ilmu tajwid alif lam komariyah dan
alif lam syamsiah di ajarkan dalam satu tofik. Dalam bil hikmah sesuai dengan
nalar menunjukan al lain yakni menyatukan kesamaan bunyi.
6. Prinsip keenam yaitu drill untuk huruf-huruf yang memiliki kemiripan bunyi dan
penghalusan bacaan.
7. Prinsip ke tujuh yaitu mengabungkan pengajaran membaca dengan menulis.
Hasilnya membuktikan bahwa mempelajari sekaligus membaca dan menulis Al-
Qur‟an justru lebih mempercepat kemampuan membaca sekaligus menulis al-
qur‟an.
38
C. Faktor Pendukung dan Peghambat Metode Bil Hikmah

1. Faktor Pendukung

Dari hasil melihat kemampuan siswa dalam baca tulis al-quran ada beberapa
faktor pendukung yaitu:
a. Guru
Faktor yang mendukung keberhasilan pelaksanaan dan kemempuan para
siswa atau murid tidak terlepas oleh yang namanya pengajaran dari guru. Para
guru mengikuti pembinaan yang di adakan oleh majlis untuk meningkatkan
kualitas para guru. Sebelum guru menyampaikan materi maka terlebih dahulu
mempersiapkan media apa yang harus di perlukan dalam mengajar. Oleh
karna itu guru merupakan salah satu faktor pendukung dalam kelancaran
metode bil hikmah baca tulis al-qur‟an supaya berjalan sesuai dengan apa
yang telah di tetapkan.
b. Siswa
Dalam pelaksanaannya siswa juga merupakan faktor pendukung, tiada artinya
bila mana dalam suatu proses belajar hanya terdiri dari beberapa guru dan
tidak mempunyai siswa sama sekali oleh karena itu siswa merupakan salah
satu faktor penduung dalam pelaksanaan metode bil hikma.
c. Sarana pra sarana
Dalam hal ini yang menjadi faktor utama dalah adanya alat peraga dan media
belajar lainya untuk mempermudah guru dalam penyampaian materi artinya
para sisiwa tidak perlu menyediakan sendiri, di samping itu kitab-kitab aau
buku tentang metode bil hikmah dalam pembelajaran baca tulis Al-Qur‟an
juga sangat penting untuk mencapai hasil.

2. Faktor Penghambat

Faktor yang menjadi penghambat metode bil hikmah dalam pembelajaran


Al-Qur‟an anara lain :

39
a. Kurang terpenuhinya buku buku dan media pembelajaran yang
menunjang dalam pembelajaran khususnya dalam pembelajaran baca
tulis Al-Qur‟an
b. Minimnya atau sedikitnya waktu yang di sediakan untuk pembelajaran
agama pada saat ini khususnya pembelajaran Al-Qur‟an
c. Tingkat kemampuan siswa beragam sehingga susah untuk
menyampaikan materi yang beragam
d. Banyak siswa yang belum mengenal ilmu tajwid sehingga susah untuk
menerapkan metode bil hikmah dalam pembelajaran baca tulis Al-
Qur‟an

40
BAB VI
PEMANTAPAN HURUF HIJA’IYAH

A.Landasan Teori
1. Sejarah Munculnya Tanda Huruf
Huruf atau tulisan adalah salah satu sarana untuk menyatakan kehendak, cipta
dan rasa. Ketika orang belum mengenal alat komunikasi modern seperti telepon, internet
dan lainnya mereka telah terlebih dahulu mengenal huruf. Manusia memiliki bahasa
yang digunakan sebagai alat komunikasi dengan sesamanya, baik berkomunikasi melalui
lisan, tulisan ataupun isyarat. Semuanya merupakan sarana untuk mengapresiasi
kebutuhan hidup manusia.
Pada awalnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau dengan bahasa isyarat.
Namun, ada banyak hal yang ternyata sulit dikomunikasikan dengan dua cara tersebut,
dan membutuhkan cara yang ketiga, yaitu bahasa tulis. Dari sini, muncul kebutuhan akan
bahasa tulis. Bahasa tulis tidak serta merta tersusun dari huruf-huruf seperti saat ini.
Bahasa tulis terlebih dahulu melalui beberapa fase perkembangan dan penyempurnaan
untuk dapat menjadi seperti sekarang.
Fase pertama al-shauri al-dzati, mendeskripsikan suatu peristiwa melalui gambar
itu sendiri. Dalam hal ini, gambar menjadi bahasa tulis yang berupaya menceritakan
suatu kejadian atau peristiwa. Fase ini adalah fase paling sederhana tetapi juga bersifat
terbatas. Terbatas pada peristiwa-peristiwa yang dapat dideskripsikan melalui gambar,
seperti gunung meletus, diserang binatang buas dan lainnya.
Fase kedua al-shauri al-ramzi, mendeskripsikan suatu peristiwa, waktu
terjadinya, atau situasi dan kondisi pada saat terjadi melalui makna yang dilambangkan
oleh suatu gambar. Bahasa ini lebih luas dan dipergunakan untuk menggambarkan hal-
hal yang tidak dapat digambarkan oleh al-shauri al-dzati. Seperti perasaan orang-orang
yang tertimpa gunung meletus, perasaan benci, cinta dan lainnya.
Fase ketiga al-maqtho‟i, perjalanan waktu menjadikan kebutuhan hidup manusia
bertambah banyak dan bervariasi. Bahasa tulis yang menggunakan gambar-gambar
tersebut kadang kala tidak dapat ditangkap maksudnya oleh penerima (komunikan), atau
penerima keliru dalam memahami maksud pengirim berita (komunikator), sehingga
pesan tidak berjalan seiring. Atau karena peristiwa yang diceritakan panjang membuat
gambar yang di tulis juga panjang dan banyak. Hal ini dianggap tidak efektif dan efisien
sebab membutuhkan waktu, tenaga, dan pikiran lebih banyak. Faktor-faktor ini yang
kemudian mendorong dibuatnya maqtho‟ (tanda-tanda) yang dapat menggantikan fungsi

41
gambar sebagai bahasa tulis. Maqtho‟ ini ada yang dipakai dan disepakati oleh
komunitas di daerah tertentu, ada yang dipakai dan dipahami sama (kebetulan atau tidak)
oleh banyak komunitas di berbagai daerah. Misalnya, tanda kepala „ain sebagai ganti
gambar yang menunjukkan arti musuh, tanda kepala syin sebagai ganti gambar yang
menunjukkan pohon atau hutan dan lain-lain. Meskipun tanda-tanda ini terkadang tidak
menunjukkan adanya hubungan yang logis dengan gambar yang ditandai, tetapi cara
demikian dipakai oleh para pengguna bahasa tulis pada masanya.
2. Definisi Hijaiyah
Kata huruf berasal dari bahasa arab harf atau huruuf )‫ف‬ٚ‫ دش‬ٚ‫(دشف ا‬. Huruf arab
disebut juga huruf hija‟iyah )‫خ‬١‫ (٘جبئ‬. Kata hija‟iyah berasal dari kata
kerja hajjaa )ٝ‫(٘ج‬yang artinya mengeja, menghitung huruf, membaca huruf demi huruf.
Huruf hija‟iyah disebut pula huruuf tahjiyyah )‫خ‬١‫ج‬ٙ‫ف ر‬ٚ‫ (دش‬.
Huruf hijaiyah disebut juga alfabet arab. Kata alfabet itu sendiri berasal dari
bahasa arab alif, ba‟, ta‟. Kata abjad juga berasal dari bahasa arab a-ba-ja-dun; alif, ba‟,
ta‟, jim, dan dal )‫ (أثجذ‬. Namun ada pula yang menolak pendapat ini dengan alasan, huruf
hijaiyah mempunyai aturan urutan yang berbeda dengan terminologi abjad. Huruf
hijaiyah dimulai dari alif dan berakhir pada huruf ya‟ secara terpisah-pisah. Sedang
terminologi abjad urutannya disusun dalam bentuk kalimat ‫ وٍّٓ ععفض‬ٝ‫ص دط‬ٛ٘ ‫(أثجذ‬
)‫لششذ‬, di samping itu terminologi abjad lebih bersifat terbatas pada bahasa samiyah yang
lokal (lughah samiyah al-umm).
Huruf hijaiyah berjumlah 28 huruf tunggal atau 30 jika memasukkan huruf
rangkap lam-alif )‫ (ال‬dan hamzah )‫ (ء‬sebagai huruf yang berdiri sendiri. Orang yang
pertama kali menyusun huruf hijaiyah secara berurutan mulai dari alif sampai ya‟ adalah
Nashr Bin „Ashim Al-Laitsi )ٟ‫ث‬١ٌٍ‫(ٔبطش ثٓ عبطُ ا‬. Cara menulis huruf Arab berbeda
dengan huruf Latin. Kalau huruf Latin dari kiri ke kanan maka huruf Arab ditulis dari
kanan ke kiri.

3. Pertumbuhan dan Perkembangan Huruf Hijaiyah


Semua huruf atau tulisan di dunia ini pada mulanya merupakan tanda-tanda yang
sangat sederhana yang telah ditemukan, disepakati dan dipergunakan oleh generasi paling
tua dalam bentuk gambar atau lambang yang dapat dilihat oleh mata. Kemudian generasi
selanjutnya melakukan proses pengurangan, penambahan, dan penyempurnaan sesuai
kebutuhan sehingga terwujud bentuk huruf seperti sekarang ini. Demikian pula dengan
huruf atau tulisan Arab.

42
Menurut penelitian para sejarawan, tulisan Arab yang dipergunakan sekarang ini berasal
dari mesir kuno : hieroglyph. Keadaan tulisan pada awalnya adalah dalam bentuk lambang
yang terpisah-pisah seperti huruf cetak latin, hanya huruf konsonan (selain wawu, alif dan
ya‟) yang ditulis, tidak memakai titik-titik, dan terkadang satu huruf dipakai untuk beberapa
huruf yang mempunyai kesamaan bentuk tanpa diberi tanda pembeda seperti lazimnya
huruf pada masa sekarang.
Tulisan Mesir kuno tetap digunakan dalam bentuk gambar dan beberapa diantaranya
berupa huruf hingga abad 5 M, dan tidak mengalami banyak perubahan sampai generasi-
generasi mesir selanjutnya berakulturasi (proses bercampurnya dua atau lebih kebudayaan
karena percampuran bangsa-bangsa dan saling mempengaruhi) dengan suku-suku di daerah
lain, seperti dengan Suku Lihyani di Arabia Selatan dan sebagai wujud akulturasinya
melahirkan jenis tulisan lihyani, atau dengan Suku Himyar di Yaman Siria dan melahirkan
tulisan himyari.
Ciri tulisan pada waktu itu adalah huruf ditulis dengan bentuk lambang yang
terpisah-pisah seperti huruf cetak Latin, hanya huruf konsonan (selain wawu, alif dan ya‟)
yang di tulis, tidak memakai titik-titik, dan terkadang satu huruf dipakai untuk beberapa
huruf yang mempunyai kesamaan bentuk tanpa diberi tanda pembeda seperti lazimnya
huruf pada masa sekarang.

4.Penyempurnaan Tulisan Arab


Penyempurnaan ini dibutuhkan karena munculnya kasus kesalahan baca ayat al-
Qur‟an adalah fatal sebab dapat merubah makna ayat tersebut. Dengan demikian meluasnya
agama Islam ke berbagai suku dan bangsa-bangsa bukan Arab yang tidak mengenal bahasa
Arab, kekhawatiran terjadinya kesalahan yang sama semakin kuat. Karena bahasa dan
tulisan Arab merupakan bahasa dan tulisan resmi al-qur‟an. Sedangkan bahasa dan tata
bahasa pada waktu itu belum dibakukan. Penyempurnaan tulisan Arab selanjutnya adalah
dengan :

1) Menciptakan syakal
Pada awal abad ke-7 M, awal daulah Umawiyah, Ziyad bi Abi Sufyan meminta kepada
seorang ahli bahasa Arab, Abu Aswad al-Duali untuk menciptakan syakal sehingga
mempermudah membaca al-qur‟an dan meminimalisir kesalahan baca. Tanda baca yang
diciptakan sebagai berikut :
 Titik satu disebelah kiri huruf berarti dhammah
 Titik satu tepat di atas huruf berarti fathah
43
 Titik satu tepat di bawah huruf berarti kasrah
 Bila titik didobelkan maka menjadi tanwin
 Titik-titik yang menjadi syakal ditulis dengan tinta merah sedangkan, huruf ditulis
dengan tinta warna hitam.
2) Membedakan huruf yang sama bentuk dengan garis
Tanda baca ciptaan al-dauli sangat membantu dalam membaca al-Qur‟aan. Tetapi,
huruf-huruf yang bentuknya sama dan ejaannya berbeda sering kali membingungkan.
Hingga pada masa Abdul Malik bin Marwan (685-705 M) seorang gubernur bernama al-
Hajjaj bin Yusuf al-Tsaqafi meminta Nashr bin „Ashim dan Yahya bin Ya‟mar untuk
memberi tanda pada huruf-huruf yang sama bentuknya tetapi berbeda ejaan. Nashr dan
Yahya selanjutnya menciptakan tanda berupa garis-pendek yang diletakkan di atas atau
dibawah huruf. Tanda dan garis-pendek tetap dipakai selama pemerintahan Bani Umayyah
sampai awal pemerintahan Abasiyah ± 685-750 M.
3) Membalik tanda-tanda
Setelah beberapa waktu, sistem penandaan titik dan garis-pendek mengalami perubahan.
Munculnya keluhan dari para pembaca al-Qur‟an yang dianggap menyulitkan, selain itu model
penandaan dengan menggunakan tinta tinta (waktu itu mesin cetak belum dikenal)
memunculkan problem lain. Tinta yang tidak bersifat permanen, sehingga seringkali
menyebabkan garis-garis pendek menjadi seperti titik-titik atau sebaliknya. Sementara itu tinta
merah yang digunakan untuk menulis tanda titik karena terlalu lama menjadi kehitam-hitaman
menyerupai huruf atau garis pendek yang memang ditulis dengan tinta hitam. Sebuah fakta ynag
memunculkan kesulitan baru karena orang menjadi bingung mana syakal mana huruf
tertentu.Kesulitan ini menggerakkan seorang ahli tata bahasa Arab, yaitu al-Khalil bin Ahmad
mengadakan perubahan. Al-Khalil membalik fungsi tanda baca yang diciptakan Abu Aswad dan
Nashr-Yahya. Titik-titik yang awalnya merupakan harakat sekarang dijadikan tanda untuk
membedakan huruf yang berbentuk sama namun berbeda ejaan. Dan untuk syakal, al-Khalil
megambil dari huruf-huruf yang menjadi sumber bunyi.
5. Metode Pembelajaran Huruf Hijaiyyah

Metode pembelajaran adalah tingkat perencanaan program yang bersifat menyeluruh


yang berhubugan erat dengan langkah-langkah penyampaian materi pelajaran secara prosedural,
tidak saling bertentangan , dan tidak bertentangan dengan pendekatan. Dengan kata lain metode
adalah langkah-langkah umum tentang penerapan teori-teori yang ada pada pendekatan
tertentu. Seperti yang telah dipaparkan oleh penulis mengenai penerapan ataupun langkah-
langkah pengenalan huruf hijaiyyah sebelumnya. Itu merupakan salah satu penerapan untuk
mengenalkan huruf Hijaiyyah.
44
Pada hakikatnya, ada banyak metode yang dapat dilaksanakan untuk mengenalkan huruf
hijaiyyah, diantaranya:
1. Metode Sam‟iyyah wa safawiiyah (Dengar dan Ucap)
2. Metode Pelafalan
3. Metode Drill, dsb.
Menurut Syaiful Mustofa dalam bukunya strategi pembelajaran inovatif, bahawasanya
metode dalam pengenalan huruf hijaiyyah dapat dilaksanakan dengan berbagai macam metode.
Dan berikut penulis paparkan macam-macam metode yang sesuai dalam pembelajaran
pengenalan huruf hijaiyyah;
A. Menggunakan Metode Alphabetik )‫خ‬٠‫(االثجذ‬
B. Metode Bunyi (‫خ‬١‫ط‬ٛ‫(اٌظ‬
C. Metode Sintesis (‫خ‬١‫ج‬١‫خ رشو‬١‫ر‬ٛ‫(اٌظ‬
D. Metode analisis (‫خ‬١ٍ١ٍ‫خ اٌزذ‬١‫ط‬ٛ‫(اٌظ‬
E. Metode analisis sintetis )‫خ‬١‫ج‬١‫خ اٌزشو‬١ٍ١ٍ‫(اٌزذ‬

B. Langkah-Langkah Penerapan Pengenalan Huruf Hijaiyah


Pengenalan dan penguasaan huruf hijaiyah yang merupakan dasar untuk membaca dan
mempelajari kitab suci Al-Qur‟an sejak dini sangat penting. Metode dalam belajar huruf
hijaiyah biasanya diberikan oleh guru mengaji secara tradisional (konvensional). Pengajaran ini
cenderung membuat anak-anak yang diajari menjadi pasif dalam menerima pelajaran
mengajinya, karena guru mengaji menerangkan anak dalam belajar membaca huruf hijaiyah
secara lisan, tulisan dan bahasa tubuh.
Dalam mengajarkan peserta didik untuk mengenal dan menghafalkan huruf-huruf
hijaiyah, sangat terkait dengan proses mengajarkan cara membaca dan menuliskannya. Pada saat
siswa telah mampu mengindentifikasikan huruf-huruf hijaiyah, kemudian ia mampu untuk
melafalkannya dengan baik dan benar sesuai dengan makhrajnya, kondisi ini dilanjutkannya
dengan mengajarkan murid tata cara menuliskan huruf-hurufhijaiyah. Setelah proses
pengidentifikasikan, pelafalan dan penulisan huruf-huruf hijaiyah ini di kuasai dengan baik oleh
seluruh murid, maka langkah selanjutnya adalah mengajarkan cara menghafalkannya. Hal ini di
maksudkan agar penguasaannya dalam melafalkan dan menulis huruf-huruf hijaiyah itu
tertanam dengan kuat dalam memori otaknya. Bahkan dengan kemampuan membaca dan

45
menulis huruf-huruf hijaiyah yang telah di kuasai dapat mempermudah proses untuk
menghafalkannya.
Untuk mencapai tujuan itu ada beberapa hal yang harus di lakukan, baik dalam tahap
persiapaan maupun tahap pelaksanaannya.
A.Tahap Persiapaan
Beberapa hal yang harus di persiapkan oleh guru adalah:
1) Merumuskan tujuan yang harus di capai oleh murid setelah proses
pembelajaraan menghafal huruf-huruf hijaiyah sesuai makhraj dantanda bacaannya
terakhir, Tujuan ini meliputi tiga aspek yakni aspek pengetahuaan (knowing), aspek
pelaksanaan(doing), dan aspek pembiasaan (being). secara garis besar hal ini telah di
uraikan pembahasannya dalam modul ini pada kegiatan belajar.
2) Persiapan garis besar langkah-langkah pengajaran yang akan di lakukan. Garis-garis
besar langkah pengajaraan diperlukan sebagai panduan untuk menghindari kegagalan.
3) Mempersiapkan alat bantu.

B.Tahap Pelaksanaan
1) Ajak siswa berkonsentrasi untuk memperhatikan huruf-huruf hijaiyah yang di sertai
dengan tanda bacannya,media yang di gunakan adalah bagian-bagian bertuliskan huruf-
huruf hijaiyah bertanda baca yang telah di persiapkan.
2) Awali dengan mengajarkan cara membaca huruf hijaiyah dengan harakat fathah.
3) Pastikan bahwa murid telah mampu mengidentifikasikan huruf hijaiyah, Untuk tahap
awal transliterasi dapat di biarkan terbuka,setelah murid mampu mengidentifikasikan
tutuplah bacaan transliterasinya.
4) Bacaan huruf-huruf hijaiyah tersebut sesuai makhraj dan tanda bacanya, untuk proses
ini guru dapat memanfaatkan alat multimedia jika tidak ada guru mencontohkan
langsung cara membacakannnya yangbaik dan benar. Kemudian diikuti oleh murid
sampai semuanya dapat membacakan tanpa ada kesalahan.
5) Setelah siswa mampu membacakannya dengan baik dan benar,mulailah meminta siswa
untuk menghafalkannya.
6) Dimulai dengan tujuh huruf pertama di bacakan tiga kali lalu tutuplah huruf tersebut.
7) Mintalah murid-murid melafalkan huruf-huruf yang di tutup itu secara bersama-sama.
8) Pastikan semua murid dapat melafalkan dan menghafalkan dengan baik dan benar.

46
9) Setelah semua murid hafal tujuh huruf yang pertama,mulailah menghafal tujuh huruf
yang kedua.perlu di ingat bahwa guru di larang mengajarkan untuk menghafal tujuh
huruf kedua sebelum tujuh huruf pertama telah di hafal oleh semua murid. Begitu
seterusnya hingga semua huruf hijaiyah dapat di hafalkan oleh semua murid.
10) Ciptakan suasana yang kondusif dan menyenangka dengan menghindari suasana yang
menegangkan.
11) Yakinkan bahwa semua siswa mengikuti jalannya pembelajaraan pelafalan dan
menghafalkan huruf-huruf hijaiyah ini dengan memperhaikan ujaran yang di laukukan
seluruh siswa.
12) Berikan kesempatan terbanyak kepada siswa untuk secara aktif menghafalkan huruf-
huruf hijaiyah sesuai makhraj dan tanda bacanya.
13) Setelah tanda baca harakat fathah di kuasai di lanjutkan dengan tanda baca selnjutnya
hingga selesai.
14) Pastikan seluruh murid hafal seluruh huruf-huruf hijaiyah sesuai tanda baca dan
makhrajnya dengan baik dan benar.
15) Guru menguji setiap myrid dengan cara spontan menunjuk bahwa murid secara acak
agar murid membacakan hafalan huruf hijaiyah dengan baik dan benar tanpa
ada kesalahan.
C.Tahap Mengakhiri.
Apabila pelaksana pembelajaran menghafal huruf-huruf hijaiyah sesuai makhraj dan tanda
bacanya telah selesai di lakukan, proses pembelajaran perlu diakhiri dengan memberikan
penugasan yang berkaitan dengan hafalan huru-huruf hijaiyah sesuai dengan makhraj dan tanda
bacanya. hal ini di perlukan untuk lebih memantapkan dan melancarkan pelafalan dan hafalan
yang di lakukan oleh murid.Sehingga murid selalu ingat dan terbiasa melafalkan dan
menghafalkan. Dalam tujuan pembelajaran,ini masuk dalam aspek pembiasaan (being).

47
BAB VII
PEMANTAPAN WAQAF DAN IBTIDA’

A. Waqaf
1. Pengertian waqaf

Waqaf dari sudut bahasa ialah berhenti atau menahan, manakala dari sudut istilah
tajwid ialah menghentikan bacaan sejenak dengan memutuskan suara di akhir perkataan
untuk bernapas dengan niat ingin menyambungkan kembali bacaan.

Kata al-Waqaf biasa dipakai untuk dua makna, makna yang pertama adalah titik
atau tanda di mana seseorang yang membaca al-Qur‟an diam (menghentikan bacaannya)
pada tanda tersebut.Makna yang kedua adalah tempat-tempat (posisi) yang ditunjukkan
oleh para imam ahli Qir‟at. Dengan demikian setiap tempat (posisi) dari tempat-tempat
tersebut dinamakan waqaf, sekalipun seorang pembaca al-Qur‟an tidak berhenti di
tempat (posisi) tersebut.

Waqaf juga bisa diartikan memberhentikan suara (ketika membaca Al-Quran)


sebentar pada suatu kalimat untuk mengambil (menarik) nafas dengan niat untuk
melanjutkan bacaan al-Qur‟an lagi dan tidak ada tujuan untuk menghentikan bacaan al-
Qur‟an sama sekali.

2. Macam-Macam Waqaf
a. WAQAF IKHTIBARI (menguji atau mencoba). Maksudnya adalah waqaf yang
dilakukan untuk menguji qari‟ atau menjelaskan agar diketahui cara waqaf dan
ibtida‟ yang sebenarnya. Waqaf ini dibolehkan hanya dalam proses belajar mengajar,
yang sebenarnya tidak boleh waqaf menurut kaidah ilmu tajwid.
b. WAQAF IDHTHIRARI (terpaksa). Maksudnya adalah waqaf yang dilakukan dalam
keadaan terpaksa, mungkin karena kehabisan nafas, batuk atau bersin dan lain
sebagainya. Apabila terjadi waqaf ini, hendaklah mengulang dari kata tempat
berhenti atau kata sebelumya yang tidak merusak arti yang dimaksud oleh ayat.
c. WAQAF INTIZHARI (menunggu). Maksudnya adalah waqaf yang dilakukan pada
kata yang diperselisihkan oleh ulama‟ qiraat antara boleh dan tidak boleh waqaf.
Untuk menghormati perbedaan pendapat itu, sambil menunggu adanya kesepakatan,
sebaiknya waqaf pada kata itu, kemudian diulangi dari kata sebelumnya yang tidak
merusak arti yang dimaksud oleh ayat, dan diteruskan sampai tanda waqaf
berikutnya. Dengan demikian terwakili dua pendapat yang berbeda itu.

48
d. WAQAF IKHTIARI (pilihan). Maksudnya adalah waqaf yang dilakukan pada kata
yang dipilih, disengaja dan direncanakan, bukan karena ada sebab-sebab lain.

Waqaf Ikhtiari dibagi menjadi empat, yaitu:


ْ َ‫ل‬ٚ)
1) Waqaf Taamm (َ‫ف رب‬ َ (Wakaf yang sempurna)
Yaitu mewaqafkan (memberhentikan) suatu bacaan secara sempurna,
tidak terputus di tengah – tengah ayat atau bacaan. Sehingga tidak mempengaruhi
makna dari suatu ayat yang tengah dibaca. Karena tempat berhentinya tidak
berkaitan dengan ayat atau makna sebelum atau sesudahnya.

ْ َ‫ل‬َٚ ). (Waqaf yang wajar atau memadai).


2) Waqaf Kaaf (‫ف وبف‬
Yaitu mewaqafkan / memberhentikan suatu bacaan dengan sempurna.
Tidak terputus di tengah-tengah ayat atau bacaan, meskipun sebenarnya ayat
tersebut masih mempunyai kaitan dengan arti dan ayat sesudahnya .

ْ َ‫ل‬َٚ ). (Waqaf yang baik)


3) Waqaf Hasan (ٓ‫ف دغ‬
Yaitu mewaqafkan / memberhentikan bacaan tanpa mempengaruhi dari
arti dan ayat sesudahnya. Namun, secara bacaan ayat tersebut masih berkaitan
dengan ayat sesudahnya.

ْ َ‫ل‬َٚ ). (Waqaf yang buruk)


4) Waqaf Qabiih (‫ْخ‬١‫ف لَج‬
Yaitu mewaqafkan / memberhentikan bacaan secara tidak sempurna. Atau
berhenti di tengah-tengah ayat. Usahakan untuk menghindarinya, karena ketika
berhenti di sini, lafadz dan arti yang kita jadikan waqaf tersebut masih berkaitan
dengan lafadz dan arti sesudahnya. Sehingga bisa membuat arti yang berbeda
pula pada suatu bacaan.

3. Macam-Macam Tanda Waqaf


a. Waqaf La Washal tanda waqaf (‫ )ال‬artinya "tidak boleh berhenti". Jika terdapat
tanda waqaf ini di tengah ayat, maka tidak diperbolehkan berhenti. Tetapi jika tanda
waqaf ini berada di akhir ayat maka diperbolehkan berhenti.
Contoh Waqaf La Washal terdapat dalam surat An-Nahl ayat 32 :

b. Waqaf Lazim tanda baca (‫ )م‬berarti "harus berhenti". Waqaf lazim juga disebut
waqaf tamm (sempurna), karena tanda waqaf ini menandakan sempurnanya suatu
49
kalimat. Jadi kalimat sebelumnya tidak ada hubungannya dengan kalimat setelahnya.
Contoh waqaf lazim terdapat dalam surat Al-An‟aam ayat 20 :

c. Waqaf Waqfu Aula tanda waqaf (‫ )قال‬berarti "diutamakan berhenti". Apabila pada
ayat Al Qur'an terdapat tanda waqaf ini, diutamakan berhenti pada kata yang terdapat
tanda tersebut. Contoh Waqaf Waqfu Aula terdapat dalam surat Al-Maaida : 38

d. Waqaf Muraqabah/Mu'anaqah tanda waqaf (.’. .... .’.) artinya "berhenti disalah
satu tanda". Waqaf ini akan selalu muncul sebanyak dua kali, dan kita harus berhenti
disalah satu tanda waqah tersebut. Contoh Waqaf Muraqabah / Mu'anaqah terdapat
dalam surat Al-Baqarah ayat 2 :

e. Saktah (ٗ‫ )عبوز‬tanda waqaf (‫" )س‬Berhenti sejenak tanpa bernafas". Jadi apabila
terdapat tanda waqaf tersebut, maka anda harus berhenti sejenak sehingga memutus
bacaan tetapi tidak diperbolehkan bernafas.
Di dalam Al-Qur‟an Saktah hanya ada 4 tempat, yaitu:

a. Di dalam surah Al-Muthaffifin, ayat 14.


b. Di dalam surah Al-Qiyaamah, ayat 27, yaitu :

c. Di dalam surah Yaasiin, ayat 52.


d. Di dalam surah Al-Kahfi, ayat 1.
f. Waqaf Jaiz tanda waqaf (‫ )ج‬artinya "boleh berhenti atau boleh melanjutan". Contoh
waqaf jaiz terdapat pada surat Az-Zukhruf ayat 35 :

g. Waqaf Waslu Ula tanda waqaf (‫ )صلي‬berarti "diutamakan untuk melanjutkan ".
Apabila menjumpai tanda waqaf, kita boleh berhenti atau melanjutkan. Tetapi lebih
diutamakan untuk melanjutkan. Contoh Waqaf Waslu Ula terdapat pada surat Az-
Zukhruf ayat 44 :
50
Tanda waqaf lainnya, namun jarang ditemui antara lain :

1. Waqaf Mutlaq tanda waqaf (‫ )ط‬artinya "harus berhenti". Jadi apabila anda
menemukan tanda waqaf pada bacaan, maka anda harus berhenti.
2. Waqaf Mustahab tanda waqaf (‫ف‬١‫ )ل‬berarti "diutamakan berhenti". Apabila
tedapat tanda waqaf ini dianjurkan untuk berhenti daripada melanjutkan.
3. Waqaf Murakh-khas tanda waqaf (‫ )ص‬berarti "tidak berhenti". Selama tidak
menemukan alasan untuk berhenti atau kita kehabisan napas karena panjangnya
suatu ayat, maka kita meneruskan bacaan.
4. Waqaf Qabih tanda waqaf (‫ )ق‬artinya "diutamakan untuk melanjutkan". Apabila
pada ayat Al Qur'an terdapat tanda waqaf ini, diutamakan melanjutkan bacaan.
5. Waqaf Mujawaz tanda waqaf (‫ )ص‬berarti "diutamakan untuk melanjutkan" Untuk
tanda waqaf mujawaz ini anda dianjurkan untuk melanjutkan membaca.
6. Wakaf Kadzalik tanda waqaf (‫ )ﻙ‬berarti "sama dengan waqaf sebelumnya". Jadi
apabila anda menemukan tanda waqaf ini, maka anda harus menyamakan dengan
tanda waqaf sebelumnya.
4. Cara Mewaqafkan Bacaan Dalam Al-Qur’an
a. Jika huruf terakhir berharakat sukun (mati), maka membacanya tida ada perubahan
sama sekali. Contohnya:
ْ ّ‫بسغَتْ — فَ َذ ِذ‬
ُْ ُٙ ٌَ‫س — ا َ ْع َّب‬ ْ َ‫( ف‬tetap dibaca a‟maalahum, fahaddits – dan farghab )

b. Jika huruf terakhir berharakat fathah, kasrah, dan dhammah, Maka huruf terakhir
tersebut dibaca sukun (mati). Contohnya:
Lafadz ‫( اٌْ َجٍَ ِذ‬al-baladi) dibaca menjadi ‫( ْاٌجٍََ ْذ‬al-balad), lafadz َ‫( َخٍَك‬Khalaqa) dibaca
menjadi ‫( َخٍَ ْك‬khalaq).

c. Jika huruf terakhir ta‟ marbuthah (‫) ح‬, baik letaknya di tengah ataupun di akhir
kalimat. Maka, membacanya adalah dengan mengganti huruf ta‟ marbuthah (‫) ح‬
tersebut dengan huruf ha‟ (ْٖ ) yang dibaca sukun (mati). Contohnya:
Kata ٌ ‫بس َعخ ُ — جّٕخ‬
ِ َ‫أخ َشح ٌ – اٌم‬
ِ dibaca menjadi َّْٕٗ‫بس َعٗ — َج‬
ِ َ‫أخ َش ْٖ — اٌم‬
ِ

d. Jika huruf terakhir berharakat (hidup), tetapi sebelumnya didahului huruf mati
(sukun), maka dua huruf tersebut dibaca sukun semuanya, tapi huruf yang terakhir
dibaca suara yang pelan. Contohnya:
Lafadz ‫ ْض ِي‬َٙ ٌ‫( ِث ْب‬bil hazli) dibaca menjadi ‫ ْض ْي‬َٙ ٌِْ ‫( ثب‬bil hazl)

51
e. Jika di akhir kalimat, didahului bacaan mad ashli atau mad layyin (bacaan mad yang
huruf sebelumnya berharakat fathah) . Maka cara membacanya dengan mematikan
huruf yang terletak di akhir kalimat tersebut, dengan dipanjangkan sedikit antara dua
sampai empat harakat.
Contohnya: َْ ْٚ ‫َ ْشعُ ُش‬٠ — ُُ ١ْ ‫ف — اٌ َذ ِى‬
ِ ١ۡ ‫ظ‬
َّ ٌ‫ٱ‬َٚ — ٍ‫ف‬َْٛ ‫ِِ ْٓ خ‬

f. Ketika berhenti di akhir kalimat, tetapi huruf akhirnya berharakat fathah tanwin
(ً), maka cara mewaqafkan bacaan tersebut dengan membaca harakat fathahnya
saja sebanyak dua harakat. Sehingga ketika berhenti bacaannya menjadi bacaan mad
„iwadh.
Contohnya: Lafadz ‫اجب‬َٛ ‫ ا َ ْف‬dibaca menjadi ‫ا َجب‬َٛ ‫ ا ْف‬, kemudian lafadz ‫ َعالَ ِب‬dibaca
menjadi ‫َع َال َِب‬

a. atau akhir suku kata terdiri dari huruf Hamzah berharakat fathah tanwnn [ ‫ ]ء‬dibaca
fathah [‫ ] َء‬, seperti : ‫ َِبء‬dibaca = ‫َِبئ َب‬
b. atau akhir suku kata terdiri dari Alif maqshurah dan sebelumnya berharakat fathah
tanwin [ ٜ ‫ ] ـ‬dibaca fathah [ ٜ َ ‫]ـ‬, seperti :ًّّٝ ‫ ُِ َغ‬dibaca = َّّٝ ‫ُِ َغ‬
g. Jika huruf terakhir bertasydid, maka dimatikan tanpa menghilangkan fungsi
tasydidnya, seperti : َّٓ ُٙ ‫ ِِ ْٕـ‬dibaca ّْٓ ُٙ ‫ ِِ ْٕـ‬, َّٓ ُٙ َ‫خٍَم‬dibaca ّْٓ ُٙ َ‫َخٍَم‬
h. Hamzah di akhir kata yang ditulis di atas waw [ ‫ ] ؤ‬dimatikan bila waqaf, dan dibaca
pendek bila washal, seperti : ‫َّـ ُإا‬١‫ـز َـفَـ‬٠َ dibaca ْ ‫َّـأ‬١‫ـز َـفَـ‬٠َ

B. Ibtida’
1. Pengertian ibtida‟
Kata ibtidā‟ dalam Bahasa Arab adalah bentuk maṣdar dari fi„il madhi, ibtada‟.
Kata dasarnya adalah bada‟a, artinya memulai suatu pekerjaan. Sedang secara terminologi,
para ulama yang menyebutkan definisi waqf di atas tidak memberikan definisi ibtida‟.
Namun dari definisi waqf yang diungkapkan oleh Ibn al-Jazariy dapat disimpulkan bahwa
ibtida‟ ialah memulai untuk membaca al-Qur‟an baik setelah qaṭ„ maupun setelah waqf.
2. Macam macam ibtida‟
a. Tām
yaitu ibtidā‟ pada susunan kalimat tidak berkaitan dengan kalimat sebelumnya baik
dari segi lafaẓ maupun makna. Misalnya ibtidā‟ pada kata wa min pada permulaan
Surah al-Baqarah [2]:8
َٓ ۘ ْ١ِِِٕ ْ‫ َِب ُ٘ ُْ ثِ ُّإ‬َٚ ‫اال ِخ ِش‬
ٰ ْ َِ ْٛ َ١ٌ‫ثِ ْب‬َٚ ‫بّٰلل‬
ِ ‫ ُي ٰا ََِّٕب ثِ ه‬ْٛ ُ‫َّم‬٠ ْٓ َِ ‫بط‬
ِ ٌَّٕ‫ َِِٓ ا‬َٚ
b. Kāfīy Kāfīy
52
yaitu ibtidā‟ pada susunan kalimat yang sempurna tetapi masih mempunyai kaitan
makna dengan kalimat sebelumnya. Seperti ibtidā‟ pada kata khatama dalam Surah
al-Baqarah [2]:7
ٰٓ
ٌُ ١ْ ‫ ُْ َعزَاةٌ َع ِظ‬ُٙ ٌََّٚ ٌ ‫ح‬ٚ‫َب‬
َ ‫بس ِ٘ ُْ ِغش‬
ِ ‫ظ‬َ ‫ ا َ ْث‬ٍٰٝ ‫ َع‬َٚ ۗ ُْ ِٙ ‫ َع ّْ ِع‬ٍٰٝ ‫ َع‬َٚ ُْ ِٙ ِ‫ث‬ْٛ ٍُُ‫ ل‬ٍٰٝ ‫ّٰللاُ َع‬
‫ࣖ َخز ََُ ه‬

ini karena merupakan kalimat baru yang tidak ada hubungan dengan kalimat
sebelumnya dalam segi lafaz, namun masih dari segi makna masih berkaitan.
Kalimat sebelumnya menjelaskan sikap orang kafir dalam merespon dakwah nabi,
sedangkan kalimat ini berisi akibat dari perbuatan mereka itu.
c. Ḥasan
yaitu ibtidā‟ pada susunan kalimat yang dapat difahami maksudnya tetapi masih
berkaitan dengan kalimat sebelumnya dari segi lafaz dan makna. Seperti ibtidā‟ pada
kata man dalam Surah al-Baqarah [2]:8
َٓ ۘ ْ١ِٕ ِِ ْ‫ َِب ُ٘ ُْ ثِ ُّإ‬َٚ ‫اال ِخ ِش‬
ٰ ْ َِ ْٛ ١َ ٌ‫ ِث ْب‬َٚ ‫بّٰلل‬
ِ ‫ ُي ٰا ََِّٕب ثِ ه‬ْٛ ُ‫َّم‬٠ ْٓ َِ ‫بط‬
ِ ٌَّٕ‫ َِِٓ ا‬َٚ
Ditinjau dari segi i„rab kata tersebut adalah mubtada‟ muakhkhar dari wa min annās
yang berkedudukan sebagai khabar muqaddam. Dengan demikian keduanya tidak
bisa dipisahkan. Sementara dari segi makna, ibtidā‟ pada kata tersebut tidak merusak
makna.
d. Qabih
yaitu ibtida‟ pada susunan kalimat yang berkaitan erat dengan kalimat sebelumnya
sehingga dapat merubah makna. Misalnya ibtida‟ pada kata inna dalam Surah Āli
„Imrān [3]: 181
ٍ ّ ۙ ‫ ِْش َد‬١َ‫ ۤب َء ثِغ‬١َ ِ‫اال ْۢ ْٔج‬
‫ا‬ْٛ ُ‫ل‬ْٚ ُ ‫ ُي ر‬ْٛ ُ‫َٔم‬َّٚ ‫ك‬ ُ ُ ‫َ ۤب ُء ۘ َعَٕ ْىز‬١ِٕ‫َٔ ْذ ُٓ ا َ ْغ‬َّٚ ‫ ٌْش‬١‫ّٰللا فَ ِم‬
َ ْ ُُ ُٙ ٍَْ‫لَز‬َٚ ‫ا‬ْٛ ٌُ‫ت َِب لَب‬ َ ‫ا ا َِّْ ه‬ْٰٛٓ ٌُ‫َْٓ لَب‬٠‫ َي اٌَّ ِز‬ْٛ َ‫ّٰللاُ ل‬
‫ٌَمَذْ َع ِّ َع ه‬
‫ ِك‬٠ْ ‫اة ْاٌ َذ ِش‬
َ َ‫َعز‬
Ini karena akan menimbulkan anggapan bahwa inna Allāha faqīr adalah penegasan
dari Allah Swt. bahwa Dia bersifat fakir. Padahal kalimat tersebut adalah isi
perkataan orang-orang kafir.

53
BAB VIII

PEDOMAN MEMBACA AL-QUR’AN

A. Pedoman Membaca Al Quran


Pedoman membaca Al-Qur‟an, Pedoman dalam kamus bahasa Indonesia adalah
alat untuk menunjukkan arah, Sedangkan secara umum pedoman adalah suatu hal yang
menjadi dasar atau landasan. Membaca menurut Kamus besar bahasa Indonesia adalah,
melihat, mengeja, mengucapkan, dan memperhitungkan.
Al-Qur‟an secara etimologi kata Al-quran adalah Masdar dari Qaraah yang berate
bacaan “ sesuatu yang dibaca secara berulang-ulang” dan secara terminology Al-Quran
Dr.Subhi as-Salih mendefenisikan Al-Quran sebagai kalam Allah yang merupakan
mukjizat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan ditulis pada mushaf serta
di riwayatkan secara mutawatir dan membacanya termasuk ibadah.
Jadi dapat kita ambil kesimpulan bahwa Pedoman membaca Al-Qur‟an itu adalah
dasar atau landasan mengeja dan memahami Kalamullah untuk mendapatkan keridhoan
Allah Swt.
Pedoman membaca al-Qur‟an adalah sebagai berikut;
1. Menumbuhkan Niat untuk mmebaca Al-Qur‟an
Niat adalah hal yang paling utama yang menjadi pedomana membaca Al-Qur‟an,
jika seseorang itu sudah berniat untuk mempelari dan membaca Al-Qur‟an, maka dia
akan mudah menggali hal-hal lain yang berhubungan dengan Al-Qur‟an.
2. Mengenal Huruf Hijaiyyah dan cara membacanya
Huruf hijaiyyah atau dalam kata lain huruf arab merupakan huruf yang telah ada
sejak dulu dan digunakan oleh umat islam dimanapun sebagi cara membaca Al-
Qur‟an. Maka dari itu, untuk membaca Al-Qur‟an kita harus terlebih dahulu
mengetahui huruf hijaiyah dan menghapalnya karana itu merupkan landasan atau
prdoman untuk membaca Al-Quran, perhatiakan table di bawah ini.
No. Bentuk Huruf Hijayyah Huruf Latin Dibaca
1. ‫ا‬ A= a Alif
2. ‫ب‬ B= b Ba‟
3. ‫ت‬ T= t Ta‟
4. ‫ث‬ Ts= ts Tsa‟
5. ‫ج‬ J=j Jim
6. ‫ح‬ H=h Ha

54
7. ‫خ‬ Kh=kh Kho‟
8. ‫د‬ D= d Dal
9 ‫ذ‬ .Dz= dz Dzal
10. ‫ز‬ Z=z Za‟
11. ‫ر‬ R=r Ro‟
12. ‫س‬ S=s Sin
13. ‫ش‬ Sy=sy Syin
14. ‫ص‬ Sh=sh Shod
15. ‫ض‬ Dl=dl Dlod
16. ‫ط‬ Th=th Tho‟
17. ‫ظ‬ Za=za Zha‟
18. ‫ع‬ „A=a‟ „Ain
19. ‫غ‬ Gh=gh Ghoin
20. ‫ف‬ F=f Fa‟
21. ‫ق‬ Q=q Qof
22. ‫ك‬ K=k Kaf
23. ‫ل‬ L=l Lam
24. ‫م‬ M=m Mim
25. ‫ن‬ N=n Nun
26. ‫و‬ W=w Wau
27. ‫هـ‬ H=h Ha‟
28. ‫ال‬ La=la Lam Alif
29. ‫ء‬ „A=‟a Hamzah
30 ‫ي‬ Y=y Ya‟

3. Mengenal Harakat
Dalam membaca Al-Qur‟an Anda juga perlu memperhatikan tanda baca atau
harakat. Hal tersebut dikarenakan harakat berfungsi sebagai penentu pelafalan huruf
hijaiyah. Untuk pengenalan lebih detail, maka bisa membeli buku tajwid Al-Qur‟an.
4. Mengenal Bacaan Tajwid
Ilmu tajwid digunakan untuk mengetahui cara menyuarakan huruf hijaiyah dengan
baik dan benar. Kalau dalam bahasa Inggris, tajwid bisa dikatakan sebagai grammar.
55
Tajwid dalam bahasa Arab terdiri atas idgham, idzhar, iqlab, ikhfa‟, qalqalah, dan
sebagainya
5. Mengenal Wakaf
Selain Harakat, wakaf juga sangat perlu dalam membaca Al-Qur‟an, Wakaf
adalah menghentikan bacaan sesaat, tanpa bernafas, di akhir sebuah kaliamat dalam
Al-Qur‟an yang di niatkan.untuk meneruskan bacaan pada kaliamat berikutnya,
wakaf terdiri dari Wakaf Lazim, Wakaf Kafi, Waqaf Jaiz, Waqaf Hasan, Wakaf al-
Muraqabah dan Wakaf Qabih.
6. Belajar Sungguh-sungguh
Supaya cepat dalam membaca Al-Qur‟an, maka diperlukan kemauanuntuk
belajar secara sungguh-sungguh. Sebab harus diingat bahwa belajar membaca
kitabullah termasuk salah satu ibadah dan akan mendapatkan imbalan pahla berlipat
ganda dari Allah Swt.
7. Praktik Membaca Al-Qur‟an.
Anda tidak akan bisa fasih membaca Al-Qur‟an jia tidak sering membaca dan berlatih,
untuk meminimalisir terjadinya kesalahan sebaiknya Latihan membaca Al-Qur‟an
didampingi oleh orang yang sudah paham bisa orang tua, saudara, atau guru mengaji.
8. Belajar melalui media
Belajar melalui media misalanya, menontot tutorial baca Al-Quran di aplikasi Vidio
9. Mencari Guru mengaji
10. Memotivasi diri sendiri dengan mengingat betapa besarnya pahala membaca Al-
Quran dan dampak positifnya untuk diri sendiri.
11. Metode membaca Al-Quran
a. Metode Bagdadiyah
Metode pembelajaran Al-Qur‟an dengan cara eja per hurufnya.
Kaidah ini juga dikenal dengan kaidah eja atau latih tubi.
b. At-Tahqiq
Metode ini fokus pada pelafalan makharijul khuruf dan huruf hijaiyah,
juga memerhatikan panjang dan pendeknya tiap bacaan pada ayat Al Quran.
Selain itu, tentang hukum bacaan atau tajwid; idzhar, idgham, dan lainnya
juga sangat diperhatikan karena hal tersebut pun akan berkaitan dengan
panjang dan pendeknya bacaan. Ada pula waqaf, washal, hingga saktah yang
diperhatikan agar pembacaan terkait keharusan berhenti atau lanjut pada
sebuah bacaan dapat diamalkan dengan tepat.
c. At-Tartil

56
Menurut artinya, At-Tartil berarti perlahan-lahan. Dalam membaca Al
Quran dengan metode ini, pembacaannya harus perlahan (tidak terburu-buru)
dan memerhatikan segala aspek bacaan yang harus disertakan dalam
pembacaan ayat Al Quran. Dengan metode At-Tartil, pembacaan Al Quran
akan lebih teliti dan memang diutamakan. Umumnya, metode pembacaan ini
digunakan oleh imam salat saat berjamaah dalam sebuah majlis.
d. Al-Hadr
Metode ini adalah metode membaca Al Quran dengan ringkas dan cepat,
dan biasanya dilakukan dengan memerpendek panjang bacaan mad. Di luar
hal itu, metode membaca Al-Hadr tetap memerhatikan tanda baca untuk
memenuhi tatabahasa Bahasa Arab sehingga tidak sesempurna metode
membaca At-Tahqiq.

57
BAB IX
ISTILAH GHARIB DALAM Al-QUR’AN

A. Pengertian Gharaib al-Qur’an


Lafadz gharaib berasal dari bahasa arab, yakni bentuk jamak dari lafadz gharibah yang
berarti asing, tersembunyi, samar atau sulit pengertiannya. Sedangkan menurut istilah Ulama
qurra‟, gharib artinya sesuatu yang perlu penjelasan khusus dikarenakan samarnya pembahasan
atau karena peliknya permasalahan baik dari segi huruf, lafadz, arti maupun pemahaman yang
terdapat dalam Al-Qur‟an. Jika dihubungkan dengan al qur‟an maka yang dimaksud dengan
Gharaib al-Qur‟an adalah ayat-ayat al qur‟an yang sukar pemahamannya sehingga hampir-
hampir tidak dapat dimengerti maknanya, seperti lafadz ‫ أَثَّب‬dalam ayat 31 dari surat „Abasa
(‫ أَثَّب‬َّٚ ‫خ‬َٙ ‫فَب ِو‬ٚ).
َ
Banyak lafadz dalam ayat-ayat Al-qur‟an yang aneh bacaannya. Maksud aneh adalah ada
beberapa bacaan tulisan Alqur‟an yang tidak sesuai dengan kaidah aturan membaca yang umum
atau yang biasa berlaku dalam kaidah bacaan bahasa arab. Hal ini menunjukkan adanya
keistimewaan Alqur‟an yang mengandung kemukjizatan yang sangat tinggi, disinilah letak
kehebatannya sehingga kaum sastrawan tidak mampu menandinginya. Dari segi tulisan, mushaf
yang kita terima ini tidak ada masalah karena telah dipersatukan tulisannya oleh khalifah
Usman.
Hal ini bukanlah hal yang baru, pernah terjadi pada masa Nabi SAW. sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Anas, sesungguhnya Umar bin Khottob RA. membaca ayat ‫ أَثَّب‬َّٚ ‫خ‬َٙ ‫فَب ِو‬ٚdiatas
َ
mimbar, lalu beliau berkata “Adapun buah (fakihah) telah kita ketahui, sedang apa yang
dimaksud dengan al abba?” lalu beliau berfikir, kemudian beliau mengembalikan pada dirinya
sendiri dan ada yang berkata “hal ini terlalu berberat diri wahai Umar”. Beliau tidak mengetahui
makna dari kata “al abba”, padahal beliau adalah orang arab yang ahli dalam bidang sastra arab
dan yang memiliki bahasa yang paling fasih serta al qur‟an diturunkan kepada manusia dengan
menggunakan bahasanya.
Dari peristiwa di atas dapat diketahui bahwa gharaib al qur‟an bukanlah hal yang baru,
dan memang suatu hal yang sangat sulit dipahami secara langsung, bahkan ulama‟ tedahulu
tidak mau memberi makna apalagi menafsiri ayat yang sulit dipahami. Mereka lebih memilih
untuk me-mauqufkan-nya dan tidak berpendapat sedikitpun, karena keterhati-hatiannya. Seperti
ungkapannya shahabat Abu Bakar RA. saat ditanya tentang firman Allah yang berbunyi َّٚ ‫خ‬َٙ ‫فَب ِو‬َٚ
‫أَثَّب‬, beliau berkata “ di langit mana aku berteduh dan di bumi mana aku tinggal, jika aku berkata
sesuatu di dalam al qur‟an yang aku tidak mengetahuinya”.

58
Menurut Abu Sulaiman al-Khotthobi : Gharib al qur‟an adalah suatu hal yang samar dan
jauh dari kepahaman. Beliau membagi gharib al qur‟an menjadi dua, yang pertama adalah hal
yang jauh makananya serta samar, yang hanya dapat dipahami setelah melalui proses pemikiran
yang mendalam. Sedangkan yang kedua adalah perkataan seseorang yang rumahnya jauh dari
kabilah arab sehingga jika kalimat tersebut diungkapkan kepada kita (orang arab) maka otomatis
kita langsung menganggapnya aneh.
Sedangkan menurut Muchotob Hamzah Gharib al qur'an adalah Ilmu al-qur‟an yang
membahas mengenai arti kata dari kata-kata yang ganjil dalam al-qur‟an yang tidak biasa
digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Dari ketiga definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Gharib al-qur‟an adalah ilmu
yang membahas suatu makna kata dari ayat al-qur‟an yang dianggap aneh (tidak cocok) dan sulit
dipahami.
B. Macam-macam Bacaan Gharib dalam al-Qur’an
Di dalam al-qur‟an banyak dijumpai bacaan gharib, diantara macam-macamnya adalah
sebagai berikut:
1. Saktah
Saktah menurut bahasa artinya diam, tidak bergerak. Sedangkan menurut istilah ilmu
qira‟ah, saktah yaitu berhenti sejenak sekedar satu alif tanpa bernafas dengan niat melanjutkan
bacaan. Di dalam Al-Qur'an ada 4 bacaan saktah, yaitu: (1) Surat al-Kahfi: ayat 1-2, (2) Surat
Yasin: ayat 52, (3) Surat al-Qiyamah: ayat 27, dan (4) Surat al-Muthaffifin: ayat 14. Berikut ini
contoh-contoh bacaan saktah dalam sebuah ayat yang lengkap:
َ ‫ َع ْج ِذ ِٖ ْاٌ ِىز‬ٍَٝ‫ أ َ ْٔضَ َي َع‬ِٞ‫ّٰلل اٌَّز‬
‫ ُ ْٕز َِس‬١ٌِ ‫ِّّب‬١َ‫) ل‬1( ‫ َجب‬َٛ ‫َ ْجعَ ًْ ٌَُٗ ِع‬٠ ُْ ٌََٚ ‫َبة‬ ِ َّ ِ ُ ‫ْاٌ َذ ّْذ‬
)25( ٍَُْٛ‫طذَقَ ْاٌ ُّ ْش َع‬ َ َٚ َُّٓ ‫اٌش ْد‬َّ َ‫ َعذ‬َٚ ‫ ٍََٕب َِ ْٓ ثَ َعثََٕب ِِ ْٓ َِ ْشلَ ِذَٔب َ٘زَا َِب‬٠ْ َٚ ‫َب‬٠ ‫ا‬ٌُٛ‫لَب‬
ٍ ‫ً َِ ْٓ َسا‬١
)52( ‫ق‬ َ ِ‫ل‬َٚ
)11( َُْٛ‫َ ْى ِغج‬٠ ‫ا‬ُٛٔ‫ ُْ َِب وَب‬ِٙ ‫ ِث‬ٍُُٛ‫ ل‬ٍَٝ‫َوالَّ َث ًْ َساَْ َع‬
Saktah pada QS. Al-Kahfi: 1, menurut segi kebahasaan susunan kalimatnya sudah
sempurna. Dengan kata lain, jika seorang qari‟ membaca waqaf pada lafadz ‫جب‬َٛ ‫ ِع‬, sebenarnya
sudah tepat karena sudah termasuk waqaf tamm. Namun apabila dilihat dari kalimat sesudahnya,
ternyata ada lafadz ‫ َّب‬١ِّ َ‫ ل‬sehingga arti kalimatnya menjadi rancu atau kurang sempurna.
Lafadz ‫ َّب‬١ِّ ‫ َل‬bukanlah menjadi sifat/na‟at dari lafadz ‫جب‬َٛ ‫ ِع‬, melainkan menjadi hal atau
maf‟ul bihnya lafadz lafadz ‫جب‬َٛ ‫ ِع‬. Apabila lafadz ‫ِّ َّب‬١َ‫ل‬menjadi na‟atnya lafadz ‫جب‬َٛ ‫ ِع‬akan
mempunyai arti : “Allah tidak menjadikan al-Quran sebagai ajaran yang bengkok serta lurus”.
Sedangkan apabila menjadi hal atau maf‟ul bih akan menjadi : “Allah tidak menjadikan al-
Quran sebagai ajaran yang bengkok, melainkan menjadikannya sebagai ajaran yang lurus “.
Menurut Ad-Darwisy, kata ‫ّّب‬١ِ َ‫ ل‬dinashabkan sebagai hal (penjelas) dari kalimat ‫جب‬َٛ ‫جْ َع ًْ ٌَُٗ ِع‬٠َ ُْ ٌََٚ ,

59
sedang Az-Zamakhsyari berpendapat bahwa kata tersebut dinashabkan lantaran menyimpan fi‟il
berupa ” ٍَُٗ ‫“ َج َع‬. Berbeda juga dengan pendapat Abu Hayyan, menurutnya kata ‫ّّب‬١ِ َ‫ ل‬itu badal
mufrad dari badal jumlah “ ‫جب‬َٛ ‫َ ْجعَ ًْ ٌَُٗ ِع‬٠ ُْ ٌََٚ “. Tidak mungkin seorang qari‟ memulai bacaan
(ibtida‟) dari ‫ِّّب‬١َ‫ل‬, sebagaimana juga tidak dibenarkan meneruskan bacaan (washal) dari ayat
sebelumnya. Dengan pertimbangan alasan-alasan diatas, baik diwaqafkan maupun diwashalkan
sama-sama kurang tepat, maka diberikanlah tanda saktah.
َّ َ‫ َعذ‬َٚ ‫ِ ْٓ َِ ْشلَ ِذَٔب عىزخ َ٘زَا َِب‬.
Pada saktah QS. Yaasiin: 52 di dalam kalimat: ُٓ َّ ‫اٌش ْد‬ ِ Menurut Ad-
ٰ
Darwisy lafadz ‫٘زَا‬itu mubtada‟ dan khabarnya adalah lafadz ُٓ َّ ‫اٌش ْد‬
َّ َ‫ َعذ‬َٚ ‫ َِب‬. Berbeda halnya
ٰ
dengan pendapat Az-Zamakhsyari yang menjadikan lafadz ‫٘زَا‬itu na‟at dari ‫ َِ ْشلَ ِذ‬, sedangkan ‫َِب‬
ٰ Dari segi makna, kedua
sebagai mubtada‟ yang khabarnya tersimpan, yaitu lafadz ‫ دك‬atau ‫٘زَا‬.
alasan penempatan saktah tersebut sama-sama tepat. Pertama, orang yang dibangkitkan dari
kuburnya itu mengatakan: “Siapakah yang membangkitkan dari tempat tidur kami (yang) ini.
Apa yang dijanjikan Allah dan dibenarkan oleh para rasul ini pasti benar”. Kedua, orang yang
dibangkitkan dari kuburnya itu mengatakan: “Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat
tidur kami. Inilah yang dijanjikan Allah dan dibenarkan oleh para rasul ini pasti benar”. Dengan
membaca saktah, kedua makna yang sama-sama benar tersebut bisa diserasikan, sekaligus juga
untuk memisahkan antara ucapan malaikat dan orang kafir.
Adapun lafadz ْٓ َِ dalam QS. Al-Qiyamah: 27 pada kalimat ‫ق‬ ٍ ‫ َِ ْٓ عىزخ َسا‬dan lafadz ًْ ‫َث‬
dalam QS. Al-Muthafifin: 14 pada kalimat َْ‫ َث ًْ عىزخ َسا‬adalah untuk menjelaskan fungsi ْٓ َِ
sebagai kata tanya dan fungsi ًْ ‫ َث‬sebagai penegas dan juga untuk memperjelas idharnya lam dan
nun, sebab apabila lam dan nun bertemu dengan ra‟ seharusnya dibaca idgham, namun karena
lafadz ْٓ َِ dan ًْ ‫ َث‬dalam kalimat ‫ق‬
ٍ ‫ َِ ْٓ عىزخ َسا‬dan َْ‫ثَ ًْ عىزخ َسا‬mempunyai makna yang berbeda,
maka perlu dipisahkan (diidharkan) dengan waqaf saktah.
2. Imalah
Imalah artinya memiringkan bunyi fathah pada kasroh, dan dari huruf alif ke ya‟
(Kecenderungan fathah kepada kasrah sehingga seolah-olah dibaca re). Imalah hanya terdapat 1
lafadz dalam Al-Qur'an, yakni surat Huud ayat 41, Juz 12.
ٌ ُ ‫ ٌَغَف‬ِّٟ‫ ُِ ْش َعبَ٘ب ئِ َّْ َسث‬َٚ ‫جْشاَ٘ب‬
)11( ٌُ ١‫س َس ِد‬ٛ ْ ‫لَب َي‬َٚ
ِ َّ ُِْ ‫ب ثِغ‬َٙ ١ِ‫ا ف‬ُٛ‫اس َوج‬
َ َِ ‫ّٰللا‬
Sebab-sebab di-Imalahkannya lafadz “‫ب‬َٙ ‫ ” َِج ْٰشى‬diantaranya adalah untuk membedakan
antara lafadz “‫ب‬َٙ ‫جْشى‬
ٰ َِ ” yang artinya berjalan di darat dengan lafadz “‫ب‬َٙ ‫ ” َِج ْٰشى‬yang artinya berjalan
di laut. Dalam salah satu kamus bahasa arab dijelaskan bahwa lafadz “‫ب‬َٙ ‫ ” َِج ْٰشى‬berasal dari lafadz
“ٜ‫ ” َج ٰش‬yang artinya berjalan atau mengalir dan lafadz tersebut dapat dipakai dalam arti berjalan
di atas daratan maupun berjalan di atas lautan (air), namun kecenderungan perjalanan di
permukaan laut (air) tidak stabil seperti halnya di daratan. Terkadang diterjang ombak kecil dan
besar atau terhempas angin, sehingga sangat tepat apabila lafadz “‫ب‬َٙ ‫ ” َِج ْٰشى‬tersebut di-Imalahkan.

60
3. Isymam
Isymam yaitu isyarah dlommah di tengah-tengah dengung. Isymam di dalam Al-Qur'an
hanya ada 1, yaitu di surat Yusuf ayat 11, Juz 12.
ِ ٌَٕ ٌَُٗ ‫ئَِّٔب‬َٚ ‫ف‬
)11( َُْٛ‫َبطذ‬ ُ ُٛ٠ ٍَٝ‫َب أَثَبَٔب َِب ٌَ َه ال ر َأ ْ ََِّٕب َع‬٠ ‫ا‬ٌُٛ‫لَب‬
َ ‫ع‬
yaitu pada waktu membaca lafadz tersebut, gerakan lidah seperti halnya mengucapkan
lafadz “‫”ال ر َأ ْ ََُِٕٕب‬
َ sehingga hampir tidak ada perubahan bunyi antara mengucapkan lafadz “‫”ال ر َأ ْ ََِّٕب‬
َ
dengan mengucapkan “‫”ال ر َأ ْ ََُِٕٕب‬.
َ Dengan kata lain, asal dari lafadz “‫”ال ر َأ ْ ََِّٕب‬
َ adalah lafadz “‫”ال ر َأ ْ ََُِٕٕب‬.
َ
Kalau diteliti lebih dalam, ternyata rasm utsmani hanya menulis satu nun yang bertasydid. Ada
pertanyaan muncul, dimana letak dammahnya? Sehingga untuk mempertemukan kedua lafadz
tersebut dipilihlah jalan tengah yaitu bunyi bacaan mengikuti rasm, sedangkan gerakan bibir
mengikuti lafadz asal.
4. Badal (Mengganti)
Badal menurut bahasa artinya mengganti, mengubah, sedangkan maksud badal disini
adalah mengganti huruf hijaiyah satu dengan huruf hijaiyah lainnya. Diantara lafadz-lafadz yang
di badal dalam Al-Qur‟an menurut Imam Ashim riwayat Hafs yaitu :
a. Badal ‫ ء‬dengan ٞ (ْٟ ِْٔٛ ُ ‫د ائْز‬
ِ ٰٛ َّّٰ‫ اٌغ‬ِٟ‫)ف‬
Yaitu mengganti hamzah mati dengan ya‟, sebagian besar imam qira‟ah sepakat
mengganti hamzah qatha‟ yang tidak menempel dengan lafadz sebelumnya dan jatuh sesudah
hamzah washal dengan alif layyinah (ٜ). Contoh pada QS. Al-Ahqaf : 4.
ٍ ْۢ َ ‫ ثِ ِى ٰز‬ُِٝٔٛ‫د ۖ ٱئْز‬
‫ت‬ ِ ٰٛ َّّٰ‫ ٱٌغ‬ٝ‫ ُْ ِش ْش ٌۭنٌ ِف‬ُٙ ٌَ َْ َ ‫أ‬
ِ َٛ ٰ َّ ٰ ‫ ٱٌ َّغ‬ِٝ‫)ف‬
Cara membacanya, yaitu apabila seorang qari‟ membaca waqaf pada lafadz ( ۖ ‫د‬
maka huruf ta‟ mati dan hamzah mati diganti ya‟ ( ُِٝٔٛ‫ز‬٠ْ ِ‫د ۖ ا‬
ْ ٰٛ َّّٰ‫ ٱٌغ‬ِٝ‫ )ف‬sedangkan apabila dibaca
washal tidak ada perubahan.
b. ُ ‫ْظ‬
Badal ‫ ص‬dengan ‫ظ ( ط‬ ُ ‫ج‬٠َ َٚ dan ‫طخ‬ ْ ‫) َث‬
َ ‫ظ‬
Yaitu mengganti shad dengan siin, sebagian imam qira‟ah termasuk Imam Ashim
ُ ‫ْظ‬
mengganti ‫ ص‬dengan ‫ ط‬pada lafadz ‫ظ‬ ُ ‫َج‬٠ٚdalam
َ ْ َ‫ث‬
َ ‫ظ‬
QS. Al-Baqarah : 245 dan lafadz ‫طخ‬
dalam QS. Al-A‟raf : 69. Sebab-sebab digantinya huruf shad dengan siin pada kedua lafadz
tersebut karena mengembalikan pada asal lafadznya, yaitu ُ‫غظ‬ َ ‫ثَ َغ‬.
ُ ‫َ ْج‬٠ – ‫ظ‬
Sedangkan pada lafadz ‫ ِْط ٍش‬١‫ظ‬
َ ُّ ‫ ِث‬dalam QS. Al-Ghasyiyah : 22, huruf ‫ص‬tetap dibaca shad
karena sesuai dengan tulisan dalam mushaf (rasm utsmani) dan menyesuaikan sifat ithbaq
َ ُّ ٌ‫ْٱ‬
dengan huruf sesudahnya (tha‟) yang mempunyai sifat isti‟la‟. Adapun pada lafadz َْٚ‫ ِْط ُش‬١‫ظ‬
dalam QS. At-Thur : 37, huruf ‫ ص‬boleh tetap dibaca shad dan boleh dibaca siin karena,
َ ١ْ ‫ َع‬, kedua, menyesuaikan sifat
pertama, mengembalikan pada asal lafadznya, yaitu ‫ ِْط ُش‬١‫ُ َغ‬٠ – ‫ط َش‬
ithbaq dengan huruf sesudahnya (tha‟) yang mempunyai sifat isti‟la‟.
5. Ba‟ di idgham ke Mim

61
Yaitu huruf Ba‟ Mati (disukun) ketika bertemu Mim diidghamkan ke huruf Mim tersebut.
Dalam ilmu tajwid, bacaan ini termasuk bacaan Idgham Mutaqoribain. Di dalam Al-Qur'an
hanya terdapat 1 kali, yaitu di surat Huud ayat 42 Juz 12.
)15( َٓ٠‫ال ر َ ُى ْٓ َِ َع ْاٌىَبفِ ِش‬َٚ ‫اس َوتْ َِعََٕب‬
ْ َّٟ َُٕ‫َب ث‬٠ ‫ َِ ْع ِض ٍي‬ِٟ‫وَب َْ ف‬َٚ َُٕٗ‫ ٌح ا ْث‬ُٛٔ َٜ‫َٔبد‬َٚ ‫ج و َْبٌ ِججَب ِي‬
ٍ ْٛ َِ ِٟ‫ ُْ ف‬ِٙ ِ‫ ث‬ٞ‫َجْش‬
ِ ‫ر‬ٟ َ ِ٘ َٚ
6. Naql
Naql menurut bahasa berasal dari lafadz ‫َ ْٕ ِم ًُ – َٔ ْمال‬٠ – ًَ َ‫َٔم‬yang artinya memindah, sedangkan
menurut istilah ilmu qira‟ah artinya memindahkan harakat ke huruf sebelumnya. Yaitu lam alif
)‫ (ال‬dibaca kasroh lam-nya , sedangkan kata ismun (ٌُ ‫ )اِ ْع‬hamzah-nya tidak dibaca. Dalam
ِْ ‫ظ‬
qira‟ah Imam Ashim riwayat Hafs ada satu bacaan naql yaitu lafadz ُُ ‫اال ْع‬ َ ْ‫ثِئ‬dalam surat al-
Hujuraat ayat 11 Juz 26.
)11( ْ‫ب‬ ُ ‫غ‬
ِ َّ ٠‫ق ثَ ْعذَ اإل‬ٛ ُ ُ‫ظ اال ْع ُُ ْاٌف‬
َ ْ‫ة ِثئ‬ ْ ‫ا ِث‬ٚ‫ال رََٕبثَ ُض‬َٚ
ِ ‫بألٌمَب‬
ِ ْ adalah karena adanya dua hamzah washal, yakni
Alasan dibaca naql pada lafadz ُُ ‫اال ْع‬
hamzah al ta‟rif dan hamzah ismu yang mengapit lam, sehingga kedua hamzah tersebut tidak
terbaca apabila disambung dengan kata sebelumnya. Faidahnya bacaan naql ialah untuk
memudahkan dalam mengucapkannya atau membacanya.
7. Tiga model bacaan
Yaitu, 3 (tiga) macam bacaan yang terjadi karena washal dan waqaf. Ketiga hukum bacaan
tersebut adalah :
a. Bila washal, Ra‟-nya dibaca pendek keduanya.
b. Bila waqaf pada kalimat pertama, Ra‟ dibaca panjang 1 alif / 2 harakat.
c. Bila Waqaf pada kalimat kedua, Ra‟ kalimat pertama dibaca qasr (pendek) dan Ra‟ kalimat
kedua dibaca sukun (mati).
3 (tiga) buah model bacaan asing ini hanya terdapat dalam surat al-Insaan ayat 15-16.

8. Tashiil
Tashil artinya lunak, yakni hamzah pertama dibaca tahqiq (jelas) dan pendek, sedangkan
hamzah kedua dibaca tashiil, yaitu meringankan bacaan antara Hamzah dan Alif. Di dalam Al-
Qur'an hanya terdapat 1 kali, yaitu di Surah Fussilaat, ayat 44
)11( ٟ‫ َع َش ِث‬َٚ ِّٟ ‫برُُٗ أَأ َ ْع َج‬٠َ ‫ذ آ‬ ّ ِ ُ‫ال ف‬ْٛ ٌَ ‫ا‬ٌُٛ‫ًّب ٌَمَب‬١ِّ ‫ َج َع ٍَْٕبُٖ لُ ْشآٔب أ َ ْع َج‬ْٛ ٌََٚ
ْ ٍَ‫ظ‬
Alasan lafadz ِّٝ ‫ َءا َ ْع َج‬dibaca tashil, karena apabila ada dua hamzah qatha‟ bertemu dan
berurutan pada satu lafadz, bagi lisan orang Arab merasa berat melafadzkannya, sehingga lafadz
tersebut bisa ditashilkan (diringankan).

62
C. Cara Menafsirkan Ayat-ayat yang Gharib
Permasalahan ini menjadi persoalan yang sangat rumit, khususnya setelah Nabi SAW.
wafat, sebab saat beliau masih hidup semua permasalahan yang timbul langsung ditanyakan
kepadanya. Tentu tidak semua persoalan sosial dan kemasyarakatan serta keagamaan muncul
saat beliau masih hidup karena umur beliau relatif singkat, sementara pesoalan kemasyarakatan
tersebut berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat itu sendiri.
Namun Rasulullah sebelum wafat telah meninggalkan dua pusaka yang sangat ampuh dan
mujarab serta berharga, yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul. Nabi menjamin barang siapa yang
berpedoman kepada keduanya niscaya dia tidak akan sesat selama-lamanya.
)ُ‫اٖ اٌذى‬ٚ‫ (س‬ِٝ‫عـَّٕـز‬ َ َ ‫ا ثـ َ ْعـذَُ٘ـ َّب ِوـزـ‬ٛ‫ضـ ٍُّ ْـ‬
ُ َٚ ِ‫بة هللا‬ ِ َ ‫ْـٓ ٌَ ْٓ رـ‬
ِ ١‫ْـئ َـ‬١‫ ُىـ ُْ شَـ‬١ْ ‫رـ َ َشوـْذُ فِـ‬
“Aku meninggalkan dua perkara pada diri kalian yang kalian tidak akan tersesat setelahnya yaitu
Kitab Allah dan Sunnahku”.

Hadits ini dikuatkan oleh firman Allah yang tertera pada surat al Nisa‟ ayat 59:
َُِِْٕٛ ْ‫ ِي ئِ ْْ ُو ْٕز ُ ُْ رُإ‬ٛ‫ع‬
ُ ‫اٌش‬ ِ َّ ٌَٝ ِ‫ُٖ ئ‬ُّٚ‫ءٍ فَ ُشد‬ْٟ ‫ َش‬ِٟ‫ األ ِْ ِش ِِ ْٕ ُى ُْ فَا ِ ْْ رََٕبصَ ْعز ُ ُْ ف‬ٌِٟ ُٚ‫أ‬َٚ ‫ َي‬ٛ‫ع‬
َّ َٚ ‫ّٰللا‬ َّ ‫ا‬ُٛ‫ع‬١‫أ َ ِط‬َٚ ‫ّٰللا‬
ُ ‫اٌش‬ َ َّ ‫ا‬ُٛ‫ع‬١‫ا أ َ ِط‬َُِٕٛ ‫َٓ آ‬٠ِ‫ب اٌَّز‬َٙ ُّ٠َ‫َب أ‬٠
)25( ‫ال‬٠ِٚ ْ ‫أ َ ْد َغ ُٓ ر َأ‬َٚ ‫ ٌْش‬١‫خ ِش رَ ٌِ َه َخ‬٢‫ا‬
ِ َِ ْٛ َ١ٌ‫ ْا‬َٚ ‫بّٰلل‬
ِ َّ ِ‫ث‬
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri
(pemimpin) di antara kamu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah persoalan tersebut kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya”.

Secara teoritis kembali kepada al qur‟an dan hadits boleh dikatakan tidak ada masalah,
tetapi problema muncul lagi dan terasa memberatkan pikiran ketika teori itu diterapkan untuk
memecahkan berbagai kasus yang terjadi di masyarakat. Oleh karena hal itu cara yang
digunakan oleh ulama‟ dalam memahami gharib al qur‟an, - dan ini disebut juga “Ahsana al
Thuruq” oleh sebagian ulama - adalah sebagi berikut :
1. Menafsirkan al qur‟an dengan al qur‟an
Contoh Surat al An‟am ayat 82

)25( َُْٚ ‫زَذ‬ْٙ ُِ ُْ َُ٘ٚ ُٓ ِْ ‫ ُُ األ‬ُٙ ٌَ ‫ٌَئِ َه‬ُٚ‫ظ ٍْ ٍُ أ‬ ُ ِ‫َ ٍْج‬٠ ُْ ٌََٚ ‫ا‬َُِٕٛ ‫َٓ آ‬٠ِ‫اٌَّز‬
ُ ِ‫ ُْ ث‬ُٙ َٔ‫ َّب‬٠ِ‫ا ئ‬ٛ‫غ‬
Kata ٍُ‫ظ‬dalam ayat tersebut jika diartikan secara tekstual maka terasa membawa
pemahaman yang asing dan tidak cocok dengan kenyataan sebab hampir tidak ditemukan orang-
orang yang beriman yang tidak pernah melakukan perbuatan dzalim sama sekali. Jika begitu
maka tidak ada orang mukmin yang hidupnya tentram dan tidak akan mendapat petunjuk.

63
Oleh karena itu sahabat bertanya kepada Rasulullah, lalu Rasul menafsirkan kata dzulm
dengan syirk berdasarkan pada surat Luqman ayat 13:
)11( ٌُ ١‫ظ ٍْ ٌُ َع ِظ‬
ُ ٌَ ‫بّٰلل ئِ َّْ اٌ ِ ّش ْش َن‬
ِ َّ ِ‫ ال ر ُ ْش ِش ْن ث‬ٟ ُ ‫َ ِع‬٠ َُٛ َ٘ٚ ِٗ ِٕ‫بي ٌُ ْم َّب ُْ ال ْث‬
َّ َُٕ‫َب ث‬٠ ُٗ‫ظ‬ َ َ‫ئِرْ ل‬َٚ
“Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
Dari penjelasan Nabi di atas dapat diketahui bahwa kata dzulm dalam surat al An‟am
berarti syirk bukan ke-dzaliman biasa, dengan penjelasan itu selesailah persoalannya. Dan
berdasarkan penjelasan Nabi itulah maka surat al An‟am ayat 82 diterjemahkan sebagai berikut:
“orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kedzaliman
(syirik) mereka itulah yang mendapatkan keamanan dan mereka adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk”.
2. Menafsirkan al qur‟an dengan sunnah rasul
As-Sunnah adalah penjelas dari al qur‟an, dimana al qur‟an telah menjelaskan bahwa
semua hukum (ketetapan) Rasulullah berasal dari Allah. Oleh karena itu Rasulullah bersabda:
ُ ٌ‫ ا‬ِٟٕ‫َ ْع‬٠ َُٗ‫ ِِثٍَُْٗ َِع‬َٚ َْ‫ْذُ اٌمُشآ‬١ِ‫ر‬ْٚ ُ ‫ أ‬ِّٟٔ‫أَالَ ئ‬
َ‫غَّٕخ‬
“Ketahuilah bahwa telah diberikan kepadaku Qur‟an dan bersamanya pula sesuatu yang serupa
dengannya” yaitu sunnah.

3. Jika tidak ditemukan di dalam hadits maka dicari dalam atsar (pendapat) shahabat.
Pendapat para sahabat lebih akurat dari pada lainnya dikarenakan mereka telah berkumpul
dengan Rasulullah dan mereka telah meminum air pertolongan beliau yang bersih. Mereka
menyaksikan wahyu dan turunnya, mereka tahu asbabun nuzul dari sebuah ayat maupun surat
dari al qur‟an, mereka mempunyai kesucian jiwa, keselamatan fitrah dan keunggulan dalam hal
memahami secara benar dan selamat terhadap kalam Allah SWT. bahkan menjadikan mereka
mampu menemukan rahasia-rahasia al qur‟an lebih banyak dibanding siapapun orangnya.
4. Jika masih belum didapati pemecahannya maka sebagian ulama memeriksa pendapat tabi‟in.
Diantara tabi‟un ada yang menerima seluruh penafsiran dari sahabat, namun tidak jarang
mereka juga berbicara tentang tafsir ini dengan istinbath (penyimpulan) dan Istidlal (penalaran
dalil) sendiri. Tetapi yang harus menjadi pegangan dalam hal ini adalah penukilan yang shohih.
5. Melalui sya‟ir
Walaupun sebagian besar ulama nahwu mengingkari cara yang kelima ini dalam
menafsirkan ayat yang gharib namun cobalah kita melepaskan diri dari perbedaan itu dan
melihat penjelasan dari Abu Bakar Ibnu Anbari yang berkata “telah banyak riwayat yang

64
menyebutkan bahwa sahabat dan tabi‟in berhujjah dengan sya‟ir-syair dengan kata-kata yang
asing bagi al qur‟an dan yang musykil (yang sulit)”.
Syair-syair itu bukanlah dijadikan sebagi dasar al qur‟an untuk berhujjah melainkan
dijadikan sebagai penjelas dari huruf-huruf asing yang ada di al qur‟an, karena Allah berfirman
dalam surat az Zukhruf ayat 3 “Sesungguhnya Kami menjadikan al-qur‟an dalam bahasa arab”.
Syair-syair itu sebagai perbendaharaan bangsa arab. Jika salah satu huruf dalam al qur‟an
tidak diketahui dalam bahsa arab maka dikembalikan pada perbendaharaan mereka (bangsa
arab), dan dicari maknanya.
Ibnu Abbas berkata “ jika kalian bertanya kepadaku tentang sebuah kata asing di dalam al
qur‟an maka carilah maknanya pada syair-syair. Sesungguhnya syair-syair itu adalah
perbendaharaan bangsa arab”.
Contoh: ketika Ibnu Abbas sedang duduk-duduk di halaman ka‟bah, dia dikelilingi oleh
sekelompok kaum dan bertanya kepadanya tentang penafsiran beberapa ayat, diantaranya
mereka bertanya tentang tafsir ayat ‫ٍخ‬١‫ع‬ٌٛ‫ٗ ا‬١ٌ‫ ا‬ٛ‫اثزغ‬ٚyang ada pada surat al Maidah ayat 35. Kata
‫ٍخ‬١‫ع‬ٌٛ‫ا‬diartikan oleh Ibnu Abbas dengan “kebutuhan” , kemudian dia mengambil dasar dari syair
yang dikatakan oleh Antarah yang berbunyi:
ٟ‫ رخضج‬ٚ ٞ‫ن رىذب‬ٚ‫أخز‬٠ ْ‫ا‬ ‫ٍخ‬١‫ع‬ٚ ‫ه‬١ٌ‫ُ ا‬ٌٙ ‫اْ اٌشجبي‬
Sesungguhnya para laki-laki itu membutuhkanmu
Jika mereka hendak mengambilmu
Maka pakailah celak dan semir
D. Faedah Mengetahui Gharaib al-Qur’an
Banyak faedah yang dapat dipetik dengan mengetahui dan mempelajari ayat-ayat yang
gharibat antara lain sebagai berikut:
1. Mengundang tumbuhnya penalaran ilmiah. Artinya, mempelajari ayat-ayat yang sulit dalam
pemahamannya itu akan melahirkan berbagai upaya guna memahaminya.
2. Mengambil perhatian umat. Dengan diketahuinya ke-gharib-an ayat-ayat Alqur‟an, maka
terasa mendalam ketinggian bahasa yang dibawa oleh Alqur‟an.
3. Memperoleh keyakinan eksistensi Alqur‟an sebagai kalam ilahi. Dengan diketahui maksud
yang terkandung dalam ayat-ayat gharibat, maka akan diperoleh suatu pemahaman yang
mendalam dari ayat tersebut.

65
BAB X

PEDOMAN MENDENGARKAN BACAAN AL-QUR’AN

A. Mendengarkan
1. Pengertian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mendengarkan adalah mendengar akan
sesuatu dengan sungguh-sungguh, memasang telinga baik-baik untuk mendengar.
Mendengarkan adalah memasang telinga dan menghadirkan hati untuk mentadaburi
dari apa yang didengarkan.
Mendengarkan adalah kemampuan menangkap suara yang keadaan dalam hati
(kesan) dan membuahkan penggerakan anggota badan. Dapat disimpulkan bahwa
mendengarkan dalam penelitian ini adalah menghadirkan hati untuk mentadaburi apa
yang didengar.

2. Keutamaan Mendengarkan Bacaan Al-Qur’an


Prof. Dr. Mahmud Al-Dausary menuturkan mengenai keutamaan
mendengarkan al-qur‟an sebagai berikut:
a. Mendengarkan al-qur‟an mendatangkan Rahmat Allah Ta‟ala
Allah swt telah memerintahkan hamba-hambaNya untuk mendengarkan
bacaan Al-Qur‟an dengan diam khusyuk pada saat mendengarnya, agar mereka
dapat mengambil manfaat darinya, merenungi hikmah dan kebaikan yang ada di
dalamnya serta dapat rahmat dari Allah swt.
Sesungguhnya jika ayat-ayat didengarkan dengan penuh perhatian seringkali
bisa membuat hati seorang hamba dipenuhi rasa kagum yang tak terkira. Karena ia
bisa menembus ke dalam hati, memberikan kesan yang membekas, memberikan
ketenangan, kelapangan dan penerimaan yang baik. Dan hal itu tidak akan pernah
dirasakan kecuali orang yang merasakan dan memahami maknanya yang luas.
b. Mendengarkan al-qur‟an mendatangkan hidayah bagi manusia dan
jin
Mendengarkan Al-Qur‟an termasuk dalam kategori amal shalih dan
perbuatan mulia. Orang yang mendengarkan al-qur‟an akan mendapatkan
hidayah. Dalam Al-Qur‟an menggambarkan mereka yang mendengarkan adalah
orang-orang yang memiliki akal yang lurus dan senantiasa mendapat petunjuk.

66
Mereka yang mendengarkan Al-Qur‟an yang agung ini dan mengikuti
petunjuknya adalah mereka yang telah diberi petunjuk Allah swt. Untuk
menghiasi dirinya dengan akhlak yang terpuji dan kebagusan amal, baik yang
lahir maupun yang batin. Tidak hanya manusia saja makhluk lain pun seperti Jin
dapat takluk ketika mendengarkan al-qur‟an sebagaimana diterangkan dalam
(Q.S.Al-Jin: 1-2)
“Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-Qur‟an yang menakjubkan.
(Yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman
kepadanya, dan kami sekali-kali tidak akan mempersektukan seseorang pun
dengan Tuhan kami.”

c. Mendengarkan al-qur‟an mendatangkan kekhusyuan dan tetesan air mata


Ketika seorang mukmin membaca dan mendengarkan al-qur‟an dengan
khusyuk hati mereka akan dipenuhi rasa khusyuk dan sendu sehingga mata
mereka tak sanggup menahan air mata. Mereka menghadap Allah swt dengan
penuh rasa harap dan cemas, sembari mendamba keridhaan-Nya serta takut akan
kemurkaan dan siksa-Nya.
Hal diatas dicontohkan ketika para para sahabat radhiyallahuanhu ketika
mendengarkan dan membaca Al-Qur‟anul Al-Karim. Contoh ketika nabi
meminta Ibnu Masud Radhiyallahuanhu membaca al-qur‟an, beliau meneteskan
air mata.
“Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), apabila Kami
mendatangkan seseorang saksi (Rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami
mendatangkan kamu (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (sebagai
umatmu).” (Q.S. An-Nisa: 41). Dijelaskan Ibnu Baththal maksud ayat diatas
bahwa beliau lebih suka mendengarkan Al-Quran dari orang lain karena dengan
menyimak bacaan, akan lebih konsentrasi dalam melakukan tadabbur dan
memiliki jiwa yang lebih bersih dan mempunyai gelora semangat dari orang yang
membacanya, karena yang membaca disibukkan dengan bacaan dan hukum-
hukum bacaannya.

B. Dalil tentang Mendengarkan Al-Qur’an


Jika dibacakan Al-qur‟an, kita diperintahkan mendengar dan memperhatikan
sambil berdiam diri, baik di dalam sholat maupun di luar sholat. Hal ini sebagaimana

67
terdapat dalam surat Al Araf ayat 204 dan tafsirnya menerangkan, saat mendengar ayat
suci dibacakan maka perhatikan agar mendapat rahmat dari Allah SWT.

Artinya :
“Dan apabila dibacakan Alquran, maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu
mendapat rahmat. (QS Al Araf ayat 204)
Maksud ayat ini, sampaikan juga apabila dibacakan ayat-ayat al-qur‟an oleh
siapapun, maka dengarkanlah dengan penuh perhatian, dan diamlah sambil
memperhatikan tuntunan-tuntunannya dengan tenang agar kamu mendapat rahmat dari
Allah SWT.
Tafsir Kementerian Agama menerangkan, diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa
ayat ini diturunkan karena sahabat sholat di belakang Rasulullah saw sambil berbicara.
Allah SWT dalam ayat ini memerintahkan orang-orang yang beriman agar mereka
memberikan perhatian yang sungguh-sungguh kepada Al-qur‟an.
Hendaklah mereka mendengarkan sebaik-baiknya lantunan ayat Al-qur‟an atau
memahami isinya, mengambil pelajaran-pelajaran dari padanya dan mengamalkannya
dengan ikhlas. Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa mendengarkan (dengan sungguh-sungguh) ayat dari Al-qur‟an,
dituliskan baginya kebaikan yang berlipat ganda dan barangsiapa membacanya adalah
baginya cahaya pada hari Kiamat." (HR Bukhari dan Imam Ahmad dari Abu Hurairah
RA).”
Hendaklah orang-orang Mukmin itu bersikap tenang sewaktu Al-qur‟an dibacakan,
sebab di dalam ketenangan itulah mereka dapat merenungkan isinya. Janganlah pikiran
mereka melayang-layang sewaktu Alquran diperdengarkan, sehingga tidak dapat
memahami ayat-ayat itu dengan baik. Allah SWT akan menganugerahkan rahmat-Nya
kepada kaum Muslimin, bilamana mereka memenuhi perintah Allah tersebut dan
menghayati isi Al-qur‟an.

C. Adab Mendengarkan Al-Qur’an


Adab memiliki arti kesopanan, keramahan, dan kehalusan budi pekerti,
menempatkan sesuatu pada tempatnya, jamuan dan lain-lain. Prof. Naquib al-Attas
memberi arti adab dengan mendisiplinkan jiwa dan fikiran.

68
Menurut al-Attas, secara etimologi (bahasa) adab berasal dari bahasa Arab yaitu
addaba-yu‟addibu-ta‟dib yang telah diterjemahkan oleh al-Attas sebagai “mendidik atau
pendidikan”. Sedangkan, dalam bahasa Yunani adab disamakan dengan kata ethicos atau
ethos, yang artinya kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan
perbuatan. Ethicos kemudian berubah menjadi etika. Deddy Mulyana berpendapat
mengenai pengertian adab sebagai “Standar-standar yang mengatur prilaku kita,
bagaimana kita bertindak dan mengharapkan orang lain bertindak. Etika (adab) pada
dasarnya merupakan dialektika antara kebebasan dan tanggung jawab, antara tujuan yang
hendak dicapai dan cara untuk mencapai tujuan itu, ia berkaitan dengan penilaian tentang
pantas atau tidak pantas, yang berguna atau tidak berguna, dan yang harus dilakukan atau
tidak boleh dilakukan.”
Menurut Ibn Maskawih adab ialah ilmu pengetahuan yang memberikan
pengertian tentang baik dan buruk, ilmu yang mengajarkan pergaulan manusia dan
menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka.
Dapat disimpulkan bahwa adab standar standar yang mengatur perilaku kita agar
manusia berperilaku baik. Sudah kita pahami bahwa dalam berperilaku kita harus sesuai
dengan etika atau adab, tidak bisa bertingkah laku seenaknya karena sudah ada takaran
masing-masing. Begitu juga untuk menghadap dan berkomunikasi dengan tuhan kita ada
adab-adab yang harus diperhatikan agar mendapat syafaatnya. Seperti contoh, Membaca
dan mendengarkan al-quran adalah hal yang sangat mulia dan termasuk kesibukan yang
terpuji. Pada hakikatnya membaca dan mendengarkan alquran merupakan interaksi antara
makhluk dengan tuhannya oleh karena itu harus senatiasa menjaga kesopanan dan
menjaga norma-norma seperti yang dicontohkan rasulullah saw sebagaimana yang
tertuang dalam kitab ihya ulumuddin sebagai berikut:
1. Menyadari dan memahami keagungan dan kemuliaan kalam Allah
Kita harus memahami bahwa Kalamullah dulu tidak dapat dipahami karena
tidak ada suara maupun tulisan dimana semuanya itu adalah pada menyampaikan
pengertian-pengertian kalamNya (perkataanNya). Karena lemahnya manusia
memahami sifat-sifat Allah ‟Azza wa Jalla maka dengan sifatnya yang Maha
Pengasih Allah berupaya untuk menurunkan dari Arasy agar manusia dapat
memahami dan mengaksesnya Kalamullah yang sangat Agung dan suci.
2. Hormati Allah yang berfirman (Al-mutakallim)
Seorang pembaca ketika memulai tilawah Al-Qur-an, hendaknya menghadirkan
dalam hatinya akan keagungan Mutakallim dan mengetahui bahwa apa yang dibacakan
itu bukanlah dari perkataan manusia.

69
3. Hendaknya kita mendengar al-qur‟an dengan menghadirkan hati dan meninggalkan
bisikan jiwa.
Orang yang mengagungkan kalam pada saat membacanya dan mendengarnya
akan merasa gembira dan bersuka hati dengan bacaannya dan hatinya tidak lengah dari
bacaanNya. Niscaya ketika orang itu bersuka hati dengan hal-hal yang menyenangkan,
hati dan pikirannya tidak akan berpikir kepada yang lain. Sehingga hatinya tidak
renggang dan tidak berpisah pikirannya dari AI-Qur-an yang dibacanya.
4. Memahami isi kandungan
Memahami dan menghayati ayat-ayat yang dibaca. Ketika menyebut asma Allah
seseorang harus bisa memahami kandungan dari arti. Bukan hanya sekedar paham arti
akan tetapi tahu secara mendalam dan terbawa pada gambaran situasi arti yang tersirat.
Ibarat lagu mengikuti ritme musiknya.

70
BAB XI

PEDOMAN MENGHAFAL AL – QUR’AN

A. Kemampuan Menghafal Al-Qur’an

1. Pengertian Kemampuan Menghafal Al-Qur‟an

Kemampuan menghafal Al-Qur‟an terdiri dari tiga kata “kemampuan”, “menghafal”


dan “Al Qur‟an. Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (bisa, sanggup)
melakukan sesuatu, sedangkan kemampuan berarti kesanggupan, kecakapan, kekuatan.
Kemampuan menghafal al-Qur‟an dapat ditingkatkan dengan membiasakan siswa untuk
selalu membaca, menulis dan memahami tentang al-Qur‟an.

Kemampuan merupakan tolak ukur dalam menentukan pengetahuan terhadap suatu


pemahaman yang dimiliki oleh seseorang. Untuk menentukan kemampuan yang dimiliki
seseorang diperlukan ciri-ciri yang menunjukkan tingkat pengetahuan yang dimilikinya.
Hal ini dapat dilihat seperti adanya rasa keingintahuan dan perhatian terhadap sesuatu.
Selain itu, dapat juga dilihat seseorang yang memiliki kemampuan dapat dilihat dari
keahlian yang dimilikinya. Jadi, kemampuan merupakan kecakapan atau potensi seseorang
individu untuk menguasai keahlian dalam melakukan atau mengerjakan beragam beragam
tugas dalam suatu pekerjaan.

Menghafal dalam bahasa arab didapat dari kata Hafiza-yahfazu-hifzun yang berarti
memelihara, menjaga dan menghafal. sedangkan penggabungan dengan kata al-Qur‟an
merupakan bentuk idafah yang berarti menghafalkan al-Qur‟an. dalam takaran praktisnya,
yaitu membaca dengan lisan sehingga menimbulkan ingatan dalam pikiran dan meresap
masuk dalam hati untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.2

Menghafal adalah suatu aktifitas mengucapkan dengan sengaja dan dikehendaki


dengan sadar dan sungguh sungguh. Menghafal Al-Qur‟an tidak hanya menjadi tanggung
jawab ulama, ustad dan kiai. Tapi, semua yang mengaku muslim mempunyai kewajiban
dan tanggung jawab terhadap Al-Qur‟an.

Diantara keistimewaan Al-Qur‟an, Allah telah memudahkan bagi orang orang yang
beriman untuk mempelajari, mentadabburi serta menghapalnya. Sebagaiman Allah telah
berfirman dalam QS. Al-Qomar ayat 17 :

71
‫ولقد ٍسسنا القسآن للركس‬

‫ولقد ًسزنا ال قزآن للذﻙز } سهلناه للحفظ وهًأ ناه للتذﻙز { فهل من مدﻙز } متعظ به وحا فظ له واإلستفهام بمعنى‬
‫األنز أً احفظوه واتعظوا به ولٌس ًحفظ من ﻙتب هلال عن ظهز القلب غًز ه‬

“ (Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Alquran untuk pelajaran) Kami telah
memudahkannya untuk dihafal dan Kami telah mempersiapkannya untuk mudah diingat
(maka adakah orang yang mengambil pelajaran?) yang mau mengambilnya sebagai
pelajaran dan menghafalnya. Istifham di sini mengandung makna perintah yakni,
hafalkanlah Alquran itu oleh kalian dan ambillah sebagai nasihat buat diri kalian. Sebab
tidak ada orang yang lebih hafal tentang Alquran selain daripada orang yang
mengambilnya sebagai nasihat buat dirinya.”

Allah ‫ ﷻ‬mengulang-ulang kalimat tersebut sebanyak empat kali di dalam kitab-Nya


yang mulia. Semuanya kita jumpai dalam surat Al-Qamar. Hal ini menjelaskan kepada kita
bahwa Allah benar-benar menjadikan Alquran itu mudah untuk dipelajari.

Adapun kemudahan secara maknawi. Allah ‫ ﷻ‬menurunkan Alquran agar kita mentadabburi
makna dan tujuannya. Allah ‫ ﷻ‬berfirman,

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan perkataan (Kami) ”…(QS. Al-Mu‟minuun: 68).

Firman-Nya juga

“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran? Kalau kiranya Alquran itu bukan dari
sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. ”(QS. An- Nisaa:
82).

Dan firman-Nya,
‫س‬

72
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka
memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai
fikiran. ”(QS. Shaad: 29).

Allah ‫ ﷻ‬telah memudahkan Alquran untuk ditadabburi dan direnungi makna-


maknanya. Dan seseorang yang mentadabburi Alquran, akan bertambah keimanannya.
Bertambah pula keyakinannya. Sehingga ia menjadi pribadi yang lebih baik dan istiqomah
dalam kebaikan tersebut. Merekalah orang-orang yang mendapatkan keberkahan dan hidayah
di dunia dan akhirat.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Menghafal

Robbins menyatakan bahwa kemampuan terdiri dari dua faktor , yaitu:

1. Kemampuan Intelektual : Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang dibutuhkan


untuk melakukan berbagai aktivitas mental, berpikir, menalar dan memecahkan
masalah.

2. Kemampuan Fisik : Kemampuan fisik adalah kemampuan tugas-tugas yang menuntut


stamina, ketrampilan dan karakteristik serupa. Dalam kaitan ini, seseorang yang
memliki kemampuan menghafal dalam memeliharanya serta menalarnya haruslah
memperhatikan tiga unsur pokok

3.Pengetahuan dan pemahaman arti atau makna yang tedapat pada ayat al – qur‟an.

4.Cara belajar : pengaturan dalam menghafal al – qur‟an yaitu mengkaji 3 kali sehari,
menambah hafalan setiap hari 1 -2 halaman, muroja‟ah.

Dalam kitab At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur‟an karya Imam Nawawi Al Dimasyqi
dijelaskan beberapa adab bagi para penghafal Alquran yang perlu diperhatikan. Mengingat
Alquran bukan kitab bacaan buatan manusia, melainkam kumpulan firman Allah Yang
Mahasuci. Berikut beberapa etika bagi penghafal Alquran yang Imam Nawawi sebutkan
dalam kitabnya, secara garis besar terdapat tiga poin utama:

1. Menyucikan hati dan diri

Saat mendatangi guru ataupun majelis Alquran berpenampilan sempurna serta


menjauhkan diri dari hal-hal tercela yang bertolak belakang dengan ajaran Alquran. Sikap
73
tersebut juga termasuk membersihkan diri dari segala penyakit hati seperti iri, dengki,
hasad, dan penyakit hati lainnya. Hati yang bersih menandakan bahwa diri tersebut siap
menerima segala keberkahan ilmu dari para guru. Hal ini dilakukan semata-mata untuk
memuliakan Alquran yang akan dipelajari. Menyiapkan penampilan yang sempurna serta
hati yang bersih merupakan wasilah agar dibukakannya kemudahan dalam memahami
Alquran.

2. Konsentrasi belajar

Imam Nawawi berpendapat bagi penghafal Alquran harus menjauhi hal-hal yang
menyibukkan kecuali melakukan hal yang berkaitan dengan belajar dan untuk suatu
kebutuhan. Pendapat yang hampir sama dikemukakan pula oleh Al Ghazali dalam
kitabnya Ihya Ulumuddin bahwa apabila pikiran peserta didik telah terbagi maka
kuranglah kesanggupannya untuk mendalami ilmu pengetahuan.

Bagi seseorang penghafal Alquran proses mengulang bacaan merupakan pekerjaan


yang menuntut ketekunan, kesungguhan dan kesabaran yang tinggi, kecerdasan saja tidak
cukup. Konsentrasi penuh sangat diperlukan, terlebih hal ini akan semakin sulit dilakukan
saat berada apa situasi dan kondisi yang kurang mendukung. Dalam perjalanan
menghafal Alquran bukan mereka yang memiliki memiliki IQ tinggi ataupun kecerdasan
di atas rata-rata yang mampu menyelesaikan hafalan. Namun, mereka yang sungguh-
sungguh serta konsentrasi penuh saat proses menghafallah yang akan sampai pada target.

Sekalipun seseorang memiliki IQ di atas normal, namun jika tidak dibarengi dengan
keseriusan dalam belajar, maka tinggal menunggu kegagalan dalam proses belajarnya.
Hal ini membuktikan bahwa kecerdasan yang tinggi bukan faktor utama bagi seseorang
untuk menyelesaikan hafalannya.

3. Komitmen dalam belajar

Komitmen merupakan sikap seseorang yang mencerminkan kemantapan kemauan,


keteguhan sikap, kesungguhan, dan tekat untuk berbuat yang lebih baik. Dalam hal ini
Imam Nawawi menekankan kepada penghafal Alquran untuk gemar dan tekun menuntut
ilmu. Khususnya bagi penghafal Alquran yang memiliki kontrak seumur hidup untuk
mengulang-ngulang hafalannya agar tetap terjaga. Jika sikap konsisten ini tidak ada
dalam diri penghafal Alquran maka akan sulit untuk menyelesaikan hafalannya. Karena

74
sering kali saat proses menghafal Alquran ditemui berbagai macam kendala, baik itu
jenuh karena harus selalu mengulang hafalan ataupun lingkungan yang kurang kondusif
untuk mengaji.

3. Indikator Kemampuan Menghafal Al-Qur’an

Al-Qur‟an diturunkan kepada umat muslim dengan tujuan untuk dibaca dan
ditadabburi maknanya, diimani segala beritanya, diamalkan segala hukumnya,
direalisasikan segala perintahnya, dan dijauhi segala larangannya. Dalam dunia pendidikan
Maksud dari mentadabburi (memeperhatikan) ialah siswa berupaya memahami makna-
maknanya dan beramal dengannya.Tidak mungkin siswa bisa beramal dengannya kecuali
setelah tadabbur.

Kemampuan menghafal Al-Qur‟an seseorang dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu:
kelancaran, kesesuaian bacaan dengan kaidah ilmu tajwid dan fashahah.

A. Kelancaran dalam menghafal Al-Qur‟an.Salah satu ingatan yang baik yaitu siap,
bisa memproduksi hafalan dengan mudah saat dibutuhkan.8 dan diantara syarat
menghafal Al-Quran yaitu, teliti serta menjaga hafalan dari lupa.Sehingga,
kemampuan menghafal Al-Qur‟an seseorang dapat dikategorikan baik apabila
orang yang menghafal Al-Qur‟an bisa menghafalnya dengan benar, sedikit
kesalahannya, walaupun ada yang salah, kalau diingatkan langsung bisa.
B. Kesesuaian bacaan dengan kaidah ilmu tajwid, diantaranya :

1) Makharijul huruf (tempat keluarnya huruf)

2) Shifatul huruf (sifat atau keadaan ketika membaca huruf)

3) Ahkamul huruf (hukum atau kaidah bacaan)

4) Ahkamul mad wa Qashr (hukum panjang dan pendeknya bacaan)

C. Fashahah

1) Al-wafu wa al-ibtida‟ (kecepatan berhenti dan memulai bacaan AlQur‟an


2) Mura‟atul huruf wa al-harakat (menjaga keberadaan huruf dan harakat

75
3) Mur‟aatul kalimah wa al-ayat (menjaga dan memelihara keberadaan kata dan
ayat.B. Metode Kauny Qunatum Memory 1.Pengertian Metode
Metode dalam serangkaian pembelajaran memang peranan yang sangat penting.
Keberhasilan implementasi strategi pembelajaran sangat tergantung pada cara guru
menggunakan metode pembelajaran karena strategi pembelajaran hanya mungkin dapat
diimplementasikan melalui penggunaan metode pembelajaran.3 Dalam pengertian
terminologis, para ahli berbeda pendapat terkait dengan definisi metode ini. Muhibbin
Syah menyatakan bahwa dalam dunia pembelajaran, metode berarti cara yang berisi suatu
prosedur yang baku untuk melakukan kegiatan penyajian materi kepada siswa, atau cara
menyampaikan bahan pelajaran untuk tujuan yang ditetapkan.

Menurut Abdul Majid metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan
rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai
secara optimal.Metode yang mengalami perkembangan salah satunya ialah Metode Kauny
Quantum Memory. Metode Kauny Quantum Memory merupakan salah satu metode untuk
menghafal Al – Qur‟an.

Metodologi pengajaran telah membicarakan berbagai kemungkinan metode mengajar yang


dapat di gunakan dalam penyelenggaraan pembelajaran. Guru dapat memilih metode yang
paling tepat di gunakan dalam pemilihan tersebut banyak yang harus di pertimbangkan,
antara lain:

1. Keadaan murid yang mencakup pertimbangan tentang tingkat kecerdasan,


kematangan, perbedaan individu lainnya.
2. Tujuan yang hendak dicapai.

3. Situasi yang mencakup hal umum seperti situasi kelas, situasi lingkungan.

4. Alat-alat yang tersedia akan mempengaruhi pemilihan metode yang akan di gunakan.

5. Kemampuan pengajar tentu menentukan mencakup kemampuan fisik, keahlian.

Jadi pengetahuan tentang metode mengajar di sini yang terpenting ialah pengetahuan
tentang cara menyusun urutan (langkah-langkah) kegiatan belajar mengajar dalam rangka
mencapai tujuan pengajaran. Metode terbaru dan terus berkembang saat ini ialah Metode
Kauny Quantum Mmemory.

76
2. Pengertian Kauny Quantum Memory

Arti kata Kauny berasal dari kata dasar dalam bahasa arab kana yang berarti ada.
Arti kata Quantum dalam literatur berarti banyaknya sesuatu, secara mekanik
merupakan studi tentang gerakan. Jadi mekanika Quantum adalah ilmu yang
mempelajari tentang partikel- partikel sub atom yang bergerak.Akan tetapi, mengikuti
perkembangan bahasa penggunaan kata quantum juga berhubungan atau berusaha
dihubungkan dengan beberapa hal lainnya seperti pengajaran. Arti kata Memori
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan kesadaran akan pengalaman masa
lampau yang hidup kembali (ingatan), peranti komputer yang dapat menyimpan dan
merekam informasi.

Metode Kauny Quantum Memory adalah suatu metode pembelajaran menghafal


Al- Qur‟an dengan gerakan-gerakan tubuh, dan ilustrasi cerita bergambar.Metode ini,
mengajak belajar dengan mengoptimalkan seluruh bagian otak. Optimalisasi otak juga
dapat dilakukan dengan membuatnya dalam keadaan waspada yang relaks sebelum
dimasuki informasi.Dalam hal ini musik yang menenangkan dapat menghilangkan
pikiran yang menganggu, hati dan tubuh merasa santai, bisa sambil tersenyum,
menghilangkan ketegangan dan mengkondisikan otak agar tetap waspada dan
relaks.Kondisi relaks dan waspada merupakan pintu masuk myelin bawah sadar. Jika
informasi dibacakan dengan dibarengi musik dan stimulus, maka akan mengambang
dibawah sadar dan ditransmisikan dengan lebih cepat serta disimpan dalam file yang
4
benar.

3. Petunjuk – Petujuk Metode Kauny Quantum Memory

A. Melihat sekilas, sebelum membaca lihat materi bacaan (hafalan) secara sekilas pada
malam sebelumnya dan lihat kembali catatan sebelum memulai pelajaran disekolah
atau melakukan presentasi.
B. Manfaatkan setiap waktu, jadikan semua subjek menarik dan bersikap kreatif.

C. Tempat belajar, belajar ditempat dan pada waktu yang teratur, atur posisi yang
baikdan gunakan pencahayaan yang tepat.
D. Gunakan musik, musik membantu lebih banyak dengan cara mengendurkan
pikirandan membuat siap belajar.

77
E. Istirahat, setiap setengah jam lakukan istirahat lima menit, belajar yang terbaik
adalahsebelum dan sesudah istirahat.

F. Rencanakan sebelumnya, gunakan kalender untuk mempersiapkan suatu ujian atau


presentasi karena akan mengurangi stress dan mempertajam ingatan.
G. Berdiri atau duduk dengan tegak, ketika memasuki ruangan berjalanlah dengan
tegak agar merasa yakin dan duduklah dengan tegak agar tetap dalam keadaan
berminat dan siaga.
H. Kegagalan adalah umpan balik, umpan balik adalah informasi yang diperlukan
untuk mendapatkan keberhasilan dan memberikan arah.
4. Langkah – Langkah Metode Kauny Quantum Memory

Dalam memperaktekkan metode Kauny Quantum Memory ini, maka langkah-


langkah yang harus ditempuh adalah sebagai berikut :

A. Mind Maping

Mind Maping adalah teknik pemanfaatan keseluruhan otak dengan menggunakan citra
visual dan prasarana grafis lainnya untuk membentuk kesan. Mind Maping merupakan
caramencatat yang mengakomodir cara kerja otak secara natural.

B. Baby Reading

Baby Reading adalah salah satu langkah menghafal dengan di tuntun terlebih
dahulu. Dibacakan ayat – ayat al – qur‟an dan siswa mengikuti bacaan seperti anak kecil
baru belajaran. Hal ini merupakan teknik yang Rasulullah SAW gunakan ketika dapat
wahyu pertama dari allah. Jibril mengjarkan rasullah dengan lafadz dan tanpa melihat
tulisan. Melalui pendengaran dapat menghafal dan tekni sangat membantu siswa yang
belum menghafal huruf arab.

C. Kemampuan Menghafal Al –Qur’an dengan Metode Kauny Quantum Memory

78
Dengan Metode Kauny Quantum Memory siswa dapat meningkatkan Kemampuan
Menghafal Al-Qur‟an.hal ini dapat dilihat dalam pelajaran Al-Islam terdapat potongan
Ayat-Ayat Al-Qur‟an yang harus dipahami dan dihafalkan siswa. Jika siswa sering lupa
dan sulit menghafalkan Al-Qur‟an bagaimana ia bisa memahami dan menghafalkan Al-
Qur‟an. selama ini, siswa hanya menghafalkan AlQur‟an tanpa mengetahui makna dari
ayat yang mereka hafalkan. Mereka hanya menghafal tanpa tahu kisah atau perjalanan
yang terkandung didalamnya.Banyak metode yang digunakan guru agar siswa paham
dengan materi yang disampaikan.

Dan metode yang berkembang saat ini ialah “Metode Kauny Quantum Memory.
Metode Kauny Quantum Memory ini bukan berarti untuk orang yang buta huruf, akan
tetapi menggunakan metode ini untuk orang yang kesulitan menghafal dan juga yang
tidak melekat hafalannya. Siswa diajak untuk pandai bercerita, bukan cerita yang rumit
dan kaku. Cerita tidak harus terjebak dalam susunan bahasa yang bagus atau indah.
Tapi, cerita apapun yang bisa menarik perhatian dan gampang melekat pada mereka
yang menghafal Al-Qur‟an. Kauny Quantum Memory karena metode ini merupakan
metode menghafal Al- Qur‟an yang disertai dengan gerakan dari makna ayat yang
dihafalnya.

79
BAB XII
STRATEGI PEMBELAJARAN BACA TULIS AL-QUR'AN

A. Strategi Pembelajaran Baca Tulis Al-Qur'an

1. Pengertian Strategi Pembelajaran

Dalam proses pelaksanaan suatu kegiatan baik yang bersifat operasional maupun non
operasional harus disertai dengan perencanaan yang memili strategi yang baik dan sesuai
dengan sasaran.

Sedangkan peran strategi dalam proses pembelajaran al-Qur'an sangat diperlukan, hal ini
dikarenakan konsep-konsep tentang strategi pembelajaran tidak mudah untuk diterapkan.
Oleh karena itu mneyampaikan, mengajarkan atau mengembangkannya harus menggunakan
strategi yang baik dan mengena pada sasaran. Dan penetapan strategi merupakan bagian
terpenting dalam pembelajaran

Mc. Leod (dalam Muhibbin), mengutarakan bahwa secara harfiah dalam bahasa Inggris,
kata strategi dapat diartikan sebagai seni (art). melaksanakan strategem yakni siasat atau
rencana. Istilahs strategi string digunakan dalam banyak konteks dengan makna yang tidak
selalu sama. Dalam konteks pembelajaran. Nana Sudjana (dalam Rohani dan Ahmadi)
mengatakan bahwa strategi mengajar adalah "taktik" yang digunakan guru dalam
melaksanakan proses belajar mengajar (pembelajaran) agar dapat mempengaruhi siswa
(peserta didik) mencapai tujuan pembelajaran (TIK)

Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman, maka
keberhasilan belajar terletak pada adanya perubahan. Dari definisi diatas dapat disimpulkan
adanya ciri-ciri belajar, yakni:

1. Belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar,
baik aktual maupun potensial.

2. Perubahan tersebut pada pokoknya berupa perubahan kemampuan baru yang berlaku
dalam waktu yang relatif lama. Perubahan tersebut terjadi karena adanya usaha.

Hamalik, pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun yang meliputi unsurunsur
manusiawi, material, fasilitas perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi
mencapai tujuan pembelajaran." Muhaimin dkk. pembelajaran adalah upaya untuk

80
membelajarkan siswa. Sedangkan menurut Suyudi, pembelajaran adalah salah satu proses
untuk memperoleh pengetahuan, sedangkan pengetahuan adalah salah satu cara untuk
memperoleh kebenaran/nilai, sementara kebenaran adalah pernyataan tanpa keragu-raguan
yang dimulai dengan adanya sikap keraguan terlebih dahulu.

Sedangkan mengenai pengertian Al-Qur'an penulis mengutip pendapat Quraisy Shihab,


bahwa Al-Qur'an biasa didefinisikan sebagai "firman-firman Allah yang disampaikan oleh
Malikat Jibril AS, sesuai redaksinya kepada nabi Muhammad SAW dan diterima oleh umat
secara tawatur. Dan mengenai pengertian Al-Qur'an menurut para ahli akan dibahas dalam
bab tersendiri. Jadi dari ketiga pengertian istilah tersebut diatas, maka yang dimaksud dengan
strategi pembelajaran Al-Qur'an adalah langkahlangkah yang tersusun secara terencana dan
sistematis dengan menggunakan teknik dan metode tertentu dalam proses pembelajaran Al-
Qur'an untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

2. Strategi Pembelajaran Al-Qur'an

Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa pembelajaran adalah proses perubahan
tingkah laku anak didik setelah anak didik tersebut menerima, menaggapi, menguasai bahan
pelajaran yang telah diberikan oleh pengajar. Hal ini berarti bahwa dalam proses
pembelajaran Al-Qur'an ada fase-fase atau tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh siswa
(santri). Dan rangkain fase-fase ini dapat ditemukan dalam setiap jenjang pendidikan.

Di dalam melaksanakan pembelajaran Al-Qur'an seharusnya disertai dengan tujuan yang


jelas, terkait dengan sistem dalam proses pencapaian tujuan lembaga pendidikan Al-Qur'an.
Seperti TPQ al-Hasani, harus mempunyai strategi dalam pembelajarannya.

3. Metode Pembelajaran Al-Qur'an

Dalam proses pembelajaran, metode mempunyai peranan sangat penting dalam upaya
pencapaian tujuan pembelajaran. Secara umum, menurut Husni Syekh Ustman, terdapat 3
(tiga) asas pokok yang harus diperhatikan guru dalam rangka mengajar bidang studi apapun,
yaitu:

81
a Pembelajaran dimulai dengan hal-hal yang telah dikenal santri hingga kepada hal-
hal tidak diketahui sama sekali.
b. Pembelajaran dimulai dari hal yang termudah hingga hal yang tersulit,

c. Pembelajaran dimulai dari yang sederhana dan ringkas hingga hal-hal yang

terperinci.

Adapun metode pembelajaran Al-Qur'an itu banyak sekali macamnya, antara lain sebagai
berikut:

a. Metode Jibril

Pada dasarnya, terminologi (istilah) metode jibril yang digunakan sebagai nama dari
pembelajaran Al-Qur'an adalah dilatar belakangi perintah Allah SWT. Kepada Nabi
Muhammad SAW untuk mengikuti bacaan Al-Qur'an yang telah diwahyukan oleh Malikat
Jibril, sebagai penyampai wahyu. Menurut KH. M. Bashori Alwi (dalam taufiqurrohman),
sebagai pencetus metode jibril, bahwa teknik dasar metode jibril bermula dengan membaca
satu ayat atau waqaf, lalu ditirukan oleh seluruh orang-orang yang mengaji. Guru membaca
satu dua kali lagi yang kemudian ditirukan oleh orangorang yang mengaji. Kemudian guru
membaca ayat atau lanjutan ayat berikutnya, dan ditirukan oleh semua yang hadir. Begitulah
seterusnya sehingga mereka dapat menirukan bacaan guru dengan pas.

Di dalam metode jibril sendiri terdapat dua (2) tahap, yaitu tahqiq dan turtil.

1) Tahap tahqiq adalah pembelajaran membaca alqur'an dengan pelan dan mendasar. Tahap
ini dimulai dengan pengenalan huruf dan suara, hingga kata dan kalimat Tahap ini
memperdalam artikulasi (pengucapan) terhadap sebuah huruf secara tepat dan benar
sesuai dengan makhroj dan sifat-sifat huruf.

2) Tahap tartil adalah tahap pembelajaran membaca Al-Qur'an dengan durasi sedang
bahkan cepat sesuai dengan irama lagu. Tahap ini dimulai dengan pengenalan sebuah
ayat atau beberapa ayat yang dibacakan guru, lalu ditirukan oleh para santri secara
berulang-ulang. Di samping pendalaman artikulasi dalam tahap tartil juga diperkenalkan
praktek hukum-hukum ilmu tajwid seperti: bacaan mad, waqaf dan ibtida". hukum nun
mati dan tanwin, hukum mim mati dan sebagainnya.

82
Dengan adanya 2 tahap (tahqiq dan tartil) tersebut maka metode jibril dapat
dikategorikan sebagai metode konvergensi (gabungan) dari metode sintesis (tarkibiyah) dan
metode analisis (tahliliyah). Artinya, metode jibril bersifat komprehensif karena mampu
mengakomodir kedua macam metode membaca. Karena itu metode jihril bersifat fleksibel,
dimana metode jibril dapat diterapkan sesuai dengan kondisi dan situasi, sehingga
mempermudah guru dalam menghadapi problematika pembelajaran Al Qur'an.

b. Metode Iqra'

Metode Iqra adalah suatu metode membaca Al-Qur'an yang menekankan langsung pada
latihan membaca. Adapun buku panduan Iqra' terdiri dari 6 jilid dimulai dari tingkat yang
sederhana, tahap demi tahap sampai pada tingkatan yang sempurna.

Adapun metode ini dalam prakteknya tidak membutuhkan alat yang bermacammacam,
karena hanya ditekankan pada bacaannya (membaca huruf Al-Qur'an dengan fasih). Dalam
metode ini sistem CBSA (Cara Belajar Santri Aktif),

1) Prinsip dasar metode Iqra' terdiri dari beberapa tingkatan pengenalan.

a) Tariqat Asantiyah (penguasaan atau pengenalan bunyi)

b) Tariqat Atadrij (pengenalan dari mudah kepada yang sulit)

c) Tariqat muqaranah (pengenalan perbedaan bunyi pada huruf yang hampir memiliki
makhraj sama).
d) Tariqat Lathifathul Athfal (pengenalan melalui latihan-latihan)

c. Metode An-Nahdliyah

Metode An-Nahdliyah adalah salah satu metode membaca Al-Qur'an yang muncul di
daerah Tulungagung, Jawa Timur. Metode ini disusun oleh sebuah lembaga pendidikan
Ma'arif Cabang Tulungagung. Karena metode ini merupakan metode pengembangan dari
metode Al-Baghdady maka materi pembelajaran Al-Qur'an tidak jauh berbeda dengan metode
Qiro ati dan Iqra'. Dan yang perlu diketahui bahwa pembelajaran metode An-Nahdliyah ini

83
lebih ditekankan pada kesesuaian dan keteraturan bacaan dengan ketukan atau lebih tepatnya
pembelajaran Al-Qur'an pada metode ini lebih menekankan pada kode "ketukan"

Metode ini memang pada awalnya kurang dikenal dikalangan masyarakat karena buku
paketnya tidak dijual bebas dan bagi yang ingin menggunakannya atau ingin menjadi guru
atau ustad-ustadzah pada metode ini harus sudah mengikuti penataran calon ustadz metode
An Nahdliyah.

d. Metode Qiro'ati

Metode Qiro ati adalah suatu metode membaca Al-Qur'an yang langsung
memperaktekkan bacaan tartil sesuai dengan kaidah ilmu tajwid Adapun dalam
pembelajaranya metode Qiroaty, guru tidak perlu memberi tuntunan membaca, namun
langsung saja dengan bacaan yang pendek, dan pada prinsipnya pembelajaran Qiroati adalah:

1) prinsip yang dipegang guru adalah Ti-Wa-Gas (Teliti, Waspada dan Tegas)

2) Teliti dalam memberikan atau membacakan contoh

3) Waspada dalam menyimak bacaan santri

4) Tegas dan tidak boleh ragu-ragu, segan atau berhati-hati, pendek kata, guru harus bisa
mengkoordinasi antara mata, telinga, lisan dan hati.

5) Dalam pembelajaran santri menggunakan sistem Cara Belajar Santri

Aktif (CBSA) atau Lancar, Cepat dan Benar (LCTB)

e. Metode Qur'ani

Dalam Metode Qur'ani santri akan diperkenalkan beberapa sistem bacaan, diantaranya
adalah sebagai berikut:

a Tartil, yaitu membaca Al-Qur'an dengan pelan dan jelas sekiranya mampu diikuti oleh
orang yang menulis bersamaan dengan yang membaca,

84
b. Tahqiq, yaitu membaca Al-Qur'an dengan menjaga agar bacaannya sampai pada
hakikat bacaannya. Sehingga makharijul huruf, sifatul huruf dan alkanud huruf benar-
benar tampak dengan jelas. Adapun tujuannya adalah untuk menegakkan bacaan Al-
Qur'an sampai sebenamya tartil. Jadi dapat dikatakan bahwa setiap tahqiq mesti tartil,
tetapi bacaan tartil belum tentu tahqiq Taghanni, yaitu sistem bacaan dalam membaca
Al-Qur'an yang dilagukan dan memberi irama.

85

Anda mungkin juga menyukai