DISUSUN :
NUR DIANA POHAN
2020100306
T.A. 2021/2022
BAB I
Dalam jurnal Sumarji menyebutkan definisi al-Qur‟an menurut Subhi alSalih yakni
secara bahasa al-Qur‟an adalah lafal al-Qur‟an bentuk masdar dan muradif (sinonim) dengan
lafal qiro‟ah. Sedangkan secara istilah al-Qur‟an mengandung arti firman Allah SWT yang
mutlak benar berlaku sepanjang zaman yang mengandung ajaran dan petunjuk yang
berkaitan dengan kehidupan dunia dan di akhirat yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
melalui malaikat Jibril, merupakan mukjizat yang diriwayatkan secara mutawattir yang
ditulis pada mushaf dan membacanya termasuk ibadah.
Menurut Abuddin Nata, Membaca dalam bahasa Indonesia berasal dari kata dasar
baca, yang secara sederhana dapat diartikan sebagai ucapan lafadz bahasa lisan. Sedangkan
menurut al-Raghib al-Asfhani yang dikutip oleh
Abuddin Nata menyatakan bahwa “Membaca dari kata qara‟ yang terdapat pada surat
al-alaq ayat yang pertama secara harfiah kata qara‟ tersebut berarti menghimpun huruf-huruf
dan kalimat yang satu dengan kalimat lainnya dan membentuk suatu bacaan.
Dari beberapa pengertian di atas sulit kiranya diperoleh definisi membaca yang
seragam. Namun tampak keseragaman di antara para ahli untuk mengatakan bahwa
membaca sedikitnya menyangkut tiga hal, pertama, membaca melibatkan proses kognitif,
kedua, membaca menuntut berbagai keterampilan, ketiga, membaca selalu melibatkan
proses pemahaman.
Dalam al-Qur‟an sendiri banyak kita temukan ayat yang memerintahkan kita untuk
membaca al-Qur‟an. Sementara itu perintah menulis memang tidak secara eksplisit
disebutkan dalam al-Qur‟an sebagaimana perintah membaca. Namun membaca dan menulis
sejatinya merupakan dua aktivitas yang tidak dapat dipisahkan sehingga perintah membaca
secara tersirat sebenarnya juga merupakan isyarat perintah untuk menulis.
2
Wahyu pertama yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, adalah perintah
untuk membaca, dan melalui membaca Allah mengajarkan manusia sesuatu atau
pengetahuan yang tidak diketahuinya (Surat Al-Alaq, 96:1-5). Secara tersirat dalam perintah
membaca tersebut mengandung arti bahwa dengan membaca manusia akan memperoleh
ilmu pengetahuan.
Kesimpulan dari beberapa uraian di atas adalah bahwa pembelajaran atau pembinaan
baca tulis al-Qur‟an adalah kegiatan pembelajaran membaca dan menulis yang ditekankan
pada upaya memahami informasi, tetapi juga pada tahap menghafalkan, lambang-lambang
dan mengadakan pembiasaan dalam melafalkannya serta cara menuliskannya. Adapun
tujuan dari pembinaan dan pembelajaran baca tulis al-Qur‟an ini adalah agar dapat membaca
kata-kata dengan kalimat sederhana dengan lancar dan tertib serta dapat menulis huruf dan
lambang-lambang arab dengan rapih, lancar dan benar.
Metode sangat berpengaruh pada proses belajar siswa, apabila metode yang
digunakan baik dan sesuai maka akan membawa pengaruh yang baik bagi siswa. Dalam
pembelajaran membaca banyak sekali metode yang digunakan pada saat ini, oleh karena itu
disini akan mengambil tiga metode yang sering digunakan antara lain:
a. Metode Qiro‟ati, kata “Qiro‟ati” berasal dari bahasa Arab yang artinya
bacaan saya. Metode qiroati adalah suatu metode membaca al-Qur‟an yang
langsung memasukkan dan mempraktekkan bacaan tartil sesuai dengan
qoidah ilmu tajwid
b. Metode Iqra‟, metode iqra adalah suatu metode membaca al-Qur‟an yang
menekankan langsung pada latihan membaca. Adapun buku
Panduan iqra‟ terdiri dari 6 jilid di mulai dari tingkat yang sederhana, tahap demi
tahap sampai pada tingkatan yang sempurna. Metode iqra‟ ini dalam prakteknya tidak
3
membutuhkan alat yang bermacam-macam, karena ditekankan pada bacaannya (membaca
huruf al-Qur‟an dengan fasikh). Bacaan langsung tanpa dieja, artinya tidak diperkenalkan
namanama huruf hijaiyah dengan cara belajar siswa aktif (CBSA) dan lebih bersifat
individual. Metode iqra‟ ini lebih ditekankan pada penguasaan huruf, dan sudah mulai pada
bacaan panjang pendek.
c. Metode Tilawati, metode tilawati yaitu suatu metode belajar membaca al-
Qur`an yang menggunakan nada-nada tilawah dengan menggunakan
pendekatan yang seimbang antara pembiasaan melalui klasikal dan
membaca secara individual dengan tehnik baca simak.
a. At Tahqiq, teknik membaca al-Qur‟an dengan tempo paling lamban dan perlahan-lahan
tanpa memperpanjang bacaannya. Biasanya digunakan untuk mereka yang sedang belajar al-
Qur‟an pada tingkat awal agar dapat melafalkan huruf beserta sifatnya dengan tepat.
b. At Tartil, membaca al-Qur‟an dengan pelan dan tenang. Setiap huruf diucapkan satu per satu
dengan jelas dan tepat sesuai dengan hukum tajwid, makhraj dan sifatnya, terpelihara ukuran
panjang dan pendek, dan berusaha mengerti maknanya. Membaca dengan tartil sangat
diutamakan. Namun harus tetap memperhatikan kaidah-kaidah membaca al-Qur‟an dengan
baik.
c. At Tadwir, membaca al-Qur‟an dengan kecepatan sedang yakni membaca pertengahan
antara tartil dan hadr. Bacaan at tadwir ini dikenal dengan bacaan sedang, tidak terlalu cepat
tetapi juga tidak terlalu pelan. Ukuran bacaan yang digunakan dalam at tadwir adalah ukuran
pertengahan, yaitu jika ada pilihan memanjangkan bacaan boleh 2, 4, atau 6 maka tadwir
memilih yang 4.
d. Al Hadr, membaca al-Qur‟an yang paling cepat, namun tetap memelihara hukum-hukum
tajwid dan tanpa memasukkan satu huruf dengan huruf lainnya. Cepat disini biasanya
menggunakan ukuran terpendek dalam peraturan tajwid misalnya membaca mad jaiz dengan
2 harakat. Al hadr biasanya dipakai oleh mereka yang sudah menghafal al-Qur‟an supaya
bisa mengulang hafalan dalam tempo singkat.
4
3. Metode Menulis al-Qur‟an
Salah satu metode menulis al-Qur‟an adalah dengan cara imla‟. Imla‟ adalah
katergori menulis yang menekankan pada rupa/postur huruf dalam bentuk kata-kata atau
kalimat. Menurut Pakcosma yang dikutip Muhammad
Aman Ma‟mun ada 4 (empat) macam jenis imla‟ yang bisa diterapkan pada
a. Imla‟ manqul: siswa menyalin teks bacaan atau kalimat yang ada di kitab atau tulisan guru di
papan ke dalam buku tulis. Imla‟ jenis ini untuk tingkat pemula, dimana mereka lebih
ditekankan untuk cermat dan teliti saat membaca tulisan dan menyalinnya.
b. Imla‟ mandhur: siswa melihat dan mempelajari teks bacaan atau kalimat yang ada di kitab
atau di papan tulis, lalu menutup kitab atau yang ada di papan tulis. Selanjutnya guru
mendiktekan tek bacaan atau kalimat yang sama. Imla‟ mandhur tidak hanya menuntut siswa
lebih cermat dan teliti saat membaca, tapi juga harus mengingat bentuk tulisannya dan
berkonsentrasi dengan guru. Mata, telinga dan kekuatan daya ingat harus saling mendukung.
Imla‟ mandhur diterapkan dikelas menengah.
c. Imla‟ ghairu al-mandhur (masmu‟): siswa menulis teks bacaan atau kalimat yang dibacakan
guru tanpa melihatnya terlebih dahulu (seperti pada metode ke dua). Metode ini untuk
tahapan lebih tinggi, di mana siswa telah menguasai dengan baik teori-teori imla‟ yang telah
diajarkan. Ketika siswa mendengarkan bacaan guru, siswa
Mendeskripsikan (dalam benak) bentuk tulisannya sesuai dengan teoriteori yang ada di
memori otaknya, lalu menuliskannya dengan cepat.
d. Imla‟ ikhtibari: Adalah bentuk imla‟ yang diberikan kepada siswa yang telah menguasai dan
memahami dengan baik teori-teori imla‟ ikhtibari lebih banyak muatan praktik dari pada
muatan teori.
Pembelajaran adalah proses perubahan tingkah laku anak didik setelah anak didik tersebut
menerima, menggapai, menguasai bahan pelajaran yang telah diberikan oleh seorang pengajar.
5
Didalam melaksanakan sebuah pembelajaran seharusnya disertai dengan tujuan yang jelas, terkait
dengan
Sistem dalam proses pencapaian tujuan pendidikan al-Qur‟an, semisal program BTQ di SMA
Negeri 1 Grogol. Strategi pembelajaran al-Qur‟an menurut Muhammad Syaikhon adalah sebagai
berikut:
a. Sistem sorogan atau individu (privat). Dalam prakteknya santri bergiliran satu persatu
menurut kemampuan bacaannya, (mungkin bisa satu, dua, tiga, atau bahkan 4 halaman).
b. Klasikal, Pendekatan klasikal dilaksanakan dengan 3 teknik, yaitu: teknik 1 (guru membaca
siswa mendengarkan), teknik 2 (guru membaca siswa menirukan), dan teknik 3 (membaca
bersama-sama).
c. Baca simak. Dalam prakteknya guru menerangkan pokok pelajaran, kemudian para santri
atau siswa pada pelajaran ini dites satu persatu dan disimak oleh semua santri. Demikian
seterusnya sampai pada pokok pelajaran berikutnya.
Mahmud bin ghailan menceritakan kepada kami, abu daud menceritakan kepada
kami, syu‟bah memberitahukan kepada kami, Alqamah bin Martsad mengabarkan
kepadaku, ia berkata, aku mendengar sa‟ad bin Ubaidillah bercerita, dari abu
Abdurahman, dari Usman bin affan. Bahwasannya Rasulullah SAW bersabda “sebaik-
baiknya kamu adalah orang yang mempelajari al-Qur‟an dan mengajarkannya”. (H.R
bukhari ; 2907).
Menurut hadist di atas jelas bahwa belajar dan mengajar al-Qur‟an itu sangat
utama dan dikatakan bahwa sebaik-baiknya orang adalah yang mempelajari dan
mengajarkan al-Qur‟an. Barang siapa yang mau mempelajarinya dan mengajarkan al-
Qur‟an maka Allah SWT akan memuliakan mereka disisinya. Madzab yang shahih dan
terpilih yang diandalkan para ulama adalah bahwa membaca al-Qur‟an lebih uatama
6
Daripada membaca tasbih, tauhid serta tahlil dan dzikir-dzikir lainnya.
Pertama yang perlu diperhatikan oleh yang pengajar dan belajar adalah niat.
Niat belajar dan mengajar adalah mencari keridhaan dari Allah SWT. Niat harus
ikhlas yang mana ikhlas adalah sengaja taat hanya untuk Allah SWT yang Maha
benar. Yakni melakukan taat untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT tanpa
tujuan yang lain, baik berpura-pura pada seseorang, mencari pujian manusia atau
tujuan yang bukan mencari keridhaan dari Allah SWT. Menurut al-Qusyiri ikhlas itu
boleh juga diartikan sebuah upaya untuk membersihkan amal perbuatan dan
perhatian manusia atau makhluk.
Seorang pengajar al-Qur‟an harus mempuanyai akhlak dan tabiat yang jauh
lebih baik daripada pengajar yang mengajarkan disiplin ilmu-ilmu lain akhlak mulia
mencerminkan keluhuran iman kepada Allah SWT.
7
d. Pengajar al-Qur‟an harus suka menasehati muridnya
f. Tawadlu‟
Seorang guru al-Qur‟an harus tawadlu‟ dan tidak boleh sombong Khususnya
terhadap anak didik. Ia harus berlaku sopan, rendah hati, luwes dan lemah lembut.
Sikap tawadlu‟ terrhadap orang lain harus
Dikembangkan. Guru lebih mulia berlaku seperti itu dihadapan anak didik
yang belajar al-Qur‟an.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Pendidikan Agama Islam adalah upaya sadar
dan terencana dalam mempersiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami,
menghayati hingga mengimani ajaran agama Islam.
9
Sedangkan guru pendidikan agama dalam pandangan masyarakat adalah
orang yang melaksanakan pendidikan agama di tempat tertentu tidak mesti di tempat
yang formal, tapi juga bisa di masjid, dan tempat yang lain-lainnya. Masyarakat
yakin bahwa gurulah yang mendidik anak didik hingga dia mempunyai kepribadian
yang baik.
Menurut Soejono yang dikutip oleh Ahmad Tafsir, mengatakan bahwa syarat
guru pendidikan agama Islam yaitu:
a. Peran Guru sebagai pembimbing, yaitu peran yang sangat berkaitan dengan
praktik keseharian. Untuk dapat menjadi seorang pembimbing, guru harus
mampu memperlakukan siswa dengan menghormati dan menyayangi.
b. Peran guru sebagai model (uswah), dalam aktivitas dan proses
pembelajaran, termasuk pelajaran pendidikan agama islam semua tutur
kata, sikap, cara berpakaian, penampilan, cara mengajar dan gerak gerik
guru selalu diperhatikan dan diingat oleh siswa dan sulit dihilangkan dalam
setiap ingatan siswa. Karakter guru selalu dijadikan cermin oleh siswa-
siswanya.
c. Peran guru sebagai penasehat, seorang guru memiliki jalinan atau ikatan
batin dan emosional dengan para siswa yang diajarnya. Dalam hubungan ini
pendidik berperan aktif sebagai penasehat, yaitu berperan bukan sekedar
menyampaikan pelajaran, akan tetapi juga harus mampu memberi nasehat
bagi siswa yang membutuhkannya, baik dimintai atau tidak.
10
C. Konsep Upaya Guru Pendidikan Agama Islam
Sosial.
Nilai-nilai karakter seperti religius, jujur, toleransi, disiplin, mandiri, peduli dan
tanggung jawab. Selain peserta didik guru pun menjadi sasaran dalam program
pembiasaan islami karena guru merupakan teladan bagi peserta didik, sehingga sebelum
peserta didik melakukan maka guru terlebih dahulu yang harus melakukan.
11
2. Upaya Melalui Kegiatan Ekstrakurikuler
12
b. Kegiatan ekstrakurikuler harus dapat mengembangkan bakat dan minat peserta didik dalam
upaya pembinaan pribadi menuju pembinaan manusia seutuhnya.
13
BAB II
AL-QUR’AN DAN MUKJIZAT
Al-Qur‟an menurut bahasa berarti bacaan atau yang dibaca. Menurut istilah, Al-
Qur‟an adalah wahyu Allah SWT yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW melalui
malaikat jibril sebagai petunjuk bagi ummat manusia. Menurut para ahli:
Menurut gramatika bahasa Arab bahwa kata Al-Qur‟an adalah bentuk mashdar dari
kata qira‟a yang maknanya muradif dengan kata qira‟a, artinya bacaan tampaknya tidak
menyalahi aturan, karena mengingat pemakaian yang dipergunakan Al-Qur‟an dalam
berbagai tempat dan ayat.
Al-Qur‟an berfungsi sebagai sumber pokok ajaran Islam. Sebagai sumber pokok
ajaran Islam, Al-Qur‟an tidak hanya berisi ajaran yang berkaitan dengan hubungan manusia
denagn Allah, tetapi juga berisi ajaran tentang sosial-ekonomi, akhlak/moral, pendidikan,
kebudayaan, politik, dan sebagainya. Dengan demikian, Al-Qur‟an dapat menjadi way of life
bagi seluruh umat manusia.
14
2. Pengertian Mukjizat
Kata mukjizat dalam kamus besar bahsa Indonesia (KBBI) diartikan sebagai
kejadian ajaib yang sukar dijangkau oleh kemampuan akal manusia. Kata mukjizat
diambil dari kata bahasa arab (a‟jaza) yang berarti melemahkan atau menjadikan tidak
mampu. Menurut pakar agama Islam mukjizat ialah suatu hal atau peristiwa luar biasa
yang terjadi melalui seorang yang mengaku Nabi, sebagai bukti kenabian nya yang
ditantangkan kepada yang ragu, untuk melakukan atau mendatangkan hal serupa, namun
mereka tidak mampu melayani tantangan itu
15
2. Terjadi atau dipaprkan oleh seorang yang mengaku nabi
Tidak mustahil terjadi hal-hal diluar kebiasaan pada diri siapapun. Namun
apabila bukan dari seorang yang mengaku nabi, maka ia tidak dinamai mukjizat, boleh
jadi sesuatu yang luar biasa tampak pada diri seorang yang kelap bakal menjadi nabi, ini
juga tidak dinamai mukjizat tetapi irhash. Boleh jadi keluarbiasaan itu terjadi pada
seseorang yang taat dan dicintai Allah, tetapi inipun tidak dapat dinamai mukjizat, hal ini
dinamai karamah atau kekeramatan, yang bahkan tidak mustahil terjadi pada seseorang
yang durhaka kepadanya dan yang terakhir dinamai ihana atau penghinaan atau istidraj.
Tentu saja tantangan ini harus berbarengan dengan pengakuannya sebagai nabi,
bukan sebelum atau sesudahnya. Disisilain, tantangan tersebut harus pula merupakan
sesuatu yang sejalan dengan ucapan sang nabi. Kalua misalnya ia berkata, “batu ini dapat
berbicara” tetapi ketika batu tersebut berbicara, dikatakannya bahwa “sang penantang
berbohong” maka kebiasaan ini bukanlah suatu mukjizat tetapi ihanah atau istidraj.
Bila yang ditantang berhasil melakukan hal yang serupa, maka ini berarti bahwa
pengakuan sang penantang tidak terbukti. Perlu digaris bawahi bahwa kandungan
tantangan harus benar-benar dipahami oleh yang ditantang. Bahkan untuk lebih
membuktiakn kegagalan mereka, biasanya aspek kemukjizatan masing-masing nabi
adalah hal yang sesuai dengan bidang keahlian ummatnya.
Misalnya mukjizat nabi Musa As yakni beralihnya tongkat menjadi ular yang
dihadapkan kepada masyarakat yang amat mengandalkan sihir. Mukjizat yang begitu
jelas ini benar-benar membungkamkan para ahli sihir yang ditantang oleh nabi Musa
sehingga mereka tak kuasa kecuali mengakui kesalahan mereka, walaupun firaun
menancam dengan aneka ancaman (Qs. Thaha/20:63-76).
16
Mukjizat berfungsi sebagai bukti kebenaran para nabi. Keluarbiasaan yasssssssssng
tampat atau terjadi melalui mereka itu diibaratkan sebagai ucapan tuhan: “ apa yang
dinyatakan sang nabi adalah benar.” Dia adalah utusanku, dan buktinya adalah aku
melakukan mukjizat itu.
1. Bagi yang telah percaya kepada nabi, maka ia tidak lagi membutuhkan mukjizat. Ia tidak
lagi ditantang untuk melakukan hal yang sama. Mukjizat yang dilihat atau dialaminya
hanya berfungsi memperkuat keimanan, serta menambah keyakinannya akan kekuasaan
Allah SWT.
2. Para nabi sejak Adam as hingga Isa as diutus untuk suatu kurun waktu tertentu serta
masyarakat tertentu. Tantangan yang mereka kemukakan sebagai mukjizat pasti tidak
dapat dilakukan oleh umatnya.
3.
D. PANDANGAN ULAMA TENTANG KEMUKJIZATAN AL-QURAN
Seperti pernah ditegaskan pada bagian terdahulu dalam buku ini,bahwa pada
hakikatnya nya semua ulama sepakat tentang kemukjizatan Alquran dalam konteksnya yang
sangat luas dan sebagai satu kesatuan yang bersifat holistik. Hanya saja, mereka berlainan
pendapat dalam hal pemaparan kemukjizatan Al-Quran secara rinci dan bagian demi bagian.
17
rekayasa sterilisasi kemampuan mereka demikian rupa ketimbang kebodohannya supaya
mereka tidak berdaya menghadirkan yang sepadan Al-Quran. Betapapun hebatnya ilmu
bahasa dan pengetahuan yang mereka miliki.
Tokoh dan aliran lain yang juga dicap mengingkari i'jaz Al-Quran iyalah Murtadha,
dari kalangan mazhab Syiah yang sependirian dengan an nazhzham bahwa ijaz Al-Quran
terjadi karena Sharfah dari Allah. Menurutnya Allah sengaja mematikan kreativitas dan
kemampuan orang Arab dari kemungkinan mereka menandingi al-quran. Padahal mereka
pada dasarnya berkemampuan untuk melakukan hal itu. Sharfah Allah kepada hamba-Nya
inilah sesungguhnya yang mengakibatkan Al-Quran tidak mengikuti tradisi, tambah Al
murtadha.
Tuduhan penafsiran ijaz Al-Quran terhadap aliran mu'tazilah dan kaum Syiah secara
keseluruhan hanya disebabkan segelintir tokohnya yang dalam kasus ini An- nazhzham dan
Al murtadha merupakan tuduhan yang kurang etis mengingat terlalu banyak pengikut
mu'tazilah dan kaum Syiah yang pengakuannya tentang kemukjizatan Alquran lebih kurang
sama atau tidak berbeda dengan kaum muslimin pada umumnya. Bahkan dari kalangan ahli
Sunnah sekalipun sesungguhnya ada juga yang membenarkan kemungkinan as sharfah itu
terjadi. Diantaranya seperti disebutkan az-zarqani ialah abu Ishak Al isfarayini.
Di antara sifat-sifat yang dimaksudkan ialah seperti al-qahhar (maha kuasa), aljabar
maha perkasa dan lain-lain yang mengisyaratkan fait Allah terhadap orang-orang durhaka.
Termasuk para penentang Alquran. Sedangkan An nazhzham dan Al murtadha sungguhpun
keduanya dalam banyak hal memiliki interpretasi berbeda atau tepatnya bertentangan
dengan orang-orang Islam kebanyakan namun keduanya belum tentu mengingkari
kemukjizatan Alquran apalagi mengingkari kebenarannya.
18
Konsep as-sharfah yang mereka kemukakan, agaknya bukan dalam konteks
pengingkaran terhadap kemukjizatan Alquran melainkan sebatas argumentasi mereka
tentang penyebab semua orang tidak ada yang mampu menandingi al-quran.bedanya jumhur
ulama Islam menitikberatkan alasan ketidakmampuan menandingi al-quran itu semata-mata
terletak pada keterbatasan manusia itu sendiri tanpa ada penjagalan dari Allah
subhanahuwata'ala sementara an nazhzham dan Al murtadha lebih melihat ketidakmampuan
itu disebabkan unsur tekanan dari Allah subhanahu wa ta'ala bukan semata-mata
ketidakmampuan manusia.
kedua logika ini sesungguhnya akan semakin mudah dimengerti ketika dihubungkan
dengan asas teologi atau kalam yang dianut masing-masing, yakni basis paham mu'tazilah
dengan konsep free Will and free act atau qodariyah nya di satu pihak dengan paham semi
jabariyah yang umum dianut kaum asy'ariyah dengan konsep kemahakuasaan mutlak Allah
subhanahu wa ta'ala di pihak lain.dikotomi alur pikir semacam inilah sesungguhnya yang
paling banyak mendominasi perbedaan pemahaman dan pemikiran umat Islam tentang soal-
soal keislaman pada umumnya dan perihal kemukjizatan Alquran pada khususnya.
Hanya saja memang ada kesan berbeda diantara kedua argumentasi yang dibangun
masing-masing pihak di atas. Yang pertama konsep jumhur sama sekali tidak meniadakan
kemungkinan ada tudingan untuk menyalakan Allah subhanahu wa ta'ala sedangkan pada
argumentasi kelompok kedua terkesan ada upaya memojokkan Allah subhanahu wa
ta'ala.tapi jika alasan kelompok pertama itu diarahkan kepada kaum muslimin yang sepenuh
hati mengakui kebenaran dan kemukjizatan Al-Quran dan kelompok kedua dihubungkan
dengan kaum kafir yang mengingkari kebenaran dan kemukjizatan Al-Quran sekaligus maka
sesungguhnya tidak ada lagi kontroversi yang berarti sekitar pengakuan kemukjizatan
Alquran ini. Termasuk pengakuan dan penerimaan kemukjizatan Alquran yang dibangun an
nazhzham dan Al murtadha melalui konsep as sharfah nya.
19
tentang kemukjizatan Al-Quran di luar sebagai satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh atau
holistik. sebagian orang ada yang berpendirian bahwa kemukjizatan Al-Quran tidak semata-
mata terletak pada keseluruhannya akan tetapi juga pada sisi-sisi tertentunya semisal
keindahan bahasanya. Di antara alasannya nya kata mereka mengingat bahasa Al-Quran
mencapai puncak keindahannya yang tidak bisa ditandingi oleh siapa kapan dan di mana
pun. Al-Quran bukan terletak pada kebahasaannya, akan tetapi lebih terfokus pada sistem
informasinya yang lebih jauh oleh akal manusia tanpa bantuan Al-Quran. Namun demikian
seperti akan segera diuraikan para ulama pada umumnya berpendapat bahwa mukjizat Al-
Quran terletak pada berbagai aspeknya yang manapun. Inilah pendapat atau keyakinan
mayoritas umat muslimin menyangkut ihwal kemukjizatan Alquran. Intinya dari sisinya
yang manapun Al-Quran mengandung kemukjizatan. Apakah itu dari sisi kebahasaannya
dari sisi kandungannya maupun dari sisi keseluruhan dan bagian demi bagian bahkan tidak
sedikit yang meyakini kemukjizatan Alquran hingga ayat dan bahkan huruf-hurufnya
sekalipun.
E. MACAM-MACAM MUKJIZAT
Secara garis besar mukjizat dapat dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu mukjizat
yang bersifat material indrawi lagi tidak kekal, dan mukjizat inmaterial, logis lagi dapat
dibuktikan sepanjang masa. Mukjizat nabi-nabi terdahulu semuanya merupakan jenis
pertama. Mukjizat mereka bersifat material dan idrawi dalam arti keluarbiasaan tersebut
dapat disaksikan atau dijangkau langsung lewat indra masyarakat tempat nabi tersebut
menyampaikan risalahnya.
Perahu nabi nuh yang dibuat atas petunjuk Allah sehingga mampu bertahan dalam
situasi ombak dan gelombang yang demikan dahsyat, tidak terbakarnya nabi Ibrahim dalam
kobaran api yang sangat besar dsb bersifat material dan idrawi, sekaligus terbatas pada
lokasi tempat nabi itu berada, dan berakhir dengan wafatnya masing- masing nabi. Hal ini
berbeda dengan mukjizat nabi Muhammad SAW yang sifatnya bukan indrawi atau material,
namun dapat dipahami oleh akal. Karna sifatnya yang demikian, maka ia tidak dibatasi oleh
suatu tempat atau masa tertentu.
20
1. Para nabi sebelum nabi Muhammad SAW ditugaskan untuk masyarakat dan
masa tertentu. Karna itu mukjizat mereka hanya berlaku untuk masa dan
masyarakat tersebut, tidak untuk sesudah mereka. Ini berbeda dengan nabi
Muhammad SAW yang diutus untuk seluruh umat manusia hingga akhir zaman,
sehingga bukti kebenaran ajarannya harus selalu siap dipaparkan kepada setiap
orang yang ragu dimana dan kapan pun berada.
2. Manusia mengalami perkembangan dalam pemikirannya. Auguste Comte (1798-
1857) berpendapat bahw pikiran manusia dalam perkembangannya mengalami
tiga fase :
a. Fase keagamaan dimana karna keterbatasan pengetahuan manusia ia
engembalikan penafsiran semua gejala yang terjadi kepada kekuatan tuhan
atau dewa yang diciptakan oleh benaknya.
b. Fase matefisika, dalam fase ini mnusia menafsirkan gejala atau fenomena
yang ada dengan mengembalikannya kepada prinsip-prinsip yang merupakan
sumber awal atau dasarnya. Manusia ada awalnya demikian juga dengan
pohon, binatang,dll.
c. Fase ilmiah, dimana manusia menafsirkan fenomena yang ada berdasarkan
pengamatan yang teliti dan berbagai eksperimen hingga diperoleh hukum
alam yang mengatur fenomena itu.
F. ASPEK-ASPEK KEMUKJIZATAN AL-QURAN
22
BAB III
PROBLEMATIKA BACA TULIS AL QUR ‘AN
23
.Sebagian siswa kesulitan untuk menghafal . Minat belajar siswa yang rendah
Minat menurut Slameto (2010), minat adalah suatu bentuk kecenderungan yang tetap
untuk memperhatikan, menrepakan, dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan
yang dimaksudkan adalah kegiatan yang diminati seseorang.Apabila dikaitkan
dengan defenisi diatas, maka minat yang dikemukakan dengan belajar, maka minat
belajar adalah suatu bentuk dorongan atau kegairahan peserta didik yang tinggi dalam hal
pemusatan perhatian mengenai kegiatan belajar, contohnya melaui interaksi dengan
lingkungan sehingga akan menimbulkan perubahan pada perilaku setiap individu dalam
masyarakat.2
Sesuai dengan prinsip pembelajaran bahwa hasil belajar dapat diartikan dengan
bentuk perubahan yang terjadi dari proses pembelajaran yang telah dijalani siswa sesuai
dengan tujuan pembelajaran tersebut. Menurut Djamarah dan Zain dalam Mulya
Manru (2009; 18) bahwa suatu proses pembelajaran dikatakan berhasil jika tujuan
pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya sudah tercapai. Apabila dikaitkan
dengan pembelajaran Al-Qur‟an yang dilakukan masih belum memuaskan, baik dari
segi bacaan, hafalan atau dalam menerjemah ayat-ayat Al-Qur‟an. Oleh karennya agar
minat peserta didik kembali tumbuh dalam mengikuti pembelajaran Al-Qur‟an sehingga
menghasilkan proses yang yang baik dan akan bermuara kepada hasil belajar yang
sempurna, bisa dilakukan dengan menerapkan model pembelajaran yang inovatif,
menyenangkan dan melibatkan media pembelajaran berbasis Teknologi Informasi
Komunikasi (TIK) sehingga dapat meningkatkan kemampuan peserta didik dalam
membaca, menghafal dan menerjemah Al-Qur‟an.
Umat Islam tidak dapat dipisahkan dengan al-Qur‟an dalam kehidupannya,
karena alQur‟an adalah pedoman dalam kehidupan manusia sehingga al-Qur‟an dapat
dijadikan sebagai pegangan hidup. Sebagaimana Firman Allah dalam Q.S. Al- Muzammil :
Dari ayat di atas dijelaskan tentang perintah membaca al-Qur‟an dengan tartil, yang
dimaksud dengan tartil disini adalah,membaguskan bacaan al-Qur‟an
24
secara terang, teratur, dan tidak terburu-buru serta mengenal tempat-tampat waqaf sesuai
dengan aturan-aturan ilmu tajwid. Membacanya bernilai ibadah dan mengamalkannya
merupakan kewajiban yang diperintahkan dalam agama. Seorang Muslim harus mampu
membaca ayat-ayat al-Qur‟an dengan baik sesuai dengan yang diajarkan oleh Rasulullah
SAW.
Al-Qur‟an dijadikan sebagai pedoman bagi setiap umat muslim, setiap Muslim
dianjurkan untuk membacanya serta memahami isi dari kandungan ayat tersebut. Al-Qur‟an
diturunkan untuk menjadi petunjuk bagi seluruh manusia dalam lintasan sejarah, dan tidak
berhenti pada peristiwa sejarah tertentu. Allah SWT memerintahkan kita untuk mengkaji
kandungan kitab-nya secara menyeluruh. Jika kita mencoba mengkaji redaksi al-Qur‟an pada
maknanya yang umum, maka kita akan menyadari bahwa ternyata maknanya itu meliputi
banyak hal dan berbicara mengenai berbagai hal .
Dalam kaitannya dengan al-Qur‟an, salah satu tujuan seseorang dalam hal membaca dan
menulis ini dapat dilihat dari adanya keinginan orang tersebut untuk mempelajari al -Qur‟an.
Hal ini disebabkan karena al-Qur‟an merupakan sebuah kitab suci berbahasa Arab yang
dapat dibaca isi kandungannya dan dapat ditulis kembali ayatnya guna melatih kemampuan
menulis seseorang. Dari kedua kemampuan yang telah ada dalam al-Qur‟an inilah
seharusnya dapat menjadikan seseorang bersemangat dalam mempelajarinya. Terlebih al -
Qur‟an merupakan kitab suci umat Islam yang diturunkan Allah SWT kepada Rasulullah SAW
melalui malaikat Jibril as, untuk disampaikan kepada seluruh umat manusia sampai akhir
zaman.3
Relasi kecintaan seorang Muslim terhadap kitab suci al-Qur‟an tentulah harus
diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Perwujudan yang dapat dilakukan salah satunya
adalah dengan cara mengadakan sebuah kegiatan pembinaan al- Qur‟an. Kegiatan ini sejatinya
merupakan bukti nyata betapa pentingnya al-Qur‟an dalam kehidupan manusia. Kini
pentingnya mempelajari al-Qur‟an telah banyak menjadikan seseorang termotivasi untuk
mengadakan program pembinaan baca
25
Al-Qur‟an adalah firman Allah yang berfungsi sebagai mukjizat (bukti kebenaran atas
kenabian Muhammad) yang diturunkan kepada Nabi Muhammad yang tertulis di dalam
mushaf-mushaf, yang diriwayatkan dengan jalan mutawatir, dan yang membacanya
dipandang beribadah1 .Untuk mendapatkan jaminan keselamatan dan kebahagiaan hidup
baik di dunia maupun di akhirat melalui AlQur‟an, maka setiap umat Islam harus berusaha
belajar, mengenal, membaca dan mempelajarinya2 . Al-Qur‟an diturunkan Allah kepada
manusia untuk dibaca dan diamalkan.Ia telah terbukti menjadi pelita agung dalam
memimpin manusia mengarungi perjalanan hidupnya. Tanpa membaca manusia tidak akan
mengerti akan isinya dan tanpa mengamalkannya manusia tidak akan dapat merasakan kebaikan
dan keutamaan petunjuk Allah dalam Al-Qur‟an.3 Di era globalisasi ini, banyak sekali
pergeseran nilai dalam kehidupan masyarakat dikarenakan para generasi kita masih banyak yang
belum mampu untuk membaca Al-Qur‟an secara baik apalagi memahaminya.Oleh karena itu,
sebagai orang tua harus mengusahakan sedini mungkin untuk mendidik dan membiasakan
membaca Al-Qur‟an
Dapat diketahui bahwa setiap muslim mempunyai tanggung jawab dan
berkewajiban untuk mengajarkan dan mengamalkan Al-Qur‟an sebagai petunjuk dan pedoman
hidup seluruh umat manusia yang ada di dunia ini. Apalagi dalam menghadapi tantangan
zaman di abad modern dengan perkembangan dinamika ilmu pengetahuan dan teknologi
yang semakin pesat seperti sekarang ini. Masyarakat muslim, secara khusus orang tua,
ulama terutama guru di sekolah perlu khawatir dan prihatin terhadap anak-anak sebagai
generasi penerus terhadap maju pesatnya IPTEK yang berdampak pada terjadinya pergeseran
budaya hingga berpengaruh pada pelaksanaan kegiatan pembelajaran Al-Qur‟an, manusia di
zaman ini cenderung lebih menekankan ilmu umum yang condong pada kepentingan dunia dan
melupakan ilmu keagamaan sebagai tujuan di akhirat kelak.
26
merupakan Kalamullah tidak lagi di baca ataupun dipahami apalagi diamalkan. Membaca
Al-Qur‟an dengan fasih dan benar, mengerti akan kandungan ayat yang dibacanya apalagi
mau mengamalkannya, niscaya akan mendapat suatu kemuliaan dari Allah SWT,
bahkan bila perlu dilagukan dengan suara yang merdu, sebab itu termasuk Sunnah Rasul
Pendukung utama tercapainya sasaran pembangunan manusia Indonesia yang bermutu adalah
melalui jalan terciptanya pendidikan yang bermutu, proses penyelenggaraan pendidikan yang
bermutu tidak hanya cukup dilakukan melalui transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi
saja, tetapi harus didukung oleh peningkatan profesionalisme dan system manajemen tenaga
pendidik serta pengembangan peserta didik untuk menolong diri dalam merencanakan, memiliki
dan mengambil keputusan yang tepat demi mencapai cita- citanya dimasa depan.
Pendidikan adalah proses interaksi antara pendidik atau guru dan siswa, yang
terjadi dalam proses pembelajaran di dalam kelas. Pendidikan adalah upaya sadar yang
diarahkan untuk mencapai perbaikan di segala aspek kehidupan manusia. Pendidikan
dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju
kedewasaan (taklif), baik secara akal, mental maupun moral untuk menjalankan fungsi
kemanusiaan yang diemban sebagai seorang hamba dihadapan khaliq nya dan sebagai
pemelihara (khalifah). Oleh sebab itu maka pendidikan agama sangat diperlukan dalam
dunia pendidikan untuk menciptakan karakter keagamaan bagi peserta didiknya. Kegiatan
belajar mengajar tentu mempunyai tujuan yang akan dicapai. Tak jarang dalam
prosesnya, baik siswa maupun guru menemui masalah yang dapat menganggu kegiatan
belajar mengajar .
Masalah yang sering terjadi dalam proses pembelajaran adalah masalah kesulitan
terhadap mata pelajaran yang dihadapi oleh siswa di dalam kelas, yang dalam hal ini adalah
mata pelajaran Al-Qur‟an .5
Jenis kesulitan belajar tersebut diantaranya:
a) peserta didik kurang lancar dalam hal baca tulis Al-Qur‟an, menghafal,
penguasaan tafsir serta mufrodat, dan pengembangan pengayaan
27
serta penafsiran yang kaitannya dengan realitas sosial.
b) Selain itu, banyak guru dan peserta didik yang kurang menaruh perhatian
terhadap ayat-ayat al Qur‟an.
c) kesulitan membaca al-qur‟an tersebut bisa disebabkan oleh berbagai macam
faktor diantaranya karena peserta didik jenuh dalam belajar, kurang termotivasi,
faktor keluarga yang kurang mendukung, kurang lengkapnya saran dan
prasarana, pengaruh lingkungan yang kurang kondusif .
Secara garis besar, faktor penyebab timbulnya kesulitan membaca AlQur‟an terdiri
atas dua macam yaitu:
1. Factor intern siswa, yakni hal-hal yang atau keadaan-keadaan yang muncul dari
dalam diri siswa sendiri meliputi gangguan atau kekurangmampuan psiko-fisik
siswa, yakni:
a. Yang bersifat kognitif (ranah cipta), antara lain seperti rendahnya kapasitas
intelektual/intelegensi siswa.
b. Yang bersifat afektif (ranah rasa), antara lain seperti labilnya emosi
dan sikap. c. Yang bersifat psikomotor (ranah karsa), antara lain seperti
terganggunya alat- alat indra penglihat dan pendengar (mata dan telinga).
2. faktor ekstern siswa, yakni hal-hal atau keadaan-keadaan yang datang dari luar
diri siswa meliputi semua situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak mendukung
aktifitas belajar siswa. Factor lingkungan ini meliputi:
28
a. lingkungan keluarga.
c. Lingkungan sekolah.
29
Al Qur‟an adalah kitab suci yang sempurna, serta berfungsi sebagai pelajaran bagi manusia,
pedoman hidup bagi setiap muslim, petunjuk bagi orang yang bertakwa.7
Ayat di atas menjelaskan bahwa Al Qur‟an diturunkan sebagai pedoman/pelajaran,
menjadi obat serta petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. Oleh karena itu,
setiap muslim wajib mempelajari Al Qur‟an dan mengamalkannya dalam kehidupan
sehari-hari. Adapun membaca Al Qur‟an hukumnya disyariatkan dan disunahkan untuk
sebanyak mungkin membaca dan menghatamkan setiap bulan. Adapun keutamaan
membacanya, sabda Rasulullah,
Salah satu cara terpenting untuk mendidik dan membina anak adalah dengan
memberinya pendidikan Al Qur‟an sejak masa kanak-kanak, karena pada masa ini adalah masa
pembentukan watak yang ideal. Anak-anak pada masa ini mudah menerima apa saja
yang dilukiskan. Sebelum menerima lukisan yang negatif, anak perlu didahului diberikan
pendidikan Al Qur‟an sejak dini agar nilai- nilai kitab suci Al Qur‟an tertanam dan bersemi
di jiwanya kelak. Mendidik anak untuk mengenal Al Qur‟andapat dilakukan baik oleh
orang tua anak tersebut maupun pendidik. Mendidik anak untuk mengenal Al Qur‟an
merupakan bentuk pemenuhan hak wiqayah terhadap anak, yaitu hak memelihara anak agar
terhindar dari api neraka .
Sungguh jika tidak ada qalam, maka anda tidak akan bisa memahami berbagai ilmu
pengetahuan, tidak akan bisa menghitung jumlah pasukan tentara, semua agama akan
hilang, manusia tidak akan mengetahui kadar pengetahuan manusia terdahulu, penemuan-
penemuan dan kebudayaan mereka. dan jika tidak ada qalam, maka sejarah orang-orang
terdahulu tidak akan tercatat (baik yang mencoreng wajah sejarah maupun yang
menghiasinya), Dan ilmu pengetahuan mereka tidak akan bisa dijadikan penyuluh bagi
generasi berikutnya. Dan dengan qalam bersandar kemajuan umat dan kreativitasnya.
Al-quran merupakan petunjuk bagi umat Islam di dalam hadis dijelaskan bahwa al-quran
merupakan pedoman hidup bagi umat Islam Alquran dijadikan sebuah kitab yang harus dibaca
dipelajari dihayati serta diamalkan oleh umat Islam. Sebagai seorang muslim sudah
sepantasnya menjadikan Alquran sebagai pegangan hidup dalam menjalani kehidupan kita
sehari-hari membaca al-quran merupakan pembinaan bagi akhlak generasi penerus
bangsa.Peran dan fungsi dalam membaca dan menulis huruf Alquran amat penting bagi
kehidupan umat
30
Alquran sebagai kitab suci yang diturunkan kepada Rasulullah Muhammad
SAW harus diyakini oleh setiap muslim bahwa selain mukjizat yang diberikan oleh Allah SWT
juga sebagai penuntun umat menuju pelaksanaan agama Islam secara kaffah oleh karena itu
belajar membaca Alquran harus ditanamkan kepada anak sedini mungkin. Menyadari
pentingnya belajar Alquran bagi anak dan manfaat bagi mempelajarinya menjadi pembelajaran
kita bahwa membaca Alquran adalah suatu yang wajib diberikan di sekolah .8
Guru pendidikan agama Islam harus menjadi ujung tombak keberhasilan dalam
pembelajaran membaca Alquran bagi siswa-siswanya , disebutkan demikian karena
membaca Alquran tidak hanya sekedar mampu melepaskan lambang- lambang bunyi yang
disebut huruf yang dalam Alquran menggunakan huruf hijaiyah akan tetapi harus pula
mengajarkan ilmu tajwid agar siswa mampu membaca al-quran dengan baik benar dan tartil
. Pembelajaran membaca Alquran mampu memberikan bekal bagi siswa sehingga siswa
mampu membaca alquran dengan baik dan lancar .
Guru dituntut untuk mampu menerapkan strategi pembelajaran yang membangkitkan
proses pembelajaran yang efektif dalam undang-undang nomor 13 tahun 2014 tentang
pendidikan keagamaan Islam pasal 111 pendidikan Alquran adalah lembaga pendidikan
keagamaan yang bertujuan untuk memberikan pengajaran bacaan tulisan hafalan dan
pemahaman Alquran.Seorang pendidik bukan hanya bertanggung jawab menyampaikan materi
pembelajaran kepada siswa tetapi juga membentuk kepribadian peserta didik yang bernilai
tinggi.
Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam masalah belajar ini
yaitu
d) Hubungan manusiawi dalam proses belajar mengajar dan seorang pendidik harus
memberikan peningkatan kemampuan pada siswa .
Model pembelajaran yang bisa menjadi sebuah solusi Pembelajaran Al- Qur‟an ialah
menerapkan model pembelajaran 3G-P berbasis TIK” dan media pembelajaran yang digunakan
adalah “CD Interaktif Media Tarjamatul Qur‟an (MTQ)”. Walaupun model pembelajaran
dan media pembelajaran ini telah diterapkan, akan tetapi sangat penting dievaluasi
adalah hasil dari penerapannya, sehingga dapat diketahui tingkat keberhasilannya dan
pengaruhnyaterhadap siswa.Alasan hal tersebut diungkapkan karena tujuan dari
pembelajaran Agama Islam, khususnya Al-Qur‟an agar semua peserta didik memiliki
keimanan yang kuat, kecintaan kepada Allah Ta‟ala, rasul-Nya dan kecintaan terhadap Al-
Qur‟an. Akan tetapi, terdapat beberapa kendala saat diaplikasikan dalam proses
pembelajaran sehingga hasil belajar pun masih belum sesuai dengan yang diharapkan.
32
BAB IV
METODE BAGDADIYAH DALAM PEMBELAJARAN BACA TULIS AL-QUR’AN
Ada beberapa cara yang dilakukan dalam menyampaikan baca tulis Al-Quran,
salah satunya yaitu metode Al-Baghdadi yang berasal dari Baghdad, Irak. Metode Al-
Baghdadi adalahmetode tersusun. Maksudnya suatu metode yang tersusun secara
berurutan dan merupakan sebuah proses ulang atau lebih dikenal dengan sebutan metode
alif, ba‟, ta‟.
Metode ini adalah metode yang paling lama muncul dan digunakan masyarakat
Indonesiabahkan metode ini juga merupakan metode yang pertama berkembang di
Indonesia. Buku metode Al-Baghdady ini hanya terdiri dari satu jilid. Hanya sayangnya
33
belum ada seorangpun yang mampu mengungkap sejarah penemuan, perkembangan, dan
metode pembelajarannya sampai saat ini. Cara pembelajaran metode ini dimulai dengan
mengajarkan huruf hijaiyah dan pembelajaran tersebut diakhiri dengan membaca juz
„Amma. Dari sinilah kemudian santri atau pesrta didik boleh melanjutkan ke tingkat
yang lebih tinggi, yaitu pembelajaran Al-Qur‟an.
a. Hafalan Sebelum jama‟ah diberi materi terlebih dahulu harus menghafal huruf-huruf hijaiyyah
dari alif sampai ya‟ ditambah dengan huruf hamzah dan lam alif.
b. Mengeja Maksud dari mengeja yaitu, sebelum jama‟ah membaca perkalimat terlebih dahulu
membaca huruf secara eja, misalnya: alif fatha a, ba‟ fatha ba, dan seterusnya.
c. Modul Siswa yang lebih dahulu menguasai materi, dapat melanjutkan kepada materi atau
halaman berikutnya tanpa harus menunggu santri atau temannya yang lain.
d. Tidak variatif Pada metode ini tidak disusun34 menjadi beberapa jilid buku, melainkan hanya 1
jilid buku saja.
e. Pemberian contoh yang absolute Seorang ustadz atau ustadzah dalam memberikan bimbingan,
terlebih dahulu memberikan contoh kemudian santri mengikutinya.
a. Pengenalan huruf hijaiyah Pada tahap ini santri dituntut untuk menghafal huruf hijaiyah yang
ada 30 (lam alif dan hamzah diikutsertakan) tanpa menggunakan harakat, dengan cara
mengejanya, menulisnya, dan menghafalnya. Dengan demikian peserta didik dapat mengerti
dasar dari huruf arab. Contohnya: alif, ba, ta, tsa, jim, kha. Kho, dal, dzal, ro, za, sin, syin, shod,
dhod, tho, dzo, ain, ghin, fa, qof, lam, mim, nun, wawu, ha, lam alif, hamzah, ya.
b. Pengenalan huruf dengan harakat Setelah siswa harus sudah menghafal huruf hijaiyah yang
tidak menggunakan harakat, tahap selanjutnya siswa tersebut disuruh untuk menghafal huruf
hijaiyah yang sudah diberi harakat. Harakat yang pertama dikenalkan adalah harakat fathah.
Kemudian para siswa dapat menghafalkan huruf-huruf yang berharakat selain fathah yaitu kasrah
dan dhamah masing-masing dari huruf hijaiyah satu hurufnya diulang-ulang sebanyak tiga kali
yang kemudian diberi harakat fathah, kasrah, dan dhamah. Dengan demikian murid-murid akan
mengerti bagaimana huruf hijaiyah yang berakat fathah, kasrah, dhamah, dan bagaimana bentuk
fathah, kasrah, dhamah. Contohnya: a-i-u, ba-bi-bu, ta-ti-tu, tsa-tsi-tsu, ja-ji-ju, kha-khi-khu,
kho- khi-khu, dan seterusnya. Kemudian setelah itu santri akan belajar mengenal harakat yang
bertanwin (baris dua) yaitu fathah tanwin, kasrah tanwin, dhamah tanwin. Sama dengan yang
diatas dalam tingkat ini masing- masing dari huruf hijaiyah juga satu hurufnya diulang-ulang
sebanyak tiga kali yang kemudian diberi harakat fathah tanwin, kasrah tanwin, dhamah tanwin.
Contohnya: an-in-un, ban-bin-bun, tan-tin-tun, tsan-tsin-tsun, jan-jinjun, dan seterusnya.
c. Pengenalan huruf sambung Pada langkah ini para santri atau peserta didik akan diajarkan
bagaimana bentuk huruf-huruf yang disambung dan diajarkan juga bagaimana cara membacanya.
Selain itu peserta didik dapat mengetahui mana
35
huruf yang bisa disambung dan mana yang tidak
bisa disambung. Santri juga dituntut untuk membaca huruf yang sudah disambung. Dengan
menggunakan kaidah-kaidah yang telah disepakati para ulama. Kaidah-kaidah tersebut meliputi
hukum nun mati dan tanwin, hukum mim mati, dan lain-lain. Dengan cara seperti itu maka santri
akan mengetahui bacaan- bacaan yang ada dalam Al-Qur‟an dan mengetahui kaidah-kaidah yang
benar. Contohnya: al-la, bal-la, tal-la, tsal-la, dan seterusnya. In-ini, bin-ini, tin-ini. Tsin-ini, dan
seterusnya.
d. Pengenalan juz amma Setelah santri telah menguasai huruf-huruf sambung dan dapat
membacanya dengan baik dan benar, kemudian langkah selanjutnya para santri dicoba untuk
membaca surat-surat yang ada di juz 30 atau juz amma. Setelah selesai menguasai surat-surat
yang ada di juz amma barulah para santri bisa membaca Al-Qur‟an. Setelah santri dapat
membaca juz amma maka santri disuruh untuk menghafalkan juz amma dan mengulang-ulang
surat yang sudah dihafalkan.
1) santri akan mudah dalam belajar, karena sebelumnya para santri sudah hafal huruf
huruf hijaiyah.
2) Santri yang sudah lancar akan cepat melanjutkan ke materi selanjutnya, karena tidak
menunggu peserta didik yang lainnya.
3) Keterampilan mengeja yang dikembangkan merupakan daya tarik tersendiri bagi para
santri atau peserta didik.
1) Membutuhkan waktu cukup lama, karena harus menghafal dan mengeja semua huruf
hijaiyah.
2) Metode baghdadi yang asli sulit diketahui, karena sudah mengalami beberapa
modifikasi.
3) Penampilan beberapa huruf yang mirip dapat menyulitkan pengalaman santri atau
peserta didik. 36
BAB V
METODE BIL HIKMAH DALAM PEMBELAJARAN BACA TULIS AL-QUR’A
Metode bil hikmah merupakan suatu cara yang dapat di gunakan dalam
mengajarkan membaca al-qur‟an. Menurut yahya metode bil hikmah merupakan
metode gabungan antara metode baghdadiyah dan metode sautiyah dengan
mengambil sisi keunggulan dari kedua metode tersebut. Sedangkan baca tulis, baca
bererti membaca yakni melihat tulisan dan mengerti atau melisankan apa yang
tertulis itu.
Sedangkan tulis adalah membuat huruf, angka, dan sebagainya mengunakan
pena, pinsil dan lain lain. Dan secara umum kegiatan pembelajaran baca tulis al-
qur‟an adalah melafalkan dan menulis ayat-ayat al-qur‟an dengan mengetahui aturan
aturan yang elah di tetapkan seperti makhorijul huruf, kaidah tajwid, dan panjang
pendek sehingga tidak terjadi perubahan makna.
sedangkan metode berasal dari bahasa greeka, (metha) yang artinya melalui
atau melawati dan hoddos artinya jalan atau cara. Jadi metode berarti jalan atau
carayang harus di lalui untuk mencapai tujuan tertentu. Secara umum terdapat dua
metode 2 metode induk membaca Al-Qur‟an yaitu baghdadiyah dan sautiyah.
Dimana ciri utamanya mengenalkan huruf hijaiyah dan mengeja.
Metode ini telah berhasil mengantarkan kaum muslimin tentang membaca
Al-Qur‟an, hanya saja waktunya sangat lama.kemudian metode bil hikmah
nmengambil keunggulan metode baghdadiyah dalam mengenalkan huruf hijaiyah
dan juga mnembil keunggulan metode sautiyah dalam mengajarkan huruf huruf yang
bersakal tanpa mengejanya hasilnya terbukti sangat efektif dan efesien bagi kaum
muslimin dalam membaca Al-Qur‟an.
Pendekatan utama dari metode bil hikmah adalah metode sautiyah yaitu
mengajarkan membaca al-qur‟an tanpa mengeja. Akan tetapi keunggulan struktur
dari metode bagdadiyah tetap di pertahankan. Karna dalam metode bil hikmah secara
ketat memulainya dengan memperkenalkan 28 huruf hijaiyah tanpa mengejanya.
Hal ini sesuai dengan aspek historis dan mengandung filosofi yang cukup
mendalam. Sebagai mana yang ada dalam Al-Qur‟an, ada beberapa surah yang di
mulai dengan huruf-huruf hijaiyah seperti : alif lam mim, alif lam ra dan seterusnya.
Surah-surah yang di mulai dengan huruf hijaiyah ini ternyata mengandung inflikasi
37
filosofis, bahwa pendidikan membaca Al-Qur‟an itu perlu untuk mengenalkan
struktur huruf bahasaal-Qur‟an.
1. Faktor Pendukung
Dari hasil melihat kemampuan siswa dalam baca tulis al-quran ada beberapa
faktor pendukung yaitu:
a. Guru
Faktor yang mendukung keberhasilan pelaksanaan dan kemempuan para
siswa atau murid tidak terlepas oleh yang namanya pengajaran dari guru. Para
guru mengikuti pembinaan yang di adakan oleh majlis untuk meningkatkan
kualitas para guru. Sebelum guru menyampaikan materi maka terlebih dahulu
mempersiapkan media apa yang harus di perlukan dalam mengajar. Oleh
karna itu guru merupakan salah satu faktor pendukung dalam kelancaran
metode bil hikmah baca tulis al-qur‟an supaya berjalan sesuai dengan apa
yang telah di tetapkan.
b. Siswa
Dalam pelaksanaannya siswa juga merupakan faktor pendukung, tiada artinya
bila mana dalam suatu proses belajar hanya terdiri dari beberapa guru dan
tidak mempunyai siswa sama sekali oleh karena itu siswa merupakan salah
satu faktor penduung dalam pelaksanaan metode bil hikma.
c. Sarana pra sarana
Dalam hal ini yang menjadi faktor utama dalah adanya alat peraga dan media
belajar lainya untuk mempermudah guru dalam penyampaian materi artinya
para sisiwa tidak perlu menyediakan sendiri, di samping itu kitab-kitab aau
buku tentang metode bil hikmah dalam pembelajaran baca tulis Al-Qur‟an
juga sangat penting untuk mencapai hasil.
2. Faktor Penghambat
39
a. Kurang terpenuhinya buku buku dan media pembelajaran yang
menunjang dalam pembelajaran khususnya dalam pembelajaran baca
tulis Al-Qur‟an
b. Minimnya atau sedikitnya waktu yang di sediakan untuk pembelajaran
agama pada saat ini khususnya pembelajaran Al-Qur‟an
c. Tingkat kemampuan siswa beragam sehingga susah untuk
menyampaikan materi yang beragam
d. Banyak siswa yang belum mengenal ilmu tajwid sehingga susah untuk
menerapkan metode bil hikmah dalam pembelajaran baca tulis Al-
Qur‟an
40
BAB VI
PEMANTAPAN HURUF HIJA’IYAH
A.Landasan Teori
1. Sejarah Munculnya Tanda Huruf
Huruf atau tulisan adalah salah satu sarana untuk menyatakan kehendak, cipta
dan rasa. Ketika orang belum mengenal alat komunikasi modern seperti telepon, internet
dan lainnya mereka telah terlebih dahulu mengenal huruf. Manusia memiliki bahasa
yang digunakan sebagai alat komunikasi dengan sesamanya, baik berkomunikasi melalui
lisan, tulisan ataupun isyarat. Semuanya merupakan sarana untuk mengapresiasi
kebutuhan hidup manusia.
Pada awalnya, komunikasi dilakukan secara lisan atau dengan bahasa isyarat.
Namun, ada banyak hal yang ternyata sulit dikomunikasikan dengan dua cara tersebut,
dan membutuhkan cara yang ketiga, yaitu bahasa tulis. Dari sini, muncul kebutuhan akan
bahasa tulis. Bahasa tulis tidak serta merta tersusun dari huruf-huruf seperti saat ini.
Bahasa tulis terlebih dahulu melalui beberapa fase perkembangan dan penyempurnaan
untuk dapat menjadi seperti sekarang.
Fase pertama al-shauri al-dzati, mendeskripsikan suatu peristiwa melalui gambar
itu sendiri. Dalam hal ini, gambar menjadi bahasa tulis yang berupaya menceritakan
suatu kejadian atau peristiwa. Fase ini adalah fase paling sederhana tetapi juga bersifat
terbatas. Terbatas pada peristiwa-peristiwa yang dapat dideskripsikan melalui gambar,
seperti gunung meletus, diserang binatang buas dan lainnya.
Fase kedua al-shauri al-ramzi, mendeskripsikan suatu peristiwa, waktu
terjadinya, atau situasi dan kondisi pada saat terjadi melalui makna yang dilambangkan
oleh suatu gambar. Bahasa ini lebih luas dan dipergunakan untuk menggambarkan hal-
hal yang tidak dapat digambarkan oleh al-shauri al-dzati. Seperti perasaan orang-orang
yang tertimpa gunung meletus, perasaan benci, cinta dan lainnya.
Fase ketiga al-maqtho‟i, perjalanan waktu menjadikan kebutuhan hidup manusia
bertambah banyak dan bervariasi. Bahasa tulis yang menggunakan gambar-gambar
tersebut kadang kala tidak dapat ditangkap maksudnya oleh penerima (komunikan), atau
penerima keliru dalam memahami maksud pengirim berita (komunikator), sehingga
pesan tidak berjalan seiring. Atau karena peristiwa yang diceritakan panjang membuat
gambar yang di tulis juga panjang dan banyak. Hal ini dianggap tidak efektif dan efisien
sebab membutuhkan waktu, tenaga, dan pikiran lebih banyak. Faktor-faktor ini yang
kemudian mendorong dibuatnya maqtho‟ (tanda-tanda) yang dapat menggantikan fungsi
41
gambar sebagai bahasa tulis. Maqtho‟ ini ada yang dipakai dan disepakati oleh
komunitas di daerah tertentu, ada yang dipakai dan dipahami sama (kebetulan atau tidak)
oleh banyak komunitas di berbagai daerah. Misalnya, tanda kepala „ain sebagai ganti
gambar yang menunjukkan arti musuh, tanda kepala syin sebagai ganti gambar yang
menunjukkan pohon atau hutan dan lain-lain. Meskipun tanda-tanda ini terkadang tidak
menunjukkan adanya hubungan yang logis dengan gambar yang ditandai, tetapi cara
demikian dipakai oleh para pengguna bahasa tulis pada masanya.
2. Definisi Hijaiyah
Kata huruf berasal dari bahasa arab harf atau huruuf )فٚ دشٚ(دشف ا. Huruf arab
disebut juga huruf hija‟iyah )خ١ (٘جبئ. Kata hija‟iyah berasal dari kata
kerja hajjaa )ٝ(٘جyang artinya mengeja, menghitung huruf, membaca huruf demi huruf.
Huruf hija‟iyah disebut pula huruuf tahjiyyah )خ١جٙف رٚ (دش.
Huruf hijaiyah disebut juga alfabet arab. Kata alfabet itu sendiri berasal dari
bahasa arab alif, ba‟, ta‟. Kata abjad juga berasal dari bahasa arab a-ba-ja-dun; alif, ba‟,
ta‟, jim, dan dal ) (أثجذ. Namun ada pula yang menolak pendapat ini dengan alasan, huruf
hijaiyah mempunyai aturan urutan yang berbeda dengan terminologi abjad. Huruf
hijaiyah dimulai dari alif dan berakhir pada huruf ya‟ secara terpisah-pisah. Sedang
terminologi abjad urutannya disusun dalam bentuk kalimat وٍّٓ ععفضٝص دطٛ٘ (أثجذ
)لششذ, di samping itu terminologi abjad lebih bersifat terbatas pada bahasa samiyah yang
lokal (lughah samiyah al-umm).
Huruf hijaiyah berjumlah 28 huruf tunggal atau 30 jika memasukkan huruf
rangkap lam-alif ) (الdan hamzah ) (ءsebagai huruf yang berdiri sendiri. Orang yang
pertama kali menyusun huruf hijaiyah secara berurutan mulai dari alif sampai ya‟ adalah
Nashr Bin „Ashim Al-Laitsi )ٟث١ٌٍ(ٔبطش ثٓ عبطُ ا. Cara menulis huruf Arab berbeda
dengan huruf Latin. Kalau huruf Latin dari kiri ke kanan maka huruf Arab ditulis dari
kanan ke kiri.
42
Menurut penelitian para sejarawan, tulisan Arab yang dipergunakan sekarang ini berasal
dari mesir kuno : hieroglyph. Keadaan tulisan pada awalnya adalah dalam bentuk lambang
yang terpisah-pisah seperti huruf cetak latin, hanya huruf konsonan (selain wawu, alif dan
ya‟) yang ditulis, tidak memakai titik-titik, dan terkadang satu huruf dipakai untuk beberapa
huruf yang mempunyai kesamaan bentuk tanpa diberi tanda pembeda seperti lazimnya
huruf pada masa sekarang.
Tulisan Mesir kuno tetap digunakan dalam bentuk gambar dan beberapa diantaranya
berupa huruf hingga abad 5 M, dan tidak mengalami banyak perubahan sampai generasi-
generasi mesir selanjutnya berakulturasi (proses bercampurnya dua atau lebih kebudayaan
karena percampuran bangsa-bangsa dan saling mempengaruhi) dengan suku-suku di daerah
lain, seperti dengan Suku Lihyani di Arabia Selatan dan sebagai wujud akulturasinya
melahirkan jenis tulisan lihyani, atau dengan Suku Himyar di Yaman Siria dan melahirkan
tulisan himyari.
Ciri tulisan pada waktu itu adalah huruf ditulis dengan bentuk lambang yang
terpisah-pisah seperti huruf cetak Latin, hanya huruf konsonan (selain wawu, alif dan ya‟)
yang di tulis, tidak memakai titik-titik, dan terkadang satu huruf dipakai untuk beberapa
huruf yang mempunyai kesamaan bentuk tanpa diberi tanda pembeda seperti lazimnya
huruf pada masa sekarang.
1) Menciptakan syakal
Pada awal abad ke-7 M, awal daulah Umawiyah, Ziyad bi Abi Sufyan meminta kepada
seorang ahli bahasa Arab, Abu Aswad al-Duali untuk menciptakan syakal sehingga
mempermudah membaca al-qur‟an dan meminimalisir kesalahan baca. Tanda baca yang
diciptakan sebagai berikut :
Titik satu disebelah kiri huruf berarti dhammah
Titik satu tepat di atas huruf berarti fathah
43
Titik satu tepat di bawah huruf berarti kasrah
Bila titik didobelkan maka menjadi tanwin
Titik-titik yang menjadi syakal ditulis dengan tinta merah sedangkan, huruf ditulis
dengan tinta warna hitam.
2) Membedakan huruf yang sama bentuk dengan garis
Tanda baca ciptaan al-dauli sangat membantu dalam membaca al-Qur‟aan. Tetapi,
huruf-huruf yang bentuknya sama dan ejaannya berbeda sering kali membingungkan.
Hingga pada masa Abdul Malik bin Marwan (685-705 M) seorang gubernur bernama al-
Hajjaj bin Yusuf al-Tsaqafi meminta Nashr bin „Ashim dan Yahya bin Ya‟mar untuk
memberi tanda pada huruf-huruf yang sama bentuknya tetapi berbeda ejaan. Nashr dan
Yahya selanjutnya menciptakan tanda berupa garis-pendek yang diletakkan di atas atau
dibawah huruf. Tanda dan garis-pendek tetap dipakai selama pemerintahan Bani Umayyah
sampai awal pemerintahan Abasiyah ± 685-750 M.
3) Membalik tanda-tanda
Setelah beberapa waktu, sistem penandaan titik dan garis-pendek mengalami perubahan.
Munculnya keluhan dari para pembaca al-Qur‟an yang dianggap menyulitkan, selain itu model
penandaan dengan menggunakan tinta tinta (waktu itu mesin cetak belum dikenal)
memunculkan problem lain. Tinta yang tidak bersifat permanen, sehingga seringkali
menyebabkan garis-garis pendek menjadi seperti titik-titik atau sebaliknya. Sementara itu tinta
merah yang digunakan untuk menulis tanda titik karena terlalu lama menjadi kehitam-hitaman
menyerupai huruf atau garis pendek yang memang ditulis dengan tinta hitam. Sebuah fakta ynag
memunculkan kesulitan baru karena orang menjadi bingung mana syakal mana huruf
tertentu.Kesulitan ini menggerakkan seorang ahli tata bahasa Arab, yaitu al-Khalil bin Ahmad
mengadakan perubahan. Al-Khalil membalik fungsi tanda baca yang diciptakan Abu Aswad dan
Nashr-Yahya. Titik-titik yang awalnya merupakan harakat sekarang dijadikan tanda untuk
membedakan huruf yang berbentuk sama namun berbeda ejaan. Dan untuk syakal, al-Khalil
megambil dari huruf-huruf yang menjadi sumber bunyi.
5. Metode Pembelajaran Huruf Hijaiyyah
45
menulis huruf-huruf hijaiyah yang telah di kuasai dapat mempermudah proses untuk
menghafalkannya.
Untuk mencapai tujuan itu ada beberapa hal yang harus di lakukan, baik dalam tahap
persiapaan maupun tahap pelaksanaannya.
A.Tahap Persiapaan
Beberapa hal yang harus di persiapkan oleh guru adalah:
1) Merumuskan tujuan yang harus di capai oleh murid setelah proses
pembelajaraan menghafal huruf-huruf hijaiyah sesuai makhraj dantanda bacaannya
terakhir, Tujuan ini meliputi tiga aspek yakni aspek pengetahuaan (knowing), aspek
pelaksanaan(doing), dan aspek pembiasaan (being). secara garis besar hal ini telah di
uraikan pembahasannya dalam modul ini pada kegiatan belajar.
2) Persiapan garis besar langkah-langkah pengajaran yang akan di lakukan. Garis-garis
besar langkah pengajaraan diperlukan sebagai panduan untuk menghindari kegagalan.
3) Mempersiapkan alat bantu.
B.Tahap Pelaksanaan
1) Ajak siswa berkonsentrasi untuk memperhatikan huruf-huruf hijaiyah yang di sertai
dengan tanda bacannya,media yang di gunakan adalah bagian-bagian bertuliskan huruf-
huruf hijaiyah bertanda baca yang telah di persiapkan.
2) Awali dengan mengajarkan cara membaca huruf hijaiyah dengan harakat fathah.
3) Pastikan bahwa murid telah mampu mengidentifikasikan huruf hijaiyah, Untuk tahap
awal transliterasi dapat di biarkan terbuka,setelah murid mampu mengidentifikasikan
tutuplah bacaan transliterasinya.
4) Bacaan huruf-huruf hijaiyah tersebut sesuai makhraj dan tanda bacanya, untuk proses
ini guru dapat memanfaatkan alat multimedia jika tidak ada guru mencontohkan
langsung cara membacakannnya yangbaik dan benar. Kemudian diikuti oleh murid
sampai semuanya dapat membacakan tanpa ada kesalahan.
5) Setelah siswa mampu membacakannya dengan baik dan benar,mulailah meminta siswa
untuk menghafalkannya.
6) Dimulai dengan tujuh huruf pertama di bacakan tiga kali lalu tutuplah huruf tersebut.
7) Mintalah murid-murid melafalkan huruf-huruf yang di tutup itu secara bersama-sama.
8) Pastikan semua murid dapat melafalkan dan menghafalkan dengan baik dan benar.
46
9) Setelah semua murid hafal tujuh huruf yang pertama,mulailah menghafal tujuh huruf
yang kedua.perlu di ingat bahwa guru di larang mengajarkan untuk menghafal tujuh
huruf kedua sebelum tujuh huruf pertama telah di hafal oleh semua murid. Begitu
seterusnya hingga semua huruf hijaiyah dapat di hafalkan oleh semua murid.
10) Ciptakan suasana yang kondusif dan menyenangka dengan menghindari suasana yang
menegangkan.
11) Yakinkan bahwa semua siswa mengikuti jalannya pembelajaraan pelafalan dan
menghafalkan huruf-huruf hijaiyah ini dengan memperhaikan ujaran yang di laukukan
seluruh siswa.
12) Berikan kesempatan terbanyak kepada siswa untuk secara aktif menghafalkan huruf-
huruf hijaiyah sesuai makhraj dan tanda bacanya.
13) Setelah tanda baca harakat fathah di kuasai di lanjutkan dengan tanda baca selnjutnya
hingga selesai.
14) Pastikan seluruh murid hafal seluruh huruf-huruf hijaiyah sesuai tanda baca dan
makhrajnya dengan baik dan benar.
15) Guru menguji setiap myrid dengan cara spontan menunjuk bahwa murid secara acak
agar murid membacakan hafalan huruf hijaiyah dengan baik dan benar tanpa
ada kesalahan.
C.Tahap Mengakhiri.
Apabila pelaksana pembelajaran menghafal huruf-huruf hijaiyah sesuai makhraj dan tanda
bacanya telah selesai di lakukan, proses pembelajaran perlu diakhiri dengan memberikan
penugasan yang berkaitan dengan hafalan huru-huruf hijaiyah sesuai dengan makhraj dan tanda
bacanya. hal ini di perlukan untuk lebih memantapkan dan melancarkan pelafalan dan hafalan
yang di lakukan oleh murid.Sehingga murid selalu ingat dan terbiasa melafalkan dan
menghafalkan. Dalam tujuan pembelajaran,ini masuk dalam aspek pembiasaan (being).
47
BAB VII
PEMANTAPAN WAQAF DAN IBTIDA’
A. Waqaf
1. Pengertian waqaf
Waqaf dari sudut bahasa ialah berhenti atau menahan, manakala dari sudut istilah
tajwid ialah menghentikan bacaan sejenak dengan memutuskan suara di akhir perkataan
untuk bernapas dengan niat ingin menyambungkan kembali bacaan.
Kata al-Waqaf biasa dipakai untuk dua makna, makna yang pertama adalah titik
atau tanda di mana seseorang yang membaca al-Qur‟an diam (menghentikan bacaannya)
pada tanda tersebut.Makna yang kedua adalah tempat-tempat (posisi) yang ditunjukkan
oleh para imam ahli Qir‟at. Dengan demikian setiap tempat (posisi) dari tempat-tempat
tersebut dinamakan waqaf, sekalipun seorang pembaca al-Qur‟an tidak berhenti di
tempat (posisi) tersebut.
2. Macam-Macam Waqaf
a. WAQAF IKHTIBARI (menguji atau mencoba). Maksudnya adalah waqaf yang
dilakukan untuk menguji qari‟ atau menjelaskan agar diketahui cara waqaf dan
ibtida‟ yang sebenarnya. Waqaf ini dibolehkan hanya dalam proses belajar mengajar,
yang sebenarnya tidak boleh waqaf menurut kaidah ilmu tajwid.
b. WAQAF IDHTHIRARI (terpaksa). Maksudnya adalah waqaf yang dilakukan dalam
keadaan terpaksa, mungkin karena kehabisan nafas, batuk atau bersin dan lain
sebagainya. Apabila terjadi waqaf ini, hendaklah mengulang dari kata tempat
berhenti atau kata sebelumya yang tidak merusak arti yang dimaksud oleh ayat.
c. WAQAF INTIZHARI (menunggu). Maksudnya adalah waqaf yang dilakukan pada
kata yang diperselisihkan oleh ulama‟ qiraat antara boleh dan tidak boleh waqaf.
Untuk menghormati perbedaan pendapat itu, sambil menunggu adanya kesepakatan,
sebaiknya waqaf pada kata itu, kemudian diulangi dari kata sebelumnya yang tidak
merusak arti yang dimaksud oleh ayat, dan diteruskan sampai tanda waqaf
berikutnya. Dengan demikian terwakili dua pendapat yang berbeda itu.
48
d. WAQAF IKHTIARI (pilihan). Maksudnya adalah waqaf yang dilakukan pada kata
yang dipilih, disengaja dan direncanakan, bukan karena ada sebab-sebab lain.
b. Waqaf Lazim tanda baca ( )مberarti "harus berhenti". Waqaf lazim juga disebut
waqaf tamm (sempurna), karena tanda waqaf ini menandakan sempurnanya suatu
49
kalimat. Jadi kalimat sebelumnya tidak ada hubungannya dengan kalimat setelahnya.
Contoh waqaf lazim terdapat dalam surat Al-An‟aam ayat 20 :
c. Waqaf Waqfu Aula tanda waqaf ( )قالberarti "diutamakan berhenti". Apabila pada
ayat Al Qur'an terdapat tanda waqaf ini, diutamakan berhenti pada kata yang terdapat
tanda tersebut. Contoh Waqaf Waqfu Aula terdapat dalam surat Al-Maaida : 38
d. Waqaf Muraqabah/Mu'anaqah tanda waqaf (.’. .... .’.) artinya "berhenti disalah
satu tanda". Waqaf ini akan selalu muncul sebanyak dua kali, dan kita harus berhenti
disalah satu tanda waqah tersebut. Contoh Waqaf Muraqabah / Mu'anaqah terdapat
dalam surat Al-Baqarah ayat 2 :
e. Saktah (ٗ )عبوزtanda waqaf (" )سBerhenti sejenak tanpa bernafas". Jadi apabila
terdapat tanda waqaf tersebut, maka anda harus berhenti sejenak sehingga memutus
bacaan tetapi tidak diperbolehkan bernafas.
Di dalam Al-Qur‟an Saktah hanya ada 4 tempat, yaitu:
g. Waqaf Waslu Ula tanda waqaf ( )صليberarti "diutamakan untuk melanjutkan ".
Apabila menjumpai tanda waqaf, kita boleh berhenti atau melanjutkan. Tetapi lebih
diutamakan untuk melanjutkan. Contoh Waqaf Waslu Ula terdapat pada surat Az-
Zukhruf ayat 44 :
50
Tanda waqaf lainnya, namun jarang ditemui antara lain :
1. Waqaf Mutlaq tanda waqaf ( )طartinya "harus berhenti". Jadi apabila anda
menemukan tanda waqaf pada bacaan, maka anda harus berhenti.
2. Waqaf Mustahab tanda waqaf (ف١ )لberarti "diutamakan berhenti". Apabila
tedapat tanda waqaf ini dianjurkan untuk berhenti daripada melanjutkan.
3. Waqaf Murakh-khas tanda waqaf ( )صberarti "tidak berhenti". Selama tidak
menemukan alasan untuk berhenti atau kita kehabisan napas karena panjangnya
suatu ayat, maka kita meneruskan bacaan.
4. Waqaf Qabih tanda waqaf ( )قartinya "diutamakan untuk melanjutkan". Apabila
pada ayat Al Qur'an terdapat tanda waqaf ini, diutamakan melanjutkan bacaan.
5. Waqaf Mujawaz tanda waqaf ( )صberarti "diutamakan untuk melanjutkan" Untuk
tanda waqaf mujawaz ini anda dianjurkan untuk melanjutkan membaca.
6. Wakaf Kadzalik tanda waqaf ( )ﻙberarti "sama dengan waqaf sebelumnya". Jadi
apabila anda menemukan tanda waqaf ini, maka anda harus menyamakan dengan
tanda waqaf sebelumnya.
4. Cara Mewaqafkan Bacaan Dalam Al-Qur’an
a. Jika huruf terakhir berharakat sukun (mati), maka membacanya tida ada perubahan
sama sekali. Contohnya:
ْ ّبسغَتْ — فَ َذ ِذ
ُْ ُٙ ٌَس — ا َ ْع َّب ْ َ( فtetap dibaca a‟maalahum, fahaddits – dan farghab )
b. Jika huruf terakhir berharakat fathah, kasrah, dan dhammah, Maka huruf terakhir
tersebut dibaca sukun (mati). Contohnya:
Lafadz ( اٌْ َجٍَ ِذal-baladi) dibaca menjadi ( ْاٌجٍََ ْذal-balad), lafadz َ( َخٍَكKhalaqa) dibaca
menjadi ( َخٍَ ْكkhalaq).
c. Jika huruf terakhir ta‟ marbuthah () ح, baik letaknya di tengah ataupun di akhir
kalimat. Maka, membacanya adalah dengan mengganti huruf ta‟ marbuthah () ح
tersebut dengan huruf ha‟ (ْٖ ) yang dibaca sukun (mati). Contohnya:
Kata ٌ بس َعخ ُ — جّٕخ
ِ َأخ َشح ٌ – اٌم
ِ dibaca menjadi َّْٕٗبس َعٗ — َج
ِ َأخ َش ْٖ — اٌم
ِ
d. Jika huruf terakhir berharakat (hidup), tetapi sebelumnya didahului huruf mati
(sukun), maka dua huruf tersebut dibaca sukun semuanya, tapi huruf yang terakhir
dibaca suara yang pelan. Contohnya:
Lafadz ْض ِيَٙ ٌ( ِث ْبbil hazli) dibaca menjadi ْض ْيَٙ ٌِْ ( ثبbil hazl)
51
e. Jika di akhir kalimat, didahului bacaan mad ashli atau mad layyin (bacaan mad yang
huruf sebelumnya berharakat fathah) . Maka cara membacanya dengan mematikan
huruf yang terletak di akhir kalimat tersebut, dengan dipanjangkan sedikit antara dua
sampai empat harakat.
Contohnya: َْ ْٚ َ ْشعُ ُش٠ — ُُ ١ْ ف — اٌ َذ ِى
ِ ١ۡ ظ
َّ ٌٱَٚ — ٍفَْٛ ِِ ْٓ خ
f. Ketika berhenti di akhir kalimat, tetapi huruf akhirnya berharakat fathah tanwin
(ً), maka cara mewaqafkan bacaan tersebut dengan membaca harakat fathahnya
saja sebanyak dua harakat. Sehingga ketika berhenti bacaannya menjadi bacaan mad
„iwadh.
Contohnya: Lafadz اجبَٛ ا َ ْفdibaca menjadi ا َجبَٛ ا ْف, kemudian lafadz َعالَ ِبdibaca
menjadi َع َال َِب
a. atau akhir suku kata terdiri dari huruf Hamzah berharakat fathah tanwnn [ ]ءdibaca
fathah [ ] َء, seperti : َِبءdibaca = َِبئ َب
b. atau akhir suku kata terdiri dari Alif maqshurah dan sebelumnya berharakat fathah
tanwin [ ٜ ] ـdibaca fathah [ ٜ َ ]ـ, seperti :ًّّٝ ُِ َغdibaca = َّّٝ ُِ َغ
g. Jika huruf terakhir bertasydid, maka dimatikan tanpa menghilangkan fungsi
tasydidnya, seperti : َّٓ ُٙ ِِ ْٕـdibaca ّْٓ ُٙ ِِ ْٕـ, َّٓ ُٙ َخٍَمdibaca ّْٓ ُٙ ََخٍَم
h. Hamzah di akhir kata yang ditulis di atas waw [ ] ؤdimatikan bila waqaf, dan dibaca
pendek bila washal, seperti : َّـ ُإا١ـز َـفَـ٠َ dibaca ْ َّـأ١ـز َـفَـ٠َ
B. Ibtida’
1. Pengertian ibtida‟
Kata ibtidā‟ dalam Bahasa Arab adalah bentuk maṣdar dari fi„il madhi, ibtada‟.
Kata dasarnya adalah bada‟a, artinya memulai suatu pekerjaan. Sedang secara terminologi,
para ulama yang menyebutkan definisi waqf di atas tidak memberikan definisi ibtida‟.
Namun dari definisi waqf yang diungkapkan oleh Ibn al-Jazariy dapat disimpulkan bahwa
ibtida‟ ialah memulai untuk membaca al-Qur‟an baik setelah qaṭ„ maupun setelah waqf.
2. Macam macam ibtida‟
a. Tām
yaitu ibtidā‟ pada susunan kalimat tidak berkaitan dengan kalimat sebelumnya baik
dari segi lafaẓ maupun makna. Misalnya ibtidā‟ pada kata wa min pada permulaan
Surah al-Baqarah [2]:8
َٓ ۘ ْ١ِِِٕ ْ َِب ُ٘ ُْ ثِ ُّإَٚ اال ِخ ِش
ٰ ْ َِ ْٛ َ١ٌثِ ْبَٚ بّٰلل
ِ ُي ٰا ََِّٕب ثِ هْٛ َُّم٠ ْٓ َِ بط
ِ ٌَّٕ َِِٓ اَٚ
b. Kāfīy Kāfīy
52
yaitu ibtidā‟ pada susunan kalimat yang sempurna tetapi masih mempunyai kaitan
makna dengan kalimat sebelumnya. Seperti ibtidā‟ pada kata khatama dalam Surah
al-Baqarah [2]:7
ٰٓ
ٌُ ١ْ ُْ َعزَاةٌ َع ِظُٙ ٌََّٚ ٌ حَٚب
َ بس ِ٘ ُْ ِغش
ِ ظَ ا َ ْثٍٰٝ َعَٚ ۗ ُْ ِٙ َع ّْ ِعٍٰٝ َعَٚ ُْ ِٙ ِثْٛ ٍُُ لٍٰٝ ّٰللاُ َع
ࣖ َخز ََُ ه
ini karena merupakan kalimat baru yang tidak ada hubungan dengan kalimat
sebelumnya dalam segi lafaz, namun masih dari segi makna masih berkaitan.
Kalimat sebelumnya menjelaskan sikap orang kafir dalam merespon dakwah nabi,
sedangkan kalimat ini berisi akibat dari perbuatan mereka itu.
c. Ḥasan
yaitu ibtidā‟ pada susunan kalimat yang dapat difahami maksudnya tetapi masih
berkaitan dengan kalimat sebelumnya dari segi lafaz dan makna. Seperti ibtidā‟ pada
kata man dalam Surah al-Baqarah [2]:8
َٓ ۘ ْ١ِٕ ِِ ْ َِب ُ٘ ُْ ثِ ُّإَٚ اال ِخ ِش
ٰ ْ َِ ْٛ ١َ ٌ ِث ْبَٚ بّٰلل
ِ ُي ٰا ََِّٕب ثِ هْٛ َُّم٠ ْٓ َِ بط
ِ ٌَّٕ َِِٓ اَٚ
Ditinjau dari segi i„rab kata tersebut adalah mubtada‟ muakhkhar dari wa min annās
yang berkedudukan sebagai khabar muqaddam. Dengan demikian keduanya tidak
bisa dipisahkan. Sementara dari segi makna, ibtidā‟ pada kata tersebut tidak merusak
makna.
d. Qabih
yaitu ibtida‟ pada susunan kalimat yang berkaitan erat dengan kalimat sebelumnya
sehingga dapat merubah makna. Misalnya ibtida‟ pada kata inna dalam Surah Āli
„Imrān [3]: 181
ٍ ّ ۙ ِْش َد١َ ۤب َء ثِغ١َ ِاال ْۢ ْٔج
اْٛ ُلْٚ ُ ُي رْٛ َُٔمَّٚ ك ُ ُ َ ۤب ُء ۘ َعَٕ ْىز١َِٕٔ ْذ ُٓ ا َ ْغَّٚ ٌْش١ّٰللا فَ ِم
َ ْ ُُ ُٙ ٍَْلَزَٚ اْٛ ٌُت َِب لَب َ ا ا َِّْ هْٰٛٓ ٌَُْٓ لَب٠ َي اٌَّ ِزْٛ َّٰللاُ ل
ٌَمَذْ َع ِّ َع ه
ِك٠ْ اة ْاٌ َذ ِش
َ ََعز
Ini karena akan menimbulkan anggapan bahwa inna Allāha faqīr adalah penegasan
dari Allah Swt. bahwa Dia bersifat fakir. Padahal kalimat tersebut adalah isi
perkataan orang-orang kafir.
53
BAB VIII
54
7. خ Kh=kh Kho‟
8. د D= d Dal
9 ذ .Dz= dz Dzal
10. ز Z=z Za‟
11. ر R=r Ro‟
12. س S=s Sin
13. ش Sy=sy Syin
14. ص Sh=sh Shod
15. ض Dl=dl Dlod
16. ط Th=th Tho‟
17. ظ Za=za Zha‟
18. ع „A=a‟ „Ain
19. غ Gh=gh Ghoin
20. ف F=f Fa‟
21. ق Q=q Qof
22. ك K=k Kaf
23. ل L=l Lam
24. م M=m Mim
25. ن N=n Nun
26. و W=w Wau
27. هـ H=h Ha‟
28. ال La=la Lam Alif
29. ء „A=‟a Hamzah
30 ي Y=y Ya‟
3. Mengenal Harakat
Dalam membaca Al-Qur‟an Anda juga perlu memperhatikan tanda baca atau
harakat. Hal tersebut dikarenakan harakat berfungsi sebagai penentu pelafalan huruf
hijaiyah. Untuk pengenalan lebih detail, maka bisa membeli buku tajwid Al-Qur‟an.
4. Mengenal Bacaan Tajwid
Ilmu tajwid digunakan untuk mengetahui cara menyuarakan huruf hijaiyah dengan
baik dan benar. Kalau dalam bahasa Inggris, tajwid bisa dikatakan sebagai grammar.
55
Tajwid dalam bahasa Arab terdiri atas idgham, idzhar, iqlab, ikhfa‟, qalqalah, dan
sebagainya
5. Mengenal Wakaf
Selain Harakat, wakaf juga sangat perlu dalam membaca Al-Qur‟an, Wakaf
adalah menghentikan bacaan sesaat, tanpa bernafas, di akhir sebuah kaliamat dalam
Al-Qur‟an yang di niatkan.untuk meneruskan bacaan pada kaliamat berikutnya,
wakaf terdiri dari Wakaf Lazim, Wakaf Kafi, Waqaf Jaiz, Waqaf Hasan, Wakaf al-
Muraqabah dan Wakaf Qabih.
6. Belajar Sungguh-sungguh
Supaya cepat dalam membaca Al-Qur‟an, maka diperlukan kemauanuntuk
belajar secara sungguh-sungguh. Sebab harus diingat bahwa belajar membaca
kitabullah termasuk salah satu ibadah dan akan mendapatkan imbalan pahla berlipat
ganda dari Allah Swt.
7. Praktik Membaca Al-Qur‟an.
Anda tidak akan bisa fasih membaca Al-Qur‟an jia tidak sering membaca dan berlatih,
untuk meminimalisir terjadinya kesalahan sebaiknya Latihan membaca Al-Qur‟an
didampingi oleh orang yang sudah paham bisa orang tua, saudara, atau guru mengaji.
8. Belajar melalui media
Belajar melalui media misalanya, menontot tutorial baca Al-Quran di aplikasi Vidio
9. Mencari Guru mengaji
10. Memotivasi diri sendiri dengan mengingat betapa besarnya pahala membaca Al-
Quran dan dampak positifnya untuk diri sendiri.
11. Metode membaca Al-Quran
a. Metode Bagdadiyah
Metode pembelajaran Al-Qur‟an dengan cara eja per hurufnya.
Kaidah ini juga dikenal dengan kaidah eja atau latih tubi.
b. At-Tahqiq
Metode ini fokus pada pelafalan makharijul khuruf dan huruf hijaiyah,
juga memerhatikan panjang dan pendeknya tiap bacaan pada ayat Al Quran.
Selain itu, tentang hukum bacaan atau tajwid; idzhar, idgham, dan lainnya
juga sangat diperhatikan karena hal tersebut pun akan berkaitan dengan
panjang dan pendeknya bacaan. Ada pula waqaf, washal, hingga saktah yang
diperhatikan agar pembacaan terkait keharusan berhenti atau lanjut pada
sebuah bacaan dapat diamalkan dengan tepat.
c. At-Tartil
56
Menurut artinya, At-Tartil berarti perlahan-lahan. Dalam membaca Al
Quran dengan metode ini, pembacaannya harus perlahan (tidak terburu-buru)
dan memerhatikan segala aspek bacaan yang harus disertakan dalam
pembacaan ayat Al Quran. Dengan metode At-Tartil, pembacaan Al Quran
akan lebih teliti dan memang diutamakan. Umumnya, metode pembacaan ini
digunakan oleh imam salat saat berjamaah dalam sebuah majlis.
d. Al-Hadr
Metode ini adalah metode membaca Al Quran dengan ringkas dan cepat,
dan biasanya dilakukan dengan memerpendek panjang bacaan mad. Di luar
hal itu, metode membaca Al-Hadr tetap memerhatikan tanda baca untuk
memenuhi tatabahasa Bahasa Arab sehingga tidak sesempurna metode
membaca At-Tahqiq.
57
BAB IX
ISTILAH GHARIB DALAM Al-QUR’AN
58
Menurut Abu Sulaiman al-Khotthobi : Gharib al qur‟an adalah suatu hal yang samar dan
jauh dari kepahaman. Beliau membagi gharib al qur‟an menjadi dua, yang pertama adalah hal
yang jauh makananya serta samar, yang hanya dapat dipahami setelah melalui proses pemikiran
yang mendalam. Sedangkan yang kedua adalah perkataan seseorang yang rumahnya jauh dari
kabilah arab sehingga jika kalimat tersebut diungkapkan kepada kita (orang arab) maka otomatis
kita langsung menganggapnya aneh.
Sedangkan menurut Muchotob Hamzah Gharib al qur'an adalah Ilmu al-qur‟an yang
membahas mengenai arti kata dari kata-kata yang ganjil dalam al-qur‟an yang tidak biasa
digunakan dalam percakapan sehari-hari.
Dari ketiga definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa Gharib al-qur‟an adalah ilmu
yang membahas suatu makna kata dari ayat al-qur‟an yang dianggap aneh (tidak cocok) dan sulit
dipahami.
B. Macam-macam Bacaan Gharib dalam al-Qur’an
Di dalam al-qur‟an banyak dijumpai bacaan gharib, diantara macam-macamnya adalah
sebagai berikut:
1. Saktah
Saktah menurut bahasa artinya diam, tidak bergerak. Sedangkan menurut istilah ilmu
qira‟ah, saktah yaitu berhenti sejenak sekedar satu alif tanpa bernafas dengan niat melanjutkan
bacaan. Di dalam Al-Qur'an ada 4 bacaan saktah, yaitu: (1) Surat al-Kahfi: ayat 1-2, (2) Surat
Yasin: ayat 52, (3) Surat al-Qiyamah: ayat 27, dan (4) Surat al-Muthaffifin: ayat 14. Berikut ini
contoh-contoh bacaan saktah dalam sebuah ayat yang lengkap:
َ َع ْج ِذ ِٖ ْاٌ ِىزٍَٝ أ َ ْٔضَ َي َعِّٰٞلل اٌَّز
ُ ْٕز َِس١ٌِ ِّّب١َ) ل1( َجبَٛ َ ْجعَ ًْ ٌَُٗ ِع٠ ُْ ٌََٚ َبة ِ َّ ِ ُ ْاٌ َذ ّْذ
)25( ٍَُْٛطذَقَ ْاٌ ُّ ْش َع َ َٚ َُّٓ اٌش ْدَّ َ َعذَٚ ٍََٕب َِ ْٓ ثَ َعثََٕب ِِ ْٓ َِ ْشلَ ِذَٔب َ٘زَا َِب٠ْ َٚ َب٠ اٌُٛلَب
ٍ ً َِ ْٓ َسا١
)52( ق َ ِلَٚ
)11( ََُْٛ ْى ِغج٠ اُٛٔ ُْ َِب وَبِٙ ِثٍُُٛ لٍََٝوالَّ َث ًْ َساَْ َع
Saktah pada QS. Al-Kahfi: 1, menurut segi kebahasaan susunan kalimatnya sudah
sempurna. Dengan kata lain, jika seorang qari‟ membaca waqaf pada lafadz جبَٛ ِع, sebenarnya
sudah tepat karena sudah termasuk waqaf tamm. Namun apabila dilihat dari kalimat sesudahnya,
ternyata ada lafadz َّب١ِّ َ لsehingga arti kalimatnya menjadi rancu atau kurang sempurna.
Lafadz َّب١ِّ َلbukanlah menjadi sifat/na‟at dari lafadz جبَٛ ِع, melainkan menjadi hal atau
maf‟ul bihnya lafadz lafadz جبَٛ ِع. Apabila lafadz ِّ َّب١َلmenjadi na‟atnya lafadz جبَٛ ِعakan
mempunyai arti : “Allah tidak menjadikan al-Quran sebagai ajaran yang bengkok serta lurus”.
Sedangkan apabila menjadi hal atau maf‟ul bih akan menjadi : “Allah tidak menjadikan al-
Quran sebagai ajaran yang bengkok, melainkan menjadikannya sebagai ajaran yang lurus “.
Menurut Ad-Darwisy, kata ّّب١ِ َ لdinashabkan sebagai hal (penjelas) dari kalimat جبَٛ جْ َع ًْ ٌَُٗ ِع٠َ ُْ ٌََٚ ,
59
sedang Az-Zamakhsyari berpendapat bahwa kata tersebut dinashabkan lantaran menyimpan fi‟il
berupa ” ٍَُٗ “ َج َع. Berbeda juga dengan pendapat Abu Hayyan, menurutnya kata ّّب١ِ َ لitu badal
mufrad dari badal jumlah “ جبَٛ َ ْجعَ ًْ ٌَُٗ ِع٠ ُْ ٌََٚ “. Tidak mungkin seorang qari‟ memulai bacaan
(ibtida‟) dari ِّّب١َل, sebagaimana juga tidak dibenarkan meneruskan bacaan (washal) dari ayat
sebelumnya. Dengan pertimbangan alasan-alasan diatas, baik diwaqafkan maupun diwashalkan
sama-sama kurang tepat, maka diberikanlah tanda saktah.
َّ َ َعذَٚ ِ ْٓ َِ ْشلَ ِذَٔب عىزخ َ٘زَا َِب.
Pada saktah QS. Yaasiin: 52 di dalam kalimat: ُٓ َّ اٌش ْد ِ Menurut Ad-
ٰ
Darwisy lafadz ٘زَاitu mubtada‟ dan khabarnya adalah lafadz ُٓ َّ اٌش ْد
َّ َ َعذَٚ َِب. Berbeda halnya
ٰ
dengan pendapat Az-Zamakhsyari yang menjadikan lafadz ٘زَاitu na‟at dari َِ ْشلَ ِذ, sedangkan َِب
ٰ Dari segi makna, kedua
sebagai mubtada‟ yang khabarnya tersimpan, yaitu lafadz دكatau ٘زَا.
alasan penempatan saktah tersebut sama-sama tepat. Pertama, orang yang dibangkitkan dari
kuburnya itu mengatakan: “Siapakah yang membangkitkan dari tempat tidur kami (yang) ini.
Apa yang dijanjikan Allah dan dibenarkan oleh para rasul ini pasti benar”. Kedua, orang yang
dibangkitkan dari kuburnya itu mengatakan: “Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat
tidur kami. Inilah yang dijanjikan Allah dan dibenarkan oleh para rasul ini pasti benar”. Dengan
membaca saktah, kedua makna yang sama-sama benar tersebut bisa diserasikan, sekaligus juga
untuk memisahkan antara ucapan malaikat dan orang kafir.
Adapun lafadz ْٓ َِ dalam QS. Al-Qiyamah: 27 pada kalimat ق ٍ َِ ْٓ عىزخ َساdan lafadz ًْ َث
dalam QS. Al-Muthafifin: 14 pada kalimat َْ َث ًْ عىزخ َساadalah untuk menjelaskan fungsi ْٓ َِ
sebagai kata tanya dan fungsi ًْ َثsebagai penegas dan juga untuk memperjelas idharnya lam dan
nun, sebab apabila lam dan nun bertemu dengan ra‟ seharusnya dibaca idgham, namun karena
lafadz ْٓ َِ dan ًْ َثdalam kalimat ق
ٍ َِ ْٓ عىزخ َساdan َْثَ ًْ عىزخ َساmempunyai makna yang berbeda,
maka perlu dipisahkan (diidharkan) dengan waqaf saktah.
2. Imalah
Imalah artinya memiringkan bunyi fathah pada kasroh, dan dari huruf alif ke ya‟
(Kecenderungan fathah kepada kasrah sehingga seolah-olah dibaca re). Imalah hanya terdapat 1
lafadz dalam Al-Qur'an, yakni surat Huud ayat 41, Juz 12.
ٌ ُ ٌَغَفِّٟ ُِ ْش َعبَ٘ب ئِ َّْ َسثَٚ جْشاَ٘ب
)11( ٌُ ١س َس ِدٛ ْ لَب َيَٚ
ِ َّ ُِْ ب ثِغَٙ ١ِا فُٛاس َوج
َ َِ ّٰللا
Sebab-sebab di-Imalahkannya lafadz “بَٙ ” َِج ْٰشىdiantaranya adalah untuk membedakan
antara lafadz “بَٙ جْشى
ٰ َِ ” yang artinya berjalan di darat dengan lafadz “بَٙ ” َِج ْٰشىyang artinya berjalan
di laut. Dalam salah satu kamus bahasa arab dijelaskan bahwa lafadz “بَٙ ” َِج ْٰشىberasal dari lafadz
“ٜ ” َج ٰشyang artinya berjalan atau mengalir dan lafadz tersebut dapat dipakai dalam arti berjalan
di atas daratan maupun berjalan di atas lautan (air), namun kecenderungan perjalanan di
permukaan laut (air) tidak stabil seperti halnya di daratan. Terkadang diterjang ombak kecil dan
besar atau terhempas angin, sehingga sangat tepat apabila lafadz “بَٙ ” َِج ْٰشىtersebut di-Imalahkan.
60
3. Isymam
Isymam yaitu isyarah dlommah di tengah-tengah dengung. Isymam di dalam Al-Qur'an
hanya ada 1, yaitu di surat Yusuf ayat 11, Juz 12.
ِ ٌَٕ ٌَُٗ ئَِّٔبَٚ ف
)11( ََُْٛبطذ ُ ُٛ٠ ٍََٝب أَثَبَٔب َِب ٌَ َه ال ر َأ ْ ََِّٕب َع٠ اٌُٛلَب
َ ع
yaitu pada waktu membaca lafadz tersebut, gerakan lidah seperti halnya mengucapkan
lafadz “”ال ر َأ ْ ََُِٕٕب
َ sehingga hampir tidak ada perubahan bunyi antara mengucapkan lafadz “”ال ر َأ ْ ََِّٕب
َ
dengan mengucapkan “”ال ر َأ ْ ََُِٕٕب.
َ Dengan kata lain, asal dari lafadz “”ال ر َأ ْ ََِّٕب
َ adalah lafadz “”ال ر َأ ْ ََُِٕٕب.
َ
Kalau diteliti lebih dalam, ternyata rasm utsmani hanya menulis satu nun yang bertasydid. Ada
pertanyaan muncul, dimana letak dammahnya? Sehingga untuk mempertemukan kedua lafadz
tersebut dipilihlah jalan tengah yaitu bunyi bacaan mengikuti rasm, sedangkan gerakan bibir
mengikuti lafadz asal.
4. Badal (Mengganti)
Badal menurut bahasa artinya mengganti, mengubah, sedangkan maksud badal disini
adalah mengganti huruf hijaiyah satu dengan huruf hijaiyah lainnya. Diantara lafadz-lafadz yang
di badal dalam Al-Qur‟an menurut Imam Ashim riwayat Hafs yaitu :
a. Badal ءdengan ٞ (ْٟ ِْٔٛ ُ د ائْز
ِ ٰٛ َّّٰ اٌغِٟ)ف
Yaitu mengganti hamzah mati dengan ya‟, sebagian besar imam qira‟ah sepakat
mengganti hamzah qatha‟ yang tidak menempel dengan lafadz sebelumnya dan jatuh sesudah
hamzah washal dengan alif layyinah (ٜ). Contoh pada QS. Al-Ahqaf : 4.
ٍ ْۢ َ ثِ ِى ٰزُِٝٔٛد ۖ ٱئْز
ت ِ ٰٛ َّّٰ ٱٌغٝ ُْ ِش ْش ٌۭنٌ ِفُٙ ٌَ َْ َ أ
ِ َٛ ٰ َّ ٰ ٱٌ َّغِٝ)ف
Cara membacanya, yaitu apabila seorang qari‟ membaca waqaf pada lafadz ( ۖ د
maka huruf ta‟ mati dan hamzah mati diganti ya‟ ( ُِٝٔٛز٠ْ ِد ۖ ا
ْ ٰٛ َّّٰ ٱٌغِٝ )فsedangkan apabila dibaca
washal tidak ada perubahan.
b. ُ ْظ
Badal صdengan ظ ( ط ُ ج٠َ َٚ dan طخ ْ ) َث
َ ظ
Yaitu mengganti shad dengan siin, sebagian imam qira‟ah termasuk Imam Ashim
ُ ْظ
mengganti صdengan طpada lafadz ظ ُ َج٠ٚdalam
َ ْ َث
َ ظ
QS. Al-Baqarah : 245 dan lafadz طخ
dalam QS. Al-A‟raf : 69. Sebab-sebab digantinya huruf shad dengan siin pada kedua lafadz
tersebut karena mengembalikan pada asal lafadznya, yaitu ُغظ َ ثَ َغ.
ُ َ ْج٠ – ظ
Sedangkan pada lafadz ِْط ٍش١ظ
َ ُّ ِثdalam QS. Al-Ghasyiyah : 22, huruf صtetap dibaca shad
karena sesuai dengan tulisan dalam mushaf (rasm utsmani) dan menyesuaikan sifat ithbaq
َ ُّ ٌْٱ
dengan huruf sesudahnya (tha‟) yang mempunyai sifat isti‟la‟. Adapun pada lafadz َْٚ ِْط ُش١ظ
dalam QS. At-Thur : 37, huruf صboleh tetap dibaca shad dan boleh dibaca siin karena,
َ ١ْ َع, kedua, menyesuaikan sifat
pertama, mengembalikan pada asal lafadznya, yaitu ِْط ُش١ُ َغ٠ – ط َش
ithbaq dengan huruf sesudahnya (tha‟) yang mempunyai sifat isti‟la‟.
5. Ba‟ di idgham ke Mim
61
Yaitu huruf Ba‟ Mati (disukun) ketika bertemu Mim diidghamkan ke huruf Mim tersebut.
Dalam ilmu tajwid, bacaan ini termasuk bacaan Idgham Mutaqoribain. Di dalam Al-Qur'an
hanya terdapat 1 kali, yaitu di surat Huud ayat 42 Juz 12.
)15( َٓ٠ال ر َ ُى ْٓ َِ َع ْاٌىَبفِ ِشَٚ اس َوتْ َِعََٕب
ْ َّٟ ََُٕب ث٠ َِ ْع ِض ٍيِٟوَب َْ فَٚ َُٕٗ ٌح ا ْثُٛٔ ََٜٔبدَٚ ج و َْبٌ ِججَب ِي
ٍ ْٛ َِ ِٟ ُْ فِٙ ِ ثَٞجْش
ِ رٟ َ ِ٘ َٚ
6. Naql
Naql menurut bahasa berasal dari lafadz َ ْٕ ِم ًُ – َٔ ْمال٠ – ًَ ََٔمyang artinya memindah, sedangkan
menurut istilah ilmu qira‟ah artinya memindahkan harakat ke huruf sebelumnya. Yaitu lam alif
) (الdibaca kasroh lam-nya , sedangkan kata ismun (ٌُ )اِ ْعhamzah-nya tidak dibaca. Dalam
ِْ ظ
qira‟ah Imam Ashim riwayat Hafs ada satu bacaan naql yaitu lafadz ُُ اال ْع َ ْثِئdalam surat al-
Hujuraat ayat 11 Juz 26.
)11( ْب ُ غ
ِ َّ ٠ق ثَ ْعذَ اإلٛ ُ ُظ اال ْع ُُ ْاٌف
َ ْة ِثئ ْ ا ِثٚال رََٕبثَ ُضَٚ
ِ بألٌمَب
ِ ْ adalah karena adanya dua hamzah washal, yakni
Alasan dibaca naql pada lafadz ُُ اال ْع
hamzah al ta‟rif dan hamzah ismu yang mengapit lam, sehingga kedua hamzah tersebut tidak
terbaca apabila disambung dengan kata sebelumnya. Faidahnya bacaan naql ialah untuk
memudahkan dalam mengucapkannya atau membacanya.
7. Tiga model bacaan
Yaitu, 3 (tiga) macam bacaan yang terjadi karena washal dan waqaf. Ketiga hukum bacaan
tersebut adalah :
a. Bila washal, Ra‟-nya dibaca pendek keduanya.
b. Bila waqaf pada kalimat pertama, Ra‟ dibaca panjang 1 alif / 2 harakat.
c. Bila Waqaf pada kalimat kedua, Ra‟ kalimat pertama dibaca qasr (pendek) dan Ra‟ kalimat
kedua dibaca sukun (mati).
3 (tiga) buah model bacaan asing ini hanya terdapat dalam surat al-Insaan ayat 15-16.
8. Tashiil
Tashil artinya lunak, yakni hamzah pertama dibaca tahqiq (jelas) dan pendek, sedangkan
hamzah kedua dibaca tashiil, yaitu meringankan bacaan antara Hamzah dan Alif. Di dalam Al-
Qur'an hanya terdapat 1 kali, yaitu di Surah Fussilaat, ayat 44
)11( ٟ َع َش ِثَٚ ِّٟ برُُٗ أَأ َ ْع َج٠َ ذ آ ّ ِ ُال فْٛ ٌَ اًٌُّٛب ٌَمَب١ِّ َج َع ٍَْٕبُٖ لُ ْشآٔب أ َ ْع َجْٛ ٌََٚ
ْ ٍَظ
Alasan lafadz ِّٝ َءا َ ْع َجdibaca tashil, karena apabila ada dua hamzah qatha‟ bertemu dan
berurutan pada satu lafadz, bagi lisan orang Arab merasa berat melafadzkannya, sehingga lafadz
tersebut bisa ditashilkan (diringankan).
62
C. Cara Menafsirkan Ayat-ayat yang Gharib
Permasalahan ini menjadi persoalan yang sangat rumit, khususnya setelah Nabi SAW.
wafat, sebab saat beliau masih hidup semua permasalahan yang timbul langsung ditanyakan
kepadanya. Tentu tidak semua persoalan sosial dan kemasyarakatan serta keagamaan muncul
saat beliau masih hidup karena umur beliau relatif singkat, sementara pesoalan kemasyarakatan
tersebut berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat itu sendiri.
Namun Rasulullah sebelum wafat telah meninggalkan dua pusaka yang sangat ampuh dan
mujarab serta berharga, yaitu Kitab Allah dan Sunnah Rasul. Nabi menjamin barang siapa yang
berpedoman kepada keduanya niscaya dia tidak akan sesat selama-lamanya.
)ُاٖ اٌذىٚ (سِٝعـَّٕـز َ َ ا ثـ َ ْعـذَُ٘ـ َّب ِوـزـٛضـ ٍُّ ْـ
ُ َٚ ِبة هللا ِ َ ْـٓ ٌَ ْٓ رـ
ِ ١ْـئ َـ١ ُىـ ُْ شَـ١ْ رـ َ َشوـْذُ فِـ
“Aku meninggalkan dua perkara pada diri kalian yang kalian tidak akan tersesat setelahnya yaitu
Kitab Allah dan Sunnahku”.
Hadits ini dikuatkan oleh firman Allah yang tertera pada surat al Nisa‟ ayat 59:
َُِِْٕٛ ْ ِي ئِ ْْ ُو ْٕز ُ ُْ رُإٛع
ُ اٌش ِ َّ ٌَٝ ُِٖ ئُّٚءٍ فَ ُشدْٟ َشِٟ األ ِْ ِش ِِ ْٕ ُى ُْ فَا ِ ْْ رََٕبصَ ْعز ُ ُْ فٌِٟ ُٚأَٚ َيٛع
َّ َٚ ّٰللا َّ اُٛع١أ َ ِطَٚ ّٰللا
ُ اٌش َ َّ اُٛع١ا أ َ ِطَُِٕٛ َٓ آ٠ِب اٌَّزَٙ ُّ٠ََب أ٠
)25( ال٠ِٚ ْ أ َ ْد َغ ُٓ ر َأَٚ ٌْش١خ ِش رَ ٌِ َه َخ٢ا
ِ َِ ْٛ َ١ٌ ْاَٚ بّٰلل
ِ َّ ِث
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri
(pemimpin) di antara kamu. Kemudian jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah persoalan tersebut kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya”.
Secara teoritis kembali kepada al qur‟an dan hadits boleh dikatakan tidak ada masalah,
tetapi problema muncul lagi dan terasa memberatkan pikiran ketika teori itu diterapkan untuk
memecahkan berbagai kasus yang terjadi di masyarakat. Oleh karena hal itu cara yang
digunakan oleh ulama‟ dalam memahami gharib al qur‟an, - dan ini disebut juga “Ahsana al
Thuruq” oleh sebagian ulama - adalah sebagi berikut :
1. Menafsirkan al qur‟an dengan al qur‟an
Contoh Surat al An‟am ayat 82
)25( َُْٚ زَذْٙ ُِ ُْ َُ٘ٚ ُٓ ِْ ُُ األُٙ ٌَ ٌَئِ َهُٚظ ٍْ ٍُ أ ُ َِ ٍْج٠ ُْ ٌََٚ إَُِٛ َٓ آ٠ِاٌَّز
ُ ِ ُْ ثُٙ َٔ َّب٠ِا ئٛغ
Kata ٍُظdalam ayat tersebut jika diartikan secara tekstual maka terasa membawa
pemahaman yang asing dan tidak cocok dengan kenyataan sebab hampir tidak ditemukan orang-
orang yang beriman yang tidak pernah melakukan perbuatan dzalim sama sekali. Jika begitu
maka tidak ada orang mukmin yang hidupnya tentram dan tidak akan mendapat petunjuk.
63
Oleh karena itu sahabat bertanya kepada Rasulullah, lalu Rasul menafsirkan kata dzulm
dengan syirk berdasarkan pada surat Luqman ayat 13:
)11( ٌُ ١ظ ٍْ ٌُ َع ِظ
ُ ٌَ بّٰلل ئِ َّْ اٌ ِ ّش ْش َن
ِ َّ ِ ال ر ُ ْش ِش ْن ثٟ ُ َ ِع٠ َُٛ َ٘ٚ ِٗ ِٕبي ٌُ ْم َّب ُْ ال ْث
َّ ََُٕب ث٠ ُٗظ َ َئِرْ لَٚ
“Dan (Ingatlah) ketika Luqman Berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran
kepadanya: "Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar".
Dari penjelasan Nabi di atas dapat diketahui bahwa kata dzulm dalam surat al An‟am
berarti syirk bukan ke-dzaliman biasa, dengan penjelasan itu selesailah persoalannya. Dan
berdasarkan penjelasan Nabi itulah maka surat al An‟am ayat 82 diterjemahkan sebagai berikut:
“orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kedzaliman
(syirik) mereka itulah yang mendapatkan keamanan dan mereka adalah orang-orang yang
mendapat petunjuk”.
2. Menafsirkan al qur‟an dengan sunnah rasul
As-Sunnah adalah penjelas dari al qur‟an, dimana al qur‟an telah menjelaskan bahwa
semua hukum (ketetapan) Rasulullah berasal dari Allah. Oleh karena itu Rasulullah bersabda:
ُ ٌ اَِٟٕ ْع٠ َُٗ ِِثٍَُْٗ َِعَٚ َْْذُ اٌمُشآ١ِرْٚ ُ أِّٟٔأَالَ ئ
َغَّٕخ
“Ketahuilah bahwa telah diberikan kepadaku Qur‟an dan bersamanya pula sesuatu yang serupa
dengannya” yaitu sunnah.
3. Jika tidak ditemukan di dalam hadits maka dicari dalam atsar (pendapat) shahabat.
Pendapat para sahabat lebih akurat dari pada lainnya dikarenakan mereka telah berkumpul
dengan Rasulullah dan mereka telah meminum air pertolongan beliau yang bersih. Mereka
menyaksikan wahyu dan turunnya, mereka tahu asbabun nuzul dari sebuah ayat maupun surat
dari al qur‟an, mereka mempunyai kesucian jiwa, keselamatan fitrah dan keunggulan dalam hal
memahami secara benar dan selamat terhadap kalam Allah SWT. bahkan menjadikan mereka
mampu menemukan rahasia-rahasia al qur‟an lebih banyak dibanding siapapun orangnya.
4. Jika masih belum didapati pemecahannya maka sebagian ulama memeriksa pendapat tabi‟in.
Diantara tabi‟un ada yang menerima seluruh penafsiran dari sahabat, namun tidak jarang
mereka juga berbicara tentang tafsir ini dengan istinbath (penyimpulan) dan Istidlal (penalaran
dalil) sendiri. Tetapi yang harus menjadi pegangan dalam hal ini adalah penukilan yang shohih.
5. Melalui sya‟ir
Walaupun sebagian besar ulama nahwu mengingkari cara yang kelima ini dalam
menafsirkan ayat yang gharib namun cobalah kita melepaskan diri dari perbedaan itu dan
melihat penjelasan dari Abu Bakar Ibnu Anbari yang berkata “telah banyak riwayat yang
64
menyebutkan bahwa sahabat dan tabi‟in berhujjah dengan sya‟ir-syair dengan kata-kata yang
asing bagi al qur‟an dan yang musykil (yang sulit)”.
Syair-syair itu bukanlah dijadikan sebagi dasar al qur‟an untuk berhujjah melainkan
dijadikan sebagai penjelas dari huruf-huruf asing yang ada di al qur‟an, karena Allah berfirman
dalam surat az Zukhruf ayat 3 “Sesungguhnya Kami menjadikan al-qur‟an dalam bahasa arab”.
Syair-syair itu sebagai perbendaharaan bangsa arab. Jika salah satu huruf dalam al qur‟an
tidak diketahui dalam bahsa arab maka dikembalikan pada perbendaharaan mereka (bangsa
arab), dan dicari maknanya.
Ibnu Abbas berkata “ jika kalian bertanya kepadaku tentang sebuah kata asing di dalam al
qur‟an maka carilah maknanya pada syair-syair. Sesungguhnya syair-syair itu adalah
perbendaharaan bangsa arab”.
Contoh: ketika Ibnu Abbas sedang duduk-duduk di halaman ka‟bah, dia dikelilingi oleh
sekelompok kaum dan bertanya kepadanya tentang penafsiran beberapa ayat, diantaranya
mereka bertanya tentang tafsir ayat ٍخ١عٌٛٗ ا١ٌ اٛاثزغٚyang ada pada surat al Maidah ayat 35. Kata
ٍخ١عٌٛاdiartikan oleh Ibnu Abbas dengan “kebutuhan” , kemudian dia mengambil dasar dari syair
yang dikatakan oleh Antarah yang berbunyi:
ٟ رخضجٚ ٞن رىذبٚأخز٠ ْا ٍخ١عٚ ه١ٌُ اٌٙ اْ اٌشجبي
Sesungguhnya para laki-laki itu membutuhkanmu
Jika mereka hendak mengambilmu
Maka pakailah celak dan semir
D. Faedah Mengetahui Gharaib al-Qur’an
Banyak faedah yang dapat dipetik dengan mengetahui dan mempelajari ayat-ayat yang
gharibat antara lain sebagai berikut:
1. Mengundang tumbuhnya penalaran ilmiah. Artinya, mempelajari ayat-ayat yang sulit dalam
pemahamannya itu akan melahirkan berbagai upaya guna memahaminya.
2. Mengambil perhatian umat. Dengan diketahuinya ke-gharib-an ayat-ayat Alqur‟an, maka
terasa mendalam ketinggian bahasa yang dibawa oleh Alqur‟an.
3. Memperoleh keyakinan eksistensi Alqur‟an sebagai kalam ilahi. Dengan diketahui maksud
yang terkandung dalam ayat-ayat gharibat, maka akan diperoleh suatu pemahaman yang
mendalam dari ayat tersebut.
65
BAB X
A. Mendengarkan
1. Pengertian
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia mendengarkan adalah mendengar akan
sesuatu dengan sungguh-sungguh, memasang telinga baik-baik untuk mendengar.
Mendengarkan adalah memasang telinga dan menghadirkan hati untuk mentadaburi
dari apa yang didengarkan.
Mendengarkan adalah kemampuan menangkap suara yang keadaan dalam hati
(kesan) dan membuahkan penggerakan anggota badan. Dapat disimpulkan bahwa
mendengarkan dalam penelitian ini adalah menghadirkan hati untuk mentadaburi apa
yang didengar.
66
Mereka yang mendengarkan Al-Qur‟an yang agung ini dan mengikuti
petunjuknya adalah mereka yang telah diberi petunjuk Allah swt. Untuk
menghiasi dirinya dengan akhlak yang terpuji dan kebagusan amal, baik yang
lahir maupun yang batin. Tidak hanya manusia saja makhluk lain pun seperti Jin
dapat takluk ketika mendengarkan al-qur‟an sebagaimana diterangkan dalam
(Q.S.Al-Jin: 1-2)
“Sesungguhnya kami telah mendengarkan Al-Qur‟an yang menakjubkan.
(Yang) memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman
kepadanya, dan kami sekali-kali tidak akan mempersektukan seseorang pun
dengan Tuhan kami.”
67
terdapat dalam surat Al Araf ayat 204 dan tafsirnya menerangkan, saat mendengar ayat
suci dibacakan maka perhatikan agar mendapat rahmat dari Allah SWT.
Artinya :
“Dan apabila dibacakan Alquran, maka dengarkanlah dan diamlah, agar kamu
mendapat rahmat. (QS Al Araf ayat 204)
Maksud ayat ini, sampaikan juga apabila dibacakan ayat-ayat al-qur‟an oleh
siapapun, maka dengarkanlah dengan penuh perhatian, dan diamlah sambil
memperhatikan tuntunan-tuntunannya dengan tenang agar kamu mendapat rahmat dari
Allah SWT.
Tafsir Kementerian Agama menerangkan, diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa
ayat ini diturunkan karena sahabat sholat di belakang Rasulullah saw sambil berbicara.
Allah SWT dalam ayat ini memerintahkan orang-orang yang beriman agar mereka
memberikan perhatian yang sungguh-sungguh kepada Al-qur‟an.
Hendaklah mereka mendengarkan sebaik-baiknya lantunan ayat Al-qur‟an atau
memahami isinya, mengambil pelajaran-pelajaran dari padanya dan mengamalkannya
dengan ikhlas. Rasulullah SAW bersabda:
“Barangsiapa mendengarkan (dengan sungguh-sungguh) ayat dari Al-qur‟an,
dituliskan baginya kebaikan yang berlipat ganda dan barangsiapa membacanya adalah
baginya cahaya pada hari Kiamat." (HR Bukhari dan Imam Ahmad dari Abu Hurairah
RA).”
Hendaklah orang-orang Mukmin itu bersikap tenang sewaktu Al-qur‟an dibacakan,
sebab di dalam ketenangan itulah mereka dapat merenungkan isinya. Janganlah pikiran
mereka melayang-layang sewaktu Alquran diperdengarkan, sehingga tidak dapat
memahami ayat-ayat itu dengan baik. Allah SWT akan menganugerahkan rahmat-Nya
kepada kaum Muslimin, bilamana mereka memenuhi perintah Allah tersebut dan
menghayati isi Al-qur‟an.
68
Menurut al-Attas, secara etimologi (bahasa) adab berasal dari bahasa Arab yaitu
addaba-yu‟addibu-ta‟dib yang telah diterjemahkan oleh al-Attas sebagai “mendidik atau
pendidikan”. Sedangkan, dalam bahasa Yunani adab disamakan dengan kata ethicos atau
ethos, yang artinya kebiasaan, perasaan batin, kecenderungan hati untuk melakukan
perbuatan. Ethicos kemudian berubah menjadi etika. Deddy Mulyana berpendapat
mengenai pengertian adab sebagai “Standar-standar yang mengatur prilaku kita,
bagaimana kita bertindak dan mengharapkan orang lain bertindak. Etika (adab) pada
dasarnya merupakan dialektika antara kebebasan dan tanggung jawab, antara tujuan yang
hendak dicapai dan cara untuk mencapai tujuan itu, ia berkaitan dengan penilaian tentang
pantas atau tidak pantas, yang berguna atau tidak berguna, dan yang harus dilakukan atau
tidak boleh dilakukan.”
Menurut Ibn Maskawih adab ialah ilmu pengetahuan yang memberikan
pengertian tentang baik dan buruk, ilmu yang mengajarkan pergaulan manusia dan
menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka.
Dapat disimpulkan bahwa adab standar standar yang mengatur perilaku kita agar
manusia berperilaku baik. Sudah kita pahami bahwa dalam berperilaku kita harus sesuai
dengan etika atau adab, tidak bisa bertingkah laku seenaknya karena sudah ada takaran
masing-masing. Begitu juga untuk menghadap dan berkomunikasi dengan tuhan kita ada
adab-adab yang harus diperhatikan agar mendapat syafaatnya. Seperti contoh, Membaca
dan mendengarkan al-quran adalah hal yang sangat mulia dan termasuk kesibukan yang
terpuji. Pada hakikatnya membaca dan mendengarkan alquran merupakan interaksi antara
makhluk dengan tuhannya oleh karena itu harus senatiasa menjaga kesopanan dan
menjaga norma-norma seperti yang dicontohkan rasulullah saw sebagaimana yang
tertuang dalam kitab ihya ulumuddin sebagai berikut:
1. Menyadari dan memahami keagungan dan kemuliaan kalam Allah
Kita harus memahami bahwa Kalamullah dulu tidak dapat dipahami karena
tidak ada suara maupun tulisan dimana semuanya itu adalah pada menyampaikan
pengertian-pengertian kalamNya (perkataanNya). Karena lemahnya manusia
memahami sifat-sifat Allah ‟Azza wa Jalla maka dengan sifatnya yang Maha
Pengasih Allah berupaya untuk menurunkan dari Arasy agar manusia dapat
memahami dan mengaksesnya Kalamullah yang sangat Agung dan suci.
2. Hormati Allah yang berfirman (Al-mutakallim)
Seorang pembaca ketika memulai tilawah Al-Qur-an, hendaknya menghadirkan
dalam hatinya akan keagungan Mutakallim dan mengetahui bahwa apa yang dibacakan
itu bukanlah dari perkataan manusia.
69
3. Hendaknya kita mendengar al-qur‟an dengan menghadirkan hati dan meninggalkan
bisikan jiwa.
Orang yang mengagungkan kalam pada saat membacanya dan mendengarnya
akan merasa gembira dan bersuka hati dengan bacaannya dan hatinya tidak lengah dari
bacaanNya. Niscaya ketika orang itu bersuka hati dengan hal-hal yang menyenangkan,
hati dan pikirannya tidak akan berpikir kepada yang lain. Sehingga hatinya tidak
renggang dan tidak berpisah pikirannya dari AI-Qur-an yang dibacanya.
4. Memahami isi kandungan
Memahami dan menghayati ayat-ayat yang dibaca. Ketika menyebut asma Allah
seseorang harus bisa memahami kandungan dari arti. Bukan hanya sekedar paham arti
akan tetapi tahu secara mendalam dan terbawa pada gambaran situasi arti yang tersirat.
Ibarat lagu mengikuti ritme musiknya.
70
BAB XI
Menghafal dalam bahasa arab didapat dari kata Hafiza-yahfazu-hifzun yang berarti
memelihara, menjaga dan menghafal. sedangkan penggabungan dengan kata al-Qur‟an
merupakan bentuk idafah yang berarti menghafalkan al-Qur‟an. dalam takaran praktisnya,
yaitu membaca dengan lisan sehingga menimbulkan ingatan dalam pikiran dan meresap
masuk dalam hati untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.2
Diantara keistimewaan Al-Qur‟an, Allah telah memudahkan bagi orang orang yang
beriman untuk mempelajari, mentadabburi serta menghapalnya. Sebagaiman Allah telah
berfirman dalam QS. Al-Qomar ayat 17 :
71
ولقد ٍسسنا القسآن للركس
ولقد ًسزنا ال قزآن للذﻙز } سهلناه للحفظ وهًأ ناه للتذﻙز { فهل من مدﻙز } متعظ به وحا فظ له واإلستفهام بمعنى
األنز أً احفظوه واتعظوا به ولٌس ًحفظ من ﻙتب هلال عن ظهز القلب غًز ه
“ (Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Alquran untuk pelajaran) Kami telah
memudahkannya untuk dihafal dan Kami telah mempersiapkannya untuk mudah diingat
(maka adakah orang yang mengambil pelajaran?) yang mau mengambilnya sebagai
pelajaran dan menghafalnya. Istifham di sini mengandung makna perintah yakni,
hafalkanlah Alquran itu oleh kalian dan ambillah sebagai nasihat buat diri kalian. Sebab
tidak ada orang yang lebih hafal tentang Alquran selain daripada orang yang
mengambilnya sebagai nasihat buat dirinya.”
Adapun kemudahan secara maknawi. Allah ﷻmenurunkan Alquran agar kita mentadabburi
makna dan tujuannya. Allah ﷻberfirman,
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan perkataan (Kami) ”…(QS. Al-Mu‟minuun: 68).
Firman-Nya juga
“Maka apakah mereka tidak memperhatikan Alquran? Kalau kiranya Alquran itu bukan dari
sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. ”(QS. An- Nisaa:
82).
Dan firman-Nya,
س
72
“Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka
memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai
fikiran. ”(QS. Shaad: 29).
3.Pengetahuan dan pemahaman arti atau makna yang tedapat pada ayat al – qur‟an.
4.Cara belajar : pengaturan dalam menghafal al – qur‟an yaitu mengkaji 3 kali sehari,
menambah hafalan setiap hari 1 -2 halaman, muroja‟ah.
Dalam kitab At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur‟an karya Imam Nawawi Al Dimasyqi
dijelaskan beberapa adab bagi para penghafal Alquran yang perlu diperhatikan. Mengingat
Alquran bukan kitab bacaan buatan manusia, melainkam kumpulan firman Allah Yang
Mahasuci. Berikut beberapa etika bagi penghafal Alquran yang Imam Nawawi sebutkan
dalam kitabnya, secara garis besar terdapat tiga poin utama:
2. Konsentrasi belajar
Imam Nawawi berpendapat bagi penghafal Alquran harus menjauhi hal-hal yang
menyibukkan kecuali melakukan hal yang berkaitan dengan belajar dan untuk suatu
kebutuhan. Pendapat yang hampir sama dikemukakan pula oleh Al Ghazali dalam
kitabnya Ihya Ulumuddin bahwa apabila pikiran peserta didik telah terbagi maka
kuranglah kesanggupannya untuk mendalami ilmu pengetahuan.
Sekalipun seseorang memiliki IQ di atas normal, namun jika tidak dibarengi dengan
keseriusan dalam belajar, maka tinggal menunggu kegagalan dalam proses belajarnya.
Hal ini membuktikan bahwa kecerdasan yang tinggi bukan faktor utama bagi seseorang
untuk menyelesaikan hafalannya.
74
sering kali saat proses menghafal Alquran ditemui berbagai macam kendala, baik itu
jenuh karena harus selalu mengulang hafalan ataupun lingkungan yang kurang kondusif
untuk mengaji.
Al-Qur‟an diturunkan kepada umat muslim dengan tujuan untuk dibaca dan
ditadabburi maknanya, diimani segala beritanya, diamalkan segala hukumnya,
direalisasikan segala perintahnya, dan dijauhi segala larangannya. Dalam dunia pendidikan
Maksud dari mentadabburi (memeperhatikan) ialah siswa berupaya memahami makna-
maknanya dan beramal dengannya.Tidak mungkin siswa bisa beramal dengannya kecuali
setelah tadabbur.
Kemampuan menghafal Al-Qur‟an seseorang dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu:
kelancaran, kesesuaian bacaan dengan kaidah ilmu tajwid dan fashahah.
A. Kelancaran dalam menghafal Al-Qur‟an.Salah satu ingatan yang baik yaitu siap,
bisa memproduksi hafalan dengan mudah saat dibutuhkan.8 dan diantara syarat
menghafal Al-Quran yaitu, teliti serta menjaga hafalan dari lupa.Sehingga,
kemampuan menghafal Al-Qur‟an seseorang dapat dikategorikan baik apabila
orang yang menghafal Al-Qur‟an bisa menghafalnya dengan benar, sedikit
kesalahannya, walaupun ada yang salah, kalau diingatkan langsung bisa.
B. Kesesuaian bacaan dengan kaidah ilmu tajwid, diantaranya :
C. Fashahah
75
3) Mur‟aatul kalimah wa al-ayat (menjaga dan memelihara keberadaan kata dan
ayat.B. Metode Kauny Qunatum Memory 1.Pengertian Metode
Metode dalam serangkaian pembelajaran memang peranan yang sangat penting.
Keberhasilan implementasi strategi pembelajaran sangat tergantung pada cara guru
menggunakan metode pembelajaran karena strategi pembelajaran hanya mungkin dapat
diimplementasikan melalui penggunaan metode pembelajaran.3 Dalam pengertian
terminologis, para ahli berbeda pendapat terkait dengan definisi metode ini. Muhibbin
Syah menyatakan bahwa dalam dunia pembelajaran, metode berarti cara yang berisi suatu
prosedur yang baku untuk melakukan kegiatan penyajian materi kepada siswa, atau cara
menyampaikan bahan pelajaran untuk tujuan yang ditetapkan.
Menurut Abdul Majid metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan
rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai
secara optimal.Metode yang mengalami perkembangan salah satunya ialah Metode Kauny
Quantum Memory. Metode Kauny Quantum Memory merupakan salah satu metode untuk
menghafal Al – Qur‟an.
3. Situasi yang mencakup hal umum seperti situasi kelas, situasi lingkungan.
4. Alat-alat yang tersedia akan mempengaruhi pemilihan metode yang akan di gunakan.
Jadi pengetahuan tentang metode mengajar di sini yang terpenting ialah pengetahuan
tentang cara menyusun urutan (langkah-langkah) kegiatan belajar mengajar dalam rangka
mencapai tujuan pengajaran. Metode terbaru dan terus berkembang saat ini ialah Metode
Kauny Quantum Mmemory.
76
2. Pengertian Kauny Quantum Memory
Arti kata Kauny berasal dari kata dasar dalam bahasa arab kana yang berarti ada.
Arti kata Quantum dalam literatur berarti banyaknya sesuatu, secara mekanik
merupakan studi tentang gerakan. Jadi mekanika Quantum adalah ilmu yang
mempelajari tentang partikel- partikel sub atom yang bergerak.Akan tetapi, mengikuti
perkembangan bahasa penggunaan kata quantum juga berhubungan atau berusaha
dihubungkan dengan beberapa hal lainnya seperti pengajaran. Arti kata Memori
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan kesadaran akan pengalaman masa
lampau yang hidup kembali (ingatan), peranti komputer yang dapat menyimpan dan
merekam informasi.
A. Melihat sekilas, sebelum membaca lihat materi bacaan (hafalan) secara sekilas pada
malam sebelumnya dan lihat kembali catatan sebelum memulai pelajaran disekolah
atau melakukan presentasi.
B. Manfaatkan setiap waktu, jadikan semua subjek menarik dan bersikap kreatif.
C. Tempat belajar, belajar ditempat dan pada waktu yang teratur, atur posisi yang
baikdan gunakan pencahayaan yang tepat.
D. Gunakan musik, musik membantu lebih banyak dengan cara mengendurkan
pikirandan membuat siap belajar.
77
E. Istirahat, setiap setengah jam lakukan istirahat lima menit, belajar yang terbaik
adalahsebelum dan sesudah istirahat.
A. Mind Maping
Mind Maping adalah teknik pemanfaatan keseluruhan otak dengan menggunakan citra
visual dan prasarana grafis lainnya untuk membentuk kesan. Mind Maping merupakan
caramencatat yang mengakomodir cara kerja otak secara natural.
B. Baby Reading
Baby Reading adalah salah satu langkah menghafal dengan di tuntun terlebih
dahulu. Dibacakan ayat – ayat al – qur‟an dan siswa mengikuti bacaan seperti anak kecil
baru belajaran. Hal ini merupakan teknik yang Rasulullah SAW gunakan ketika dapat
wahyu pertama dari allah. Jibril mengjarkan rasullah dengan lafadz dan tanpa melihat
tulisan. Melalui pendengaran dapat menghafal dan tekni sangat membantu siswa yang
belum menghafal huruf arab.
78
Dengan Metode Kauny Quantum Memory siswa dapat meningkatkan Kemampuan
Menghafal Al-Qur‟an.hal ini dapat dilihat dalam pelajaran Al-Islam terdapat potongan
Ayat-Ayat Al-Qur‟an yang harus dipahami dan dihafalkan siswa. Jika siswa sering lupa
dan sulit menghafalkan Al-Qur‟an bagaimana ia bisa memahami dan menghafalkan Al-
Qur‟an. selama ini, siswa hanya menghafalkan AlQur‟an tanpa mengetahui makna dari
ayat yang mereka hafalkan. Mereka hanya menghafal tanpa tahu kisah atau perjalanan
yang terkandung didalamnya.Banyak metode yang digunakan guru agar siswa paham
dengan materi yang disampaikan.
Dan metode yang berkembang saat ini ialah “Metode Kauny Quantum Memory.
Metode Kauny Quantum Memory ini bukan berarti untuk orang yang buta huruf, akan
tetapi menggunakan metode ini untuk orang yang kesulitan menghafal dan juga yang
tidak melekat hafalannya. Siswa diajak untuk pandai bercerita, bukan cerita yang rumit
dan kaku. Cerita tidak harus terjebak dalam susunan bahasa yang bagus atau indah.
Tapi, cerita apapun yang bisa menarik perhatian dan gampang melekat pada mereka
yang menghafal Al-Qur‟an. Kauny Quantum Memory karena metode ini merupakan
metode menghafal Al- Qur‟an yang disertai dengan gerakan dari makna ayat yang
dihafalnya.
79
BAB XII
STRATEGI PEMBELAJARAN BACA TULIS AL-QUR'AN
Dalam proses pelaksanaan suatu kegiatan baik yang bersifat operasional maupun non
operasional harus disertai dengan perencanaan yang memili strategi yang baik dan sesuai
dengan sasaran.
Sedangkan peran strategi dalam proses pembelajaran al-Qur'an sangat diperlukan, hal ini
dikarenakan konsep-konsep tentang strategi pembelajaran tidak mudah untuk diterapkan.
Oleh karena itu mneyampaikan, mengajarkan atau mengembangkannya harus menggunakan
strategi yang baik dan mengena pada sasaran. Dan penetapan strategi merupakan bagian
terpenting dalam pembelajaran
Mc. Leod (dalam Muhibbin), mengutarakan bahwa secara harfiah dalam bahasa Inggris,
kata strategi dapat diartikan sebagai seni (art). melaksanakan strategem yakni siasat atau
rencana. Istilahs strategi string digunakan dalam banyak konteks dengan makna yang tidak
selalu sama. Dalam konteks pembelajaran. Nana Sudjana (dalam Rohani dan Ahmadi)
mengatakan bahwa strategi mengajar adalah "taktik" yang digunakan guru dalam
melaksanakan proses belajar mengajar (pembelajaran) agar dapat mempengaruhi siswa
(peserta didik) mencapai tujuan pembelajaran (TIK)
Belajar adalah suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman, maka
keberhasilan belajar terletak pada adanya perubahan. Dari definisi diatas dapat disimpulkan
adanya ciri-ciri belajar, yakni:
1. Belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar,
baik aktual maupun potensial.
2. Perubahan tersebut pada pokoknya berupa perubahan kemampuan baru yang berlaku
dalam waktu yang relatif lama. Perubahan tersebut terjadi karena adanya usaha.
Hamalik, pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun yang meliputi unsurunsur
manusiawi, material, fasilitas perlengkapan, dan prosedur yang saling mempengaruhi
mencapai tujuan pembelajaran." Muhaimin dkk. pembelajaran adalah upaya untuk
80
membelajarkan siswa. Sedangkan menurut Suyudi, pembelajaran adalah salah satu proses
untuk memperoleh pengetahuan, sedangkan pengetahuan adalah salah satu cara untuk
memperoleh kebenaran/nilai, sementara kebenaran adalah pernyataan tanpa keragu-raguan
yang dimulai dengan adanya sikap keraguan terlebih dahulu.
Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa pembelajaran adalah proses perubahan
tingkah laku anak didik setelah anak didik tersebut menerima, menaggapi, menguasai bahan
pelajaran yang telah diberikan oleh pengajar. Hal ini berarti bahwa dalam proses
pembelajaran Al-Qur'an ada fase-fase atau tahapan-tahapan yang harus dilalui oleh siswa
(santri). Dan rangkain fase-fase ini dapat ditemukan dalam setiap jenjang pendidikan.
Dalam proses pembelajaran, metode mempunyai peranan sangat penting dalam upaya
pencapaian tujuan pembelajaran. Secara umum, menurut Husni Syekh Ustman, terdapat 3
(tiga) asas pokok yang harus diperhatikan guru dalam rangka mengajar bidang studi apapun,
yaitu:
81
a Pembelajaran dimulai dengan hal-hal yang telah dikenal santri hingga kepada hal-
hal tidak diketahui sama sekali.
b. Pembelajaran dimulai dari hal yang termudah hingga hal yang tersulit,
c. Pembelajaran dimulai dari yang sederhana dan ringkas hingga hal-hal yang
terperinci.
Adapun metode pembelajaran Al-Qur'an itu banyak sekali macamnya, antara lain sebagai
berikut:
a. Metode Jibril
Pada dasarnya, terminologi (istilah) metode jibril yang digunakan sebagai nama dari
pembelajaran Al-Qur'an adalah dilatar belakangi perintah Allah SWT. Kepada Nabi
Muhammad SAW untuk mengikuti bacaan Al-Qur'an yang telah diwahyukan oleh Malikat
Jibril, sebagai penyampai wahyu. Menurut KH. M. Bashori Alwi (dalam taufiqurrohman),
sebagai pencetus metode jibril, bahwa teknik dasar metode jibril bermula dengan membaca
satu ayat atau waqaf, lalu ditirukan oleh seluruh orang-orang yang mengaji. Guru membaca
satu dua kali lagi yang kemudian ditirukan oleh orangorang yang mengaji. Kemudian guru
membaca ayat atau lanjutan ayat berikutnya, dan ditirukan oleh semua yang hadir. Begitulah
seterusnya sehingga mereka dapat menirukan bacaan guru dengan pas.
Di dalam metode jibril sendiri terdapat dua (2) tahap, yaitu tahqiq dan turtil.
1) Tahap tahqiq adalah pembelajaran membaca alqur'an dengan pelan dan mendasar. Tahap
ini dimulai dengan pengenalan huruf dan suara, hingga kata dan kalimat Tahap ini
memperdalam artikulasi (pengucapan) terhadap sebuah huruf secara tepat dan benar
sesuai dengan makhroj dan sifat-sifat huruf.
2) Tahap tartil adalah tahap pembelajaran membaca Al-Qur'an dengan durasi sedang
bahkan cepat sesuai dengan irama lagu. Tahap ini dimulai dengan pengenalan sebuah
ayat atau beberapa ayat yang dibacakan guru, lalu ditirukan oleh para santri secara
berulang-ulang. Di samping pendalaman artikulasi dalam tahap tartil juga diperkenalkan
praktek hukum-hukum ilmu tajwid seperti: bacaan mad, waqaf dan ibtida". hukum nun
mati dan tanwin, hukum mim mati dan sebagainnya.
82
Dengan adanya 2 tahap (tahqiq dan tartil) tersebut maka metode jibril dapat
dikategorikan sebagai metode konvergensi (gabungan) dari metode sintesis (tarkibiyah) dan
metode analisis (tahliliyah). Artinya, metode jibril bersifat komprehensif karena mampu
mengakomodir kedua macam metode membaca. Karena itu metode jihril bersifat fleksibel,
dimana metode jibril dapat diterapkan sesuai dengan kondisi dan situasi, sehingga
mempermudah guru dalam menghadapi problematika pembelajaran Al Qur'an.
b. Metode Iqra'
Metode Iqra adalah suatu metode membaca Al-Qur'an yang menekankan langsung pada
latihan membaca. Adapun buku panduan Iqra' terdiri dari 6 jilid dimulai dari tingkat yang
sederhana, tahap demi tahap sampai pada tingkatan yang sempurna.
Adapun metode ini dalam prakteknya tidak membutuhkan alat yang bermacammacam,
karena hanya ditekankan pada bacaannya (membaca huruf Al-Qur'an dengan fasih). Dalam
metode ini sistem CBSA (Cara Belajar Santri Aktif),
c) Tariqat muqaranah (pengenalan perbedaan bunyi pada huruf yang hampir memiliki
makhraj sama).
d) Tariqat Lathifathul Athfal (pengenalan melalui latihan-latihan)
c. Metode An-Nahdliyah
Metode An-Nahdliyah adalah salah satu metode membaca Al-Qur'an yang muncul di
daerah Tulungagung, Jawa Timur. Metode ini disusun oleh sebuah lembaga pendidikan
Ma'arif Cabang Tulungagung. Karena metode ini merupakan metode pengembangan dari
metode Al-Baghdady maka materi pembelajaran Al-Qur'an tidak jauh berbeda dengan metode
Qiro ati dan Iqra'. Dan yang perlu diketahui bahwa pembelajaran metode An-Nahdliyah ini
83
lebih ditekankan pada kesesuaian dan keteraturan bacaan dengan ketukan atau lebih tepatnya
pembelajaran Al-Qur'an pada metode ini lebih menekankan pada kode "ketukan"
Metode ini memang pada awalnya kurang dikenal dikalangan masyarakat karena buku
paketnya tidak dijual bebas dan bagi yang ingin menggunakannya atau ingin menjadi guru
atau ustad-ustadzah pada metode ini harus sudah mengikuti penataran calon ustadz metode
An Nahdliyah.
d. Metode Qiro'ati
Metode Qiro ati adalah suatu metode membaca Al-Qur'an yang langsung
memperaktekkan bacaan tartil sesuai dengan kaidah ilmu tajwid Adapun dalam
pembelajaranya metode Qiroaty, guru tidak perlu memberi tuntunan membaca, namun
langsung saja dengan bacaan yang pendek, dan pada prinsipnya pembelajaran Qiroati adalah:
1) prinsip yang dipegang guru adalah Ti-Wa-Gas (Teliti, Waspada dan Tegas)
4) Tegas dan tidak boleh ragu-ragu, segan atau berhati-hati, pendek kata, guru harus bisa
mengkoordinasi antara mata, telinga, lisan dan hati.
e. Metode Qur'ani
Dalam Metode Qur'ani santri akan diperkenalkan beberapa sistem bacaan, diantaranya
adalah sebagai berikut:
a Tartil, yaitu membaca Al-Qur'an dengan pelan dan jelas sekiranya mampu diikuti oleh
orang yang menulis bersamaan dengan yang membaca,
84
b. Tahqiq, yaitu membaca Al-Qur'an dengan menjaga agar bacaannya sampai pada
hakikat bacaannya. Sehingga makharijul huruf, sifatul huruf dan alkanud huruf benar-
benar tampak dengan jelas. Adapun tujuannya adalah untuk menegakkan bacaan Al-
Qur'an sampai sebenamya tartil. Jadi dapat dikatakan bahwa setiap tahqiq mesti tartil,
tetapi bacaan tartil belum tentu tahqiq Taghanni, yaitu sistem bacaan dalam membaca
Al-Qur'an yang dilagukan dan memberi irama.
85