Anda di halaman 1dari 56

SGD LBM 2 KEGAWATDARURATAN

SSTEP 1
1. Angiodema : pembengkakan di bawah permukaan kulit yang merupakan reaksi dari alergi.
2. Wheezing : suara memanjang pada pernafasan , biasanya karena adanya penyempitan
pernapasan pada bagian atas

1
SGD LBM 1
90ss
STEP 2
1. Mengapa pasien mengeluh sesak nafas hebat setelah meminum obat antibiotic golongan

penisilin? Ada senyawa apa? Apa saja yang dapat menyebabkan kondisi seperti pada

scenario?

2. Mengapa pada kelopak mata pasien terdapat angioedema dan urtikaria diseluruh

tubuh?

3. Mengapa ditemukan keluhan muntah dan nyeri abdomen?

4. Mengapa pada pasien didapatkan TD rendah= 60/40 namun denyut nadi sangat tinggi?

5. Mengapa pada pasien didapatkan nafas cuping hidung , retraksi subcostal,stridor,

wheezing , fase ekspirasi memenjang dan sianosis di wajah ?

6. Apa etiologi dari kasus di scenario?

7. Mengapa dokter memasang EKG dan pulse oximetry dan gambaran apa yang mungkin

didapatkan?

8. Mengapa pasien dibaringkan dan kedua tungkai dielevasi?

9. Bagaimana ABCDE dari reaksi anafilaktik ?

10. Bagaimana patofisiologi terjadinya reaksi anafilaktik?

11. Bagaimana intepretasi dari pemeriksaan fisik yg didapatkan?

12. Apa definisi dari syok dan macam macamnya?

13. Pemeriksaan penunjang apa saja yang harus dilakukan ?

14. DX dan DD dari kasus di scenario?

15.Bagaimana tatalaksana yang dilakukan pada pasien di scenario?

2
SGD LBM 1
90ss
STEP 3
1. Mengapa pasien mengeluh sesak nafas hebat setelah meminum obat antibiotic golongan
penisilin? Ada senyawa apa? Apa saja yang dapat menyebabkan kondisi seperti pada scenario?

 Penisilin sifatnya bakterisida, menghambat sntesis dinding sel, ada efek samping yaitu syok
anafilatik

Mediator ini bisa menyebabkan permeabilitas kapiler


permeabilitas kapiler ekstravasasi cairan intravaskuler edem pd tubuh
vasodilatasi periferdiskenario kan tensi turun, RR naik kalo vasodilatasi tekanan PD
menurun, kalo pD menurun tjd hipovolemi relative, ditambha ekstravasasi penurunan
cardiac output penurunan erfusi jar ggg metab seluler

kontriksi otot polos di saluran nafas dan juga gastrointestinal sasme bronkus dan
laring jalan nafas sempit RR=40 kali menit
kram saluran cerna krn kontriksi otot polos

mekanisme dibagi 2
imunologi dan non imunologi
imunologi ig E dependent (aktivasi lgsg dr sel mast) dan Ig E independent elalui
komplemennya mediator keluar keluhan muncul
syok anafilatik mediator yg plg berperan histamin

3
SGD LBM 1
90ss
etiologic= sengatan lebah, kacang kacangan, susu, ikan,pisang, antibiotic gol peniciln dan
cephalospoin, obat anstesi suksametonium, NSAID, media kontras untuk px radiologi, latex,
cat rambut

Reaksi anafilaksis timbul bila sebelumnya telah terbentuk IgE spesifik terhadap alergen
tertentu. Alergen yang masuk kedalam tubuh lewat kulit, mukosa, sistem pernafasan
maupun makanan, terpapar pada sel plasma dan menyebabkan pembentukan IgE spesifik
terhadap alergen tertentu.IgE spesifik ini kemudian terikat pada reseptor permukaan
mastosit dan basofil. Pada paparan berikutnya, alergen akan terikat pada Ige spesifik dan
memicu terjadinya reaksi antigen antibodi yang menyebabkan terlepasnya mediator yakni
antara lain histamin dari granula yang terdapat dalam sel. Ikatan antigen antibodi ini juga
memicu sintesis SRS-A ( Slow reacting substance of Anaphylaxis ) dan degradasi dari asam
arachidonik pada membrane sel, yang menghasilkan leukotrine dan prostaglandin. Reaksi ini
segera mencapai puncaknya setelah 15 menit.Efek histamin, leukotrine (SRS-A) dan
prostaglandin pada pembuluh darah maupun otot polos bronkus menyebabkan timbulnya
gejala pernafasan dan syok. Efek biologis histamin terutama melalui reseptor H1 dan H2
yang berada pada permukaan saluran sirkulasi dan respirasi. Stimulasi reseptor H1
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, spasme bronkus dan spasme
pembuluh darah koroner sedangkan stimulasi reseptor H2 menyebabkan dilatasi bronkus
dan peningkatan mukus dijalan nafas. Rasio H1 – H2 pada jaringan menentukan efek
akhirnya.
Aktivasi mastosit dan basofil menyebabkan juga respon bifasik dari cAMP intraselluler.
Terjadi kenaikan cAMP kemudian penurunan drastis sejalan dengan pelepasan mediator dan
granula kedalam cairan ekstraselluler.Sebaliknya penurunan cGMP justru menghambat
pelepasan mediator.Obat-obatan yang mencegah penurunan cAMP intraselluler ternyata
dapat menghilangkan gejala anafilaksis. Obat-obatan ini antara lain adalah katekolamin
(meningktakan sintesis cAMP) dan methyl xanthine misalnya aminofilin (menghambat
degradasi cAMP). Pada tahap selanjutnya mediator-mediator ini menyebabkan pula
rangkaian reaksi maupun sekresi mediator sekunder dari netrofil,eosinofil dan
trombosit,mediator primer dan sekunder menimbulkan berbagai perubahan patologis pada
vaskuler dan hemostasis, sebaliknya obat-obat yang dapat meningkatkan cGMP (misalnya
obat cholinergik) dapat memperburuk keadaan karena dapat merangsang terlepasnya
mediator.

4
SGD LBM 1
90ss
Proses alergi (imunologik) terjadi dalan 2 fase, dengan waktu di antara kedua fase tersebut
yang disebut fase latent :
(1). Pada hipersensitivitas tipe I :
a. Fase sensitisasi
Pada fase ini terjadi pembentukan IgE (sesudah alergen/antigen masuk tubuh pertama
kali), den IgE ini melekat pada permukaan sel mast/basofil pada lumen bronkus,
submukosa,dsb. Hal seperti ini hanya terjadi pada individu yang mempunyai bakat genetik
atopik. IgE yang terjadi sifatnya spesifik terhadap alergen khusus yang memaparnya tadi. Sel
plasma atau sel mast/basofil yang telah dilekati IgE di pernukaannya tadi disebut sel yang
telah tersensitisasi.
b. Fase alergi :
Pada pemaparan ulang berikutnya dengan alergen/antigen yang sam sesudah melewati
fase laten, akan terjadi pengikatan alergen oleh IgE (spesifik) yang melekat pada permukaan.
Sel mast/basofil tadi, kemudian terjadi reaksi-reaksi berikutnya dan menimbulkan reaksi
hipersensitivitas tipe I.

5
SGD LBM 1
90ss
Ikatan alergen-IgE pada permukaan sel mast/basofil, akan merangsang/menyebabkan
proses penbentukan granul-granul dalam sitoplasma proses degranulasi  dikeluarkan
mediator kiniawi : histamin, serotonin, SRSA, ECFA, bradikinin, NCFA, dsb. Efek utama dari
mediator kiniawi yang dikeluarkan tadi adalah terjadi :(1) spasme bronkus, (2) peningkatan
permeabilitas pembuluh darah dan (3) sekresi mukus berlebihan (sifatnya lengket).
Semua efek mediator tadi akan nengakibatkan penyempitan saluran nafas dan nenimbulkan
gejala asma bronkial. Mediator kimiawi ini telah diproduksi sebelumnya (dalam granul)
disebut "preformed chemical mediators"
Pelepasan mediator kimiawi dari granul dalam sitoplasma dinenaaruhi oleh siklik AMP
dan siklik GMP,sehingga pengaturan kontraksi otot polos bronkus diatur oleh
- kadar cAMP,
- kadar cGMP,
- dan besarnya rasio, kadar cGMP/caMP.
a. Siklik AMP.
Ikatan alergen-IgG, dipermukaan sel mast/basofil yang tersensitisasi akan
mengaktifkan enzim adenil siklase di membran sel. Enzim adenil siklase yang telah aktif akan
mengubah ATP  cAMP, cAMP yang terbentuk mengadakan difusi ke dalam sitoplasma sel
mast/basofil, kemudian cAMP diubah men jadi 5-AMP oleh pengaruh enzim fosfodiesterase,
sehingga peranan cAMP hilang. Aktivitas enzim fosfodiesterase dapat dihambat oleh
methylxantine.
Fungsi cAMP terhadap sel otot polos bronkus adalah mengaktifkan mekanisme yang
mencegah kontraksi sel-sel otot polos tersebut atau mempertahankan mekanisme yang
menimbulkan relaksasi sel-sel otot polos bronkus (bronkodilatasi ) .
b. Siklik GMP.
Mekanisme pembentukan cGMP belum jelas, diperkirakan seperti pada cAMP. Fungsi
cGMP berlawanaan terhadap aksi dari cAMP, dan dalam keadaan normal kekuatan cGMP
terhadap cAMP adalah berimbang.
Di dalam sel, kadar cGMP yang tinggi akan merangsang pelepasan mediator kimiawi
(dari granul sitoplasma), sedangkan kadar cAMP yang tinggi akan menghambat pelepasan
mediator kimiawi tadi.
Sebenarnya pengaturan kontraksi otot polos bronkus tergantung antara lain oleh (a)
kadar cAMP, (b) kadar cGMP, dan (c) besarnya kadar cGMP/cAMP. Yang paling penting
adalah peran rasio kadar cGMP/cAMP dalam pengaturan aktivitas kontraksi otot-otot polos

6
SGD LBM 1
90ss
bronkus tersebut. Bila dalam tubuh terjadi reaksi alergi, maka kadar cAMP meningkat, cGMP
juga meningkat, tetapi rasio kadar cGMP/ cAMP juga meningkat. Efek akhir tergantung
resultante rasio akhir cGMP/cAMP tadi.
i. Pelepasan mediator kimiawi lainnya
Sebagai konsekuensi dari reaksi-reaksi akibat pengikatan alergen-IgE di permukaan sel
mast/basofil (diuraikan sebelumnya), terjadilah perubahan pcrmeabilitas membran sel
terhadap Ca yang menyebabkan ion-ion tersebut masuk ke dalam sel mast/basofil.
Bertambah banyaknya Ca++ masuk ke dalam sel mast/basofil berakibat/ berpengaruh
pada
- Menambah aktifnya proses degranulasi dalam sitoplasma karena meningkatkan produksi
energi, sehingga aktivitas pengeluaranmediator kimiawi juga meningkat.
- Sebagiankecil Ca lainnnya sewaktu masuk melewati membran sel, selanjutnya akan
mengaktifan enzim fosfolipase A2 dalam dinding sel. Dengan pengaktivan enzim ini
selanjutnya akan terbentuk asam arakidonat dari fosfatidilkolin yang ada di membran sel.
Asam arakidonat melalui 2 macam reaksi enzimatik, terpecah/terbentuk mediator kimiawi
(newly generated chemical mediator):
- Reaksi enzimatik: lipoksigenase, menghasilkan mediator jenis leukotrien : LTA4, LTB4, LT-C4,
LTD4, LTE4. Dulu LTC4, LTD4 dab LTE4 dikenal dengan name SRS-A (slow reacting
substance of anaphylaxis),
- Reaksi enzimatik siklo-oksigenase, menghasilkan mediator jenis prostaglandin : PGD2, PGE2,
PGF2a, tromboksan (TXA2) dan prostasiklin (PGI2.).
Selain terbentuk asam arakidonat, dari foafatidilkolin yang ada di membran sel
mast,jugadibentuk PAF (platelet activating factors).

(2). Hipersensitivitas tipe III


Timbulnya reaksi 4-6 jam sesudah terpapar alergen. Sesudah alergen masuk tubuh dan
diikat oleh IgG atau IgM (kompleks imun), kompleks imun ini akan mengaktifkan sistem
komplemen, terjadilah komponen komplemen aktif : C3a dan C5a, yang bersifat
anafilatoksin. Anafilatoksin ini dapat menyebabkan sel mast/basofil mengalami degranulasi
dan mengeluarkan vasoaktif amin (mediator kimiawi) seperti pada reaksi hipersensitivitas
tipe I.
PROSES IMUNOLOGIK (ASMA BRONKIAL EKSTRINSIK)
HIPERSENSITIVITAS TIPE I

7
SGD LBM 1
90ss
1. Fase sensitisasi
Antigen  sel B  membentuk IgE dengan bantuan sel Th  IgE diikat oleh sel
mastosit/basofil melalui reseptor Fc
2. Fase alergi
Paparan ulang  sel tersensitisasi  membentuk granul di sitoplasma  degranulasi 
pengeluaran mediator kimiawi.
Mediator kimiawi mempunyai efek:
 Spasme bronkus
 Peningkatan permeabilitas pembuluh darah
 Peningkatan sekresi mucus
Antigen

APC Fc

Sel Th2 Sel B IgE Sel


Sel mast
Mast Pelepasan mediator
IL-4 kimiawi

IL-3
IL-5

IL-3
IL-5
GM-CSF Recruitment
Aktivasi Melepaskan
eosinofil
granula

Pelepasan mediator kimiawi dipengaruhi oleh:


1. Kadar cAMP
2. Kadar cGMP
3. Ratio cGMP/cAMP

Siklus AMP (cAMP)


Sel tersensitisasi

Aktivasi enzim adenil siklase

ATP cAMP
8
SGD LBM 1 Enzim fosfodiesterase
90ss
5’-AMP
cAMP : meningkatkan pencegahan kontraksi sel otot polos dan mempertahankan
bronkodilatasi (menghambat pelepasan mediator kimiawi)

5’-AMP : mengurangi kerja cAMP

Siklus cGMP
Fungsi cGMP : berlawanan dengan fungsi cAMP, yaitu merangsang pengeluaran mediator
kimiawi
PENGELUARAN MEDIATOR KIMIAWI YANG LAINNYA

Sel tersensitisasi

Perubahan permeabilitas membrane sel


terhadap Ca

Ca masuk ke sel mast

Pengaktivan fosfolipase A2 dinding sel


↑ degranulasi

Asam arakidonat
↑ produksi energi

Rx enzimatik Rx enzimatik siklo-


↑ mediator kimiawi
lipooksigenase oksigenase

Leukotrien Prostaglandin
9
SGD LBM 1
90ss
HIPERSENSITIVITAS TIPE III

Allergen + IgG/IgM
(Kompleks Imun)

Pengaktivan komplemen (C3a


& C5a)

Anafilatoksin

Degranulasi

Vasoaktif amin
(mediator kimiawi)

10
SGD LBM 1
90ss
GANGGUAN KESEIMBANGAN SARAF OTONOM
Kolinergik dan adrenergic α : mengkontraksi otot polos bronkus
Adrenergic β : relaksasi otot polos bronkus
Reseptor adrenergic β-2

Aktivasi enzim adenilsiklase

↑ kolinergik

Enzim guanil
siklase

↑ cGMP &
GTP

PROSES INFLAMASI BRONKUS


 Edema mukosa & dinding bronkus  infiltrate sel radang (eosinofil)  epitel bersilia lepas 
saluran nafas terhambat
Mediator kimiawi fase awal:
1. Leukotrien : brinkokonstriksi, ↑ permeabilitas vascular dan ↑ sekresi musin
2. Prostaglandin : bronkokonstriksi dan vasodilatasi
3. Histamine : bronkospasme dan vasodilatasi
4. PAF (Platelet Activating Factor) : agregasi trombosit dan pembebasan histamine
5. Triptase sel mast : inaktif peptide yang sebabkan bronkodilatasi normal

Mediataor untuk recruitment sel radang:


1. Kator kemotaktik eosinofilik dan neutrofilik
2. IL-4 dan IL-5 : memperkuat Th2 sel CD4+ (↑IgE dan proliferasi serta kemotaksis eosinofilik)

11
SGD LBM 1
90ss
3. PAF : kemotaktik eosinofilik jika ada IL-6
4. Factor nekrosis tumor : ↑ adhesi molekul di endotel vascular dan sel radang

Sumber :
 Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 9. Singapura:
Elsevier Saunders.
 Kumar, V., Cotran, R.S., dan Robbins S.L. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7; ali Bahasa, Brahm
U, Pendt ;editor Bahasa Indonesia, Huriawati Hartanto, Nurwany Darmaniah, Nanda
Wulandari.-ed.7-Jakarta: EGC.
 Abbas, A.K., Lichtman, A.H., Pillai, S., 2016, Imunologi Dasar Abbas. Edisi Kelima,
ELSEVIER.

12
SGD LBM 1
90ss
2. Mengapa pada kelopak mata pasien terdapat angioedema dan urtikaria diseluruh tubuh?

13
SGD LBM 1
90ss
Hipersensitivitas tipe I, merupakan suatu reaksi tipe cepat (immediate immune reaction) terhadap
suatu antigen tertentu. Sel mast dan basopil sangat berperan pada reaksi tipe ini. Setelah
terekspose antigen, sel mast dan basopil melakukan proses degranulasi, kemudian mengeluarkan
substan tertentu yang akan memicu terjadinya inflamasi (Gambar 1A). Antigen akan berinteraksi
dengan molekul IgE yang terikat dengan afinitas tinggi dengan suatu reseptor pada permukaan sel
mast, disebut sebagai crystallizable reseptor  (Fc). Hal inilah yang akan memicu terjadinya
degranulasi. Sel mast yang tergranulasi akan mengeluarkan berbagai mediator inflamasi
diantaranya histamine, proteoglycans, protease serine, dan leukotrine. Pelepasan mediator inflamasi
secara cepat akan bermanifestasi klinis berupa urtikaria, kemerahan, hay fever, dan angioedema
(bengkak pada bibir, kelopak mata, tenggorokan, dan lidah). Semua manifestasi tersebut sering
dikenal dengan istilah reaksi anaphilaksis atau alergi. Pada beberapa kasus, reaksi alergi atau
anaphilaksis ini, bermanifestasi berat, sehingga dapat menghalangi jalan nafas (airway) atau
menyebabkan terjadinya aritmia jantung.

Sumber :
 Mustafa, ss. Anaphylaxis, April 8,2013.

14
SGD LBM 1
90ss
3. Mengapa ditemukan keluhan muntah dan nyeri abdomen?
Nyeri Abdomen

• Anafilaksis mulai terjadi ketika alergen masuk ke dalam aliran darah dan bereaksi dengan
antibodi IgE. Reaksi ini merangsang sel-sel untuk melepaskan histamin dan zat-zat lain yang
terlibat dalam reaksi kekebalan. Mediator ini kemudian meningkatkan kontraksi otot polos
bronkus, kontraksi otot polos pada sal.cerna, memicu vasodilatasi, meningkatkan kebocoran
cairan dari pembuluh darah, dan menyebabkan depresi otot jantung.

15
SGD LBM 1
90ss
Tidak seperti reaksi anafilaksis, reaksi anafilaktoid dapat terjadi pada paparan pertama zat
tertentu. Reaksi anafilaktoid bukan merupakan suatu reaksi alergi karena tidak dihasilkan oleh
antibodi IgE. Reaksi anafilaktoid biasanya merupakan reaksi idiosinkratik dan bukan merupakan

mekanisme sistem kekebalan seperti yang terjadi pada anafilaksis. 

Mual dan Muntah


Prostaglandin sebagai salah satu mediator inflamasi diproduksi oleh mukosa lambung dan
diduga mempunyai efek sitoprotektif dan mekanisme kerja utama prostaglandin adalah
menghambat sekresi lambung (Katzung dan Trevor, 2004). Hambatan sintesis prostaglandin
menyebabkan sekresi asam yang berlebih. Rasa mual sekaligus ingin muntah terjadi karena

16
SGD LBM 1
90ss
tingginya asam lambung dan tubuh akan merangsang permeabilitas kapilier pemb.darah naik
sehingga menyebabkan lambung edema dan merangsang hypothalamus untuk mual

N MEDIATOR EFEK
0
1 Histamin H1 : peningkatan
permeabilitas vascular,
vasodilatasi, konstriksi otot
polos
H2 : sekresi mukosa gaster,
aritmia jantung
2 PG Vasodilatasi, konstriksi otot
polos, agregasi trombosit
3 Bradikinin Peningkatan permeabilitas
vascular, vasodilatrasi,
stimulasi ujung saraf nyeri
4 Lipoksin Bronkonostriksi
5 Leukotrien Konstriksi otot polos,
peningkayan permeabilitas
kapiler, kemotaksi

Sumber :
 Badillo, R. & Francis, D. (2014). Diagnosis and Treatment of Gastroesophageal Reflux Disease.
World J Gastrointest Pharmacol Ther.

17
SGD LBM 1
90ss
4. Mengapa pada pasien didapatkan TD rendah= 60/40 namun denyut nadi sangat tinggi?

18
SGD LBM 1
90ss
Manifestasi Klinik
Sistem sirkulasi 
Biasanya gangguan sirkulasi merupakan efek sekunder dari gangguan respirasi, tapi bisa juga
berdiri sendiri, artinya terjadi gangguan sirkulasi tanpa didahului oleh gangguan respirasi. Gejala
hipotensi merupakan gejala yang menonjol pada syok anafilaktik. Hipotensi terjadi sebagai akibat
dari dua faktor, pertama akibat terjadinya vasodilatasi pembuluh darah perifer dan kedua akibat
meningkatnya permeabilitas dinding kapiler sehingga selain resistensi pembuluh darah menurun,
juga banyak cairan intravaskuler yang keluar keruang interstitiel (terjadi hipovolume
relatif).Gejala hipotensi ini dapat terjadi dengan drastis sehingga tanpa pertolongan yang cepat
segera dapat berkembang menjadi gagal sirkulasi atau henti jantung.

Penurunan oksigen dalam darah  hipoksia (jaringan kekurangan oksigen)  aliran darah ke
jaringan diperlama (agar jaringan mendapat pasokan oksigen lebih banyak )  venous return
turun  stroke volume menurun Tekanan darah menurun
Volume darah menurun→ aliran darah ke jantung sedikit→simpatik→meningkatkan kontraksi
dan daya konduksi jantung→takikardia

 RR: 40 kali/menit
 TD: 60/80 mmHg
Minum obat penisilin  di sekenario tanda2 syok,termasuk TD turun
Syok analfilatik  Sindroma terjadi karena adanya peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah dan penyempitan bronkus secara mendadak.
Pada saat syok  pembuluh darah yang menuju jantung vasodilatasi  pasokan
darah menuju jantung menurun  ditambah pengumpulan darah dibagian tubuh
bawah karena selain pembuluh dekat jantung vasodilatasi, ternyata dibagiaan
arteriola (pembuluh darah kecil vasokonstriksi) yang mengahambat pasokan darah
balik ke jantung  sehingga cardiac out put turun.
Padahal TD = CO x Tahanan perifer  bila salah satu atau keduanya turun bisa
menyebabkan TD turun

 N: 130 kali permenit, isi dan tegangan kurang


 Akral dingin (+) SpO2 87%.

19
SGD LBM 1
90ss
Sumber :

 Buku Penanganan Penderita Gawat Darurat, Prof. DR.dr. I. Riwanto, Sp.BD, FK UNDIP
 BATES Buku Ajar Pemeriksaan Fisik Riwayat Kesehatan

5. Mengapa pada pasien didapatkan nafas cuping hidung , retraksi subcostal,stridor,


wheezing , fase ekspirasi memenjang dan sianosis di wajah ?

20
SGD LBM 1
90ss
- Kesadaran : somnolen Somnolen :
Reaksi hipersensitivitas terjadi pelepasan mediator oleh makrofag menyebabkan vasodilatasi
arteriol dan permeabilitas kapiler meningkat  venous return menurun  preload menurun 
cardiac output turun.
Manifestasi klinis : takikardia, tekanan darah turun, perfusi perifer buruk, asidosis oliguria dan
kesadaran menurun.
-

21
SGD LBM 1
90ss
- Vital Sign:

 RR: 40 kali/menit
 TD: 60/80 mmHg
Disuntik ketorolac  di sekenario tanda2 syok,termasuk TD turun
Syok analfilatik  Sindroma terjadi karena adanya peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah dan penyempitan bronkus secara mendadak.
Pada saat syok  pembuluh darah yang menuju jantung vasodilatasi  pasokan
darah menuju jantung menurun  ditambah pengumpulan darah dibagian tubuh
bawah karena selain pembuluh dekat jantung vasodilatasi, ternyata dibagiaan
arteriola (pembuluh darah kecil vasokonstriksi) yang mengahambat pasokan darah
balik ke jantung  sehingga cardiac out put turun.
Padahal TD = CO x Tahanan perifer  bila salah satu atau keduanya turun bisa
menyebabkan TD turun

 N: 130 kali permenit, isi dan tegangan kurang


 Akral dingin (+) SpO2 87%.

22
SGD LBM 1
90ss
Cheyne-Stokes : Periode pernafasan dalam yang diselingi dengan periode apnea, penyebab
biasanya gagal jantung.Pola dapat diprediksi
Biots : Iregularitas yang tidak dapat diramalkan.Kadang pernafasanya dapat dalam atau dangkal
dan berhenti sejenak, penyebab karena kerusakan pada medula oblongata atau depresi
pernapasan

Sumber : BATES Buku Ajar Pemeriksaan Fisik Riwayat Kesehatan

- Napas cuping hidung (+), retraksi subcostal, stridor (+), wheezing (+), fase ekspirasi
memanjang dan muka kebiru-biruan.

23
SGD LBM 1
90ss
- Whezzing adaah suara memanjang yang disebabkan oleh penyemitan saluran pernafasan
dengan aposisi dinding saluran pernapasan. Suara tersebut dihasilkan oleh vibrasi dinding
saluran pernapasan dan jaringan disekitarnya. Karena secara umum sauran pernapasan lebih
sempit saat ekspirasi, mengi terdengar lebih jelas saat ekspirasi
(at aGlance oleh Patrick Davey)
- Wheezing (Bunyi ngiik) adalah keluhan nafas menciut, sering menyertai sesak nafas,
merupakan manifestasi penyempitan saluran nafas seperti pada asma dan bronkitis, secara
klinis lebih jelas pada saat ekspirasi.
(Buku IPD, FKUI)
- Pada kedua kelopak mata terdapat angioedema dan urtikaria di seluruh tubuh.

24
SGD LBM 1
90ss
25
SGD LBM 1
90ss
Sumber :
 Guyton, A. C., Hall, J. E., 2014. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Jakarta : EGC.
 Baratawidjaya K G. Imunologi Dasar. 2006.Edisi ke 7. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
 Price, A. Sylvia, Lorraine Mc. Carty Wilson, 2006, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit, Edisi 6, (terjemahan), Peter Anugrah, EGC, Jakarta.
 Emergency medical treatment of anaphylactic reactions. Project Team of The Resuscitation
Council (UK). Resuscitation 1999;41(2):93-9.

26
SGD LBM 1
90ss
6. Apa etiologi dari kasus di scenario?

sengatan lebah, kacang kacangan, susu, ikan,pisang, antibiotic gol peniciln dan cephalospoin,
obat anstesi suksametonium, NSAID, media kontras untuk px radiologi, latex, cat rambut

Hal-hal yang bisa menyebabkan sesak napas antara lain :

1. Faktor psikis.

Keadaan emosi tertentu; menangis terisak-isak, tertawa terbahak-bahak, mengeluh dengan


menarik napas panjang dan merintih atau mengerang karena sesuatu penyakit. Semua ini dapat
mempengaruhi irama pernapasan. Perubahan emosi yang sering menimbulkan keluhan sesak
napas ialah rasa takut, kagum atau berteriak yang disertai rasa gembira. Sesak napas yang
disebabkan oleh foktor psikis seperti emosi, sering timbul pada waktu istirahat, sedangkan
sesak napas yang mempunyai latar belakang penyakit paru obstruktif  menahun sering
dijumpai pada waktu penderita melakukan aktifitas.

Sesak napas yang berhubungan dengan faktor emosi, terjadi melalui mekanisme
hiperventilasi. Dalam penelitian Dudley ditemukan bahwa pengaruh emosi seperti depresi,
kecemasan dapat menimbulkan sensasi sesak napas melalui mekanisme hiperventilasi. Kedua
mekanisme tersebut yang sama-sama dapat dipakai oleh faktor psikis dalam menampilkan

27
SGD LBM 1
90ss
sensasi sesak napas, mungkin dapat dipergunakan sebagai suatu bukti bahwa foktor emosi
khusus berperan atau tidak. Kesukaran bernapas yang timbul, semata-mata hanyalah
merupakan reaksi somatik yang bersifat individu terhadap pengaruh emosi tadi.

2. Peningkatan kerja pernapasan.

2.1 Peningkatan ventilasi (Latihan jasmani, hiperkapnia, hipoksia, asidosis metabolik).

2.2    Sifat fisik yang berubah ( Tahanan elastis paru meningkat, tahanan elastis dinding
toraks meningkat, peningkatan tahanan bronkial).

Jika kemampuan mengembang dinding toraks atau paru menurun sedang tahanan
saluran napas meningkat, maka tenaga yang diperlukan oleh otot pernapasan guna
memberikan perubahan volume serta tenaga yang diperlukan kerja pernapasan akan
bertambah. Hal ini berakibat kebutuhan oksigen juga bertambah atau meningkat. Jika paru
tidak mampu memenuhi kebutuhan oksigen, akhirnya akan menimbulkan sesak napas.
Mekanisme sesak napas seperti yang dijelaskan tersebut sebenarnya berasal dari dua teori yaitu
pertama, teori kerja pernapasan dari Marshall yang menekankan pada peningkatan energi jika
kerja pernapasan bertambah dan selanjutnya menyebabkan sesak napas dan kedua, teori oxygen
cost of breathing yang dikemukakan oleh Harrison pada tahun 1950. menurut Harrison,
gangguan mekanik dari alat pernapasan yang disebabkan oleh beberapa penyakit paru akan
meningkatkan kerja otot pernapasan yang melebihi pemasokan energi aliran darah dengan
akibat terjadi penumpukan bahan-bahan metabolik. Bahan metabolik merangsang reseptor
sensoris yang terdapat di dalam otot dan akan menimbulkan sensasi sesak napas.

3. Otot pernapasan yang abnormal.

            3.1 Penyakit otot ( Kelemahan otot, kelumpuhan otot, distrofi).

            3.2 Fungsi mekanis otot berkurang.

Kelainan otot pernapasan dapat berupa kelelahan, kelemahan dan kelumpuhan.monod Scherrer
melakukan penelitian pada otot diagfragma yang mengalami kelelahan. Simpulnya, bahwa
kelelahan yang terjadi dan berkembang pada otot tergantung dari jumlah energi yang tersimpan
di dalam otot serta kecepatan pemasokan energi, pemakaian otot yang tepat guna, serta
kecepatan kerja otot. Otot-otot yang lelah ini tidak mampu memenuhi kebutuhan ventilasi
dalam jangka panjang, akibatnya timbul sesak napas. Kelemahan dan kelumpuhan seperti yang

28
SGD LBM 1
90ss
terjadi pada penyakit miastenia gravis, tirotoksikosis, poliomelitis dan sindroma guillain barre
dapat menyebabkan sesak napas.

Dahulu mekanisme yang dapat menimbulkan sesak napas ini diduga melalui hipoksia dan
hiperkapnia yang terjadi sebagai akibat dinding toraks dan paru tidak dapat mengenbang
maupun mengepis dengan baik. Hal ini disebabkan otot-otot diagfragma dan otot-otot
interkostalis mengalami kelemahan atau kelumpuhan. Tetapi penelitian Patterson dan kawan-
kawan (1962) menunjukkan bahwa sensasi sesak napas telah timbul pada  lebih dari 20 mmHg,
malahan Noble (1970) pada penderita poliomelitis yang memakai ventilator, sensasi sesak napas
tidak terjadi walaupun  telah dinaikkan dari 36 hingga 64 mmHg.

Percobaan yang dilakukan oleh Douglas & Haldane yang kemudian diulang dengan cara yang
sama oleh Godfrey & Cambell membuktikan bahwa perasaan tidak menyenangkan sewaktu
bernapas akan bertambah sesuai dengan lama menahan napas serta perubahan  dan  yang
terjadi. Dengan kata lain, hipoksia dan hiperkapnia ikut berperan dalam hal timbulnya sensasi
sesak napas. Jadi, rangsang terhadap kemoreseptor sentral maupun perifer akan meningkatkan
aktivitas eferen neuron medula. Aktivitas ini akan diteruskan ke pusat yang lebih tinggi
sehingga menimbulkan sensasi sesak napas. Karena itu mereka menyimpulkan bahwa
perubahan oksigenasi,  dan konsentrasi ion H sendiri tidak langsung menyebabkan sensasi
sesak napas.

Semua penyebab sesak napas kembalinya adalah kepada lima hal antara lain :

1. Oksigenasi jaringan menurun.

2. Kebutuhan oksigen meningkat.

3. Kerja pernapasan meningkat.

4. Rangsangan pada sistem saraf pusat.

5. Penyakit neuromuskuler.

Oksigenasi Jaringan Menurun

Penyakit atau keadaan tertentu secara akut dapat menyebabkan kecepatan pengiriman oksigen
ke seluruh jaringan menurun. Penurunan oksigenasi jaringan ini akan meningkatkan sesak
napas. Karena transportasi oksigentergantung dari sirkulasi darah dan kadar hemoglobin, maka

29
SGD LBM 1
90ss
beberapa keadaan seperti perdarahan, animea (hemolisis), perubahan hemoglobin
(sulfhemoglobin, methemoglobin, karboksihemoglobin) dapat menyebabkan sesak napas.

Penyakit perenkim paru yang menimbulkan intrapulmonal shunt, gangguan ventilasi juga
mengakibatkan sesak napas. Jadi, sesak napas dapat disebabkan penyakit-penyakit asma
bronkial, bronkitis dan kelompok penyakit pembulu darah paru seperti emboli, veskulitis dan
hipertensi pulmonal primer.

Kebutuhan Oksigen Meningkat

Penyakit atau keadaan yang sekonyong-konyong meningkat kebutuhan oksigen akan memberi
sensasi sesak napas. Misalnya, infeksi akut akan membutuhkan oksigen lebih banyak karena
peningkatan metabolisme. Peningkatan suhu tubuh karena bahan pirogen atau rangsang pada
saraf sentral yang menyebabkan kebutuhan oksigen meningkat dan akhirnya menimbulkan
sesak napas. Begitupun dengan penyakit tirotoksikosis, basal metabolic rate meningkat sehingga
kebutuhan oksigen juga meningkat. Aktivitas jasmani juga membutuhkan oksigen yang lebih
banyak sehingga menimbulkan sesak napas.

Kerja Pernapasan Meningkat

Panyakit perenkim paru seperti pneumonia, sembab paru yang menyebabkan elastisitas paru
berkurang serta penyakit yang menyebabkan penyempitan saluran napas seperti asma bronkial,
bronkitis dan bronkiolitis dapat menyebabkan ventilasi paru menurun. Untuk mengimbangi
keadaan ini dan supaya kebutuhan oksigen juga tetap dapat dipenuhi, otot pernapasan dipaksa
bekerja lebih keras atau dengan perkataan lain kerja pernapasan ditingkatkan. Keadaan ini
menimbulkan metabolisme bertambah dan akhirnya metabolit-metabolit yang berada di dalam
aliran darah juga meningkat. Metabolit yang terdiri dari asam laktat dan asam piruvat ini akan
merangsang susunan saraf pusat. Kebutuhan oksigen yang meningkat pada obesitas juga
menyebabkan kerja pernapasan meningkat.

Rangsang Pada Sistem Saraf Pusat

Penyakit yang menyerang sistem saraf pusat dapat menimbulkan serangan sesak napas secara
tiba-tiba. Bagaimana terjadinya serangan ini, sampai sekarang belum jelas, seperti pada
meningitis, cerebrovascular accident dan lain-lain. Hiperventilasi idiopatik juga dijumpai,
walaupun mekanismenya belum jelas.

Penyakit Neuromuskuler

30
SGD LBM 1
90ss
Cukup banyak penyakit yang dapat menyebabkan gangguan pada sistem pernapasan terutama
jika penyakit tadi mengenai diagfragma, seperti miastenia gravis dan amiotropik leteral
sklerosis. Mekanisme yang menyebabkan terjadinya sesak napas karena penyakit
neuromuskuler ini sampai sekarang belum jelas.

(Sudoyo WA, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam. 2009).
(Price, Sylvia Anderson dan Lorraine MW. Patofisiologi Vol 1. ed 6. Jakarta : EGC. 2005)

Sumber:
 Emergency Treatment of Anaphylactic Reactions; Rescucitation council UK; Review
date 2016

7. Mengapa dokter memasang EKG dan pulse oximetry dan gambaran apa yang mungkin
didapatkan?

Pulse oxymetri utk mengukur kadar O2 dalam darah dan dilengkapi pengukuran detak jantung
atau HR. Alat in akan memancarakan cahay di jaringan seperi jari tangan dan jari kaki. Dapat
digunakan utk emonitor hipoksemiadan pedoman terapi pasien, dan hasilnya dapat diektahui
secara cepat.
Harus dilakukan terus krn jika < 85 dpt mengancam jiwa, dimana treatmentnya diberi Oksigen.
Antara 95-100 diberi kanul biasa
90 -< 95 sungkup muka sederhana
85 - < 90 pasien hipoksi sedang sampai berat, sungkup muka ada bagnya
< 85 ET atau intubasi

ECG merupakan pemeriksaan elektrik di jantung. Utk memeriksa laju/denyut jantung.


Kerja jantung hrs dipantau terus menerus krn jika keadaan tiba-tiba gawat dpt segera diberikan
inotropik dg cepat
Pada pasien syok anafilatik krn dia hipoksi dapat dilihat terkenanya di atrial atau di
ventrikelnya.

Sumber :

31
SGD LBM 1
90ss
Bongard F.S., Sue D.Y., Vintch J.R., 2008. Current Diagnosis and Treatment Critical Care Third
Edition. McGraw Hill

8. Mengapa pasien dibaringkan dan kedua tungkai dielevasi?

Posisi pasien berbaring di tempat tidur dengan bagian kepala lebih rendah daripada bagian
kaki.
Tujuan posisi Tendelenburg :
a.       Dilakukan untuk melancarkan peredaran darah ke otak pada pasien shock dan pada
pasien yang dipasang skintraksi pada kakinya.

Cara Pelaksanaan :
b.      Jelaskan pada klien mengenai prosedur yang akan dilakukan
c.       Pasien dalam keadaan berbaring terlentang. Letakkan bantal di antara kepala dan ujung
tempat tidur pasien, serta berikan bantal di bawah lipatan lutut.
d.      Pada bagian kaki tempat tidur, berikan balok penopang atau atur tempat tidur secara
khusus dengan meninggikan bagian kaki si pasien.
POSISI TRENDELENBURG
Friedrich Trendelenburg mempopulerkan posisi operasi dengan head down 45o sekitar
tahun 1870an dengan tujuan meningkatkan akses menuju pelvis disebabkan isi abdomen

32
SGD LBM 1
90ss
akan bergeser ke arah cephal mengikuti gravitasi. Istilah “ Trendelenburg ”sekarang ini
mencakup setiap derajat head down, tanpa memperhitungkan apakah pasien berbaring
supine, lateral atau prone. Semua posisi head down sekarang dikenal, meskipun , secara
potensial berbahaya pada penyakit jantung, paru, okular, dan penyakit susunan saraf pusat,
dan secara esensial tidak berguna untuk resusitasi volume vaskuler.

Fisiologi Posisi Trendelenburg


Walter Cannon menegaskan manfaat dari posisi Trendelenburg pada penanganan syok
pada awal tahun 1900-an. Kepercayaan itu menyatakan bahwa setiap posisi head-down
meningkatkan venous return dan memperbaiki aliran darah serebral.

Komplikasi Posisi Head-Down

 Regurgutasi atau muntah, dan aspirasi isi lambung, merupakan penyebab morbiditas
dan mortalitas yang penting pada anestesi. Secara umum dapat diterima bahwa
sfingter bawah esofagus merupakan mekanisme proteksi utama dalam pencegahan
regurgitasi. Kecenderungan untuk mengalami regurgitasi dilawan oleh barier
tekanan antara esofagus bagian bawah dan tekanan lambung. Efek head-down 15o
dan 30o pada pasien sehat yang berada di bawah pengaruh anestesi umum
menunjukkan peningkatan tekanan lambung dan esofagus bagian bawah sehingga
barier tekanan tidak mengalami perubahan yang berarti. Penggunaan posisi
Trendelenburg tidak menpredisposisi untuk terjadi regurgitasi gastroesofageal.
Meskipun demikian, pasien dengan riwayar refluks gastroesofageal memiliki resiko
tinggi untuk regurgitasi ketika diposisikan Trendelenburg. Penelitian pada hewan
menunjukkan bahwa babi dengan tekanan sfingter esofagus bawah yang rendah
sebelum induksi anestesi mengalami regurgitasi jika diposisikan head-down dengan
pneumopeitoneum 15 mmHg.
 Trauma pleksus brakhialis ( tingkat insidens 0,16% ) dilaporkan terjadi pada
penggunaan penyanggah bahu ketika lengan pasien diekstensikan 90o. Peregangan
atau kompresi bundle neurovaskuler retrolavikular dipercaya bertanggungjawab
terhadap terjadinya defist neurologis. Sanggahan oleh kaki selama posisi head-down
ditambah posisi litotomi dibuat seadekuat mungkin untuk mencegah penekanan
pada nervus peroneal komunis.

33
SGD LBM 1
90ss
 Jika posisi ini akan diakhiri, posisi ETT sebaiknya dikonfirmasi untuk menghindari
intubasi bronkhial yang disebabkan oleh pergeseran mediastinum kearah cephal dan
pergeseran carina. Resiko malposisi trakea pada pasien pediatrik biasanya lebih
tinggi karena jarak antara korda vokalis dan carina lebih pendek. Bahkan fleksi dan
ekstensi leher sederhana dapat menyebabkan pergeseran ETT yang berarti, yang
dapat menuju ke intubasi bronkhial atau ekstubasi yang tidak disengaja.
 Peningkatan tekanan vena serebral dan tekanan intraokular dan intrakranial dapat
dipresipitasi oleh posisi Trendelenburg.

Posisi syok adalah posisi orang yang terbaring di punggungnya dengan kaki terangkat sekitar 8-12
inci. Ini digunakan ketika seorang pasien menunjukkan tanda-tanda syok. posisi syok juga
digunakan untuk pasien yang mengalami keadaan darurat terkait panas..
Tujuan dari posisi syok adalah untuk mengangkat kaki di atas jantung dengan cara yang akan
sedikit membantu aliran darah ke jantung. (meninggikan tungkai memungkinkan darah
mengalir dari tungkai kembali ke jantung). membantu lebih banyak mengalirkan oksigen
melalui darah dan membantu menghilangkan hipoksia yang dapat menyebabkan shock.

Meletakkan penderita dalam posisi syok :


- Kepala setinggi atau sedikit lebih tinggi daripada dada
- Tubuh horizontal atau dada sedikit lebih rendah
- Kedua tungkai lurus diangkat 20 derajat ; literature lain ada yang menyebutkan 15-30 cm jika
tidak dicurigai cidera spinal)

Pasien dengan masalah Airway dan Breathing diposisikan duduk tegak (sit up) sehingga akan


membuat pernafasan lebih mudah. Berbaring lurus (lying flat) dengan atau tanpa menaikkan kaki
(leg elevation), digunakan untuk pasien dengan tekanan darah rendah (masalah sirkulasi) untuk
meningkatkan venous return dan memperbaiki aliran darah serebral. Jangan posisikan pasien
duduk atau berdiri jika mereka merasa seperti mau pingsan, dapat mengakibatkan henti jantung
(cardiac arrest). Pasien yang masih bernafas tetapi tidak sadar, diposisikan miring satu sisi (on their
side) untuk recovery. Pasien hamil diposisikan miring ke kiri untuk mencegah terjadinya kompresi
caval (vena cava).
Sumber :
 Wolrd Allergy Organization 2016 & Panduan Praktik Klinis bagi Dokter di FYK Primer

34
SGD LBM 1
90ss
 Irwin, Richard S.; Rippe, James M. (January 2003). Intensive Care Medicine dan first aid
Pertolongan Pertama Ed 5 (American College of Emergency Physicians)
 Kedaruratan medik, agus purwadianto dan budi sampurna

9. Bagaimana ABCDE dari reaksi anafilaktik ?

35
SGD LBM 1
90ss
36
SGD LBM 1
90ss
10. Bagaimana patofisiologi terjadinya reaksi anafilaktik?
Anafilaksis adalah reaksi sistemik yang disebabkan antigen khusus yang bereaks dengan molekul
IgE pada permukaan sel mast dan basofil  pengeluaran mediator  basofil dalam darah dan sel
mast dalam jaringan prekapiler melepaskan histamin  menyebabkan:
a. Kenaikan kapasitas vaskuler akibat dilatasi vena
b. Dilatasi arteriol yang mengakibatkan tekanan arteri menjadi menurun
c. Kenaikan luar biasa pada permeabilitas kapiler dengan hilangnya cairan dan protein ke
dalam ruang jaringan secara cepat. Sehingga menyebabkab penurunan drastis pada aliran
balik vena dan meimbulkan syok sehingga pasien dapat meninggal beberapa menit.

Mediator ini menimbulkan gejala takikardia, spasme bronkus, spasme laring,  permeabilitas
PD, vasodilatasi, dan nyeri kolik abdomen.
Jika senseitif terhadap antigen  kontak lagi dengan antigen  hipersensitivitas. Antigen
terikat pada antibodi dipermukaan sel mast  degranulasi, pengeluaran histamin, dan zat
vasoaktif lain  permeabilitas dan dilatasi kapiler menyeluruh. Terjadi hipovolemia relatif
karena vasodilatasi  syok, sedangkan  permeabilitas kapiler  edem. Pada syok anafilaksis
terjadi bronkospasme yang  ventilasi.
Mekanisme anafilaksis melalui beberapa fase:
 fase sensitasi
waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya oleh reseptor spesifik
pada permukaan sel mast dan basofil.
 fase aktivasi
waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang sama dan sel mast
mengeluarkan isinya.
 fase efektor
waktu terjadi respons komplek
Antigen yang masuk ke tubuh akan ditangkap oleh fagosit, diprosesnya lalu dipresentasikan
ke sel Th2. Sel Th2 melepas sitokin ( IL-4, IL-5 dan IL-13) yang merangsang sel B untuk
membentuk Ig E. Ig E akan diikat oleh sel yang mempunyai reseptor IgE seperti sel mast,
eosinofi dan basofil. Bila tubuh terpajan ulang dengan alergen yang sama, alergen yang masuk
tubuh akan diikat IgE pada permukaan sel mast yang menimbulkan degranulasi sel mast.
Degranulasi tersebut mengeluarkan berbagai mediator (dipengaruhi C3a dan C5a) antara lain
histamin (kontraksi otot polos, sekresi mukus meningkat), ECF-A (kemotaktik eosinofil), PGF1

37
SGD LBM 1
90ss
dan PGF2 (vasodilator poten), PAF (agregrasi trombosit, meningkatkan permeabilitas
vaskular, kontraksi otot polos, bronkokonstriksi), SRA-A (kontraksi otot polos, peningkatan
permeabilitas kapiler) dan menimbulkan gejala pada reaksi hipersensitivitas tipe I.
Contohnya pada asma bronkial, rinitis, dll.

Yang dimaksud dengan syok anafilaksis adalah syok yang terjadi secara akut yang disebabkan
oleh reaksi alergi. Syok ini terjadi dalam masa 60 menit setelah pemberian antigen dan
menyebabkan kegagalan sirkulasi dan respirasi.
Syok ini dibagi menjadi 2 tipe :
a. Tipe I atau anafilaksis yang disebabkan oleh reaksi hipersensitif. Secara serologis terdapatnya
antigen, antibody IgE dan terdapatnya mediator yang dibebaskan oleh sel mast ataupun
basofil. Mediator berupa granula yang terdapat dalam sel mast atau dibentuk sesudah
masuknya antigen. Yang bertindak sebagai mediator adalah histamin, PGD2, leukotrien, yang
meliputi C4, D4 dan E4, platelet-activating factor, tiptase, simase, heparin, vasodilator sitokin,
TNF da kondrotin sulfat. Factor mediator ini menyebabkan permeabilitas kapiler bertambah,
dilatasi pembuluh sistemik, vasokonstriksi pulmoner, bronkokonstriksi, aritmi dan negatif
inotropik.
b. Tipe II atau reaksi anafilaktoid, sama dengan rekasi anfilaksis akan tetapi tida terdapat antibogi
IgE, Syok anafilaktik seperti ini disebabkan oleh kontras media, NSAID, atau aspirin.
Gambar 2.1. Patofisiologi Reaksi Anfilaksis

38
SGD LBM 1
90ss
 
Gambar 2.2. Patofisiologi Syok Anafilaksis

Skema perubahan patofisiologi pada syok anafilaktik

39
SGD LBM 1
90ss
 Manifestasi klinis anafilaksis sangat bervariasi. Secara klinik terdapat 3 tipe dari reaksi
anafilaktik, yaitu
 reaksi cepat yang terjadi beberapa menit sampai 1 jam setelah terpapar dengan alergen;
 reaksi moderat terjadi antara 1 sampai 24 jam setelah terpapar dengan alergen; serta
 reaksi lambat terjadi lebih dari 24 jam setelah terpapar dengan alergen.
 Gejala dapat dimulai dengan gejala prodormal baru menjadi berat, tetapi kadang-kadang
langsung berat.
 Berdasarkan derajat keluhan, anafilaksis juga dibagi dalam derajat ringan, sedang, dan
berat.
 Derajat ringan sering dengan keluhan kesemutan perifer, sensasi hangat, rasa sesak
dimulut, dan tenggorok. Dapat juga terjadi kongesti hidung, pembengkakan periorbital,
pruritus, bersin-bersin, dan mata berair. Awitan gejala-gejala dimulai dalam 2 jam pertama
setelah pemajanan.
 Derajat sedang dapat mencakup semua gejala-gejala ringan ditambah bronkospasme dan
edema jalan nafas atau laring dengan dispnea, batuk dan mengi. Wajah kemerahan, hangat,
ansietas, dan gatal-gatal juga sering terjadi. Awitan gejala-gejala sama dengan reaksi ringan.
 Derajat berat mempunyai awitan yang sangat mendadak dengan tanda-tanda dan gejala-
gejala yang sama seperti yang telah disebutkan diatas disertai kemajuan yang pesat kearah
bronkospame, edema laring, dispnea berat, dan sianosis. Bisa diiringi gejala disfagia, keram
pada abdomen, muntah, diare, dan kejang-kejang. Henti jantung dan koma jarang terjadi.
Kematian dapat disebabkan oleh gagal napas, aritmia ventrikel atau renjatan yang irreversible.
 Gejala dapat terjadi segera setelah terpapar dengan antigen dan dapat terjadi pada satu atau
lebih organ target, antara lain kardiovaskuler, respirasi, gastrointestinal, kulit, mata, susunan
saaraf pusat dan sistem saluran kencing, dan sistem yang lain.
 Keluhan yang sering dijumpai pada fase permulaan ialah rasa takut, perih dalam mulut,
gatal pada mata dan kulit, panas dan kesemutan pada tungkai, sesak, serak, mual, pusing,
lemas dan sakit perut.
 Pada mata terdapat hiperemi konjungtiva, edema, sekret mata yang berlebihan.
 Pada rhinitis alergi dapat dijumpaiallergic shiners,  yaitu daerah di bawah palpebra inferior
yang menjadi gelap dan bengkak. Pemeriksaan hidung bagian luar di bidang alergi ada
beberapa tanda, misalnya: allergic salute, yaitu pasien dengan menggunakan telapak tangan
menggosok ujung hidungnya ke arah atas untuk menghilangkan rasa gatal dan melonggarkan
sumbatan; allergic crease, garis melintang akibat lipatan kulit ujung hidung; kemudian allergic

40
SGD LBM 1
90ss
facies, terdiri dari pernapasan mulut, allergic shiners, dan kelainan gigi geligi. Bagian dalam
hidung diperiksa untuk menilai warna mukosa, jumlah, dan bentuk sekret, edema, polip
hidung, dan deviasi septum.
 Pada kulit terdapat eritema, edema, gatal, urtikaria, kulit terasa hangat atau dingin,
lembab/basah, dan diaphoresis.
 Pada sistem respirasi terjadi hiperventilasi, aliran darah paru menurun, penurunan saturasi
oksigen, peningkatan tekanan pulmonal, gagal nafas, dan penurunan volume tidal. Saluran
nafas atas bisa mengalami gangguan jika lidah atau orofaring terlibat sehingga terjadi stridor.
Suara bisa serak bahkan tidak ada suara sama sekali jika edema terus memburuk. Obstruksi
saluran napas yang komplit adalah penyebab kematian paling sering pada anafilaksis. Bunyi
napas mengi terjadi apabila saluran napas bawah terganggu karena bronkospasme atau
edema mukosa. Selain itu juga terjadi batuk-batuk, hidung tersumbat, serta bersin-bersin.
 Keadaan bingung dan gelisah diikuti pula oleh penurunan kesadaran sampai terjadi koma
merupakan gangguan pada susunan saraf pusat.
 Pada sistem kardiovaskular terjadi hipotensi, takikardia, pucat, keringat dingin, tanda-
tanda iskemia otot jantung (angina), kebocoran endotel yang menyebabkan terjadinya edema,
disertai pula dengan aritmia.
 pada ginjal, terjadi hipoperfusi ginjal yang mengakibatkan penurunan pengeluaran urine
(oligouri atau anuri) akibat penurunan GFR, yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya
gagal ginjal akut. Selain itu terjadi peningkatan BUN dan kreatinin disertai dengan perubahan
kandungan elektrolit pada urine.
 Hipoperfusi pada sistem hepatobilier mengakibatkan terjadinya nekrosis sel sentral,
peningkatan kadar enzim hati, dan koagulopati. Gejala yang timbul pada sistem
gastrointestinal merupakan akibat dari edema intestinal akut dan spasme otot polos, berupa
nyeri abdomen, mual-muntah atau diare. Kadang kadang dijumpai perdarahan rektal yang
terjadi akibat iskemia atau infark usus.
 Depresi sumsum tulang yang menyebabkan terjadinya koagulopati, gangguan fungsi
trombosit, dan DIC dapat terjadi pada sistem hematologi.
 gangguan pada sistem neuroendokrin dan metabolik, terjadi supresi kelenjar adrenal,
resistensi insulin, disfungsi tiroid, dan perubahan status mental. Pada keadaan syok terjadi
perubahan metabolisme dari aerob menjadi anaerob sehingga terjadi peningkatan asam laktat
dan piruvat. Secara histologis terjadi keretakan antar sel, sel membengkak, disfungsi
mitokondria, serta kebocoran sel.

41
SGD LBM 1
90ss
Sumber :
 Abbas, A.K., Aster, J.C., dan Kumar, V. 2015. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi 9.
Singapura: Elsevier Saunders.
 Kumar, V., Cotran, R.S., dan Robbins S.L. 2007. Buku Ajar Patologi. Edisi 7; ali Bahasa,
Brahm U, Pendt ;editor Bahasa Indonesia, Huriawati Hartanto, Nurwany Darmaniah, Nanda
Wulandari.-ed.7-Jakarta: EGC.
 Abbas, A.K., Lichtman, A.H., Pillai, S., 2016, Imunologi Dasar Abbas. Edisi Kelima,
ELSEVIER.
 Rehatta MN.(2000). Syok anafilaktik patofisiologi dan penanganan. In : Update on
Shock.Pertemuan Ilmiah Terpadu.Fakultas Kedoketran Universitas Airlangga Surabaya

11. Bagaimana intepretasi dari pemeriksaan fisik yg didapatkan?


Somnolen penurunan kesadar, mengantuk dan cenderung tertidur, mampu memberikan jawaban scr
verbal
Vital sign
Rr 40 kali/ menit takipneu
Tekanan darah hipotensi
Nadi 130 kali/ menit isi dan tegangan kurang takikardi
Akral dingin dan Sp O2 80%  hipoksia sedang

Bs tjd isi n tegangan krn darah berkurang n vasodilatasi


Somnolen krn hipoperfusi pd otak

Saturasi oksigen yg kurang sianosis muka kebiru biruan

12. Apa definisi dari syok dan macam macamnya?


Syok adalah kondisi di mana tekanan darah turun secara drastis, sehingga terjadi gangguan aliran
darah dalam tubuh. Aliran darah yang terganggu membuat pasokan nutrisi dan oksigen yang
berperan pada sel dan organ tubuh agar berfungsi secara normal, menjadi terhambat

42
SGD LBM 1
90ss
Tahapan Syok Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi, dekompensasi,

dan ireversibel.

a. Tahap kompensasi

adalah tahap awal syok saat tubuh masih mampu menjagafungsi normalnya. Tanda atau gejala yang

ditemukan pada tahap awal seperti kulit pucat, peningkatan denyut nadi ringan, tekanan darah

normal, gelisah,dan pengisian pembuluh darah yang lama. Gejala-gejala pada tahap ini sulit

untuk dikenali karena biasanya individu yang mengalami syok terlihat normal.

b. Tahap dekompensasi

dimana tubuh tidak mampu lagi mempertahankan fungsi-fungsinya. Yang terjadi adalah tubuh akan

berupaya menjaga organ-organ vitalyaitu dengan mengurangi aliran darah ke lengan, tungkai, dan

perut danmengutamakan aliran ke otak, jantung, dan paru.

Tanda dan gejala yang dapatditemukan diantaranya adalah rasa haus yang hebat, peningkatan denyut

nadi, penurunan tekanan darah, kulit dingin, pucat, serta kesadaran yang mulai terganggu.

c. Tahap ireversibel

43
SGD LBM 1
90ss
dimana kerusakan organ yang terjadi telah menetap dan tidak dapat diperbaiki. Tahap ini terjadi jika

tidak dilakukan pertolongan sesegeramungkin, maka aliran darah akan mengalir sangat lambat

sehingga menyebabkan penurunan tekanan darah dan denyut jantung. Mekanisme pertahanan tubuh

akanmengutamakan aliran darah ke otak dan jantung sehingga aliran ke organ-organseperti hati dan

ginjal menurun. Hal ini yang menjadi penyebab rusaknya hatimaupun ginjal. Walaupun dengan

pengobatan yang baik sekalipun, kerusakanorgan yang terjadi telah menetap dan tidak dapat

diperbaiki

STADIUM SYOK 

Syok memiliki beberapa stadium sebelum kondisi menjadi dekompensasi atau irreversible.

a. Stadium 1 : ANTICIPATION STAGE

Gangguan sudah ada tetapi bersifat lokal. Parameter-paramater masih dalam batasnormal. Biasanya

masih cukup waktu untuk mendiagnosis dan mengatasi kondisi dasar.

b. Stadium 2: PRE-SHOCK SLIDE

44
SGD LBM 1
90ss
Gangguan sudah bersifat sistemik. Parameter mulai bergerak dan mendekati batas atas atau batas

bawah kisarannormal.

c. Sadium 3 : COMPENSATED SHOCK 

Compensated shock bisa berangkat dengan tekanan darah yang normal rendah, suatu kondisi yang

disebut "normotensive, cryptic shock". Banyak klinisi gagal mengenali bagian dini dari stadium

syok ini. Compensated shock memiliki arti khusus pada pasien DBD dan perlu dikenali dari tanda-tanda

berikut: Capillaryrefill time > 2 detik; penyempitan tekanan nadi, takikardia, takipnea, akral dingin.

45
SGD LBM 1
90ss
d. Stadium 4 DECOMPENSATED SHOCK, REVERSIBLE

Di sini sudah terjadi hipotensi. Normotensi hanya bisa dipulihkan dengan cairanintravena

dan/atau vasopresor 

e. Stadium 5 DECOMPENSATED IRREVERSIBLE SHOCK 


Kerusakan mikrovaskular dan organ sekarang menjadi menetap dan tak bisa diatasi.

46
SGD LBM 1
90ss
Jenis syok menurut penyebabnya
1. Syok obstruktif
Jenis syok ini muncul ketika darah tidak bisa beredar ke bagian-bagian tubuh tertentu. Syok obstruktif
bisa disebabkan oleh sesuatu yang menghalangi aliran darah, seperti emboli paru.Di samping itu,
penumpukan udara atau cairan dalam rongga dada juga bisa menyebabkan syok obstruktif. Mulai
dari pneumothorax, hemothorax, serta tamponade jantung.
2. Syok kardiogenik
Jika mengalami kerusakan jantung, aliran darah dalam tubuh Anda akan berkurang sehingga Anda
berpotensi mengalami syok kardiogenik. Penyebab umum dari jenis syok ini meliputi detak jantung
yang tidak beraturan, kerusakan pada otot jantung, dan detak jantung yang sangat pelan.
3. Syok distributif
Jenis syok ini terjadi ketika pembuluh darah Anda kehilangan kemampuannya untuk mengalirkan
darah dengan benar. Sebagai akibatnya,aliran darah dan oksigen ke organ-organ vital mejadi
terganggu. Syok distributif dapatdibagi lagi menjadi 3 tipe di bawah ini:

 Syok anafilaksis, yaitu komplikasi dari reaksi alergi yang sangat parah (anafilaksis). Pemicu
reaksi ini biasanya datang dari makanan, sengatan serangga, maupun obat-obatan tertentu.

47
SGD LBM 1
90ss
 Syok septik yang disebabkan oleh sepsis. Sepsis adalah komplikasi dari infeksi bakteri yang
sangat parah, yang menyebabkan adanya bakteri yang masuk ke dalam aliran darah danmemicu
kerusakan serius pada organ-organ dalam.
 Syok neurogenik yang terjadi akibat kerusakan pada sistem saraf pusat. Penyebab kerusakan
ini umumnya adalah cedera pada saraf tulang belakang.

4. Syok hipovolemik
Jenis syok ini terjadi ketika organ-organ vital kekurangan asupan darah maupun oksigen. Akibatnya,
organ-organ tersebut takkan bisa berfungsi dengan normal.Syok hipovolemik bisa dipicu oleh
perdarahan hebat saat seseorang mengalami cedera. Namun dehidrasi yang parah juga bisa
menyebabkan syok jenis ini.

Sumber :
 Bonanno, FG. (2011). Physiopathology of shock. Journal of Emergencies, Trauma and Shock,
4(2), pp. 222–232.

13. Pemeriksaan penunjang apa saja yang harus dilakukan ?

48
SGD LBM 1
90ss
14. DX dan DD dari kasus di scenario?
Diagnosis

49
SGD LBM 1
90ss
Diagnosis Banding
Beberapa keadaan dapat menyerupai reaksi anafilaktik, seperti :

50
SGD LBM 1
90ss
1.      Reaksi vasovagal
Reaksi vasovagal sering dijumpai setelah pasien mandapat suntikan. Pasien tampak pingsan,
pucat dan berkeringat. Tetapi dibandingkan dengan reaksi anafilaktik, pada reaksi
vasovagal nadinya lambat dan tidak terjadi sianosis. Meskipun tekanan darahnya turun tetapi
masih mudah diukur dan biasanya tidak terlalu rendah seperti anafilaktik.
2.    Infark miokard akut
Pada infark miokard akut gejala yang menonjol adalah nyeri dada, dengan atau tanpa
penjalaran. Gejala tersebut sering diikuti rasa sesak tetapi tidak tampak tanda-tanda obstruksi
saluran napas. Sedangkan pada anafilaktik tidak ada nyeri dada.
3.    Reaksi hipoglikemik
Reaksi hipoglikemik disebabkan oleh pemakaian obat antidiabetes atau sebab lain. Pasien
tampak lemah, pucat, berkeringat, sampai tidak sadar. Tekanan darah kadang-kadang
menurun tetapi tidak dijumpai tanda-tanda obstruksi saluran napas. Sedangkan pada reaksi
anafilaktik ditemui obstruksi saluran napas.
4.    Reaksi histeris
Pada reaksi histeris tidak dijumpai adanya tanda-tanda gagal napas, hipotensi, atau sianosis.
Pasien kadang-kadang pingsan meskipun hanya sementara. Sedangkan tanda-tanda diatas
dijumpai pada reaksi anafilaksis.
5.    Carsinoid syndrome
Pada syndrom ini dijumpai gejala-gejala seperti muka kemerahan, nyeri kepala, diare,
serangan sesak napas seperti asma.
6.    Chinese restaurant syndrome
Dapat dijumpai beberapa keadaan seperti mual, pusing, dan muntah pada beberapa menit
setelah mengkonsumsi MSG lebih dari 1gr, bila penggunaan lebih dari 5gr bisa menyebabkan
asma.Namun tekanan darah, kecepatan denyut nadi, dan pernapasan tidak berbeda nyata
dengan mereka yang diberi makanan tanpa MSG.
7.    Asma bronchial
Gejala-gejalanya dapat berupa sesak napas, batuk berdahak, dan suara napas yang berbunyi
ngik-ngik. Dan biasanya timbul karena faktor pencetus seperti debu, aktivitas fisik, dan
makanan, dan lebih sering terjadi pada pagi hari.
8.    Rhinitis alergika

51
SGD LBM 1
90ss
Penyakit ini menyebabkan gejala seperti pilek, bersin, buntu hidung, gatal hidung yang
hilang-timbul, mata berair yang disebabkan karena faktor pencetus, mis. debu, terutama di
udara dingin.dan hampir semua kasus asma diawali dengan RA.

Sumber :
 Circulation : Journal of The American Heart Association Part 10.6 : Anaphylaxis;112;IV143-
IV-145; originally published online Nov 28, 2005;Colquhoun MC, Handley AJ, Evans TR. ABC
of Resuscitation 5th edition. BMJ Publishing Group 2004. 2.
 Emergency medical treatment of anaphylactic reactions. Project Team of The Resuscitation
Council (UK). Resuscitation 1999;41(2):93-9. 3.
 World Allergy Organization: Guidelines for Assessment and Management of Anaphylaxis.
Estelle F, Gamal YM, etc. WAO Journal 2011; 4:13-37.

52
SGD LBM 1
90ss
15. Bagaimana tatalaksana yang dilakukan pada pasien di scenario?

1. Perhatikan ABCDE
2. Tangani seperti pada primary survey
Pasien dibaringkan tungkai dielevasikan
3. Obat beri adrenalin (obat yang segera diberikan) secara IM atau IV. Lebih sering melalui IM.
i.m : Encerkan dulu 0,3-0,5mg/5-20menit
i.v : 0,1mg/5menit dilanjut infus 1-4mcg/menit  monitoring
4. resusitasi
5. anti histamin : dipenhidramin 25-50mg
6. corticosteroid

Penanganan syok
anafilaktik 
I. Terapi
medikamentosa (
7 ,8,9)
Prognosis suatu
syok anafilaktik
amat tergantung
dari kecepatan
diagnose dan
pengelolaannya.
1.Adrenalin
merupakan drug
of choice dari
syok anafilaktik.
Hal ini
disebabkan 3
faktor yaitu :
 Adrenalin
merupakan
bronkodilator

53
SGD LBM 1
90ss
yang kuat, sehingga penderita dengan cepat terhindar dari hipoksia yang merupakan
pembunuh utama.
 Adrenalin merupakan vasokonstriktor pembuluh darah dan inotropik yang kuat sehingga
tekanan darah dengan cepat naik kembali.
 Adrenalin merupakan histamin bloker, melalui peningkatan produksi cyclic AMP sehingga
produksi dan pelepasan chemical mediator dapat berkurang atau berhenti.

Dosis dan cara pemberiannya.


0,3 – 0,5 ml adrenalin dari larutan 1 : 1000 diberikan secara intramuskuler yang dapat
diulangi 5 – 10 menit. Dosis ulangan umumnya diperlukan, mengingat lama kerja adrenalin
cukup singkat. Jika respon pemberian secara intramuskuler kurang efektif, dapat diberi secara
intravenous setelah 0,1 – 0,2 ml adrenalin dilarutkan dalam spuit 10 ml dengan NaCl
fisiologis, diberikan perlahan-lahan. Pemberian subkutan, sebaiknya dihindari pada syok
anafilaktik karena efeknya lambat bahkan mungkin tidak ada akibat vasokonstriksi pada kulit,
sehingga absorbsi obat tidak terjadi.
2.Aminofilin
Dapat diberikan dengan sangat hati-hati apabila bronkospasme belum hilang dengan
pemberian adrenalin. 250 mg aminofilin diberikan perlahan-lahan selama 10 menit intravena.
Dapat dilanjutkan 250 mg lagi melalui drips infus bila dianggap perlu.

3. Antihistamin dan kortikosteroid.


Merupakan pilihan kedua setelah adrenalin. Kedua obat tersebut kurang manfaatnya pada
tingkat syok anafilaktik, sebab keduanya hanya mampu menetralkan chemical mediators
yang lepas dan tidak menghentikan produksinya. Dapat diberikan setelah gejala klinik mulai
membaik guna mencegah komplikasi selanjutnya berupa serum sickness atau prolonged
effect. Antihistamin yang biasa digunakan adalah difenhidramin HCl 5 – 20 mg IV dan untuk
golongan kortikosteroid dapat digunakan deksametason 5 – 10 mg IV atau hidrocortison 100 –
250 mg IV.

II. Terapi supportif


Terapi atau tindakan supportif sama pentingnya dengan terapi medikamentosa dan sebaiknya
dilakukan secara bersamaan. (10,11,12)
1. Pemberian Oksigen
Jika laring atau bronkospasme menyebabkan hipoksi, pemberian O2 3 – 5 ltr / menit harus
dilakukan. Pada keadaan yang amat ekstrim tindakan trakeostomi atau krikotiroidektomi
perlu dipertimbangkan.
2. Posisi Trendelenburg

54
SGD LBM 1
90ss
Posisi trendeleburg atau berbaring dengan kedua tungkai diangkat (diganjal dengan kursi )
akan membantu menaikan venous return sehingga tekanan darah ikut meningkat.
3.Pemasangan infus.
Jika semua usaha-usaha diatas telah dilakukan tapi tekanan darah masih tetap rendah maka
pemasangan infus sebaiknya dilakukan. Cairan plasma expander (Dextran) merupakan
pilihan utama guna dapat mengisi volume intravaskuler secepatnya. Jika cairan tersebut tak
tersedia, Ringer Laktat atau NaCl fisiologis dapat dipakai sebagai cairan pengganti.
Pemberian cairan infus sebaiknya dipertahankan sampai tekanan darah kembali optimal dan
stabil.
4. Resusitasi Kardio Pulmoner (RKP)
Seandainya terjadi henti jantung (cardiac arrest) maka prosedur resusitasi kardiopulmoner
segera harus dilakukan sesuai dengan falsafah ABC dan seterusnya. Mengingat kemungkinan
terjadinya henti jantung pada suatu syok anafilaktik selalu ada, maka sewajarnya di tiap ruang
praktek seorang dokter tersedia selain obat-obat emergency, perangkat infus dan cairannya
juga perangkat resusitasi (Resucitation kit ) untuk memudahkan tindakan secepatnya.

55
SGD LBM 1
90ss
MIND MAP

ALERGI

SYOK
ANAFILAKTIK

PEMERIKSAAN
ABCDE

SUPORTIF
FARMAKOLO
GI
EVALUASI
KEDUA ADRENALIN
TUNGKAI LOADING
INFUS
OKSIGENASI

EVALUASI

BERAT RINGAN

KORTIKOSTE
ROID
ANTI
HISTAMN
INOTROPIN
VASOPRESOR

56
SGD LBM 1
90ss

Anda mungkin juga menyukai