“MODEL PERUBAHAN”
DISUSUN
KELOMPOK 2
WAHYUDI (2002110209)
JURUSAN MANAJEMEN
UNIVERSITAS RIAU
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita hantarkan kepada ALLAH SWT. Atas limpahan rahmat dan
karunianya kami dapat menyelesaikan makalah ini tentang “Model Perubahan”.
Sholawat dan salam kita curahkan kepada nabi Muhammad saw dengan mengucapkan
allah humma sholliala muhammmad waala ali Muhammad mudah-mudahan kita
mendapat syapatnya amin yarabbal alamin.
Kami sangat bersyukur dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas mata
kuliah Manajemen Perubahan yang diampuh oleh ibu prof. DR Susi Hendriani,
SE.,M.SI. dengan judul “Model Perubahan”. Disamping itu, kami juga menyadari
bahwa makalah ini belum sempurna, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat dan
menambah pengetahuan serta wawasan bagi pembaca.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua terutama pembaca. Kami mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun agar kedepannya kami dapat meperbaiki kesalahan dalam
penulisan makalah untuk kedepannya. Kami sadar, makalah ini belum sepenuhnya
sempurna dan terdapat masih banyak kekurangannya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar......................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan
Bab 2 Pembahasan
Bab 3
A. Kesimpulan.................................................................................................... 28
B. Saran............................................................................................................... 28
Daftar Pustaka............................................................................................................ 29
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 TUJUAN
1) Untuk mengetahui model perubahan
2) Untuk mengetahui jenis-jenis perubahan
1
BAB 2
PEMBAHASAN
A. Model Perubahan
2
a. Unfreezing
Unfreezing atau pencairan merupakan tahapan yang memfokus
pada penciptaan motivasi untuk berubah. Individu didorong untuk
mengganti perilaku dan sikap lama dengan yang mempertahankan diri
dari status quo, dan bersedia membuka dimaksudkan agar seseorang
tidak terbelenggu oleh keinginan diperlukan adanya kesiapan atau
readiness individu. Pencairan ini status quo. Untuk dapat menerima
adanya suatu perubahan, Proses pencairan tersebut merupakan adu
kekuatan antara untuk mengatasi resistensi individual dan kesesuaian
kelompok. Faktor pendorong dan faktor penghalang bagi perubahan dari
diinginkan manajemen. Unfreezing merupakan usaha perubahan diri.
b. Changing atau Movement atau Cognitive Restructuring
Changing atau Movement merupakan tahap pembelajaran di
mana pekerja diberi informasi baru, model perilaku baru, arau cara baru
dalam melihat sesuatu. Maksudnya adalah membantu pekerja belajar
konsep atau titik pandang baru. Para pakar merekomendasikan bahwa
yang terbaik adalah untuk menyampaikan gagasan kepada para pekerja
bahwa perubahan adalah suatu proses pembelajaran berkelanjutan dan
bukannya kejadian sesaat. Dengan demikian, perlu dibangun kesadaran
bahwa pada dasarnya kehidupan adalah suatu proses perubahan terus-
menerus.
c. Refreezing
Refreezing atau pembekuan kembali merupakan tahapan di mana
perubahan yang terjadi distabilisasi dengan membantu pekerja
mengintegrasikan perilaku dan sikap yang telah ber- ubah ke dalam cara
yang normal untuk melakukan sesuatu. Hal ini dilakukan dengan
memberi pekerja kesempatan untuk menunjukkan perilaku dan sikap
baru. Sikap dan perilaku yang sudah mapan kembali tersebut perlu
dibekukan, sehingga menjadi norma-norma baru yang diakui
kebenarannya.
3
Dengan telah terbentuknya perilaku dan sikap baru, perlu diperhatikan apakah
masih sesuai dengan perkembangan lingkungan yang terus berlangsung. Apabila
ternyata diperlu- kan perubahan kembali, maka proses unfreezing akan dimulai kembali.
Sebagai ilustrasi Model Lewin dapat disajikan secara skematis pada gambar di
bawah ini.
Perubahan menurut Pasmore (1994: 245) berlangsung dalam delapan tahapan secara
berurutan, yaitu sebagai berikut.
a. Preparation (Persiapan)
Kegiatan persiapan ditujukan untuk memastikan mengapa usaha
perubahan diperlukan. Langkah pertama dalam memahami perlunya
perubahan merupakan studi benchmarking dengan mengumpulkan
sejumlah orang dan pengetahuan membuat pengukuran dimana
sebenarnya organisasi berdiri.
Persiapan juga berarti membantu orang agar siap berpartisipasi
dalam proses perubahan. Orang harus memahami mengapa mereka perlu
4
berubah, bagaimana melakukannya, dan apa yang dapat mereka peroleh
dengan mengikuti perubahan. Mempersiapkan orang dapat dilakukan
dalam berbagai bentuk. Akan tetapi, persiapan memerlukan lebih banyak
daripada sekadar kerja otak.
Persiapan juga berarti mempersiapkan stakeholders, seperti juga
halnya tingkat manajemen yang lebih tinggi, atau direksi, pelanggan, dan
rekanan. Persiapan memerlukan banyak waktu, kalau perlu lebih banyak
waktu disediakan untuk melakukan persiapan. Jangan lanjutkan tanpa
pengetahuan tentang mengapa harus berubah, kesiapan orang untuk
berubah, atau tersedianya dukungan yang diperlukan untuk menjalankan
usaha berkualitas.
b. Analyzing Strengths and Weaknesses (Analisis Kekuatan dan
Kelemahan)
Aktivitas yang dilakukan meliputi analisis eksternal, analisis
internal, menentukan tujuan untuk perbaikan, dan menentukan
pengukuran spesifik untuk menaksir perubahan.
Proses perubahan harus membandingkan organisasi dengan
beberapa standar eksternal sehingga diperoleh gambaran tentang
kekuatan dan kelemahan saat ini. Dari sini ditentukan agenda untuk
perbaikan. Analisis internal juga sangat membantu, terutama yang
memungkinkan input dari pekerja yang bersangkutan dengan sistem
teknis dan organisasional.
c. Designing New Organizational Sub-units (Mendesain Sub-Unit
Organisasional Baru)
Aktivitas pada tahap ini meliputi meningkatkan kapabilitas
individual, meningkatkan kapabilitas subunit, dan meningkatkan
integrasi secara sistemik. Gagasan proses perubahan di tingkat ini adalah
menciptakan unit organisasi yang dirancang untuk fleksibilitas dan dapat
memenuhi kepentingan pasar kompetitif atau harapan stakeholder
eksternal. Kemudian, unit yang diciptakan akan mengerjakan rincian
detail tentang bagaimana mereka akan berfungsi, berapa orang akan
diperlukan, dan seterusnya.
d. Designing Projects (Mendesain Proyek)
5
Sekali desain proyek secara menyeluruh dipakai, individu yang
terlibat dalam berbagai proyek dapat membawa bersama-sama sumber
daya yang mereka perlukan dari dalam dan luar organisasi untuk
merencanakan detail pekerjaan. Berpikir tentang proyek pada tahap ini
penting untuk menghindari kecenderungan pemimpin mencari keamanan
bagi dirinya dengan menggambar kotak-kotak dalam skema organisasi
dan kemudian mengunci diri di dalamnya.
Tugas mendesain proyek memerlukan partisipasi anggota tim
proyek, kelompok pendukungnya, pelanggan kunci, dan stakeholder
eksternal. Ukuran proyek dapat bervariasi. Ukuran proyek tidak
memengaruhi kebutuhan tim inti proyek mengambil fokus proyek.
e. Designing Work Systems (Mendesain Sistem Kerja)
Desain sistem kerja dimulai dengan menyempurnakan tugas atau
proses inti yang harus diwujudkan. Hal ini terdiri dari identifikasi
teknologi yang tepat untuk dimanfaatkan, kegiatan yang harus
diwujudkan untuk menjalankan teknologi, dan peranan yang akan
dijalankan orang dalam menyelesaikan aktivitas tersebut. Di luar
teknologi operasi, desain sistem kerja juga termasuk proses untuk
mengukur dan memonitor kinerja, memelihara umpan balik dari
pelanggan dan stakeholder lain, mengintegrasikan bagian lain dari sistem
kerja dan pembelajaran organisasional.
f. Designing Support Systems (Mendesain Sistem Pendukung)
Sekali sistem kerja inti dirancang dalam unit proyek, keputusan
dapat dibuat tentang pembentukan jasa pendukung yang tersentralisasi
yang menawarkan keuntungan skala ekonomi atau menyederhanakan
kontak antara organisasi dan kelompok eksternal penting bagi organisasi.
Tim integratif dapat terdiri dari anggota baik proyek maupun
fungsi staf sentral dapat membuat rencana, menetapkan tujuan, dan
mengusahakan bimbingan pada fungsi sentral. Jika sumber daya tersedia,
rotasi dari organisasi proyek melalui fungsi staf sentral, dan sebaliknya,
membantu mengusahakan pembelajaran penting bagi orang yang
bergerak dari kedua arah. Jika sumber daya tidak memungkinkan rotasi,
usaha harus dilakukan untuk menjaga hubungan antara organisasi sentral
dan proyek.
6
g. Designing Integrative Mechanisms (Mendesain Mekanisme Integratif)
Mendesain mekanisme integratif yang benar-benar
mengintegrasikan daripada sekadar mengontrol merupakan tantangan
terbesar dan perlu di dalam desain organisasional. Membantu orang
memahami apa yang terjadi dan bagaimana mereka menyesuaikan diri
adalah kepentingan tertinggi dalam memanfaatkan sumber daya secara
penuh dan efektif. Membuat mekanisme integrasi menjadi efektif
dilakukan dengan cara sebagai berikut.
1) Perlunya dikumpulkan dan menyebarkan informasi. Mekanisme
integrasi tidak dapat berfungsi tanpa mengetahui apa yang perlu
diintegrasikan, dan mereka tidak berguna jika tidak
mengusahakan informasi yang membantu orang lain
mengarahkan kembali pemikiran dan aktivitasnya.
2) Mekanisme integratif harus mampu memengaruhi aktivitas di
dalam sistem; ia harus memiliki legitimasi di mata mereka yang
dipengaruhi oleh keputusan.
h. Implementing Change (Implementasi Perubahan)
Ketidakberhasilan usaha perubahan mayoritas dikarenakan gagal
dalam tahap implementasi. Kegagalan itu terjadi karena mengecilkan arti
dari tingkat kesulitan implementasi, resistensi terhadap perubahan di
saat-saat terakhir, perubahan dalam kepemimpinan, atau sekadar menjadi
dibanjiri tekanan agenda yang tidak jelas.
Perencanaan implementasi tidak mencegah kegagalan, tetapi
dapat mengurangi risiko kejadian. Jika lebih banyak energi ditempatkan
untuk perencanaan implementasi, orang seolah-olah mengenal lebih baik
apa yang perlu terjadi dan menjadi lebih memiliki komitmen untuk
melakukannya. Perencanaan implementasi mengklarifikasi siapa yang
diharapkan mengerjakan apa, kapan, dan membantu orang mengambil
langkah pertama terhadap fleksibilitas yang lebih besar.
Tahapan ini perlu diikuti sebagai proses untuk menjamin
keberhasilan perubahan. Banyak usaha perubahan menemui kegagalan
7
karena dilakukan dengan tergesa-gesa dan tidak dilakukan secara
bertahap.
a. Inputs
c. Outputs
Model sistem dari Kreitner dan Kinicki yang mencerminkan keterkaitan antara
inputs, proses dan outputs tersebut dapat digambarkan seperti di bawah ini.
8
2.4 Tahapan Perubahan Kotter
Kesalahan umum yang sering terjadi dalam proses perubahan antara lain karena:
(1) memberi kesempatan terlalu banyak terjadinya kepuasan dengan dirinya sendiri;
9
Sebagai konsekuensinya, strategi baru tidak dilakukan dengan baik, akuisisi
tidak mencapai sinergi yang diharapkan, rekayasa ulang memakan waktu lama dan
biaya besar, downsizing tidak menyebabkan dapat mengontrol biaya dan program
kualitas mencapai hasil yang diharapkan (Kotter, 1996: 16).
10
berubah. Didorong keberanian pekerja untuk melakukan tindakan kreatif,
mengambil risiko dan melakukan tindakan nontradisional.
f. Generating Short-term Wins (Membangkitkan Kemenangan Jangka Pendek)
Untuk memberikan keyakinan akan kebenaran visi dan strategi yang
telah ditentukan, perlu segera diberikan bukti keberhasilan dan kemenangan
segera. Oleh karena itu, segera direncanakan perbaikan kinerja untuk
menciptakan kemenangan. Karyawan yang memungkinkan kemenangan perlu
dikenal dan dihargai.
g. Consolidating Gains and Producing more Change (Mengonsolidasikan
Keuntungan dan Menghasilkan Perubahan Lebih Lanjut)
Dengan menggunakan peningkatan kredibilitas mengubah semua sistem,
struktur dan kebijakan yang tidak sesuai dengan perubahan. Merekrut,
mempromosi, dan mengembangkan orang yang dinilai mampu melaksanakan
perubahan visi. Selalu menyegarkan kembali proses perubahan dengan proyek
baru, tema baru dan agen perubahan.
h. New Approach in the Culture (Menancapkan Pendekatan Baru ke dalam
Budaya)
Menciptakan kinerja lebih baik melalui pelayanan dan orientasi pada
pelanggan dan produktivitas, kepemimpinan yang lebih baik dan manajemen
yang lebih efektif. Memberikan makna hubungan yang lebih baik antara perilaku
baru dan keberhasilan organisasi. Pengembangan sarana untuk memastikan
pengembangan kepemimpinan dan suksesi.
Pada tahap see untuk melihat dimaksudkan agar orang menemukan masalah pada
beberapa tingkatan proses perubahan. Banyak orang merasa puas, namun tidak ada yang
membangun yang membantu orang lain memvisualisasikan masalah arau pemecahan
masalah.
11
Pada tahap change atau berubah, perasaan baru berubah atau
memperkuat perilaku baru, kadang-kadang perilaku yang sangat berbeda.
Mereka berusaha sangat kuat untuk mem- buat visi yang baik menjadi
kenyataan. Mereka tidak berhenti sebelum pekerjaan dilakukan, bahkan jika
jalannya kelihatan panjang.
Tyagi (2000: 280) melihat bahwa model perubahan Lewin sangat sederhana
sehingga dipakai dasar oleh semua model. Lewin mengembangkan model tiga tahap
yang menjelaskan bagaimana memulai, mengelola dan menstabilisasi proses perubahan.
Tahap tersebut adalah unfreezing, changing, dan refreezing. Akan tetapi, menurut Tyagi
model tersebut belum cukup karena tidak menyangkut beberapa isu penting. Pendekatan
sistem dalam perubahan akan memberikan gambaran menyeluruh dalam perubahan
organisasi. Komponen dalam sistem tersebut adalah dimulai dengan:
Di dalam proses tersebut ditekankan peranan agen perubahan, dan pada tahap
implementasi dilakukan transition management. Maksud dari transition management
adalah suatu proses secara sistematis perencanaan, pengorganisasian, dan implementasi
perubahan, dari keadaan sekarang ke realisasi fungsional secara penuh keadaan yang
akan datang dalam organisasi.
12
2.6 Model Perubahan Bridges dan Mitchell
a. Saying Goodbye
Saying goodbye, yaitu mengucapkan selamat tinggal pada cara lama
yang membuat orang sukses di masa yang lalu dan merupakan bagian
dari identitas mereka. Di atas kertas adalah logis bergeser ke arah self-
managed team, tetapi hal ini mengubah pada kebutuhan bahwa orang
tidak lagi percaya pada supervisor untuk membuat semua keputusan.
Atau kelihatan seperti usaha sederhana untuk menggabungkan dua
kelompok kerja, tetapi dalam praktik hal tersebut berarti bahwa orang
tidak lagi bekerja dengan teman.
b. Shifting Into Neutral
13
sulit dari transisi. Ini dinamakan neutral zone, dan berada di antara
tahapan penuh ketidakpastian dan kebingungan yang sekadar untuk
mengatasinya memerlukan sebagian besar energi orang.
c. Moving Forward
14
Pada saat manajer merespons dengan menekan lingkungan
internal dan eksternal dengan cara tersebut sepanjang waktu, maka
organisasi mereka menjadi berubah.
15
(sifat perubahan), roles of change (peran perubahan), resisting change (menolak
perubahan), commiting to change (terikat pada perubahan), how culture influences
change (bagaimana budaya memengaruhi perubahan), dan pentingnya team work yang
sinergis (Conner, 1992: 66).
Dengan resilience atau daya tahan dan ketabahan sebagai titik referensi,
kita dapat memengaruhi situasi sekeliling kita, mempersiapkan diri dan orang
lain untuk dapat menerima gangguan dengan lebih baik dan dengan terampil
merencanakan dan mengimplementasikan masa depan yang diinginkan.
Orang yang bersifat ulet atau fleksibel dapat mengha. dapi tantangan
tidak kurang dari orang lain ketika berhadapan dengan krisis, tetapi mereka
mencapai keseimbangan lebih cepat, menjaga tingkat kualitas dan produktivitas
lebih tinggi dalam bekerja, memelihara kesehatan fisik dan emosional, dan
mencapai lebih banyak tujuan daripada orang yang mengalami goncangan masa
depan.
16
Orang dan organisasi tidak kurang rentan dari orang lain pada
ketegangan perubahan. Hal tersebut tidak karena mereka dapat mencegah
pengaruh gangguan terhadap perubahan, tetapi pengaruhnya lebih bernanfaat
dan kurang merusak. Mereka mempunyai kapasitas lebih besar untuk kuat
kembali segera setelah guncangan awal.
Apabila tantangan yang kita hadapi sesuai dengan kapabilitas kita, kita
biasanya dapat memperkirakan hasil yang akan terjadi. Apabila tantangannya
lebih besar daripada kapabilitas kita, keseimbangan terganggu dan biasanya kita
tidak dapat secara akurat mengantisipasi apa yang akan terjadi.
Satu hal yang mungkin paling menarik tentang mengamati reaksi orang
terhadap perubahan adalah bahwa kejadian yang sama dapat dipersepsikan
sebagai perubahan negatif oleh satu orang dan sebagai perubahan positif oleh
lainnya. Pengamatan Conner menunjukkan bahwa persepsi terhadap perubahan
sebagai positif atau negatif tergantung tidak hanya oleh manfaat aktual
perubahan, tetapi juga tingkat pengaruh yang mereka percaya dan mereka
pergunakan dalam situasi tersebut.
17
proses perubahan dalam tiga fase, yaitu the present state (keadaan sekarang), the
transition state (masa transisi), dan the desired state (keadaan yang diinginkan)
(Conner, 1992: 87). The Present state adalah kondisi status quo, yang menun-
jukkan suatu keseimbangan berkelanjutan yang telah ada dan tidak terbatas
sampai ada kekuatan yang mengganggu.
The transition state merupakan fase transisi di mana kita tidak terikat
pada status quo. Selama periode ini kita mengem- bangkan sikap atau perilaku
baru yang membawa pada desired state atau tahapan yang diinginkan. Untuk
mengusahakan apa yang diinginkan atau desired state, kita harus melepaskan
fase yang tidak pasti dan tidak nyaman dari transition state.
Sama halnya dengan Potts dan LaMarsh, Conner (1992: 106) juga
berpendapat bahwa terdapat empat peran dalam proses perubahan. Mereka
adalah sebagai berikut.
18
Hubungan peran dalam organisasi dapat berbentuk sebagai berikut.
2) Hubungan segi tiga lebih kompleks dan dalam banyak situasi sangat tidak efektif.
Dalam konfigurasi segitiga, kedua agent dan target bekerja untuk sponsor, tetapi target
tidak melapor kepada agent. Biasanya sponsor adalah eksekutif senior, target adalah
manajer lini, dan agent bekerja dalam fungsi pendukung.
3) Dalam struktur hubungan segi empat, agent melapor kepada satu sponsor dan target
kepada sponsor lainnya (Conner, 1992: 111).
Conner (1992: 128) melihat bahwa resistensi dapat bersifat overt atau covert
(jelas atau tersembunyi). Resistensi bersifat jelas (overt) terhadap perubahan organisasi
dilakukan melalui memo, rapat, pertukaran satu per satu, dan sarana umum lainnya,
sedangkan resistensi bersifat tersembunyi (covert) dapat berjalan tanpa pemberitahuan
sampai merusak proyek perubahan. Respons orang terhadap perubahan dapat bersifat
negatif maupun positif (Conner, 1992: 131).
19
Respons negatif terhadap perubahan dilakukan melalui delapan fase, yaitu:
Sementara itu, respons positif terhadap perubahan berlangsung dalam lima fase,
yaitu diawali dengan hal-hal berikut.
1) Preparation (Persiapan)
Fase persiapan melakukan komitmen terdiri dari contact dan awareness.
Usaha melakukan kontak dalam bentuk rapat, pidato atau memo tidak
selalu menghasilkan awareness atau kepedulian, mungkin justru
20
merupakan unawareness atau ketidakpedulian. Unawareness akan
mengurangi kesempatan mendapatkan cukup persiapan komitmen.
Sebaliknya, awareness memajukan proses persiapan. Hasil yang
mungkin diperoleh dari awareness adalah confusion dan understanding.
Confusion atau kebingungan mengurangi kemungkinan persiapan yang
cukup, sedangkan understanding atau pemahaman memajukan proses
fase kedua, yaitu acceptance.
2) Acceptance (Penerimaan)
Fase penerimaan terdiri dari tahapan understanding dan perception. Hasil
yang mungkin diperoleh dari tahap understanding dapat berupa persepsi
negatif dan persepsi positif. Persepsi negatif menurunkan dukungan dan
mengusahakan lingkungan yang mungkin dapat memperkuat resistensi.
Sebaliknya, persepsi positif meningkatkan dukungan dan penerimaan
perubahan. Sementara itu, kemungkinan hasil dari persepsi positif adalah
keputusan tidak mendukung implementasi atau keputusan formal untuk
memulai perubahan.
3) Commitment (Janji)
Fase commitment atau janji terdiri dari installation, adoption,
institutionalization, dan internalization. Installation stage bukan hanya
merupakan periode percobaan di mana perubahan diuji untuk pertama
kali, tetapi merupakan kesempatan pertama di mana tindakan komitmen
timbul. Tindakan ini memerlukan konsistensi tujuan, investasi sumber
daya, dan subordinasi sasaran jangka pendek dengan tujuan jangka
panjang.
21
Tingkat komitmen dipertimbangkan perlu bagi organisasi untuk
mencapai adoption stage. Akan tetapi, proyek perubahan pada tahap ini
tetap dievaluasi, dengan opsi pada penundaan. Ada dua kemungkinan
hasil untuk adoption stage. Perubahan dapat terminated atau dihentikan
setelah digunakan secara ekstensif, atau perubahan dapat institutionalized
atau melembaga sebagai prosedur standar operasi. Installation dan
adoption merupakan periode pengujian jangka pendek dan panjang.
Bergerak di luar titik pengujian berarti pertanyaan bukan pada apakah
perubahan akan dilakukan, tetapi tentang bagaimana. Sekali
diinstitusionalisasikan, pekerja tidak lagi melihat perubahan sebagai
tentatif.
22
Apabila terjadi perbedaan antara budaya sekarang dengan tujuan
perubahan, budaya selalu menang. Manajemen budaya korporasi yang
efektif merupakan kontributor penting bagi keberhasilan implementasi,
tidak dapat diserahkan pada perubahan. Karena tahan lama dan resisten
terhadap perubahan, budaya organisasi memerlukan investasi waktu dan
sumber daya yang sangat besar sebelum dapat dimodifikasi (Conner,
1992: 176).
23
b. Winning Hearts (Memenangkan Hati)
24
Demikian pula tentang rasionalitas, tujuan dan manfaat
perubahan harus dikomunikasikan secara jelas dan tegas.
d. Rewarding Achievement
Victor Tan (2002: 52) memberikan ilustrasi model keberhasilan perubahan sebagai
berikut.
25
Meskipun rencana manajemen transisi sangat unik sesuai dengan masing-masing
situasi, namun ada beberapa langkah berikut yang dapat dianut.
Dari pembahasan tentang tahapan, proses atau model perubahan di atas dapat
diperoleh kesimpulan bahwa model perubahan yang dapat dilakukan untuk menangani
perubahan individual adalah model perubahan Kurt Lewin yang kemudian diadopsi oleh
Robbins, Kreitner dan Kinicki, serta Greenberg dan Baron. Sementara itu, model
perubahan untuk menangani perubahan organisasional dapat menggunakan proses per-
ubahan Pasmore, atau tahapan perubahan Kocter, atau Bridges dan Mitchell, atau
Conner. Untuk pendekatan sistem, dapat digunakan sistem perubahan Kreitner dan
Kinicki, model per- ubahan Tyagi atau model Victor Tan.
26
output yang dapat diharapkan. Sementara itu, untuk implementasinya perlu
direncanakan tahapan yang harus dilakukan secara jelas. Meninggalkan salah satu
tahapan berarti membuka peluang untuk ketidakberhasilan upaya perubahan.
27
BAB 3
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1 Kesimpulan
Model perubahan terencana yang menjelaskan bagaimana mengambil
inisiatif, mengelola dan menstabilisasi proses perubahan. Ketiga tahap
tersebut. dinyatakan sebagai unfreezing, movement, dan refreezing.
Sementara itu, Kreitner dan Kinicki.
3.2 Saran
Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak sekali
kesalahan dan sangat jauh dari kesempurnaan.Tentunya, penulis akan terus
memperbaiki makalah dengan mengacu pada sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan nantinya.Oleh karena itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran tentang pembahasan makalah diatas.
28
DAFTAR PUSTAKA
Prof. Dr.j.Winardi,SE., manajemen perubahan
29