MAKALAH
Disusun oleh:
FAKULTAS TARBIYAH
2021
i
KATA PENGANTAR
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Daftarisi............................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ..........................................................................................7
B. Saran ....................................................................................................7
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Sudah merupakan keniscayaan terus menerus organisasi harus
menyesuaikan diri dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di
lingkungannya. Proses penyesuaian dengan lingkungan merupakan salah
satu permasalahan besar yang dihadapi organissi modern. Salah satu hal
yang mendasar tidak terlepas dati berbagai resistensi atau penolakan dari
berbagai pihak. Kecuali perubahan yang bertujuan mnyeuaikan diri
terhadap perubahan lingkungan, organisasi kadang-kadang menganggap
perlu secra sengaja melakukan perubahan guna meningkatkan keefektifan
pencapaian tujuan yang sudah ditetapkan. Karena sifat dan tujuan setiap
organisasi berbeda satu sama lain maka frekuensi dan kadar perubahan
yang terjadinyapun tidak selalu sama. Organisasi-organisasi tertentu lebih
sering mengalami perubahan, sementara organisasi yang lain relative
jarang melakukannya. Menghadi kondisi lingkungan yang selalu berubah
tersebut, tidak ada cara lain yang lebih bijaksana bagi seornag pemimpin
kecuali dengan memahami hakekat perubahan itu sendiri dan menyiapkan
strategi yang tepat untuk menghadapinya.
B. Rumusan masalah
1. Apa pengertian dari manajemen dan tujuan perubahan dalam
Pendidikan.
2. Bagaimana Resistensi perubahan
3. Apa saja Jenis-jenis perubahan
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengerian dari manajemen dan tujuan perubahan
dalam Pendidikan.
2. Untuk mengetahui perubahan resistensi perubahan
3. Untuk mengetahui jenis-jenis perubahan
1
BAB II
PEMBAHASAN
a. Menentukan strategi
b. Membuat sebuah kebijakan yang tegas
c. Mengkreasikan atau merencanakan suatu yang baru
d. Memutuskan 3
1
Winardi, manajemen perubahan, (Jakarta: Pranada Media, 2005), hlm. 61
2
Pidarta Made, manajemen Pendidikan Indonesia, (Jakarta: PT Melton Putra, 1988), hlm. 14
3
Ibid
2
menolak adanya perubahan sebab perubahan akan membawa mereka kedalam
situasi yang tidak menentu.
4
Wallace Jr.M.J.& A.D. Szilagy, managing behavior in organization (Glenview: Foresmen and
Company, 1982), hlm. 386
3
memang sedang dalam masa transisi. Penerapan sesuatu yang baru dapat
saja diikuti dengan perubahan sikap dan tingkah laku warga sekolah.
B. Resistensi perubahan
Resistensi terhadap perubahan ialah bahwa orang (anggota)
cenderung menolak perubahan dan berusaha mempertahankan status dan
kenyamanan kerja sebagaimana yang telah mereka peroleh sebelumnya.
Perubahan akan membawa mereka kepada situasi yang kacau sehingga
menimbulkan kecemasan. Barbagai kemudahan yang mereka peroleh
selama ini juga terancam hilang, setidaknya mengalami perubahan.
Mereka sudah terbiasa dengan lingkungannya, menjalin hubungan baik
dengan teman-teman sejawat dan juga pimpinannya.
Perubahan organisasi akan merusak berbagai hubungan yang sudah
terjalin tersebut. Kecuali itu anggota yang sudah memiliki kedudukan dan
kekuasaan tertentu merasa terancam pula dengan adanya perubahan
organisasi. Dalam situasi yang baru nanti tidak ada jaminan bahwa merka
akan memperoleh kedudukan yang lebih tinggi atau setidak-tidaknya sama
dengan apa yang mereka dapatkan dalam kondisi lama. Dari berbagai
alasan itulah maka anggota cenderung menolak perubahan organisasi.
Sebuah pemikiran menarik terkait resistensi muncul dari Carol
Agocs tentang perlawanan yang dilembagakan terhadap perubahan
organisasi. Agocs (1997) menyatakan bahwa perlawanan tertanam dan
diekspresikan melalui struktur organisasi dan proses legitimasi,
pengambila keputusan dan alokasi sumber daya. Perlawanan yang
dilembagakan dapat diwujudkan dalam keputusan untuk menyediakan atau
menahan sumber daya, untuk mengadopsi kebijakan baru atau mengubah
4
yang sudah ada, atau untuk menerapkan atau menolak untuk menerapkan
kebijakan. Agocs (1997) juga menyatakan bahwa resistensi yang
dilembagakan sebagai pola perilaku organisasi yang digunakan pembuat
keputusan dalam organisasi untuk secara aktif menyangkal, menolak,
menolak untuk mengimplementasikan, menekan atau bahkan membongkar
proposal dan inisiatif perubahan. Perlawanan ini dipahami sebagai proses
penolakan oleh pembuat keputusan untuk dipengaruhi atau tepengaruh
oleh pandangan, keprihatinan atau bukti yang disajikan kepada mereka
oleh mereka yang mengdvokasi perubahan dalam praktik, rutinitas, tujuan
atau norma yang ada dalam organisasi.5
Perlawanan terhadap perubahan bisa positif jika mengarah pada
diskusi dan debat terbuka, dan respons ini biasanya lebih disukai dari pada
respon apatis atau diam. Respon ini dapat menunjukkan bahwa anggota
organisasi terlibat dalam proses serta memberikan kesempatan pada agen
perubahan untuk menjelaskan upaya perubahan. Disisi lain, dengan adanya
respon ini agen perubahan juga dapat menggunakan resistensi untuk
memodifikasi perubahan agar sesuai dengan preferensi anggota organisasi
lainnya, hal ini berbeda dari pada memperlakukan resistensi hanya sebagai
ancaman dan dapat meningkatkan konflik disfungsional. Perlawanan
terhadap perubahan tidak harus muncul dengan cara standar, namun juga
bisa secara terbuka, tersirat, langsung, atau ditangguhkan. Tantangan yang
lebih besar adalah mengelola resistensi yag tersirat atau tertunda dimana
respon yang muncul lebih halus dan lebih sulit dikenali seperti hilangnya
loyalitas atau motivasi, meningkatnya kesalahan atau ketidakhadiran.6
C. Jenis-jenis perubahan
5
Berikut adalah jenis-jenis perubahan organisasi menurut Kotter (1997) yang
dikutip Kusdi 2013:
1. Resturkturisasi (restructuration), yakni perubahan struktur organisasi
ketika dirasakan sudah tidak memadai lagi, tidak efektif, tidak efisien
mencapai berbaai sasaran dan tujuan organisasi.
2. Rekayasa ulang (reengineering), yakni perubahan pada sistem kerja
organisasi untuk membangun keterkaitan yang lebih efektif dan efisien, lebih
terintegrasi diantara subsistem-subsistem yang ada. Apabila antar subsistem
sudah sangat tidak seimbang maka saatnya dilakukan rekayasa ulang.
3. Penyusunan strategi kembali (turn around), berkaitan erat dengan strategi
memenangkan persaingan, misalnya mengubah pangsa pasar/sasaran
penggunal layanan, mengubah bentuk insentif/fasilitas untuk penggulana
layanan (produk).
4. Akuisisi (acquasition), yakni menggabungkan 2 institusi yang memiliki
kesamaan, kedekatan bisnis/bidang tugas untuk menghasilkan produk-produk
yang lebih superior, mengejar skala ekonomi yang lebih tinggi ataupun
mendapatkan profit yang lebih banyak.
5. Perampingan (downsizing), yakni mengurangi ukuran organisasi agar
dapat lebih efisien, baik mengurangi sturktur yang kurang esensial atau
mengurangi pegawai yang berlebih. Penyebabnya antara lain berkurangya
keuntungan, berkurangnya anggaran. Demi penghematan dilakukanlah
perampingan.
6. Program-program kualitas (quality programs), yakni perubahan yang
difokuskan untuk pencapaian standar kualitas tertentu atas produk barang atau
jasa yang dihasilkan.
7. Pembaruan kultur organisasi (organizational culture’s renewal), yakni
memperbarui nilai-nilai, norma-norma organisasi. Dilakukan ketika budaya
organisasi sudah tidak relevan dengan tujuan dan sasaran organisasi sehingga
perlu dikembangkan budaya baru.7
BAB III
7
http://biroorganisasi.jogjaprov.go.id/v1/mengenal--bermacam-macam-jenis-perubahan-dalam-
organisasi/
6
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari paparan singkat diatas dapat disimpulkan bahwa bagi sebuah
sekolah, perubahan merupakan suatu keniscayaan. Menghadapi situasi
seperti itu, yang diperlukan dari seorang pimpinan sekolah bukanlah
menghindari atau mencegah terjadinya perubahan melainkan memanage
perubahan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi Lembaga
Pendidikan yang dipimpinnya. Faktor terpenting yang harus mendapatkan
perhatian sungguh-sungguh dalam setiap proses perubahan organisasi
adalah manusianya, dalam hal ini adalah warga sekolah. Keberhasilah atau
kegagalan perubahan yang dilakukan Lembaga Pendidikan banyak
ditentukan oleh warga pada Lembaga/organisasi. Pada kenyataannya,
faktor manusia ini terdiri dari 3 level: individu, group/kelompok, dan
oraganisasi/sekolah. Dalam konteks perubahan, kunci keberhasilannya
terletak pada level individu. Implikasinya, setiap orang harus diyakinkan
akan pentingnya arti sebuah perubahan sehingga secara individual mereka
memahami dan pada akhirnya mendukung program perubahan yang
dirancang oleh pimpinan. Jika hal ini terwujud maka pada gilirannya,
perilaku positif pada level kelompok dan organisasi/Lembaga akan
terbentuk.
B. SARAN
Menyadari penulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
untuk ini kedepannya penulisan akan lebih baik lagi dalam menyusun
makalah di atas dan dapat lebih di pertamggung jawabkan lagi. Maka dari
itu, penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun terhadap
penulisan makalah tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
7
Winardi, manajemen perubahan, (Jakarta: Pranada Media, 2005)
http://biroorganisasi.jogjaprov.go.id/v1/mengenal--bermacam-macam-jenis-
perubahan-dalam-organisasi/