Anda di halaman 1dari 19

Tugas Makalah Dosen Pembimbing

MANAJEMEN PERUBAHAN BPK. JHON HENDRI,M.M

MAKALAH
PENGENDALIAN PERUBAHAN

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK V

ALI (1725125)

NOPRIKA CANDRA (1725097)

RIANTO (1725105)

ROHLY HAYATI (1725132)

SULASTRI (1725112)

PRODI MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS PASIR PENGARAIAN
T.A 2020

KATA  PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat yang telah diberikan Nya,
sehingga penulis masih bisa menyelesaikan makalah ini dengan tepat pada waktu yang
ditentukan.

Makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas dari mata kuliah Manajemen
Perubahan yang telah diberikan oleh Dosen bidang studi, juga berguna sebagai media untuk
belajar mengemukakan cara berfikir ilmiah berdasarkan pengalaman dan penelitian yang
telah dilaksanakan.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kelemahan dan kekurangan barang kali tidak dapat terhindarkan,
untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari manapun datangnya selalu penulis
harapkan.

Sebagai penutup kata semoga makalah ini banyak memberikan manfaat bagi kita
semua dan dapat memenuhi fungsinya sebagai mana yang diharapkan. Hanya berupa Doa
yang dapat penulis panjatkan kehadiran Allah SWT. Semoga amal bantuan yang telah
diberikan kepada penulis, semuanya akan mendapatkan limpahan yang setimpal dari Nya.
Amin.

Pasir Pengaraian,04 April 2020

Penulis
BAB I
Pendahuluan

A.   Latar Belakang
Perubahan terjadi dimana-mana, kapan saja, tidak memandang jenis benda dan usia.
Pada faktanya, perubahan juga tidak dapat dihentikan oleh siapapun, sehingga dapat
disimpulkan bahwa “perubahan pasti akan terjadi” dan “akan selalu terjadi”. Jeff Davidson,
menyatakan bahwa, perubahan merupakan kejadian alam atau perilaku orang yang berbeda
dari sebelumnya.
Manajemen merupakan istilah yang sudah dikenal banyak orang saat ini. Robin dan
Coulter menyatakan bahwa manajemen adalah proses koordinasi dan integrasi kegiatan-
kegiatan (kerja) agar terselesaikan secara efektif dan efisien melalui orang lain. Kegiatan
yang dikoordinasikan dan diintegrasikan itu mulai dari perencanaan, pengorganisasian,
kepemimpinan, sampai pada kontrol/pengendalian.
Mengacu pada uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa manajemen perubahan
merupakan perpaduan dari kedua pengertian tersebut. Sehingga oleh Potts dan La Marsh
dinyatakan bahwa manajemen perubahan merupakan proses sistematis dalam penerapan
pengetahuan, sarana dan sumber daya yang diperlukan untuk mempengaruhi perubahan pada
SDM yg akan terkena dampak dari proses perubahan tersebut.
Organisasi sebagai suatu bentuk kehidupan dalam masyarakat juga
mengalami perubahan, karena organisasi juga harus selalu menyesuaikan dengan perubahan-
perubahan yang terjadi. Organisasi mengalami perubahan karena organisasi selalu
menghadapi berbagai macam tantangan.  Mengikuti zaman, atau setidaknya menyesuaikan
struktur dalam organisasi agar bisa tetap bersaing di zaman modern ini.
Semua organisasi merupakan bagian dari sistem sosial yang hidup di tengah-tengah
masyarakat. Masyarakat itu sendiri memiliki sifat dinamis, selalu mengalami perubahan dan
perkembangan. Karakteristik masyarakat seperti itu menuntut organisasi untuk juga memiliki
sifat dinamis. Tanpa dinamika yang sejalan dengan dinamika masyarakat, organisasi tidak
akan survive apalagi berkembang. Ini berarti bahwa perubahan dalam suatu organisasi
merupakan kebutuhan yang tidak dapat dihindari. Secara terus menerus organisasi harus
menyesuaikan diri dengan tuntutan dan perubahan yang terjadi di lingkungannya. Proses
penyesuaian dengan lingkungan merupakan salah satu permasalahan besar yang dihadapi
organisasi modern.            Kecuali perubahan yang bertujuan menyesuaikan diri terhadap
perubahan lingkungan, organisasi kadang-kadang menganggap perlu secara sengaja
melakukan perubahan guna meningkatkan keefektifan pencapaian tujuan yang sudah
ditetapkan. Karena sifat dan tujuan setiap organisasi berbeda satu sama lain maka frekuensi
dan kadar perubahan yang terjadinya pun tidak selalu sama. Organisasi-organisasi tertentu
lebih sering mengalami perubahan, sementara organisasi lain relatif jarang melakukannya.
Menghadapi kondisi lingkungan yang selalu berubah tersebut, tidak ada cara lain yang
lebih bijaksana bagi seorang pimpinan kecuali dengan memahami hakekat perubahan itu
sendiri dan menyiapkan strategi yang tepat untuk menghadapinya. Sekolah (sebagai bagian
dari organisasi sosial) tidak luput dari kondisi sebagaimana dikemukakan di atas, yang berarti
jika sekolah ingin survive apalagi berkembang dituntut untuk tanggap terhadap berbagai
perubahan yang terjadi dan mampu merespon dengan benar.
Dalam menghadapi tentulah kita mengenal sebuah tantangan, tantangan-tantangan
dalam perubahan itulah yang menjadikan salah satu faktor bagaimana proses perubahan itu
berjalan. Makalah ini akan menggambarkan bagai mana tantangan perubahan itu terjadi
terkusus dalam organisasi.

B.   Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan perubahan itu sendiri?
2.    Apakah penyebap terjadinya berubahan?
3.    Bagaimanakah tantangan dalam perubahan itu sendiri jika dilihat di dalam sebuah organisasi
sekolah?
4.    Bagaimana cara mengatasi tantangan dalam perubahan dalam lingkup organisasi sekolah?

C.   Tujuan
1.    Mengetahui apa yang dimaksud dengan perubahan itu sendiri;
2.    Mengetahui apakah penyebap terjadinya berubahan;
3.    Menggambarkan bagaimanakah tantangan dalam perubahan itu sendiri dilingkup organisasi
seperti sekolah;
4.    Mengetahui bagaimana cara mengatasi tantangan dalam perubahan di lingkungan organisasi
sekolah.
D.   Sasaran
Sasaran dalam makalah ini adalah kepada mahasiswa/ PRAJA untuk dapat memahami
bagaimana perubahan itu terjadi dan bagaimana cara menghadapinya.
BAB II
Landasan Teori
A.   Pengertian Perubahan
Berubah merupakan kegiatan atau proses yang membuat sesuatu atau seseorang berbeda
dengan keadaan sebelumnya (Atkinson,1987).
 Merupakan proses yang menyebabkan perubahan pola perilaku individu atau institusi
(Brooten,1978).
Perubahan adalah hal yang pasti terjadi, termasuk di dalam konteks organisasi. Perubahan
terjadi karena yang menjalankan organisasi adalah manusia, dan manusia terus berubah.
Sering dikatakan satu hal yang pasti terjadi di dunia adalah perubahan.
Jadi Perubahan adalah suatu proses dimana terjadinya peralihan atau perpindahan dari status
tetap (statis) menjadi status yang bersifat dinamis. Artinya dapat menyesuaikan diri dari
lingkungan.menurut hersey dan Blanchard ada 4 tingkat perubahan yaitu :yaitu perubahan
pengetahuan,sikap, prilaku individual, dan prilaku kelompok.
B.   Berikut Faktor Pendorong Perubahan
1.    Lingkungan Eksternal: tingkat persaingan, politik, ekonomi, kekuatan global, demografik,
sosial, teknologi, konsumen ;
2.     Lingkungan Internal: silus kehidupan produk, pergantian pimpinan, ketersediaan sumber
daya internal, konflik.
C.    Proses Perubahan.
1.    Mencairkan:melibatkan penghancuran cara normal orang yang melakukan sesuatu-
mmemutuskan pola,kebiasaan,dan rutinitas sehingga orang siap untuk menerima
alternatifbaru(hersey, Blanchard) atau mengurangi kekuatan untuk mengurangi status quo,
menciptakan kebutuhan akan perubahan, meminimalisasi tantangan terhadap perubahan
seperti memberikan masalah proaktif.Contoh :Refresing,kegiatan_kegiatan baru.
2.    Memindahkan: mengembangkan perilaku, nilai dan sikap yang baru.
3.    Membekukan kembali:akan terjadi jika prilaku baru sudah menjadi bagian dari kepribadian
seseorang.dengan cara memperkuat, mengevaluasi, dan membuat modifikasi konstruktif.

D.   Konsep Perubahan.
1.     First order change : berlangsung terus menerus & bukan perubahan besar bagi keseluruhan
organisasi.
2.    Second order change: perubahan radikal semua organisasi.

E.    Karakteristik Agen Perubahan


1.    Keteguhan hati – mengakui apa yang terjadi di masa lalu & mampu melihat perbedaannya.
2.    Visibilitas – kemampuan untuk melihat & memberikan dukungan terhadap ide & tindakan
seseorang.
3.    Ketekunan – kesabaran & kamantapan usaha yang dibutuhkan untuk mencapai hasil.
4.    Dorongan motivasi – tidak pernah mundur & menyerah apa yang telah dilakukan & selalu
mendorong pada peluang ke depan.
F.     Ketrampilan Yang Diperlukan Untuk Beerubah
1.     Kemampuan mendengarkan.
2.    Kemampuan meningkatkan pendidikan.
3.    Mengerti akan kebutuhan & bisa memotivasi orang lain.

G.    Kegagalan Perubahan
1.    Manajer tidak menguasai prinsip manajemen perubahan.
2.    Manajer tergoda pada “solusi mudah” dan “perbaikan cepat”.
3.    Manajer tidak menganggap penting aspek budaya dan kepemimpinan dalam perubahan.
4.    Manajer mengabaikan aspek manusia dalam mengelola perubahan.

H.   Resistensi Pada Perubahan.


Resistensi Terhadap Perubahan
Pada dasarnya, melakukan perubahan merupakan usaha untuk memanfaatkan peluang untuk
mencapai keberhasilan. Karena itu melakukan perubahan mengandung resiko, yaitu adanya
resistensi atau penolakan terhadap perubahan. Dalam konteks ini Ahmed, Lim & Loh di
dalam Learning Through Knowledge Management (2002) secara tegas menyatakan bahwa
resistensi terhadap perubahan adalah tindakan yang berbahaya dalam lingkungan yang penuh
dengan persaingan ketat. Resistensi terhadap perubahan dapat dikelompokan menjadi dua
kategori, yaitu resistensi individu dan resistensi organisasi. Pengertian resistensi individu
adalah penolakan anggota organisasi terhadap perubahan yang diajukan oleh pimpinan
organisasi. Beberapa faktor resistensi yang lazim terjadi dalam perubahan organisasi adalah
sebagai berikut:
1.    Kebiasaan kerja. Orang sering resisten terhadap perubahan karena menganggap kebiasaan
yang baru dianggap merepotkan atau mengganggu.
2.    Keamanan. Seperti takut dipecat, atau kehilangan jabatan
3.    Ekonomi. Faktor ekonomi seperti gaji paling sering dipertanyakan, karena orang sangat tidak
megharapkan gajinya turun.
4.    Sesuatu yang tidak diketahui. Istilah lain yang sering dipakai mengenai resistensi terhadap
perubahan adalah karena setiap perubahan akan mengganggu comfort zone (zona nyaman),
yaitu kebiasaan-kebiasaan kerja yang selama ini dirasakan nyaman, Sonnenberg dalam
kaitannya dengan hal ini mengidentifikasi tujuh alasan mengapa orang resisten terhadap
perubahan, yaitu:
a.    Procastination. Kecenderungan menunda perubahan, karena merasa masih banyak waktu
untuk melakukan perubahan.
b.    Lack of motivation. Orang berpendapat bahwa perubahan tersebut tidak memberikan
manfaat sehingga enggan berubah
c.    Fear of failure. Perubahan menimbulkan pembelajaran baru. Orang takut kalau nantinya ia
tidak memiliki kemampuan yang baik tentang sesuatu yang baru tersebut sehingga ia akan
gagal.
d.    Fear of the unkown. Orang cenderung merasa lebih nyaman dengan hal yang diketahuinya
dibandingkan dengan hal yang belum diketahui. Perubahan berarti mengarah kepada sesuatu
yang belum diketahui.
e.    Fear of loss. Orang takut kalau perubahan akan menurunkan job security, power, t atau
status.
f.     Dislike the innitiator of change. Orang sering sulit menerima perubahan jika mereka
raterhadap kepiawaian inisiator perubahan atau tidak menyukai anggota agen perubahan.
g.    Lack of communication. Salah pengertian akan apa yang diharapkan dari perubahan,
informasi yang disampaikan tidak utuh dan komprehensif.

I.      Penanggulangan Resistensi
Kotter dan Schlesinger, dalam ‘Choosing Strategies for Change’ (Harvard Business Review-
Juli – Agustus, 2008), merumuskan enam cara untuk menanggulangi resistensi terhadap
perubahan. Robbins (2005), mengkaji berbagai taktik untuk menanggulangi resistensi
terhadap perubahan, namun kemudian memutuskan untuk merangkum keenam taktik yang
dirumuskan oleh Kotter & Schlesinger (2008) sebagaimana rangkuman berikut.
1.    Pendidikan dan Komunikasi. Menerapkan komunikasi terbuka kepada seluruh anggota.
Komunikasi dapat dilakukan dalam bentuk lisan, tulisan, atau lisan dan tulisan. Dengan
demikian seluruh anggota organisasi dapat menerima informasi dari satu sumber. Informasi
yang disampaikan harus jelas, baik alasan mengapa dilakukan perubahan, tujuan melakukan
perubahan, dan manfaat perubahan bagi seluruh organisasi.
2.    Partisipasi. Sebelum mengaplikasikan rancangan perubahan yang telah diformulasikan,
pimpinan puncak dan agen perubahan harus dapat mengidentifikasi siapa-siapa yang resisten
terhadap perubahan. Orang orang yang resisten kemudian dilibatkan dalam membahas faktor
faktor yang menimbulan perubahan.
3.    Fasilitas dan dukungan. Agen perubahan harus dilatih sedemikian rupa agar dapat
memfasilitasi dan membantu anggota organisasi yang menghadapi kesulitan dalam
menyesuaikan diri dengan perubahan yang telah dirancang. Jika perlu agen perubahan dapat
menyelenggarakan pelatiha atau seminar seminar untuk meningkatkan pemahaman tentang
perubahan tersebut.
4.    Negoisasi. Dilakukan jika agen perubahan menemui resistensi perubahan dari orang tertentu.
Orang tersebut diundang untuk berdiskusi dan negosiasi.
5.    Manipulasi dan kooptasi. Yang dimaksud dengan manipulasi adalah menonjolkan suatu
realita sehingga terlihat dan terasa akan sangat menarik. Sedangkan kooptasi adalah
kombinasi dari manipulasi dan partisipasi. Dengan menonjolkan suatu realita sehingga
terlihat menarik orang yang resisten diajak berdiskusi dan membuat keputusan tentang faktor
faktor yang mempengaruhi pentingnya melakukan perubahan.
6.    Paksaan. Taktik ini adalah penerapan ancaman atau pemaksaan terhadap orang yang resisten
terhadap perubahan. Pemindahan atau rotasi, tidak promosi, pemecatan, adalah beberapa
bentuk paksaan. Dalam rumusan cara-cara penanggulangan resistensi terhadap perubahan,
Kotter dan Schlesinger (2008) menggabungkan pendidikan dan komunikasi sebagai satu cara.
Dalam praktiknya, pendidikan dapat juga dijadikan sebagai satu taktik tersendiri. Orang
orang yang resisten terhadap perubahan dapat juga ditanggulangi dengan menyekolahkan
mereka untuk memperoleh pendidikan yang lebih tinggi. Diharapkan, selama mereka
mengikuti pendidikan, pola pikir mereka akan berubah dan akan lebih memahami perubahan
yang akan dilakukan.
J.    Strategi Rasional Empirik
1.    StrateLingkungan Eksternal: tingkat persaingan, politik, ekonomi, kekuatan
global, demografik, sosial, teknologi, konsumen.
2.     Lingkungan Internal: silus kehidupan produk, pergantian pimpinan, ketersediaan sumber
daya internal, konflik.
3.    Lingkungan Eksternal: tingkat persaingan, politik, ekonomi, kekuatan global, demografik,
sosial, teknologi, konsumen.
4.    Lingkungan Internal: silus kehidupan produk, pergantian pimpinan, ketersediaan sumber
daya internal, konflik .
Strategi ini didasarkan karena manusia sebagai komponen dalam perubahan memiliki
sifat rasional untuk kepentingan diri dalam berperilaku. Untuk mengadakan suatu perubahan
strategi rasional dan empirik yang didasarkan dari hasil penemuan atau riset untuk
diaplikasikan dalam perubahan manusia yang memiliki sifat rasional akan menggunakan
rasionalnya dalam menerima sebuah perubahan. Langkah dalam perubahan atau kegiatan
yang diinginkan dalam strategi rasional empirik ini dapat melalui penelitian atau
adanyadesiminasi melalui pendidikan secara umum sehingga melalui desiminasi akan
diketahui secara rasional bahwa perubahan yang akan dilakukan benar-benar sesuai dengan
rasional.Strategi  ini juga dilakukan pada penempatan sasaran yang sesuai dengan
kemampuan dan keahlian yang dimiliki sehingga semua perubahan akan menjadi efektif dan
efisien, selain itu juga menggunakan sistem analisis dalam pemecahan masalah yang ada.
K.   Strategi Reedukatif Normatif.
Strategi ini dilaksanakan berdasarkan standar norma yang ada di masyarakat. Perubahan yang
akan dilaksanakan melihat nilai nilai normatif yang ada di masyarakat sehingga tidak akan
menimbulkan permasalahan baru di masyarakat. Standar norma yang ada di masyarakat ini di
dukung dengan sikap dan sistem nilai individu yang ada di masyarakat. Pendekatan ini
dilaksanakan dengan mengadakan intervensi secara langsung dalam penerapan teori-teori
yang ada.Strategi ini dilaksanakan dengan cara melibatkan individu, kelompok atau
masyarakat dan proses penyusunan rancangan untuk perubahan. Pelaku dalam perubahan
harus memiliki kemampuan dalam berkolaborasi dengan masyarakat. Kemampuan ilmu
perilaku harus dimiliki dalam pembaharu.

L.    Strategi  Paksaan- Kekuatan.


Dikatakan strategi paksaan-kekuatan karena adanya penggunaan kekuatan atau kekuasaan
yang dilaksanakan secara paksa dengan menggunakan kekuatan moral dan kekuatan
politik.Strategi ini dapat dilaksanakan dalam perubahan sistem kenegaraan, penerapan sistem
pendidikan dan lain-lain.

M.   Menurut Tiffany Dan Lutjens (1989) Telah Mengidentifikasi Tujuh Strategi Berubah 
Yang Cocok Dengan Kontinum Dari Yang Paling Netral Sampai Yang Paling Koersif.
1.    Edukasi
Strategi  ini memberikan suatu presentasi fakta yang relatif tidak bisa yang dimaksudkan
untuk berfungsi sebagai justifikasi rasional atas tindakan yang terencana.
2.    Fasilitatif
Strategi  ini memberikan sumber penting untuk berubah.Strategi  ini mengasumsikan bahwa
orang ingin berubah, tetapi membutuhkan sumber-sumber untuk membuat perubahan
tersebut.
3.    Teknostruktural
Strategi ini mengubah teknologi untuk mengakses struktur sosial dalam kelompok atau
mengubah srtuktur sosial untuk mendapatkan teknologi.Strategi  ini memengaruhi hubungan
antara teknologi, ruang dan struktur. Penggunaan ruang dapat diubah untuk memengaruhi
struktur sosial.
4.    Data-based
Strategi ini mengumpulkan dan menggunakan data untuk membuat perubahan sosial. Data
digunakan untuk menemukan inovasi yang paling baik guna memecahkan masalah yang
dihadapi.
5.    Komunikasi
Strategi  komunikasi menyebarkan informasi sepanjang waktu melalui saluran dalam sistem
sosial.
6.    Persuasif
Pemakaian penalaran, debat,dan bujukan dilakukan untuk menyebabkan perubahan.
7.    Koersif
Terdapat hubungan wajib antara perencan dan pengadopsi. Kekuasaan digunakan untuk
menyebabkan perubahan.

N.   Tahap-tahap dalam perubahan


Secara umum tahap tahap perubahan akan meliputi tiga tahap: persiapan, penerimaan, dan
komitmen.
1.    Pada tahap persiapan dilakukan berbagai kontak melalui ceramah, pertemuan, maupun
komunikasi tertulis. Tujuannya agar tercapai kesadaran akan pentingnya perubahan (change
awareness). Ketidakjelasan tentang pentingnya oerubahanakan menjadi penghambat upaya-
upaya dalam pembentukan komitmen. Sebaliknya kejelasan akan menimbulkan pemahaman
yang baik terhadap pentingnya perubahan, yang mendukung upaya-upaya dalampembentukan
komitmen.
2.    Dalam penerimaan, pemahaman yang terbentuk akan bermuara ke dalam dua kutub, yaitu
persepsi yang positif di satu sisi atau persepsi negatif di sisi yang lain. Persepsi yang negatif
akan melahirkan keputusan untuk tidak mendukung perubahan, sebaliknya persepsi positif
yang  melahirkan keputusan untuk memulai perubahan dan merupakan suatu bentuk
komitmen untuk berubah.
3.    Tahap komitmen melalui beberapa langkah yaitu instalasi, adopsi, instusionalisasi, dan
internalisasi. Langkah instalasi merupakan periode percobaan terhada p perubahan yang
merupakan preliminary testing terdapat dua konsekuensi dari langkah ini. Konsekuensi
pertama, perubahan dapat diadopsi untuk pengujian jangka panjang. Kedua,  perubahan gugur
setelah implementasi pendahuluan yang mungkin disebabkan oleh masalah ekonomi-finansial
–politik,perubahan dalam tujuan strategis, dan tingginya vested interest.
BAB III
Pembahasan
A.   Faktor Penyebap Perubahan
Secara garis besar faktor penyebab terjadinya perubahan dapat dikelompokkan  menjadi dua,
yaitu: faktor eksternal dan internal.
1.    Faktor Eksternal
Faktor eksternal ialah penyebab perubahan yang berasal dari luar sekolah atau sering disebut
lingkungan. Sekolah sebagai organisasi modern menganut asas sistem terbuka.
Konsekuensinya, sekolah harus responsif terhadap berbagai perubahan yang terjadi di
lingkungannya. Dalam kenyataannya, banyak sekali penyebab perubahan yang termasuk
faktor eksternal, antara lain: teknologi, pemerintah, tuntutan pasar, dan arus globalisasi.
Perkembangan dan kemajuan teknologi merupakan penyebab penting dilakukannya
perubahan pada hampir semua jenis organisasi, termasuk sekolah. Berbagai temuan teknologi
(misalnya ICT) memaksa sekolah untuk menerapkannya, baik dalam proses pembelajaran
maupun dalam mendukung proses administrasi. Penerapan temuan teknologi tersebut
menyebabkan  perubahan dalam berbagai hal, misalnya prosedur kerja yang
dilakukan,  jumlah, kompetensi, dan kualifikasi SDM yang diperlukan,  sistem penggajian
yang diberlakukan, dan bahkan kadang-kadang struktur organisasi yang digunakan.
Penggunaan peralatan baru bisa juga menyebabkan berkurangnya bagian-bagian yang ada
atau berubahnya pola hubungan kerja antara karyawan.
Sekolah juga terselenggara di tengah-tengah masyarakat yang menganut sistem pemerintahan
tertentu. Konsekuensinya, sekolah harus tunduk kepada berbagai peraturan pemerintah yang
berlaku. Jika suatu saat pemerintah memberlakukan aturan baru maka sekolah harus
melaksanakannya dengan kemungkinan melakukan perubahan internal sesuai dengan isi
peraturan baru tersebut. Peraturan itu dapat saja menyangkut input, mekanisme kerja,
persyaratan kualifikasi dan kompetensi SDM, maupun  kompetensi lulusan yang dihasilkan.
Peraturan apapun yang pada akhirnya diberlakukan di sekolah, harus dilaksanakan dengan
cara dan strategi yang paling efisien.
Sebagaimana organisasi yang lain, sekolah juga merupakan lembaga pelayan masyarakat
yang keberadaannya dalam rangka memenuhi kebutuhan pelanggan. Oleh karena
itu produk (dalam hal ini lulusan) yang dihasilkan harus senantiasa menyesuaikan dengan
tuntutan pelanggan/pasar. Pada kenyataannya tuntutan pasar terkait dengan jumlah maupun
kompetensi lulusan senantiasa mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Menghadapi
kondisi seperti itu mau tidak mau sekolah harus mengakomodasi jika ingin lulusannya
diterima pasar.
Akhir-akhir ini tuntutan untuk mengikuti arus globalisasi tidak mungkin dibendung lagi.
Sekolah sebagai lembaga yang menyiapkan SDM yang nantinya akan terjun ke pasar global
sudah tentu harus  tanggap terhadap tuntutan itu. Itulah sebabnya berbagai strategi dan
kebijakan yang dianggap sesuai, ditempuh oleh sekolah seperti penerapan ISO, total quality
management, peningkatan kualifikasi dan kompetensi guru, dan sejenisnya. Penerapan
berbagai kebijakan sperti itu akan mengubah secara signifikan kondisi internal sekolah,
khususnya menyangkut mekanisme kerja organisasi.
2.     Faktor Internal
Faktor internal adalah penyebab dilakukannya perubahan yang berasal dari dalam sekolah
yang bersangkutan, antara lain:
1.      Persoalan hubungan antar komponen sekolah.
2.      Persoalanterkait dengan mekanisme kerja.
3.      Persoalan keuangan.
Hubungan antar komponen sekolah yang kurang harmonis merupakan salah satu problem
yang lazim terjadi. Problem ini dapat dibedakan lagi menjadi dua, yaitu (1) problem yang
menyangkut hubungan atasan-bawahan (bersifat vertikal), dan (2) problem yang menyangkut
hubungan sesama anggota yang kedudukannya setingkat (bersifat horizontal). Problem
atasan-bawahan yang sering timbul menyangkut pengambilan keputusan dan komunikasi.
Problem-problem yang bersumber dari keputusan pimpinan, dapat menyebabkan
munculnya berbagai perilaku negatif pada bawahan yang kurang menguntungkan organisasi,
misalnya sering terlambat datang, sering absen, mangkir, dan sejenisnya. Sampai pada titik
tertentu, problem semacam itu dapat menyebabkan munculnya unjukrasa sehingga memaksa
pimpinan untuk mengambil tindakan yaitu mengubah keputusan yang diambil atau justru
menindak  bawahan yang berunjukrasa. Komunikasi antara atasan dan bawahan juga sering
menimbulkan problem. Keputusannya sendiri mungkin baik (dalam arti dapat diterima oleh
bawahan) tetapi karena terjadi salah informasi (miscommunication), bawahan menolak
keputusan pimpinan. Dalam kasus seperti itu perubahan yang dilakukan akan menyangkut
sistem saluran komunikasi yang digunakan.
Problem yang sering timbul berkaitan dengan hubungan sesama anggota (warga sekolah)
pada umumnya menyangkut masalah komunikasi (kurang lancar atau macetnya komunikasi
antar warga), dan juga menyangkut masalah kepentingan masing-masing warga. Persoalan
seperti itu sering menimbulkan konflik antar warga sehingga perlu dilakukan perubahan,
misalnya dalam hal jalur komunikasi atau bahkan struktur organisasi yang digunakan.
Di samping berbagai persoalan di atas, mekanisme kerja yang berlangsung dalam sebuah
sekolah kadang-kadang juga merupakan penyebab dilakukannya perubahan. Problem yang
timbul dapat menyangkut masalah sistemnya sendiri dan dapat pula terkait dengan
perlengkapan atau peralatan yang digunakan. Pola kerjasama yang terlalu birokratis atau
sebaliknya terlalu bebas misalnya, dapat menyebabkan suatu organisasi menjadi tidak efisien.
Sistem yang terlalu kaku menyebabkan hubungan antar anggota menjadi impersonal yang
mangakibatkan rendahnya semangat kerja dan pada gilirannya menurunkan produktivitas
kerja. Demikian juga halnya jika sistem yang digunakan terlalu bebas. Perubahan yang harus
dilakukan dalam hal ini akan menyangkut struktur organisasi yang digunakan. Dengan
mengubah struktur, pola hubungan antar anggota akan mengalami perubahan.
Pengoperasian sebuah lembaga pendidikan sudah barang tentu memerlukan uang. Kesulitan
keuangan yang dialami sekolah kadang-kadang juga memaksa untuk dilakukannya
perubahan, misalnya penciutan daerah operasi, rasionalisasi, perubahan struktur organisasi,
dan sebagainya.
B.   Tahap-tahap Perubahan
Setiap perubahan memiliki tujuan tertentu yang dapat berupa upaya penyesuaian
terhadap perubahan lingkungan (misalnya selera konsumen berubah, adanya peraturan baru
yang diberlakukan pemerintah, kemajuan teknologi, dan lain-lain) dan upaya peningkatan
efisiensi organisasi dalam rangka mencapai kondisi yang lebih baik.  Apa pun jenis tujuan
yang hendak dicapai, setiap perubahan harus disiapkan dengan baik mengikuti langkah-
langkah tertentu.Secara sederhana, tahapan (langkah-langkah) yang harus ditempuh dalam
mengadakan perubahan sekolah adalah sebagai berikut:
a.    Menyadarkan seluruh warga sekolah bahwa perubahan tertentu perlu dilakukan (unfreezing).
b.    Melaksanakan perubahan/menerapkan sesuatu yang baru(changing).
c.    Menstabilkan situasi setelah perubahan dilaksanakan (refreezing).
Tahap pertama ialah menumbuhkan kesadaran akan pentingnya perubahan. Tahapan
ini berkenaan dengan faktor manusianya, dalam hal ini seluruh warga sekolah.
Manusia  memegang posisi kunci dalam proses perubahan. Mereka dapat merupakan kunci
keberhasilan tetapi sebaliknya dapat juga merupakan faktor penyebab gagalnya perubahan
yang dilakukan. Oleh karena itu faktor manusianya harus terlebih dahulu disiapkan dengan
baik sebelum perubahan dilaksanakan.
Setelah anggota menyadari arti pentingnya perubahan yang hendak dilakukan, barulah
perubahan yang sesungguhnya dilaksanakan. Konsekuensi dari perubahan tersebut bisa
sangat beragam, mulai dari yang sederhana sampai yang kompleks. Saat-saat perubahan
berlangsung, sekolah berada dalam kondisi kritis dan sering terjadi chaos karena aturan yang
lama sudah ditinggalkan/tidak berlaku lagi tetapi aturan yang baru belum berjalan dengan
sempurna. Kondisi seperti itu wajar karena memang sedang dalam masa transisi.Penerapan
sesuatu yang baru dapat saja diikuti dengan perubahan sikap dan tingkahlaku warga sekolah.
Tahapan berikutnya ialah mengembalikan sekolah kepada situasi yang normal
kembali. Setelah perubahan dilaksanakan, berbagai aturan baru diberlakukan secara penuh,
demikian juga para anggota diharapkan bersikap dan bertingkahlaku sesuai kondisi organisasi
yang baru. Jika pada tahapan pertama kondisi yang sudah stabil sengaja ’dibuka’ sehingga
siap menerima perubahan, maka pada tahapan yang terakhir ini kondisi yang berubah tadi
’ditutup’, agar stabil kembali.
Secara lebih rinci, Wallace dan Szilagyi (1982: 386) mengemukakan bahwa proses
perubahan organisasi yang direncanakan (planned change) mencakup enam tahapan, yaitu:
a.       Dirasakannya kebutuhan untuk melakukan perubahan
b.      Pengenalan bidang permasalahan
c.       Identifikasi hambatan
d.      Pemilihan strategi perubahan
e.       Pelaksanaan
f.       Evaluasi
Urutan proses perubahan yang mencakup tahapan-tahapan tersebut ditunjukkan pada gambar
1.

Perbedaan bobot permasalahan yang dihadapi oleh sebuah sekolah, menyebabkan


perbedaan intensitas perubahan yang dituntut. Permasalahan-permasalahan yang tergolong
kecil menuntut perubahan yang berskala kecil pulasedangkan permasalahan yang tergolong
besar menuntut perubahan yang berskala besar. Terhadap perubahan-perubahan
yang  berskala kecil, pimpinan biasanya sanggup menghadapi sendiri (mendiagnosa dan
menentukan strateginya),akan tetapi terhadap perubahan yang tergolong besar, biasanya
pimpinan membentuk satuan tugas khusus untuk melakukan diagnosis, menentukan tujuan,
dan strategi yang akan ditempuh.
 Tahap berikutnya ialah identifikasi terhadap berbagai keterbatasan (constraints)  yang
dihadapi oganisasi dalam melakukan perubahan. Berbagai keterbatasan itu mencakup iklim
kepemimpinan, struktur, organisasi, dan karakteristik anggota. Iklim kepemimpinan ialah
suasana kerja yang ditimbulkan oleh gaya kepemimpinan seseorang. Apakah suasana kerja
cenderung menerima atau menolak terjadinya perubahan banyak ditentukan oleh praktik
kepemimpinan yang diterapkan seseorang. Struktur yang fleksibel memberikan kemungkinan
yang lebih besar bagi keberhasilan suatu program perubahan dibandingkan dengan struktur
yang kaku dan birokratis, kecuali jika strukturnya itu sendiri yang hendak diubah.
Berbagai karakteristik individu (anggota) yang ikut menentukan keberhasilan program
perubahan organisasi antara lain: sikap, kepribadian, dan harapan. Karakteristik-karakteristik
tersebut harus ikut dipertimbangkan sehingga aspek-aspek yang tidak mendukung dapat
dihilangkan (setidak-tidaknya dikurangi), sementara itu aspek-aspek yang mendukung dapat
lebih ditingkatkan perannya dalam mencapai keberhasilan perubahan yang dilaksanakan.
Setelah mengenali berbagai keterbatasan yang ada, tahapan berikutnya ialah memilih
strategi perubahan yang sesuai. Harold Levitt (Wallace J.M. & A.D. Szilagy: 389)
mengemukakan bahwa dalam rangka melaksanakan perubahan organisasi ada empat macam
strategi yang dapat dipilih, yaitu :
a.       Perubahan struktur organisasi.
b.      Perubahan teknologi.
c.       Perubahan tugas.
d.      Perubahan manusianya.
Perubahan struktur berkenaan dengan pola hubungan kerja antar anggota. Sebagai
contoh perubahan dari pola sentralisasi ke dalam desentralisasi atau sebaliknya, perubahan
dari bentuk fungsional ke bentuk matrik, perubahan dari struktur yang memiliki tingkat
formalitas tinggi ke tingkat formalitas rendah, dan sebagainya.
Perubahan teknologi terutama berkaitan dengan proses dan metode kerja yang
digunakan, misalnya penggantian sistem manual dengan mesin, penggunaan komputer, dan
penggunaan ICT. Perubahan tugas berkaitan dengan perubahan jenis, macam, maupun jumlah
satuan tugas yang dikerjakan anggota. Termasuk dalam katagori ini misalnya mutasi kerja,
rotasi kerja, dan penambahan serta pengurangan tugas-tugas yang dibebankan kepada
anggota.
Perubahan manusianya ialah perubahan organisasi yang menyangkut faktor orang
dalam kedudukannya sebagai warga sekolah. Termasuk dalam katagori ini misalnya
program-program latihan, penataran, bimbingan & konseling, dan pemecahan
masalah (problem solving).
C.   Tantangan Pelaksanaan Perubahan dan Cara Mengatasinya
Sekolah merupakan sebuah sistem yang  terdiri dari berbagai komponen. Perubahan
pada salah satu komponen akan berpengaruh terhadap komponen yang lain. Manusia
merupakan komponen yang paling sulit diprediksi dan dalam kaitannya dengan perubahan
organisasi, merupakan persoalan yang paling rumit. Orang memiliki kecenderungan menolak
adanya perubahan sebab perubahan akan membawa mereka ke dalam situasi yang tidak
menentu. Pada umumnya orang menginginkan situasi yang stabil sehingga cenderung
mempertahankan kondisi dan kedudukan yang telah mapan.
Nadler (1983: 554-555) mengemukakan bahwa dalam upaya melaksanakan perubahan
organisasi terdapat tiga tantangan yang dihadapi, yaitu :
a.       resistensi atau penolakan terhadap perubahan,
b.      pengawasan organisasi, dan
c.       kekuasaan
Yang dimaksud resistensi terhadap perubahan ialah bahwa orang (anggota) cenderung
menolak  perubahan dan berusaha mempertahankan  status dan kenyamanan kerja
sebagaimana yang telah mereka peroleh sebelumnya. Perubahan akan membawa mereka
kepada situasi yang kacau sehingga menimbulkan kecemasan. Berbagai kemudahan yang
mereka peroleh selama ini juga terancam hilang, setidaknya mengalami perubahan. Mereka
sudah terbiasa dengan lingkungannya, menjalin hubungan baik dengan teman-teman
sejawat dan juga pimpinannya. Perubahan organisasi akan merusak berbagai hubungan yang
sudah terjalin tersebut. Kecuali itu anggota yang sudah memiliki kedudukan dan kekuasaan
tertentu merasa terancam pula dengan adanya perubahan organisasi. Dalam situasi yang baru
nanti tidak ada jaminan bahwa mereka akan memperoleh kedudukan yang lebih tinggi atau
setidak-tidaknya sama dengan apa yang mereka dapatkan dalam kondisi lama. Dari berbagai
alasan itulah maka anggota cenderung menolak perubahan organisasi.
Perubahan pada dasarnya diupayakan untuk membuat keadaan menjadi lebih baik.
Namun pada kenyataannya tidak setiap perubahan akan mendapat dukungan. Ketidaksetujuan
atau bahkan pertentangan yang dilandasi oleh berbagai alasan mengharuskan mereka yang
berjuang untuk perubahan perlu memahami hal yang berkenaan dengan persepsi dan
keyakinan. Sehubungan dengan hal tersebut, Wilfried Kruger (2009) menyarankan
hendaknya perubahan senantiasa dikaitkan dengan pengelolaan persepsi dan keyakinan
(Management of Perception and Beliefs) dan Pengelolaan. Kekuasaan dan Politik (Power and
Politics Management) mengingat reaksi orang terhadap perubahan berbeda-beda.
Berikut adalah pengelompokan reaksi dan bagaimana cara mengatasinya menurut
Kruger:
1.    Opponent; memiliki sikap dan perilaku negatif pada perubahan. Golongan ini perlu
dikendalikan dengan   Management of Perception and Belief
2.    Promoter; memiliki sikap dan perilaku positif pada perubahan. Mereka mendapat
keuntungan dari perubahan dan pasti akan mendukung perubahan tersebut.
3.    Hidden Opponents; memiliki sikap dan perilaku negatif pada perubahan namun seolah-olah
mendukung perubahan tersebut (Opportunist). Golongan ini perlu dikendalikan dengan
Management of Perception and Belief dengan Issue Management
4.    Potential Promoter; memiliki sikap positif pada perubahan namun belum terlalu yakin.
Golongan ini perlu dikendalikan dengan Power and Politics Management.

Antisipasi terhadap kelompok yang agak negatif terhadap perubahan perlu juga menjadi
bahan pertimbangan terutama berkaitan dengan alasan penolakan dan upaya yang dapat
dilakukan untuk mengurangi atau menghilangkan penolakan tersebut. Kegagalan dalam hal
ini akan mempengaruhi keberhasilan organisasi dalam melakukan perubahan ke arah yang
diinginkan. Penolakan atau penentangan pada perubahan pada dasarnya berasal dari individu
atau organisasi itu sendiri. Berikut adalah alasan penolakan terhadap perubahan seperti yang
diungkapkan oleh Robbins (2000) dan Kreitner & Kinicki (2001) berikut ini :
·         Kebiasaan
Pada dasarnya, manusia adalah mahluk yang hidup dari kebiasaan yang dibangunnya.
Kebiasaan ini akan lebih mempermudah manusia untuk menjalankan kehidupannya yang
sudah cukup kompleks. Saat dihadapkan pada perubahan, maka manusia akan cenderung
untuk enggan melakukan penyesuaian atas kebiasaan yang selama ini ia lakukan.
·         Ketakutan terhadap munculnya dampak yang tidak diinginkan
Perubahan tak jarang menimbulkan ketidak-pastian, karena perubahan membuat seseorang
bergerak dari suatu situasi yang ia ketahui menuju pada situasi yang tidak diketahuinya.
Akibatnya orang yang bersangkutan akan merasa takut bahwa dampak perubahan akan
merugikan dirinya.
·         Faktor-faktor ekonomi
Berkurangnya penghasilan, kenaikan gaji yang tidak sesuai harapan, meningkatnya ongkos
angkutan, merupakan faktor-faktor ekonomi yang dapat menjadi penyebab munculnya
resistensi terhadap perubahan. Bila perubahan memberikan dampak ekonomi yang cukup
besar terhadap seseorang, maka dapat diramalkan bahwa resistensi dari orang yang
bersangkutan terhadap perubahan akan semakin kuat.
·         Tidak adanya kepercayaan dalam situasi kerja
Seorang manajer yang membangun hubungan kerja dengan bawahannya atas dasar ketidak-
percayaan, akan lebih mungkin menghadapi resistensi dari bawahannya bila ia menggulirkan
perubahan. Sementara seorang manajer yang mempercayaai bawahannya akan
memperlakukan perubahan sebagai hal yang sifatnya terbuka, jujur dan partisipatif. Di sisi
lain, bawahan yang dipercaya oleh atasannya akan mungkin untuk melakukan upaya yang
lebih baik dalam menghadapi perubahan dan melihat perubahan sebagai sebuah kesempatan.
Hal ini terjadi karena tumbuhnya kepercayaan/ketidak-percayaan dalam hubungan kerja
bersifat timbal balik.
·         Takut mengalami kegagalan
Proses perubahan pada pekerjaan yang bersifat menekan karyawan, akan dapat dapat
memunculkan keraguan pada karyawan akan kemampuannya untuk melakukan pekerjaan
dengan baik. Keraguan ini lambat laun akan mengkikis kepercayaan dirinya dan
melumpuhkan pertumbuhan dan perkembangan dirinya.
·         Hilangnya status atau keamanan kerja
Pemanfaatan teknologi atau sistim administrasi yang baru di dalam dunia kerja, pada satu sisi
dapat mempercepat proses kerja. Namun pada sisi lainnya akan dapat mengakibatkan
berkurangnya jumlah pekerjaan. Dampak inilah yang dikawatirkan oleh para karyawan bila
terjadi perubahan. Buat sebagian besar karyawan hilangnya pekerjaan dapat diartikan sebagai
hilangnya status dan juga hilangnya penghasilan. Untuk alasan inilah maka, para karyawan
cenderung untuk resisten terhadap perubahan.
·         Tidak ada manfaat yang diperoleh dari perubahan
Seseorang akan melakukan resistensi terhadap perubahan bila yang bersangkutan
memperkirakan atau melihat bahwa dirinya tidak akan mendapatkan manfaat bila melakukan
perubahan.

Untuk mengatasi penolakan terhadap perubahan tersebut diatas, lebih lanjut Kotter dan
Schlesinger (Supardi dan Anwar, 2004:122) menganjurkan enam cara berikut ini:
1.    Pendidikan dan komunikasi yang dilakukan guna menginformasikan perubahan-perubahan
yang direncanakan;
2.    Partisipasi dan keterlibatan dalam perancangan perubahan supaya memiliki rasa tanggung
jawab dalam pelaksanaannya;
3.    Kemudahan dan dukungan yang diberikan pimpinan pada semua pihak yang terkait dengan
perubahan;
4.    Negosiasi dan persetujuan; melakukan berbagai pertukaran atau persetujuan yang saling
menguntungkan dengan para penolak potensial;
5.    Manipulasi dan “kerja sama” menjauhkan atau” bekerja sama” dengan para penentang
perubahan agar lebih kooperatif terhadap perubahan;
6.    Paksaan dengan pemberian sangsi pemecatan atau pemindahan dan penundaan promosi pada
setiap penentang perubahan.

Semua jenis perubahan termasuk unsur yang hendak diubah dalam organisasi, sumberdaya
manusia yang terlibat didalamnya, serta kemungkinan penolakan yang muncul dari
perubahan jika tidak dikelola dengan baik maka perubahan hanya akan menghamburkan
tenaga dan biaya dan tidak membawa organisasi secara keseluruhan pada situasi yang lebih
baik dan berkualitas. Oleh karena itu manajemen of change merupakan bagian tak
terpisahkan dalam upaya pengembangan organisasi yang efektif.
Problem kedua berkenaan dengan pengawasan organisasi. Dalam situasi yang normal
(sebelum perubahan dilaksanakan) pengawasan mudah dilakukan sebab jalurnya sudah pasti
sebagaimana tergambar pada struktur organisasi. Akan tetapi dengan adanya perubahan,
situasinya menjadi lain. Organisasi diliputi suasana kacau, paling tidak selama masa transisi.
Dalam keadaan seperti itu sukar memantau tingkahlaku dan penampilan anggota. Dengan
demikian sukar pula melakukan tindakan perbaikan jika ternyata terjadi
penyimpangan.Mekanisme pengawasan sebagaimana tergambar dalam struktur organisasi
hanya dapat dilakukan dengan efektif pada situasi yang stabil. Dalam masa transisi belum
jelas benar siapa mengawasi siapa atau siapa bawahan siapa karena strukturnya mengalami
perubahan.
Problem yang ketiga menyangkut masalah kekuasaan. Pada umumnya dalam sebuah
organisasi(termasuk sekolah) terdapat kelompok-kelompok informal yang memiliki
’kekuasaan’ dalam mengendalikan organisasi. Kelompok-kelompok seperti itu memiliki
pengaruh yang besar terhadap pimpinan dan ikut mewarnai kebijakan-kebijakan yang diambil
organisasi. Aktivitas kelompok-kelompok seperti itu cenderung bersifat politis daripada
rasional organisatoris. Mereka sudah memiliki ’kedudukan’ yang mapan dalam struktur yang
berlaku. Dengan adanya perubahan organisasi, suasana menjadi kacau sehingga kedudukan
mereka terancam. Akibatnya para anggota dan juga kelompok-kelompok yang ada saling
berebut pengaruh agar dapat menduduki posisi kunci dalam struktur yang baru nanti. Situasi
seperti itu dapat menyebabkan tujuan perubahan itu sendiri tidak tercapai,atau setidak-
tidaknya mengurangi keefektifan pencapaian tujuan perubahan.
Implikasi ketiga problem tersebut terhadap pengelolaan perubahan ditunjukkan pada
gambar 2. Terhadap problem resistensi diperlukan tindakan penyadaran bagi anggota akan
arti pentingnya perubahan dalam rangka peningkatan keefektifan organisasi. Dengan
demikian timbul motivasi anggota untuk berpartisipasi aktif dan positif dalam program
perubahan yang dilaksanakan. Terhadap problem pengawasan, perlu dilakukan persiapan
khusus selama berlangsungnya masa transisi sehingga situasi tidakmenentu yang terjadi pada
masa itu dapat terkendali. Sementaraitu terhadap problem kekuasaan, perlu diciptakan
mekanisme politik yang dinamis dan sehat sehingga sanggup mendukung pelaksanaan
program perubahan organisasi.
BAB IV
Penutup

Dari paparan singkat di atas dapat disimpulkan bahwa bagi sebuah sekolah, perubahan
merupakan suatu keniscayaan. Menghadapi situasi seperti itu, yang diperlukan dari seorang
pimpinan sekolah bukanlah menghindari atau mencegah terjadinya perubahan
melainkan memanage perubahan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi sekolah
yang dipimpinnya. Faktor terpenting yang harus  mendapatkan perhatian sungguh-sungguh
dalam setiap proses perubahan organisasi adalah manusianya, dalam hal ini warga sekolah.
Keberhasilan atau kegagalan perubahan yang dilakukan sekolah banyak ditentukan oleh
warga sekolah. Pada kenyataannya, faktor manusia ini terdiri dari 3 level: individu,
group/kelompok, dan organisasi/sekolah (Cheng, 1996: 163). Dalam konteks perubahan,
kunci keberhasilannya terletak pada level individu. Implikasinya, setiap orang harus
diyakinkan akan pentingnya arti sebuah perubahan sehingga secara individual mereka
memahami dan pada akhirnya mendukung program perubahan yang dirancang oleh
pimpinan. Jika hal ini terwujuid maka pada gilirannya, perilaku positif pada level kelompok
dan organisasi/sekolah akan terbentuk.  
Nadler (1983: 554-555) mengemukakan bahwa dalam upaya melaksanakan perubahan
organisasi terdapat tiga tantangan yang dihadapi, yaitu :
a.    resistensi atau penolakan terhadap perubahan,
b.    pengawasan organisasi, dan
c.    kekuasaan
Daftar Pustaka

Robin, P.S & Coulter, M. (2007). Management. New Jersey. Pearson Prentice


Hall.
Davidson, PJ. (2006). Change Management. Selangor. Advantage Quest
Supardi, dan Anwar, Syaiful. (2002). Dasar-dasar Perilaku Organisasi.
Jogjakarta: UII Press.

Kruger, Wilfried. (2009). Change Management Iceberg.

Situs-situs
http://perubahan.net/?p=664
http://www.publicapos.com/nasional/591-peran-perempuan-dan-pemuda-dalam-menjawab-
tantangan-perubahan-iklim
http://ml.scribd.com/doc/72234760/Konsep-Manajemen-Perubahan-Dan-Tantangan-
Transformasi-Perguruan-Tinggi-Menghadapi-Globalisasi#scribd
http://kuliah.dinus.ac.id/edi-nur/mbbi/bab1.html
https://id-id.facebook.com/GerindraBali/posts/730717606947440
http://www.anakkita.co.id/anak/tantangan-itu-bernama-perubahan
http://www.researchgate.net/publication/267829981_MANAJEMEN_PERUBAHAN_TANT
ANGAN_IMPLEMENTASI_E-GOVERNMENT
http://syaifuddin-mr.com/tantangan-perubahan/
http://jhanojan.com/articles/read/2ka25/tantangan-perubahan-zaman-terhadap-organisasi.html
https://strategika.wordpress.com/2013/12/24/od-dan-tantangan-organisasi/
http://www.vedcmalang.com/pppptkboemlg/index.php/menuutama/edukasi/484-pengelolaan-
tantangan-perubahan
http://www.e-psikologi.com/artikel/organisasi-industri/perubahan-dalam-perusahaan-
tantangan-atau-ancaman
http://sriayuharri.blogspot.com/2014/03/makalah-tantangan-organisasi-dalam.html
http://www.bmkg.go.id/BMKG_Pusat/Publikasi/Artikel/Menyikapi_Tantangan_Perubahan_d
alam_Organisasi.bmkg
http://gusasta.blogspot.com/2014/05/tantangan-perubahan-dan-faktor.html

Anda mungkin juga menyukai