Anda di halaman 1dari 19

MANAJEMEN PERUBAHAN

(Model - Model Perubahan)

RPS 6
Dosen Pengampu : Dr. I Gede Riana, S.E., M.M.

Kode Kelas : EKM 432 / C.M

Nama Mahasiswa :

Ni Putu Laras Alda Risma Elpariani (1707522016)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

MANAJEMEN NON REGULER

UNIVERSITAS UDAYANA

2020

i
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................................................i
BAB I....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.................................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang......................................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah.................................................................................................................1
1.3. Tujuan Penulisan...................................................................................................................1
BAB II...................................................................................................................................................2
PEMBAHASAN...................................................................................................................................2
2.1. Model Perubahan Lewin........................................................................................................2
2.2. Model perubahan Tyagi.........................................................................................................3
2.3. Model Perubahan Kreitner dan Kinicki.................................................................................3
2.4. Model Perubahan Burnes......................................................................................................4
2.5. Model Perubahan Conner......................................................................................................5
2.6. Model Perubahan Victor Tan.................................................................................................7
2.7. Model Perubahan Bridges Dan Mitchell................................................................................8
2.8. Model Perubahan Kotter........................................................................................................8
2.9. Model Perubahan Pasmore..................................................................................................10
2.10. Kasus yang berkaitan dengan materi...................................................................................12
BAB III................................................................................................................................................14
PENUTUP...........................................................................................................................................14
3.1. Kesimpulan.........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................................15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam menghadapi lingkungan pekerjaan yang semakin dinamis dan terus berubah,
maka organisasi dituntut untuk dapat menyesuaikan diri. Jika tidak, maka bersiaplah
organisasi tersebut untuk mati dan dilupakan.Hal ini adalah konsekuensi hidup pada saat ini,
persaingan antar organisasi selalu berubah. Ekonomi global membawa pesaing yang datang
dari berbagai tempat dan semakin mudah untuk memasuki pasar dan bersaing.
Organisasi yang berhasil adalah organisasi yang dapat berubah untuk menghadapi
persaingan, mereka akan tangkas, mampu secara cepat mengembangkan inovasi-inovasi
baru dan siap menghadapi persaingan baru. Akan tetapi perubahan dilakukan melalui
berbagai pemikiran terlebih dahulu. Maka dari itu di ciptakan model-model perubahan yang
akan memenuhi kebutuhan organisasi dalam membawa anggotanya melakukan proses
perubahan. Model mana yang paling tepat adalah sepenuhnya pilihan, strategi dan sesuai
kebutuhan perusahaan atau organisasi.
1.2. Rumusan Masalah

1) Apa saja tahapan dalam model perubahan Lewin?


2) Apa saja tahapan dalam model perubahan Tyagi?
3) Apa saja tahapan dalam model perubahan Kreitner dan Kinicki?
4) Apa saja tahapan dalam model perubahan Burnes?
5) Apa saja tahapan dalam model perubahan Conner?
6) Apa saja tahapan dalam model perubahan Victor Tan?
7) Apa saja tahapan dalam model perubahan Bridges dan Mitchell?
8) Apa saja tahapan dalam model perubahan Kotter?
9) Apa saja tahapan dalam model perubahan Pasmore?
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui:
1) Apa saja tahapan dalam model perubahan Lewin.
2) Apa saja tahapan dalam model perubahan Tyagi.
3) Apa saja tahapan dalam model perubahan Kreitner dan Kinicki.
4) Apa saja tahapan dalam model perubahan Burnes.
5) Apa saja tahapan dalam model perubahan Conner.
6) Apa saja tahapan dalam model perubahan Victor Tan.
7) Apa saja tahapan dalam model perubahan Bridges dan Mitchell.
8) Apa saja tahapan dalam model perubahan Kotter.
9) Apa saja tahapan dalam model perubahan Pasmore.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Model Perubahan Lewin


Kurt Lewin mengembangkan model perubahan terencana dalam 3 (tiga)
tahapan yang menjelaskan bagaimana mengambil inisiatif, mengelola dan
menstabilisasi proses perubahan. Ketiga tahap tersebut dinyatakan sebagai berikut:
Unfreezing atau pencairan merupakan tahapan yang fokus pada penciptaan
motivasi dalam usaha perubahan untuk mengatasi resistensi individual dan kesesuaian
kelompok. Individu didorong untuk mengganti perilaku dan sikap lama dengan yang
diinginkan manajemen. Pencairan ini dimaksudkan agar seseorang tidak terbelenggu
oleh keinginan mempertahankan diri dan bersedia membuka diri.
Changing atau Moving merupakan tahap pembelajaran dimana pekerja diberi
informasi baru, model perilaku baru, atau cara baru dalam melihat sesuatu. Cara
terbaik untuk menyampaikan gagasan kepada para pekerja adalah menginformasikan
perubahan merupakan proses pembelajaran berkelanjutan dan bukan kejadian sesaat.
Refreezing atau pembekuan kembali merupakan tahap dimana perubahan yang
terjadi distabilisir dengan membantu pekerja mengintegrasikan perilaku dan sikap
yang telah berubah ke dalam cara yang normal untuk melakukan sesuatu. Sikap dan
perilaku yang baru perlu dibekukan agar menjadi norma-norma baru yang diakui
kebenarannya. Dengan terbentuknya perilaku dan sikap baru, maka perlu diperhatikan
apakah masih sesuai dengan perkembangan lingkungan yang terus berlangsung.
Apabila ternyata diperlukan perubahan kembali, maka proses Unfreezing akan
dimulai kembali. Sebagai ilustrasi, Model Lewin dapat disajikan secara skematis
sebagai berikut:

2
Gambar 1: Model Perubahan Lewin
Sumber: Greenberg dan Baron, Behavior in Organizations. New Jersey: Prentice-Hall
International, Inc.,1997:559.

2.2. Model perubahan Tyagi


Tyagi memandang bahwa model perubahan Kurt Lewin belum cukup lengkap,
karena tidak menyangkut beberapa isu penting. Proses perubahan tidak hanya
bersangkutan dengan perilaku SDM. Pendekatan sistem dalam perubahan akan
memberikan gambaran menyeluruh dalam perubahan organisasi. Banyak faktor yang
harus diperhitungkan dan terpengaruh dalam proses perubahan. Komponen dalam
sistem tersebut dimulai dengan (1) adanya kekuatan untuk perubahan, (2) mengenal
dan mendefinisikan masalah, (3) Proses penyelesaian masalah, (4)
mengimplementasikan perubahan, dan (5) mengukur, mengevaluasi, dan mengkontrol
hasilnya. Selama proses pelaksanaan perubahan diperlukan adanya manajemen
transisi atau manajemen perubahan. sedangkan sebagai pelaksana proses perubahan
adalah agen perubahan. Proses model Tyagi dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2: Model Perubahan Tyagi


Sumber: Tyagi, Organizational Behavior. New Jersey: Prentice-Hall International,
Inc.,1997:559.

2.3. Model Perubahan Kreitner dan Kinicki


Pendekatan sistem Kreitner dan Kinicki menawarkan kerangka kerja
perubahan organisasional yang terdiri dari 3 (tiga) komponen, yaitu: (1) inputs, (2)
target element of change, dan (3) outputs.

3
Inputs merupakan masukan dan pendorong terjadinya proses perubahan.
Semua perubahan organisasional harus konsisten dengan visi misi, dan rencana
strategis. Terkandung unsur masukan internal dan eksternal. Kondisi masukan ini
akan sangat mempengaruhi jalannya proses perubahan.
Target element of change merupakan komponen organisasi yang menjadi
sasaran dari perubahan atau mencerminkan elemen didalam organisasi yang
memerlukan perubahan. Sasaran perubahan diarahkan pada pengaturan organisasi
(mencakup kebijakan, prosedur, peran, struktur, penghargaan dan pengaturan fisik);
penetapan tujuan (menyangkut hasil akhir, prioritas, dan standard); faktor sosial
(meliputi budaya organisasi, proses kelompok, interaksi antar manusia, komunikasi
dan kepemimpinan), dan aspek manusia (berkenaan dengan pengetahuan,
kemampuan, motivasi, sikap dan perilaku).
Outputs merupakan hasil akhir yang diinginkan dari suatu perubahan. Hasil
akhir ini harus konsisten dengan rencana stratejik organisasi. Hasil perubahan dapat
diukur pada beberapa tingkatan tujuan. Dengan demikian, perubahan harus diarahkan
pada semua tingkatan tujuan, yaitu baik tingkat organisasional, tingkat kelompok,
maupun tingkat individual. Model sistem perubahan dari Kreitner dan Kinicki yang
mencerminkan keterkaitan antara input, proses dan output dapat digambarkan sebagai
berikut:

Gambar 3: Model Perubahan Kreitner dan Kinicki


Sumber: Kreitner dan Kinicki, Organizational Behavior. New York: McGraw-Hill
Companies, Inc., 2001:666.

4
2.4. Model Perubahan Burnes
Burnes (2000) mengemukakan adanya 3 (tiga) macam model perubahan
organisasional, yang dikelompokkan berdasprkan frekuensi dan besaran perubahano
Ketiga model tersebut djnamakan sebagai: The Incremental Model of Change, The
Punctuated Equilibrium Model dan The Continuous Transformation Model.
Model Perubahan Inkremental (The Incremental Model of Change)
mempunyai pandangan bahwa perubahan merupakan suatu proses yang berlangsung
secara bertahap. perubahan dapat tetjadi secara bergantian Pada masing-masing
bagian dalam organisasi secara terpisah. Pada saat manajer merespon pada suatu
kondisi lingkungan internal maupun eksternal, maka pada Saat tersebut terjadi
perubahan. Respon dapat pula terjadi sebagai konsekuensi adanya perubahan dalam
organisasi, sehingga mengakibatkan perlunya perubahan pada tahap berikutnya.
Demikian selanjutnya terjadi peningkatan proses perubahan secara betahap.
Model keseimbangan terpotong (The Punctuated Equilibrium Model) terjadi
apabila aktivitas organisasi menunjukkan adanya stabilitas dalam jangka panjang
sehingga dinamakan sebagai periode equilibrium. Situasi tersebut kemudian terpotong
oleh adanya goncangan perubahan fundamental relatif dalam jangka pendek,
dinamakan sebagai periode revolutioner. Periode revolusioner mengganggu secara
substantif dengan menciptakan pola aktivitas dan membangun dasar bagi periode
equilibrium baru. Guncangan tersebut menghasilkan equilibrium baru dengan
stabilitas jangka panjang. Demikian proses tersebut terjadi berulang-ulang.
Model transformasi berkelanjutan (The Continuous Transformation Model)
merupakan model perubahan yang dimaksudkan untuk menjaga organisasi agar tetap
survive dengan mengembangkan kemampuan untuk merubah dirinya secara
berkelanjutan. Rasionalitas untuk model transformasi berkelanjutan adalah bahwa
lingkungan dimana organisasi bekerja telah berubah, dan akan terus berubah dengan
cepat, radikal, dan tidak dapat diprediksi. Hanya dengan transformasi secara
berkelanjutan organisasi akan bertahan.

2.5. Model Perubahan Conner


Dinamika perubahan manusia mempunyai struktur tertentu, dengan resilience
(daya tahan) sebagai pola sentral dan didukung oleh 7 (tujuh) pola pendukung, yaitu:
the nature of change (sifat perubahan), roles of change (peran perubahan), resisting
change (menolak perubahan), commiting to change (terikat pada perubahan), how

5
culture influences change (bagaimana budaya mempengaruhi perubahan), dan
Pentingnya teamwork yang sinergis.

Gambar 4: Struktur Perubahan Conner


Sumber: Daryl R. Conner: Managing at the speed of change, 1992:67.

Daya tahan (resilience) dapat mempengaruhi situasi sekeliling kita,


mempersiapkan diri dan orang lain untuk dapat menerima gangguan dengan lebih
baik dan dengan terampil merencanakan dan mengimplementasikan masa depan yang
diinginkan. Orang yang bersifat ulet atau fleksibel dapat menghadapi tantangan
dengan baik ketika berhadapan dengan krisis, tetapi mereka mencapai keseimbangan
lebih cepat, menjaga tingkat kualitas dan produktivitas lebih tinggi dalam bekerja,
memelihara kesehatan fisik dan emosional, dan mencapai lebih banyak tujuan
daripada orang yang mengalami goncangan masa depan.
Sifat perubahan (the nature of change) adalah pola pendukung pertama. Kita
menggunakan sebagian besar hidup kita untuk menyesuaikan kapabilitas terhadap
tantangan yang dihadapi, kapabilitas menunjukkan ability atau kemampuan dan

6
keinginan untuk mempergunakannya. Tantangan yang kita hadapi dalam kehidupan
terdiri dari bahaya yang kita lihat dan peluang yang kita akui. Apabila tantangan yang
kita hadapi sesuai dengan kapabilitas kita, kita biasanya dapat memperkirakan hasil
yang akan terjadi. Apabila tantangannya lebih besar daripada kapabilitas kita,
keseimbangan terganggu dan biasanya kita tidak dapat secara akurat mengantisipasi
apa yang akan terjadi. Satu hal yang mungkin paling menarik tentang mengamati
reaksi orang terhadap perubahan adalah bahwa kejadian yang sama dapat
dipersepsikan sebagai perubahan negative oleh satu orang dan sebagai perubahan
positif oleh lainnya.
Proses perubahan menggambarkan mekanisme transisi manusia. Cara kita
menghubungkan perubahan dalam kehidupan berkaitan dengan kenyataan bahwa
sebagian dari kita sukses dan sebagian lain gagal melanjutkan perubahan. Suatu
proses perubahan pada dasarnya merubah dari keadaan sekarang menuju pada
keadaan yang diharapkan melalui masa transisi. The current state adalah kondisi
status quo yang menunjukkan suatu keseimbangan berkelanjutan yang telah ada dan
tidak terbatas sampai ada kekuatan yang menggangu. The transition state adalah fase
transisi dimana kita tidak terikat pada status quo. Selama periode tersebut kita
mengembangkan sikap baru yang membawa pada keadaan yang diinginkan, untuk
mencapai fase tersebut kita harus melepaskan fase yang tidak pasti dan tidak nyaman
dari transition state.

2.6. Model Perubahan Victor Tan


Victor Tan mengintrodusir empat tahapan yang harus dilalui dalam proses
perubahan, yaitu:
Membuka pikiran berfokus pada sasaran perubahan agar mau mendengarkan
apa yang dikatakan. Untuk membuka pikiran orang, pemimpin harus terlebih dahulu
memecahkan tingkat perasaan puas mereka dengan mengkomunikasikan pesan tanpa
memaksa. Pemimpin dapat melakukan dengan cara membandingkan kinerja
organisasi mereka dengan pesaingnya, menjelaskan kelemahan dan tantangan yang
dihadapi organisasi, membawa para sasaran perubahan cenderung melihat keluar.
Menenangkan hati berkaitan dengan pengendalian emosi. Kebutuhan
bawahan untuk dihargai merupakan motivasi yang kuat untuk perubahan. Untuk itu
seorang pemimpin alangkah baiknya selalu mengkomunikasikan lebih dini tentang
alasan dan tujuan perubahan kepada bawahan. Setelah itu pemimpin dapat

7
menjelaskan manfaat dari perubahan tersebut dalam artian lain menjual perubahan
untuk membuat bawahan tertarik melakukan perubahan.
Memungkinkan tindakan berfokus pada kegiatan pemimpin untuk bisa
mengatasi empat alasan yang membuat bawahan enggan melakukan perubahan, yaitu:
ketidaktahuan apa yang harus dilakukan, ketidaktahuan bagaimana cara melakukan,
ketidaktahuan mengapa harus melakukan dan hambatan diluar kontrol. Kuncinya
adalah komunikasi yang jelas dan tegas agar perubahan berjalan efektif.
Menghargai prestasi. Menghargai dan mengenal kontribusi bawahan akan
memotivasi keinginannya untuk berubah. Mereka juga akan lebih berusaha mencapai
sesuatu bagi dirinya maupun organisasi. Pemimpin yang memperhatikan dan
menunjukkan kepedulian atas karyawan akan mendapatkan respect dan komitmen.
Victor Tan memberikan ilustrasi model keberhasilan perubahan seperti diuraikan
diatas dalam bentuk bagan sebagai berikut:

Gambar 4: Model Keberhasilan Perubahan


Sumber: Victor Tan, Changing Your Corporate Culture, 2002

2.7. Model Perubahan Bridges Dan Mitchell


Bridges dan Mitchell berpendapat bahwa perubahan memerlukan tahapan
transisi sebagai reorientasi psikologis, Perubahan berlangsung lebih lambat melalui 3
(tiga) proses, yaitu:
Saying goodbye. Mengucapkan selamat tinggal pada cara lama yang membuat
orang sukses dimasa yang lalu dan merupakan bagian dari identitas mereka.
Perubahan ini lebih ke arah self-managed team, merubah pada kebutuhan bahwa

8
orang tidak lagi percaya pada supervisor untuk membuat semua keputusan. Dalam
praktek ini orang tidak lagi bekerja dengan teman.
Shifting into neutral. Memasuki tahapan kedua yaitu masa transisi dimana
organisasi berada diantara tahapan penuh ketidakpastian dan kebingungan. Neutral
zone akan terasa sulit selama merger dan akuisisi. Waktu berada di neutral zone tidak
sia-sia, karena kreativitas dan energi transisi ditemukan dan transformasi yang
sebenarnya terjadi.
Moving forward. Bergeser kedepan dan berperilaku dengan cara baru. Fase
ketiga ini memerlukan individu yang mulai berperilaku, meletakkan kompetensi dan
siap menerima risiko baru.

2.8. Model Perubahan Kotter


Kesalahan umum yang sering terjadi dalam proses perubahan antara lain
karena (1) Memberi kesempatan terlalu banyak terhadap kepuasan individu, (2)
Kegagalan menciptakan koalisi pengarahan yang cukup kuat, (3) Merendahkan
kekuatan visi, (4) Kurang mengkomunikasikan visi, (5) Membolehkan hambatan
menutup visi baru, (6) Gagal menciptakan kemenangan jangka pendek, (7)
Menyatakan kemenangan terlalu cepat dan (8) Lupa menanamkan perubahan tepat
didalam budaya organisasi. Sebagai konsekuensinya, maka strategi baru tidak
dilakukan dengan baik, akuisisi tidak mencapai sinergi yang diharapkan, rekayasa
ulang memakan waktu lama dan biaya besar. Downsizing tidak dapat mengontrol
biaya dan program kualitas tidak mencapai hasil yang diharapkan. Menurut Kotter,
untuk mengatasi kesalahan tersebut proses perubahan dianjurkan metalui 8 (delapan)
tahapan, yaitu:
Menumbuhkan rasa urgensi. Organisasi perlu dicairkan dengan
menciptakan alasan mengapa perubahan diperlukan. Mengidentifikasi dan
mempelajari situasi internal maupun eksternal yang dihadapi serta mendiskusikan
krisis atau potensi krisis atau peluang besar sehingga memerlukan perubahan.
Menciptakan koalisi pengarahan. Membentuk kelompok kerja sehagai team
dengan kekuasaan cukup untuk memimpin perubahan. Kelompok dapat bersifat lintas
fungsi dan lintas tingkatan. Kelompok kerja ini diharapkan dapat merumuskan
kebijakan dan hasilnya menjadi arah bagi jalannya proses perubahan.
Membangun visi dan strategi. Menciptakan visi untuk mengarahkan usaha
perubahan dan mengembangkan strategi untuk mencapai visi yang telah ditetapkan.

9
Dengan visi dan strategi yang jelas diharapkan dapat mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Karena itu, visi dan strategi yang baru harus dipergunakan segenap pihak
yang terlibat dalam proses perubahan.
Mengkomunikasikan visi yang telah berubah. Agar dipahami dan
mendapatkan dukungan, visi dan strategi baru terebut perlu dikomunisasikan terus
menerus setiap ada kesempatan. Komunikasi diperlukan untuk mempengaruhi sikap
karyawan agar dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan yang terjadi.
Pemberdayaan pekerja untuk aksi secara luas. Rintangan terhadap usaha
perubahan harus dapat dihilangkan. Struktur, sistem dan mekanisme perlu dirubah,
disesuaikan dengan visi yang sudah berubah. Didorong keberanian pekerja untuk
melakukan tindakan kreatif, mengambil resiko dan melakukan tindakan non
tradisional.
Membangkitkan kemenangan jangka pendek. Untuk memberikan
keyakinan akan kebenaran visi dan strategi yang telah ditentukan, perlu segera
diberikan bukti keberhasilan dan kemenangan segera. Karenanya segera direncanakan
perbaikan kinerja untuk menciptakan kemenangan yang dengan segera dinikmati
hasilnya. Karyawan yang memungkinkan kemenangan perlu dikenal dan dihargai.
Mengkonsolidasikan dan menghasilkan perubahan dengan menggunakan
peningkatan kredibilitas merubah semua sistem, struktur dan kebijakan yang tidak
sesuai dengan perubahan, merekrut, mempromosi dan mengembangkan orang yang
dinilai mampu melaksanakan perubahan visi. Selalu menyegarkan kembali proses
perubahan dengan proyek baru, tema baru dan agen perubahan.
Menancapkan pendekatan baru ke dalam budaya. Menciptakan kinerja
lebih baik melalui pelayanan dan orientasi pada pelanggan dan produktivitas,
kepemimpinan yang lebih baik dan manajemen yang lebih efektif. Memberikan
makna hubungan yang lebih baik antara perilaku baru dan keberhasilan organisasi.
pengembangan sarana untuk memastikan pengembangan kepemimpinan dan suksesi.

2.9. Model Perubahan Pasmore


Perubahan menurut Pasmore berlangsung dalam 8 (delapan) tahapan secara
berurutan, yaitu:
Persiapan. Kegiatan persiapan adalah untuk memastikan mengapa usaha
perubahan diperlukan. Langkah pertama dalam memahami perlunya perubahan
merupakan studi benchmarking dengan mengumpulkan sejumlah orang dan

10
pengetahuan membuat pengukuran dimana sebenarnya organisasi berdiri. Persiapan
juga berarti membantu orang agar siap berpartisipasi dalam proses perubahan. Orang
harus memahami mengapa mereka perlu berubah, bagaimana melakukannya, dan apa
yang dapat mereka peroleh dengan mengikuti perubahan. Persiapan juga berarti
mempersiapkan stakeholders, seperti juga halnya tingkat manajemen yang lebih
tinggi, atau direksi, pelanggan, dan rekan.
Analisis kekuatan dan kelemahan. Aktivitas yang dilakukan meliputi
analisis eksternal, analisis internal, menentukan tujuan untuk perbaikan, dan
menentukan pengukuran spesifik untuk menaksir perubahan. Perubahan harus
membandingkan organisasi dengan
standar eksternal, sehingga diperoleh gambaran tentang kekuatan serta kelemahan saat
ini. Dari sini ditentukan agenda untuk perbaikan. Hasil akhir analisis kekuatan dan
kelemahan organisasional harus mengadopsi ukuran spesifik untuk memperkirakan
perubahan yang harus dilakukan.
Mendesain sub-unit organisasional baru. Aktivitas pada tahap ini meliputi:
meningkatkan kapabilitas individual, meningkatkan kapabilitas sub-unit, dan
meningkatkan integrasi secara sistemik. Proses perubahan ditingkat ini bergagasan
menciptakan unit organisasi yang dirancang untuk fleksibilitas dan dapat memenuhi
kepentingan pasar kompetitif atau harapan stakeholder eksternal. Kemudian, unit
yang diciptakan akan mengerjakan rincian detail tentang bagaimana mereka akan
berfungsi, berapa orang akan diperlukan, dan seterusnya.
Mendesain proyek. Desain proyek digunakan oleh orang yang terlibat dalam
berbagai proyek untuk mendapatkan sumber daya internal dan eksternal yang mereka
perlukan untuk merencanakan detail pekerjaan. Tugas mendesain proyek memerlukan
partisipasi anggota team proyek, kelompok pendukungnya, pelanggan kunci, dan
stakeholder eksternal. Ukuran proyek dapat bervariasi, mempengaruhi kebutuhan
team inti proyek dan fokus proyek.
Mendesain sistem kerja. Desain sistem kerja dimulai dengan
menyempurnakan tugas atau proses inti yang harus diwujudkan. Terdiri dari
identifikasi teknologi yang tepat untuk dimanfaatkan, kegiatan yang harus diwujudkan
untuk memanfaatkan teknologi, dan peranan yang akan dijalankan orang dalam
menyelesaikan aktivitas tersebut. Di luar teknologi operasi, desain sistem kerja juga
termasuk proses untuk mengukur dan memonitor kinerja memelihara umpan balik

11
dari pelanggan dan stakeholder lain
mengintegrasikan bagian lain dari sistem kerja dan pembelajaran organisasional.
Mendesain sistem pendukung. Pembentukan sistem pendukung yang
tersentralisir bertujuan untuk menawarkan keuntungan skala ekonomi atau
menyederhanakan kontak antara organisasi dan kelompok eksternal penting bagi
organisasi. Tim integratif dapat terdiri dari anggota baik proyek maupun fungsi staff
sentral dapat membuat rencana, menetapkan tujuan, dan mengusahakan bimbingan
pada fungsi sentral. Jika sumber daya tersedia, rotasi dari organisasi proyek melalui
fungsi staff sentral, dan sebaliknya membantu mengusahakan pembelajaran penting
bagi orang yang bergerak dari kedua arah. Jika sumber daya tidak memungkinkan,
rotasi usaha harus dilakukan untuk menjaga hubungan antara organisasi sentral dan
proyek.
Mendesain mekanisme integratif. Tantangan terbesar dalam desain
organisasional adalah mendesain mekanisme integratif yang benar-benar
mengintegrasi. Membuat mekanisme integrasi yang efektif dapat dilakukan dengan
cara sebagai berikut: 1) mengumpulkan dan menyebarkan informasi. Mekanisme
integrasi tidak dapat berfungsi tanpa mengetahui apa yang perlu diintegrasikan, dan
mereka tidak berguna jika tidak mengusahakan informasi yang membantu orang lain
mengarahkan kembali pemikiran dan aktivitasnya. 2) mekanisme integratif harus
memeiliki legitimasi (mampu mempengaruhi aktivitas yang dilakukan orang didalam
sistem).
Implementasi perubahan. Mayoritas dari ketidakberhasilan usaha perubahan
karena gagal dalam tahap implementasi. Perencanaan implementasi dapat mengurangi
risiko kegagalan tetapi tidak mencegah kegagalan. Perencanaan implementasi
mengklarifikasi siapa yang diharapkan mengerjakan apa, kapan, dan membantu orang
mengambil langkah pertama terhadap fleksibilitas yang lebih besar. Tahapan ini perlu
diikuti sebagai proses untuk menjamin keberhasilan perubahan. Banyak usaha
perubahan menemui kegagalan karena dilakukan tergesa-gesa dan tidak secara
bertahap. Demikian banyak pendapat para pakar tentang model perubahan yang
disarankan untuk dilakukan. Masing-masing model mempunyai pertimbangan dan
alasan tersendiri. Untuk implementasinya, model mana yang akan dipakai sangat
tergantung pada kondisi lingkungan dan masalah yang dihadapi, serta tujuan
perubahan yang diinginkan. Memilih salah satu model atau melakukan kombinasi
diantara model-model tersebut sah-sah saja.

12
2.10. Kasus yang berkaitan dengan materi
PT. Roda Bahari merupakan sebuah perusahaan keluarga dengan skala UMKM
yang bergerak pada bidang kelautan dan perikanan. Ruang lingkup usaha yang
dijalankan oleh PT. Roda Bahari meliputi konsultan, trading, serta produksi sarana
dan prasarana pendukung bidang kelautan dan perikanan. Pada awal tahun 2012,
melalui sebuah pertemuan keluarga, semua anggota keluarga sepakat untuk
menjalankan usaha dalam kerangka kerja yang formal, berbadan hukum, serta
profesional. Keputusan ini merupakan keputusan solutif terhadap permasalahan yang
ada seperti sedikitnya tenaga kerja, usaha berjalan tanpa perencanaan dan pengawasan
serta operasional kerja dan keuangan dilakukan tanpa aturan baku dan pengawasan
yang benar. Seiring dengan berjalannya bisnis PT. Roda Bahari, pihak manajemen
mulai menyadari bahwa setelah perusahaan resmi berbadan hukum, maka tugas
selanjutnya adalah bagaimana membuat perusahaan dapat berdaya saing dan
berkelanjutan. Salah satu langkah kongkrit yang dapat dilakukan adalah dengan
melakukan change management. Diketahui PT. Roda Bahari merupakan jenis
perusahaan keluarga Family Business Enterprise (FBE) yang berada dalam Managing
phase. Tahapan sebelumnya yang telah perusahaan lewati adalah developing phase,
sedangkan tahapan yang akan dituju adalah transformation phase dimana saat itu
perusahaan sudah menjadi Family Owned Business (FOE).
Analisis kasus dan Solusi
Perubahan yang dilakukan PT. Roda Bahari merupakan perubahan terencana
dan fundamental karena dilihat dari posisinya sekarang yaitu menuju transformation
phase dimana perubahan dapat terjadi pada kegiatan yang bersifat rutin dan kontinu.
Perubahan yang dilakukan bersifat sengaja, direncanakan dan berorientasi pada tujuan
yaitu merubah jenis perusahaan dari Family Business Enterprise (FBE) menjadi
Family Owned Business (FOE) yang resmi berbadan hukum. Jadi, penerapan konsep
change management yang paling tepat pada PT. Roda Bahari dapat dilakukan dengan
teori Lewin’s Three Step Model dan dapat dikembangkan kembali melalui teori Kotter
Eight Stage Change Process. Pihak yang berhak bertindak sebagai agent of change
adalah direktur operasional PT. Roda Bahari, karena dinilai kompeten, terlibat
langsung dalam day to day bisnis, serta memiliki akses yang cukup kepada pihak
pengambil keputusan. Pada proses manajemen perubahan tahap 1, PT. Roda Bahari
telah melalui satu tahapan perubahan dari developing phase menjadi managing phase.
Untuk mengidentifikasi proses perubahan yang telah terjadi, digunakan teori

13
FieldForce yang dicetuskan oleh Kurt Lewin. Adapun tahapan-tahapannya adalah
sebagai berikut:
Unfreezing the status quo. Tujuan pada tahap ini adalah untuk menciptakan
sebuah kesadaran tentang sebuah perubahan. Dalam implementasinya, agent of
change dan penggagas perubahan harus terlebih dahulu mengkomunikasikan idenya
kepada penasehat bisnis dan setelah mendapat approval, kemudian direktur
operasional mengkomunikasikan konsep ataupun gagasan baru tersebut melalui
pertemuan formal (meeting internal keluarga).
Movement to the new state. Pada tahap ini dapat dikatakan semua pihak
dalam perusahaan sudah mulai bisa menerima gagasan baru dan relatif bisa
“digerakkan”. beberapa perubahan yang telah dilakukan: Keterlibatan generasi kedua
yang duduk dalam top management, sebelumnya hanya melibatkan generasi pertama,
Mulai ada pemisahan antara keuangan keluarga dan perusahaan, sebelumnya
keuangan menjadi satu, Sudah ada distribusi pendapatan keluarga dan perusahaan,
namun karena pendapatan perusahaan masih relatif kecil maka seluruh pendapatan
masih diditribusikan ke perusahaan. Sebagai contoh, adanya komitmen komisaris dan
pemegang saham yang tidak menuntut return dalam jangka pendek, Laporan
keuangan saat ini ter-update secara rutin, dan Pajak sudah mulai dilaporkan walaupun
belum menyeluruh. Tidak hanya itu, perubahan juga dilakukan pada level bawah
yaitu: Keterlibatan pihak luar sebagai karyawan baru melalui proses rekrutmen
(wawancara), sebelumnya perusahaan melakukan rekrutmen hanya berdasarkan
rekomendasi dan Mulai ada pembagian pekerjaan untuk setiap karyawan, sebelumnya
karyawan melakukan multi jobdesk.
Refreezing. Tahap ini melambangkan sebuah tindakan memperkuat dan
menstabilkan setelah masa transisi. Tahapan ini akan membawa perusahaan pada
norma baru untuk memastikan bahwa objek perubahan tidak akan kembali ke cara-
cara lama.

14
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Setiap perubahan yang terjadi pasti ada proses didalamnya untuk menyesuaikan
dengan perubahan yang terjadi. Pada proses tersebut harus ada komitmen bersama bahwa
perubahan yang dilakukan ialah untuk kemajuan bersama demi terciptanya lingkungan
organisasi yang lebih baik dan mengikuti setiap perkembangan yang terjadi di dunia luar
sehingga organisai ataupun perusahaan tersebut tidak ketinggalan dalam segala aspek, baik
itu aspek sosial ekonomi maupun aspek yang berhubungan dengan teknologi dan alat
pendukung kinerja lainnya sehingga dapat bersaing dalam segala hal dengan organisasi
maupun perusahaan lain. Dari hasil perubahan ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja
suatu perusahaan ataupun organisasi dan tidak menutup kemungkinan dari perubahan ini
akan dapat pula memajukan organisasi ataupun perusahaan tersebut ke arah yang lebih
maju dan lebih baik lagi dari masa sebelumnya.

15
DAFTAR PUSTAKA

J, Winardi. (2013). Manajemen Perubahan (Management of Change). Jakarta: Kencana


Prenada Media Group.

Wibowo. (2006). Managing Change: Pengantar Manajemen Perubahan. Bandung: Alfabeta.

Wibowo, Arie. (2016). Manajemen Perubahan Pada Perusahaan Keluarga: Studi Kasus PT
Roda Bahari. Jurnal Ilmiah Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Pakuan, 2(1),
59-72.

16
17

Anda mungkin juga menyukai