Oleh:
KELOMPOK 7
HASMA
SUPIANI
Dosen/Pemandu:
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Dengan rahmat dan
inayah-Nya, sehingga makalah ini dapat diselesaikan sebagaimana mestinya.
Salawat dan salam atas junjungan Nabi Muhammad SAW. beserta keluarga
dan para sahabatnya.
Ucapan terima kasih, serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
Prof. Dr. H.M. Tahir Malik, M.Si. ; Dr. H.Djainuddin M, M.,Si Dan Dr. Idris, M. Kes
selaku Dosen Mata Kuliah Filsafat Ilmu, Pascasarjana Universitas Islam
Makassar (UIM) Tahun Akademik 2021/ 2022.
Ucapan terima kasih kepada rekan-rekan Mahasiswa Pascasarjana UIM
Kelas Maros yang telah memberikan bantuan dan motivasi serta berbagai
masukan, semoga semua itu bernilai ibadah dan mendapatkan imbalan pahala
yang berlipat ganda di sisi Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa dalam makalah ini terdapat berbagai
kekurangan dan kesalahan yang disebabkan karena keterbatasan pengetahuan
dan kemampuan penulis yang tak luput dari kesalahan dan kekurangan.
Akhirnya atas segala bantuan dan bimbingan yang telah diberikan
kepada penulis semoga Allah SWT. Membalasnya dengan pahala yang berlipat
ganda.
Makassar, April 2022
Tim Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Rachmawati, Yeni. dkk. Filsafat Imu (Jakarta: Badan Pusat , 2018), h.10.
1
2
akan berhenti pada satu titik, tapi akan terus berlangsung seiring dengan waktu
manusia dalam memenuhi rasa keingintahuannya terhadap dunianya.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah agar kita dapat memahami arti, metode,
PEMBAHASAN
A. Arti Epistimologi
1
Suaedi. Pengantar Filsafat Ilmu. (Bogor: PT Penerbit IPB Press, 2016), h.25
3
4
a. Empirisme
Empirisme adalah suatu cara/metode dalam filsafat yang mendasarkan cara
memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman. John Locke, bapak empirisme
Britania, mengatakan bahwa pada waktu manusia di lahirkan akalnya merupakan
jenis catatan yang kosong (tabula rasa),dan di dalam buku catatan itulah dicatat
pengalaman-pengalaman inderawi.2 Menurut Locke, seluruh sisa pengetahuan kita
diperoleh dengan jalan menggunakan serta memperbandingkan ide-ide yang
diperoleh dari penginderaan serta refleksi yang pertama-pertama dan sederhana
tersebut. Ia memandang akal sebagai sejenis tempat penampungan,yang secara pasif
menerima hasil-hasil penginderaan tersebut. Ini berarti semua pengetahuan kita
betapapun rumitnya dapat dilacak kembali sampai kepada pengalaman-pengalaman
inderawi yang pertama-tama, yang dapat diibaratkan sebagai atom-atom yang
menyusun objek-objek material. Apa yang tidak dapat atau tidak perlu di lacak
kembali secara demikian itu bukanlah pengetahuan, atau setidak-tidaknya bukanlah
pengetahuan mengenai hal-hal yang factual.
b. Rasionalisme
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal.
Bukan karena rasionalisme mengingkari nilai pengalaman, melainkan pengalaman
paling-paling dipandang sebagai sejenis perangsang bagi pikiran. Para penganut
rasionalisme yakin bahwa kebenaran dan kesesatan terletak di dalam ide kita, dan
bukannya di dalam diri barang sesuatu. Jika kebenaran mengandung makna
mempunyai ide yang sesuai dengan atau menunjuk kepada kenyataan, maka
2
Rizky,Muchsin, Nugraha A., dkk. Filsafat Ilmu. (Jambi: Pustaka Ma’arif Press, 2017), h.43
5
kebenaran hanya dapat ada di dalam pikiran kita dan hanya dapat diperoleh dengan
akal budi saja.
c. Fenomenalisme
Bapak Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant membuat uraian tentang
pengalaman. Barang sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinya sendiri merangsang
alat inderawi kita dan diterima oleh akal kita dalam bentuk-bentuk pengalaman dan
disusun secara sistematis dengan jalan penalaran. Karena itu kita tidak pernah
mempunyai pengetahuan tentang barang sesuatu seperti keadaannya sendiri,
melainkan hanya tentang sesuatu seperti yang menampak kepada kita, artinya,
pengetahuan tentang gejala (Phenomenon).
Bagi Kant para penganut empirisme benar bila berpendapat bahwa semua
pengetahuan didasarkan pada pengalaman-meskipun benar hanya untuk sebagian.
Tetapi para penganut rasionalisme juga benar, karena akal memaksakan bentuk-
bentuknya sendiri terhadap barang sesuatu serta pengalaman.
d. Intusionisme
Menurut Bergson, intuisi adalah suatu sarana untuk mengetahui secara
langsung dan seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan
pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara langsung dari
pengetahuan intuitif.
Salah satu di antara unsur-unsur yang berharga dalam intuisionisme Bergson
ialah, paham ini memungkinkan adanya suatu bentuk pengalaman di samping
pengalaman yang dihayati oleh indera. Dengan demikian data yang dihasilkannya
dapat merupakan bahan tambahan bagi pengetahuan di samping pengetahuan yang
dihasilkan oleh penginderaan. Kant masih tetap benar dengan mengatakan bahwa
pengetahuan didasarkan pada pengalaman, tetapi dengan demikian pengalaman harus
meliputi baik pengalaman inderawi maupun pengalaman intuitif.
6
3
Biyanto. Filsafat Ilmu dan Ilmu Keislaman . (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h.86
7
Sebagai sub sistem filsafat, epistemologi atau teori pengetahuan yang untuk
pertama kali digagas oleh Plato ini memiliki objek tertentu. Objek epistemologi ini
menurut Jujun S. Suriasuamantri berupa “ segenap proses yang terlibat dalam usaha
kita untuk memperoleh pengetahuan.” 4Proses untuk memperoleh pengetahuan inilah
yang mejadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi mengantarkan
tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap perantara yang harus
dilalui dalam mewujudkan tujan. Tanpa suatu sasaran, mustahil tujuan bisa terealisir,
sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi tidak terarah sama sekali.
Landasan epistemologi ilmu disebut metode ilmiah, yaitu cara yang dilakukan
ilmu dalam menyusun pengetahuan yang benar5. Metode ilmiah merupakan prosedur
4
George R Knight, Filsafat Pendidikan (Terjemahan oleh: Mahmud Arif). Yogyakarta: Gama
Media 2007), h.62
5
Surajiyo . Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. (Jakarta: Bumi Aksara,
2010), h.37
8
1. Metode induktif
2. Metode Deduktif
Deduksi merupakan suatu metode yang menyimpulkan bahwa data empirik diolah
lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada
dalam metode deduktif ialah adanya perbandingan logis antara kesimpulan-
kesimpulan itu sendiri.
3. Metode Positivisme
6
Muhmidayeli. Filsafat Pendidikan. (Bandung: Refika Aditama, 2011), h.51
9
Metode ini dikeluarkan oleh August Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal dari apa yang telah diketah
Menurut Comte perkembangan pemikiran manusia berlangsung dalam tiga tahap yaitu teologis, metofisis, d
Metode Kontemplatif
Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan sehin
Metode Dialektis
Pengaruh teori pengetahuan ilmiah, epistemologi berfungsi dan bertugas menganalisis secara kritis prosedu
Epistemologi juga membekali daya kritik yang tinggi terhadap konsep-konsep atau teori-teori yang ada. Pe
Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia. Suatu peradaban sudah tentu dibentu
1
alat strategis dalam merekayasa pegembangan alam menjadi sebuah produk sains
yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian halnya yang terjadi pada
teknologi meskipun teknologi sebagai penerapan sains, tetapi jika dilacak lebih jauh
ternyata teknologi sebagai akibat dari pemanfaatan dan pengembangan
epistemologi.7
7
Muhammad Muslih,. Filsafat Umum: Dalam Pemahaman Praktis. (Yogyakarta: Belukar,
2005), h.58
1
mungkin dengan perantaraan akal dan argumentasi rasional, dan jika ada orang yang
ragu atas realitas ini, maka minimalnya ia harus menerimanya untuk menjawab
segala bentuk kritikan.
Perbedaan hakiki manusia dan hewan terletak pada potensi akal-pikiran.
Rahasia kemanusiaan manusia adalah bahwa ia mesti menjadi maujud yang berakal
dan mengaplikasikan kekuatan akal dalam semua segmen kehidupannya serta seluruh
kehendak dan iradahnya terwujud melalui pancaran petunjuk akal. Hal ini berarti
bahwa jika akal dan rasionalitasnya dipisahkan dari kehidupannya, maka yang
tertinggal hanyalah sifat kehewannya, dengan demikian, segala dinamika hidupnya
berasal dari kecenderungan hewaninya.
Manusia ialah maujud yang berakal dan seluruh aktivitasnya dinapasi oleh
akal dan pengetahuan, maka dari itu, suatu rangkaian persoalan yang prinsipil
menjadi terkonstruksi dengan tujuan untuk mencarikan solusi atas segala
permasalahan yang timbul berkaitan dengan pengetahuan dan akal manusia, dimana
hal itu merupakan pembatas substansial antara iadengan hewan
Yang pasti, jawaban atas segala persoalan mendasar niscaya dengan upaya-
upaya rasional dan filosofis, karena ilmu-ilmu alam dan matematika tidak mampu
memberikan solusi komprehensif dan universal atasnya. Karena telah jelas urgensi
upaya rasional untuk kehidupan hakiki manusia, maka persoalan yang kemudian
muncul ialah apakah akal manusia mampu menyelesaikan persoalan-persoalan
tersebut? Jika nilai dan validitas pengenalan akal belum ditegaskan, maka tidaklah
berguna pengakuan akal dalam mengajukan solusi atas segala permasalahan yang
dihadapi manusia, dan keraguan akan senantiasa bersama manusia bahwa apakah
akal telah memberikan solusi yang benar atas perkara-perkara tersebut? Pertanyaan-
pertanyaan ini adalah inti pembahasan epistemologi. Dengan begitu, sebelum
melangkah ke arah upaya-upaya rasional dan filosofis, langkah pertama yang mesti
diambil adalah membedah persoalan-persoalan epistemologi.
Dengan ungkapan lain, jika kita merujuk kepada daftar isi persoalan-
persoalan yang berkaitan dengan pengetahuan, misalnya persoalan tentang
keberadaan realitas
1
8
Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat. (Jakarta: Bumi Aksara, 2005), h.101
1
PENUTUP
A. Kesimpulan
14
1
B. Saran
Penulis menyadari bahwa, masih masih banyak kekurangan dari makalah ini,
pengetahuan dan pengalaman penulis. Untuk itu segala kritik dan saran yang
membangun sangatlah penulis harapkan dari semua pihak, supaya dalam penyusunan
makalah selanjutnya dapat tersusun dengan baik dan bermanfaat bagi siapa yang
membacanya.
1
DAFTAR FUSTAKA
Biyanto. Filsafat Ilmu dan Ilmu Keislaman . Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015
Rizky,Muchsin, Nugraha A., dkk. Filsafat Ilmu. Jambi: Pustaka Ma’arif Press, 2017