Anda di halaman 1dari 7

Islam di Aceh

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Islam menurut negara

tampil

Afrika

tampil

Asia

tampil

Amerika

tampil

Eropa

tampil

Oseania

 Portal Islam

 l
 b
 s

Islam di Aceh merupakan agama yang dianut oleh mayoritas penduduk Aceh.


Banyak ahli sejarah baik dalam maupun luar negeri yang berpendapat bahwa
agama Islam pertama sekali masuk ke Indonesia melalui Aceh.
Keterangan Marco Polo yang singgah di Perlak pada tahun 1292 menyatakan
bahwa negeri itu sudah menganut agama Islam. Begitu juga Samudera-Pasai,
berdasarkan makam yang diketemukan di bekas kerajaan tersebut dan berita
sumber-sumber yang ada seperti yang sudah kita uraikan bahwa kerajaan ini sudah
menjadi kerajaan Islam sekitar 1270.[1]

Tentang sejarah perkembangan Islam di daerah Aceh pada zaman-zaman


permulaan itu petunjuk yang ada selain yang telah kita sebutkan pada bagian-bagian
yang lalu ada pada naskah-naskah yang berasal dari dalam negeri sendiri seperti
Kitab Sejarah Melayu, Hikayat Raja-Raja Pasai. Menurut kedua kitab tersebut,
seorang mubaligh yang bernama Syekh Ismail telah datang dari Mekkah sengaja
menuju Samudera untuk mengislamkan penduduk di sana. Sesudah menyebarkan
agama Islam seperlunya, Svekh Ismail pun pulang kembali ke Mekkah. Perlu juga
disebutkan di sini bahwa dalam kedua kitab ini disebutkan pula negeri-negeri lain di
Aceh yang turut diislamkan, antara lain: Perlak, Lamuri, Barus dan lain-lain.
[2]

Berdasarkan keterangan kedua sumber itu dapatlah diperkirakan bahwa sebagian


tempat-tempat di Aceh, terutama tempat-tempat di tepi pantai telah memeluk agama
Islam. Islam yang masuk ke Aceh khususnya dan Indonesia umumnya pada
mulanya mengikuti jalan-jalan dan kota-kota dagang di pantai, kemudian barulah
menyebar ke pedalaman. Para pedagang dan mubaligh telah memegang peranan
penting dalam penyebaran agama Islam. [3]

Secara historis sosiologis, masuk dan berkembangnya Islam ke suatu daerah sangat
kompleks. Terdapat banyak permasalahan yang terkait dengannya, misalnya dari
mana asalnya, siapa yang membawa, apa latar belakangnya dan bagaimana
dinamikanya, baik dari segi ajaran Islam maupun pemeluknya. Ada beberapa
pendapat yang menyatakan kapan masuknya Islam ke Aceh. Hamka berpendapat
Islam masuk ke Aceh sejak abad pertama Hijriah (ke-7 atau 8 M) namun ia menjadi
sebuah agama populis pada abad ke-9 seperti pendapat Ali Hasjmy. Sedangkan
para orientalis seperti Snouck Hourgronje berpendapat Islam masuk pada abad ke-
13 M yang ditandai dengan berdirinya Kesultanan Samudra Pasai. [4]

Masjid Raya Baiturrahman

Daftar isi
 1Aceh Pra Islam
 2Keprihatinan atas Masjid di Aceh
 3Distribusi geografi
 4Referensi
 5Catatan
 6Lihat pula
 7Pranala luar

Aceh Pra Islam[sunting | sunting sumber]

Sebuah Dayah di Aceh

Zainuddin sebagaimana dinyatakan dalam Aceh Serambi Mekkah, bahwa sebagian


besar catatan sejarah tentang Aceh sebelum tahun 400 M tidak diketahui secara
jelas. Bahkan, catatan J. Kreemer sebagaimana dikutip oleh Aboebakar Atjeh
menyebutkan bahwa sebelum tahun 1500 sejarah Aceh masih belum diketahui
orang.
Snouck Hurgronje menunjukkan sedikit gambaran yang mengindikasikan adanya
pengaruh Hindu di Aceh, dengan memperhatikan cara berpakaian para wanita Aceh
yang dikatakannya bersanggul miring mirip dengan cara para wanita Hindu.
Menurutnya pula,langsung atau tidak langsung, Hinduisme pada suatu waktu
mengalir ke dalam peradaban dan bahasa Aceh walaupun hal ini sangat sulit diteliti
dalam riwayat dan adat. [5]

Julius Jacob seorang ahli kesehatan yang pernah bertugas di Aceh tahun 1878
menyatakan bahwa pengaruh Hindu atas penduduk setidak-tidaknya dapat
ditemukan dengan kenyataan tentang pemakaian nama-nama tempat dalam bahasa
Hindu istilahnya terdapat dalam bahasa Aceh.[6]

Dalam ranah kesusastraan, sastra Aceh juga memiliki keterpengaruhan


Hindu,seperti adanya Hikayat Sri Rama dalam bahasa Melayu, dikenal sebagai
saduran dari Kakawin Ramayana karya Walmiki. Baik versi Aceh maupun Melayu
dari Hikayat Sri Rama maupun Rahwana telah menimbulkan dugaan bahwa hikayat
itu mencerminkan sejarah Aceh dan Raja Rahwana yang dimaksud di dalamnya
adalah Raja yang pernah bertahta di Indrapuri (Aceh Besar). Nama-
nama gampong tua dari bahasa Sangsekerta seperti Indrapuri atau Indrapurwa juga
telah dikaitkan oleh sementara penduduk sebagai suatu nama kota-kota kerajaan
Hindu yang pernah tumbuh di Aceh, meski demikian hal itu samasekali tidak dapat
dijadikan pegangan untuk mengatakan bahwa telah berdiri kerajaan Hindu di Aceh,
karena masih memerlukan pembuktian-pembuktian yang dapat dipercaya mengenai
hal ini.
[7]

Pada masa itu, budaya yang hidup dalam masyarakat Aceh diserap dari nilai-nilai
agama Hindu. Menurut Van Langen, pada dasarnya orang Aceh berasal dari bangsa
Hindu. Migrasi Hindu bertapak di Pantai Utara Aceh dan dari sini menuju ke
pedalaman. Dari Gigieng dan Pidie, mungkin juga dari daerah Pase, migrasi Hindu
menuju ke daerah Mukim XXII di Aceh Besar. Meskipun pendapat ini dibantah oleh
C. Snouck Hurgronje. Akan tetapi, jika diperhatikan dari intensitas pergaulan,
terutama dalam bidang perdagangan antara Aceh dan India pada masa itu, maka
dapat dikatakan bahwa agama Hindu merupakan anutan sebagian masyarakat Aceh
sebelum kedatangan Islam. Selain Hindu, diperkirakan agama Budha juga menjadi
anutan bagi sebagian masyarakat Aceh yang lain, yang diduga dibawa oleh orang-
orang Cina. [8]

Keprihatinan atas Masjid di Aceh[sunting | sunting sumber]


Meskipun Islam adalah agama mayoritas di provinsi ini, hanya 6% masjid dari 3.883
masjid di Aceh yang benar-benar rutin melaksanakan salat lima waktu karena status
syariat Islam yang tidak menjamin ibadah Islam. Sisanya hanya melaksanakan salat
berjemaah Magrib dan Isya serta pelaksanaan salat jemaah Jumat. Keadaan ini kira-
kira seperti masjid-masjid di beberapa negara bekas Uni Soviet,
seperti Azerbaijan, Tajikistan atau Kirgistan.
Kondisi ini membuat prihatin DMI Aceh. Sebagai organisasi keagamaan, kondisi
sebagai sebuah tantangan. Pengurus Wilayah DMI Aceh bertekad meningkatkan
angka partisipasi masjid untuk menyelenggarakan salat berjemaah lima waktu
dengan membentuk DMI di kabupaten dan kota [9]

Distribusi geografi[sunting | sunting sumber]


Berikut merupakan sebaran umat Islam per kota/kabupaten di Provinsi Aceh.

Kota/kabupaten Muslim[10] %

Simeulue 80.424 99.69%

Aceh Singkil 90.508 88.29%

Aceh Selatan 200.686 99.23%

Aceh Tenggara 145.265 81.15%

Aceh Timur 360.144 99.91%


Aceh Tengah 174.659 99.51%

Aceh Barat 170.701 99.35%

Aceh Besar 345.535 98.33%

Pidie 377.453 99.56%

Bireuen 387.379 99.51%

Aceh Utara 529.199 99.90%

Aceh Barat Daya 125.708 99.74%

Gayo Lues 79.331 99.71%

Aceh Tamiang 249.354 98.98%

Nagan Raya 138.869 99.43%

Aceh Jaya 75.501 98.33%

Bener Meriah 121.722 99.55%

Pidie Jaya 132.062 99.33%

Kota Banda Aceh 216.941 97.09%

Kota Sabang 29.889 97.51%

Kota Langsa 146.377 98.28%


Kota
169.631 99.10%
Lhokseumawe

Kota Subulussalam 65.906 97.72%

TOTAL 4.413.244 98.19%

Referensi[sunting | sunting sumber]
1. ^ News, Tagar (2017-12-23). "Sejarah Awal Masuknya Islam di Aceh". TAGAR. Diakses tanggal 2019-11-08.
2. ^ "ULAMA-ULAMA PENYIAR ISLAM AWAL DI ACEH (Abad 16-17M)". Direktorat Jendral Kebudayaan. 2013-
09-30. Diakses tanggal 2019-11-08.
3. ^ "Menelusuri Gampong Pande, tempat pertama masuk Islam di Nusantara". merdeka.com (dalam bahasa
Inggris). Diakses tanggal 2019-11-08.
4. ^ "Kerajaan Islam Aceh". RomaDecade. 2019-01-12. Diarsipkan dari versi asli tanggal 2019-09-22. Diakses
tanggal 2019-11-08.
5. ^ Kaya, Indonesia. "Sepenggal Sejarah Peralihan Hindu-Islam di Aceh - Situs Budaya
Indonesia". IndonesiaKaya (dalam bahasa Indonesia). Diakses tanggal 2019-11-08.
6. ^ "Dari Hinduisme Hingga Islamisasi di Aceh". Nofalliata's Blog, Kajian Ilmiah. 2012-02-18. Diakses
tanggal 2019-11-08.
7. ^ Redaksi. "Masjid Indrapuri, Catatan Sejarah Islam di Aceh | Waspada Aceh". Diarsipkan dari versi
asli tanggal 2019-11-08. Diakses tanggal 2019-11-08.
8. ^ Proses Islamisasi Di Aceh
9. ^ "Hanya 6 persen masjid di Aceh rutin gelar salat 5 waktu berjemaah". merdeka.com (dalam bahasa Inggris).
2015-01-19. Diakses tanggal 2021-08-13.
10. ^ [1]

Catatan[sunting | sunting sumber]
1. Azyumardi Azra, Jaringan Ulama: Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara
XVI: dan XVIII, Mizan,Bandung, 1994, h. 24.
2. Ali Hasjmy, Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, Al-
Ma’arif, Bandung, 1981, h. 358.
3. Musyrifah Sunanto, Sejarah Peradaban Islam Indonesia. Grafiti Pres, Jakarta.
2005. h. 8-9
4. M. Hasbi Amiruddin (Ed.), Aceh Serambi Mekkah, Pemerintah Provinsi
Aceh,Banda Aceh 2008, h. 2. Lihat juga H.M. Zainuddin, Tarich Atjeh dan
Nusantara, Pustaka Iskandar Muda, 1961,Medan, h. 40.
5. M. Hasbi Amiruddin (Ed.), Aceh Serambi ..., h. 4. Lihat juga Tuanku Abdul
Jalil, “Kerajaan Islam Perlak Poros Aceh-Demak-Ternate” dalam A. Hasjmy
(peny), Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Indonesia, Al-Ma’rif,
Bandung, 1993.
6. Aboebakar Atjeh, “Tentang Nama Aceh” dalam Ismail Suny (Ed.), Bunga
Rampai Tentang Aceh, BharataKarya Aksara, Jakarta, 1980, h. 20.
7. M. Hasbi Amiruddin (Ed.), Aceh Serambi..., h. 4. Jurnal Lektur Keagamaan,
Vol. 8, No. 1, 2010: 91 - 118

Lihat pula[sunting | sunting sumber]


 Hukum jinayat di Aceh
 Dayah di Aceh
 Baitul Asyi
 Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 11 Tahun 2002

Pranala luar[sunting | sunting sumber]


 (Indonesia) Islam Di Aceh Diarsipkan 2010-12-29 di Wayback Machine.
 (Indonesia) Kronologi Islam Di Aceh
 (Indonesia) Sejarah Kerajaan Aceh

tampil

Islam di Indonesia
Kategori: 
 Islam di Aceh
 Aceh
 Islam
 Sejarah Aceh
 Islam di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai