Ileus adalah kondisi yang terjadi ketika gerakan usus terhenti sehingga menyebabkan makanan
tersumbat di dalam usus. Hal ini paling sering terjadi setelah seseorang menjalani operasi di
area perut. Ketika masuk ke dalam tubuh, makanan akan dicerna di lambung untuk selanjutnya
dialirkan menuju usus halus dan usus besar. Panjang usus halus bisa mencapai 6 meter dan
sepanjang itu pula makanan harus menempuh perjalanan agar sisa pencernaan dapat
dikeluarkan. Pada kondisi normal, otot-otot usus akan berkontraksi agar dapat mendorong
makanan (gerakan peristalsis). Namun ketika ileus terjadi, komponen makanan tidak dapat
keluar dan menyebabkan penyumbatan di usus. Ileus adalah masalah kesehatan yang
berbahaya. Selain menimbulkan ketidaknyamanan pada perut, jika dibiarkan, ileus
dapat menyebabkan perforasi atau robekan pada usus. Di samping itu, bagian usus yang
mengandung banyak kuman dapat keluar ke rongga tubuh dan mengancam jiwa penderitanya.
Oleh karena itu, penanganan ileus perlu dilakukan secepatnya. Pengobatan ileus terdiri dari
pemberian obat-obatan dan tindakan medis.
Ileus ada 2 macam yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik.1
1. Ileus obstruktif atau disebut juga ileus mekanik adalah keadaan dimana isi lumen saluran
cerna tidak bisa disalurkan ke distal atau anus karena adanya sumbatan/hambatan mekanik
yang disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus atau luar usus yang menekan
atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan nekrosis segmen
usus tersebut.
2. Ileus paralitik adalah keadaan di mana usus gagal/ tidak mampu melakukan kontraksi
peristaltik untuk menyalurkan isinya akibat kegagalan neurogenik atau hilangnya
peristaltik usus tanpa adanya obstruksi mekanik. Ileus paralitik ini bukan suatu penyakit
primer usus melainkan akibat dari berbagai penyakit primer, tindakan (operasi) yang
berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi
kontraksi otot polos usus. Gerakan peristaltik merupakan suatu aktivitas otot polos usus
yang terkoordinasi dengan baik diatur oleh neuron inhibitory dan neuron exitatory dari
sistim enteric motor neuron. Kontraksi otot polos usus ini dipengaruhi dan dimodulasi oleh
berbagai faktor seperti sistim saraf simpatik – parasimpatik, neurotransmiter (adrenergik,
kolinergik, serotonergik, dopaminergik, hormon intestinal, keseimbangan elektrolit dan
sebagainya.
2. Apa yang ditanyakan pada IPSS dan pertanyaan terakhir pada IPSS?
Hal yang ditanyakan pada Internationa Prostate Symptom Score (IPSS)2
1. Seberapa sering anda merasa masih ada sisa selesai berkemih?
2. Seberapa sering anda harus kembali kencing dalam waktu kurang dari 2 jam setelah selesai
kencing?
3. Seberapa sering anda mendapatkan bahwa anda kencing terputus-putus?
4. Seberapa sering anda merasa sulit untuk menahan kencing?
5. Seberapa sering pancaran kencing anda lemah?
6. Seberapa sering anda harus mengejan saat memulai kencing?
7. Seberapa sering anda harus bangun untuk kencing, sejak mulai tidur pada malam hari
hingga bangun di pagi hari?
Dengan skor IPSS yaitu
Grade ringan = 0-7;
Grade sedang = 8-19;
Grade berat = 20-35
Pertanyaan terakhir yang ditanyakan pada pasien yang mencakup keseluruhan yakni
pertanyaan tentang kualitas hidup yaitu :
1. Seandainya anda harus menghabiskan sisa hidup dengan fungsi kencing yang seperti ini,
bagaimana perasaan anda?
Dengan grade kualitas hidup yakni
0 = Senang sekali;
1 = Senang;
2 = Pada umumnya puas;
3 = Campur antara puas dan tidak;
4 = Pada umumnya tidak puas;
5 = Tidak senang;
6 = Buruk sekali
Internationa Prostate Symptom Score (IPSS)2
3. Bagaimana cara mengecek refleks bulbocavernosus?
Cara mengecek reflek bulbocavernosus dengan cara setelah jari telunjuk tangan kanan masuk
dalam rectum, tangan kiri menekan glans penis. Menilai kontraksi yang dirasakan pada jari
telunjuk kanan.3
Refleks Bulbocavernosus adalah suatu reflex yang ditandai dengan kontraksi dari otot
bulbospongiosus (otot sfingter ani) ketika dorsum penis ditarik atau glans penis dikompresi.
Bulbo Cavernosus Refleks atau BCR adalah salah satu cara untuk mengetahui apakah
seseorang menderita dari syok spinal. Refleks ini merupakan refleks polisinaptik yang
berguna selain untuk mengetahui adanya syok spinal juga memperoleh informasi tentang
adanya cedera sumsum tulang belakang (SCI). Tes ini melibatkan pemantauan kontraksi
sfingter anal sebagai respon terhadap gerakan meremas pada glans penis atau tertariknya
kateter Foley. Refleks ini dimediasi oleh saraf tulang belakang S1-S4. Tidak adanya refleks
tanpa trauma sumsum tulang belakang sakral menunjukkan syok spinal. Biasanya ini adalah
salah satu refleks pertama yang kembali setelah syok spinal. Tidak adanya fungsi motorik dan
fungsi sensorik setelah refleks telah kembali menunjukkan adanya cidera spinal yang lengkap.
Tidak adanya refleks ini dalam kasus di mana syok tulang belakang tidak dicurigai dapat
menunjukkan lesi atau cedera medullaris konus atau akar saraf sakral. Bulbo cavernosus
adalah istilah awal untuk m.bulbospongiosus, sehingga refleks ini seharusnya disebut
"Bulbospongiosus refleks".
Pembesaran prostat dinilai dengan pemeriksaan colok dubur yakni dengan tiga cara:
1) Rectal Grading
Yaitu dengan rectal toucher diperkirakan berapa cm prostat yeng menonjol ke dalam
lumen rektum yang dilakukan sebaiknya pada saat buli-buli kosong. Grading ini adalah :
Grade 0 : 0 – 1 cm
Grade 1 : 1 – 2 cm
Grade 2 : 2 – 3 cm
Grade 3 : 3 – 4 cm
Grade 4 : 4 cm
2) Clinical Grading
Dalam hal ini urine menjadi patokan. Pengukuran ini dilakukan dengan cara meminta
pasien berkemih sampai selesai saat bangun tidur pagi, kemudian memasukkan kateter ke
dalam kandung kemih untuk mengukur sisa urin.
Normal : Sisa urine 0 cc
Grade 1 : Sisa urin 0 – 50 cc
Grade 2 : Sisa urin 50 – 150 cc
Grade 3 : Sisa urine > 150 cc
Grade 4 : Sama sekali tidak bisa berkemih
3) Intra Uretra Grading
Dengan alat perondoskope yang diukur/ dilihat beberapa jauh penonjolan lobus lateral
kedalam lumen uretra.
Grade 1 : clinical grading sejak berbulan-bulan, bertahun-tahun, mengeluh kalau kencing
tidak lancar, pancaran melemah, nokturia.
Grade 2 : bila miksi terasa panas, sakit, dysuria.
Grade 3 : gejala makin berat
Grade 4 : buli-buli penuh, dysuria overflow incontinence.
(2) Gagal Trial Without Catheter (TWOC); TWOC adalah cara untuk mengevaluasi apakah
pasien dapat berkemih secara spontan setelah terjadi retensi. Setelah kateter dilepaskan,
pasien kemudian diminta dilakukan pemeriksaan pancaran urin dan sisa urin. TWOC baru
dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian α1-blocker selama minimal 3-7 hari.
TWOC umumnya dilakukan pada pasien yang mengalami retensi urine akut yang pertama
kali dan belum ditegakkan diagnosis pasti.
(6) Penurunan fungsi ginjal yang disebabkan oleh obstruksi akibat BPH;
(7) Perubahan patologis pada kandung kemih dan saluran kemih bagian atas.
(8) Indikasi relatif lain untuk terapi pembedahan adalah keluhan sedang hingga berat, tidak
menunjukkan perbaikan setelah pemberian terapi non bedah, dan pasien yang menolak
pemberian terapi medikamentosa.