Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

KONTEKS KUALISASI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM


MEMBANGUN KARAKTER KEBANGSAAN

DISAMPAIKAN GUNA MEMENUHI TUGAS PANCASILA

DISUSUN OLEH :

Nama : - Cha Cha Boa


- Fadhly Yassin Tanjung
- Melati Anggraini
Semester : II (dua)
Dosen Pengampu : Yassir Husein Pardede, M.M

PROGARAM STUDY TADRIS MATEMATIKA


SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIAH AL-HIKMAH
TEBING TINGGI 2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Segala puji bagi Allah, Yang Mahakuasa atas segala sesuatu, Yang
Maha Menciptakan segala yang ada di langit dan di bumi. Allah Maha
Membolak-balikkan hati manusia. Dialah yang telah menurunkan ketenangan
ke dalam hati orang-orang mukmin untuk menambah keimanan atas keimanan
mereka (yang telah ada). Milik Allah-lah bala tentara lagit dan bumi, dan Maha
Mengetahui lagi Mahabijaksana.

Shalawat dan salam semoga senantia tercurah kepada Rasulullah


Muhammad SAW. yang telah menyelamatkan umat manusia dari lembah
kegelapan menuju lembah terang benderang yang penuh hidayah. Tidak lupa
pula doa teruntuk para keluarga, para sahabat dan para pengikut beliau sampai
kiamat kelak.

Kami mengucapkan terima kasih kepada beberapa pihak yang telah


memberikan penjelasan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini yang
akan membahas tentang “Konteks Kualisasi Nilai-nilai Pancasila dalam
Membangun Karakter Kebangsaan”. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh
dari kesempurnaan baik dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dan
saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk penyempurnaan makalah
selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua.

Serdang Bedagai, 07 April 2022


Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PEDAHULUAN............................................................................................1
A. LATAR BELAKANG..................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH..............................................................................1
C. TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH......................................................1
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................2
A. PENGERTIAN KONTEKS KUALISASI NILAI PANCASILA............2
B. PENGERTIAN dan KONSEP MEMBANGUN KARAKTER
BANGSA.......................................................................................................2
C. AKTUALISASI NILAI PANCASILA.......................................................3
a. Kerangka Teoritik..................................................................................3
b. Perubahan dan Kebaharuan.................................................................5
D. CARA KITA MENGAKTUALISASIKAN PANCASILA DALAM
KEHIDUPAN KITA....................................................................................8
E. MACAM-MACAM DARI AKTUALISASI PANCASILA......................9
a. Aktualisasi pancasila objektif...............................................................9
b. Aktualisasi pancasila subjektif..............................................................10
F. SOSIALISASI NILAI-NILAI PANCASILA MELALUI
PENDIDIKAN KARAKTER......................................................................10
G. KONTEKS KUALISASI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM
MEMBANGUN KARAKTER KEBANGSAAN.......................................11
BAB III PENUTUP..................................................................................................13
A. KESIMPULAN.............................................................................................13
B. SARAN..........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................14
c.

ii
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Aktualisasi pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
dilihat dari aspek (1) keharusan moral, (2) subyektif, (3) ketaatan moral,
(4) kesadaran moral, (5) internalisasi nilai-nilai moral pancasila, (6) proses
pembentukan kepribadian pancasila, (7) implementasi nilai-nilai pancasila.
Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara merupakan
kesepakatan politik para founding father ketika negara Indonesia didirikan.
Namun, dalam perjalanan panjang kehidupan berbangsa dan bernegara
pancasila seriang mengalami berbagai deviasi dalam aktualisasi nilai-
nilainya. Deviasi pengalaman pancasila tersebut bisa berupa penambahan ,
pengurangan, dan penyimpangan dari makna yang seharusnya, dan seiring
dengan itu sering pula terjasdi upaya pelurusan kembali.

B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa yang dimaksud konsep membangun karakter bangsa?
b. Apa itu aktualisasi pancasila?
c. Bagaimana perubahan dan kebaharuannya

C. TUJUAN PEMBUATAN MAKALAH


Agar kita mengetahui lebih luas tentang Konteks Aktualisasi Nilai-
nilai Pancasila dalam Membangun Karakter Bangsa

1
BAB II PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN KONTEKS KUALISASI NILAI PANCASILA


Konteks kualisasi nilai pancasila adalah kondisi derajat nilai
pancasila dalam kehidupan. Konteks kualisasi dan pancasila menjadi
kebutuhan bagi bangsa ini karena setiap zaman selalu menghadirkan
nuansa dan tantangan yang berbeda-beda. Karena itu, perlu dicari
pendekatan pemahaman dan pengalaman pancasila yang kompatibel
dengan konteks yang berkembang di masyarakat yang terus berubah.
Penerapan pancasila dalam konteks kehidupan berbangsa adalah
upaya yang harus dilakukan untuk mengimplementasi nilai-nilai pancasila
dalam bermasyarakat, sesuai dengan tujuan dan cita-cita pancasila salah
satunya yaitu menciptakan harmonisasi dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Untuk itu diperlukan pendidikan karakter untuk menumbuhkan
kesadaran mengenai rasa kesatuan dan persauan berbangsa, juga
memperbaiki nilai-nilai yang teah menyimpang dan mengembalikan ke
nilai-nilai yang sesuai demi Kesatuan Negara Indonesia.

B. PENGERTIAN dan KONSEP MEMBANGUN KARAKTER


BANGSA
Berdasarkan perspektif pendidikan kewarganegaraan dikenal tiga
kompetensi yaitu : pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge),
kecakapan kewarganegaraan (civic skill), dan watak kewarganegaraan
(civic disposition). Membangun karakter bangsa merupakan proses
internalisasi nilai-nilai kehidupan luhur bangsa Indonesia ke dalam jiwa
setiap warga bangsa Indonesia sehingga niali-nilai tersebut termanifestasi
dalam perilaku bagi pribadi masing-masing dan bagi kehidupan bersama
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara Indonesia. Dalam hal ini,
Hutcheon menyatakan “Where does character come from?” The search
for answers takes us into the sources of popular belief about whether or

2
nor people learn to be sinners or saints. Religious and philosophical world
views taht imply an ethical role for humans in universe.
Karakter secara kohoren memancar dari hasil olah pikir, olah hati,
olah rasa dan olah karsa, serta olah raga yang mengandung nilai,
kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan
dan tantangan. Pancasila sebagai dasar pemikiran falsafati dalam
membangun masyarakat, bangsa dan negara Indonesia baik untuk
kekinian maupun untuk masa depan bangsa dan negara Indonesia.
Pembangunan karakter harus bersifat berlanjut terus menerus
(sustainable), maka nilai yang dijadikan paradigma karakter haruslah nilai
yang bersifat berlanjut. Membangun karakter merupakan pembangunan
manusia, maka sustainable values merupakan core dari pembangunan
adalah Pancasila sebagai nilai-nilai kemanusiaan. Demikian membangun
karakter bangsa berbasis falsafah Pancasila adlaah menjadikan nilai-nilai
Pancasila tercermin dalam perilaku hidup dan kehidupan setiap orang
anggota masyarakat. Jika nilai Pancasila telah terimplementasi dalam
karakter setiap orang, secara outmatif membudaya dalam perilaku
masyarakat bangsa, dan penyelenggaraan negara.

C. AKTUALISASI NILAI PANCASILA


a. Kerangka Teoritik
Alfred North Whitehead (1864-1947), tokoh utama filsafat
proses, berpandangan bahwa semua realitas dalam alam mengalami
proses atau perubahan, yaitu kemajuan, kreatif dan baru. Relitas itu
dinamik dan suatu proses yang terus menerus “menjadi”, walaupun
unsur permanensi realits dan identitas diri dalam perubahan tidak
boleh diabaikan. Sifat alamiah itu dapat pula dikenakan pada ideologi
Pancasila sebagai suatu realitas (pengada).
Moerdiono (1995/1996) menunjukan adanya 3 tataran nilai
dalam ideologi Pancasila. Tiga tataran nilai itu adalah :
Pertama, Nilai Dasar yaitu suatu nilai yang bersifat amat abstrak
dan tetap, yang terlepas dari pengarus perubahan waktu. Nilai dasar

3
merupakan prinsip yang bersifat amat abstrak, bersifat umum, tidak
terikat oleh waktu dan tempat dengan kandungan yang bagaikan
oksioma. Dari segi nilainya, nilai dasar berkenaan dengan eksistensi
sesuatu, yang mencakup cita-cita, tujuan, tatanan dasar dan ciri
khasnya. Nilai dasar pancasila ditetapkan oelh para pendiri negara.
Nilai dasar pancasila tumbuh baik dari sejarah perjuangan bangsa
Indonesia melawan penjajahan yang telah menyengsarakan rakyat,
maupun dari cita-cita yang ditanamkan dalam agama dan tradisi
tentang suatu masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
kebersaman, persatuan dan kesatuan seluruh warga masyarakat.
Kedua, Nilai Instrumental yaitu suatu nilai yang bersifat
kontekstual. Nilai instrumental merupakan penjabaran dari nilai dasar
tersebut, yang merupakan arahan kinerjanya untuk kurun waktu
tertentu dan untuk kondisi tertentu. Nilai instrumental ini dapat dan
bahkan harus disesuaikan dengan tuntutan zaman. Namun nilai
instrumental haruslah mengacu pada nilai dasar yang dijabarkan.
Penjabaran itu bisa dilakukan secara kreatif dan dinamik dalam
bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama, dalam
batas-batas yang dimungkinkan oleh nilai dasar itu. Dari kandungan
nilainya, maka nilai instrumental merupakan kebijaksanaan, strategi,
organisasi, sistem, rencana, program, bahkan juga proyek-proyek yang
menindaklanjuti nilai dasar tersebut. Lembaga negara yang berwenang
menyusun nilai instrumental ini adalah MPR, Presiden, dan DPR.
Ketiga, Nilai Praksis yaitu nilai yang terkandung dalam
kenyataan sehari-hari, berupa cara bagaimana rakyat melaksanakan
nilai pancasila. Nilai praksis terdapat pada banyak wujud pernerapan
nilai pancasila. Dari segi kandungan nilainya, nilai praksis merupakan
gelanggang pertarungan antara idealisme dan realitas. Dari segi
pelaksanana nilai yang dianut, pada nilai praksislah ditentukan tegak
atau tidaknya nilai dasar dan nilai instrumental. Ringkasnya bukan pad
rumusan abstrak dan bukan juga pada kebijaksanaan, strategi, rencana,
program atau proyek itu sendiri terletak batu ujian terakhir dari nilai

4
yang dianut, tetapi pada kualitas pelaksanaanya dilapangan. Yang
paling penting adalah bukti pegalamannya atau aktualisasinya dalam
kehidupan bemasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Untuk menjaga konsistensi dalam mengaktualisasikan nilai
Pancasila ke dalam praktik hidup berbangsa dan bernegara, maka perlu
pancasi;a formal yang abstrak, umum, universal itu di transformasikan
menjadi rumusan pancasila yang umum kolektif, dan bahkan menjadi
pancasila yang khusus individual.
Masalah aktualisasi nilai-niali dasar pancasila ke dalam
kehidupan bukanlah masalah yang sederhana. Masih terdapat beberapa
kekeliruan yang mendasar dalam cara orang memahami dan
mengahayti Negara Pancasila dalam berbagai seginya. Belum
teraktualisasinya nilai dasar pancasila secara konsisten dalam taatran
praktis perlu terus menerus diadakan peruabahan, baik dalam arti
konseptual maupun operasional. Banyak hal yang harus di tinjau dan
dikaji ulang.
Aktualisasi nilai pancasila dituntut selalu mengalami
pembaharuan. Hakikat pembaharuan adalah perbaikan dari dalam dan
memalui sistem yang ada atau dengan kata lain, pembaharuan
mengandaikan adanya dinamika internal dalam diri pancasila.

b. Perubahan Dan Kebaharuan


Pembaharuan dan perubahan bukanlah melulu bersumber dari
satu sisi saja, yaitu akibat yang timbul dari dalam, melainkan bisa
terjadi karena pengaruh dari luar. Terjadinya proses perubahan
(dinamika) dalam aktualisasi nilai Pancasila tidaklah semata-mata
disebabkan kemampuan dari dalam (potensi) dari Pancasila itu sendiri,
melaikan dengan realitas yang lain. Dinamika aktualisasi Pancasila
bersumber pada aktivitas didalam menyerap atau menerima dan
menyingkirkan atau menolak nilai-nilai atau unsur-unsur dari luar
(asing). Contoh paling jelas dari terjadinya perubahan transformatif
dalam aktualisasi nilai pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,

5
berbangsa dan bernegara, adalah empat kali amandemen UUD 1945
yang telah dilakukan MPR pada tahun 1999, 2000, 2001, dan
tahun2002.
Akibat kemajuan ilmu dan teknologi, khususnya teknologi
komunikasi, terjadilah perubahan pola hidup masyarakat yang begitu
cepat.Tidak satupun bangsa dan Negara mampu mengisolir diri dan
menutup rapat dari pengaruh budaya asing. Demikian juga terhadap
masalah ideologi, dalam kaitan ini, M.Habib Mustopo (1992: 11-12)
meyatakan, bahwa pergeseran dan perubahan nilai-nilai akan
menimbulkan kebimbangan, terutama didukung oleh kenyataan
masuknya arus budaya asing dengan berbagai aspeknya.
Prof. Notonagoro telah menemukan cara untuk memanfaatkan
pengaruh dari luar tersebut, yaitu secara eklektif mengambil ilmu
pengetahuan dan ajaran kefilsafatan dari luar tersebut, tetapi dengan
melepaskan diri dari sistem filsafat yang bersangkutan dan selanjutnya
diinkorporasikan dalam struktur filsafat Pancasila. Dengan demikian,
terhadap pengaruh dari luar, maka pancasila bersifat terbuka dengan
syarat dilepaskan dari sistem filsafatnya, kemudia dijadikan unsur
yang serangkai dan memperkaya struktur filsafat Pancasila (Sri
Soeprapto, 1995: 34). Sepaham dengan Notonagoro, Dibyasuharda
(1990: 229) mengkualifikasikan Pancasila sebagai struktur atau sistem
yang terbuka dinamik, yang dapat menggarap apa yang datang dari
luar, dalam artian luas, menjadi miliknya tanpa mengubah
identitasnya, malah mempunyai daya keluar, mempengaruhi dan
mengkreasi.
Dinamika Pancasila dimungkinkan apabila ada daya refleksi
yang mendalam dan keterbukaan yang matang untuk menyerap,
menghargai, dan memilih nilai-nilai hidup yang tepat dan baik untuk
menjadi pandangan hidup bangsa bagi kelestarian hidupnya di masa
mendatang.Sedangkan penerapan atau penolakan terhadap nilai-nilai
budaya luar tersebut berdasar pada relevansinya. Dalam konteks
hubungan Internasional dan pengembangan ideologi, bukan hanya

6
pancasila yang menyerap atau dipengaruhi oleh nilai-nilai asing,
namun nilai-nilai pancasila bisa ditawarkan dan berpengaruh, serta
menyokong kepada kebudayaan atau ideologi lain. Bahkan Soerjanto
Poespowardojo (1989: 14) menjelaskan, bahwa dinamika yang ada
pada aktualisasi pancasila memungkinkan bahwa pancasila juga
tampil sebagai alternative untuk melandasi tata kehidupan
internasional, baik untuk memberika orientasi kepada Negara-negara
berkembang oada khusunya, maupun mewarnai pola komunikasi antar
Negara pada umumnya.
Pancasila perlu dijabarkan secara rasional dan kritis agar
membuka iklim hidup yang bebas dan rasional pula.Konsekuensinya,
bahwa pancasila harus bersifat terbuka. Artinya, peka terhadap
perubahan yang terjadi dalam kehidupan manusia dan tidak menutup
diri terhadap nilai dan pemikiran dari luar yang memang diakui
menunjukkan arti dan makna yang positif bagi pembinaan budaya
bangsa, sehingga dengan demikian menganggap proses akulturasi
sebagai gejala wajar. Dengan begitu ideologi pancasila akan
menunjukkan sifatnya yang dinamik, yaitu memiliki kesediaan untuk
mengadakan pembaharuan yang berguna bagi perkembangan pribadi
manusia dan masyarakat. Untuk menghadapi tantangan masa depan
perlu didorong pengembangan nilai-nilai pancasila secara kreatif dan
dinamik. Kreativitas dalam konteks ini dapat diartikan sebagai
kemampuan untuk menyeleksi nilai-nilai baru dan mencari alternatif
bagi pemecahan masalah-masalah politik, social, budaya, ekonomi,
dan pertahanan keamanan.
Menurut Hardono Hadi (1994: 57), bangsa Indonesia, sebagai
pengemban ideologi pancasila, tidak defensive dan tertutup sehingga
yang berbau asing harus ditangkal dan dihindari karena dianggap
bersifat negatif. Sebaliknya tidak diharapkan bahwa bangsa Indonesia
menjadi begitu amorf, sehingga segala sesuatu yang menimpa dirinya
diterima secara buta tanpa pedoman untuk menentukan mana yang
pantas dan mana yang tidak pantas untuk diintegrasikan dalam

7
pengembangan dirinya.Bangsa Indonesia mau tidak mau harus terlibat
dalam dialog dengan bangsa-bangsa lain, namun tidak tenggelam dan
hilang di dalamnya. Proses akulturasi tidak dapat dihindari, bangsa
Indonesia juga dituntut berperan aktif dalam pergaulan dunia. Bangsa
Indonesia harus mampu ikut bermain dalam interaksi mondial dalam
menentukan arah kehidupan manusia seluruhnya.Untuk bisa
menjalankan peran itu, bangsa Indonesia sendiri harus mempunyai
kesatuan nilai yang memberikan sumbangan yang cukup berarti dalam
percaturan internasional.Identitas diri bukan sesuatu yang tertutup
tetapi sesuatu yang terus dibentuk dalam interaksi dengan kelompok
masyarakat bangsa, Negara, manusia, sistem masyarakat dunia
(Sastrapratedja, 1996: 3).
Semuanya itu mengharuskan adanya strategi kebudayaan yang
mampu meneruskan dan mengembangkan nila-nilai luhur pancasila
dalam segala aspek kehidupan bangsa.
Abdulkadir Besar (1994: 35) menawarkan pelaksanaan
“strategi dialogi antar budaya” dalam menghadapi gejala
penyeragaman atau globalisasi. Artinya, membiarkan budaya asing
yang mengglobal berdampingan dengan budaya asli. Melalui interaksi
yang terus menerus, masing-masing budaya akan mendapatkan
pelajaran yang berharga. Hasil akhir yang diharapkan dari interaksi itu
adalah terpeliharanya cukup diferensiasi, sekaligus tercegahnya
penyeragaman universal. Ideologi pancasila sebagai jati diri bangsa
Indonesia tidak mandeg, melainkan harus diperbaharui secara terus-
menerus, sehingga mampu memberikan pedoman, inspirasi, dan
dukungan pada setiap anggota bangsa Indonesia dalam
memperkembangkan dirinya sebagai bangsa Indonesia. Sedangka
pembeharuan yang sehat selalu bertitik tolak pada masa lampau dan
sekaligus diarahkan bagi terwujudnya cita-cita di masa depan. Setiap
zaman menampakkan corak kepribadiannya sendiri, namun
kepribadian yang terbentuk pada zaman yang berbeda haruslah
mempunya kesinambungan dari masa lampau sampai masa mendatang

8
sehingga tergambarkan aspek historitasnya (Hardono Hadi, 1994: 76).
Kesinambungan tidak berarti hanya penggulangan atau pelestarian
secara persisi apa yang dihasilkan di masa lampau untuk diterapkan
pada masa kini dan masa mendatang. Unsur yang sama dan permanen
maupun unsur yang kreatif dan baru, semuanya harus dirajut dalam
satu kesatuan yang integral.

D. CARA KITA MENGAKTUALISASIKAN PANCASILA DALAM


KEHIDUPAN KITA
Aktualisasi pancasila adalah mengaplikasikan atau mewujudkan
nilai-nilai pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Pancasila
sebagai dasar filsafat Negara Indonesia mengandung konsekuensi setiap
aspek dalam penyelenggaraan Negara dan sikap dan tingkah laku bangsa
Indonesia dalam bermasyarakat dan bernegara harus berdasar pada nilai-
nilai pancasila.Hakikat pancasila adalah bersifat universal, tetap dan tidak
berubah. Nilai-nilai tersebut perlu dijabarkan dan dalam wujud norma-
norma baik norma hukum, kenegaraan, maupun norma-norma moral yang
harus dilaksanakan oleh setiap warga Negara.

E. MACAM-MACAM DARI AKTUALISASI PANCASILA


Aktualisasi pancasila di masa kini sering sekali menjadi
pertanyaan. Apakah beda nilai pancasila masih digunakan di era yang telah
menginjak lebih dari 70 tahun sejak pancasila dibuat. Pancasila hingga saat
ini menjadi ideologi atau cara pandang bangsa Indonesia. Itulah salah satu
bukti bahwa pancasila masih dijalankan hingga sekarang ini.Apa bila telah
tidak ada aktualisasi pancasila, maka pancasila tak lain hanyalah sekedar
lambing bagi Negara Indonesia ini. Aktualisasi pancasila merupakan
penuangan nilai-nilai pancasila ke dalam norma-norma yang berlaku di
kehidupan berbangsa dan juga bernegara. Permasalahan utama dalam
aktualisasi pancasila ialah bagaimana wujud realisasi nilai-nilai pancasila
yang universal ke dalam norma yang terkait langsung dengan nilai
pancasila dalam penyelenggaraan pemerintah negera.

9
Pancasila juga sebagai dasar filsafat Negara, pandangan hidup
bangsa serta ideologi bangsa dan Negara, bukanlah hanya merupakan
rangkaian kata-kata yang indah namun harus diwujudkan dan
diaktualisasikan dalam berbagai bidang dalam kehidupan bermasyarakat
berbangsa dan bernegara.Aktualisasi pancasila dapat dibedakan atas dua
macam yaitu aktualisasi objektif dan aktualisasi subjektif.
a. Aktualisasi pancasila objektif
Aktualisasi pancasila objektif yaitu aktualisasi pancasila dalam
berbagai bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan
Negara antara lain meliputi legislative, eksekutif, maupun yudikatif.
Selain itu juga meliputi bidang-bidang aktualisasi lainnya seperti
politik, ekonomi, hukum terutama dalam penjabaran ke dalam undang-
undang, GBHN, pertahanan keamanan, pendidikan maupun bidang
kenegaraan lainnya.

b. Aktualisasi pancasila subjektif


Aktualisasi pancasila subjektif adalah aktualisasi pancasila pada setiap
individu terutama dalam aspek moral dalam kaitannya dengan hidup
Negara dan masyarakat. Aktualisasi yang subjektif tersebut tidak
terkecuali baik warga Negara biasa, aparat penyelenggara Negara,
penguasa Negara, terutama kalangan elit politik dalam kegiatan politik
perlu mawas diri agar memiliki moral ketuhanan dan kemanusiaan
sebagaimana terkandung dalam pancasila.Aktualisasi pancasila yang
subjektif ini justru lebih penting dari aktualisasi yang objektif, karena
aktualisasi subjektif ini merupakan keberhasilan aktualisasi yang
objektif.Pelaksanaan pancasila yang subjektif sangat berkaitan dengan
kesadaran, ketaatan, serta kesiapan individu untuk mengamalkan
pancasila.

F. SOSIALISASI NILAI-NILAI PANCASILA MELALUI


PENDIDIKAN KARAKTER

10
Semua orang Indonesia harus meyakini bahwa bangsa ini
mempunya dasar yang kokoh.Kesatuan bangsa didasarkan pada bahasa
dan kebudayaan karena bahasa merupakan pembawa tradisi, pewarisan
rasa, simbol-simbol, hubungan emosional, dan keyakinan. Pasal 2 UU
No.22 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional yang
menyatakan “Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945”.
Pendidikan karakter mempunyai makna lebih tinggi dari
pendidikan moral, karena buka sekedar mengajarkan mana yang benar
dan mana yang salah, lebih dari itu pendidikan karakter menanamkan
kebiasaan tentang hal yang baik sehingga peserta didik menjadi paham
tentang mana yang baik dan mana yang tidak baik, mampu merasakan
nilai yang baik dan biasa melakukannya. Oleh karena itu pendidikan
karakter terkait erat dengan “habit” atau kebiasaan yang terus-menerus
dipraktekkan atau dilakukan.

G. KONTEKS KUALISASI NILAI-NILAI PANCASILA DALAM


MEMBANGUN KARAKTER KEBANGSAAN
Bagi bangsa Indonesia, pancasila adalah dasar negara dan
pandangan hidup bangs untuk mengatur penyelenggaraan negara. Posisi
pancasila sebagia dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia
sudah sepatutnya menjadi pijakan dalam membangun karakter
kebangsaan.
Pancasila memiliki karateristik yang berbeda dengan bangsa lain,
karena diambil dari adat istiadat dan tradisi yang mulia yang melekat
dalam kehidupan bangsa. Setiap silanya yang merupakan local genius,
yang telah disepakati merupakan penjawatan sifat-perilaku masyarakat
Indonesia.
Nilai-nilai yang terkandug dalam pancasila mempunyai tingkatan
dan bobot yang berbeda tetapi tidak saling bertolak belakang, akan tetapi
saling melengkapi. Kelima sila darimpancasila merupakan satu kesatuan
utuh dan bulat, tidak dapat dipisahkan.

11
Sebagai dasar negara, pancasila telah drumuskan melalui diskusi
panjang dan hati-hati oleh para tokoh di Indonesia. Konteks kualisasi
nilai-nilai pancasila harus dimulai dengan menyegarkan kembali
pemahaman kita tentang pancasila yang dihubungkan dengan dinamika
kebangsaan kita.

12
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dinamika dalam mengaktualisasikan nilai pancasila ke dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara adalah suatu
keniscayaan, agar pancasila tetap selalu relevan dalam fungsinya
memberikan pedoman bagu pengambilan kebijaksanaan dan pemecahan
masalah dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Agar loyalitas warga
masyarakat dan warga Negara terhadap pancasila tetap tinggi. Di lain
pihak, apatisme dan resistensi terhadap pancasila bisa diminimalisir.
Perubahan dan pembaharuan yang berkesinambungan terjadi
apabila ada dinamika internal (self-renewal) dan penyerapan terhadap
nilai-nilai asing yang relevan untuk membangun dan pengayaan ideologi
pancasila.

B. SARAN
Kami harap makalah ini dapat berguna bagi semuanya. Kritik serta
saran yang membangun sangat kami perlukan untuk penyempurnaan
makalah selanjutnya.

13
DAFTAR PUSTAKA

Abdulkadir Besar. 1994. Pancasila dan Alam Pikiran Integralistik (kedudukan


dan peranannya dalam Era Globalisasi). Yogyakarta: Panitia
Seminar “Globalisasi Kebudayaan dan Ketahanan Ideologi” 16-17
November 1994 di UGM.
Bachtiar, Harsja W. (Peny). 1976. Percakapan dengan Sidney Hook tentang
Masalah Filsafat. Jakarta: Jambatan.
Bakker, Anton. 1992. Ontologi atau Metafisika Umum. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.
Bertens.Kess. 1976. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Bracher, Karl Dietrich. 1984. The Age Of Ideologies. New York: St.Martin’s
Press.
Driyarkara,N.1950. Pantjasila dan Religi. Yogyakarta: Makalah disampaikan
pada Seminar Pantjasila I di Yogyakarta tanggal 16 sampai 20
Februari.
Pranarka A.M.W. 1985.Sejarah Pemikiran Tentang Pancasila. Jakarta: CSIS.
Slamet Sutrisno. 1986. Pancasila sebagai Metode. Yogyakarta: Liberty
Sastrapratedja,M. 1996. Pancasila dan Globalisasi. Magelang: Panitia Seminar
Nasional Pendidikan Pancasila di Universitas Tidar pada 29-31 Juli
1996.
Soedjati Djiwandono,J. 1995. Setengah Abad Negara Pancasila (Tinjauan Kritis
ke Arah Pembaharuan). Jakarta: CSIS.
Suwarno, P.J. 1993. Pancasila Budaya Bangsa Indonesia. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius.

14

Anda mungkin juga menyukai