Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PEMBANGUNAN DALAM PARADIGMA PANCASILA DALAM


KONTEKS TATA NILAI MENTAL KARAKTER

Disusun guna memenuhi mata kuliah Pancasila

Dosen pengampu : M. Nur Ikhwan,M.Pd.

Disusun oleh kelompok 1 :

1. Ahmad Naufal Ayasyi (43030220003)

2. Rini Susmiyati (43030220007)

3. Anik Muhniyati (43030220021)

4. Sahal Nawa (43030220022)

PROGRAM STUDI PENGEMBANGAN MASYARAT ISLAM


FAKULTAS DAKWAH UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SALATIGA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan hidayah-Nya, penulis
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pembangunan dalam Paradigma
Pancasila dalam Tata Nilai Mental Karakter” dengan tepat waktu.

Makalah disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pancasila. Selain itu, makalah
ini bertujuan menambah wawasan tentang pembangunan paradigma Pancasila dalam tata nilai
mental karakter bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ikhwan selaku pengampu mata
kuliah Pancasila.Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu diselesaikannya makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, saran dan
kritik yang membangun diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.

Salatiga, 20 November

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………….1

DAFTAR ISI………………………………………………………………………………2

BAB I PENDAHULUAN…………………………….……………………………………… 3

A. Latar belakang………………………...…………………………………………….3

B. Rumusan masalah…………………………………………………………………...4

C. Tujuan………………………………………………………………………………4

BAB II………………………………………………………………………………………..5

PEMBAHASAN…………………………………………………………………………….5

A. Dapat mengetahui Pembangunan Dalam Paradigma Pancasila………………….5

B. Dapat mengetahui Kondisi Karakter Bangsa Indonesia Saat Ini………………....6

C. Upaya Revitalisasi Nilai-nilai Pancasila Sebagai Penguatan Karakter


Bangsa……………………………….7

BAB II……………………………………………………………………………………..12

PENUTUP…………………………………………………………………………………12

Kesimpulan………………………………………….…………………………………..…12

Saran…………………………………………………………………………………………12

Daftar Pustaka………………………………………………………………………………13

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Paradigma yaitu karakter, kompetensi, kemampuan berpikir, dan literasi.


Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional dapat diartikan bahwa segala aspek
pembangunan nasional harus berlandaskan nilai-nilai Pancasila. Pembangunan nasional
bertujuan untuk meningkatkan hakikat dan martabat manusia yang meliputi diantaranya
aspek rohani, jasmani, aspek individu, sosial, dan ketuhanan.

Pada dasarnya kondisi karakter bangsa indonesia saat ini sangat memperhatinkan
diantaranya maraknya terjadinya korupsi,melemahnya semangat juang para pemuda dan
melemahnya jiwa para generasi muda.rasa solidaritas yang hilang, kedisiplinan yang
sudah mulai tidak diterapkan,rasa tanggung jawab yang sudah pudar dan cenderung
mempentingkan dirinya sendiri.

Maka dari itu Pendidikan pancasila merupakan satu aspek penting untuk membangun
karakter generasi bangsa agar kembali menjadi bangsa yang memiliki semangat juang
yang membara dapat dilakukan sehingga generasi bangsa memiliki karakter yang baik
berupa material, spiritual serta sosial budaya dan lainnya.

B.Rumusan masalah

1. mempelajari Pembangunan Dalam Paradigma Pancasila


2. Mempelajari Kondisi Karakter Bangsa Indonesia Saat Ini
3. Mempelajari Upaya Revitalisasi Nilai-nilai Pancasila Sebagai Penguatan Karakter
Bangsa

C.Tujuan

1. Dapat mengetahui Pembangunan Dalam Paradigma Pancasila


2. Dapat mengetahui Kondisi Karakter Bangsa Indonesia Saat Ini
3. Dapat mengetahui Upaya Revitalisasi Nilai-nilai Pancasila Sebagai Penguatan
Karakter Bangsa

BAB II

PEMBAHASAN
A. Pembangunan Dalam Paradigma Pancasila

Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka mencapai masyarakat adil yang


berkemakmuran dan makmur yang berkeadilan. Pembangunan nasional merupakan
perwujudan nyata. Dalam meningkatkan harkat dan martabat manusia Indonesia sesuai nilai-
nilai dasar yang diyakini kebenarannya. Dalam pembukaan UUD 1945 disebutkan bahwa
tujuan negara adalah: "Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial",.
Tujuan pertama merupakan manifestasi dari negara hukum formal. Sedangkan tujuan kedua
dan ketiga merupakan manifestasi dari pengertian negara hukum material, yang secara
keseluruhan sebagai manifestasi tujuan khusus atau nasional. Sementara tujuan yang terakhir
merupakan perwujudan dari kesadaran bahwa bangsa yang hidup di tengah-tengah pergaulan
masyarakat internasional.

Secara filosofis, Pancasila sebagai paradigma 1 pembangunan nasional mengandung


konsekuensi yang sangat mendasar. Artinya, setiap pelaksanaan pembangunan nasional harus
didasarkan atas nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila. Apakah kita memiliki
dasar dan alasan yang rasional menjadikan Pancasila sebagai paradigma pembangunan
nasional? Inilah persoalan yang perlu mendapat jawaban sebelum kita menggunakannya
secara operasional. Nilai-nilai2 dasar yang terkandung dalam sila-sila Pancasila
dikembangkan atas dasar ontologis manusia, baik sebagai makhluk individu maupun sosial.
Oleh karena itu, baik buruknya pelaksanaan Pancasila harus dikembalikan kepada kondisi
objektif dari manusia Indonesia. Apabila nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila
sudah dapat diterima oleh manusia Indonesia (nasional maupun empiris), maka kita harus
konsekuen untuk melaksanakannya. Bahkan, kita harus menjadikan Pancasila sebagai
1
Secara terminologis, istilah ini dikembangkan oleh Thomas S. Kuhn dalam bukunya The Structure Scientific
Revolution ( 1970 : 49 ). Paradigma diartikan sebagai asumsi dasar atau asumsi teoritis yang umum, sehingga
merupakan suatu sumber, nilai, hukum, dan metodologi. Sesuai dengan kedudukannya, paradigma mempunyai
fungsi yang strategis dalam membangun kerangka berfikir dan strategi penerapannya sehingga setiap ilmu
pengetahuan memiliki sifat, ciri, dan karakter yang khas berbeda dengan ilmu pengetahuan lainnya.

2
Nilai adalah kemampuan yang dipercaya yang ada pada sesuatu benda untuk memuaskan manusia. Jadi, nilai
itu pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu o
5
pedoman dan tolok ukur dalam setiap aktivitas bangsa Indonesia. Dengan kata lain, Pancasila
harus menjadi paradigma perilaku manusia Indonesia, termasuk dalam melaksanakan
pembangunan nasionalnya.

Berkaitan dengan kenyataan di atas dan kondisi objektif bahwa pancasila merupakan
dasar negara dan negara adalah organisasi (persekutuan hidup) manusia, maka tidak
berlebihan apabila Pancasila menjadi tolok ukur atau parameter dalam setiap perilaku
manusia Indonesia. Oleh karena itu, pembangunan nasional harus dikembalikan pada hakikat
manusia yang monopluralis.3 Berdasarkan kodratnya, manusia monopluralis memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:

(1) terdiri dari jiwa dan raga,

(2) sebagai makhluk individu dan sosial, serta

(3) sebagai pribadi makhluk Allah.

Dengan demikian, pembangunan nasional harus dilaksanakan atas dasar hakikat


monopluralis. Pendek kata, baik buruknya dan berhasil tidaknya pembangunan nasional harus
diukur dari nilai-nilai Pancasila sebagai kristalisasi hakikat manusia monopluralis. Sebagai
konsekuensi pemikiran di atas, maka pembangunan nasional sebagai upaya meningkatkan
harkat dan martabat manusia harus meliputi aspek jiwa yang mencakup akal, rasa dan
kehendak; raga (jasmani); pribadi, sosial dan aspek ketuhanan yang terkristalisasi dalam
nilai-nilai Pancasila. Dengan demikian, pancasila dapat dipergunakan sebagai tolok ukur atau
paradigma pembangunan nasional di berbagai bidang seperti politik dan hukum, ekonomi,
hankam, sosial budaya, pendidikan, ilmu pengetahuan dan teknologi, kehidupan agama.4

B.Kondisi Karakter Bangsa Indonesia Saat Ini

3
Makhluk monopluralis yang artinya terdiri atas rohani dan raga yang diciptakan oleh Allah sesuai dengan
pancasila sila ke-1

4
M. Syamsudin, dkk, Pendidikan Pancasila Menempatkan Pancasila Dalam Konteks Keislaman Dan
Keindonesiaan, Total Media, Yogyakarta 2009. Hlm 168

6
Karakter5 masyarakat Indonesia sebelum kemerdekaan terbilang sangat kuat, hal
tersebut dapat terlihat dari perjuangan para pahlawan dalam mencapai kemerdekaan.
Semangat persatuan, rela berkorban dan tidak putus asa merupakan karakter yang dimiliki
oleh para pahlawan sehingga hanya bermodalkan senjata bambu runcing dapat membuat
penjajah keluar dari tanah air Indonesia. Sekarang ini masyarakat Indonesia tidak sekuat pada
masa lalu, sudah sangat rapuh. Semangat juang bangsa ini nyaris hilang ditelan berbagai
godaan dan kepentingan sesaat. Menurut (Gede Raka, dkk, 2011:120) Kondisi karakter
bangsa Indonesia saat ini dapat digambarkan sebagai berikut :

a. Kebiasaan korupsi yang sulit diberantas.

Negara Indonesia masih dikategorikan sebagai salah satu negara yang terkorup
diwilayah Asia Pasifik. Semua orang tahu bahwa kebiasaan korupsi merupakan manifestasi
nyata dari akhlak yang rusak. Namun, banyak orang yang tetap saja melakukan tindakan
tercela tersebut. Menjadi sangat mencemaskan bahwa sikap yang menerima korupsi sebagai
hal yang tidak bisa dihindari, serta sirnanya perasaan bersalah dan rasa malu pada mereka
yang melakukan tindakan korupsi.

b. Lemahnya kedisiplinan

Hal yang sangat memprihatinkan, lebih dari setengah abad sesudah negara Indonesia
merdeka, pendidikan kita belum mampu menghasilkan warganegara Indonesia yang mampu
menaati peraturan. Lebih mencemaskan lagi, ketidaktaatan itu semakin meluas dan makin
dianggap sebagai hal yang biasa.

c. Melemahnya jiwa

Keindonesiaan kaum muda Indonesia makin menonjolkan kepentingan daerahnya


daripada kepentingan bangsa. Masyarakat Indonesia seperti kehilangan cita-cita bersama
yang bisa mengikatnya sebagai bangsa yang kokoh, masyarakat kita lebih menonjolkan cita-
cita golongan untuk mengalahkan golongan lain.

d. Menurunnya kemampuan

Untuk menerima dan menghargai perbedaan aktualisasi semangat Bhinneka Tunggal


Ika yang ada di Pancasila belum dapat dilakukan secara optimal. Hal tersebut terlihat dari

5
Karakter adalah tabiat; sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang
lain; watak
7
semakin banyaknya tindakan kekerasan atau pemaksaan kehendak yang dilakukan oleh suatu
kelompok terhadap kelompok lain yang dianggap berbeda, apalagi jika kelompok yang
berbeda ini dinilai lebih lemah.

e. Kesenjangan antara yang diketahui dan yang dilakukan

Banyak orang yang tahu tentang perilaku dan sikap yang baik, namun melakukannya
dalam kehidupan sehari-hari sebaliknya. Jadi, ada kesenjangan antara yang dikatakan dengan
yang dilakukan.6

C.Upaya Revitalisasi Nilai-nilai Pancasila Sebagai Penguatan Karakter Bangsa

Franz Magnis-Suseno7 (2012:11) menyatakan bahwa kita mempunyai etika nasional


yang dirumuskan dalam pancasila. Etika dalam pancasila bukan hanya sebuah rumusan
melainkan merupakan prasyarat agar bangsa Indonesia bisa maju bersama, damai, sejahtera
dan memiliki solidaritas sosial yang tinggi. Franz Magnis-Suseno merumuskan etika
Pancasila dalam lima pedoman yang mudah dimengerti oleh masyarakat. Kelima pedoman
tersebut adalah sebagai berikut.

1) tak boleh ada tekanan, ancaman atau paksaan dalam hal agama,

2) dalam situasi apa pun kita bertindak secara beradab,

3) kita maju dan kita maju bersama

4) mari kita sukseskan demokrasi kita, dan

5) mari kita dahulukan yang miskin dan lemah agar dapat hidup secara manusiawi.

Kelima pedoman tersebut muncul sebagai reaksi atas kondisi perilaku masyarakat
yang sangat mengkhawatirkan seperti saat ini. Pancasila sebagai wujud dari cita-cita dan
tujuan bangsa Indonesia di era globalisasi ini semakin diabaikan bahkan ditinggalkan. Oleh
karena itu, perlu upaya untuk merevitalisasi atau membangun kembali karakter bangsa yang
berpedoman pada nilai-nilai pancasila.

6
Supriyono, Membangun Karakter Mahasiswa Berbasis Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Resolusi Konflik,
Edutech, Tahun 13, Vol.1, No.3, Oktober 2014.
7
R.P. Prof. Dr. Franz Magnis-Suseno SJ, atau yang akrab dipanggil Romo Magnis (lahir 26 Mei 1936) adalah
seorang pastor Gereja Katolik, cendekiawan, budayawan, dan guru besar filsafat yang juga merupakan seorang
anggota Ordo Yesuit di Indonesia.
7
Pendidikan pancasila merupakan satu aspek penting untuk membangun karakter
generasi bangsa. Hampir semua bangsa menempatkan pembangunan pendidikan sebagai
prioritas utama dalam program pembangunan nasional. Sumber daya manusia yang bermutu
yang merupakan produk pendidikan dan merupakan kunci keberhasilan suatu negara. Tujuan
pendidikan nasional yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No.
20 tahun 2003 menyatakan:

”Pendidikan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi


manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”. Pernyataan-pernyataan di atas tampak jelas bahwa pendidikan harus
mampu membentuk atau menciptakan manusia yang dapat mengikuti dan melibatkan diri
dalam proses perkembangan, karena pembangunan merupakan proses perkembangan, yaitu
suatu proses perubahan yang meningkat dan dinamis. Hal ini berarti bahwa membangun
hanya dapat dilaksanakan oleh manusia-manusia yang berjiwa pembangunan, yaitu manusia
yang dapat menunjang pembangunan bangsa dalam arti luas, baik material, spiritual serta
sosial budaya.

Upaya untuk merevitalisasikan kembali nilai-nilai pancasila dalam kehidupan


bermasyarakat perlu dilakukan untuk meminimalkan agar tingkat degradasi moral dapat
menurun. Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan, di antaranya sebagai berikut.

1. Peningkatan Perhatian Masyarakat Terhadap Nilai-Nilai Pancasila. Dalam


menghalau dampak negatif berkembangnya berbagai ideologi negara lain
termasuk kuatnya pengaruh ideologi leluhur ditengah-tengah masyarakat, maka
perhatian masyarakat terhadap nilai-nilai pancasila harus kembali dapat
ditingkatkan melalui serangkaian upaya dan kegiatan sebagai berikut.

a. Mengunggah dan mensosialisasikan secara terus menerus eksistensi dan keberadaan

ideologi pancasila sebagai pemersatu untuk membangkitkan kembali rasa

nasionalisme dikalangan pemimpin politik,pengusaha,pemuda dan tokoh-tokoh agama


b. Meningkatkan filter/saringan masyarakat terhadap eksistensi ideologi kapitalis dan
liberalis yang mencoba untuk memecah belah Indonesia disemua aspek politik,
ekonomi dan sosial budaya.
c. intensitas pemberian materi pelajaran pendidikan pendidikan pancasila seperti
pendidikan moral pancasila pada tataran teori maupun praktik kepada para
siswa/mahasiswa pada semua jenjang pendidikan.
2. Penyamaan Interpretasi8 Pemahaman Nilai-Nilai Pancasila. Kenyataan saat ini,
interpretasi masyarakat terhadap nilai-nilai pancasila seringkali terdapat
perbedaan kerap menimbulkan adanya kesalahan dalam penafsiran penjabaran
dari suatu sila, sehingga timbul benturan antarmasyarakat yang dapat merusak
persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena itu, guna menghindari hal tersebut,
maka diperlukan adanya penyamaan interpretasi pemahaman nilai-nilai Pancasila
yang dilaksanakan melalui berbagai kegiatan sebagai berikut.
a. Sosialisasi nilai-nilai pancasila dengan memanfaatkan tokoh masyarakat.
Upaya sosialisasi ini dapat dilakukan oleh jajaran pemerintah setempat,
anggota DPRD, serta aparat TNI atau Polri.
b. Pengkajian terhadap kondisi penghayatan nilai-nilai pancasila. Upaya ini

dapat dilakukan oleh jajaran pemerintahan setempat dengan melibatkan

kalangan akademisi dan tokoh-tokoh masyarakat. Pengkajian dilakukan

terhadap nilai-nilai pancasila beserta relevansinya terhadap berbagai

perkembangan yang terjadi.

c. Pemerintah melalui Kemendagri dan Kemendiknas merumuskan


kebijaksanaan dan program penyusunan buku pedoman/ arahan umum
implementasi nilai-nilai pancasila dan menjadikan buku tersebut sebagai
bahan bacaan wajib bagi seluruh aparatur penyelenggara negara di
berbagai instansi pemerintah, kalangan swasta maupun dunia pendidikan.

8
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) interpretasi adalah pemberian kesan, tafsiran, pendapat, atau
pandangan teoretis terhadap sesuatu.

Secara umum hermeneutika menjelaskan tentang teori atau filsafat tentang interpretasi makna. Kata
Hermeneutika sendiri berasal dari kata kerja Yunani yaitu hermeneuein, artinya menafsirkan,
menginterpretasikan, atau menerjemahkan.
9
d. Pemerintah melalui Kemendiknas menyusun seperangkat kebijakan dan
program penataan kurikulum pendidikan materi pancasila dengan mengacu
pada buku pedoman/arahan umum implementasi nilai-nilai pancasila,
sehingga ada kesamaan dan kesinambungan dalam interpretasi nila-nilai
pancasila dari pusat sampai ke daerah.

3. Penataan Kelembagaan Formal Terstruktur Sebagai Pengawas Dan


Pengembangan Nilai-Nilai Pancasila Secara Formal. Kelembagaan formal
terstruktur yang diterapkan secara terstruktur/melembaga, maupun melalui sistem
pendidikan nasional yang menyangkut program membudayakan dan
memasyarakatkan pancasila di berbagai lingkungan organisasi kemasyarakatan
maupun lingkungan pendidikan dapat terbentuk, sehingga dapat terwujud lembaga
yang mengawasi, mengembangkan pancasila secara formal. Untuk itu diperlukan
adanya berbagai upaya sebagai berikut.
a. Pemerintah/Pemda bekerjasama dengan kalangan akademisi merumuskan kebijakan
pembentukan Lembaga Pengkajian dan Pelestarian Nilai-nilai.
b. Pemerintah menetapkan peraturan perundang-undangan yang mengatur tugas
tanggung jawab dan kewenangan yang diberikan kepada Lembaga Pengkajian dan
Pelestarian Nilai-Nilai Pancasila, agar lembaga ini memiliki dasar, pedoman dan
payung hukum memadai dalam menjalan tugas dan fungsinya
c. Pemerintah/Pemda meningkatkan komunikasi, koordinasi, dan kerjasama dalam
merumuskan berbagai aturan mengenai mekanisme kerja Lembaga Pengkajian dan
Pelestarian Nilai-Nilai Pancasila dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

10
d. Pemerintah/Pemda melaksanakan sosialisasi secara menyeluruh mengenai keberadaan
Lembaga Pengkajian dan Pelestarian Nilai-Nilai Pancasila.9

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

99
Chairiyah, Revitalisasi Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pendidikan Karakter, Trihayu: Jurnal Pendidikan Ke-
SD-an, Vol. 1, Nomor 1, September 2014, hlm 54-62

11
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dismpulkan Pancasila sebagai paradigma
pembangunan adalah setiap pembangunan bangsa harus dilandasi dengan nilai-nilai
pancasila yang posisnya sebagai idiologi negara. Dengan kondisi karakter bangsa
Indonesia saat ini yang tidak sekuat orang terdahulu semangat juang bangsa yang
yaris hilang ditelan oleh godaan kepentingan sesaat kita perlu merevitalisasi nilai-nilai
pancasila untuk menguatkan karakter bangsa.Merevitalisasikan nilai-nilai pancasila
dapat berupa pendidikan pancasila yang merupakan aspek penting dalam
pembangunan karakter generasi bangsa.

Upaya yang dilaukan dalam merevitalisasi nilai-nilai pancasila dapat dilakukan


dengan meningkatkan perhatian masyarakat tengtang nilai-nilai
pancasila,mengunggah dan mensosialiasikan secara terus menerus,meningkatkan
saringan atau filter masyarakat terhadap pandangan idiologi kapitalis dan liberalis,dan
intensitas pemberian materi pendidikan pancasila.

B. SARAN

Kita sebagai warga negara Indonesia sebaiknya memiliki pribadi dan berkarakter
yang baik sesuai dengan nilai-nilai Pancasiala yaitu berkeTuhanan yang Esa
toleransi terhadap umat beragama,memiliki jiwa kemanusiaan,memiliki jiwa
pesatuan,dan jiwa sosial.

12

DAFTAR PUSTAKA
M. Syamsudin, dkk, Pendidikan Pancasila Menempatkan Pancasila Dalam Konteks Keislaman Dan
Keindonesiaan, Total Media, Yogyakarta 2009. Hlm 168

Supriyono, Membangun Karakter Mahasiswa Berbasis Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Resolusi


Konflik, Edutech, Tahun 13, Vol.1, No.3, Oktober 2014

Chairiyah, Revitalisasi Nilai-Nilai Pancasila Sebagai Pendidikan Karakter, Trihayu: Jurnal Pendidikan
Ke-SD-an, Vol. 1, Nomor 1, September 2014, hlm 54-62

13

Anda mungkin juga menyukai