Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

LINGUISTIK TATARAN

MOFROLOGI
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Linguistik

Umum Dosen Pengampu : Ibu Roza Afifah M.Hum

Disusun oleh:

Kelompok 4

Adilla Agustin Lubis 12111222116

Imelda Zahara 12111221952

Trisukma Ainun Nabila 12111221937

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah atas rahmat dan karunia nya, tuhan pencipta alam
semesta beserta isinya yang mengatur siang dan malam dan yang memberikan rezeki
kepada kita semuanya. Serta yang memberikan kita kehidupan yang layak sampe saat
ini dan yang mematikan suatu yang dikehendakannya dan berhak disembah oleh
manusia yang diciptakannya.

Sholawat beserta salam tak lupa kita panjatkan kepada nabi kita Muhammad
Saw, yang telah membawa kita dari alam kegelapan sampai ke alam yang terang-
benderang. Berkat nabi Muhammad kita bisa merasakan teknologi dan ilmu yang
begitu maju sekarang ini.

Kami tidak berhenti bersyukur kepada Allah Swt atas kesempatan yang
diberikan untuk menyelesaikan makalah ini. Maksud menyusun makalah ini untuk
melengkapi tugas mata kuliah Linguistik Umum

Terima kasih kami ucapkan kepada teman-teman yang telah mendukung dan
memberikan ide untuk menyusun Makalah ini. Khususnya kepada dosen yang selalu
terbuka mengajarkan materi kepada kami. Dengan kerendahan dan segala kekurangan
dari makalah ini, apabila menemukan kesalahan sudilah kiranya memberikan
masukan kepada kami. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada siapa
pun yang membacanya . Dan semoga kita semua senantiasa dalam lindungan Allah
Swt.

Pekanbaru 17 Maret 2022

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN...........................................................................................................1

1.1. Latar Belakang..............................................................................................................1

1.2. Rumusan Masalah.........................................................................................................1

1.3. Tujuan Masalah............................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN............................................................................................................2

2.1. Konsep Dasar Morfologi..............................................................................................2

2.2. Jenis Jenis Morfem.......................................................................................................3

2.3. Proses Morfemis..................................................................................................8

BAB III PENUTUP..................................................................................................................14

3.1. Kesimpulan.................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................15

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam berbahasa, kita sebagai pengguna bahasa tidak terlepas dari kajian fonologi,
morfologi, sintaksis, dan leksikal. Penggunaan kata-kata dalamberbahasa adalah sesuatu yang
penting untuk dipelajari. Morfologi adalah ilmu yang mempelajari hal-hal yang berhubungan
dengan bentuk kata atau strukturkata dan pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata tehadap
jenis kata danmakna kata. Morfologi merupakan bagian dari kajian linguistik mikro
untukmenelaah morfem dan kata serta kombinasi- kombinasinya. Morfologi merupakan ilmu
yang mengkaji pembentukan kata-kata. Seluruh elemen berbahasa dipengaruhi oleh ilmu ini.
Ketika kita hendak mengkomunikasikan sesuatu kepada orang lain, penggunaan kata-kata
yang tepat akan mudah dimengerti sehingga akan terjadi kemudahan dalam memberi
pemahaman pada apa yang akan disampaikan. Dalam morfologi juga memiliki proses
morfologi di dalamnya yaitu peristiwa (cara) pembentukan kata-kata dengan menghubungkan
morfem yangsatu dengan morfem yang lain, di dalam proses morfologis, yang menjadi
bentuk terkecil adalah morfem dan bentuk terbesarnya ialah kata.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Konsep Dasar Morfologi?
2. Apa saja Jenis Jenis Morfem?
3. Apa saja Proses Morfemis (Secara Garis Besar)

1.3 Tujuan
1. Menjelaskan apa itu Konsep Dasar Morfologi
2. Menjelaskan apa saja Jenis Jenis Morfem
3. Menjelaskan apa saja Proses Morfemis (Secara Garis Besar)

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Konsep Dasar Morfologi


Menurut Ramlan dalam bukunya mengatakan bahwa morfologi adalah salah satu ilmu bahasa
yang membicarakan seluk beluk kata dan perubahan-perubahan arti kata, serta fungsi perubahan-
perubahan bentuk kata dari segi gramatik maupun fungsi semantik. Sebagai contoh, di bidang arti,
kata jalan, berjalan-jalan, menjalani, perjalanan, mempunyai arti yang berbeda. Perubahan-perubahan
arti tersebut disebabkan oleh perubahan bentuk kata yang nantinya akan dipelajari dalam bidang
morfologi. Pengertian morfologi juga dikemukakan oleh Chaer ke dalam dua jenis pengertian yaitu,
yang pertama secara etimologi , kata morfologi berasal dari kata morf yang mempunyai arti ‘bentuk’
dan kata logi yang berarti ‘ilmu’, sedangkan arti morfologi secara harfiah adalah ilmu mengenai
bentuk. Bahasan morfologi tidak hanya terdapat pada pembelajaran bahasa saja, melainkan juga
terdapat dalam kajian biologi.
Morfologi dalam kajian linguistik mempunyai pengertian ilmu yang mempelajari bentuk bentuk
kata, dan pembentukan-pembentukan kata. Sedangkan dalam kajian biologi, morfologi mempunyai
pengertian ilmu yang mempelajari tentang bentuk-bentuk sel-sel tumbuhan atau jasad-jasad hidup.
Jadi, dari kedua pengertian di atas bisa disimpulkan bahwa morfologi merupakan ilmu yang
mempelajari tentang seluk beluk kata dan pembentukannya, serta arti dari perubahannya. Dalam
pembentukan kata, tidak terlepas dengan yang namanya morfem.
Morfem sendiri merupakan satuan gramatikal terkecil yang memiliki makna. Kata terkecil
menunjukkan bahwasanya, sebuah morfem tidak bisa dibagi menjadi lebih kecil lagi, atau dengan kata
lain, jika dipaksa untuk dibagi menjadi kecil, tidak akan mempunyai makna. Seperti contoh bentuk
membeli dapat dianalisis menjadi dua bentuk terkecil yaitu {me-} dan {beli}. Bentuk {me-} adalah
sebuah morfem, yakni morfem afiks yang secara gramatikal memiliki sebuah makna; dan bentuk
{beli} juga sebuah morfem, yakni morfem dasar yang secara leksikal memiliki makna. Kalau bentuk
beli dianalisis menjad lebih kecil lagi, menjadi be- dan li-, keduanya jelas tidak memiliki makna. Jadi,
keduanya bukan morfem.

2
2.2. Jenis Jenis Morfem
Morfem dibedakan menjadi beberapa kategori berdasarkan kebebasan,keutuhan, makna, dan
sebagainya.
2.2.1 Morfem Bebas Dan Morfem Terikat
Yang dimaksud dengan morfem bebas adalah morfem yang tanpa kehadiran morfem lain dapat
mucul dalam pertuturan. Dalam bahasa Indonesia, misalnya, bentuk pulang, makan, rumah, dan bagus
adalah termasuk morfem bebas. Kita dapat menggunakan morfem-morfem tersebut tanpa harus
terlebih dahulu menggabungkannya dengan morfem lain. Sebaliknya, yang dimaksud dengan morfem
terikat adalah morfem yang tanpa digabung dulu dengan morfem lain tidak dapat muncul dalam
pertuturan. Semua afiks dalam bahasa Indonesia adalah morfem terikat. Begitu juga dengan morfem
penanda jamak dalam bahasa Inggris, seperti yang kita bicarakan di atas, termasuk morfem terikat.
Berkenaan dengan morfem terikat ini dalam bahasa Indonesia ada beberapa hal yang perlu
dikemukakan. Yaitu:
Pertama, bentuk-bentuk seperti juang, henti, gaul, dan baur juga termasuk morfem terikat,
karena bentuk-bentuk tersebut, meskipun bukan afiks, tidak dapat muncul dalam pertuturan tanpa
terlebih dahulu mengalami proses morfologi, seperti afiksasi, reduplikasi, dan komposisi. Bentuk-
bentuk seperti ini lazim disebut bentuk prakate gorial (lihat Verhaar 1978).
Kedua, sehubungan dengan istilah prakategorial di atas, menurut konsep Verhaar (1978)
bentuk-bentuk seperti baca, tulis, dan tendang juga termasuk bentuk prakategorial, karena bentuk-
bentuk tersebut baru merupakan "pangkal" kata, sehingga baru bisa muncul dalam pertuturan sesudah
mengalami proses morfologi. Memang mungkin di sini akan timbul pertanyaan, bukankah tanpa
imbuhan apa-apa bentuk tersebut dapat muncul dalam kalimat imperatif? Misalnya:
Tulis namamu di
sini! Baca keras-
keras!
Tendang kuat-kuat!
Menurut Verhaar kalimat imperatif adalah kalimat ubahan dari kalimat deklaratif. Dalam kalimat
deklaratif aktif harus digunakan prefiks inflektif me-, dalam kalimat deklaratif pasif harus digunakan
prefiks inflektif di- atau ter-; sedangkan dalam kalimat imperatif, juga dalam kalimat partisif, harus
digunakan prefiks inflektif.
Ketiga, bentuk-bentuk seperti renta (yang hanya muncul dalam tua renta), kerontang (yang
hanya muncul dalam kering kerontang), dan bugar (yang hanya muncul dalam segar bugar) juga
termasuk morfem terikat. Lalu, karena hanya bisa muncul dalam pasangan tertentu, maka bentuk-
bentuk tersebut disebut juga morfem unik. Di sini barangkali perlu juga dicatat, dalam pengembangan
istilah dewasa ini, beberapa morfem unik seperti bugar itu mulai dikembangkan, sehingga ada istilah

3
kebugaran jasmani. Dengan demikian, sifat keunikannya menjadi lenyap.

4
Keempat, bentuk-bentuk yang termasuk preposisi dan konjungsi, seperti ke, dari, pada, dan,
kalau, dan atau secara morfologis termasuk morfem bebas, tetapi secara sintaksis merupakan bentuk
terikat.
Kelima, yang disebut klitika merupakan morfem yang agak sukar ditentukan statusnya; apakah
terikat atau bebas. Klitika adalah bentuk bentuk singkat, biasanya hanya satu silabel, secara fonologis
tidak mendapat tekanan, kemunculannya dalam pertuturan selalu melekat pada bentuk lain, tetapi
dapat dipisahkan. Umpamanya, klitika -lah dalam bahasa Indonesia, posisinya dalam kalimat Ayahlah
yang akan datang dapat dipisah dari kata ayah, misalnya menjadi Ayahmulah yang akan datang.
Begitu juga dengan klitika -ku dalam konstruksi bukuku bisa dipisah sehingga menjadi buku baruku.
Menurut posisinya, klitika biasanya dibedakan atas proklitika dan enklitika. Yang dimaksud dengan
proklitika adalah klitika yang berposisi di muka kata yang diikuti, seperti ku dan kau pada konstruksi
kubawa dan kuambil. Sedangkan enklitika adalah klitika yang berposisi di belakang kata yang
dilekati, seperti -lah, -nya, dan -ku pada konstruksi dialah, duduknya, dan nasibku.

2.2.2 Morfem Utuh Dan Morfem Terbagi


Pembedaan morfem utuh dan morfem terbagi berdasarkan bentuk formal yang dimiliki morfem
tersebut: apakah merupakan satu kesatuan yang utuh atau merupakan dua bagian yang terpisah atau
terbagi, karena disisipi morfem lain. Semua morfem dasar bebas adalah termasuk morfem utuh,
seperti (meja}, {kursi}, (kecil), (laut), dan (pinsil). Begitu juga dengan sebagian morfem terikat,
seperti {ter-), (ber-), (henti), dan (juang). Sedangkan morfem terbagi adalah sebuah morfem yang
terdiri dari dua buah bagian yang terpisah. Umpamanya pada kata Indonesia kesatuan terdapat satu
morfem utuh, yaitu (satu) dan satu morfem terbagi, yakni (ke-/-an); kata perbuatan terdiri dari satu
morfem utuh, yaitu (buat) dan satu morfem terbagi, yaitu (per-/-an). Kata Belanda gebergte
'kepegunungan terdiri dari satu morfem utuh, yaitu (berg) dan satu morfem terbagi, yakni (ge-/-te).
Dalam bahasa Arab, dan juga bahasa Ibrani, semua morfem akar untuk verba adalah morfem terbagi,
yang terdiri atas tiga buah konsonan yang dipisahkan oleh tiga buah vokal, yang merupakan morfem
terikat yang terbagi pula. Misalnya morfem akar terbagi (k-t-b] 'tulis' merupakan dasar untuk kata-
kata:
Kataba 'ia (laki-laki) menulis'
Katabat 'ia (perempuan) menulis'
Katabta 'engkau (laki-laki) menulis'
Katabti 'engkau (perempuan) menulis'
Katabtu 'saya menulis
Maktabun kantor, toko buku, perpustakaan'

5
Sehubungan dengan morfem terbagi ini, untuk bahasa Indone sia, ada catatan yang perlu
diperhatikan, yaitu:
Pertama, semua afiks yang disebut konfiks seperti {ke-/-an), {ber-/-an}, {per-/-an), dan (pe-/-
an} adalah termasuk morfem terbagi. Namun, bentuk (ber-/-an) bisa merupakan konfiks, seperti pada
bermunculan banyak yang tiba-tiba muncul', dan bermusuhan 'saling memusuhi'; tetapi bisa juga
bukan konfiks, seperti pada beraturan 'mempunyai aturan', dan berpakaian 'mengenakan pakaian'.
Untuk menentukan apakah bentuk {ber-/-an) konfiks atau bukan konfis, harus diperhatikan makna
gramatikal yang disandangnya.
Kedua, dalam bahasa Indonesia ada afiks yang disebut infiks, yakni afiks yang disisipkan di
tengah morfem dasar. Misalnya, afiks (-er-) pada kata gerigi, infiks (-el-) pada kata pelatuk, dan infiks
(-em-) pada kata gemetar. Dengan demikian infiks tersebut telah mengubah morfem utuh [gigi}
menjadi morfem terbagi {g-/-igi), morfem utuh [patuk) menjadi morfem terbagi {p-/-atuk), dan
mengubah morfem utuh (getar) menjadi morfem terbagi {g-/-etar). Memang dalam bahasa Indonesia
infiks ini tidak produktif, tetapi dalam bahasa Sunda morfem infiks ini sangat produktif; artinya, bisa
dikenakan pada kata benda apa saja.

2.2.3 Morfem Segmental Dan Morfem Suprasegmental


Perbedaan morfem segmental dan morfem suprasegmental berdasarkan jenis fonem yang
membentuknya. Morfem segmental adalah morfem yang dibentuk oleh fonem-fonem segmental,
seperti morfem (lihat}, {lah}, {sikat), dan (ber). Jadi, semua morfem yang berwujud bunyi adalah
morfem segmental. Sedangkan morfem suprasegmental adalah morfem yang dibentuk oleh unsur-
unsur suprasegmental, seperti tekanan, nada, durasi, dan sebagainya. Misalnya, dalam bahasa Ngbaka
di Kongo Utara di Benua Afrika, setiap verba selalu disertai dengan penunjuk kala (tense) yang
berupa nada. Bahasa Burma, Cina, dan Thai mempunyai morfem segmental suprasegmental. Artinya,
morfem itu dibangun oleh unsur segmental dan suprasegmental sekaligus bersama-sama.

2.2.4 Morfem Yang Beralomorf Zero


Dalam linguistik deskriptif ada konsep mengenai morfem beralomorf zero atau nol
(lambangnya berupa Ø), yaitu morfem yang salah satu alomorfnya tidak berwujud bunyi segmental
maupun berupa prosodi (unsur suprasegmental), melainkan berupa "kekosongan". Perhatikan data
berikut!
Bentuk Tunggal: Bentuk Jamak:
I have a book I have two books
I have a sheep I have two sheep

6
Kala Kini: Kala Lampau:
They call me They called me
They hit me They hit me
Kita lihat, bentuk tunggal untuk book adalah book dan bentuk jamaknya adalah books; bentuk
tunggal untuk sheep adalah sheep dan bentuk jamaknya adalah sheep juga. Karena bentuk jamak
untuk books terdiri dari dua buah morfem, yaitu morfem (book) dan morfem { s), maka dipastikan
bentuk jamak untuk sheep adalah morfem (sheep) dan morfem (Ø). Dengan demikian bisa dikatakan
bahwa (Ø) merupakan salah satu alomorf dari morfem penanda jamak dalam bahasa ggris. Pada data
yang kedua kita lihat kala lampau untuk call adalah called, tetapi kala lampau untuk hit adalah hit
juga. Jadi, bisa dideskripsikan bentuk lampau untuk call adalah morfem {call) + {-ed), dan bentuk
kala lampau untuk hit adalah morfem (hit} + (0). Dengan demikian, dapat juga dikatakan bahwa
dalam bahasa Inggris ada alomorf zero untuk morfem penanda kala lampau.

2.2.5 Morfem Bermakna Leksikal Dan Morfem Tidak Bermakna Leksikal


Pembedaan lain yang biasa dilakukan orang adalah dikotomi adanya morfem bermakna leksikal
dan morfem tidak bermakna leksikal. Yang dimaksud dengan morfem bermakna leksikal adalah
morfem morfem yang secara inheren telah memiliki makna pada dirinya sendiri, tanpa perlu berproses
dulu dengan morfem lain. Misalnya, dalam bahasa Indonesia, morfem-morfem seperti (kuda), (pergi),
(lari), dan (merah) adalah morfem bermakna leksikal. Oleh karena itu, morfem-morfem seperti ini,
dengan sendirinya sudah dapat digunakan secara bebas, dan mempunyai kedudukan yang otonom di
dalam pertuturan. Sebaliknya, morfem tak bermakna leksikal tidak mempunyai makna apa-apa pada
dirinya sendiri. Morfem ini baru mempunyai makna dalam gabungannya dengan morfem lain dalam
suatu proses morfologi. Yang biasa dimaksud dengan morfem tak bermakna leksikal ini adalah
morfem-morfem afiks, seperti (ber-), [me-), dan [ter-).
Dalam dikotomi morfem bermakna leksikal dan tak bermakna leksikal ini, untuk bahasa
Indonesia timbul masalah. Morfem-morfem seperti (juang}, {henti), dan {gaul), yang oleh Verhaar
disebut bentuk prakategorial, mempunyai makna atau tidak? Kala dikatakan mempunyai makna, jelas
morfem-morfem tersebut tidak dapat berdiri sendiri sebagai bentuk yang otonom di dalam pertuturan.
Kalau dikatakan tidak bermakna, jelas morfem-morfem itu bukan afiks. Dalam hal ini barangkali
perlu dipisahkan antara konsep dan tataran semantik dengan konsep dan tataran gramatikal. Secara
semantik, morfem morfem itu mempunyai makna; tetapi secara gramatikal morfem morfem tersebut
tidak mempunyai kebebasan dan otonomi seperti morfem (kuning), (lari), dan (sikat).
Ada satu bentuk morfem lagi yang perlu dibicarakan atau dipersoalkan mempunyai makna
leksikal atau tidak, yaitu morfem morfem yang di dalam gramatika berkategori sebagai preposisi dan
konjungsi. Morfem-morfem yang termasuk preposisi dan konjungsi jelas bukan afiks dan jelas

7
memiliki makna. Namun, kebebasannya dalam pertuturan juga terbatas, meskipun tidak seketat
kebebasan morfem afiks. Kedua jenis morfem ini pun tidak pernah terlibat dalam proses morfologi,
padahal afiks jelas terlibat dalam proses morfologi, meskipun hanya sebagai pembentuk kata.

2.2.6 Morfem Dasar, Bentuk Dasar, Pangkal (Stem). Akar Root)


Istilah morfem dasar biasanya digunakan sebagai dikotomi dengan morfem afiks. Jadi, bentuk-
bentuk seperti (juang}, {kucing), dan (sikat) adalah morfem dasar. Morfem dasar ini ada yang
termasuk morfem terikat, seperti (juang], (henti), dan (abai); tetapi ada juga yang termasuk morfem
bebas, seperti (beli}, {lari), dan (kucing}, sedangkan morfem afiks, seperti (ber-}, {ter-), dan (-kan)
jelas semuanya termasuk morfem terikat. Sebuah morfem dasar dapat menjadi sebuah bentuk dasar
atau dasar (base) dalam suatu proses morfologi. Artinya, bisa diberi afiks tertentu dalam proses
afiksasi, bisa diulang dalam suatu proses reduplikasi, atau bisa digabung dengan morfem lain dalam
suatu proses komposisi.
Istilah bentuk dasar atau dasar (base) saja biasanya digunakan untuk menyebut sebuah bentuk
yang menjadi dasar dalam suatu proses morfologi. Bentuk dasar ini dapat berupa morfem tunggal,
tetapi dapat juga berupa gabungan morfem. Umpamanya pada kata berbicara yang terdiri dari morfem
ber- dan bicara, maka bicara adalah menjadi bentuk dasar dari kata berbicara itu, yang kebetulan juga
berupa morfem dasar. Pada kata dimengerti bentuk dasarnya adalah mengerti; dan pada kata
keanekaragaman bentuk dasarnya adalah aneka ragam. Dalam bahasa Inggris kata books bentuk
dasarnya adalah book; dan kata singers bentuk dasarnya adalah singer; sedangkan kata singer itu
sendiri bentuk dasarnya adalah sing.
Istilah pangkal (stem) digunakan untuk menyebut bentuk dasar dalam proses infleksi, atau
proses pembubuhan afiks inflektif. Contoh bentuk inflektif kita ambil dari bahasa Inggris. Pada kata
books di atas, pangkalnya adalah book. Contoh lain pada kata untouchables pangkalnya adalah
untouchable. Dalam bahasa Indonesia kata me nangisi bentuk pangkalnya adalah tangisi; dan morfem
me- adalah sebuah afiks inflektif.
Akar (root) digunakan untuk menyebut bentuk yang tidak dapat dianalisis lebih jauh lagi.
Artinya, akar itu adalah bentuk yang tersisa setelah semua afiksnya, baik afiks infleksional maupun
afiks deri vasionalnya ditanggalkan. Misalnya, kata Inggris untouchables akamnya adalah touch.
Proses pembentukan kata untouchables itu adalah: mula mula pada akar touch dilekatkan sufiks able
menjadi touchable; lalu, dilekatkan prefiks un- menjadi untouchable; dan akhimya, diimbuhkan sufiks
-s sehingga menjadi untouchables.

8
2.3. Proses Morfemis
2.3.1 Afiksasi
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses
ini terlibat unsur-unsur (1) dasar atau bentuk dasar, (2) afiks, dan (3) makna gramatikal yang
dihasilkan. Proses ini dapat bersifat inflektif dan dapat pula bersifat derivatif. Namun, proses ini tidak
berlaku untuk semua bahasa. Ada sejumlah bahasa yang tidak mengenal proses afiksasi ini.
Bentuk dasar atau dasar yang menjadi dasar dalam proses afiksasi dapat berupa akar, yakni
bentuk terkecil yang tidak dapat disegmen tasikan lagi, misalnya meja, beli, makan, dan sikat dalam
bahasa Indonesia; atau go, write, sing, dan like dalam bahasa Inggris. Dapat juga berupa bentuk
kompleks, seperti terbelakang pada kata keter belakangan, berlaku pada kata memberlakukan, dan
aturan pada kata beraturan. Dapat juga berupa frase,seperti ikut serta pada keikutser taan, istri
simpanan pada istri simpanannya, dan tiba di Jakarta pada setiba di Jakarta.
Afiks adalah sebuah bentuk, biasanya berupa morfem terikat, yang diimbuhkan pada sebuah
dasar dalam proses pembentukan kata. Sesuai dengan sifat kata yang dibedakan adanya dua jenis
afiks, yaitu afiks inflektif dan afiks derivatif. Yang dimaksud dengan afiks inflektif adalah afiks yang
digunakan dalam pembentukan kata-kata inflektif atau paradigma infleksional. Misalnya,sufiks -s
pada kata books sebagai penanda jamak, atau sufiks -ed pada kata looked sebagai penanda kala
lampau dalam bahasa Inggris. Dalam bahasa Indonesia dibedakan adanya prefiks me- yang inflektif
dan prefiks me- yang derivatif. Sebagai afiks inflektif prefiks me- menandai bentuk kalimat indikatif
aktif, sebagai kebalikan dari prefiks di- yang menandai bentuk indikatif pasif. Sebagai afiks derivatif,
prefiks me- membentuk kata baru, yaitu kata yang identitas leksikalnya tidak sama dengan bentuk
dasamya. Misalnya, terdapat pada kata membengkak yang berkelas verba dari dasar ajektifa; atau
mematung yang berkelas verba dari dasar nomina.
Dilihat dari posisi melekatnya pada bentuk dasar biasanya dibedakan adanya prefiks, infiks,
sufiks, konfiks, interfiks, dan trans fiks. Di samping itu masih ada istilah ambifiks dan sirkumfiks.
Yang dimaksud dengan prefiks adalah afiks yang diimbuhkan di muka bentuk dasar, seperti me- pada
kata menghibur, un- pada kata Inggris unhappy, dan pan- pada kata Tagalog panulat 'alat tulis'. Prefiks
dapat muncul bersama dengan sufiks atau afiks lain. Misalnya, prefiks ber- bersama sufiks -kan pada
kata berdasarkan, prefiks me- dengan sufiks -kan pada kata mengiringkan, prefiks ber- dengan infiks -
em- dan sufiks -an pada kata bergemetaran, dan prefiks re- dengan sufiks -s pada kata Inggris
rethinks, atau juga prefiks un- dengan sufiks -able pada kata Inggris unthinkable.
Yang dimaksud dengan infiks adalah afiks yang diimbuhkan di tengah bentuk dasar. Yang
dimaksud dengan sufiks adalah afiks yang diimbuhkan pada posisi akhir bentuk dasar. Umpamanya,
dalam bahasa Indonesia, sufiks -an pada kata bagian, dan sufiks -kan pada kata bagikan.

9
Konfiks adalah afiks yang berupa morfem terbagi, yang bagian pertama berposisi pada awal
bentuk dasar, dan bagian yang kedua berposisi pada akhir bentuk dasar. Karena konfiks ini
merupakan morfem terbagi, maka kedua bagian dari afiks itu dianggap sebagai satu kesatuan, dan
pengimbuhannya dilakukan sekaligus, tidak ada yang lebih dahulu, dan tidak ada yang lebih
kemudian. Dalam bahasa Indonesia, ada konfiks per-/-an seperti terdapat pada kata pertemuan,
konfiks ke-/-an seperti pada kata keterangan, dan konfks ber-/-an seperti terdapat pada kata
berciuman.Yang dimaksud dengan interfiks adalah sejenis infiks atau ele men penyambung yang
muncul dalam proses penggabungan dua buah unsur. Transfiks adalah afiks yang berwujud vokal-
vokal yang diim buhkan pada keseluruhan dasar. Transfiks ini kita dapati dalam bahasa bahasa Semit
(Arab dan Ibrani). Dalam bahasa ini dasar biasanya berupa konsonan-konsonan, biasanya tiga
konsonan, seperti k-t-b 'tulis' dan d-r-s 'belajar'. Maka transfiks itu diimbuhkan ke dalam konsonan
konsonan itu.
Dalam kepustakaan linguistik ada digunakan nama atau istilah untuk bentuk-bentuk derivasi
yang diturunkan dari kelas yang berbeda. Misalnya, dari nomina gergaji diturunkan verba
menggergaji. Asal nominal itu disebut denominal. Lalu, karena hasil proses afiksasi itu adalah sebuah
verba, maka verba mengergaji disebut verba denomi nal. Proses besar menjadi membesarkan adalah
proses deajektival, maka hasilnya dapat disebut verba deajektival. Proses penurunan pembinaan dari
verba membina disebut proses deverbal; maka, hasilnya nomina pembinaan disebut nomina deverbal.

2.3.2 Reduplikasi
Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan,
secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi. Oleh karena itu, lazim dibedakan adanya
reduplikasi penuh, seperti meja-meja (dari dasar meja), reduplikasi sebagian seperti lelaki (dari dasar
laki), dan reduplikasi dengan perubahan bunyi, seperti bolak-balik (dari dasar balik). Di samping itu,
dalam bahasa Indonesia, Sutan Takdir Alisjahbana masih mencatat adanya reduplikasi semu, seperti
mondar-mandir, yaitu sejenis bentuk kata yang tampaknya sebagai hasil reduplikasi, tetapi tidak jelas
bentuk dasarnya yang diulang.
Dalam linguistik Indonesia sudah lazim digunakan sejumlah istilah sehubungan dengan
reduplikasi dalam bahasa Jawa dan bahasa Sunda. Proses reduplikasi banyak terdapat dalam pelbagai
bahasa di seluruh dunia. Proses reduplikasi dapat bersifat paradigmatis (infleksional) dan dapat pula
bersifat derivasional. Reduplikasi yang paradigmatis tidak mengubah identitas leksikal, melainkan
hanya memberi makna gramatikal. Misalnya, meja-meja berarti banyak meja' dan kecil-kecil berarti
banyak yang kecil'. Yang bersifat derivasioanl membentuk kata baru atau kata yang identitas
leksikalnya berbeda dengan bentuk dasarnya. Misalnya, kata takinkin dan kagirgir yang kita bicarakan

1
di atas. Dalam bahasa Indonesia bentuk laba-laba dari dasar laba dan pura-pura dari dasar di atas
barangkali dapat dianggap sebagai contoh reduplikasi derivasional.

2.3.3 Komposisi
Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik
yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas
leksikal yang berbeda, atau yang baru. Komposisi terdapat dalam banyak bahasa. Misalnya, lalu
lintas, daya juang, dan rumah sakit dalam bahasa Indonesia; akhirulkalam, malaikalmaut, dan
hajarulaswad dalam bahasa Arab; dan blackboard, bluebird, dan greenhouse dalam bahasa Inggris.
Dalam bahasa Indonesia proses komposisi ini sangat produktif. Hal ini dapat dipahami, karena
dalam perkembangannya bahasa Indonesia banyak sekali memerlukan kosakata untuk menampung
konsep-konsep yang belum ada kosakatanya atau istilahnya dalam bahasa Indonesia. Umpamanya,
untuk konsep "sapi kecil" atau "sapi yang belum dewasa" disebut anak sapi, yakni hasil
penggabungan kata anak dan sapi. bila dibandingkan dengan yang lain atau yang umum akan disebut
anak...... seperti anak sungai, anak kunci, dan anak tangga. Untuk menyatakan sesuatu yang
menyerupai yang lain, maka digabungkanlah kata yang menyatakan sesuatu itu dengan kata yang
dijadikan perbandingannya. Misalnya, merah darah yang berarti 'merah seperti wama darah'; truk
raksasa yang berarti 'truk besar yang melebihi ukuran biasa', karena raksasa itu lebih besar dari
manusia; dan jalan tikus, yang berarti 'jalan kecil yang sukar dilewati mobil'. Untuk menyatakan
sesuatu yang dibuat dari sesuatu yang lain, maka digabungkanlah kata yang menyatakan barangnya
dengan kata yang menyatakan bahannya, seperti lemari besi yang berarti 'lemari yang dibuat dari
besi', sate kambing yang berarti 'sate yang dibuat dari daging kambing', dan sikat kawat yang berarti
'sikat yang dibuat dari kawat'. Untuk menyatakan sesuatu yang berguna atau diperuntukkan bagi yang
lain, maka digabungkan kata yang menyatakan barang sesuatu dengan kata yang menyatakan
peruntukkan barang itu. Misalnya, lemari obat, berarti lemari tempat menyimpan obat', uang belanja
berarti 'uang untuk keperluan belanja', dan mobil dinas berarti 'mobil untuk keperluan dinas'.
Produktifnya proses komposisi itu dalam bahasa Indonesia menimbulkan berbagai masalah dan
berbagai pendapat karena komposisi itu memiliki jenis dan makna yang berbeda-beda. Masalah
masalah itu, antara lain, masalah kata majemuk, aneksi, dan frase. Tiga masalah yang sering
membingungkan dalam pendidikan, dan yang tidak pernah selesai.

Linguis kelompok lain, ada juga yang menyatakan sebuah komposisi adalah kata majemuk
kalau identitas leksikal komposisi itu sudah berubah dari identitas leksikal unsur-unsumnya.
Umpamanya, bentuk lalu lintas mempunyai unsur lalu yang berkategori verba dan unsur lintas yang
juga berkategori verba. Namun, komposisi lalu lin tas itu tidak berkategori verba, melainkan
berkategori nomina, seperti dalam kalimat Lalu lintas di Jakarta sekarang sangat padat.

1
Verhaar (1978) menyatakan suatu komposisi disebut Lata majemuk kalau hubungan kedua
unsumnya tidak bersifat sintaktis. Kc m posisi matahari, bumiputera, dan daya juang adalah kata
majemuk, sebab tidak dapat dikatakan matahari adalah matanya hari (bandingkan dengan mata adik
yang bisa dikatakan matanya adik); bumi putera tidak dapat dianalisis menjadi bumi milik putera
(bandingkan dengan bumi kita yang dapat dianalisis menjadi bumi milik kita); dan daya juang yang
tidak bisa dianalisis menjadi daya untuk berjuang. Bahwa matahari, bumiputera, dan daya juang
adalah kata majemuk terbukti dari tidak dapat disisipkannya sesuatu di antara kedua unsumya, men
jadi matanya hari, bumi punya putera, dan dayaku juang.

Kridalaksana (1985) menyatakan kata majemuk haruslah tetap berstatus kata; kata majemuk
harus dibedakan dari idiom (tentang idiom lihat Bab 7), sebab kata majemuk adalah konsep sintaktis,
sedangkan idiom adalah konsep semantis. Maka, bentuk-bentuk seperti orang tua dalam arti 'ayah
ibu', meja hijau dalam arti 'pengadilan', dan nata sapi dalam arti 'telur goreng tanpa dihancurkan'
bukanlah kata majemuk. Yang termasuk kata majemuk justru bentuk-bentuk seperti antipati,
akhirulkalam, geografi, mahakuasa, multinasional, dan pasfoto, karena memenuhi persyaratan sebagai
bentuk yang berstatus kata.

2.3.4 Konversi, Modifikasi Internal, Dan Suplesi


Konversi, sering juga disebut derivasi zero, transmutasi, dan transposisi, adalah proses
pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental. contoh dalam
bahasa Indonesia, kata cangkul adalah nomina dalam kalimat Ayah membeli cangkul baru; tetapi
dalam kalimat Cangkul dulu baik-baik tanah itu, baru ditanami adalah sebuah verba. Dalam kasus
cangkul yang menjadi dasar dari bentuk itu tampaknya adalah nomina, sebab bila bentuk itu berproses
dengan afiks me- men jadi mencangkul akan bermakna gramatikal 'melakukan perbuatan dengan alat
cangkul'. Bandingkan dengan bentuk-bentuk menggergaji, memahat, dan menombak yang juga
bermakna gramatikal "melakukan perbuatan dengan alat "

Modifikasi internal (sering disebut juga penambahan internal atau perubahan internal) adalah
proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal) ke dalam
morfem yang berkerangka tetap (yang biasanya berupa konsonan). Contoh berikut diambil dari bahasa
Arab dengan morfem dasar berkerangka k-t-b 'tulis'. Perhatikan kerangka k-t-b tersebut serta vokal
vokal yang mengisinya!

katab 'dia laki-laki menulis'


jiktib 'dia laki-laki akan menulis'
maktu:b 'penulis'
maktaba 'sudah ditulis'

1
maka:tib 'toko-toko buku'
kita:b 'buku'
ka:tib 'toko buku'
Ada sejenis modifikasi internal lain yang disebut suplesi. Dalam proses suplesi perubahanya
sangat ekstrem karena ciri-ciri bentuk dasar tidak atau hampir tidak tampak lagi. Boleh dikatakan
bentuk dasar itu berubah total. Misalnya, bentuk kala lampau dari kata Inggris go yang menjadi went;
atau verba be yang menjadi was dan were; juga. Bentuk must yang menjadi had to.

2.3.5 Pemendekan
Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga
menjadi sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya. Hasil
proses pemendekan ini kita sebut kependekan. Misalnya, bentuk lab (utuhnya laboratorium), hlm
(utuhnya halaman), 1 (utuhnya liter), hankam (utuhnya pertahanan dan keamanan), dan SD (utuhnya
Sekolah Dasar). Dalam berbagai kepustakaan, hasil proses pemendekan ini biasanya dibedakan atas
penggalan, singkatan, dan akronim. Yang dimaksud dengan penggalan adalah kependekan berupa
pengekalan satu atau dua suku pertama dari bentuk yang dipendekkan itu. Mi salnya, lab, atau labo
dari laboratorium, dok dari bentuk utuh dokter, dan perpus dari bentuk utuh perpustakaan. Yang
dimaksud dengan singkatan adalah hasil proses pemendekan, yang antara lain berupa:
a. pengekalan huruf awal dari sebuah leksem, atau huruf-huruf awal dari gabungan leksem.
Misalnya: L (liter). R (radius), H. (haji), kg (kilogram), km (kilometer), DPR (Dewan
Perwakilan Rakyat), dan UI (Universitas Indonesia).
b. pengekalan beberapa huruf dari sebuah leksem. Misalnya: hlm (halaman), dng (dengan), rhs
(rahasia), dan bhs (bahasa).
c. pengekalan huruf pertama dikombinasi dengan penggunaan angka untuk pengganti huruf yang
sama. Misalnya: P3 (partai persatuan pembangunan), P4 (pedoman penghayatan pengamalan
Pancasila), Lp2P (laporan pajak-pajak pribadi, dan P3AB (proyek percepatan pengadaan air
bersih).
d. pengekalan dua, tiga, atau empat huruf pertama dari sebuah leksem. Misalnya: As (asisten), Ny.
(nyonya), Okt (Oktober), Abd (Abdul), dan pum (pumawirawan).pengekalan huruf pertama dan
huruf terakhir dari sebuah leksem. Misalnya: Ir (insinyur), Fa (firma), Jo (juncto), dan Pa
(perwira).
Dalam bahasa Indonesia pemendekan ini menjadi sangat produktif adalah karena bahasa
Indonesia seringkali tidak mempunyai kata untuk menyatakan suatu konsep yang agak pelik atau
sangat pelik. Misalnya, bahasa Indonesia tidak mempunyai hospital, yang dimiliki adalah rumah sakit;
juga bahasa Indonesia tidak mempunyai train, yang dimiliki adalah kereta api. Lalu, karena rumah

1
sakit dan kereta api dirasakan terlalu panjang, maka dipendekkan menjadi RS dan KA. Lebih jauh,
untuk membedakan jenis yang satu dari yang lain, biasanya dibuat deskripsi dengan memberi
keterangan tambahan. Kemudian nama panjang ini, karena berupa deskripsi, akan dipendekkan pula.
Umpamanya, Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dipendekkan menjadi RSCM; dan Rumah Sakit
Angkatan Darat Gatot Subroto dipendekkan menjadi RSAD-GS, karena dianggap terlalu repot
mengucapkan bentuk utuhnya. Keproduktifan pemendekan ini dalam bahasa Indonesia tampak juga
dari adanya bentuk yang sudah merupakan hasil pemendekan dipendekkan lagi, karena bentuk yang
sudah merupakan kependekan itu diberi deskripsi lagi.

2.3.6 Produktivitas Proses Morfemis


Produktivitas dalam proses morfemis ini adalah dapat tidaknya proses pembentukan kata itu,
terutama afiksasi, reduplikasi, dan komposisi, digunakan berulang-ulang yang secara relatif tak
terbatas; artinya, ada kemungkinan menambah bentuk baru dengan proses tersebut. Proses inflektif
atau paradigmatis, karena tidak membentuk kata baru, kata yang identitas leksikainya tidak sama
dengan bentuk dasarnya, tidak dapat dikatakan proses yang produktif. Proses inflektif bersifat
tertutup. Misalnya, kata inggris street hanya mempunyai dua alteman, yaitu street dan jamaknya yaitu
streets. Bentuk lain tidak ada, dan tidak bisa diada-adakan. Begitu juga kata bahasa latin amare
'mencintai' mempunyai paradigma yang panjang sekali, dengan semua kala (tense), modus, diatesis,
persona, jumlah, jenis, dan sebagainya, semuanya sampai seratus lebih. Namun, bentuk baru tidak
dapat ditambahkan. Jadi, daftamya adalah daftar tertutup. Lain halnya dengan derivasi. Proses
derivasi bersifat terbuka. Artinya, penutur suatu bahasa dapat membuat kata-kata baru dengan proses
tersebut. Umpamanya, bagi mereka yang belum pernah mendengar atau membaca kata
kegramatikalan atau kemenarikan akan segera mengerti kedua kata baru itu karena mereka sudah tahu
akan kata gramatikal dan menarik serta tahu juga fungsi penominalan kon fiks ke-1-an dalam bahasa
indonesia. Begitu juga mereka akan segera mengerti kata-kata lain sebagai hasil proses konfiksasi
dengan ke l-an ini, seperti dalam ketidakikutsertaan dan kekeraskepalaan. Olch karena itu, boleh
dikatakan, proses derivasi adalah produktif, sedangkan proses infleksi tidak produktif.

1
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Morfologi dalam kajian linguistik mempunyai pengertian ilmu yang mempelajari bentuk bentuk
kata, dan pembentukan-pembentukan kata. kata morfologi berasal dari kata morf yang mempunyai
arti ‘bentuk’ dan kata logi yang berarti ‘ilmu’, sedangkan arti morfologi secara harfiah adalah ilmu
mengenai bentuk. Bahasan morfologi tidak hanya terdapat pada pembelajaran bahasa saja, melainkan
juga terdapat dalam kajian biologi. Sedangkan dalam kajian biologi, morfologi mempunyai pengertian
ilmu yang mempelajari tentang bentuk-bentuk sel-sel tumbuhan atau jasad-jasad hidup. Jadi, dari
kedua pengertian di atas bisa disimpulkan bahwa morfologi merupakan ilmu yang mempelajari
tentang seluk beluk kata dan pembentukannya, serta arti dari perubahannya. Dalam pembentukan
kata, tidak terlepas dengan yang namanya morfem. Morfem sendiri merupakan satuan gramatikal
terkecil yang memiliki maknaMorfem dibedakan menjadi beberapa kategori berdasarkan
kebebasan,keutuhan, makna, dan sebagainya.
Afiksasi adalah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Dalam proses
ini terlibat unsur-unsur (1) dasar atau bentuk dasar, (2) afiks, dan (3) makna gramatikal yang
dihasilkan. Proses ini dapat bersifat inflektif dan dapat pula bersifat derivatif. Namun, proses ini tidak
berlaku untuk semua bahasa. Ada sejumlah bahasa yang tidak mengenal proses afiksasi ini.
Reduplikasi adalah proses morfemis yang mengulang bentuk dasar, baik secara keseluruhan,
secara sebagian (parsial), maupun dengan perubahan bunyi.
Komposisi adalah hasil dan proses penggabungan morfem dasar dengan morfem dasar, baik
yang bebas maupun yang terikat, sehingga terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki identitas
leksikal yang berbeda, atau yang baru.
Konversi, sering juga disebut derivasi zero, transmutasi, dan transposisi, adalah proses
pembentukan kata dari sebuah kata menjadi kata lain tanpa perubahan unsur segmental.
Modifikasi internal (sering disebut juga penambahan internal atau perubahan internal) adalah
proses pembentukan kata dengan penambahan unsur-unsur (yang biasanya berupa vokal) ke dalam
morfem yang berkerangka tetap (yang biasanya berupa konsonan).
Pemendekan adalah proses penanggalan bagian-bagian leksem atau gabungan leksem sehingga
menjadi sebuah bentuk singkat, tetapi maknanya tetap sama dengan makna bentuk utuhnya.
Produktivitas dalam proses morfemis ini adalah dapat tidaknya proses pembentukan kata itu,
terutama afiksasi, reduplikasi, dan komposisi, digunakan berulang-ulang yang secara relatif tak
terbatas; artinya, ada kemungkinan menambah bentuk baru dengan proses tersebut.

1
DAFTAR PUSTAKA
Chaer Abdul. 2014. Linguistik Umum. Jakarta. Rineka Cipta

Pratama. DC. 2019 http://repo.iain-tulungagung.ac.id/13351/5/BAB%20II.pdf diakses pada 19 Maret


2022 pukul 15.22

Setyowati. 2012. http://eprints.ums.ac.id/19534/2/03._BAB_I.pdf diakses pada 19 Maret 2022 pukul


13.40

Anda mungkin juga menyukai