Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana
Pendidikan
Oleh:
Fahrudin Mualim
NIM 1110013000035
Fahrudin Mualim
ABSTRAK
Kata kunci: Gaya Bahasa, puisi, lirik lagu, pembelajaran bahasa dan sastra
Indonesia
i
ABSTRACT
ii
KATA PENGANTAR
Seraya mengucap puja dan puji serta syukur ke hadirat Ilahi Robbi
yang selalu melimpahkan rahmat dan karuniaNya sehingga saya mampu
menyelesaikan skripsi ini, yang memang sedikit terlambat alias tidak tepat
waktu. Pemilihan tema skripsi ini terinspirasi dari obrolan santai bersama
seorang dosen sekitar satu setengah tahun silam di salah satu mata kuliah.
Berawal dari obrolan santai, kemudian berakhir dengan penelitian serius.
Alhasil, tersusunlah karya tulis ini untuk menjelma menjadi
pertanggungjawaban akademik sebagai Sarjana Pendidikan FITK-UIN
Jakarta.
Saya haturkan terimakasih kepada Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memimpin FITK
dengan jiwa profesionalismenya sehingga kinerja FITK lebih baik dan
profesional. Rasa terimakasih juga saya sematkan kepada Ketua Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang telah memimpin dengan penuh perhatian dan kesabaran demi
kemajuan prodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Sebagai mahasiswa yang belajar di Jurusan Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia FITK-UIN Jakarta, saya haturkan rasa terimakasih kepada
‗mas, mbak, pak, ibu‘ dosen-dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
yang selama sembilan semester masa studi tidak bosan-bosannya mengajar,
menasihati, dan mengingatkan saya. Wabil khusus kepada pembimbing
saya, Rosida Erowati, M.Hum. Berkat pengarahan, catatan, hingga coretan
beliau pada skripsi saya telah membantu meluruskan jalan penyusunan
skripsi ini. Di sini saya memahami bahwa beliau itu seperti sungai, mengalir
dan bercabang menjadi anak-anak sungai. Semoga saya menjadi anak
sungai yang mampu mengalirkan air pengetahuan ini.
iii
iv
karya tulis ini, harap disampaikan kepada saya, ini demi pengembangan
ilmu pengetahuan dan pembelajaran individual. Akhir kalam, atas segala
perhatian, dukungan, dan bantuan dari semuanya saya haturkan terimakasih.
Semoga karya ini dapat berfaedah bagi ilmu pengetahuan.
Fahrudin Mualim
DAFTAR ISI
ABSTRAK .............................................................................................................. i
ABSTRACT ............................................................................................................ ii
BAB I: PENDAHULUAN
vii
viii
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ..............................................................................................119
B. Saran.........................................................................................................120
LAMPIRAN-LAMPIRAN
PROFIL PENULIS
DAFTAR TABEL
ix
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di dalam kehidupan sehari-hari, gaya memainkan peran yang
penting. Gaya merupakan keseluruhan cara yang dilakukan dalam
kehidupan sehari-hari, baik kegiatan jasmaniah maupun rohaniah, atau
dalam bentuk lisan maupun tulisan, seperti penggunaan gaya bahasa. Dapat
dikatakan, tidak akan ada suatu kegiatan tanpa menggunakan gaya. Hal
yang membedakan hanya terletak pada kualitas dari gaya yang digunakan.
Baik gaya secara umum maupun gaya bahasa berkaitan dengan
aspek keindahan. Perbedaannya terletak pada penggunaan gaya itu sendiri.
Jika dalam kehidupan sehari-hari, seperti dalam aktivitas yang tidak
berkaitan dengan seni, gaya hanya menduduki posisi sebagai sekunder.
Berbeda dengan gaya dalam aktivitas karya sastra dan karya seni yang pada
umumnya suatu keindahan, gaya menduduki posisi yang dominan, sebab
karya seni merupakan keindahan itu sendiri.
Proses penciptaan gaya bahasa jelas disadari oleh penelitinya. Di
dalam penelitian, gaya bahasa menjadi sangat penting dalam rangka
memperoleh aspek keindahan secara maksimal, misalnya hanya untuk
menemukan satu kata atau sekelompok kata yang dianggap tepat, peneliti
harus melakukannya secara berulang-ulang. Dalam sebuah karya seni atau
karya sastra, gaya bahasa merupakan aspek yang sangat penting, terlebih
dalam karya berbentuk puisi yang memang harus menggunakan bahasa yang
singkat dari bentuk karya sastra lainnya, namun tetap harus tersampaikan
isinya.
Setiap penyair memiliki gaya bahasa masing-masing, misalnya gaya
bahasa dalam puisi Sapardi Djoko Damono yang liris dengan puisi W. S.
Rendra yang lugas. Pemilihan gaya bahasa seperti itu disesuaikan dengan
tujuan yang ingin disampaikan melalui puisi yang ditulisnya. Misalnya, W.
1
2
Berdasarkan hal ini peneliti melihat adanya beberapa persamaan antara lirik
lagu dengan puisi.
Puisi dan lirik lagu, keduanya memiliki persamaan, yaitu sebuah
media untuk mengungkapkan pikiran dan perasaan seseorang. Baik dalam
puisi maupun lirik lagu, pemilihan kata harus dilakukan secara cermat
dalam hal rima, irama, maupun harmonisasinya. Hanya saja dalam
penelitian lirik lagu, penciptanya harus patuh terhadap rangkaian nada-nada
pada lagu tersebut. Sampai sejauh ini, peneliti melihat perbedaan antara
puisi dengan lirik lagu hanya pada hal tersebut. Selebihnya, dalam hal
penyesuaian rima, irama, maupun harmonisasi tidak ada perbedaaan.
Menjadi hal yang menarik apabila puisi dengan lirik lagu
dibandingkan dari segi persamaan maupun perbedaannya. Sudah dijelaskan
sebelumnya, semua karya seni termasuk puisi dan lirik lagu merupakan
media untuk menyampaikan ungkapan perasaan dan pikiran penciptanya.
Peneliti puisi maupun peneliti lirik lagu mempunyai maksud dan tujuan
tertentu yang ingin disampaikan melalui karyanya. Maksud dan tujuan yang
disampaikan oleh peneliti lagu maupun penyair rupanya memengaruhi gaya
bahasa yang digunakannya. Contohnya dapat dilihat pada Rhoma Irama
yang banyak menyampaikan kritik sosial maupun pandangannya tentang
agama melalui lagu-lagu yang ditulisnya. Dalam lagu-lagunya, Rhoma
Irama memilih gaya bahasa yang sederhana dan mudah dipahami, walaupun
sebenarnya isi yang disampaikannya itu kompleks, misalnya lagu Hak
Asasi Manusia, Judi, dan Qur’an dan Koran. Lagu-lagu tersebut sebenarnya
mengungkapkan sesuatu yang kompleks. Akan tetapi, Rhoma Irama
menyampaikannya dengan bahasa yang sederhana, sehingga permasalahan
kompleks yang dibicarakan di dalam lirik lagunya menjadi mudah
dimengerti oleh para pendengarnya, sehingga karya-karya Rhoma Irama
digemari oleh berbagai kalangan, khususnya masyarakat menengah ke
bawah.
5
Melihat hal tersebut, peneliti tertarik kepada lirik lagu yang terdapat
dalam lagu Rhoma Irama. Bersama grup musik dangdut Soneta Grup,
Rhoma memang telah menunjukkan kelasnya sendiri. Jika dari sisi syair,
lirik-lirik lagu Rhoma Irama memiliki kekuatan yang khas dan sangat
bervariasi, mulai dari lirik-lirik yang berkisah tentang cinta, kritik sosial,
pesan moral (keagamaan), serta nasionalisme. Lirik-lirik lagu Rhoma Irama
juga kaya akan idiom-idiom baru, seperti yang terdapat pada judul lagu
Mirasantika. Selain itu, melalui lagu-lagunya, Rhoma Irama juga
mempopulerkan istilah-istilah baru, seperti yang terdapat pada judul lagu
Begadang, dan Santai.
Apa yang dilakukan oleh Rhoma Irama melalui lirik lagunya,
peneliti melihat adanya persamaan dengan apa yang dilakukan Mustofa
Bisri melalui puisinya. Sama halnya dengan Rhoma Irama, Mustofa Bisri
juga memilih menggunakan gaya bahasa yang sederhana dan mudah
dipahami untuk menyampaikan isi yang bersifat kompleks, seperti puisi-
puisi Mustofa Bisri yang berjudul Sujud, Bagimu, dan Kaum Beragama
Negri Ini. Begitupun dengan tema, Mustofa Bisri juga banyak menampilkan
tema yang bervariasi mulai dari religiusitas, maupun kritik sosial.
Melihat adanya persamaan seperti itu, peneliti tertarik untuk
melakukan perbandingan. Perbandingan yang ingin peneliti teliti meliputi
penggunaan gaya bahasa serta fungsinya, yang juga meliputi apa saja
persamaan dan perbedaan yang terdapat dalam lirik lagu Rhoma Irama
dengan puisi Mustofa Bisri serta faktor yang menyebabkan adanya
persamaan dan perbedaan gaya bahasa tersebut. Adapun judul dari
penelitian ini adalah PERBANDINGAN GAYA BAHASA PADA PUISI
IBU KARYA MUSTOFA BISRI DENGAN LIRIK LAGU KERAMAT
KARYA RHOMA IRAMA SERTA IMPLIKASINYA TERHADAP
PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA.
6
B. Identifikasi Masalah
1. Masih banyaknya anggapan, khususnya di kalangan siswa bahwa
puisi dengan lirik lagu adalah sama.
2. Minat siswa terhadap pembelajaran puisi masih sangat kurang.
3. Puisi-puisi karya Mustofa Bisri serta lagu-lagu Rhoma Irama kurang
populer di kalangan siswa.
4. Kurangnya kemampuan siswa dalam pembelajaran gaya bahasa di
sekolah.
5. Kurangnya variasi pembelajaran sastra di sekolah dalam
memanfaatkan media yang telah tersedia.
C. Pembatasan Masalah
1. Perbandingan gaya bahasa yang terdapat pada puisi Ibu karya
Mustofa Bisri dengan lirik lagu Keramat karya Rhoma Irama.
2. Fungsi gaya bahasa yang terdapat pada puisi Ibu karya Mustofa Bisri
dengan lirik lagu Keramat karya Rhoma Irama.
D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perbandingan gaya bahasa yang terdapat pada puisi Ibu
karya Mustofa Bisri dengan lirik lagu Keramat karya Rhoma Irama?
2. Bagaimana fungsi gaya bahasa yang terdapat pada puisi Ibu karya
Mustofa Bisri dengan lirik lagu Keramat karya Rhoma Irama?
3. Bagaimana implikasi perbandingan gaya bahasa dan lirik lagu dalam
pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui perbandingan gaya bahasa yang terdapat pada puisi Ibu
karya Mustofa Bisri dengan lirik lagu Keramat karya Rhoma Irama.
2. Mengetahui fungsi gaya bahasa yang terdapat pada puisi Ibu karya
Mustofa Bisri dan lirik lagu Keramat karya Rhoma Irama.
7
F. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan berguna untuk berbagai pihak,
baik secara teoretis maupun secara praktis, di antaranya sebagai berikut:
1. Manfaat teoretis
Secara teoretis diharapkan dapat dijadikan sebagai pedoman dalam
upaya meningkatkan pembelajaran penggunaan gaya bahasa yang lebih
kreatif dan memberikan sumbangan pemikiran sebagai perkembangan
dunia sastra Indonesia khususnya pada tataran pembelajaran apresiasi
sastra.
2. Manfaat praktis
Secara praktis penelitian ini dapat memberikan sumbangan kepada:
a. Siswa
Memperoleh pembelajaran penggunaan gaya bahasa dalam puisi dan
lirik lagu, serta dapat meningkatkan apresiasi siswa terhadap karya-
karya sastra, seperti puisi.
b. Guru
Khususnya guru mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia sebagai
informasi pentingnya menerapkan penggunaan gaya bahasa yang
bisa diterapkan pada bidang apa saja, seperti puisi maupun lirik lagu,
dan upaya peningkatan kreativitas siswa dalam penggunaan gaya
bahasa.
c. Penyusun
Memberikan pengalaman berpikir ilmiah melalui penyusunan dan
penelitian skripsi, sehingga dapat menambah pengetahuan,
pengalaman, dan menambah wawasan dalam bidang pendidikan
khususnya bahasa dan sastra Indonesia.
8
d. Peneliti lain
Hasil penelitian ini dapat dipergunakan sebagai referensi penelitian
lebih lanjut yang berhubungan dengan gaya bahasa yang terdapat
pada puisi dan lirik lagu.
G. Metode Penelitian
Suatu penelitian tentu memiliki tujuan yang ingin dicapai. Maka dari
itu, untuk mempermudah tujuan yang diinginkan, dibutuhkan suatu
pendekatan yang tepat. Pendekatan yang digunakan oleh seorang peneliti
akan menuntunnya dalam menggunakan metode yang harus digunakan.
Akan tetapi, seorang peneliti tidak bisa sembarangan dalam memilih metode
yang akan digunakan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh
seorang peneliti dalam memilih metode yang digunakan, seperti jenis data
yang akan diteliti, serta kerangka berpikir yang menyertainya, sehingga apa
yang menjadi tujuan peneliti dapat tercapai.
Sebelum membahas mengenai metode penelitian, peneliti terlebih
dahulu menjelaskan tahapan pelaksanaan penelitian. Penelitian yang
dilakukan peneliti tergolong ke dalam penelitian bahasa, sehingga tahapan
yang dilakukan oleh peneliti merujuk kepada yang dikemukakan oleh
Mahsun, di mana ia membagi tahapan penelitian menjadi tiga tahap, yaitu
prapenelitian, pelaksanaan penelitian, dan penelitian laporan penelitian.1
Tahapan prapenelitian dimaksudkan sebagai tahapan yang menuntun
peneliti untuk berusaha merumuskan secara jelas tentang masalah yang
hendak dipecahkan melalui penelitian, termasuk hipotesis dari peneliti.
Peneliti terlebih dahulu membuat ancangan atau hipotesis mengenai objek
yang akan diteliti. Hal tersebut dilakukan setelah peneliti merumuskan
masalah yang akan diteliti. Langkah peneliti selanjutnya adalah mulai
memperkirakan hasil-hasil yang dapat dicapai melalui penelitian ini.
1
Mahsun, Metode Penelitian Bahasa (Edisi Revisi), (Jakarta: PT Rajagrafindo Persada,
2011), h. 31.
9
Dengan kata lain, peneliti mulai membuat rumusan jawaban yang sifatnya
sementara terhadap permasalahan yang akan diteliti.
Setelah tahapan prapenelitian, peneliti melanjutkan ke tahapan
pelaksanaan penelitian. Pada tahapan ini, Mahsun menjabarkannya dalam
tiga tahapan pokok, yaitu penyedian data, analisis data, dan membuat hasil
rumusan analisis yang diwujudkan dalam bentuk kaidah-kaidah.2 Ketiga
tahapan tersebut merupakan inti dari kegiatan penelitian (bahasa), di mana
ketiga tahapan tersebut masing-masing ditandai oleh kegiatan menyediakan
dan tersedianya data, analisis data, dan ditemukannya kaidah-kaidah tertentu
serta tersajinya kaidah-kaidah tersebut dalam rumusan-rumusan tertentu.3
Adapun tahapan penelitian laporan penelitian merupakan tahapan di
mana peneliti membuat laporan dari penelitian yang dilakukan, yaitu dalam
bentuk skripsi. Oleh karena itu, tahap ini ditandai oleh kegiatan membuat
dan terwujudnya sebuah laporan penelitian.
Sudah dijelaskan sebelumnya bahwa tahapan penelitian ini dimulai
dari tahap prapenelitian, yaitu pada tahap ini peneliti terlebih dahulu
membuat ancangan atau hipotesis mengenai objek yang akan diteliti.
Berdasarkan hal tersebut, Mahsun mengungkapkan bahwa ada beberapa
cara pengungkapan hubungan antarvariabel, yaitu pengungkapan sebab-
akibat, pengungkapan hubungan korelasional, dan pengungkapan hubungan
pengukuran perbedaan.4 Sehubungan dengan pernyataan yang dikemukakan
oleh Mahsun, hipotesis yang dilakukan peneliti dalam penelitian kali ini
berkaitan dengan linguistik atau kemampuan berbahasa (pengajaran
bahasa). Peneliti memiliki pandangan bahwa penelitian ini dimungkinkan
untuk dilakukan jika ditemukan kenyataan bahwa gaya bahasa dan kosakata
mempunyai hubungan erat dan hubungan timbal balik, yaitu kian kaya
kosakata seseorang, kian beragam pula gaya bahasa yang dipakainya. Dari
2
Ibid., h. 32.
3
Ibid.
4
Ibid., h. 14.
10
1. Metode Penelitian
Secara umum, ada dua jenis metode penelitian yang digunakan oleh
para peneliti dalam melakukan penelitian, yaitu penelitian kualitatif dan
penelitan kuantitatif. Selanjutnya, dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan pendekatan kualitatif yang didasarkan pada beberapa
pendapat para ahli mengenai metode kualitatif. Moleong berpendapat bahwa
penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian.5 Sementara itu,
Mahsun memiliki pandangan bahwa metode yang bersifat kualitatif adalah
salah satu metode yang dapat digunakan dalam pengelompokkan bahasa,
yaitu metode kesamaan ciri-ciri linguistik (shared of linguistic features).6
Lebih lanjut, Mahsun menjelaskan bahwa pada prinsipnya metode kualitatif
selain dapat digunakan untuk kajian pengelompokkan bahasa-bahasa
5
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2009), h. 6.
6
Mahsun, op.cit., h. 219.
11
7
Ibid., h. 218.
8
Imam Gunawan, Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2013), h. 86.
9
Ibid., h. 87.
10
Lexy J. Moleong, op.cit., h. 4.
12
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam skripsi ini adalah data primer
dan data sekunder. Data primer merupakan data langsung yang berkaitan
dengan karya yang dikaji, dalam hal ini buku kumpulan puisi Pahlawan dan
Tikus (yang memuat puisi Ibu) yang diterbitkan oleh Pustaka Firadus
Jakarta, Cetakan I: 1995, dengan tebal 108 halaman. Sementara itu, data
primer kedua berupa lagu Keramat terdapat di dalam album Santai (Volume
VII) tahun 1977 yang diproduksi oleh Yukawi. Sedangkan data sekunder
merupakan data tambahan atau pelengkap yang memiliki hubungan dengan
objek penelitian.
11
Ibid.
13
terdapat dalam puisi Ibu karya Mustofa Bisri dengan lirik lagu Keramat
karya Rhoma Irama. Peneliti melakukan penyimakan dan pencatatan secara
cermat terhadap sumber data primer, yaitu teks puisi Ibu dan lirik lagu
Keramat untuk memperoleh data yang diperlukan. Pada penelitian ini
sumber datanya berupa gaya bahasa dalam Puisi Ibu karya Mustofa Bisri
dan dalam lirik lagu Keramat karya Rhoma Irama, maka proses menyimak
dilakukan dengan cara membaca cermat puisi Ibu karya Mustofa Bisri dan
mendengarkan lagu Keramat karya Rhoma Irama. Selanjutnya, peneliti
memperjelas hasil simakan dengan membaca teks lirik lagu, setelah itu
peneliti mencatatnya. Peneliti melakukan penyimakan dan pencatatan secara
cermat terhadap sumber primer, yaitu teks puisi Ibu dan lirik lagu Keramat
untuk memperoleh data yang diperlukan. Hasil pencatatan tersebut
kemudian digunakan sebagai sumber data primer yang akan digunakan
dalam penyusunan hasil penelitian sesuai dengan tujuan yang penelitian
yang akan dicapai.
14
H. M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik,
dan Ilmu Sosial Lainnya, (Jakarta: Kencana, 2010), h. 156.
15
Langkah awal dalam menganalisis puisi Ibu karya Mustofa Bisri dan
lirik lagu Keramat karya Rhoma Irama adalah dengan membaca secara
heuristik kemudian dilanjutkan dengan membaca secara hermeneutik. Hal
ini dimaksudkan untuk memberi makna puisi dan lirik lagu secara struktural
semiotik. Pembacaan heuristik adalah pembacaan berdasarkan struktur
kebahasaannya atau secara semiotik adalah berdasarkan konvensi sistem
semiotik tingkat pertama.15 Dalam pembacaan heuristik ini, puisi dan lirik
lagu dibaca berdasarkan struktur kebahasaannya. Selanjutnya, untuk
memperjelas arti bilamana perlu diberi sisipan kata atau sinonim kata-
katanya ditaruhkan dalam tanda kurung. Begitu juga struktur kalimatnya
disesuaikan dengan kalimat baku (berdasarkan tata bahasa normatif), atau
bila perlu susunannya dibalik untuk memperjelas arti. Membaca dengan
heuristik ini bertujuan untuk mengetahui makna tersurat secara keseluruhan
dari puisi Ibu dan lirik lagu Keramat. Setelah itu, peneliti melanjutkan
membaca dengan cara hermeneutik. Pembacaan hermeneutik adalah
pembacaan ulang sesudah pembacaan heuristik dengan memberikan tafsiran
berdasarkan konvensi sastranya.16 Dalam pembacaan hermeneutik ini puisi
dan lirik lagu dibaca berdasarkan konvensi-konvensi sastra menurut sistem
semiotik tingkat kedua. Konvensi sastra yang dimaksud berdasarkan
pendapat yang dikemukakan Riffaterre dalam buku Metodologi Penelitian
Sastra adalah konvensi sastra yang memberikan makna itu di antaranya
konvensi ketaklangsungan ucapan (ekspresi) sajak (puisi).17 Sehingga,
pembacaan hermeneutik ini bertujuan untuk menafsirkan teks puisi Ibu dan
lirik lagu Keramat.
Setelah menganalisis puisi Ibu karya Mustofa Bisri dan lirik lagu
Keramat karya Rhoma Irama dengan membaca secara heuristik kemudian
15
Rachmat Djoko Pradopo, Dewa Telah Mati: Kajian Strukturalisme-Semiotik dalam
Metodologi Penelitian Sastra, (Yogyakarta: Hanindita Graha Widya, 2003), h. 96.
16
Ibid.
17
Ibid., h. 97.
16
18
Mahsun, op. cit., h. 121.
BAB II
KAJIAN TEORETIS
A. Gaya Bahasa
1. Pengertian Gaya Bahasa
Gaya merupakan keseluruhan cara yang dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari, baik kegiatan jasmaniah maupun rohaniah, atau dalam bentuk
lisan maupun tulisan. Dapat dikatakan bahwa tidak ada suatu kegiatan tanpa
menggunakan gaya. Begitu pula dalam karya sastra, gaya merupakan cara
pengarang dalam memaparkan gagasan yang ingin disampaikan sesuai
dengan tujuan dan efek yang ingin dicapainya. Dalam proses penulisan
karya sastra, efek tersebut berkaitan dengan upaya memperkaya makna,
penggambaran objek dan peristiwa secara imajinatif, maupun efek tertentu
bagi pembacanya.
Hal yang pertama perlu dipahami bahwa gaya bahasa bukan semata-
mata menggayakan suatu bahasa.
Nini Ibrahim mengatakan, bahwa gaya bahasa disebut juga majas,
yaitu penggunaan kata kiasan dan perbandingan yang tepat untuk
mengungkapkan perasaan dan pikiran dengan maksud tertentu. Gaya
bahasa berguna untuk menimbulkan keindahan dalam karya sastra
atau dalam berbicara. Setiap orang atau pengarang memiliki cara
tersendiri dalam memilih dan menggunakan gaya bahasa.19
Lamuddin memiliki istilah lain bahwa gaya bahasa disebut juga dengan
langgam bahasa dan sering juga disebut majas, yaitu cara penutur
mengungkapkan maksudnya.20 Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa gaya
bahasa berkaitan dengan cara penutur dalam menyampaikan maksudnya,
sehingga petutur dapat menerima dengan mudah maksud yang disampaikan
oleh penutur. Sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Nini
19
Nini Ibrahim, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: UHAMKA Press,
2009), h. 74.
20
Lamuddin Finoza, Komposisi Bahasa Indonesia untuk Mahasiswa Nonjurusan
Bahasa, (Jakarta: Diksi Insan Mulia, cet 16, 2009), h. 135.
17
18
21
Gorys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2010),
h. 113.
22
Nyoman Kutha Ratna, Stilistika: Kajian Puitika Bahasa, Sastra, dan Budaya,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h.163.
23
Ibid., h. 165.
19
24
Ibid., h. 62.
20
25
Ibid., h. 67.
26
Rene Wellek dan Austin Warren, Teori Kesusastraan, Terj. Melani Budianta,
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 226.
27
Ibid.
28
Kutha Ratna, op. cit., h. 69.
21
29
Henry Guntur Tarigan, Pengajaran Gaya Bahasa, (Bandung: Angkasa, 1985), h. 6.
30
A. Widyamartaya, Seni Menggayakan Kalimat: Bagaimana Mengembangkan,
Mengefektifkan dan mencitarasakan kalimat, (Yogyakarta: Kasinius, 1990), h. 53.
31
Gorys Keraf, op. cit., h. 115.
22
Melalui buku Diksi dan Gaya Bahasa, dapat dilihat alasan Gorys Keraf
menulis pembahasan tentang diksi dan gaya bahasa. Gorys berpandangan
bahwa untuk dapat menulis sebuah karangan, baik fiksi maupun ilmiah
tentulah dibutuhkan persyaratan tertentu. Persyaratan yang dimaksud Gorys
antara lain seorang pengarang harus mampu memilih kata-kata yang tepat,
harus luas kosa katanya, harus mampu menggunakan kamus yang ada. Di
samping itu, ia juga berpandangan bahwa seorang penulis harus pula
mampu mengungkapkan maksud dengan gaya bahasa yang cocok dan tepat.
Persyaratan tersebut yang menjadi titik berat pembahasan buku Diksi dan
Gaya Bahasa ini. Gorys menguraikan secara sistematis dengan bahasa yang
mudah dipahami, dan disertai dengan contoh-contoh konkret.32
Sudah disebutkan sebelumnya bahwa Gorys Keraf membagi jenis-
jenis gaya bahasa menjadi dua, kemudian dari kedua jenis gaya bahasa
tersebut diuraikan kembali menjadi subjenis yang lain. Berikut ini akan
dijelaskan jenis-jenis gaya bahasa yang dimaksud oleh Gorys Keraf.
a. Segi Nonbahasa
Dari segi nonbahasa, gaya bahasa dapat dibagi atas tujuh pokok,
yaitu sebagai berikut.
1) Berdasarkan pengarang, artinya gaya yang disebut sesuai dengan nama
pengarang dikenal berdasarkan ciri pengenal yang digunakan pengarang
atau penulis dalam karangannya. Pengarang yang kuat dapat
mempengaruhi orang-orang sejamannya, atau pengikut-pengikutnya,
32
Buku Diksi dan Gaya Bahasa karya Gorys Keraf ini juga merupakan satu rangkaian
dengan buku-bukunya yang lain, seperti Komposisi, Eksposisi, Deskripsi, Argumentasi, dan
Narasi. Lebih lanjut, buku Diksi dan Gaya Bahasa ini merupakan lanjutan dari buku
Komposisi. Buku Komposisi dimaksudkan terutama untuk meletakkan dasar-dasar karang-
mengarang bagi mahasiswa atau siapa saja yang ingin menggarap karangan secara baik dan
teratur. Sementara itu, buku Diksi dan Gaya Bahasa mencoba memperkenalkan komposisi
dilihat dari segi retorika. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat konsentrasi Gorys Keraf
dalam membahas permasalahan karang-mengarang.
23
33
Gorys Keraf, loc. cit.
34
Ibid., h. 116.
35
Ibid.
36
Ibid.
37
Ibid.
38
Ibid.
39
Ibid.
24
b. Segi Bahasa
Dilihat dari sudut bahasa atau unsur-unsur bahasa yang digunakan,
maka gaya bahasa dapat dibedakan berdasarkan titik tolak unsur bahasa
yang dipergunakan, sebagai berikut.
1) Gaya Bahasa Berdasarkan Pilihan Kata40
Berdasarkan pilihan kata, gaya bahasa mempersoalkan kata mana
yang paling tepat dan sesuai untuk posisi-posisi tertentu dalam kalimat, serta
tepat tidaknya penggunaan kata-kata dilihat dari lapisan pemakaian bahasa
dalam masyarakat. Dapat dikatakan, gaya bahasa mempersoalkan ketepatan
dan kesesuaian dalam menghadapi situasi-situasi tertentu.
Dalam bahasa standar (bahasa baku) dapat dibedakan menjadi tiga
jenis gaya bahasa. Pertama, gaya bahasa resmi, yaitu gaya dalam bentuknya
yang lengkap, gaya yang dipergunakan dalam kesempatan-kesempatan
resmi, gaya yang dipergunakan oleh mereka yang diharapkan
mempergunakannya dengan baik dan terpelihara.41 Kedua, gaya bahasa tak
resmi, biasanya gaya bahasa ini dipergunakan dalam karya-karya tulis,
buku-buku pegangan, artikel-artikel mingguan atau bulanan yang baik,
dalam perkuliahan, editorial, kolumnis, dan sebagainya. Singkatnya, gaya
bahasa tak resmi adalah gaya bahasa yang umum dan normal bagi kaum
pelajar.42 Ketiga, gaya bahasa percakapan, yaitu gaya bahasa dalam
percakapan, pilihan katanya adalah kata-kata populer dan kata-kata
percakapan. Namun, di sini harus ditambahkan segi-segi morfologis dan
sintaksis yang secara bersama-sama membentuk gaya bahasa percakapan.
Biasanya segi-segi sintaksis tidak terlalu diperhatikan, demikian pula segi-
segi morfologis yang biasa diabaikan sering dihilangkan.43
40
Ibid., h. 117.
41
Ibid.
42
Ibid., h. 118.
43
Ibid., h. 120.
25
yaitu kalimat yang mengandung dua bagian kalimat atau lebih yang
kedudukannya sama tinggi atau sederajat.46 Berdasarkan ketiga macam
struktur kalimat yang telah disebutkan, maka dapat diperoleh gaya-gaya
bahasa, seperti klimaks, antiklimaks, paralelisme, antitesis, dan repetisi.
Di dalam gaya bahasa berdasarkan struktur kalimatnya penulis
hanya menjelaskan gaya bahasa repetisi. Hal ini karena di dalam analisis
puisi Ibu karya Gus Mus dan lirik lagu Keramat karya Bang Haji,
berdasarkan struktur kalimatnya, penulis menemukan adanya persamaan,
yaitu sama-sama menggunakan gaya bahasa repetisi. Pengertian gaya
bahasa repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat
yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang
sesuai. 47
46
Ibid., h. 124.
47
Ibid., h. 127.
48
Ibid., h. 129.
27
B. Puisi
1. Pengertian Puisi
Puisi merupakan salah satu genre sastra. Banyak ahli yang masih
memperdebatkan apa itu puisi. Begitu banyak definisi yang menjelaskan
tentang puisi, namun masih ada sebagian orang yang merasa tidak puas
dengan definisi yang telah diberikan.
Secara mendasar, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, puisi
diartikan sebagai ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra,
rima, serta penyusunan larik dan baik; gubahan dalam bahasa yang
bentuknya dipilih dan ditata secara cermat sehingga mempertajam
kesadaran orang akan pengalaman dan membangkitkan tanggapan khusus
lewat penataan bunyi, irama, dan makna khusus.51 Kosasih berpandangan,
puisi adalah bentuk karya sastra yang menggunakan kata-kata indah dan
kaya akan makna, di mana keindahan sebuah puisi disebabkan oleh diksi,
majas, rima dan irama yang terkandung dalam karya sastra itu.52 Lebih
lanjut, Kosasih menambahkan bahwa kekayaan makna yang terkandung
dalam puisi disebabkan oleh pemadatan segala unsur bahasa, di mana
bahasa yang digunakan dalam puisi berbeda dengan yang digunakan sehari-
hari, yaitu menggunakan bahasa yang diringkas, namun maknanya sangat
kaya.53 Sementara itu, Waluyo mengemukakan bahwa puisi adalah bentuk
karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara
imajinatif dan disusun dengan mengkonsentrasikan semua kekuatan bahasa
dengan pengkonsentrasian struktur fisik dan struktur batinnya.54 Definisi-
definisi yang sudah disebutkan tidaklah salah. Akan tetapi, Wahyudi
Siswanto dalam bukunya Pengantar Teori Sastra mengingatkan, hakikat
51
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1112.
52
E. Kosasih, Dasar-dasar Keterampilan Bersastra, (Bandung: Yrama Widya, 2012), h.
97.
53
Ibid.
54
Herman J. Waluyo, Teori dan Apresiasi Puisi, (Jakarta: Erlangga, 1987), h. 25.
29
puisi harus ditinjau dari segi pengarang dan pembaca. Artinya, puisi
merupakan karya yang dimaksudkan oleh pengarang sebagai puisi dan
diterima dengan sama oleh pembaca.55 Sedangkan Goenawan Muhamad
(GM), penyair besar Indonesia, memiliki pandangan tersendiri mengenai
hakikat puisi. Goenawan berpendapat bahwa puisi bukanlah rangkaian kata-
kata elok, bukan rumusan-rumusan petuah dan kearifan. Puisi adalah
persentuhan antara kita dan dunia luar, antara kita dan kegaiban yang besar,
antara kita dan kita—sebuah kotak yang, dalam kata-kata seorang penyair,
―sederhana, seperti nyanyi‖.56 Sejalan dengan yang dikemukakan Goenawan
Muhamad, dalam buku The Norton Reader An Anthology of Expository
prose dikatakan bahwa the work of the poet comes to meet the spiritual need
of the society in which he live, and for this reason his work means more to
him than his personal fate, whether he is a aware of this or not,57 artinya,
bahwa karya penyair datang untuk memenuhi kebutuhan spiritual dari
masyarakat di mana ia hidup, dan untuk alasan ini karyanya berarti lebih
baginya daripada nasib pribadinya, apakah ia menyadari hal ini atau tidak.
Berdasarkan definisi yang sudah disebutkan dari beberapa ahli, dapat
disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan puisi adalah ragam sastra berupa
luapan jiwa yang tersusun secara baik dengan bahasa yang terikat oleh
irama, matra, rima, penyusunan larik dan bait yang memberikan keindahan
serta di dalamnya mengungkapkan perasaan penyair dengan tetap
berkonsentrasi pada struktur fisik dan struktur batinnya.
2. Struktur Puisi
Keberadaan suatu karya sastra merupakan hasil cipta dari beberapa
struktur. Struktur tersebut menjadi pembangun yang penting sebagai
55
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: PT Grasindo, 2008), h. 108.
56
Abdul Rozak Zaidan, Goenawan Muhamad, Berpuisi dengan Ironi, (Jakarta:
Bukupop, 2009), h. 26.
57
Arthur M. Eastman (ed), The Norton Reader An Anthology of Expository
prose, (London: W. W. Norton & Company, 1984), h. 596.
30
pondasi kuat penyangga karya sastra. Begitu pula dalam puisi, tentunya
terdiri dari beberapa struktur yang membangunnya. Waluyo membagi
struktur puisi ke dalam dua macam, yaitu struktur fisik dan struktur batin.
Sejalan dengan pernyataan Waluyo, Aswinarko dan Ahmad Bahtiar
mengatakan, bahwa struktur fisik secara tradisional disebut elemen bahasa,
sedangkan struktur batin secara tradisional disebut makna puisi.58 Bentuk
fisik puisi mencakup penampilannya di atas kertas dalam bentuk nada dan
larik puisi, termasuk ke dalamnya perwajahan puisi (tipografi), diksi,
pengimajian, kata konkret, majas atau bahasa figuratif, dan versifikasi.
Sementara yang mencakup struktur batin adalah tema, perasaan, nada dan
suasana, serta amanat.
Berikut ini penjelasan mengenai struktur fisik dan batin puisi yang
dikemukakan Waluyo, dan nantinya dijadikan rujukan penulis dalam
menganalisis karya yang akan diteliti.
a) Perwajahan (tipografi)
Perwajahan adalah pengaturan dan penulisan kata, larik dan bait dalam
puisi. Siswanto juga menjelaskan bahwa pada puisi konvensional, kata-
kata yang digunakan diatur dalam deret yang disebut larik atau baris, di
mana larik atau baris dalam puisi tidak selalu dimulai dengan huruf
kapital dan diakhiri tanda titik.59 Lebih lanjut, Waluyo menjelaskan
bahwa tipografi merupakan pembeda yang penting antara puisi dengan
prosa maupun drama. Larik-larik puisi tidak membangun periodisitet
yang disebut paragraf, namun membentuk bait. Baris puisi tidak bermula
dari tepi kiri dan berakhir ke tepi kanan baris. Tepi kiri atau tepi kanan
dari halaman yang memuat puisi belum tentu terpenuhi tulisan. Ciri-ciri
demikian menunjukkan eksistensi sebuah puisi.60 Berdasarkan hal
58
Aswinarko dan Ahmad Bahtiar, Kajian Puisi Teori dan Praktik, (Jakarta: Unindra
Press, 2013), h. 49.
59
Siswanto, op. cit., h. 113.
60
Waluyo, op. cit., h. 97.
31
61
Waluyo, op. cit., h. 90.
62
Ibid., h. 94.
63
Ibid., h. 72.
32
66
Waluyo, op. cit., h.78.
34
a) Tema
Tema merupakan gagasan pokok atau subject-matter yang dikemukakan
oleh penyair.67 Sementara itu, dalam buku The Norton Introduction to
Literature dikatakan, bahwa some refer to the central idea, the thesis, or
even the message of the story, and that is roughly what we mean by
theme,68 artinya, bahwa beberapa tema mengacu pada ide sentral, tesis,
atau bahkan pesan dari cerita. Dapat dikatakan, bahwa pokok pikiran
atau pokok persoalan begitu kuat mendesak dalam jiwa penyair,
sehingga menjadi landasan utama pengucapannya. Melalui latar
belakang yang sama, penafsir-penafsir puisi akan memberikan tafsiran
tema yang sama bagi sebuah puisi, karena tema yang bersifat lugas,
obyektif, dan khusus. Tema puisi harus dihubungkan dengan
penyairnya, serta dengan konsep-konsepnya yang terimajinasikan. Oleh
karena itu, tema bersifat khusus (penyair), tetapi obyektif (bagi semua
penafsir), dan lugas (tidak dibuat-buat).
b) Rasa
Rasa dalam puisi adalah sikap penyair terhadap pokok permasalahan
yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa berkaitan
dengan latar belakang sosial dan psikologis penyair, seperti latar
belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan
dalam masyaraakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikologis, serta
pengetahuan. Kedalaman pengungkapan tema dan ketetapan dalam
menyikapi suatu masalah tidak bergantung pada kemampuan penyair
memilih kata-kata, rima, gaya bahasa, dan bentuk puisi itu saja, tetapi
lebih bergantung kepada wawasan, pengetahuan, pengalaman, dan
67
Ibid., h. 106.
68
Peter Simon (ed), The Norton Introduction to Literature, (London: W. W. Norton &
Company, 2002), h. 214.
35
3. Jenis-jenis puisi
Melengkapi pengertian tentang puisi, perlu kiranya dibahas juga
mengenai jenis-jenis puisi. Dalam hal ini penulis merujuk kepada pendapat
yang dikemukakan Waluyo mengenai pembagian puisi.
a) Puisi Naratif, Lirik, dan Deskriptif
Puisi naratif mengungkapkan cerita atau penjelasan penyair. Ada
puisi naratif sederhana, sugestif, dan ada yang kompleks. Puisi-puisi naratif
misalnya, epik, romansa, balada, dan syair (berisi cerita). Sementara dalam
puisi lirik, penyair mengungkapkan aku lirik atau gagasan pribadinya. Ia
69
Siswanto., op.cit, h. 125.
70
Ibid.
71
Waluyo., op.cit, h. 130.
36
tidak bercerita. Contoh puisi ini adalah elegi, ode, dan serenada. Sedangkan
dalam puisi deskriptif, penyair bertindak sebagai pemberi kesan terhadap
keadaan atau peristiwa, benda, atau suasana yang dipandang menarik
perhatiaan penyair, misalnya puisi satire, kritik sosial, dan puisi-puisi
impresionistik.
b) Puisi Kamar dan Puisi Auditorium
Istilah puisi kamar dan puisi auditorium dapat dijumpai dalam
kumpulan puisi Hukla karya Leon Agusta. Puisi-puisi auditorium disebut
juga Puisi Hukla (puisi yang mementingkan suara atau serangkaian suara).
Puisi kamar adalah puisi yang cocok dibaca sendirian atau dengan satu
sampai dua orang pendengar saja di dalam kamar. Sementara itu, puisi
auditorium adalah puisi yang cocok untuk dibaca di auditorium atau di
mimbar yang jumlah pendengarnya dapat ratusan orang.
c) Puisi Fisikal, Platonik, dan Metafisik
Puisi fisikal bersifat realistis, menggambarkan kenyataan apa
adanya. Artinya, bahwa yang dilukiskan adalah kenyataan, bukan gagasan.
Sementara itu, puisi platonik adalah puisi yang sepenuhnya berisi hal-hal
yang bersifat spiritual atau kejiwaan. Sedangkan puisi metafisikal adalah
puisi yang bersifat filosofis dan mengajak pembaca merenungkan kehidupan
dan merenungkan tuhan.
d) Puisi Subyektif dan Puisi Obyektif
Puisi subyektif disebut juga puisi personal, yakni puisi yang
mengungkapkan gagasan, pikiran, perasaan, dan suasana dalam diri penyair
sendiri. Sedangkan puisi obyektif berarti puisi yang mengungkapkan hal-hal
di luar diri penyair itu sendiri.
e) Puisi Konkret
Puisi konkret adalah puisi yang bersifat visual, dan dapat dihayati
keindahan bentuk dari sudut penglihatan (poems for the eye).
37
j) Alegori
Puisi alegori adalah puisi yang sering mengungkapkaan cerita yang
isinya dimaksudkan untuk memberikan nasihat tentang budi pekerti dan
agama.
72
Djohan, Respons Emosi Musikal, (Bandung: CV. Lubuk Agung, 2010), h. 1.
73
Teguh Esha., dkk, Ismail Marzuki: musik, tanah air, dan cinta, (Jakarta: Pustaka
LP3ES Indonesia, 2005), h. XX.
74
Nanang Supriatna dan Sugeng Syukur, Pendidikan Seni Musik, (Bandung, UPI Press,
2006), h. 1.
39
Berdasarkan hal tersebut, dapat dipahami bahwa seni tidak terlepas dari
manusia. Hal tersebut karena tanpa adanya unsur manusia, maka seni tidak
akan tercipta. Begitupun ketika seni diciptakan, maka yang menikmati seni
tersebut adalah manusia. Dari sinilah manusia memiliki nilai atau selera
masing-masing dalam memandang suatu kesenian.
Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang
sangat banyak dengan berbagai macam suku dan budaya. Nanang dan
Sugeng berpendapat, bahwa banyaknya jenis musik yang ada ditentukan
oleh jumlah suku bangsa Indonesia yang cukup banyak.75 Dapat dikatakan,
bahwa berbagai macam suku dan budaya yang ada di Indonesia turut
mempengaruhi pertumbuhan musik di Indonesia. Mulai dari musik yang
sederhana, musik tradisional, hingga musik yang tergolong modern. Salah
satu yang tergolong musik modern di sini adalah musik dangdut yang
merupakan salah satu jenis musik asli Indonesia.
Pada awal paragraf sempat disinggung bahwa musik merupakan
bagian dari seni. Oleh karena itu, sebagaimana halnya dengan karya seni
lain musik memiliki sifat menghibur, meskipun tidak semua musik dapat
dikatakan memiliki sifat menghibur, seperti musik-musik yang digunakan
dalam upacara adat atau keagamaan. Selalu terkandung nilai lebih yang ada
di dalam pemaknaan secara tersirat yang terkandung pada musik. Dapat
dipahami bahwa musik bukan hanya sekedar nada dan irama yang enak
untuk didengar, tetapi dapat dilihat latar belakang sejarah terciptanya musik,
karena dengan melihat latar belakang sejarah terciptanya musik, akan lebih
dipahami seluruh substansi yang terkandung di dalam latar musik tersebut.
Akan tetapi, meskipun ada hal yang lebih kompleks dari pemahaman
seseorang terhadap musik, tetap saja kesan yang paling pertama muncul
ketika seseorang mendengarkan musik adalah sebagai media untuk hiburan.
Padahal, musik bukan hanya masalah auditif yang didengarkan melalui
75
Ibid., h. 13.
40
kedua belah telinga, tetapi menyangkut banyak aspek yang jauh lebih
mendasar dan mendalam.76
Rhoma Irama dalam lagunya yang berjudul Musik mengatakan
―dengan adanya musik dunia ramai jadi berisik, tapi kalau tak ada musik,
dunia sepi kurang asik‖. Berdasarkan kutipan tersebut, dapat dipahami
bahwa musik merupakan bunyi yang dapat diterima oleh individu, meskipun
musik membuat kehidupan menjadi hingar-bingar, tetapi akan sangat terasa
sepi jika dunia tanpa alunan-alunan musik. Jika dicermati lagi, belum
pernah ada kasus orang jatuh sakit, terluka (harfiah) atau meninggal karena
mendengarkan musik. Kecuali jika ada kasus bunuh diri karena
mendengarkan sebuah lagu, secara psikologis tentu saja banyak alasan yang
melatarbelakangi, bukan semata-mata karena musik. Musik bisa dianggap
berbahaya ketika ada nilai atau ide dipenetrasikan ke dalam struktur lagu.
Individu atau kelompok sosial memasukkan nilai atau ide lewat musikalisasi
kata-kata (puisi).77 Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa musik
tidak pernah mengancam eksistensi manusia. Justru yang dianggap
mengancam adalah kata-kata yang terdapat dalam syair atau lirik sebuah
lagu. Artinya, syair atau lirik memainkan peran sentral dalam komposisi
lagu. Selain itu, gaya (style) dapat memunculkan strukturalisasi dalam
musik.
Pernyataan cukup menarik dilontarkan Alexander Pope yang
mengatakan:
Musik menyerupai sastra; dalam setiap perilakunya banyak bergaya
Scotlandia. Artinya, musik tidak hanya diracik secara alamiah oleh
semesta raya, tetapi juga dikonstruksi manusia dengan meniru suara-
suara alam. Tiruan itu menimbulkan karakter akibat tipologi
geografis dan kultur masyarakat. karakter berbeda-beda ini
kemudian mampu menghadirkan nuansa nan khas ketika musik
76
Djohan, op. cit., h. 7.
77
Utan Parlindungan S., Musik dan Politik: Genjer – Genjer, Kuasa dan Kontestasi
Makna, (Yogyakarta: Laboratorium Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, 2007), h. 153.
41
78
Ibid., h. 35.
79
Ibid., h. xvii.
42
82
Mukhlis PaEni (ed), Sejarah Kebudayaan Indonesia: Bahasa, Sastra, dan Aksara,
(Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2009), h. 257.
83
A. Chaedar Alwasilah, Filsafat Bahasa dan Pendidikan, (Jakarta: PT Remaja
Rosdakarya, 2010), h. 141.
44
84
Wina Sanjaya, Kurikulum dan Pembelajaran: Teori dan Praktik Pengembangan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
cet ke-4, 2008), kata pengantar.
85
Ibid., h. 22.
45
E. Penelitian Relevan
Menghindari terjadinya kesamaan pembahasan pada skripsi ini
dengan skripsi lain, penulis menelusuri kajian-kajian yang pernah dilakukan
atau memiliki kesamaan. Selanjutnya hasil penelusuran ini akan menjadi
acuan penulis untuk tidak mengangkat metodologi yang sama, sehingga
diharapkan kajian ini tidak terkesan plagiat dari kajian yang telah ada.
Berdasarkan hasil penelusuran, penulis menemukan adanya skripsi
yang membahas tentang lirik lagu Rhoma Irama, yaitu Analisis Nilai-Nilai
Pendidikan dalam Syair Lagu-Lagu H. Rhoma Irama oleh Lulu Ria Sari
(2815001926), Jurusan Seni Musik, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas
Negeri Jakarta (2007). Skripsi tersebut membahas tentang nilai-nilai
pendidikan, seperti logika, etika, estetika, dan religi yang terkandung dalam
88
Ibid., h. 16.
89
Tarigan, op. cit., h. 5.
47
syair lagu-lagu Rhoma Irama. Skripsi lain yang membahas Rhoma Irama,
yaitu The Voice of Moslem: Dangdut Dakwah Rhoma Irama Bersama
Soneta 1972-2000 oleh Sulaiman Yudha Harahap (NPM: 070404044Y),
program studi Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya, Universitas
Indonesia (2010). Skripsi tersebut membahas tentang perjalanan dangdut
dakwah Rhoma Irama bersama Soneta pada kurun waktu 1972-2000. Selain
memaparkan sejarah dan hibridasi musik melayu, penelitian ini juga
menunjukkan bagaimana dangdut dakwah Rhoma Irama bersama Soneta
dapat bertahan dan sukses di industri musik nasional, bahkan menjadi salah
satu ikon musik populer Indonesia. Penelitian tersebut juga mengutarakan
bahwa kekuatan dakwah dalam dangdut Rhoma Irama terletak pada lirik-
lirik lagunya yang argumentatif, komunikatif, dan inspiratif. Sementara itu,
penelitian mengenai Mustofa Bisri, penulis temukan di skripsi yang berjudul
Tema-tema Profetik Islam dalam Tadarus: Antologi Puisi Karya A. Mustofa
Bisri oleh Erika Prettyza (NPM. 0790010119), jurusan Sastra Indonesia,
Fakultas Sastra, Universitas Indonesia (1996). Skripsi tersebut hanya
dibatasi pada 22 dari 50 sajak yang ada dalam Tadarus. Tujuan penelitian
tersebut adalah untuk mengungkapkan tema-tema profetik Islam dalam
antologi puisi Tadarus. Skripsi lain yang membahas A. Mustofa Bisri, yaitu
Kritik Sosial dalam Puisi “Kalau Kau Sibuk Kapan Kau Sempat” dan “
Saling” Karya A. Mustofa Bisri serta Implikasinya Terhadap Pembelajaran
Sastra Di Sekolah oleh Ria Fidiyanti (109013000014), program studi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi
tersebut hanya dibatasi pada 2 puisi karya A. Mustofa Bisri. Tujuan
penelitian tersebut adalah untuk menguraikan struktur dan kritik sosial
dalam puisi ―Kalau Kau Sibuk Kapan Kau Sempat‖ dan ―Saling‖, serta
implikasi kedua puisi tersebut dalam pembelajaran sastra Indonesia di
sekolah.
48
BIOGRAFI TOKOH
90
Anonim, Biografi Achmad Mustofa Bisri diakses dari
http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedia/achmad-mustofa-bisri/biografi/indexs.html
diakses pada 20 Maret 2014
91
Ibid
50
51
jurusan studi keislaman dan bahasa Arab, hingga tamat tahun 1970. Ia satu
angkatan dengan K.H. Abdurrahman Wahid (Almarhum).92
Gus Mus merupakan kiai pembelajar bagi para para ulama dan umat.
Kiai yang sekarang mengasuh Pondok Pesantren Roudlatut Thalibin
(menggantikan ayahnya) ini enggan (menolak) dicalonkan menjadi Ketua
Umum PB Nahdlatul Ulama dalam Muktamar NU ke 31 28/11-2/12-2004 di
Boyolali, Jawa Tengah. Ia mempunyai prinsip harus bisa mengukur diri.
Setiap hendak memasuki lembaga apapun, ia selalu terlebih dahulu
mengukur diri. Itulah yang dilakoninya ketika Gus Dur mencalonkannya
dalam pemilihan Ketua Umum PB Nahdlatul Ulama pada Muktamar NU
ke-31 itu.
Gus Mus menikah dengan Siti Fatimah. Ia dikarunia tujuh orang
anak, enam di antaranya perempuan. Anak lelaki satu-satunya adalah si
bungsu, Mochamad Bisri Mustofa. Anak laki-lakinya lebih memilih tinggal
di Madura dan menjadi santri di sana.93 Kakek dari empat cucu ini sehari-
hari tinggal di lingkungan pondok hanya bersama istri dan anak keenamnya,
Almas. Setelah kakaknya, K. H. Cholil Bisri, meninggal dunia, ia sendiri
yang memimpin dan mengasuh Pondok Pesantren Roudlatut Thalibin,
didampingi putra Cholil Bisri. Pondok yang terletak di Desa Leteh,
Kecamatan Rembang Kota, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, 115
kilometer arah timur Kota Semarang itu sudah berdiri sejak tahun 1941.
Keluarga Mustofa Bisri menempati sebuah rumah kuno wakaf yang tampak
sederhana tapi asri, terletak di kawasan pondok. Ia biasa menerima tamu di
ruang seluas 5 x 12 meter berkarpet hijau dan berisi satu set kursi tamu
rotan yang usang dan sofa cokelat. Ruangan tamu ini sering pula menjadi
tempat mengajar santrinya. Pintu ruang depan rumah terbuka selama 24 jam
bagi siapa saja. Para tamu yang datang ke rumah lewat tengah malam bisa
langsung tidur-tiduran di karpet, tanpa harus membangunkan penghuninya,
92
Ibid
93
Ibid
52
dan bila subuh tiba, keluarga Gus Mus akan menyapa mereka dengan
ramah. Sebagai rumah wakaf, Gus Mus yang rambutnya sudah memutih
berprinsip, siapapun boleh tinggal disana. Di luar kegiatan rutin sebagai
ulama, Gus Mus juga seorang budayawan, pelukis, dan penulis. Gus Mus
telah menulis belasan buku fiksi dan nonfiksi. Justru melalui karya
budayanyalah, Gus Mus sering kali menunjukkan sikap kritisnya terhadap
budaya yang sedang berkembang dalam masyarakat. Tahun 2003, ketika
goyang ngebor pedangdut Inul Daratista menimbulkan pro dan kontra dalam
masyarakat, Gus Mus justru memarkan lukisannya yang berjudul ―Berdzikir
Bersama Inul‖.94 Begitulah cara Gus Mus mendorong perbaikan budaya
yang berkembang saat itu.95
Bakat lukis Gus Mus terasah sejak masa remaja, saat mondok di
Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Ia sering keluyuran ke rumah-rumah
pelukis. Salah satunya, Gus Mus pernah bertandang ke rumah sang maestro
seni lukis Indonesia, Affandi. Ia seringkali menyaksikan langsung
bagaimana Affandi melukis, sehingga setiap kali ada waktu luang, dalam
batinnya sering muncul dorongan untuk menggambar. Pada akhir tahun
1998, Gus Mus pernah memamerkan sebanyak 99 lukisan amplop, ditambah
10 lukisan bebas, dan 15 kaligrafi di gelar di Gedung Pameran Seni Rupa,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta. Kurator seni rupa Jim
Supangkat, menyebutkan kekuatan ekspresi Mustofa Bisri terapat pada garis
grafis. Kesannya ritmik menuju zikir membuat lukisannya beda dengan
kaligrafi. ―sebagian besar kaligrafi yang ada terkesan tulisan yang dindah-
indahkan‖, kata Jim Supangkat, memberi apresiasi kepada Gus Mus yang
pernah beberapa kali melakukan pameran lukisan.96
Gus Mus mulai akrab dengan dunia puisi saat belajar di Kairo,
Mesir. Ketika itu Perhimpunan Pelajar Indonesia di Mesir membuat
94
Ibid
95
Ibid
96
Ibid
53
majalah. Salah satu pengasuh majalah adalah Gus Dur. Setiap kali ada
halaman kosong, Gus Mus diminta mengisi dengan puisi-puisi karyanya.
Akan tetapi, ketika Gus Dur tahu, bahwa Gus Mus bisa melukis. Maka, ia
diminta membuat lukisan sehingga jadilah coret-coretan, kartun, atau apa
saja, yang penting ada gambar pengisi halaman kosong.97 Sejak saat itu, Gus
Mus hanya menyimpan puisi karyanya di rak buku. Namun, Gus Dur pula
yang ‗mengembalikan‘ Gus Mus ke habitat perpuisian. Pada tahun 1987,
ketika menjadi Ketua Dewan Kesenian Jakarta, Gus Dur membuat acara
―Malam Palestina‖. Salah satu mata acara adalah pembacaan puisi karya
para penyair Timur Tengah. Selain pembacaan puisi terjemahan, juga
dilakukan puisi aslinya. Gus Mus yang fasih berbahasa Arab dan Inggris,
mendapat tugas membaca karya penyair Timur Tengah dalam bahasa
aslinya. Sejak itulah Gus Mus mulai bergaul dengan para penyair. Sejak Gus
Mus tampil di Taman Ismail Marzuki Jakarta, kepenyairannya mulai
diperhitungkan di kancah perpuisian nasional. Undangan membaca puisi
mengalir dari berbagai kota, bahkan ia juga diundang ke Malaysia, Irak,
Mesir, dan beberapa negara Arab lainnya untuk berdiskusi masalah kesenian
dan membaca puisi. Kiai bertubuh kurus berkacamata minus ini telah
melahirkan ratusan sajak yang dihimpun dalam kumpulan puisi, seperti
Ohoi: Kumpulan Puisi balsem (1991), Tadarus (1993), Pahlawan dan Tikus
(1995), Rubaiyat Angin dan Rumput (1995), Wek-Wek: Sajak-sajak Bumi-
langit (1996), Sajak-sajak Cinta Gandrung (2000), Negeri Daging adalah
antologi puisi Gus Mus yang terbaru (masuk dalam Seri Pustaka Puisi,
Bentang Budaya, 2002).98 Kekuatan dan mumtaz puisi-puisi Gus Mus
terletak pada tematiknya, yang merambah wilayah sosio-religi. Meskipun
sesekali menyentuh ranah politik, bahkan menyentil kebekuan dunia
birokrasi. Kritiknya pedas, juga tidak menusuk ulu hati, tetapi meledakkan
97
Ibid
98
Arief Fauzi Marzuki, Gus Mus Pada Sebuah Negeri Daging, Republika, edisi 9
Februari 2003, h. 8.
54
rasa kemanusiaan kita yang terkadang terkesan lucu, kocak, dan penuh
banyolan.99
Gaya pengucapan puisi Mustofa tidak berbunga-bunga, sajak-
sajaknya tidak berupaya bercantik-cantik dalam pengucapan, tetapi lewat
kewajaran dan kesederhanaan berucap atau berbahasa, yang tumbuh dari
ketidakinginan untuk mengada-ada. Bahasanya langsung, gamblang, tetapi
tidak menjadikan puisinya tawar atau klise. Hal tersebut diungkapkan oleh
―Presiden Penyair Indonesia‖, yaitu Sutardji Calzoum Bachri yang menilai
tentang kepenyairan Gus Mus.
Kesederhanaan Gus Mus telah memberi warna baru pada peta
perjalanan kehidupan sosial dan politik para ulama. Ia pernah didorong oleh
Gus Dur dan kawan-kawan dari kelompok NU kultural agar mau
mencalonkan diri sebagai calon ketua umum PBNU pada Muktamar NU ke-
31 tahun 2004, di Boyolali, Jawa Tengah. Tujuannya untuk menandingi dan
menghentikan langkah maju K. H. Hasyim Muzadi dari kelompok NU
struktural. Kawan karib Gus Dur selama belajar di Kairo, Mesir, ini
dianggap sebagai salah satu ulama yang berpotensi menghentikan laju ketua
umum yang lama. Akan tetapi, Gus Mus justru bersikukuh menolak.
Alhasil, Hasyim Muzadi, mantan calon wakil presiden yang ketika itu
berpasangan dengan calon presiden Megawati Soekarno Putri dari PDI
Perjuangan pada Pemilu Presiden 2004 itu terpilih kembali sebagai Dewan
Tahfiidzah ‗berpasangan‘ dengan K. H. Ahmad Sahal Makhfud sebagai Rois
Aam Dewan Syuriah PBNU. Muktamar tersebut meninggalkan catatan
tersendiri bagi Gus Mus, yakni ia berhasil menolak keinginan kuat Gus Dur.
Ternyata langkah seperti itu bukan kali pertama dilakukannya. Jika tidak
merasa cocok berada di suatu lembaga, dia dengan elegan menarik diri.
Contohnya adalah kendati pernah tercatat sebagai anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Tengah, tahun 1987-1992
99
Ibid
55
100
Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h. 68.
56
101
Anonim, Komunitas Mata Air-Mustofa Bisri, Kiai, Penyair dan Pelukis-dalam
http://www.gusmus.net/page.php?mod=statis&id=1,
102
Jamal D. Rahman, A. Mustofa Bisri, Seorang Ulama-Penyair, dalam Labibah Zain
dan Lathiful Khuluq (eds), Gus Mus Satu Rumah Seribu Pintu, (Yogyakarta: LkiS, 2009),
h. 29.
57
Layaknya orang yang diolesi balsem, kelompok orang yang saya singgung
dalam puisi saya juga akan merasa panas, tapi hanya sebentar. Setelah itu, ia
bisa saja malah membenarkan apa yang ingin saya coba sampaikan sajak-
sajak tersebut‖.103
Kemunculan Gus Mus dalam blantika sastra Indonesia dianggap
telah memberikan angin segar, tidak saja bagi puisi Indonesia, melainkan
juga bagi masyarakat Indonesia secara umum. Hal tersebut diperkuat oleh
pendapat Jamal D. Rahman yang mengatakan bahwa
puisi-puisi Gus Mus adalah suara kritis dari pedalaman pesantren,
terdengar nyaring, keras, religius, namun juga jenaka. Di tahun
1980-an, kebanyakan puisi protes sosial bernada marah, seakan
diucapkan dengan tangan mengepal dan mata mendelik. Sedangkan,
Mustofa Bisri muncul dengan puisi protes sosial yang amat keras,
namun dengan wajah tersenyum. Puisi-puisinya membuat kita
geram, namun juga tersenyum. Senyum pahit, tentu saja.‖104
Di dalam proses kreatifnya, Gus Mus mengaku hanya menulis,
karena menurutnya, dirinya hanya menulis dan tidak bisa menilai, bahkan
sekedar mengomentari tulisannya sendiri. Pengakuan tersebut bisa saja
sebagai bentuk kerendahatian atau strategi literer bahwa karya sastra yang ia
tulis menjadi sah untuk diterima, apapun bentuk dan isi pemikirannya.
Meskipun Sapardi Djoko Damono memberikan cap bahwa dari segi stalistik
maupun tematik puisi Gus Mus menggunakan taktik yang sama dengan
puisi mbeling, namun pernyataan tersebut tidak sepenuhnya benar. Hal ini
dikarenakan puisi Gus Mus tidak memiliki ideologi literer maupun
ideologisme sebagaimana puisi mbeling yang dimotori oleh Remy Sylado.
Selain itu, puisi Gus Mus juga menyimpang dari kebiasaan gaya ungkap
103
Ruly Baharudin, Hidup dalam Sehari Kiai Haji Ahmad ‗Penyair Balsem‘ Mustofa
Bisri, Republika, edisi 23 Mei 1993, h. 4.
104
Labibah Zain dan Lathiful Khuluq (eds), op.cit., h. 30.
58
puisi yang dipakai oleh penyair mapan, seperti Taufik Ismail, Goenawan
Muhamad, dan WS. Rendra.105
Gus Mus juga pernah menuturkan, bahwa ―saya tidak peduli orang
mau mengatakan puisi saya itu apa. Tetapi, yang penting saya menulis puisi.
Tidak menjadi soal mau digolongkan puisi mbeling, kontemporer atau apa
lagi. Urusan saya kan menuangkan apa yang ingin saya tuangkan ke dalam
puisi. Penggolongan itu urusan kritikus sastra‖.106 Gus Mus juga
menanggapi komentar Sapardi Djoko Damono dengan dengan jujur. Ia
menuturkan, bahwa ―kepada merekalah sedikit banyak saya belajar menulis
puisi. Justru mereka yang cermat meneliti karya-karya saya, insya Allah
saya akan dapat merasakan adanya berbagai pengaruh dari banyak penulis
atau penyair lain di dalamnya. Ada puisi saya yang ‗berbau ka‘ab‘, ‗berbau
Ma‘arry‘. ‗berbau Khayyam‘, ‗berbau Busheiry‘, ‗berbau Iqbal‘, ‗‘berbau
Ibn Shabaq‘, ‗berbau Sauqi‘, ‗berbau Goenawan‘, ‗berbau Emha‘, ‗berbau
Danarto‘, ‗berbau Taufiq‘, ‗berbau Sapardi‘, ‗berbau Zawawi‘, ‗berbau
Yudistira‘...‖107
Ciri khas dari puisi Gus Mus dapat dilihat pada pengungkapan
masalah sosial dan spritual dengan menggunakan bahasa sehari-hari dan
pengucapan yang lugas. Bahasa yang digunakan Gus Mus cukup wajar dan
sederhana, namun di balik kesederhanaan tersebut terdapat makna yang
lebih. Sajak-sajak Gus Mus juga banyak menggunakan diksi-diksi religi
untuk mengekspresikan masalah-masalah sosial, sehingga seolah sajak
tersebut bertemakan religi, padahal hakikatnya menyuarakan protes.
Menyimak Gus Mus dan karya-karyanya, setidaknya terdapat
beberapa bentuk pembebasan yang cukup menarik. Arif Fauzi Marzuki,
dalam harian Republika, mengungkapkan ada tiga bentuk pembebasan yang
105
Abdul Wachid B.S., K. H. A. Mustofa Bisri dan Puisi, Pikiran Rakyat, edisi 23
Oktober 2005, h. 26.
106
Tri Agus Kristanto, ―K.H.A. Mustofa Bisri dan Puisi Balsem‖, dalam Harian
Kompas, edisi 31 Januari 1994, h. 20.
107
Abdul Wachid B.S., loc. cit.
59
108
Arief Fauzi Marzuki., loc. cit.
109
Dami N. Toda, ―Baca Puisi Gus Mus di Universitas Hamburg‖, dalam Harian
Kompas, edisi 16 Januari 2000, h. 5.
60
B. Rhoma Irama
1. Biografi Rhoma Irama
Rhoma Irama lahir dengan nama Raden Irama, Rabu 11 Desember
1946 di Tasikmalaya sebagai anak keluarga ningrat yang terbiasa dipanggil
―Den‖ (raden). Rhoma merupakan putra kedua dari empat belas bersaudara,
delapan laki-laki dan enam perempuan (delapan saudara kandung, empat
saudara seibu dan dua saudara bawaan dari ayah tirinya). Nama Raden
Irama merupakan pemberian sang ayah, Raden Burdah Anggrawirja,
Komandan Batalion Garuda Putih yang bertugas di daerah Tasikmalaya,
Jawa Barat. Nama ―Irama‖ diambil dari simpati Raden Burdah pada grup
―Irama Baru‖ yang menimbulkan inspirasi pada dirinya untuk memberi
nama anaknya dengan nama ―Irama‖, tanpa disertai harapan agar si anak
kelak menjadi pemusik atau penyanyi. Justru Raden Burdah ingin anaknya
kelak menjadi dokter, tidak lebih dari itu. Ibu Rhoma masih memiliki jalur
sedarah dengan Pangeran Jayakarta, sedangkan ayahnya masih tergolong
ningrat Sumedang. Semasa kecil ia biasa dipanggil Oma, panggilan sayang
ibunya.110
Masa kecil Rhoma adalah masa-masa yang sangat istimewa. Sejak
kelas nol, Rhoma sudah menyukai lagu dari berbagai penyanyi dan
menyanyikannya. Sewaktu masih bersekolah di Tasikmalaya, satu kelas
menjadi kosong karena pindah ke kelas lain untuk menyaksikan Rhoma
menyanyi. Bakat musiknya sedikit banyak merupakan warisan dari ayahnya
yang mahir bermain suling dan menyaksikan lagu-lagu Cianjuran. Di
samping itu, pamannya, Arifin Ganda, juga turut andil dalam memupuk
110
Moh. Shofan, Rhoma Irama Politik Dakwah dalam Nada, (Depok: Imania, 2014), h.
4.
61
111
Lambertus Hurek, Bertemu Rhoma Irama Sang Superstar-dalam
http://hurek.blogspot.com/2008/10/bertemu-rhoma-irama-sang-superstar.html, diakses pada
17 Maret 2014, pukul 08.00 WIB.
112
Moh. Shofan, op. cit., h. 6.
113
Ibid., h. 10-11.
62
orang temannya, yaitu Daeng, Umar, dan Haris akhirnya diturunkan oleh
kondektur dari kereta api, di Solo. Ketika di Solo, Rhoma melanjutkan
sekolahnya di SMA St. Joseph. Biaya sekolahnya diperoleh dari hasil
mengamen dan menjual beberapa potong pakaian yang dibawanya dari
Jakarta.114 Di Solo, Rhoma tidak lulus sekolah, hal tersebut membuatnya
harus pulang ke Jakarta dan melanjutkan sekolah di SMA 17 Agustus Tebet,
Jakarta, sampai akhirnya lulus tahun 1964. Setelah lulus SMA, Rhoma pun
melanjutkan kuliah di Fakultas Sosial Politik, Universitas 17 Agustus.
Namun, Rhoma hanya bertahan satu tahun saja. Ia lebih memilih keluar dari
Universitas gara-gara saat Mapram (Masa Pra Mahasiswa) diminta
menggunting rambut gondrongnya. Rhoma menolak bentuk pemaksaan
seperti itu. Di sisi lain, ketertarikannya pada dunia musik yang begitu besar
membuatnya tak betah kuliah.115
114
Floriberta Aning, 100 Tokoh yang Mengubah Indonesia, (Jakarta: NARASI, 2007),
h. 170.
115
Moh. Shofan, op. cit., h. 14
116
Ibid., h. 31.
63
117
Ibid., h. 32.
118
Moh. Shofan. loc. cit.
119
Sulaiman Harahap, Rhoma Irama: Sang Penghulu Mempelai Dangdut dan Dakwah-
dalam http://www.republika.co.id/berita/senggang/musik/12/04/16/m2kji3-rhoma-irama-
sang-penghulu-mempelai-dangdut-dan-dakwah, diakses pada 17 Maret 2014 jam 08.00
wib.
120
Moh. Shofan., op. cit., h. 34.
64
121
Moh. Shofan., op. cit., h. 44 – 47.
122
Anonim, Suara Soneta-38 Tahun The Sound of Moeslem Musik Lintas Generasi-
dalam
http://www.sonetamania.com/index.php?option=com_content&view=article&id=298:38-
tahun-the-sound-of-moeslem&catid=58:artikel-rhoma-a-soneta&Itemid=116, diakses
Senin, 17 Maret 2014 pukul 08.00 WIB
65
123
Islahudin, Begadang Lagu Terbaik Rhoma Irama Sepanjang Masa-dalam
http://www.merdeka.com/peristiwa/begadang-lagu-terbaik-rhoma-irama-sepanjang-
masa.html
124
Anonim., loc. cit.
125
Moh. Shofan., op. cit., h. 49.
66
Dangdut bagi Rhoma bisa dijadikan alternatif dari dominasi musik Barat
yang menjadi kiblat musik dunia. Belakangan Rhoma mencopot orkes
Melayu di depan nama Soneta, seraya menambahkan kata Group di
belakangnya, mengikuti perusahaan-perusahaan multinasional yang ramai
bermunculan saat itu.126
Konsistensi Rhoma di jalur musik dangdut tak pernah berubah. Ia
tak peduli dengan segala cacian dan hinaan, bahkan dalam lirik lagu Musik,
Rhoma mengajak penggemar musik untuk bisa saling belajar dan
menghargai satu sama lain. Sastrawan Sapardi Djoko Damono pun ikut
menengarai adanya perubahan besar pada musik dangdut. Lirik dangdut
yang dulu sangat sederhana, kini sudah disusun dengan puitis. Selanjutnya
ia juga menunjukkan, bahwa dalam dangdut itu sendiri terkandung
intelektualitas.127
Pada ASEAN Cultural Meeting di Filipina, Desember 1984,
diputuskan bahwa dangdut adalah musik khas negara-negara ASEAN. Di
sisi lain, Jepang, misalnya pernah merilis 200-an lagu karya Rhoma Irama,
bahkan baru-baru ini, Rhoma diundang oleh sebuah universitas terkemuka
di Pittsburgh, Amerika Serikat. Ia didaulat untuk menceritakan tentang lirik-
lirik lagu yang diciptakannya serta hubungan dengan agama dan kehidupan
sosial. Profesor Andrew Wientraub dari University of Pittsburgh, Amerika
Serikat, memberi surat kepada Rhoma yang isinya mengundang dalam
sebuah acara Konferensi Islam Internasional. Rhoma diminta untuk
berbicara di depan umum. Konteksnya adalah tentang lagu-lagunya yang
selama ini dibahas di ratusan universitas di 70 negara baik di Eropa maupun
Amerika. Rhoma menyiapkan sebuah makalah yang isinya mengenai
kondisi umat muslim di Indonesia dan menjelaskan bagaimana dirinya
126
Ibid., h. 61-62.
127
Ibid., h.75.
67
membuat lirik lagu yang cocok untuk didengarkan oleh seluruh masyarakat
dunia.128
Rhoma menyampaikan makalah berjudul ―Dangdut: Musik, Media,
Dakwah” pada acara Interdisciplinary Conference on Islam and Popular
Culture in Indonesia and Malaysia di University of Pittsburgh. Rhoma juga
menjadi narasumber dalam sebuah seminar tentang ―Islam, Terorisme, dan
Kebudayaan Pop” dengan menghadirkan para pakar dari Bowling Green
University, Ohio University, Arizona State University, New York
University, dan masih banyak lagi, termasuk sejumlah pakar televisi dari
Indonesia.129 Saat berada di Amerika, selain menjadi narasumber, Rhoma
bersama Soneta juga menyanyikan sekitar 20 lagu, di antaranya Darah
Muda, Begadang, Judi, Gali Lobang Tutup Lobang.
Karya-karya Rhoma telah banyak diteliti oleh para ilmuwan.
Beberapa buku dan literatur karya ilmuwan yang di dalamnya mengupas
lirik-lirik karya Rhoma, di antaranya, 1) Broughton, Simon, dan Mark
Ellingham (2000) Rough Guide to World Music; volume 2: Latin and North
America the Carribean, Asia, and the Pasific (London: Rough Guide); 2)
Capwell, Charles (2004) The Music of Indonesia; 3) Manuel, Peter (1988)
Popular Musics of the Non-Western World (New York: Oxford); 4) Sutten,
R. Anderson (2002) Asia/Indonesia in World Music, edited by JT Titon
(Belmont, CA: Schirmer, Thomson Learning); 5) Sweeney, Philip (1991)
The Virgin Directory of World Music (New York: Henry Holt and
Company); dan 6) Taylor, Timothy (1997) Global Pop: World Music,
World Markets (New York: Routledge).130
Di mata Andrew, lirik-lirik Soneta perlu didengar oleh seluruh
dunia, karena lagu-lagu Rhoma memberi inspirasi, solusi, dan bimbingan
128
Ibid., h. 86.
129
Ibid
130
Tahta Aidila, Lagu-lagunya Rhoma dipelajari Sejumlah Negara-dalam
http://www.republika.co.id/berita/senggang/musik/13/11/22/mwniet-lagulagunya-rhoma-
irama-dipelajari-sejumlah-negara, 17 Maret 2014 pukul 08.30 WIB
68
kepada umat manusia, bukan hanya kepada umat Islam saja, juga bukan
hanya kepada bangsa Indonesia, tetapi dunia juga perlu mendengar lirik-
lirik Soneta. Andrew pun menambahkan, bahwa sejumlah buku dan literatur
yang telah meneliti lirik-lirik karya Rhoma, dijadikan buku wajib sekaligus
kurikulum musik dunia dan sangat sering dipakai di ratusan universitas di
dunia.131
Musik dangdut telah lama sekali dikenal publik Amerika, bahkan
musik Soneta yang didirikan Rhoma ini sudah ada di museum di
Washington DC. Itu indikasi bahwa dangdut diperhitungkan dan dihargai di
dunia, tidak hanya di Indonesia saja. Di Jepang, buku musik dangdut telah
terbit dengan judul Road to Dangdut Music, di Washington berjudul Rhoma
Irama and The Dangdut Style, dan Prof. Andrew Weintraub dari University
of Pittsburgh menulis buku Dangdut Stories. Rhoma juga melakukan
kesepakatan dengan seorang pengusaha Jepang yang berminat merekam dan
mengedarkan 200 lagu Soneta Grup di luar negeri.132
131
Moh. Shofan., op. cit., h. 88.
132
Ibid., h. 91-93.
133
Ibid., h. 103.
69
sebagai seniman, Rhoma melihat ada celah meski celah itu kecil. Rhoma
tidak menyangkal bahwa secara umum musik identik dengan kemaksiatan,
drug, minuman keras, meninggalkan shalat, dan pergaulan bebas. Di situlah
selalu ada celah untuk berdakwah. Menurut Rhoma, saat itu ada jurang
pemisah antara agama dan musik. Akan tetapi, Rhoma tidak berhenti untuk
terus berdakwah. Ia semakin mantap melebarkan musiknya ke zona religi.136
Pada Desember 1983, kiai Syukri Gozali dari MUI, menyatakan
bahwa menyanyikan Al-quran hukumnya haram. Pernyataan itu tentu saja
menampar Rhoma yang baru saja meluncurkan album La Illaha Illalah.
Sebuah diskusi lantas digelar. Rhoma diundang ke Masjid Al-Azhar untuk
dimintai pertanggungjawaban oleh MUI mengenai lafaz surah Al-Ikhlas
pada awal lagu tersebut. Di dalam ruang sidang, Rhoma memperdengarkan
lagu La Illaha Illalah di depan para ulama MUI dan para wartawan.
Keputusan sidang saat itu, MUI tidak melarang, malah Soneta diminta
memperbanyak lagu bernafaskan Islam.137
Meskipun MUI mengizinkan lagu itu, tetapi tantangan tak berhenti
sampai di situ. Suatu waktu Soneta tampil di FFI Medan, Rhoma
membawakan lagu La Illaha Illalah. Begitu selesai, ada sepuluh anggota
DPRD Sumut mendatangi Rhoma di sebuah hotel. Rhoma dan Soneta
diintimidasi. Mereka meminta Rhoma agar tidak lagi mendendangkan lagu
tersebut dengan alasan bisa memecah belah bangsa. Rhoma pun dengan
tegas menjawab bahwa jika dirinya dilarang mendendangkan lagu tersebut,
berarti sama saja dengan melarang Al-quran, karena lagu tersebut
merupakan terjemahan Al-quran.138
Sandungan terhadap Rhoma tidak sampai di situ. Dalam album
soundtrack Cinta Segi Tiga pun sempat bermasalah dikarenakan Rhoma
telah mengucapkan hadis terbalik pada intro lagu Lima. Hal ini
136
Ibid., h. 108.
137
Ibid., h. 109.
138
Ibid.
71
139
Ibid., h. 112.
140
Ibid., h. 125.
141
Ibid., h. 129.
142
Ibid., h. 132.
72
bidang musik yang diterimanya dari dua universitas yang berbeda, yaitu dari
Northern California Global University dan dari American University of
Hawai.145
Kepedulian Rhoma terhadap nasib sesama musisi, terutama mereka
yang berkecimpung dalam dunia dangdut, mendorongnya untuk mendirikan
PAMMI (Persatuan Artis Musik Melayu Dangdut Indonesia) dan menjabat
sebagai ketua umum. Rhoma juga memimpin pendirian AHDCI (Asosiasi
Hak Cipta Musik Dangdut Indonesia) untuk memperjuangkan hak atas
pembagian royalti yang lebih baik untuk para pencipta musik dangdut.146
Selain di dunia musik dan film, Rhoma juga dikenal sebagai seorang
dai. Ia pun tak jarang bertemu dengan tokoh-tokoh Islam lintas ormas,
seperti K. H. Hasyim Muzadi dari NU, Dien Syamsuddin dari
Muhammadiyah, K.H. Zainuddin MZ, Tarmidzi Taher (mantan Menteri
Agama era Orde Baru), dan K. H. Manarul Hidayah (pengasuh Ponpes Al-
Mahbubiyah). Bersama mereka, Rhoma mendirikan organisasi Fahmi
Tamami (Forum Silahturahmi Takmir Masjid dan Mushala) pada 22
September 2007 bertepatan dengan 10 Ramadhan 1428 H. Saat ini, Fahmi
Tamami berdiri di 28 Provinsi di Indonesia.147
Rhoma Irama telah membuat kejutan politik dalam negeri dengan
keinginannya menjadi presiden 2014. Rhoma mengaku didaulat sebagai
presiden di Indonesia oleh ulama dan habaib yang bergabung dalam
Wasilah Silahturahmi Asatidz Tokoh dan Ulama (Wasiat Ulama). Tak
hanya itu, organisasi yang tergabung dalam Fans of Rhoma and Soneta
(FORSA) pun juga mengusung Rhoma menuju RI-1. Alasan lain, ulama
memilih Rhoma sebagai Capres lantaran dianggap memiliki jiwa
145
Lambertus Hurek., op. cit.
146
Ibid
147
Moh Shofan ., op. cit., h. 204.
74
tersebut dapat dilihat pada kutipan berikut ini, Kaulah bumi/yang tergelar
lembut bagiku/melepas lelah dan nestapa. Berdasarkan kutipan tersebut,
Gus Mus ingin menunjukkan kelemahan seorang anak di hadapan ibunya,
selain itu Gus Mus juga ingin menunjukkan sosok ibu dengan segala
kerendah-hatian selalu menerima anaknya. Selain mengagungkan sosok ibu,
melalui puisi ―Ibu‖ ini Gus Mus tak lupa mendoakan ibunya.
149
Sumber: Sahih Bukhari, juz 5, h. 2227, hadis ke-5626.
76
PEMBAHASAN
77
78
b. Versifikasi
Dalam menganalisis struktur versifikasi dalam puisi Ibu ini penulis
merujuk kepada pendapat Herman J. Waluyo, yaitu versifikasi terdiri atas
rima, ritme, dan metrum, yang di dalam penjelasan selanjutnya Waluyo
berpendapat, bahwa pengertian ritme dan metrum disamakan.
Jika merujuk pada tipografi puisi Ibu yang tergolong ke dalam puisi
bebas, maka pola rimanya pun tidak terpengaruh oleh puisi-puisi lama yang
cenderung terikat, baik dari segi bait maupun baris. Selain itu, mengacu
pendapat Waluyo yang mengatakan bahwa rima merupakan persamaan
bunyi di awal, tengah, maupun akhir di dalam puisi Ibu ini tidak ditemukan.
Hal tersebut kembali melihat pandangan penyair yang tidak bermanis-manis
kata.
Sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa puisi Ibu karya Gus Mus ini
menggambarkan keagungan seorang ibu dalam pandangan Aku-lirik,
sehingga ritme yang ditangkap penulis ketika puisi ini dibaca adalah dengan
nada tinggi dan penuh penekanan, namun tinggi di sini bukan menunjukkan
suatu kemarahan, tetapi untuk menciptakan efek keagungan. Selain itu, di
larik-larik tertentu, ritme yang diucapkan ada yang menurun. Hal ini untuk
menciptakan efek kelembutan atau kasih sayang seorang ibu yang ingin
disampaikan penyair.
c. Diksi
Diksi yang digunakan oleh Gus Mus dalam puisi Ibu ini cenderung
sederhana dan padat makna. Hal ini tidak lepas dari filosofi penyair itu
sendiri, yaitu tidak bermanis-manis kata. Tujuannya agar pembaca lebih
mudah dalam memahami pesan yang ingin disampaikan baik tersurat
maupun tersirat.
Jika dilihat dari penggunaan diksi yang dipakai oleh Gus Mus,
terdapat beberapa bentuk diksi yang digunakan Gus Mus terpengaruh oleh
bahasa daerah. Pertama, penggunaan kata brenti yang terdapat pada bait
79
pertama larik ke-12 (dua belas). Kata brenti seharusnya berhenti, yang
merupakan hasil dari penambahan imbuhan (afiksasi) be + henti. Akan
tetapi, Gus Mus memilih menggunakannya dengan bahasa percakapan yakni
brenti.
Kedua, kata sorga yang terdapat pada bait ke-2 (dua) larik ke-20
(dua puluh). Pemilihan kata sorga yang Gus Mus lakukan juga merupakan
pengaruh terhadap bahasa daerah. Kata sorga yang digunakan Gus Mus
menggunakan vokal /o/. Jika merujuk kepada standar buku Bahasa
Indonesia yang diterbitkan oleh Badan Bahasa kata surga ditulis dengan
sorga kurang tepat karena tidak sesuai dengan penulisan yang baku.
Ketiga, penyimpangan pada penggunaan frasa kasihsayangMu yang
terdapat pada bait ke-3 (tiga) larik ke-25 (dua puluh lima). Penyimpangan
pada frasa kasihsayangMu ini juga tergolong bentuk penyimpangan
morfologis. Frasa kasihsayangMu ditulis oleh Gus Mus dengan cara
digabung tanpa diberi jarak (spasi). Seharusnya penulisan yang tepat adalah
dipisah, seperti kasih sayang-Mu.
Puisi Ibu karya Gus Mus ini juga banyak menggunakan istilah-istilah
alam untuk menggambarkan sosok ibu dalam pandangan Aku-lirik. Hal ini
menunjukkan, bahwa kontruksi diksi yang diciptakan oleh Gus Mus dalam
setiap karyanya tidak terlalu mementingkan kerapihan stilistik ataupun
organisasi larik. Hal tersebut menjadikan puisi Gus Mus ini terlihat ramah,
menghilangkan jarak formalitas puisi, sehingga terkesan ingin menyerahkan
langsung ke pembaca.
Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa adanya kontruksi bangunan
diksi yang sederhana pada puisi Ibu, yaitu dapat dilihat dari banyaknya
penggunaan istilah alam yang diciptakan Gus Mus untuk menggambarkan
sosok ibu dalam pandangan Aku-lirik. Hal tersebut dikatakan sederhana,
karena alam merupakan bentuk kekuasaan Allah yang dapat dilihat secara
langsung. Selanjutnya, alam juga menunjukkan sesuatu yang berkuasa.
Selain itu, alam merupakan sesuatu yang sangat dekat dengan manusia
80
150
Departemen Pendidikaan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi keempat,
(Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2008), h. 1417.
81
dengan kenyataan, bahwa seorang bayi ada batasnya berada di dalam rahim
seorang ibu sampai akhirnya dilahirkan.
Pada bait pertama larik ke-7 (tujuh), sosok ibu dalam pandangan
Aku-lirik diibaratkan bumi. Kemudian dilanjutkan pada larik ke-8 dan ke-9
mengenai penjelasan alasan ibu diibaratkan sebagai bumi. Hal tersebut
dapat dilihat pada kutipan berikut ini:
Kaulah bumi
yang tergelar lembut bagiku
melepas lelah dan nestapa
Kata bumi identik sebagai tempat kembali (orang yang telah meninggal).
Selain itu, bumi juga dapat dikatakan sesuatu yang rendah. Korelasinya
dengan larik selanjutnya, yaitu yang tergelar lembut bagiku/melepas lelah
dan nestapa adalah menunjukkan kelemahan seorang anak di hadapan
ibunya. Artinya, pemilihan istilah bumi di sini cukup tepat untuk
menggambarkan sosok ibu dalam pandangan Aku-lirik yang merupakan
tempat mengadu (kembali) seorang anak. Hal ini tidak lepas pada
kenyataan, bahwa seorang anak ketika mengalami kesenangan maupun
kesedihan, orang yang pertama kali diceritakan adalah ibu. Selanjutnya
makna dari bumi yang identik dengan sesuatu yang digunakan sebagai
tempat berpijak, menunjukkan kerendah-hatian seorang ibu yang selalu siap
menerima anaknya.
Pada bait pertama larik ke-10 (sepuluh) dan ke-11 (sebelas), sosok
ibu dalam pandangan Aku-lirik diibaratkan sebuah gunung. Hal tersebut
dapat dilihat pada kutipan berikut ini:
gunung yang menjaga mimpiku
siang dan malam
Pemilihan kata gunung yang dipilih oleh Gus Mus juga cukup tepat.
Gunung merupakan sesuatu yang kokoh. Hal tersebut menggambarkan
sosok ibu yang perkasa. Selain itu, gunung juga merupakan penyeimbang
bumi, hal tersebut menunjukkan sosok ibu yang bisa dijadikan penyeimbang
82
151
Ibid, h. 507.
152
Dari Mu‘wiyah bin Jahimah as-Salami bahwasanya Jahimah pernah datang menemui
Nabi lalu berkata: Wahai Rasulullah, aku ingin pergi jihad, dan sungguh aku datang
kepadamu untuk meminta pendapatmu. Beliau berkata: ―Apakah engkau masih mempunyai
ibu?‖ Ia menjawab: Ya, masih. Beliau bersabda: ―Hendaklah engkau tetap berbakti
kepadanya, karena sesungguhnya surga itu di bawah kedua kakinya.‖
Syaikh al-Albani berkomentar: ―Diriwayatkan oleh an-Nasa`i, jilid 2, hlm. 54, dan yang
84
Penggunaan hadis tersebut, tidak lepas dari latar belakang penyair itu sendiri
yang merupakan seorang ulama.
lainnya seperti ath-Thabrani jilid 1, hlm. 225, no. 2. Sanadnya Hasan insyaAllah. Dan telah
dishahihkan oleh al-Hakim, jilid 4, hlm. 151, dan disetujui oleh adz-Dzahabi dan juga oleh
al-Mundziri, jilid 3, hlm. 214.‖ (as-Silsilah adh-Dha‘ifah wa al-Maudhu‘ah, pada
penjelasan hadits no. 593)[3]
85
5 Ibuku
6 Kau
Berdasarkan data di atas, kata abstrak yang terdapat dalam puisi Ibu
dominan memiliki kedudukan sebagai predikat (P). Hal tersebut
menandakan bahwa Aku-lirik cenderung memahami hakikat dan aktivitas
87
yang dilakukan oleh objek lirik, sehingga membuat kesimpulan bahwa apa
yang dilakukan oleh seorang ibu mempunyai pengaruh yang sangat besar
terhadap kehidupan Aku-lirik. Contohnya dapat dilihat pada bait kedua yang
berbunyi /Kaulah, ibu, laut dan langit / yang menjaga lurus horisonku/.
Maksud dari kata abstrak dalam larik tersebut, bahwa seorang ibu selalu
menjaga serta mengarahkan mimpi atau cita-cita anak-anaknya. Pengawasan
seorang ibu dalam menjaga lurus horison anaknya membuat mimpi atau
cita-cita anaknya dapat tercapai. Kita ketahui bersama, bahwa dalam
menggapai cita-cita, banyak sekali tantangannya, bahkan tidak
memungkinkan apa yang dicapai seorang anak berbanding terbalik dengan
apa yang menjadi cita-cita awalnya.
Kaulah bumi
yang tergelar lembut bagiku
..............................................
gunung yang menjaga mimpiku
siang dan malam
...............................................
Penggunaan istilah-istilah alam di sini bukan tanpa alasan. Alam merupakan
bentuk kekuasaan Allah yang dapat dilihat secara langsung. Selain itu, alam
menunjukkan sesuatu yang berkuasa.
b. Rasa
Rasa yang ingin diungkapkan oleh penyair dalam puisi Ibu ini
adalah kekaguman seorang anak akan keagungan ibu. Sudah dijelaskan
sebelumnya bahwa keagungan sosok ibu dalam puisi Ibu ini adalah dengan
penggunaan istilah-istilah alam, yaitu merupakan sesuatu yang sangat dekat
dengan manusia (pembaca). Pengungkapan rasa pada puisi Ibu erat
kaitannya dengan latar belakang sosial dan psikologis Gus Mus, di mana
Gus Mus bukan hanya dikenal sebagai penyair, tetapi juga sebagai
budayawan maupun ulama. Selain itu, Gus Mus sejak kecil tumbuh dalam
lingkungan pesantren. Hal ini menunjukkan sikap seorang Gus Mus
terhadap ibunya dalam puisi Ibu ini. Dia tidak hanya kagum akan
keagungan serta pengorbanan seorang ibu. Akan tetapi, kekaguman
terhadap sosok ibu ini juga dibuktikan dengan mendoakan ibu. Hal tersebut
dapat dilihat pada kutipan larik berikut ini:
........................................................
maka kasihilah ibuku
seperti Kau mengasihi
kekasih-kekasihMu
Amin).
Berdasarkan penggalan puisi di atas, jika merujuk kepada Al-quran, perintah
untuk mendoakan orangtua (ibu) sebetulnya memang diperintahkan di
dalam diperintahkan dalam Al-quran dalam surat Al-Isra ayat 24 yang
berbunyi ―Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan
90
c. Nada
Berbicara tentang nada, maka tidak lepas dengan tema dan rasa.
Sudah dijelaskan sebelumnya, bahwa tema puisi Ibu ini adalah keagungan
ibu. Melalui tema yang diangkat, maka nada yang muncul adalah Gus Mus
berusaha mengajak pembaca untuk melihat keagungan seorang ibu.
Memanfaatkan istilah-istilah alam, Gus Mus mengajak kepada pembaca
untuk melihat betapa besar dan agung pengorbanan seorang ibu dalam
membesarkan anaknya.
d. Amanat
Amanat yang terkandung dalam puisi Ibu, bahwa di balik sikapnya
yang lemah dan lembut, ibu memiliki kekuatan yang sangat luar biasa.
Kekuatan itulah membuat seorang ibu terlihat agung. Dalam hal ini penyair
ingin menyampaikan kepada pembaca untuk mengetahui keagungan yang
ada di dalam diri seorang ibu, seperti dalam merawat, menjaga, dan
membesarkan anaknya. Pesan lain yang ingin disampaikan oleh penyair
lewat puisi Ibu ini adalah, bahwa kita tidak bisa membalas semua kebaikan
yang telah diberikan ibu terhadap kita, sehingga yang bisa kita lakukan
hanyalah mendoakan ibu kita.
Berdasarkan kutipan lirik lagu di atas, dapat dilihat bunyi vokal /a/ cukup
dominan. Bunyi yang ditimbulkan oleh vokal tersebut (/a/) mampu
menciptakan suasana yang mistis, yaitu mempertegas kekeramatan yang
dibicarakan Bang Haji.
Selanjutnya, rima tengah yang Bang Haji gunakan dalam lirik lagu
Keramat ini juga terdapat bentuk pengulangan bunyi konsonan (aliterasi).
Bentuk aliterasi yang digunakan Bang Haji dapat dilihat pada kutipan lirik
lagu berikut ini.
Berdasarkan kutipan lirik lagu di atas, dapat kita lihat bunyi konsonan /m/
cukup dominan. Pengulangan bunyi konsonan /m/ ini memberikan efek
adanya dengungan yang memberikan kesan sinis. Kesan sinis ini ditujukan
kepada manusia-manusia yang tidak menghormati ibunya. Padahal, ibu
adalah orang yang telah melahirkan dan membesarkannya.
Selanjutnya, kerapihan rima yang Bang Haji lakukan juga terdapat di
rima akhir. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan lirik lagu berikut ini:
Berdasarkan kutipan lirik lagu di atas, dapat dilihat persamaan bunyi akhir
yang terdapat pada kata -nya. Pengulangan kata -nya tersebut merujuk
kepada sosok ibu, artinya bahwa segala sesuatu yang diperoleh atau
didapatkan selama ini, salah satunya karena jasa dari seorang ibu. Selain itu,
persamaan rima akhir yang digunakan Bang Haji juga bukan semata-mata
hanya untuk mengejar unsur ritmisnya saja. Akan tetapi, melalui
pengulangan bunyi pada rima akhir yang Bang Haji gunakan, semakin
memperkuat pesan yang ingin disampaikan.
b. Diksi
Dalam menciptakan lirik-lirik lagu, pilihan kata yang Bang Haji
gunakan tidak hanya mementingkan keselarasan bunyi ketika lirik lagu
dinyanyikan, namun juga pilihan kata yang digunakan Bang Haji memiliki
ketepatan makna. Pilihan kata yang digunakan pada lirik lagu Keramat ini
nampaknya terinspirasi dari hadis nabi. Ini tidak lepas dari jargon yang
diusung Rhoma Irama dan Soneta Grup dalam bermusik, yaitu The Voice of
Moslem. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan lirik lagu Keramat berikut
ini:
...........................................
Ridha Ilahi karena ridhanya
Murka Ilahi karena murkanya153
Berdasarkan kutipan lirik lagu Keramat di atas, terlihat bahwa Bang Haji
mengutip sebuah hadis, yaitu “ridha Allah tergantung ridha orangtua, dan
murka Allah tergantung murkanya orangtua”. Di sini, Rhoma sedikit
mengkhususkan orangtua kepada sosok ibu. Pemilihan diksi tersebut juga
menerangkan betapa tingginya posisi atau derajat seorang ibu di mata Allah.
153
“Dari Abdullah Ibnu Amar al-‘Ash Radliyallaahu ‗anhu bahwa Nabi Shallallaahu
‗alaihi wa Sallam bersabda: ―Keridloan Allah tergantung kepada keridloan orang tua dan
kemurkaan Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua.‖ Riwayat Tirmidzi. Hadits
shahih menurut Ibnu Hibban dan Hakim.‖ Sumber: Ibnu Hajar al-Asqolani, Terjemahan
lengkap Bulughul Maram, ( Jakarta: Akbar,cet 2,2009),hlm.671
94
154
Departemen Pendidikaan Nasional., op. cit., h. 268.
155
Ibid, h. 631.
156
Ibid, h. 1234.
95
157
Ibid, h. 1101.
158
Ibid, h. 746.
159
Ibid, h. 1075.
160
Ibid, h. 1133.
96
Tabel IV
Kata konkret dalam Lirik Lagu Keramat
Kata Konkret Banyaknya
Manusia 2
Ibumu 5
Darah dagingmu 1
Air susunya 2
Dialah 1
Kau 5
Kekasih 1
Rajamu 1
Gunung 1
Lautan 1
Dukun 1
Kuburan 1
Dunia 1
Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa kata konkret yang paling
banyak digunakan Bang Haji adalah ibumu, kau, dan penggunaan istilah-
istilah alam (gunung, lautan, dan dunia), serta istilah-istilah sosial (dukun,
kuburan). Pemunculan kata Ibumu dan kau relatif seimbang, yaitu 5 kali.
Hal tersebut tidak lepas dari nada yang ingin disampaikan Bang Haji, yaitu
berupa nasihat yang ditujukan kepada semua orang, tanpa melihat batas
usia. Perlu diketahui, Bang Haji juga menggunakan kata manusia yang
muncul sebanyak 2 kali. Kata manusia di awal lirik merujuk kepada
pendengar. Sementara itu, kata manusia yang muncul kedua lebih ditujukan
kepada sosok ibu. Hal ini menjadi menarik, sebab dari banyaknya kata
konkret yang relatif seimbang membuat lirik lagu ini seolah-olah mengajak
berbicara pendengar untuk menyadari yang sesungguhnya harus ditakuti
98
Tabel V
Kata Abstrak dalam Lirik Lagu Keramat
Kata Abstrak Banyaknya
Hormati 1
Melahirkan 1
Membesarkan 1
Kasih sayangnya 1
Menyayangimu 1
Doa 1
Dikabulkan 1
Tuhan 1
Kutukannya 1
Kenyataan 1
Ilahi 1
Sayang 1
Sayanglah 1
Patuh 1
Patuhlah 1
Meminta 1
99
Memuja 1
Menghiba 1
Memohon 1
Keramat 1
Tabel VI
Tabel Imaji dalam Lirik Lagu Keramat
Imaji Banyak Keterangan
Pendengaran 4 Hai manusia, Hormati
ibumu, Sayanglah,
Patuhlah
Penglihatan 16 Melahirkan,
melahirkan,
membesarkanmu,
100
manusia, kekasih,
patuh, rajamu,
gunung, meminta,
lautan, memuja,
dukun, menghiba,
kuburan, memohon,
dunia
c. Nada
Nada yang diungkapkan oleh pencipta dalam lirik lagu Keramat ini
adalah berupa nasihat yang ingin disampaikan kepada semua orang, tanpa
melihat batas usia. Hal tersebut ditunjukkan dengan kata manusia di awal
lirik lagu. Bentuk nasihat yang digunakan oleh pencipta bukan hanya berupa
perintah, melainkan juga dalam bentuk peringatan. Bentuk peringatan Bang
Haji banyak menggunakan istilah-istilah yang sederhana, sehingga lirik
lagunya tidak terkesan menggurui, namun tetap mengena ke hati
pendengarnya. Hal tersebut dapat dilihat pada kutipan lirik lagu berikut ini:
Hai manusia, hormati ibumu!
Yang melahirkan dan membesarkanmu
Darah dagingmmu dari air susunya
Jiwa ragamu dari kasih sayangnya
d. Amanat
Amanat yang terkandung dalam lirik lagu Keramat ini adalah berupa
sikap hormat kepada seorang ibu yang telah melahirkan dan membesarkan
anaknya dengan segala kasih sayang, sehingga seorang anak bisa tumbuh
dan berkembang. Selain itu, lewat lirik lagu Keramat ini, Bang Haji
mengingatkan kepada kita semua akan kekeramatan seorang ibu. Maka dari
itu, jangan pernah membuat ibu marah apalagi sedih, karena ridha dan
murkanya Allah tergantung kepada ridha dan murkanya ibu.
yaitu terdapat kata bertapa, dalam hal ini sangat lekat dengan kata gua serta
memiliki sifat mengasingkan diri.
Setelah menggunakan frasa gua teduh untuk menggambarkan rahim
seorang ibu atau menggambarkan pengorbanan ibu ketika mengandung
anaknya, Gus Mus selanjutnya memilih menggunakan kata kawah untuk
mengambarkan pengorbanan seorang ibu dalam melahirkan anaknya.
Gambaran pengorbanan seorang ibu melahirkan anaknya diperkuat dengan
penggunaan kata meluncur dan perkasa yang menggambarkan bahwa ibu
melahirkan anak-anaknya dengan sempurna, sehat, dan kuat. Selanjutnya
Gus Mus menggunakan kata bumi untuk menggambarkan sosok ibu sebagai
tempat untuk mengadu. Hal tersebut dapat dibuktikan pada kutipan
selanjutnya, yaitu yang tergelar lembut bagiku/melepas lelah dan nestapa
menunjukkan kelemahan seorang anak di hadapan ibunya. Berdasarkan hal
tersebut, Gus Mus cukup tepat memilih kata bumi. Selain karena alasan
yang telah disebutkan sebelumnya, kata bumi identik dengan sesuatu yang
rendah menunjukkan kerendahatian seorang ibu yang selalu siap menerima
anaknya.
Setelah Gus Mus menggunakan kata bumi untuk menggambarkan
sosok ibu sebagai tempat mengadu (kembali), selanjutnya Gus Mus
menggunakan kata gunung untuk menggambarkan posisi seorang ibu
sebagai penyeimbang atau pemberi masukan dalam menjaga cita-cita
(mimpi) seorang anak. Hal tersebut tidak lepas dari makna, bahwa gunung
merupakan sesuatu yang kokoh atau sebagai penyeimbang bumi.
Selanjutnya, Gus Mus menggunakan frasa mata air untuk menggambarkan
sosok ibu sebagai seseorang yang selalu menjadi penyemangat untuk anak-
anaknya. Hal tersebut tidak lepas dari korelasi yang diciptakan Gus Mus
pada frasa mata air dengan kata dahaga. Jika kita merujuk pada kenyataan,
air (mata air) merupakan sumber kehidupan, sementara kata dahaga identik
dengan rasa lelah. Hal tersebut membuktikan, bahwa pilihan kata yang Gus
Mus lakukan sudah cukup tepat. Selanjutnya, bait pertama pada puisi Ibu ini
105
Ada hal yang menarik jika kita membandingkan puisi Ibu karya Gus
Mus dengan lirik lagu Keramat karya Rhoma Irama, yaitu keduanya sama-
sama banyak menggunakan istilah-istilah alam pada tiap karya. Akan tetapi,
istilah alam yang digunakan Gus Mus dalam puisi Ibu lebih kaya
dibandingkan istilah alam yang digunakan Bang Haji dalam lirik lagu
Keramat. Hal tersebut tidak lepas dari fungsi yang ingin dicapai. Jika Gus
Mus menggunakan istilah alam untuk menggambarkan pengorbanan
seorang ibu kepada anaknya serta sebagai bentuk kekagumannya akan
keagungan seorang ibu. Sementara itu, Bang Haji memposisikan istilah
alam sebagai bentuk penolakannya terhadap perilaku-perilaku yang terjadi
di masyarakat. Hal tersebut karena banyak masyarakat yang berpikiran
keliru, yaitu menganggap gunung, laut, dukun, dan kuburan sebagai tempat
yang suci dan dapat memberikan apapun yang diminta. Padahal ada tempat
atau perantara yang sebetulnya lebih tepat, yaitu seorang ibu. Melalui cinta,
kasih, dan doanya, mengabulkan apa yang diinginkan anaknya.
Berdasarkan hasil analisis di atas dapat ditarik kesimpulan
perbandingan gaya bahasa pada puisi Ibu karya Gus Mus dan lirik lagu
Keramat karya Rhoma Irama dengan melihat gaya bahasa pada tiap pilihan
katanya. Ternyata terdapat persamaan dan perbedaannya. Persamaannya,
dapat dilihat pada banyaknya penggunaan istilah alam yang digunakan.
Sementara itu, perbedaannya adalah fungsi dari istilah alam digunakan. Jika
Gus Mus menggunakan istilah alam untuk menggambarkan pengorbanan
seorang ibu atau sebagai gambaran kekaguman akan keagungan seorang
ibu, sedangkan Bang Haji memposisikan istilah alam yang ia gunakan
sebagai bentuk penolakan atau kritikannya kepada perilaku masyarakat yang
keliru.
pengaruh ini akan terlihat jika diikuti dengan pengaruh suara ketika wacana
tersebut dibacakan. Di dalam puisi Ibu ini, jika puisi tersebut dibacakan,
maka nada yang muncul adalah ajakan kepada pembaca untuk melihat
keagungan seorang ibu. Bukan hanya mengajak untuk mengagumi sosok
ibu, Gus Mus juga mengajak pembaca untuk selalu mendoakan ibu.
Merujuk kepada pendapatnya Gorys Keraf, gaya bahasa yang digunakan
Gus Mus berdasarkan nadanya, maka tergolong gaya mulia dan bertenaga.
Hal tersebut tidak lepas dari pilihan kata yang digunakan Gus Mus mampu
menggerakkan emosi baik pembaca maupun pendengarnya ketika puisi
tersebut dibacakan.
Sama halnya dengan nada yang muncul dari puisi Ibu, pada lirik
lagu Keramat, berdasarkan nadanya tergolong ke dalam jenis gaya bahasa
mulia dan bertenaga. Hal tersebut terlihat dari maksud lirik lagu Keramat
ini, yaitu berupa nasihat. Akan tetapi, bentuk nasihat yang digunakan Bang
Haji bukan hanya berupa perintah, melainkan juga bentuk peringatan.
Bentuk peringatan yang dilakukan Bang Haji banyak menggunakan istilah-
istilah yang sederhana. Hal inilah yang membuat lirik lagu ini tidak terkesan
menggurui, namun tetap mampu menggerakkan emosi pendengarnya.
Berdasarkan analisis yang telah dijelaskan, dapat disimpulkan
perbandingan gaya bahasa pada puisi Ibu karya Gus Mus dengan lirik lagu
Keramat karya Bang Haji dengan melihat berdasarkan nadanya, maka sama-
sama tergolong ke dalam jenis gaya bahasa mulia dan bertenaga.
Perbedaannya hanya terletak pada tujuannya. Jika Gus Mus menggunakan
gaya bahasa mulia dan bertenaga untuk mengajak kepada pembacanya,
sedangkan Bang Haji menggunakan gaya bahasa tersebut sebagai bentuk
nasihat serta peringatan kepada pendengarnya.
Jika melihat gaya bahasa pada puisi Ibu berdasarkan makna dengan
mengukur langsung tidaknya makna, yaitu apakah acuan yang dipakai
masih mempertahankan makna denotatifnya atau sudah ada penyimpangan
makna, maka gaya bahasa yang digunakan Gus Mus banyak mengalami
perubahan makna atau sudah menyimpang jauh dari makna denotatifnya.
Hal tersebut tidak lepas dari cara Gus Mus banyak menggunakan bahasa
kiasan di dalam puisi Ibu ini. Melalui bahasa kiasan inilah Gus Mus seakan
menggunakan bahasa yang ia gunakan untuk menyatakan sesuatu dengan
cara yang tidak biasa, yaitu secara tidak langsung mengungkapkan makna
dari puisi Ibu. Hal tersebut membuat puisi Ibu ini menjadi memiliki banyak
makna atau kaya akan makna.
Telah disebutkan sebelumnya, bahwa berdasarkan langsung tidaknya
makna, gaya bahasa yang telah digunakan Gus Mus banyak menggunakan
pengiasan, sehingga menimbulkan makna kias dari puisi Ibu. Hal tersebut
membuat pembaca harus bisa menafsirkan kiasan yang dibuat Gus Mus.
Bentuk kiasan yang digunakan Gus Mus sendiri tergolong bentuk kiasan
langsung atau disebut juga gaya bahasa metafora. Hal tersebut tidak lepas
dari benda yang dikiaskan kedua-duanya ada bersama pengiasnya. Penyair
mengiaskan ibu yang ia kagumi dengan istilah-istilah alam. Hal tersebut
dapat dilihat dari cara Gus Mus menghadirkan benda yang ia kiaskan, di
mana sosok ibu ada bersama pengiasnya, yaitu berupa istilah alam.
Meskipun sosok ibu sebagai benda yang dikiaskan hanya muncul sekali,
tepatnya di awal baris pada bait pertama. Akan tetapi, hal tersebut tidak
mengurangi eksistensi sosok ibu sebagai benda yang dikiaskan.
Istilah-istilah alam yang digunakan Gus Mus bukan hanya sebagai
pengias. Akan tetapi, istilah-istilah alam yang Gus Mus gunakan juga
sebagai bentuk perlambangan yang digunakan untuk memperjelas makna
dan membuat nada dan suasana puisi menjadi lebih jelas, sehingga dapat
menggugah hati pembacanya. Di dalam puisi Ibu ini, Gus Mus sangat
memperhatikan lambang yang ia gunakan. Hal tersebut menjadi sangat
112
penting, sebab kata-kata dari kehidupan sehari-hari saja belum cukup untuk
mengungkapkan makna yang hendak disampaikan kepada pembaca. Oleh
sebab itu, diperlukan pergantian dengan benda lain atau simbolisasi, sebab
dengan simbolisasi makna akan menjadi lebih hidup, jelas, dan mudah
dibayangkan oleh pembacanya. Gus Mus telah memilih istilah alam sebagai
bentuk perlambangan atau simbolisasinya dalam menggambarkan
keagungan seorang ibu. Hal tersebut membuat puisi Ibu menjadi semakin
hidup, jelas, dan mudah dibayangkan pembacanya.
Macam-macam lambang yang telah Gus Mus pilih pastinya sudah
dipertimbangkan sebelumnya, termasuk dengan melihat keadaan atau
peristiwa yang ingin Gus Mus gambarkan untuk mengganti keadaan atau
peristiwa. Puisi Ibu memperlihatkan keadaan kekaguman akan keagungan
sosok ibu cukup tepat. Ketepatan pemilihan lambang yang Gus Mus lakukan
dengan memilih istilah alam karena alam merupakan bentuk kekuasaan
Allah yang dapat dilihat secara langsung. Selanjutnya, alam juga
menunjukkan sesuatu yang berkuasa. Selain itu, alam juga merupakan
sesuatu yang dekat dengan manusia (pembaca). Hal tersebut semakin
memudahkan pembaca membayangkan puisi Ibu ini, serta pembaca tidak
terlalu mengalami kesulitan untuk menangkap maksud yang ingin
disampaikan Gus Mus dalam puisi Ibu ini.
Jika tadi dilihat gaya bahasa pada puisi Ibu berdasarkan makna
dengan mengukur langsung tidaknya makna, dimana Gus Mus banyak
menggunakan bahasa kiasan serta perlambangan, yaitu berupa istilah alam,
sehingga membuat puisi Ibu menjadi kaya akan makna. Berbeda dengan
yang dilakukan Bang Haji. Memang di dalam lirik lagu Keramat, Bang Haji
juga cukup banyak menggunakan istilah alam sebagai bentuk perlambangan.
Akan tetapi, istilah-istilah alam yang Bang Haji pilih masih
mempertahankan makna denotatifnya, sehingga pemilihan istilah alam yang
Bang Haji gunakan tidak dapat dikatakan untuk memperkaya makna, tetapi
hanya sebatas memperkaya kata yang ada di dalam lirik lagu tersebut.
113
Selain itu, tujuan yang ingin Bang Haji capai dengan menggunakan istilah
alam adalah untuk mempertegas kritikannya. Hal tersebut semakin
memperkuat, bahwa makna yang ada pada lirik lagu Keramat tetap mengacu
kepada makna sebenarnya.
Lirik lagu Keramat ini juga merupakan gambaran kritikan Bang Haji
atas perilaku menyimpang yang dilakukan masyarakat. Hal tersebut
membuat Bang Haji banyak menggunakan gaya bahasa ironi untuk
mendukung kritik yang ingin ia sampaikan. Contohnya pada kutipan lirik
/bila kau sayang pada kekasih/ lebih sayanglah pada ibumu/ bila kau patuh
pada rajamu/ lebih patuhlah pada ibumu/. Berdasarkan kutipan tersebut,
sangat terlihat ironi yang ditunjukkan Bang Haji, yaitu banyak orang yang
ketika jatuh cinta menjadi lupa diri, bahkan rasa sayangnya pun melebihi
rasa sayang kepada ibunya sendiri. Selain itu, Bang Haji juga menunjukkan
ironinya, yaitu banyak orang lebih takut kepada raja atau atasan
dibandingkan dengan ibunya sendiri, sehingga kepentingan ibu sering
dinomorduakan dibandingkan kepentingan atasan.
Bang Haji bisa saja menyampaikan kritikannya dalam bentuk
sinisme atau sarkasme. Memang dengan menggunakan bentuk sinisme atau
sarkasme, kritikan yang Bang Haji sampaikan langsung mengena kepada
pendengarnya. Akan tetapi, keestetisan lirik lagu tersebut menjadi sedikit
memudar, bahkan respon yang diterima pendengarnya pun menjadi
berkurang. Hal tersebut dikarenakan jika menggunakan sinisme atau
sarkasme, lirik lagu tersebut menjadi terkesan terlalu menggurui. Berbeda
jika Bang Haji menyampaikan kritikannya dalam bentuk ironi, maka
meskipun lirik tersebut berupa kritikan, namun lirik lagu tersebut tidak
terkesan menggurui, sehingga lirik lagu tersebut menjadi mudah diterima
pendengarnya.
Perlu diketahui, berdasarkan langsung tidaknya makna, lirik lagu
Keramat ini juga terdapat jenis gaya jenis gaya bahasa sinekdoke, yaitu pars
pro toto. Contohnya terdapat pada kutipan lirik lagu /darah dagingmu dari
114
C. Analisis Fungsi Gaya Bahasa Puisi Ibu Karya Mustofa Bisri dengan
Lirik Lagu Keramat Karya Rhoma Irama
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, baik dari struktur yang
membangun maupun analisis perbandingan gaya bahasa antara puisi Ibu
karya Mustofa Bisri dengan lirik lagu Keramat karya Rhoma Irama, ternyata
memiliki fungsi yang berbeda. Jika Gus Mus memfungsikan puisi Ibu
115
kekasih-kekasihMu
Amin).
Penggalan puisi di atas, mengajak para siswa agar sadar bahwa sebagai
seorang anak, harus mendoakan kedua orang tuanya. Hal tersebut juga
diperintahkan di dalam Al-quran surat dalam surat Al-Isra ayat 24 yang
berbunyi ―Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan
penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka
keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".”
Jika para siswa menyadari akan keagungan seorang ibu, tentu mereka akan
menjadi pribadi yang selalu mawas diri serta berbuat dan memberi yang
terbaik bagi kedua orang tuanya. Setelah para siswa memahami pesan
tersirat dari penggalan puisi di atas, maka diharapkan tidak akan ada lagi
realita anak yang durhaka kepada orang tua.
Alasan penulis memfokuskan pada siswa, yaitu karena siswa
merupakan generasi penerus bangsa. Di pundak siswalah (pemuda) amanah
besar bangsa ini dibebankan. Jika para siswa mampu menerjemahkan pesan-
pesan yang terdapat dalam karya sastra, tentu mereka akan menjadi pribadi
yang lebih bijak dalam berucap dan bersikap. Selain itu, di tengah krisis
moral yang terjadi, diharapkan melalui pembahasan ini para siswa tumbuh
menjadi pribadi-pribadi intelektual yang menjunjung tinggi etika moral,
sehingga mereka jika mereka menjadi kaum intelektual tidak lupa untuk
tetap menghormati orang tua.
Pembahasan mengenai perbandingan gaya bahasa yang terdapat
dalam puisi Ibu karya Mustofa Bisri dengan lirik lagu Keramat karya
Rhoma Irama ini berkaitan dengan analisis terhadap struktur yang
membangun puisi, baik lahir maupun batin, baik lisan maupun tulisan.
Pembahasan mengenai keterkaitan antar unsur puisi dengan realita realita
sosial dapat memberikan pengetahuan dan wawasan kepada siswa untuk
menganalisis lebih seksama. Melalui analisis ini jugalah para siswa
119
diarahkan untuk berpikir kritis, logis, dan sistematis, sehingga dengan sikap
kritis tersebut para siswa mampu menarik benang merah di antara kedua
karya yang dikaji dengan realita sosial secara sistematis dan dapat diterima
oleh akal.
Dalam kegiatan menganalisis struktur puisi, siswa akan
mempraktikkan empat keterampilan bahasa, yaitu menyimak, membaca,
menulis, dan berbicara. Sebelum menganalisis struktur puisi, siswa
menyimak penjelasan dari guru terkait cara dan langkah-langkah dalam
menganalisis struktur puisi. Setelah para siswa selesai menyimak penjelasan
guru mengenai cara dan langkah-langkah menganalisis puisi, mereka
ditugaskan membaca puisi yang akan dikaji. Kemudian siswa
mengidentifikasi unsur-unsur dalam struktur puisi. Setelah semua unsur
selesai diidentifikasi, para siswa menyampaikan hasil analisis melalui
bahasa tulis (menulis) dan bahasa lisan. Adapun lirik lagu Keramat
digunakan sebagai media untuk membuat proses pembelajaran menjadi
lebih menarik, sehingga sikap kritis siswa akan muncul, di antaranya dengan
membandingkan gaya bahasa yang terdapat di dalam puisi Ibu dengan gaya
bahasa yang terdapat di dalam lirik lagu Keramat.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
120
121
dengan memanfaatkan istilah alam. Selain itu, fungsi dari gaya bahasa
yang digunakan Gus Mus dengan gaya bahasa yang digunakan Bang
Haji juga memiliki perbedaan. Jika Gus Mus banyak menggunakan gaya
bahasa metafora dengan banyak menciptakan kiasan untuk menciptakan
efek kekayaan makna, sehingga lebih efektif untuk ditangkap pembaca,
serta membuat bahasa puisi menjadi lebih sugestif. Sementara, Bang
Haji cenderung banyak menggunakan gaya bahasa ironi, bertujuan untuk
mempertegas tujuan yang ingin disampaikan, yaitu berupa nasihat.
2. Pembahasan puisi Ibu dapat memenuhi Kompetensi Dasar (KD) yang
berkaitan dengan sikap spiritual, kritis, bertanggungjawab, dan sosial
dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). KD yang
berkaitan dengan materi pokok bahasan sastra, yaitu memahami struktur
pembangun dan nilai-nilai dalam puisi yang terdapat pada kelas XII
SMA semester II (genap). Kegiatan menganalisis struktur dan nilai-nilai
yang terdapat dalam puisi dapat meningkatkan pemahaman siswa
terhadap teori analisis puisi, menumbuhkan sikap dan minat membaca,
menumbuhkan kepekaan terhadap realita sosial, serta membuka
pandangan tentang kondisi sosial manusia dan bangsa Indonesia.
Selanjutnya, dalam kegiatan menganalisis struktur puisi, siswa akan
mempraktikkan empat keterampilan bahasa, yaitu menyimak, membaca,
menulis, dan berbicara.
B. Saran
1. Puisi Ibu karya A. Mustofa Bisri dapat dijadikan referensi dalam
pembelajaran bahasa dan sastra di sekolah. Hal ini dikarenakan di dalam
puisi tersebut terdapat nilai-nilai sosial yang dapat dipelajari oleh peserta
didik.
2. Lirik lagu Keramat dapat digunakan sebagai media untuk membuat
proses pembelajaran puisi menjadi lebih menarik, sehingga sikap kritis
siswa akan muncul, di antaranya dengan membandingkan gaya bahasa
122
yang terdapat di dalam puisi Ibu dengan gaya bahasa yang terdapat di
dalam lirik lagu Keramat.
DAFTAR PUSTAKA
123
124
Surat Kabar
Artikel Maya
Ibu
sekian lama
Kaulah kawah
Kaulah bumi
membasahi dahagaku
di telapak kakimu
(Tuhan,
aku bersaksi
menyampaikan kasihsayangMu
kekasih-kekasihMu
Amin).
Lampiran 2
Keramat
A. Standar kompetensi
Mendengarkan: Memahami puisi yang disampaikan secara langsung/ tidak
langsung
B. Kompetensi dasar
Mengidentifikasi unsur-unsur bentuk suatu puisi yang disampaikan secara
langsung ataupun melalui rekaman.
C. Indikator
1. Mengidentifikasi (majas, rima, kata-kata berkonotasi dan bermakna
lambang)
2. Menanggapi unsur-unsur puisi yang ditemukan
3. Mengartikan kata-kata berkonotasi dan makna lambang
D. Tujuan pembelajaran
1. Mengidentifikasi majas/gaya bahasa yang dipergunakan oleh penyair.
2. Mengidentifikasi rima atau persajakan akhir.
3. Mengidentifikasi kata-kata berkonotasi dan bermakna lambang.
4. Menanggapi unsur-unsur puisi yang ditemukan
5. Mengartikan kata-kata berkonotasi dan makna lambang
E. Materi pembelajaran
Rekaman puisi atau pembacaan langsung:
a. majas,
b. irama
c. kata-kata konotasi
d. kata-kata bermakna
e. lambang
F. Metode pembelajaran
1. penugasan
2. diskusi
3. tanya Jawab
4. ceramah
5. demonstrasi
G. Strategi Pembelajaran
Tatap Muka Terstruktur Mandiri
Unsur-unsur bentuk Contoh rekaman puisi Siswa mengidentifikasi
suatu puisi yang atau pembacaan langsung (majas, rima, kata-kata
disampaikan secara berkonotasi dan bermakna
langsung ataupun melalui lambang).
rekaman
I. Sumber/alat/bahan belajar :
1. Buku paket Bahasa Indonesia untuk SMA kelas X semester I
2. Kumpulan puisi Pahlawan dan Tikus, A. Mustofa Bisri.
3. Tuturan/Pembacaan langsung
J. PENILAIAN :
Penilaian dilakukan selama proses dan sesudah pembelajaran
Soal Instrumen
1. Catatlah pokok-pokok materi yang telah disampaikan!
2. Buatlah analisa unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik berdasarkan
puisi yang telah dibuat!
3. Buatlah analisa mengenai manfaat dan fungsi puisi dalam
kehidupan sehari-hari!
Soal penugasan
1. Sebutkan dan jelaskan struktur yang membangun puisi, abik lahir
maupun batin!
2. Bacalah puisi Ibu karya A. Mustofa Bisri! Kemudian analisa majas,
irama, kata-kata konotasi, kata-kata bermakna, dan lambang.
_______________ ________________________
BIODATA PENULIS