Anda di halaman 1dari 60

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil Penelitian yang dibahas meliputi gambaran umum, satuan

lahan, persebran sampel tanah, variabel-variabel yang mempengaruhi

tingkat bahaya erosi, dan hasil perhitungan erosi dengan metode USLE

dan memberi arahan konservasi pada satuan lahan di Kecamatan Jenawi

Kabupaten Karanganyar.

1. Gambaran Umum

a. Lokasi

Secara astronomis daerah penelitian terletak pada 7030’15’’-

7036’12’’ LS dan 11105’57’’-111011’54’’ BT (Peta Adsministrasi

Kecamatan Jenawi). Secara adsministrasi Kecamatan Jenawi

terletak di Kabupaten Karanganyar, Propinsi Jawa Tengah. Batas

adsministrasi dari Kecamatan Jenawi adalah sebagai berikut :

 Sebealah Utara : Kabupataen Sragen

 Sebelah Selatan : Kecamatan Ngargoyoso

 Sebelah Barat : Kecamatan Kerjo

 Sebelah Timur : Propinsi Jawa Timur

53
54

Luas wilayah Kecamatan Jenawi adalah 5.608,2751 Ha

(Kecamatan Jenawi Dalam Angka 2007-2008) terdiri dari 9 Desa

yaitu Gumeng, Anggrasmanis, Jenawi, Trengguli, Sidomukti,

Balong, Seloromo, Menjing, Lempong.

Tabel 4.1 Luas Wilayah Pada Peta Administrasi Kecamatan Jenawi

Nama Desa Luas (Ha) Prosentase


Desa Lempong 752.938 14.99
Desa Menjing 448.086 8.92
Desa Seloromo 567.904 11.31
Desa Balong 554.197 11.03
Desa Sidomukti 622.705 12.40
Desa Trengguli 142.111 2.83
Desa Angramanis 801.364 15.96
Desa Jenawi 336.796 6.70
Desa Gumeng 794.103 15.81
Jumlah 5020.20 100
Sumber : Peta Administrasi Kecamatan Jenawi.

b. Iklim

Iklim adalah keadaan rata-rata cuaca pada suatu tempat

dihitung dalam jangka waktu yang lama. Faktor yang

mempengaruhi iklim adalah hujan, radiasi matahari dan

evapotraspirasi. Kondis iklim akan berpengaruh pada proses erosi.

Varibel iklim yang akan di hitung dan di analisis pada penelitian

ini adalah cura hujan dan tipe iklim.

Curah hujan merupakan salah satu variabel iklim yang

berpengaruh pada proses terjadinya erosi, cura hujan yang

intensitasnya tinggi akan mempercepat proses penghancuran


55

agregat tanah dan memperbesar aliran permukaan yang

mengakibatkan erosi tanah dalam jumlah yang besar (Le orde,

2008:43).

Cura hujan pada daerah penelitian dihitung berdasarkan data

curah hujan di lapangan yang diperoleh dari stasiun hujan No

09129 (Sumber : BMKG Propinsi Jawa Tengah). Data yang

digunakan adalah jumlah hari hujan dan data hujan bulanan. Data

hujan bulanan digunakan untuk melihat banyaknya hari hujan,

fluktuasi curah hujan bulanan dan besarnya curah hujan bulanan

maksimum yang terjadi dan digunakan untuk menghitung

erosivitas hujan bulanan.

Untuk menghitung besarnya erosivitas hujan digunakan data

hujan minimal sepuluh tahunan. Data curah hujan yang digunakan

pada penelitian ini adalah data hujan selama 10 tahun terhitung dari

tahun 1999-2008.

Klasifikasi iklim pada lokasi penelitian didasarkan pada

klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson dengan menentukan

besarnya nilai Q (Qoutlet) yang merupakan perbandingan rata-rata

bulan kering dengan rata-rata bulan basah. Besarnya nilai Q

ditentukan berdasarkan persamaan :


56

Jumlah bulan kering rata - rata

Q = X 100 %

Jumlah bulan basah rata rata

Bulan basah adalah bulan yang memiliki curah hujan

bulannannya >100 mm, bulan kering adalah bulan yang curah

hujan bulanannya < 60 mm dan bulan yang curah hujan

bulanannya antara 60 – 100 mm disebut bulan lembab.

Hasil klsifikasi iklim lokasi penelitian menurut Schmidt dan

Ferguson menggunakan data hujan bulanan Kecamatan Jenawi dari

tahun 1999-2008, dapat dilihat pada tabel 4.2

Tabel 4.2 Jumlah Bulan Basah, Bulan Kering dan Bulan Lembab.

Tahun Bulan basah Bulan kering Bulan lembap


1999 7 4 1
2000 6 4 2
2001 6 3 3
2002 6 5 1
2003 7 4 1
2004 3 6 3
2005 8 3 1
2006 5 6 1
2007 7 4 1
2008 7 4 1
Rerata 6.2 4.3 1.5
Sumber : Hasil Analisis Data Hujan Kecamatan Jenawi 1999-2008
(stasiun hujan No 09129 : BMKG Propinsi Jawa Tengah)
57

Berdasarkan Tabel 11 nilai Q dapat dihitung sebagai berikut :

Jumlah bulan kering rata - rata


Q = X 100 %
Jumlah bulan basah rata rata

4,3
Q= ×100 0 0
6,2
Q = 69,35 %
Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson daerah

penelitian masuk dalam golongan tipe iklim D sedang.

12   700

11    
rata-rata jumlah bulan kering

10 H     300%

9   G    

8           167%

7       F     100%

6         E     Tipe D

5           D     60%

4                   33,3%

3               C    

2                 B     14,3%

1                   A    

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Rata-rata jumlah bulan basah

Gambar 4.1Pembagian wilayah iklim berdasarkan rata-rata jumlah bulan kering


Dan rata-rata jumlah bulan basah.
(Sumber : Schmidt dan Ferguson dalam Tukidi, 2004:86).
58

GAMBAR PETA ADMINISTRASI KECAMATAN JENAWI


Gambar 4.2
59

GAMBAR PETA CURAH HUJAN KECAMATAN JENAWI


Gambar 4.3
60

Tabel 4.3. Luasan Peta Curah Hujan Kecamatan Jenawi

No. KETERANGAN Luas (Ha) Prosentase


1 3000 - 3500 mm/th 2327.171 46.35
2 3500 - 4000 mm/th 2225.629 44.33
3 4000 - 5000 mm/th 467.400 9.31
    5020.20 100
Sumber : Data Peta Hujan BMKG Jawa Tengah 2008.

c. Topografi

Kondisi topografi di daerah penelitian merupakan daerah

perbukitan yang mempunya karakter dataran landai, miring sampai

pegunungan berlereng terjal dengan kemiringan lereng bervariasi

anatara 0 - >40%. Berdasarkan Peta Rupa Bumi Indonesia skala

1 : 25.000 dan cek lapangan daerah penelitian dibagi menjadi tiga

kelas lereng dengan klasifikasi lereng kelas : Landai ( kelas II),

miring (kelas III), terjal (kelas IV).

Tabel 4.4. Kelas Lereng di Kecamatan Jenawi

Luas Lereng
Lereng Klasifikasi Keterangan (Ha) Prosentase
II landai 2-15 % 1214.857 24.19
III miring 15-40 % 1523.687 30.35
IV terjal < 40 % 2281.656 45.44
  Luas Total   5,020.20 100
Sumber : Analisis Peta Lereng Kecamatan Jenawi

.
61

GAMBAR PETA KEMIRINGAN LERENG

Gambar 4.4
62

d. Penggunaan Lahan

Jenis penggunaan lahan di daerah penelitian dibedakan

menjadi pemukiman, sawah irigasi, sawah tadah hujan,

semak/belukar, tegalan/ladang, kebun/perkebunan (Peta Rupa

Bumi Indonesia Skala 1 : 25000 lembar Karangpandan 1508-133

dan Ngrambe 1508-134). Pada penelitian Kajian Tingkat Bahaya

Erosi ini menggunakan semua unsur penggunaan yang ada yaitu

untuk mengetahui tingkat bahaya erosi dan memberi arahan

prioritas konservasi pada penggunaan lahan yang ada. Berdasarkan

peta penggunaan lahan diperoleh luasan penggunaan lahan dan

persentasenya di sajikan pada tabel 13.

Tabel 4.5 Luas Penggunaan Lahan Kecamatan Jenawi

No Jenis Penggunaan Prosentas


. Lahan Luas (Ha) e
1 Pemukiman 813.362 16.20
2 Sawah Irigasi 206.633 4.11
3 Sawah Tadah Hujan 359.290 7.15
4 Semak/Belukar 896.817 17.86
5 Tegalan/Ladang 1215.830 24.21
6 kebun/perkebunan 1528.271 30.44
  Jumlah 5,020.20 100
Sumber : Analisis Peta Penggunaan Lahan Kecamatan Jenawi
63

GAMBAR PETA PENGGUNAAN LAHAN

Gambar 4.5
64

e. Jenis Tanaman

Jenis tanaman yang ada di kecamatan Jenawi Kabupaten

Karanganyar di dominasi oleh tanaman pertanian dan perkebunan

diantaranya adalah padi, jagung, ubi kayu, sayur-sayuran, teh,

dalam satu tahun tanaman padi dan jagung dapat panen selama tiga

kali panen.

Tabel 4.6 Jenis Tanaman di Kecamatan Jenawi

Jenis Tanaman Luas (Ha) Prosentase


Jagung 1342.591 26.74
Kacang Tanah 230.858 4.59
Kentang 183.907 3.66
Kubis 22.665 0.45
Padi 206.633 4.11
Padi gogo 128.432 2.55
Permukiman 813.362 16.20
Rerumputan 896.817 17.86
Teh 538.725 10.73
Ubi Kayu 517.544 10.30
Wortel 138.668 2.76
Jumlah 5020.20 100
Sumber : Analisis Peta Jenis Tanaman di Kecamatan Jenawi

f. Tanah

Tanah merupakan benda alam di permukaan bumi, setempat-

setempat didominasi atau bahkan dibuat oleh manusia dari bahan

bumi, mengandung gejala-gejala kehidupan dan mampu menopang

pertumbuhan tanaman. Tanah terbentuk sebagai hasil interaksi

sepanjang waktu dari iklim, organisme hidup, bahan induk dan

relief (Soil Survey Staff, 1990)


65

Tanah adalah merupakan hasil dari pelapukan batuan selama

beribu bahkan berjuta tahun yang lalu, dimana lapisan tanah yang

telah matang (solum) terdiri dari zat padat, cair, dan gas. Pada

daerah penelitian terdapat tiga macam jenis tanah diantaranya

yaitu, kompleks andosil coklat dan andosol coklat kelabuan (Ka),

latosol coklat (Lc), mediteran coklat kemerahan (Mck) sumber

(Peta Tanah Kabupaten Karanganyar Skala 1 : 25.000 BAPPEDA

Karanganyar 2007). Persebaran jenis tanah kompleks andosol

coklat dan andosol coklat kelabuan terdapat di sebagian Desa

Gumeng dan Anggrasmanis, latosol coklat terdapat dibeberapa

desa diantaranya Desa Seloromo, Menjing, Balong, Trengguli,

Jenawi, Sidomukti, Gumeng, Anggrasmanis, sementara itu

persebaran tanah mediteran coklat kemerahan terdapat di Desa

Menjing dan Lempong, dengan luasan sebagai berikut :

Tabel 4.7 Jenis Tanah di Kecamatan Jenawi

No Jenis Tanah Luas (Ha) Prosentase


1 Latosol cokelat 2449.677 48.79
2 Mediteran cokelat kemerahan 1304.942 25.99
Kompleks andosol cokelat, andosol
3 cokelat kekelabuan 1265.585 25.20
  Jumlah 5,020.20 100
Sumber : Analisis Peta Jenis Tanah Kecamatan Jenawi.
66

GAMBAR PETA JENIS TANAMAN


Gambar 4.6
67

GAMBAR PETA JENIS TANAH


Gambar 4.7
68

g. Bentuk lahan

Bentuklahan adalah bagian dari permukaan bumi yang

memiliki bentuk topografi yang khas, akibat pengaruh kuat dari

proses alam dan struktur geologis pada material batuan dalam

ruang dan waktu kronologis tertentu. Bentuklahan merupakan hasil

dari beberapa faktor yaitu, topografi, proses alam, struktur

geologis, material batuan, ruang dan waktu kronologis. Informasi

tentang geomorfologi memuat tentang morfologi, morfogenesa,

morfokronologi dan morforansemen.

Klasifikasi bentuklahan Jawa berdasarkan klasifikasi yang

dibuat oleh Verstappen, secara genesis daerah Jawa merupakan

daerah yang bentuklahannya didominasi oleh aktivitas gunungapi

dan proses-proses vulkanik, maupun proses-proses struktural-

denudasional. Proses-proses vulkanik membentuk bagian tengah

Pulau Jawa dan proses struktural-denudasional mendominasi

bagian utara dan selatan Jawa. Terdapat juga proses-proses

solusional yang bekerja pada bagian selatan Jawa, berpengaruh

pada bentuklahan bagian selatan Jawa.

Morfologi pualau Jawa menurut Van Bemellen (1949),

terbagi menjadi 3 zone dengan karakter yang berbeda-beda. Zone

tersebut adalah zone utara, zone tengah dan selatan. Zone utara

didominasi oleh morfologi bukit-bukit rendah dengan batuan yang


69

terlipat berumur Tersier. Zone tengah merupakan jalur vulkan,

dimana bentang deretan gunungapi dari arah timurhingga barat.

Zone selatan merupakan plato-plato (dataran tinggi) yang

terpotong-potong oleh sesar dan sistem fluvial yang besar.

Secara genetik asal bentuklahan di daerah penelitian

dibedakan menjadi empat yaitu, bentuklahan asal volkanik,

bentuklahan asal struktural, bentuklahan asal denudasional, dan

bentuklahan asl fluvial. Variabel-variabel genetik bentuklahan

dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. Bentuklahan asal Volkanik (V)

Bentuklahan asal volkanik berkaitan dengan volkanisme

yaitu sebagai proses atau fenomena yang berkaitan dengan

gerakan magma yang naik ke permukan bumi. Akibat dari

proses volkanisme maka akan terjadi berbagai bentukan yang

secara makro disebut sebagai bentukan volkanik. Bentuklahan

bentukan asal volkanik ini lebih didasrkan pada material atau

batuan penyusun yang berupa batuan volkanik. Di daerah

penelitian bentuklahan asal proses volkanik ini dibagi menjadi

dua yaitu kaki volkan (V1) dengan luas 682.026 Ha atau sekitar

13.58 % dari luas penelitian, dan dataran kaki volkan (V 2)

dengan luas 876.530 Ha atau 17.46 % dari luas daerah

penelitian.
70

2. Bentuklahan asal Struktural (S)

Bentuklahan asal proses struktural yang dapat ditemukan

di wilayah yang dianalisis adalah perbukitan struktural terkikis

kuat (S1) dengan luas 104.880 Ha atau 2.08 % dari luas

wilayah. Bentukan struktural yang terjadi di wilayah yang

dianalisis agak sulit dikenali, hal ini terjadi sebgai akibat

adanya proses eksogen dalam jangka waktu yang lama, yang

cenderung destruktif dan masih terjadi sampai saat ini dengan

intensitas yang tinggi.

3. Bentuklahan asal Denudasional (D)

Bentuklahan asal proses denudasional terbentuk akibat

adanaya proses pengikisan yang bekerja pada material baik

pelapukan, erosi, maupun longsoran. Kenampakan

denudasional ditandai dengan adanya singkapan batuan akibat

proses pelapukan, keberadaan alur-alur akibat proses erosi dan

adanya lembah-lembah akibat adanya gerakan tanah atau

longsoran. Bentuklahan sala proses denudasional yang

dianalisis memiliki luas 332.835 Ha atau 6.62 % dari seluruh

wilayah yang dianalisis.


71

4. Bentuklahan asal Fluvial (F)

Bentuklahan asal proses fluvial berkaitan erat dengan

daerah penimbunan (sedimentasi) seperti lembah sungai yang

cukup lebar dan dataran alluvial. Bentuklahan asal proses

fluvial terjadi akibat adanya proses fluvial yang berupa air

mengalir baik yang memusat (sungai) maupuan aliran

permukaan bebas (overland flow). Dataran alluvial mempunyai

topografi datar sebagai hasil pengendapan alluvium di kiri

kanan sungai. Endapan ini terjadi akibat adanya lupan air

sungai yang membawa sedimen pada saat banjir. Alur lembah

irisan terjadi akibat adanya alur permukaan lembah yang terisi

oleh meterial sedimen sehingga lembah menjadi dangkal.

Bentuklahan asal fluvial yang ditemukan di daerah yang

dianalisis berupa dataran alluvial (F1) dengan luas 2399.495 Ha

atau 47.79 %, dan alur lembah irisan (F 2) dengan luas 624.437

Ha atau 12.43 %.

Tabel 4.8 Bentuklahan Kecamatan Jenawi


No Bentuk Lahan Luas (Ha) Prosentase
1 Dataran Alluvial (F1) 2399.495 47.79
2 Kaki Volkan (V1) 682.026 13.58
3 Dataran Kaki Volkan (V2) 876.530 17.46
4 Alur Lembah Irisan (F2) 624.437 12.43
Perbukitan Denudasional
5 Terkikis Kuat (D) 332.835 6.62
Perbukitan Struktural Terkikis
6 kuat (S) 104.880 2.08
  Jumlah 5,020.20 100
Sumber : Analisis Peta Bentuklahan Kecamatan Jenawi
72

GAMBAR PETA BENTUKLAHAN


Gambar 4.8
73

h. Kependudukan

Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar dibagi menjadi 9

Desa yaitu Gumeng, Anggrasmanis, Jenawi, Trengguli, Sidomukti,

Balong, Seloromo, Menjing, Lempong dengan luas wilayah

5.608,2751 Ha (Kecamatan Jenawi Dalam Angka, 2008). Jumlah

penduduk di Kecamatan Jenawi berdasarkan registrasi tahun 2008

sebanyak 27.572 jiwa, yang terdiri dari laki-laki 13.725 dan

perempuan 13.847 jiwa. Mata pencaharian penduduk di kecamatan

Jenawi mayoritas bekerja di sektor pertanian baik sebagai pemilik

lahan ataupun buruh tani, mata pencaharian lain adalah swasta,

buruh banguanan, Pegawai Negri Sipil/TNI/Polri.

Tabel 4.9 Jumlah Penduduk Usia Kerja (10 tahun keatas)


Berdasarkan Mata Pencaharian

No. Jenis Pekerjaan Jumlah


1 Petani Pemilik 6.564
2 Buruh Tani 4.155
3 Pengusaha 241
4 Buruh Industri 1.589
5 Buruh Bangunan 1.872
6 Pedagang 1.01
7 Pengangkutan 156
8 PNS/TNI/Polri 394
9 Pensiunan 134
10 Lain-lain 6.908
  Jumlah Total 23.908
Sumber : Kecamatan Jenawi Dalam Angka Tahun 2007-2008
(BPS Kabupaten Karanganyar Tahun 2008)
74

2. Satuan Lahan

Satuan lahan ialah suatu wilayah yang memiliki kesamaan

bentuklahan dan timbulan, bahan induk dan penggunaan lahan atau

penutup lahan saat sekarang. Satuan lahan diperoleh dari

tumpangsusun peta bentuklahan, pete tanah, peta kemiringan lereng,

dan penggunaan lahan. Satuan lahan yang ada di daerah penelitian di

bedakan menjadi 95 satuan lahan yang terbagi kedalam beberapa

proses yang dominan yang terjadi pada lahan tersebut (dapat dilihat

pada tabel 17).

Satuan lahan yang ada merupakan gabungan beberapa

parameter, yaitu bentuklahan hasil asal proses vulakanik disimbolkan

dengan (V) yang terdiri dari dua yaitu V1 kaki volkan dan V2 dataran

kaki volakan, asal proses fluvial (F) terdiri dari dua yaitu F 1 dataran

aluvial dan F2 alur lembah irisan, asal proses denudasional yang

merupakan bentuklahan perbukitan denudasional terkikis kuat

disimbolkan D, bentuklahan asal proses struktural (S) terdiri dari satu

bentuk lahan perbukitan struktural terkikis kuat disimbolkan (S1),

untuk jenis tanah dibagi menjadi beberapa simbol yaitu kompleks

andosol coklat dan andosol coklat kelabuan disimbolkan (Ka), latosol

coklat (Lc), mediteran coklat kemerahan (Mck), kelas lereng yang ada

di daerah penelitian dibagi menjadi tiga kelas yaitu 2-15 %

disimbolkan II, kelas 15-40 % III, kelas >40 % IV, di dalam unsur

penggunaan lahan dibagi menjadi unsur penggunaan lahan


75

daiantaranya pemukiman disimbolkan (Pm), sawah irigasi (Si), sawah

tadah hujan (Sth), semak belukar (Sb), tegalan/ladang (Tl),

kebun/perkebuan (Kb).

Parameter lain untuk membuat satuan lahan adalah kelas

kemiringan lereng, jenis tanah dan penggunaan lahannya. Kelas

kemiringan lereng dinyatakan dengan simbol angka romawi, jenis

tanah dan penggunaan lahan dengan singkatan.

Tabel 4.10 Satuan Lahan di Daerah Penelitian

Kode Satuan Luas


No No Satuan Lahan (Ha) Prosentase
1 1 D_III_Mck_Pm 1.850 0.03
2 2 D_III_Mck_Tl 20.131 0.40
3 3 D_III_Mck_kb 3.243 0.06
4 4 D_II_Mck_Pm 16.464 0.32
5 5 D_II_Mck_Sb 93.975 1.87
6 6 D_II_Mck_Sth 4.969 0.09
7 7 D_II_Mck_Tl 5.744 0.11
8 8 D_II_Mck_kb 8.163 0.16
9 9 D_IV_Mck_Pm 5.932 0.11
10 10 D_IV_Mck_Sb 27.721 0.55
11 11 D_IV_Mck_Tl 60.034 1.19
12 12 D_IV_Mck_kb 84.608 1.68
13 13 F1_III_Lc_Pm 125.725 2.50
14 14 F1_III_Lc_Sb 50.154 0.99
15 15 F1_III_Lc_Si 50.653 1.00
16 16 F1_III_Lc_Sth 43.798 0.87
17 17 F1_III_Lc_Tl 123.664 2.46
18 18 F1_III_Lc_kb 69.804 1.39
19 19 F1_III_Mck_Pm 24.037 0.47
20 20 F1_III_Mck_Sb 39.695 0.79
Sumber : Hasil Overlay dari Peta Bentuklahan, Lereng, Tanah,
dan Penggunaan Lahan
Lanjutan Tabel 4.10
76

21 21 F1_III_Mck_Sth 12.457 0.24


22 22 F1_III_Mck_Tl 23.149 0.46
23 23 F1_III_Mck_kb 13.778 0.27
24 24 F1_II_Lc_Pm 38.577 0.76
25 25 F1_II_Lc_Sb 69.352 1.38
26 26 F1_II_Lc_Si 84.236 1.67
27 27 F1_II_Lc_Sth 51.517 1.02
28 28 F1_II_Lc_Tl 25.130 0.50
29 29 F1_II_Lc_kb 17.720 0.35
30 30 F1_II_Mck_Pm 140.194 2.79
31 31 F1_II_Mck_Sb 94.383 1.88
32 32 F1_II_Mck_Si 6.050 0.12
33 33 F1_II_Mck_Sth 179.713 3.57
34 34 F1_II_Mck_Tl 136.141 2.71
35 35 F1_II_Mck_kb 74.839 1.49
36 36 F1_IV_Lc_Pm 117.711 2.34
37 37 F1_IV_Lc_Sb 201.849 4.02
38 38 F1_IV_Lc_Si 41.590 0.82
39 39 F1_IV_Lc_Sth 46.048 0.91
40 40 F1_IV_Lc_Tl 104.332 2.07
41 41 F1_IV_Lc_kb 171.044 3.40
42 42 F1_IV_Mck_Pm 78.144 1.55
43 43 F1_IV_Mck_Sb 23.219 0.46
44 44 F1_IV_Mck_Si 10.081 0.20
45 45 F1_IV_Mck_Sth 1.043 0.02
46 46 F1_IV_Mck_Tl 55.215 1.09
47 47 F1_IV_Mck_kb 54.497 1.08
48 48 F2_III_Lc_Pm 48.719 0.97
49 49 F2_III_Lc_Tl 92.552 1.84
50 50 F2_III_Lc_kb 69.960 1.39
51 51 F2_II_Lc_Pm 71.447 1.42
52 52 F2_II_Lc_Si 5.767 0.11
53 53 F2_II_Lc_Sth 0.384 0.07
54 54 F2_II_Lc_Tl 67.843 1.35
55 55 F2_II_Lc_kb 18.354 0.36
Sumber : Hasil Overlay dari Peta Bentuklahan, Lereng, Tanah,
dan Penggunaan Lahan
Lanjutan Tabel 4.10

56 56 F2_IV_Lc_Pm 13.755 0.27


77

57 57 F2_IV_Lc_Sb 45.678 0.90


58 58 F2_IV_Lc_Si 2.938 0.05
59 59 F2_IV_Lc_Tl 92.280 1.83
60 60 F2_IV_Lc_kb 89.287 1.77
61 61 F2_IV_Mck_Si 5.125 0.10
62 62 F2_IV_Mck_Sth 0.270 0.05
63 63 F2_IV_Mck_Tl 0.079 0.01
64 64 S1_II_Mck_Pm 6.654 0.13
65 65 S1_II_Mck_Sb 1.044 0.02
66 66 S1_II_Mck_Tl 24.314 0.48
67 67 S1_II_Mck_kb 29.808 0.59
68 68 S1_IV_Mck_Pm 1.516 0.03
69 69 S1_IV_Mck_Sb 1.426 0.02
70 70 S1_IV_Mck_Tl 16.320 0.32
71 71 S1_IV_Mck_kb 23.763 0.47
72 72 V1_III_Ka_Sb 3.514 0.06
73 73 V1_III_Ka_Tl 5.956 0.11
74 74 V1_III_Ka_kb 86.574 1.72
75 75 V1_IV_Ka_Sb 82.937 1.65
76 76 V1_IV_Ka_Tl 11.150 0.22
77 77 V1_IV_Ka_kb 491.896 9.79
78 78 V2_III_Ka_Pm 53.440 1.06
79 79 V2_III_Ka_Sb 36.449 0.72
80 80 V2_III_Ka_Tl 220.780 4.39
81 81 V2_III_Ka_kb 98.447 1.96
82 82 V2_III_Lc_Pm 53.817 1.07
83 83 V2_III_Lc_Sb 17.548 0.34
84 84 V2-III_Lc_Sth 18.997 0.37
85 85 V2_III_Lc_Tl 48.854 0.97
86 86 V2_III_Lc_kb 65.660 1.30
87 87 V2_II_Ka_Tl 3.892 0.07
88 88 V2_IV_Ka_Pm 16.349 0.32
89 89 V2_IV_Ka_Sb 5.271 0.104
90 90 V2_IV_Ka_Tl 109.997 2.19
Sumber : Hasil Overlay dari Peta Bentuklahan, Lereng, Tanah,
dan Penggunaan Lahan
Lanjutan Tabel 4.10

91 91 V2IVKakb 38.935 0.77


92 92 V2IVLcPm 7.201 0.14
78

93 93 V2IVLcSb 0.508 0.01


94 94 V2IVLcTl 8.908 0.17
95 95 V2IVLckb 71.464 1.42
      5020.20 100
Sumber : Hasil Overlay dari Peta Bentuklahan, Lereng, Tanah,
dan Penggunaan Lahan

3. Persebaran Sampel Tanah

Pada penelitian ini pengambilan sampel menggunakan metode

purposive sampling yaitu dengan metode pengambilan sampel

berdsarkan tujuan penelitian. Pada penelitian ini sampel diambil

berdasarkan seluruh satuan penggunaan lahan yang ada daerah

penelitian yaitu sudah terwakili menjadi 18 sampel dengan tujuan

untuk mengetahui kelas tingkat bahaya erosi pada satuan lahan, sampel

diambil dibedakan berdasarkan klasifikasi penggunaan lahan, lereng

jenis tanah, bentuk lahan.

Pada pengambilan sampel pada penelitian ini meggunakan 2

metode yaitu pengamatan atau pengukuran langsung dilapangan dan

uji laboratorium. Pengamatan lapangan dilakukan untuk memperoleh

data-data yang diperlukan seperti panjang dan kemiringan lereng, tipe

vegetasi dan jenis tindakan konservasi, sedangkan uji laboratorium

dilakukan untuk menghitung permeabilitas, struktur tanah, tekstur

tanah, dan kandungan bahan organik untuk menghitung nilai

erodibilitas tanah (K).


79

Tabel 4.11 Koordinat Sampel Tanah

No Sampel Satuan Lahan KOORD_X KOORD_Y


1  F1_II_Lc_Kb 513034 9164307
2  V1_III_Ka_Kb 517969 9160966
3  F1_IV_Lc_Kb 514705 9162340
4  D_II_Mck_Pm 514525 9168556
5  F1_III_Lc_Pm 515681 9164948
6  V2_IV_Lc_Pm 515453 9162292
7  F1 _II_Lc_Si 511781 9167420
8  F1_III_Lc_Si 516517 9164438
9  F2_IV_Lc_Si 512319 9166859
10  F1_II_Mck_Sth 516323 9166630
11  V1_III_Lc_Sth 517127 9163443
12  F1_IV_Lc_Sth 513762 9164215
13  D_II_Mck_Sb 514530 9167920
14  F1_III_Mck_Sb 515487 9167541
15  F1_IV_Lc_Sb 512068 9163616
16  F2_II_Lc_Tl 513167 9165692
17  V2_III_Ka_Tl 516938 9161126
18  D_IV_Mck_Tl 513096 9168403
Sumber : Hasil Analisis Data Lapangan.

Peta Sampel Tanah disajikan pada gambar 4.10


80

GAMBAR PETA SATUAN LAHAN


Gambar 4.9
81

GAMBAR PETA PERSEBARAN SAMPEL TANAH


Gamabar 4.10

4. Faktor Yang Mempengaruhi Erosi


82

Pendugaan erosi tanah permukaan pada penelitian ini

menggunakan metode Universal Soil Loss Equation (USLE) yang

dikembangkan oleh Wischmeir dan Smith (1978), dengan metode ini

tingkat erosi dihitung dengan menghitung perkiraan rata-rata tanah

hilang tahunan akibat erosi dalam Ton/Ha/Th (Handayani, 2006:60)

Untuk menentukan laju erosi aktual dengan persamaan USLE

dapat dilihat pada persamaan A = R.K.LS.C.P, dengan terlebih dahulu

menentukan nilai masing-masing parameter USLE yaitu erosivitas

hujan (R), erodibilitas tanah (K), faktor panjang dan kemiringan lereng

(LS), Faktor penutup lahan (C), dan tindakan konservasi (P).

a. Indeks Erosivitas Hujan (R)

Perhitungan indeks erosivitas hujan (R) dalam penelitian ini

didasarkan pada rumus Bols (1978). Data yang digunakan meliputi

curah hujan bulanan, jumlah hari hujan dan hujan harian

maksimum minimal 10 tahunan. Pada penelitian ini digunakan data

hujan 10 tahun dari tahun (1999-2008) yang diperoleh dari stasiun

hujan No.09129 (Sumber : BMKG Propinsi Jawa Tengah) data

terlampir pada halaman lampiran. Berdasarkan perhitungan yang

telah dilakukan nilai erosivitas hujan di daerah penelitian berkisar

antara 0,65 sampai 172,23 Kj/Ha/Cm dapat dilihat pada lampiran 3

Jika dilihat dari perhitungan nilai R bulanan, nilai R tertinggi

terjadi pada bulan Maret yaitu 1557,75 Kj/Ha/Cm dan terendah


83

pada bulan Juli dengan nilai R 0,65 Kj/Ha/Cm. Nilai total

erosivitas hujan daerah penelitian sebesar 4918,83 Kj/Ha/Cm

didapatkan dari hasil menjumlahkan nilai R selama 1 tahun.

b. Indeks Erodibilitas Tanah

Faktor erodibilitas tanah adalah indeks kuantitatif kerentanan

tanah terhadap erosi air. Erodibilitas tanah sangat dipengaruhi oleh

tekstur tanah, kandungan bahan organik, permeabilitas tanah dan

struktur tanah. (Morgan,1979 dalam Aziz Shultani, 2008:60)

menyatakan bahwa tanah akan lebih mudah mengalami erosi

apabila mempunyai kandungan debu lebih tinggi dengan

kandungan liat dan bahan organik yang lebih rendah.

Berdasarkan analisa laboratorium mengenai tekstur,

permeabilitas, kandungan bahan organik dan struktur tanah serta

pengamatan di lapangan, setelah dilakukan perhitungan nilai

erodibilitas tanah (K) daerah penelitian diperoleh nilai 0,162

sampai 0,870 Ton/Kj disajikan pada tabel… Hasil analisis

laboratorium dan perhitungan indeks erodibilitas tanah disajikan

pada lampiran 1.

Hasil perhitungan nilai K dan analisis menunjukan bahwa

daerah penelitian masuk kedalam kelas erodibilitas sangat berat

(SB) karena kandungan debu yang lebih tinggi dengan kandungan


84

liat dan bahan organik yang lebih rendah. Semakin lebih tinggi

kandungan debu dari pada kandungan liat dan bahan organik, maka

akan semakin mudah mengalami percepatan erosi (Morgan,1979

dalam Aziz Shultani, 2008:60).

Tabel 4.12 Indeks Erodibilitas Tanah Pada Daerah Penelitian

No Nilai Erodibilitas Tanah


Sampel Satuan Lahan (Ton/Kj)
1  F1_II_Lc_Kb 0.49
2  V1_III_Ka_Kb 0.36
3  F1_IV_Lc_Kb 0.22
4  D_II_Mck_Pm 0.87
5  F1_III_Lc_Pm 0.42
6  V2_IV_Lc_Pm 0.38
7  F1 _II_Lc_Si 0.27
8  F1_III_Lc_Si 0.47
9  F2_IV_Lc_Si 0.75
 F1_II_Mck_St
10 h 0.37
11  V1_III_Lc_Sth 0.46
12  F1_IV_Lc_Sth 0.16
13  D_II_Mck_Sb 0.46
 F1_III_Mck_S
14 b 0.35
15  F1_IV_Lc_Sb 0.37
16  F2_II_Lc_Tl 0.33
17  V2_III_Ka_Tl 0.37
18  D_IV_Mck_Tl 0.41
Sumber :Uji Laboratorium dan Analisis Data

c. Faktor Lereng (LS)


85

Erosi akan bertambah seiring dengan meningkatnya

kemiringan dan panjang lereng sebagai efek dari meningkatnya

kecepatan dan volume dari aliran permukaan (Morgan, 1979 dalam

Aziz Sulthani, 2008:162). Selain memperbesar jumlah aliran

permukaan, semakin curam lereng juga memperbesar energi

angkut aliran permukaan dan jumlah butir tanah yang terpercik

kebagian bawah lereng oleh tumbukan butir-butir hujan akan lebih

banyak (Aziz Sulthani, 2008:162)

Indeks faktor LS didapat dari pengukuran panjang dan

kemiringan lereng dengan menggunakan peta kontur. Dari hasil

perhitungan nilai LS pada daerah penelitian didapatkan indeks nilai

LS tinggi yaitu berkisar antara 0,65 samapai 31,87 disajikan pada

tabel 4.13 Bentuklahan daerah penelitian berupa dataran sampai

dengan pegunungan dengan kemiringan lereng curam dan panjang.

Hasil perhitungan nilai LS disajikan pada lampiran 1.

Tabel 4.13 Nilai LS Pada Daerah Penelitian

No
Sampel Satuan Lahan Nilai LS
1  F1_II_Lc_Kb 0.65
2  V1_III_Ka_Kb 4.2
3  F1_IV_Lc_Kb 23.55
4  D_II_Mck_Pm 0.74
5  F1_III_Lc_Pm 4.6
6  V2_IV_Lc_Pm 28.83
7  F1 _II_Lc_Si 0.65
Sumber : Pengamatan Lapangan, Pengukuran dan Analisis Data
Lanjutan Tabel 4.13
86

8  F1_III_Lc_Si 4.45
9  F2_IV_Lc_Si 31.87
10  F1_II_Mck_Sth 1.27
11  V1_III_Lc_Sth 3.63
12  F1_IV_Lc_Sth 26
13  D_II_Mck_Sb 1.27
14  F1_III_Mck_Sb 4.69
15  F1_IV_Lc_Sb 25.43
16  F2_II_Lc_Tl 1.8
17  V2_III_Ka_Tl 4.2
18  D_IV_Mck_Tl 30.4
Sumber : Pengamatan Lapangan, Pengukuran dan Analisis Data

d. Faktor Vegetasi (C)

Vegetasi mempunyai peranaan sangat penting dalam

mengurangi laju erosi tanah karena jenis vegetasi tertentu mampu

mengurangi laju aliran permukaan. Fungsi umum vegetasi adalah

mengurangi tenaga kinetik air hujan, tergantung pada kerapatan

vegetasi dan jenis tanamannya. Tanaman-tanaman yang tinggi

dengan daun lebar dan banyak akan mempunyai konopi yang

besar, sehingga akan melindungi tanah lebih lebar. Air hujan yang

jatuh akan mengenai daun-daun pohon terlebih dahulu, sehingga

energi kinetiknya lebih kecil ketika sampai diatas permukaan

tanah.

Namun tanaman-tanaman besar tersebut tetep mengalami

erosi yang disebabkan oleh aliran yang melewati batang pohon

tersebut, yang tererjadi kemudian bukan lagi erosi percik akibat

tetes air hujan tetapi erosi lembar atau bahkan erosi alur yang
87

disebabkan oleh adanya aliran air hujan yang melewati batang dan

terkonsentrasi pada tempat tertentu. Untuk mengurangi hal tersebut

diperlukan juga tanaman-tanaman rendah yang akan melindungi

permukaan tanah, seperti rerumputan.

Faktor pengelolaan tanaman pada dasarnya menunjukkan

besarnya perlindungan tanaman terhadap erosivitas hujan. Faktor

penutup lahan pada daerah penelitian ditentukan dengan

pengamatan langsung dilapangan. Semakin baik perlindungan

permukaan tanah oleh tanaman maka semakin rendah erosi terjadi.

Dari pengamatan lapangan faktor penutup lahan (C) daerah

penelitian terdapat 7 macam nilai (C) pada penggunaan lahan yang

ada dilapangan yaitu ubi kayu nilai (C) 0,8, padi nilai (C) 0,01,

jagung nilai (C) 0,7, semak belukar/padang rumput nilai (C) 0,3,

kentang dan perladangan nilai (C) 0,4, alang-alang murni nilai (C)

0,001, perkebunan/kebun campuran nilai (C) 0,2.

Tabel 4.14 Nilai Faktor Vegetasi Pada Daerah Penelitian

No
Sampel Satuan Lahan Komposisi Tanaman Indeks C
1  F1_II_Lc_Kb Jagung 0.7
2  V1_III_Ka_Kb Ubi kayu 0.8
3  F1_IV_Lc_Kb Kentang 0.4
Perkebunan/kebun
4  D_II_Mck_Pm campuran 0.2
Perkebunan/kebun
5  F1_III_Lc_Pm campuran 0.2
Sumber : Pengamatan Lapangan dan Analisis Data.
88

Lanjutan Tabel 4.14

Perkebunan/kebun
6  V2_IV_Lc_Pm campuran 0.2
7  F1 _II_Lc_Si Padi 0.01
8  F1_III_Lc_Si Padi 0.01
9  F2_IV_Lc_Si Padi 0.01
10  F1_II_Mck_Sth Jagung 0.7
11  V1_III_Lc_Sth Kacang tanah 0.2
12  F1_IV_Lc_Sth Perladangan 0.4
Semak belukar/padang
13  D_II_Mck_Sb rumput 0.3
14  F1_III_Mck_Sb Alang-alang murni 0.001
Semak belukar/padang
15  F1_IV_Lc_Sb rumput 0.3
16  F2_II_Lc_Tl Ubi kayu 0.8
17  V2_III_Ka_Tl Jagung 0.7
18  D_IV_Mck_Tl Jagung 0.7
Sumber : Pengamatan Lapangan dan Analisis Data.

e. Faktor Tindakan Konservasi (P)

Faktor praktek konservasi tanah (P) adalah

memperbandingkan besarnya erosi dengan suatu tindakan

konservasi tanah tertentu terhadap besarnya erosi pada tanah yang

diolah menurut arah lereng. Tingkat erosi yang terjadi sebagai

akibat pengaruh dari pengelolaan lahan dan konservasi tanah

bervariasi tergantung pada kemiringan lereng (Handayani,

2006:67)
89

Manusia merupakan faktor yang mempunyai pengaruh cukup

besar terhadap terjadinya erosi tanah. Aktivitas manusia untuk

mendapatkan manfaat dari lahan yang menyebabkan terjadinya

penurunan kualitas lahan, akibat optimalisasi pemanfaatan lahan

tanpa dikembalikan seperti semula. Pengelolaan lahan yang benar

dengan teknik konservasi yang baik merupakan salah satu cara

mengurangi kerusakan lahan dan menurunkan laju erosi tanah.

Tabel 4.15 Indeks Konservasi Tanah Pada Daerah Panelitian

No
Sampe
l Satuan Lahan Pengelolaan Lahan Indeks P
1  F1_II_Lc_Kb Kerapatan tinggi   0.1
2  V1_III_Ka_Kb Kerapatan sedang  0.5
3  F1_IV_Lc_Kb Kerapatan sedang  0.5
4  D_II_Mck_Pm Kerapatan Tinggi   0.1
5  F1_III_Lc_Pm Kerapatan Tinggi  0.1
6  V2_IV_Lc_Pm Kerapatan Sedang   0.5
7  F1 _II_Lc_Si Teras kualitas tinggi  0.04
8  F1_III_Lc_Si Teras kualitas tinggi  0.04
9  F2_IV_Lc_Si Teras kualitas tinggi  0.04
Guludan dengan
10  F1_II_Mck_Sth rumput penguat  0.5
Guludan dengan
11  V1_III_Lc_Sth rumput penguat  0.5
Strip rumput
permanent baik, rapat
12  F1_IV_Lc_Sth dan berlajur  0.04
13  D_II_Mck_Sb Sebagian rumput  0.10
14  F1_III_Mck_Sb Sebagian rumput  0.10
15  F1_IV_Lc_Sb Tak terganggu  0.01
16  F2_II_Lc_Tl Teras bangku baik  0.20
17  V2_III_Ka_Tl Teras tradisional  0.35
18  D_IV_Mck_Tl Teras tradisional  0.35
Sumber : Pengamatan Lapangan dan Analisis Data
90

5. Hasil Perhitungan Erosi Dengan Metode USLE dan Klasifikasi

Kelas Tingkat Bahaya Erosi (TBE) Pada Satuan Lahan

Metode USLE dikembangkannuntuk menghitung erosi tanah

yang disebabkan oleh suatu hujan pada satuan lahan (Ton/Ha/Th),

selain hujan faktor yang lain perlu dipertimbangkan adalah lereng,

erodibilitas tanah, penutup lahan (vegetasi) dan tindakan konservasi.

Perhitungan erosi dengan metode USLE dilakukan dengan mengalikan

semua faktor yang menyebabkan erosi (R, K, LS, C, dan P)

a. Perhitungan Erosi Pada Satuan Lahan

Dari faktor-faktor penyebab erosi seperti diatas maka dapat

dilakukan pendugaan erosi tanah dengan menggunakan metode

USLE yaitu dengan mengalikan semua variabel penyebab erosi

tanah seperti diatas yaitu A = R x K x LS x C x P dengan melihat

kedalaman solum tanah.

Hasil perhitungan dengan menggunakan metode USLE pada

satuan lahan menunjukan bahwa kehilangan tanah antara 0,34

sampai 15.020,53 Ton/Ha/Th. Pada satuan lahan F1_II_Lc_Kb

besarnya erosi 109,66 Ton/Ha/Th dengan kedalaman solum tanah

>90 cm (dalam), masuk kedalam klasifikasi tingkat bahaya erosi

sedang (S). Satuan lahan V1_III_Ka_Kb besarnya erosi 2974,90

Ton/Ha/Th dengan kedalaman solum tanah 60-90 cm (sedang),

masuk kedalam klasifikasi tingkat bahaya erosi sangat berat (SB).


91

Satuan lahan F1_IV_Lc_Kb besarnya erosi 5096,89 Ton/Ha/Th

dengan kedalaman solum tanah 30-60 cm (dangkal), masuk

kedalam klasifikasi tingkat bahaya erosi sangat berat (SB). Satuan

lahan D_II_Mck_Pm besarnya erosi 63,33 Ton/Ha/Th dengan

kedalaman solum tanah >90 cm (dalam), masuk kedalam

klasifikasi tingkat bahaya erosi sedang (S). Satuan lahan

F1_III_Lc_Pm besarnya erosi 190,06 Ton/Ha/Th dengan

kedalaman solum tanah >90 cm (dalam), masuk kedalam

klasifikasi tingkat bahaya erosi berat (B). Satuan lahan

V2_IV_Lc_Pm besarnya erosi 5388,77 Ton/Ha/Th dengan

kedalaman solum tanah 30-60 cm (dangkal), masuk kedalam

klasifikasi tingkat bahaya erosi sangat berat (SB). Satuan lahan

F1_II_Lc_Si besarnya erosi 0,34 Ton/Ha/Th dengan kedalaman

solum tanah >90 cm (dalam), masuk kedalam klasifikasi tingkat

bahaya erosi sangat ringan (SR). Satuan lahan F1_III_Lc_Si

besarnya erosi 4,11 Ton/Ha/Th dengan kedalaman solum tanah

>90 cm (dalam), masuk kedalam klasifikasi tingkat bahaya erosi

sangat ringan (SR). Satuan lahan  F2_IV_Lc_Si besarnya erosi

47,02 Ton/Ha/Th dengan kedalaman solum tanah 60-90 cm

(sedang), masuk kedalam klasifikasi tingkat bahaya erosi sedang

(S). Satuan lahan F1_II_Mck_Sth besarnya erosi 808,97

Ton/Ha/Th dengan kedalaman solum tanah >90 cm (dalam), masuk

kedalam klasifikasi tingkat bahaya erosi sangat berat (SB). Satuan


92

lahan V1_III_Lc_Sth besarnya erosi 821,34 Ton/Ha/Th dengan

kedalaman solum tanah >90 cm (dalam), masuk kedalam

klasifikasi tingkat bahaya erosi sangat berat (SB). Satuan lahan

F1_IV_Lc_Sth besarnya erosi 327,39 Ton/Ha/Th dengan

kedalaman solum tanah 30-60 cm (dangkal), masuk kedalam

klasifikasi tingkat bahaya erosi sangat berat (SB). Satuan lahan

D_II_Mck_Sb besarnya erosi 86,20 Ton/Ha/Th dengan kedalaman

solum tanah >90 cm (dalam), masuk kedalam klasifikasi tingkat

bahaya erosi sedang (S). Satuan lahan F1_III_Mck_Sb besarnya

erosi 0,80 Ton/Ha/Th dengan kedalaman solum tanah 60-90 cm

(sedang), masuk kedalam klasifikasi tingkat bahaya erosi ringan

(R). Satuan lahan F1_IV_Lc_Sb besarnya erosi 138,84 Ton/Ha/Th

dengan kedalaman solum tanah 30-60 cm (dangkal), masuk

kedalam klasifikasi tingkat bahaya erosi sangat berat (SB). Satuan

lahan F2_II_Lc_Tl besarnya erosi 467,48 Ton/Ha/Th dengan

kedalaman solum tanah >90 cm (dalam), masuk kedalam

klasifikasi tingkat bahaya erosi berat (B). Satuan lahan V2

_III_Ka_Tl besarnya erosi 1872,74 Ton/Ha/Th dengan kedalaman

solum tanah 60-90 cm (sedang), masuk kedalam klasifikasi tingkat

bahaya erosi sangat berat (SB). Satuan lahan D_IV_Mck _Tl

besarnya erosi 15020,53 Ton/Ha/Th, dengan kedalaman solum

tanah 30-60 cm (dangkal), masuk kedalam klasifikasi tingkat

bahaya erosi sangat berat (SB).


93

b. Persebaran Tingkat Bahaya Erosi

Analisis erosi perDesa dilakukan dengan tujuan agar dapat

memberikan informasi kepada pemerintah setempat khususnya

bagian perencanaan wilayah sampai ketingkat masyarakat desa

mengenai kajian tingkat bahaya erosi yang terjadi pada

penggunaan lahan dan menjadi pedoman dalam pengelolaan lahan

dan tindakan konservasi lahan yang ada di Kecamatan Jenawi

Kabupaten Karanganyar.

Analisis dan perhitungan analisis kajian tingkat bahaya erosi

pada satuan lahan yang di overlay dengan peta adsministrasi

Kecamatan Jenawi Kabupaten Karanganyar dapat diklasifikasikan

kedalam kelas bahaya erosi sangat rendah, rendah, sedang, berat,

sangat berat dan dapat diketahui persebarannya dan luasannya per

satuan wilayah desa ini dilakukan agar dapat memberikan

informasi tentang besarnya tingkat bahaya erosi baik pemerintah

setempat sampai ketingkat masyarakat desa.

i. Kelas Tingkat Bahaya Erosi Sangat Rendah

Klasifikasi satuan lahan yang masuk kedalam kelas

tingkat bahaya erosi sangat rendah dengan jumlah luas

keseluruhan 146.706 Ha atau sekitar 2,92 % yang terdapat di

enam Desa diantaranya, yaitu Desa Balong 4.824 Ha, Desa

Jenawi 0,625 Ha, Desa Menjing 35,122 Ha, Desa Seloromo


94

46.647 Ha, Desa Sidomukti 50,653 Ha dan Desa Trengguli

8,808 Ha. Topografi pada satuan lahan yang ada di desa

tersebut landai dengan kemiringan lereng 2-5 %, penggunaan

lahan sebagian besar untuk perkebunan tanaman keras dan

pertanian padi, jagung, ketela pohon dan kacang tanah dengan

pola tanam larikan pada ujung teras. Praktek konservasi yang

dilakukan masyarakat setempat adalah teras berkualitas tinggi

dan teras tradisional pada sebagian daerah.

Gambar 4.13 Penggunaan lahan pada kelas Tingkat Bahaya Erosi


Sangat Rendah di Desa Jenawi.
95

Gambar 4.14 Penggunaan lahan pada kelas Tingkat Bahaya Erosi


Sangat Rendah di Desa Menjing.

ii. Kelas Tingkat Bahaya Erosi Rendah

Klasifikasi satuan lahan yang masuk kedalam kelas

tingkat bahaya erosi rendah dengan jumlah luas keseluruhan

147,360 Ha atau sekitar 2,93 % yang terdapat di enam Desa

diantaranya, yaitu Desa Angrasmanis 44,383 Ha, Desa Gumeng

12,948 Ha, Desa Jenawi 21,845 Ha, Desa Lempong 39,614 Ha,

Desa Seloromo 0,569 Ha dan Desa Sidomukti Ha. Topografi

pada satuan lahan yang ada di desa tersebut landai dengan

kemiringan lereng 2-5 %, penggunaan lahan sebagian besar

untuk pertanian padi, jagung, ketela pohon dan kacang tanah

dengan pola tanam larikan pada ujung teras. Praktek konservasi

yang dilakukan masyarakat setempat adalah melakukan


96

penanaman tanaman keras dan membuat penerasan tradisional

pada sebagian daerah.

Gambar 4.15 Penggunaan lahan pada kelas Tingkat Bahaya Erosi


Rendah di Desa Trengguli

iii. Kelas Tingkat Bahaya Erosi Sedang

Klasifikasi satuan lahan yang masuk kedalam kelas

tingkat bahaya erosi sedang dengan jumlah luas keseluruhan

702,977 Ha atau sekitar 14,00 % yang terdapat di tujuh Desa

diantaranya, yaitu Desa Balong 73,319 Ha, Desa Jenawi 16,135

Ha, Desa Lempong 332,544 Ha, Desa Menjing 89,065 Ha,

Desa Seloromo 80,861 Ha, Desa Sidomukti 63,186 Ha dan

Desa Trengguli 57,867 Ha. Topografi pada satuan lahan yang

ada di desa tersebut landai dengan kemiringan lereng 2-5 %,


97

penggunaan lahan sebagian besar untuk pertanian jagung,

ketela pohon dan kacang tanah dengan pola tanam larikan pada

ujung teras. Praktek konservasi yang dilakukan masyarakat

setempat adalah teras berkualitas tradisional dengan sebagian

guludan dengan penguat.

Gambar 4.16 Penggunaan lahan pada kelas Tingkat Bahaya Erosi


Sedang di Desa Seloromo

iv. Kelas Tingkat Bahaya Erosi Berat

Klasifikasi satuan lahan yang masuk kedalam kelas

tingkat bahaya erosi berat dengan jumlah luas keseluruhan

546,336 Ha atau sekitar 10,88 % yang terdapat di sembilan

Desa diantaranya, yaitu Desa Angrasmanis 80,571 Ha, Desa

Balong 48,591 Ha, Desa Gumeng 42,901 Ha, Desa Jenawi


98

9,955 Ha, Desa Lempong 69,428 Ha, Desa Menjing 64,783 Ha,

Desa Seloromo 79,941 Ha, Desa Sidomukti 147,784 Ha dan

Desa Trengguli 2,382 Ha. Topografi pada satuan lahan yang

ada di desa tersebut miring dengan kemiringan lereng 15-40 %,

penggunaan lahan sebagian besar untuk pertanian tegalan

seperti ketela pohon, kacang tanah. Praktek konservasi yang

dilakukan masyarakat setempat adalah melakukan penerasan

pada bidang lahan yang miring, tetapi masih bersifat

pengelolaan lahan tradisional.

Gambar 4.17 Penggunaan lahan pada kelas Tingkat Bahaya Erosi


Berat di Desa Sidomukti.
99

v. Kelas Tingkat Bahaya Erosi Sangat Berat

Klasifikasi satuan lahan yang masuk kedalam kelas

tingkat bahaya erosi sangat berat dengan jumlah luas

keseluruhan 3476,260 Ha atau sekitar 69,25 % yang terdapat di

sembilan Desa diantaranya, yaitu Desa Angrasmanis 676,339

Ha, Desa Balong 427,449 Ha, Desa Gumeng 738,254 Ha, Desa

Jenawi 288,235 Ha, Desa Lempong 321,352 Ha, Desa Menjing

258,888 Ha, Desa Seloromo 359,852 Ha, Desa Sidomukti

332,837 Ha dan Desa Trengguli 73,054 Ha. Topografi pada

satuan lahan yang ada di desa tersebut Terjal dengan

kemiringan lereng <40 %, penggunaan lahan sebagian besar

untuk pertanian tegalan seperti ketela pohon. Praktek

konservasi yang dilakukan masyarakat masih sangat minim dan

sangat sederhana sekali, diantaranya pengelolaan lahan yang

ada di Desa Gumeng dengan kemiringan yang terjal.

Gambar 4.18 Kenampakan Erosi Sangat Berat di Desa Gumeng


100

Gambar 4.19 Kenampakan kelas Tingkat Bahaya Erosi


Sangat Berat di Desa Gumeng.

Tabel 4.16 Luas Kelas Tingkat Bahaya Erosi di Kecamatan Jenawi.

Erosi Sangat Erosi Ringan Erosi sedang Erosi Berat Erosi Sangat
Desa
ringan (Ha) (Ha) (Ha) (Ha) Berat (Ha)
Angramanis -  44.383  - 80.571 676.339
Balong 4.824  - 73.319 48.591 427.449
Gumeng  - 12.948 -  42.901 738.254
Jenawi 0.625 21.845 16.135 9.955 288.235
Lempong  - 39.614 322.544 69.428 321.352
Menjing 35.122 -  89.065 64.783 258.888
Seloromo 46.674 0.569 80.861 79.941 359.852
Sidomukti 50.653 28.001 63.186 147.784 332.837
Trengguli 8.808 -  57.867 2.382 73.054
Jumlah 146.706 147.360 702.977 546.336 3476.260
Prosentase 2.92 2.93 14.00 10.88 69.25
Sumber : Analisis Peta Kajian Tingkat Bahaya Erosi Pada Satuan Lahan di
Kecamatan Jenewi Kabupaten Karanganyar
101

GAMBAR 4.20 PETA KAJIAN TBE

DI KC JENAWI KAB .KRA


102

6. Prioritas Konservasi

Konservasi lahan sebaiknya dilakukan penanganannya sedini

mungkin dan dilakukan menyeluruh bersama jika pada suatu lahan

terindikasi kerusakan (erosi) tetapi untuk melakukan itu harus

mempertimbangkan faktor materiil, waktu, dan tenaga, untuk

mensiasati ketiga faktor kendala seperti dijelaskan di atas maka

dilakukan prioritas konservasi dengan tujuan dapat memberikan

informasi dan gambran daerah yang memerlukan konservasi

berdasarkan kelas kerusakanya akibat erosi. Prioritas konservasi

diberikan berdasarkan kelas tingkat bahaya erosi.

a. Prioritas I

Prioritas Konservasi I diberikan pada daerah yang masuk

kedalam kelas tingkat bahaya erosi sangat berat dan harus

secepatnya dilakukan tindakan konservasi untuk mengurangi

bahaya erosi tanah dan kerusakan lahan yang lebih parah lagi.

b. Prioritas II

Prioritas Konservasi II diberikan pada daerah yang masuk

kedalam kelas tingkat bahaya erosi berat dan harus mendapatkan

perhatian yang serius dan penanganan optimal agar tidak terjadi

kerusakan lahan yang lebih parah lagi.

c. Prioritas III
103

Prioritas Konservasi III diberikan pada daerah yang masuk

kedalam kelas tingkat bahaya erosi sedang dan harus mendapatkan

perhatian yang serius agar sumber daya lahan tetap lestari dan tidak

terjadi kerusakan lahan yang lebih parah lagi yang dapat

merugikan makhluk hidup khususnya manusia.

d. Prioritas IV

Prioritas Konservasi IV diberikan pada daerah yang masuk

kealam kelas tingkat bahaya erosi ringan. Hal yang dapat dilakukan

untuk menjaga kelestarian lahan yang berhubungan dengan bahaya

erosi adalah melakukan pencegahan agar dampak yang ditimbulkan

oleh erosi tetap terkendali yaitu dengan melakukan teknik

pengelolaan lahan sesuai dengan kaidah dan prinsip-prinsip

konservasi lahan.

e. Prioritas V

Prioritas Konservasi V diberikan pada daerah yang masuk

kedalam kelas tingkat bahaya erosi sangat ringan. Dengan

tingkatan bahaya erosi yang sangat ringan maka masih perlu

dilakuakan adanya pencegahan dan pengamanan yang lebih lanjut

supaya tetap terjaga sumber daya lahan yang tidak berubah tanpa

merusak ekosistem sumber daya lahan yang sudah sesuai kaidah

dan prinsip-prinsip konservasi.


104

Tabel 4.17 Luas Daerah Berdasarkan Prioritas Konservasi di Kecamatan Jenawi

Prioritas V Prioritas IV Prioritas III Prioritas II Prioritas I


Desa
(Ha) (Ha) (Ha) (Ha) (Ha)
Angramanis -  44.383  - 80.571 676.339
Balong 4.824  - 73.319 48.591 427.449
Gumeng  - 12.948  - 42.901 738.254
Jenawi 0.625 21.845 16.135 9.955 288.235
Lempong  - 39.614 322.544 69.428 321.352
Menjing 35.122  - 89.065 64.783 258.888
Seloromo 46.674 0.569 80.861 79.941 359.852
Sidomukti 50.653 28.001 63.186 147.784 332.837
Trengguli 8.808  - 57.867 2.382 73.054
Sumber : Analisis Peta Kelas Tingkat Bahaya Erosi di Kecamatan Jenawi.
105

GAMBAR 4.21 PETA ARAHAN PRIORITAS

KONSERVASI DI KC. JEN KAB. KRA

B. Pembahasan Hasil Penelitian


106

1. Tingkat Bahaya Erosi

Perhitungan kajian tingkat bahaya erosi yang ada di Kecamatan

Jenawi Kabupaten Karanganyar terdapat lima kelas bahaya erosi, yaitu

sangat rendah, rendah, sedang, berat, sangat berat. Klasifikasi klas

tingkat bahaya erosi dipengaruhi oleh solum tanah dan besarnya erosi

tanah dalam satuan (Ton/Ha/Th).

a. Kelas Tingkat Bahaya Erosi Sanagat Rendah

Dari proses perhitungan dengan menggunakan metode

USLE kelas tingkat bahaya erosi sangat rendah, yaitu banyaknya

tanah yang tererosi 0,34 - 4,11 Ton/Ha/Th dengan kedalaman

solum tanah lebih dari 90 cm. Luas keseluruhan klas tingkat erosi

sangat rendah adalah 146,706 Ha, persebarannya terdapat di Desa

Balong, Jenawi, Menjing, Seloromo, Sidomukti, Trengguli.

Tingkat bahaya erosi sangat rendah di Kecamatan Jenawi

disebabkan karena solum tanah yang terdapat di lokasi penelitian

masih dalam, yaitu lebih besar dari 90 cm, kondisi lereng landai

dengan kemiringan lereng antara 2 – 15 % sehinga nilai LS yang

dihasilkan sangat kecil yaitu 0,65 dan didukung dengan

pengelolaan lahan atau konservasi lahan yang sangat baik karena

petani dalam melakukan pengelolaan lahan telah diimbangi dengan

tindakan konservasi yang baik dengan membuat teras-teras

(terasiring) pada bidang lahan yang miring dan membuat saluran


107

limpasan pembuangan air hujan yang bertujuan untuk mengurangi

bahaya erosi.

b. Kelas Tingkat Bahaya Erosi Rendah

Klasifikasi klas tingkat bahaya erosi rendah, yaitu

banyaknya tanah yang tererosi 0,8 Ton/Ha/Th dengan kedalaman

solum tanah sedang antara 60-90 Cm. Luas keseluruhan klas

tingkat bahaya erosi rendah adalah 147.360 Ha, persebarannya

tedapat di Desa Angrasmanis, Gumeng, Jenawi, Lempong,

Seloromo, Sidomukti, dan Trengguli. Daerah yang masuk kedalam

klas tingkat bahaya ersi rendah mempunyai tingkat kemiringan

lereng antara 15-40 %, kondisi seperti diatas didukung dengan

tindakan konservasi lahan berupa teras teradisional dan sebagian

rumput penguat termasuk didalamnya alang-alang murni dengan

konstruksi baik sehingga tanah yang tererosi rendah. Tindakan

yang perlu dilakukan adalah menjaga kelestarian konservasi lahan

yang ada dan mengupayakan pembuatan teras-teras yang sesuai

dengan kaidah konservasi, seperti penerasan pada lahan-lahan yang

miring khususnya pada lahan pertanian.

c. Kelas Tingkat Bahaya Erosi Sedang

Daerah di Kecamatan Jenawi yang memiliki kelas tingkat

bahaya erosi sedang dengan luas 702,997 Ha dengan besarnya

tanah yang tererosi 63,33 - 109,66 Ton/Ha/Th dengan kedalaman


108

solum tanah yang bervariasi antara 60 – 90 Cm (sedang) sampai

lebih dari 90cm (dalam). Daerah yang masuk dalam kategori klas

tingkat bahaya erosi sedang yang ada di Kecamatan Jenawi

mempunya tipe kemiringan lereng miring antara 15-40 %,

kondisis diatas di dukung dengan tidakan konservasi lahan

kerapatan tinggi dengan teras tradisional kualitas baik sehingga

tanah yang tererosi tidak terlalu besar. Tindakan yang perlu

dilakukan adalah menjaga konservasi lahan yang sudah ada dan

dalam pengelolaan lahannya harus imbang dengan prioritas

konservasi lahan yang baik, yaitu membuat pola tanam yang sesuai

dengan prinsip terasering, membuat saluaran-saluran limpasan air

hujan bertujuan untuk menekan laju erosi tanah sekecil mungkin.

d. Kelas Tingkat Bahaya Erosi Berat

Klasifikasi kelas tingkat bahaya erosi berat diberikan pada

lahan yang tererosi antara 467,48 – 190,06 Ton/Ha/Th dengan

kedalaman solum tanah >90 Cm, dengan kemiringan lereng ayng

bervariasi anatara kemiringan landai 2-15 % - miring 15-40 %

menghasilkan nilai indeks LS 1,8 sampai 4,6. Tindakan konservasi

lahan yang telah dilakukan oleh masyarakat dalam pengelolaan

lahan berupa teras bangku dan kerapatan tinggi dengan jenis

tanaman semusim. Keadaan lahan yang memeiliki kemiringan

lereng yang bervariasi dan jenis vegetasi tanaman yang tidak

mendukung mengakibatkan lapisan tanah (top soil) banyak yang


109

mudah tererosi oleh air khususnya pada musim penghujan. Kondisi

tersebut jika terus menerus di biarkan akan mengakibatkan

kerusakan lahan yang lebih parah lagi, yang pada akirnya lahan

tidak produktif lagi dalam penggunaannya.

Tindakan yang seharusnya dilakukan oleh masyarakat

adalah selain melakukan penerasan yang baik juga harus melukan

penanaman tanaman penguat dan melakukan tanaman-tanaman

keras seperti pepohonan yang bertujuan untuk menahan tanah oleh

aliran permukaan (run off). Peran serta pemerintah khususnya

melalui dinas terkait yang berhubungan dalam masalah

perencanaan wilayah harus melakukan penyuluhan kepada

masyarakat tentang pentingnya pengelolaan lahan dengan

melakukan tindakan konservasi lahan yang tepat agar dapat

menekan dampak laju erosi yang ditumbulkan.

e. Kelas Tingkat Bahaya Erosi Sangat Berat

Dalam klasifikasinya klas tingkat bahaya erosi sangat berat

merupakan kelas bahaya erosi yang paling tinggi. Luas klas erosi

sangat berat yang ada di lapangan sangat besar yaitu 327,39

Ton/Ha/Th sampai 15020,53 Ton/Ha/Th dengan kedalaman solum

tanah rata-rata 30-60 Cm (dangkal) dan lapisan tanah (top soil)

yang sangat tipis. Pada daerah yang memiliki klas tingkat bahaya

erosi sangat berat memiliki kemiringan lereng < 40 % (terjal).


110

Konservasi lahan yang dilakukan masyarakat sebagian

besar berupa teras tradisional dan kerapatan tanaman sedang, pada

lokasi tertentu yang tidak terjangkau karena tingkat kemiringan

lerengnya sangat terjal belum dilakukan konservasi lahan. Faktor

utama yang mengakibatkan terjadinya klas tingkat bahaya erosi

sangat berat adalah karena pengurangan vegetasi tanaman

khususnya tanaman keras (pepohonan) yang diganti dengan

tanaman semusim seprti yang terjadi di Desa Gumeng dan

Sidomukti yang berdampak pada percepatan laju erosi tanah

termasuk penerasan tradisional yang belum sesuai dengan kaidah

dan prinsip-prinsip konservasi.

Tindakan yang harus dilakukan adalah memberikan skla

prioritas konservasi pertama pada lahan yang masuk kedalam

klasifikasi klas tingkat bahaya erosi sangat berat dengan

melakukan penerasan pada bidang lahan yang miring, pembuatan

saluran limpasan air dan melakukan reboisasi penanaman vegetasi

tanaman keras dengan menyeimbangkan tanaman semusim.

2. Arahan Konservasi Lahan


111

Konservasi lahan untuk mengurangi tongkat bahaya erosi tanah

dengan mengurangi atau memeperkecil faktor-faktor penyebab erosi

seperti penggunaan penutup tanah dan tindakan konservasi yang

bersifat sipil teknis sedangkan untuk erosivitas hujan, lereng, dan

erodibilitas tanah manusia tidak bisa berbuat banyak karena

merupakan sifat alami. Konservasi lahan dapat dilakukan dengan tiga

metode yaitu vegetatif, fisik, dan kimiawi. 1) metode fisik atau sipil

teknis seperti penerasan, dam pengendali, dam penahan dan gully plug.

2) metode vegettatif yaitu dengan memanfaatkan tanaman untuk

mengurangi laju erosi tanah seperti penanaman mulsa, penanaman

tanaman dan rumput searah dengan kontur, kayu-kayuan atau tanaman

keras, tanaman MTS (Multiple Porpus Tries Syestem) atau tanaman

yang mempunyai fungsi ganda seperti tanaman cengkih dan durian

yang dapat dimanfaatkan kayu dan buahnya. 3) secara kimiawi dengan

menggunakan bahan kimia untuk mengawetkan tanah.

Arahan skala prioritas konservasi diberikan dengan tujuan agar

konservasi lahan dapat efektif dan efisien. Skala prioritas dilakukan

berdasarkan kelas tingkat bahaya erosi. Tindakan konservasi dilakukan

dengan melakukan analisis teknis terlebih dahulu dengan cara

melakukan perhitungan dan analisis perkiraan laju erosi tanah dalam

(Ton/Ha/Th) menggunakan metode USLE (A = R x K x LS x C x P).

Untuk melakukan perencanaan konservasi hal yang dilakukan adalah

memodifikasi variabel vegetasi (C) dan variabel konservasi lahan (P)


112

dengan mencocokan tabel indeks vegetasi dan konservasi yang tepat

untuk mendapatkan laju erosi sekecil mungkin, melakukan

pengamatan lapangan serta analisis sosial budaya masyarakat setempat

untuk mengetahui kondisi kultur budaya yang menyangkut pola tanam,

tingkat pendidikan, tingkat ekonomi masyarakat setempat agar

penerapan konservasi dapat efektif, efisien, dan sesuai tujuan

konservasi itu sendiri.

Anda mungkin juga menyukai