Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Iklim merupakan kondisi rata-rata cuaca berdasarkan waktu yang panjang


untuk suatu lokasi di bumi. Pengaruh posisi relatif matahari terhadap suatu tempat
di bumi menimbulkan musim, suatu penciri yang membedakan iklim satu dari
yang lain. Dua unsur utama iklim adalah suhu dan curah hujan. Curah hujan
merupakan unsur yang penting dan besar pengaruhnya terhadap aktivitas
pertanaman dalam hal pemetaan pola tanam. Perbedaan iklim menghasilkan
beberapa sistem klasifikasi iklim.
Kondisi iklim di setiap daerah tidak sama dan oleh karena itu terdapat
penggolongan iklim yang sering disebut dengan istilah klasifikasi iklim. Ada
beberapa klasifikasi iklim yang dikenal, seperti iklim menurut Schmit-Ferguson,
Oldeman dan Mohr. Klasifikasi iklim ini seringkali dinyatakan sebagai tipe hujan,
karena data yang dianalisis adalah data curah hujan.
Klasifikasi iklim Mohr didasarkan pada jumlah bulan basah dan bulan
kering, dimana bulan basah berciri-ciri memiliki curah hujan lebih dari 100 mm
dan bulang kering berciri-ciri memiliki curah hujan kurang dari 60 mm.
Klasifikasi Oldeman diarahkan pada tanaman padi dan palawija. Oldeman
membuat sistem baru dalam klasifikasi iklim yang dihubungkan dengan pertanian
menggunakan unsur iklim hujan. Klasifikasi Schmidt-Ferhusen membagi tipe
iklim dari A-H, yaitu tipe A (daerah sangat basah), tipe B (daerah basah), tipe C
(daerah agak basah), tipe D (daerah sedang), tipe E (daerah agak kering), tipe F
(daerah kering), tipe G (daerah sangat kering), tipe H (daerah ekstrim kering).
Tujuan praktikum tipe iklim dan pemetaan pola tanam ini adalah untuk
mengetahui keadaan iklim di Kecamatan Mertoyudan agar dapat melakukan
pemetaan pola tanaman daerah tersebut. Manfaat yang didapatkan yaitu dapa
mengetahui klasifikasi tipe iklim dan melakukan pemetaan pola tanam, sehingga
dapat menghasilkan tanaman yang sesuai dengan kondisi iklim tersebut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Iklim

Iklim adalah kondisi cuaca rata-rata berdasarkan lamanya waktu untuk


lokasi tertentu di bumi. Iklim merupakan salah satu komponen ekosistem alam,
sehingga kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim. Iklim
muncul setelah berlangsung suatu proses fisik dan dinamis yang kompleks yang
terjadi di atmosfer bumi. Unsur-unsur dari iklim adalah cahaya matahari, suhu
udara dan tanah, kelembaban udara dan tanah, tekanan udara, angin, awan, hujan,
dan penguapan air laut (Casper, 2009). Iklim merupakan salah satu komponen
ekosistem alam, sehingga kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh keadaan
iklim. Iklim muncul setelah berlangsung suatu proses fisik dan dinamis yang
kompleks yang terjadi di atmosfer bumi (Kertasapoetra, 2008).

2.2. Kecamatan Mertoyudan

Kecamatan Mertoyudan sebagai salah satu Kecamataan yang berada di


Kabupaten Magelang. Batas administrasi wilayah Kecamatan Mertoyudan sebagai
berikut : Sebelah Utara: Kota Magelang; Sebelah Timur: Kecamatan Candimulyo
dan Mungkid; Sebelah Selatan: Kecamatan Borobudur dan Tempuran; Sebelah
Barat: Kecamatan Bandongan. Iklim di Kecamatan Mertoyudan yaitu tropis
dengan temperatur 20° sampai 25° C. Curah hujan Rata rata 2.120,3 mm per
bulan, jumlah hari hujan rata-rata 120 hari per tahun, dan terdapat bulan kering 6
bulan dan bulan basah 6 bulan. Jenis tanah di Kecamatan Mertoyudan yakni
latosol coklat dengan tekstur lempung, kedalaman efektif tanah 50 sampai 80 cm.
Kecamatan Mertoyudan berada pada ketinggian 339-400 mdpl.
Jumlah keseluruhan penduduk Kecamatan Mertoyudan pada tahun 2013
adalah 109.753 jiwa, terdiri dari 54.405 jiwa penduduk laki-laki dan 55.348 jiwa
penduduk perempuan. Luas Penggunaan Lahan Kecamatan Mertoyudan
menempati area seluas 4.535 hektar yang terdiri dari 13 desa (BPS, 2014).

2.3. Klasifikasi Iklim Mohr

Analisa tipe iklim tersebut dapat diperoleh berdasarkan kriteria tabel yang
digambarkan di bawah ini:
No Zona Jumlah Bulan Basah Jumlah Bulan Kering
1 Ia 12 0
2 Ib 7 – 11 0
3 II 4 – 11 1–2
4 III 4–9 2–4
5 IV 4–7 4–6
6 V 4–5 6–7
Sumber : Tan (2008).

Klasifikasi iklim Mohr mulai digunakan di Indonesia pada tahun 1933.


Klasifikasi Mohr mengelompokkan iklim berdasarkan jumlah bulan basah adalah
bulan yang curah hujannya melebihi 100 mm, sedangkan bulan kering adalah
bulan yang curah hujannya kurang dari 60 mm. Antara bulan basah dan bulan
kering disebut bulan lembab. Bulan lembab ini tidak termasuk dalam perhitungan
(Kertasapoetra, 2008). Klasifikasi iklim Mohr didasarkan pada jumlah bulan
basah dan bulan kering, dimana bulan basah berciri-ciri memiliki curah hujan
lebih dari 100 mm dan bulang kering berciri-ciri memiliki curah hujan kurang dari
60 mm (Tan, 2008).

2.4. Klasifikasi Iklim Oldeman

Analisa tipe iklim tersebut dapat diperoleh berdasarkan kriteria tabel yang
digambarkan di bawah ini:
Zona Klasifikasi Bulan Basah (BB) Bulan Kering (BK)
A A1 10 – 12 Bulan 0 - 1 Bulan
A2 10 - 12 Bulan 2 Bulan
B B1 7 - 9 Bulan 0 - 1 Bulan
B2 7 - 9 Bulan 2 - 3 Bulan
B3 7 - 8 Bulan 4 - 5 Bulan
C C1 5 - 6 Bulan 0 - 1 Bulan
C2 5 - 6 Bulan 2 - 3 Bulan
C3 5 - 6 Bulan 4 - 6 Bulan
C4 5 Bulan 7 Bulan
D D1 3 - 4 Bulan 0 - 1 Bulan
D2 3 - 4 Bulan 2 - 3 Bulan
D3 3 - 4 Bulan 4 - 6 Bulan
D4 3 - 4 Bulan 7 - 9 Bulan
E E1 0 - 2 Bulan 0 - 1 Bulan
E2 0 - 2 Bulan 2 - 3 Bulan
E3 0 - 2 Bulan 4 - 6 Bulan
E4 0 - 2 Bulan 7 - 9 Bulan
E5 0 - 2 Bulan 10 - 12 Bulan
Sumber : Tan (2008).

Sama halnya dengan Mohr, Oldeman juga menggunakan acuan curah


hujan sebagai dasar klasifikasi iklim (Anwar et al., 2015). Klasifikasi ini
diarahkan pada tanaman padi dan palawija. Oldeman membuat sistem baru dalam
klasifikasi iklim yang dihubungkan dengan pertanian menggunakan unsur iklim
hujan. Klasifikasi Oldeman didasarkan pada curah hujan yaitu jumlah bulan
basah, bulan lembab, dan bulan kering dalam setahun, Oldeman membaginya
menjadi lima yaitu iklim A,B,C,D, dan E. Pemberian nama Zone iklim
berdasarkan huruf yaitu zone A, zone B, zone C, zone D dan zone E sedangkan
pemberian nama sub zone berdasarkan angka yaitu sub 1, sub 2, sub 3 sub 4 dan
sub 5 (Kertasapoetra, 2008).

2.5. Klasifikasi Iklim Schmidt-Ferguson

Analisa tipe iklim tersebut dapat diperoleh berdasarkan kriteria tabel di yang
digambarkan di bawah ini:
Tipe Iklim Kriteria
A. (Sangat Basah) 0 < Q < 0,143
B. (Basah) 0,143 < Q < 0,333
C. (Agak Basah) 0,333 < Q < 0,600
D. (Sedang) 0,600 < Q < 1,000
E. (Agak Kering) 1,000 < Q < 1, 670
F. (Kering) 1,670 < Q < 3, 000
G. (Sangat Kering) 3,000 < Q < 7,000
H. (Luar Biasa Kering) 7,000 < Q
Sumber : Tan (2008).

Klasifikasi Schmidt-Ferhusen membagi tipe iklim dari A-H, yaitu tipe A


(daerah sangat basah), tipe B (daerah basah), tipe C (daerah agak basah), tipe D
(daerah sedang), tipe E (daerah agak kering), tipe F (daerah kering), tipe G
(daerah sangat kering), tipe H (daerah ekstrim kering) (Wibowo, 2012). Pada
klasifikasi ini akan dicari nilai kelembaban (Q), untuk mencari nilai Q dapat
diperoleh dari data rata-rata bulan kering (BK) dibagi dengan rata-rata bulan
basah (BB) dalam tahun penelitian (Kurniawati, 2012).

2.6. Kalender/Pemetaan Pola Tanam

Pemetaan pola tanam dibuat untuk memudahkan para petani untuk


menentukan jenis atau komoditas tanaman yang harus ditanam pada bulan tertentu
seperti padi dan palawija. Pembuatan pemetaan pola tanam akan menentukan
waktu yang baik untuk pertumbuhan tanaman dan memprediksi kegagalan panen
dengan bahan pertimbahan berupa curah hujan (Mudeng dan Ngangi, 2014).
Kalender tanam dibuat oleh Badan Litbang Pertanian berdasarkan kondisi pola
tanam petani saat ini dengan tiga klasifikasi kejadian iklim, yaitu bulan basah,
bulan lembab, dan bulan kering (Guntoro, 2011).

2.6.1. Padi
Padi merupakan tanaman yang paling penting di negara Indonesia, karena
makanan pokok di Indonesia adalah nasi dari beras yang tentunya dihasilkan oleh
tanaman padi (Pradana et al., 2012). Padi gogo merupakan jenis tanaman padi
yang dibudidayakan di lahan kering sehingga proses pembudidayaannya
membutuhkan bantuan curah hujan lebih dari 200 mm per bulan selama lebih dari
tiga bulan (Guntoro, 2011).

2.6.2. Palawija

Palawija termasuk kedalam tipe tanaman semusim. Istilah palawija sendiri


merupakan istilah yang diberikan oleh masyarakat petani di pedesaan–pedesaaan
untuk jenis tanaman selain padi seperti jagung, ubi jalar, kedelai, kacang hijau,
kacang kapri, dan kacang tanah (Mudeng dan Ngangi, 2014). Tanaman palawija
cocok ditanam pada saat kondisi bulan lembab yaitu, bulan yang curah hujannya
berkisar 60 – 100 mm (Wibowo, 2012).
BAB III

MATERI DAN METODE

Praktikum klimatologi dengan materi tipe iklim dan pemetaan pola tanam
dilaksanakan pada tanggal 2 Maret 2018. Lokasi pencarian data antara lain di
Badan Pusat Statistika Provinsi Jawa Tengah, Jalan Pahlawan, Pandanaran, Kota
Semarang.

3.1. Materi

Materi yang digunakan dalam praktikum acara ini terdiri dari komponen alat
dan bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah data curah hujan di
kecamatan Mertoyudan sebagai data pengamatan yang akan digolongkan
berdasarkan tipe iklimnya dan pemetaan pola tanamnya. Alat yang digunakan
dalam praktikum ini adalah alat tulis sebagai alat untuk mencatat data yang
diperoleh, kamera sebagai alat untuk mengambil data dalam bentuk gambar.

3.2. Metode

Metode yang diterapkan dalam praktikum acara ini adalah mencari data
curah hujan dalam kurun waktu sepuluh tahun, data dapat diperoleh di BPS. Data
yang disediakan melalui database BPS di internet dan buku-buku yang tersedia.
Kemudian mengolah data tersebut pada tabel yang telah disediakan, dan
menganalisis tipe iklim (Mohr, Oldeman, Schmidt-Ferguson) sesuai dengan data
curah hujan sepuluh tahunan yang telah diperoleh. Setelah menganalisis,
kemudian membuat pemetaan pola tanam untuk komoditas padi dan palawija
berdasarkan tipe iklim yang telah dianalisis untuk kecamatan Mertoyudan.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Klasifikasi Iklim Mohr

Berdasarkan pengklasifikasian curah hujan sepuluh tahunan di kecamatan


Mertoyudan menurut klasifikasi iklim Mohr, maka diperoleh keterangan seperti
yang tercantum di dalam tabel di bawah ini:

Tabel 1. Tipe Iklim Kecamatan Mertoyudan Menurut Klasifikasi Iklim Mohr

Kecamatan Rata-rata jumlah Rata-rata jumlah Tipe iklim


bulan basah dalam bulan kering dalam menurut
sepuluh tahun sepuluh tahun klasifikasi iklim
Mohr

Mertoyudan 8 4 Kelas III

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2018.

Melalui tabel diatas bisa dilihat bahwa tipe Kelas III diperoleh dari jumlah
delapan bulan basah dan empat bulan kering dalam periode sepuluh tahun.
Artinya, tingkat kelembaban kecamatan Mertoyudan berdasarkan klasifikasi iklim
Mohr adalah agak kering, maka dari itu Kecamatan Mertoyudan memiliki
topografi wilayah yang mayoritas datar serta memiliki curah hujan yang cukup
tinggi sesuai dengan klasifikasi iklim Mohr yaitu lebih dari 100 mm. Hal ini
sesuai dengan pernyataan Tan (2008) yang menyatakan bahwa klasifikasi iklim
Mohr didasarkan pada jumlah bulan basah dan bulan kering, dimana bulan basah
berciri-ciri memiliki curah hujan lebih dari 100 mm dan bulan kering berciri-ciri
memiliki curah hujan kurang dari 60 mm.

4.2. Klasifikasi Iklim Oldeman


Berdasarkan pengklasifikasian curah hujan sepuluh tahunan di kecamatan
Mertoyudan menurut klasifikasi iklim Oldeman, maka diperoleh keterangan
seperti yang tercantum di dalam tabel di bawah ini

Tabel 2. Tipe Iklim Kecamatan Mertoyudan Menurut Klasifikasi Iklim Oldeman

Kecamatan Rata-rata jumlah Rata-rata jumlah Tipe iklim


bulan basah dalam bulan kering dalam menurut
sepuluh tahun sepuluh tahun klasifikasi iklim
Oldeman

Mertoyudan 6 4 C3

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2018.

Berdasarkan tabel diatas dapat kita lihat bahwa tipe iklim menurut
Oldeman yaitu tipe C3 diperoleh dengan jumlah enam bulan basah dan empat
bulan kering dalam periode sepuluh tahun. Hal ini sesuai dengan pendapat
Indayanti (2009) yang menyatakan bahwa pada daerah yang bertipe C setahun
hanya dapat 1-2 kali masa tanam padi bahkan tanaman palawija yang kedua harus
berhati-hati jangan jatuh pada bulan basah. Klasifikasi ini diarahkan pada tanaman
padi dan palawija. Klasifikasi Oldeman didasarkan pada curah hujan yaitu jumlah
bulan basah, bulan lembab, dan bulan kering dalam setahun, Oldeman
membaginya menjadi lima yaitu iklim A,B,C,D, dan E. Pemberian nama Zone
iklim berdasarkan huruf yaitu zone A, zone B, zone C, zone D dan zone E
sedangkan pemberian nama sub zone berdasarkan angka yaitu sub 1, sub 2, sub 3
sub 4 dan sub 5 (Kertasapoetra, 2008).

4.3. Klasifikasi Iklim Schmidt-Ferguson

Berdasarkan pengklasifikasian curah hujan sepuluh tahunan di kecamatan


Mertoyudan menurut klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, maka diperoleh
keterangan seperti yang tercantum di dalam tabel di bawah ini:

Tabel 3. Tipe Iklim Kecamatan Mertoyudan Menurut Klasifikasi Iklim Schmidt-


Ferguson
Kecamatan Rata-rata Rata-rata Nilai Q Tipe iklim
jumlah bulan jumlah bulan menurut
basah dalam kering dalam klasifikasi iklim
sepuluh tahun sepuluh tahun Schmit-
Ferguson

Mertoyudan 7 3 0,428 C

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2018.

Melalui tabel diatas bisa dilihat bahwa Kecamatan Mertoyudan menurut


klasifikasi Schmit-Ferguson termasuk tipe C (agak basah) diperoleh dari jumlah
tujuh bulan basah dan tiga bulan kering dalam periode sepuluh tahun. Hasil
pengklasifikasian menunjukkan bahwa tingkat kelembaban kecamatan
Mertoyudan berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson adalah sangat basah,
karena Q bernilai 0,428. Hal ini sesuai dengan pendapat Kurniawati (2012) yang
menyatakan bahwa cara untuk mencari Q dapat diperoleh dari data rata-rata bulan
kering (BK) dibagi dengan rata-rata bulan basah (BB) dalam tahun
penelitian.Schmidt-Ferhusen membagi tipe iklim dari A-H. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Wibowo (2012) yang menyatakan bahwa Schimidt-Ferguson membagi
beberapa tipe iklim kedalam delapan kelompok yaitu tipe A (daerah sangat
basah), tipe B (daerah basah), tipe C (daerah agak basah), tipe D (daerah sedang),
tipe E (daerah agak kering), tipe F (daerah kering), tipe G (daerah sangat kering),
tipe H (daerah ekstrim kering).

4.4. Kalender Pola Tanam Padi-Palawija

Kalender atau pemetaan pola tanam padi-palawija dilakukan berdasarkan


pedoman tipe iklim Oldeman. Berdasarkan jumlah bulan basah dan bulan kering
yang diperoleh berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman, diperoleh pemetaan pola
tanam sebagai berikut:

Tabel 4. Pemetaan Pola Tanam Padi-Palawija di Kecamatan Martoyudan


Bulan

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

CH 441,4 422,8 283,7 253,1 107,34 86,5 35 18,89 38,5 104,5 275,5 298,6

LP

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2018.

Keterangan:

CH : Rata-rata curah hujan (mm/bulan)

LP : Label pemetaan, warna untuk padi, warna untuk palawija jagung


dengan bantuan irigasi

Dapat dilihat bahwa pada tabel tersebut rata-rata curah hujan digolongkan
berdasarkan kriteria iklim Oldeman. Oldeman menyatakan bahwa bulan kering
(BK) memiliki CH < 100 mm, bulan basah (BB) memiliki CH > 200 mm, dan
bulan lembab (BL) dengan kriteria 100 mm < CH < 200 mm. Padi membutuhkan
penanaman pada kondisi curah hujan diatas 200 mm, oleh karenanya
diwarnai/dilabeli dengan warna hijau tua sesuai keterangan, palawija merupakan
tanaman pengganti padi ketika curah hujan sudah mulai menurun (musim hujan
berakhir), atau dapat dikatakan periode kemarau/bulan kering dapat dilabeli
dengan warna hijau muda sebagai lambing untuk penanaman palawija.
Berdasarkan tabel rata-rata curah hujan di Kecamatan Mertoyudan di atas,
dapat dilakukan pemetaan pola tanam padi-padi-palawija dengan jenis palawija
yaitu jagung. Pengolahan tanah awal untuk musim penanaman padi pertama pada
bulan Oktober dan dapat dipanen pada bulan Januari. Musim penanaman padi
kedua pada bulan Februari dan dapat dipanen pada bulan Mei. Pada periode bulan
Juni sampai September dapat ditanami tanaman palawija yaitu jagung. Bulan
Oktober–Januari dan Februari–Mei di Kecamatan Mertoyudan cocok jika akan
ditanami padi karena bulan tersebut termasuk bulan basah. Padi ditanam pada
rentang bulan tersebut karena rata-rata curah hujan kurang lebih 200 mm/bulan,
sesuai dengan syarat tumbuh tanaman padi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Hasanah (2007) yang menyatakan bahwa rata-rata curah hujan yang baik untuk
tanaman padi adalah 200 mm/bulan atau 1500-2000 mm/tahun.
Periode Juni-September di Kecamatan Mertoyudan cocok untuk ditanami
tanaman jagung karena pada bulan–bulan tersebut termasuk bulan kering selain
itu pemanfaatan jagung dalam pola tanam setahun dapat memulihkan kesuburan
tanah. Hal ini sesuai dengan pendapat Indayanti (2009) yang menyatakan bahwa
jagung merupakan tanaman hemat air sehingga dapat diusahakan pada musim
kemarau, pemanfaatan jagung dalam pola tanam setahun dapat memulihkan
struktur dan kesuburan lahan, pengusahaan jagung dapat memotong siklus hama
dan penyakit pada tanaman padi. Oleh karena itu penanaman jagung perlu waktu
yang tepat terutama pada daerah yang bercurah hujan rendah atau curah hujan <
100 mm/bulan. Jagung dapat tumbuh di tanah sawah pada musim kemarau yaitu
kira-kira bulan Juni–September. Selama empat bulan tersebut perlu adanya irigasi
agar jagung dapat tumbuh dengan optimal.
BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan diperoleh kesimpulan


bahwa Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang memiliki gambaran umum
iklim menurut klasifikasi Mohr yaitu masuk dalam kategori kelas III. Menurut
klasifikasi Schmidt-Ferguson masuk kategori iklim C atau iklim agak basah.
Menurut klasifikasi Oldeman masuk dalam kategori iklim C3. Maka secara umum
gambaran cuaca di Kecamatan Mertoyudan termasuk ke dalam kategori iklim
yang lembab dengan tingkat curah hujan yang tinggi. Perbedaan antara ketiga
klasifikasi tersebut adalah melalui cara pengklasifikasiannya, Mohr dan Schmidt-
Ferguson menggunakan pendekatan secara kualitatif sedangkan Oldeman
menggunakan pendekatan kuantitatif. Pola tanam di Kecamatan Mertoyudan,
Magelang yaitu padi-padi-palawija. Periode Oktober–Januari dan Febuari–Mei
cocok jika akan ditanami padi. Pada periode Juni–September cocok untuk
ditanami jagung. Sawah irigasi menggunakan metode irigasi alur yang bertujuan
untuk mengurangi kehilangan air yang berlebihan.

5.2. Saran

Saran yang dapat diberikan untuk menunjang hasil praktikum yang lebih
baik yaitu peningkatan kelengkapan data dan alat penunjang data baik berupa
digital maupun pustaka, sehingga pada saat praktikum dapat dengan mudah
mengamati dan mengumpulkan data untuk kemudian diolah.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik. 2014. Buku Laporan Tahunan Badan Pusat Statistik
Kabupaten Magelang Tahun 2014. Biro Pusat Statistik Magelang.

Guntoro, S. 2011. Saatnya Menerapkan Pertanian Tekno-Ekologis. AgroMedia


Pustaka. Jakarta.

Indayanti, D. 2009. Perbandingan Hasil Penentuan Iklim Bulanan Menurut Teori


Mohr dan Oldeman dengan Pendekatan Sistem Informasi Geografis.
Universitas Islam Negeri, Jakarta.
Kertasapoetra, Ince Gunarsih. 2008. Klimatologi: Pengaruh Iklim Terhadap
Tanah dan Tanaman. Bumi Aksara, Jakarta.

Mudeng, J. D. dan E. L. A. Ngangi. 2012. Pola tanam rumput laut Kappaphycus


Alvarezii di Pulau Nain Kabupaten Minahasa Utara. J. Budidaya Perairan. 2
(2) : 27 – 37.

Tan, K. H. 2008. Soils in the Humid Tropics and Monsson Region of Indonesia.
CRC Press, Florida.

Wibowo, C. 2012. Analisi Sebaran Iklim Klasifikasi Schmid-Ferguson


Menggunakan Sistem Informasi Geografis di Kabupaten Banteng, Sulawesi
Selatan. J. Teknologi Pertanian. 4 (3) : 56 - 60.
LAMPIRAN

Tabel 5. Pengamatan Curah Hujan di Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang

Tahun Rata-
Bulan Oldeman Mohr
1986 1987 1988 1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 Rata
Januari 243 423 295 285 426 981 429 238 354 740 441,4 BB BB
Februari 238 409 314 396 417 686 218 355 370 825 422,8 BB BB
Maret 569 199 180 102 177 202 101 497 630 180 283,7 BB BB
April 298 116 136 143 362 371 263 378 336 128 253,1 BB BB
Mei 116 101 121 195 159 45 154 42 - 33 107,34 BL BB
Juni 220 13 33 106 112 14 23 99 0 245 86,5 BK BK
Juli 60 14 15 113 - - 14 3 0 61 35 BK BK
Agustus 13 3 12 38 56 - 40 8 0 0 18,89 BK BK
September 185 9 12 - 18 - 72 4 0 8 38,5 BK BK
Oktober 98 22 101 127 48 - 231 - 37 172 104,5 BL BB
November 224 444 225 192 48 143 391 285 199 606 275,5 BB BB
Desember 123 310 100 330 387 282 351 380 586 119 298,6 BB BB
Jumlah 2387 2063 1544 2027 2210 2724 2287 2289 2512 3117 2364,22 Rata-rata
Rata-rata 198,91 171,91 128,67 168,91 184,16 227 190,58 190,75 209,33 259,75 197,02
BK 1 5 4 1 3 2 3 4 5 3 3,1
Schmidt-
BL 2 0 0 0 1 0 1 1 0 1 0,6
Ferguson
BB 9 7 8 10 7 6 8 6 6 7 7,5
Sumber: Data Badan Pusat Statistika Magelang, 2018.

Jumlah bulan kering 3


Q= x 100% = 7 x 100% = 42,8% = 0,428
Jumlah bulan basah

Anda mungkin juga menyukai