Anda di halaman 1dari 187

MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI

MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

DAFTAR ISI

Percobaan 1 Rangkaian Common Base.................................................1


Percobaan 2 Rangkaian Common Emitter.............................................3
Percobaan 3 Rangkaian Common Collector..........................................5
Percobaan 4 Penguat Satu Tingkat dalam Konfigurasi Common Emitter 7
Percobaan 5 Filter Analog Frekuensi Tinggi.........................................9
Percobaan 6 System VUE......................................................................20
Percobaan 7 Amplitudo Modulation......................................................39
Percobaan 8 Frekuensi Modulasi...........................................................71
Percobaan 9 Grafik Fungsi Dua Dimensi dan Tiga Dimensi pada Matlab 85
Percobaan 10 Sinyal..............................................................................105
Percobaan 11 Sistem..............................................................................120
Percobaan 12 Bidang Elektrostatis antara Dua Bidang Bola.................138
Percobaan 13 Lilitan Helmholtz............................................................148
Percobaan 14 Plane Wave-Normal Incidence (Air-Dielectric-Air).......166
Percobaan 15 Antena Kawat Dipole......................................................175
Percobaan 16 Waveguide-Rectangular Waveguide...............................180
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

PERCOBAAN 1
Rangkaian Common Base

A. Tujuan Percobaan
1. Mengukur penguatan tegangan.
2. Mengukur penguatan arus.
3. Mengukur penguatan daya.
4. Mengukur beda fasa antara input dan output.
5. Mengukur resistansi input dan output.

B. Rangkaian

C. Alat dan Bahan


1. Transistor BD 130 1 buah
2. Resistor:
a. 1k 2 buah
b. 10k 2 buah
c. 47k 2 buah
3. Kapasitor:
a. 470 uF 1 buah
b. 100 uF 2 buah
4. Power Supply 1 buah
5. Function Generator 1 buah

1
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

6. Osiloskop 1 buah
D. Langkah-langkah Percobaan
1. Rangkai sirkuit seperti pada gambar dan hubungkan dengan osiloskop.
Channel a = input = U1
Channel b = output = U2
2. Ukur tegangan input dan output selama frekuensi tetap (misal 1kHz) menggunakan
osiloskop. U1 = 10mVpp.
3. Pasang R3 selama mengukur arus input. Atur U1 = 10mV dan ukur U3.
4. Ukur beda fasa antara input dan output.
5. Sambungkan variabel resistor R = 47k paralel dengan U2 dibelakang C = 100uF. Atur
resistor sehingga U2=U2/2. Ukurlah resistansi resistornya.

E. Tugas
1. Berapa penguatan tegangannya?
2. Berapa penguatan arusnya?
3. Berapa penguatan dayanya?
4. Berapa resistansi input rangkaian?
5. Berapa resistansi output rangkaian?
6. Berapa resistansi output transistor?

2
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

PERCOBAAN 2
Rangkaian Common Emitter

A. Tujuan Percobaan
1. Mengukur penguatan tegangan.
2. Mengukur penguatan arus.
3. Mengukur penguatan daya.
4. Mengukur beda fasa antara input dan output.
5. Mengukur resistansi input dan output.

B. Rangkaian

C. Alat dan Bahan


1. Transistor BD 130 1 buah
2. Resistor:
d. 1k 2 buah
e. 10k 1 buah
f. 10k (Variabel) 2 buah
g. 47k 1 buah
3. Kapasitor:
c. 470 uF 1 buah
d. 100 uF 2 buah
4. Power Supply 1 buah

3
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

5. Function Generator 1 buah


6. Osiloskop 1 buah

D. Langkah-langkah Percobaan
1. Rangkai sirkuit seperti pada gambar dan hubungkan dengan osiloskop.
Channel a = input = U1
Channel b = output = U2
Atur R2 sehingga U2 mendekati 5 V, ukurlah resistansi R2.
2. Ukur tegangan input dan output selama frekuensi tetap (misal 1kHz) menggunakan
osiloskop. U1 = 10mVpp.
3. Pasang R3 selama mengukur arus input. Atur U1 = 10mV dan ukur U3.
4. Ukur beda fasa antara input dan output.
5. Sambungkan variabel resistor R = 47k paralel dengan U2 dibelakang C = 100uF. Atur
resistor sehingga U2=U2/2. Ukurlah resistansi resistornya.

E. Tugas
1. Berapa penguatan tegangannya?
2. Berapa penguatan arusnya?
3. Berapa penguatan dayanya?
4. Berapa resistansi input transistor?
5. Berapa resistansi output transistor?

4
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

PERCOBAAN 3
Rangkaian Common Collector

A. Tujuan Percobaan
1. Mengukur penguatan tegangan.
2. Mengukur penguatan arus.
3. Mengukur penguatan daya.
4. Mengukur beda fasa antara input dan output.
5. Mengukur resistansi input dan output.

B. Rangkaian

C. Alat dan Bahan


1. Transistor BD 130 1 buah
2. Resistor:
a. 10k 2 buah
b. 10k (Variabel) 1 buah
c. 47k 2 buah
3. Kapasitor 100uF 1 buah
4. Power Supply 1 buah
5. Function Generator 1 buah
6. Osiloskop 1 buah

5
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

D. Langkah-langkah Percobaan
1. Rangkai sirkuit seperti pada gambar dan hubungkan dengan osiloskop.
Channel a = input = U1
Channel b = output = U2
2. Ukur tegangan input dan output selama frekuensi tetap (misal 1kHz) menggunakan
osiloskop. U1 = 2 Vpp.
3. Pasang R3 selama mengukur arus input. Atur U1 = 2mV dan ukur U3.
4. Ukur beda fasa antara input dan output.
5. Atur U1 = 0,10Vpp dan U2 = 50Vpp. Ukurlah besarnya RL.

E. Tugas
1. Berapa penguatan tegangannya?
2. Berapa penguatan arusnya?
3. Berapa penguatan dayanya?
4. Berapa resistansi input transistor?
5. Berapa resistansi output transistor?
6. Bandingkan hasil percobaan common base, common emitter, dan common collector
dalam satu tabel.
AV AI AP Rin Rout
CB
CE
CC

6
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

PERCOBAAN 4
Penguat Satu Tingkat dalam Konfigurasi Common Emitter

A. Tujuan Percobaan
1. Mengukur penguatan tegangan.
2. Mengukur batas tegangan output.
3. Mengukur beda fasa antara input dan output.

B. Rangkaian

C. Alat dan Bahan


1. Transistor BC550
2. Resistor:
a. 150 1 buah
b. 3K3 1 buah
c. 10k 1 buah
d. 100k 1 buah
3. Kapasitor:
a. 100uF 1 buah
b. 470uF 1 buah
4. Loud Speaker
7
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

5. Mikrofon
6. Power Supply
7. Function generator
8. Osiloskop

D. Langkah-langkah percobaan
1. Rangkai sirkuit seperti pada gambar, atur UE = 50mVpp, f = 1kHz dan atur osiloskop Y1
= 1/div, Y2 = 50mV/div, timebase 0,2 msec/div atau 0,2 µsec/div.
2. Ukur beda fasa antara sinyal input dan output.
3. Ukur tegangan output UA dan hitung tegangan UA (dengan kapasitor emitor CE).
4. Ulangi pengukuran tanpa menggunakan kapasitor CE.
5. Lepas kapasitor CE, perbesar tegangan input UE sampai UA mulai berubah bentuk.
6. Ukur UA dan UE dan hitung penguatan tegangan VU.
7. Ganti resistor beban RL dengan loudspeaker dan hubungkan mikrofon serta hubungkan
pula resistor 47k ke +12V.

E. Tugas
1. Apakah ada pengaruh terhadap penguatan tegangan VU tanpa menggunakan kapasitor?
2. Apa hubungan antara tegangan input UE dan tegangan output UA pada saat amplifier
mulai terpangkas?

8
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

PERCOBAAN 5
FILTER ANALOG FREKUENSI TINGGI

A. Tujuan
1. Mahasiswa mampu memahami prinsip kerja filter analog untuk aplikasi system
komunikasi.
2. Mahasiswa mampu menentukan jenis filter analog yang sesuai untuk tujuan
tertentu pada system komunikasi.
3. Mahasiswa mampu membuat grafik tanggapan frekuensi dari sebuah filter analog.
B. Alat dan Bahan
1. 1 set Osiloskop lengkap dengan konektornya.
2. Audio Generator
3. Kapasitor Variable
a. 500 pF 2 buah
b. 10 nF 1 buah
c. 1 nF 1 buah
4. Resistor
a. 1 KΩ
b. 47 KΩ
c. 100 KΩ
5. Induktor 140 µH 2 buah
6. Dioda AA118 1 buah
7. Multimeter 1 buah
8. Jumper
9. Billboard

9
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

C. Landasan Teori
Dikatakan filter aktif karena selain menggunakan beberapa resistor dan
kapasitor juga menggunakan beberapa komponen aktif seperti OpAmp, dengan
penguatan yang bisa diatur sesuai dengan yang kita inginkan. Besarnya nilai
tanggapan biasa dinyatakan dalam volt ataupun dalan dB dengan bentuk respon yang
berbeda pada setiap jenis filter. Besar nilai respon dapat diperoleh dari perhitungan
fungsi alih:

Dengan: Hs = Fungsi alih


Vout = Tegang keluran
Vin = Tegangan masukan
Setiap filter mempunyai frekuensi cutoff yaitu frequensi di 0,707 atau -3dB.
Ada 4 jenis filter berdasarkan frekuensi kerjanya, yaitu:
1. Low Pass Filter
Low Pass Filter (LPF) atau Filter Lolos Bawah adalah filter yang hanya
melewatkan sinyal dengan frekuensi yang lebih rendah dari frekuensi cut-off
(fc) dan akan melemahkan sinyal dengan frekuensi yang lebih tinggi dari
frekuensi cut-off (fc). Pada filter LPF yang ideal sinyal dengan frekuensi diatas
frekuensi cut-off (fc) tidak akan dilewatkan sama sekali (tegangan output = 0
volt). Rangkaian low pass filter RC merupakan jenis filter pasif, dengan respon
frekuensi yang ditentukan oleh konfigurasi R dan C yang digunakan. Rangkaian
dasar LPF dan grafik respon frekuensi LPF dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Rangkaian Dasar dan Respon Frekuensi LPF

Frekuensi cut-off (fc) dari filter pasif lolos bawah (Low Pass Filter,LPF) dengan
RC dapat dituliskan dalam persamaan matematik sebagai berikut.

10
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

1
f c=
2 πRC
Rangkaian filter pasif LPF RC diatas terlihat seperti pembagi tegangan
menggunakan R. Dimana pada filter LPF RC ini teganga output diambil pada
titik pertemuan RC. Tegangan output (Vout) filter pasif LPF seperti terlihat
pada rangkaian diatas dapat diekspresikan dalam persamaan matematis sebagai
berikut.
1/ jωC
V out = ∙V¿
1/ ( jωC + R )
Besarnya penguatan tegangan (G) pada filter pasif yang ideal maksimum adalah
1 = 0dB yang hanya terjadi pada frekuensi sinyal input dibawah frekuensi cut-
off (fc). Penguatabn tegangan (G) filter LPF RC pasif dapat dituliskan dalam
persamaan matematis sebagai berikut.

G= | |
V out
V¿
Dan penguatan tegangan (G) LPF RC dapat dituliskan dalam satuan dB sebagai
berikut.

G=20 log ( VV )=20 log ( 1+ ω1R C )


out

¿
2 2 2

Pada filtrer lolos bawah (low pass filter ,LPF) terdapat beberapa karakteristik
mendasar sebagai berikut.
 Pada saat frekuensi sinyal input lebih rendah dari frekuensi cut-off (fc)
(fin << fc) maka penguatan tegangan / Gain (G) = 1 atau G=0dB.
 Pada saat frekuensi sinyal input sama dengan frekuensi cut-off (fc) (fin =
fc) maka ω = 1/RC sehingga penguatan tegangan / Gain (G) menjadi -3
dB atau terjadi pelemahan tegangan sebesar 3 dB.
 Pada saat frekuensi sinyal input lebih tinggi dari frekuensi cut-off (fc)
(fin >> fc) maka besarnya penguatan tegangan (G) = 1/ωRC atau G = -
20 log ωRC.
 Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa Filter Lolos Rendah (Low
Pass Filter, LPF) hanya meloloskan sinyal dengan frekuensi yang lebih

11
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

rendah dari frekuensi cut-off (fc) saja.

2. High Pass Filter


Filter high-pass atau sering juga disebut dengan filter lolos atas adalah suatu
rangkaian yang akan melewatkan suatu isyarat yang berada diatas frekuensi cut-
off (ωc) sampai frekuensi cut-off (ωc) rangkaian tersebut dan akan menahan
isyarat yang berfrekuensi dibawah frekuensi cut-off (ωc) rangkaian tersebut.
Filter high-passs dasar disusun dengan rangkaian RC seperti pada gambar 2.

Gambar 2. Contoh Rangkaian High Pass Filter

Prinsip kerja dari filter high pass atau filter lolos atas adalah dengan
memanfaatkan karakteristik dasar komponen C dan R, dimana C akan mudah
melewatkan sinyal AC sesuai dengan nilai reaktansi kapasitifnya dan komponen
R yang lebih mudah melewatkan sinyal dengan frekuensi yang rendah. Prinsip
kerja rangkaian filter lolos atas atau high pass filter (HPF) dengan RC dapat
diuraikan sebagai berikut, apabila rangkaian filter high pass ini diberikan sinyal
input dengan frekuensi diatas frekuensi cut-off (ωc) maka sinyal tersebut akan
di lewatkan ke output rangkaian melalui komponen C. Kemudian pada saat
sinyal input yang diberikan ke rangkaian filter lolos atas atau high pass filter
memiliki frekuensi di bawah frekuensi cut-off (ωc) maka sinyal input tersebut
akan dilemahkan dengan cara dibuang ke ground melalui komponen R.
Frekuensi resonansi dari filter high-pass mengikuti nilai time constant (τ) dari
rangkaian RC tersebut. Sehingga frekuensi cut-off dari filter tersebut adalah :
1
f c=
2 πRC

12
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Grafik karakteristik dari high pass filter (HPF) atau filter lolos atas dengan
komponen RC dapat digambarkan dengan perbandingan antara tegangan output
filter terhadap frekuensi yang diberikan kepada rangkaian filter high pass (HPF)
tersebut. Untuk lebih jelasnya grafik karakteristik filter high pass (HPF)
ditunjukan pada gambar 3.

Gambar 3. Respon Frekuensi High Pass Filter

3. Band Pass Filter


Filter band-pass adalah sebuah rangkaian yang dirancang hanya untuk
melewatkan isyarat dalam suatu pita frekuensi tertentu dan untuk menahan
isyarat diluar jalur pita frekuensi tersebut. Jenis filter ini memiliki tegangan
keluaran maksimum pada satu frekuensi tertentu yang disebut dengan frekuensi
resonansi (ωr) Jika frekuensinya berubah dari frekuensi resonansi maka
tegangan keluarannya turun, ada satu frekuensi diatas frekuensi resonansi (ωr)
dan satu dibawah (ωr) dimana gainnya tetap 0,707 Ar. Frekuensi ini diberi tanda
(ωh) frekuensi cutoff atas dan (ωl) frekuensi cutoff bawah. Pita frekuensi antara
(ωh) dan (ωl) adalah band width (B). Contoh Rangkaian Band Pass Filter dapat
dilihat pada gambar 4.

Gambar 4. Rangkaian Band Pass Filter

13
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Nilai frekuensi cut-off atas ditentukan oleh filter high-pass sebagai berikut:
1
f ch=
2 π R2 C 2
dan frekuensi cut-off bawah ditentukan oleh filter low-pass sebagai berikut:
1
f cl=
2 π R1 C1

sehingga besarnya bandwidth adalah :


B=f ch −f cl
Grafik respon frekuensi Band Pass Filter dapat dilihat pada gambar 5.

Gambar 5. Respon Frekuensi Band Pass Filter

4. Band Stop Filter


Band stop filter (BPF), band elimination filter, band reject filter dan sering juga
disebut dengan notch filter atau filter tolak jalur memiliki pengertian yang sama
sebagai filter yang memiliki karakteristik akan menahan sinyal dengan frekuensi
sesuai frekuensi cut-off rangkaian dan akan melewatkan sinyal dengan frekuensi
di luar frekuensi cut-off rangkaian filter tersebut baik dibawah atau diatas
frekuensi cut-off rangkaian filter. Band stop filter merupakan kebalikan dari
band pass filter. Seperti pada filter band-pass, filter band-elimination atau band
stop filter (BPF) RC juga disusun dari dua buah filter low-pass dan filter high-
pass yang disusun secara parallel seperti terlihat pada gambar berikut.
Rangkaian band stop filter (BPF) ini merupakan contoh sederhana dari filter
pasif band stop seperti tampak pada gambar 6.

14
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Gambar 6. Rangkaian Band Stop Filter

Filter low-pass disusun oleh R1,R2 dan C2 dengan konfigurasi “T” dan filter
high-pass disusun oleh C1,C3 dan R3 dengan susunan “T” sehingga filter ini
sering disebut dengan filter “Twin T”. Dengan menentukan nilai R1,R2 = 2*R3
dan nilai C1,C3 = 0,5*C2 maka besarnya frekuensi cutoff pada filter “Twin
T”adalah.
1
f c=
4 π R3C2

Karakteristik dari filter band stop atau filter band elimination ini dapat dilihat
pada gambar 7.

Gambar 7. Respon Frekuensi Band Stop Filter

Dari grafik karakteristik dari band stop filter diatas terlihat bahwa tegangan dari
sinyal input pada frekuensi cut-off rangkaian filter akan dilemahkan dari level
aslinya dan sinyal dengan frekuensi di luar frekuensi cut-off baik diatas atau
dibawah frekuensi cut-off akan dilewakan ke output rangkaian filter band sop
(BPF) RC tersebut.

15
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

D. Rangkaian
1. Low Pass Filter

2. High Pass Filter R-C dan R-L

16
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

3. Band Pass Filter

4. Band Stop Filter

17
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

E. Prosedur Percobaan
1. Rangkailah rangkaiannya sesuai dengan rangkaian yang digambar
2. Ukurlah tegangan pada masing-masing Y1 dan Y2.
3. Isilah tabel dibawah ini dengan merubah nilai frekuensi seperti berikut
4. Buatlah grafik respon Y1 dan Y2

F. Tabel Hasil Praktikum


1. Low Pass Filter

F 10 K 100 K 200 K 300 K 350 K 500 K 1M


Y1
Y2

2. High Pass Filter

F 10 K 100 K 200 K 300 K 350 K 500 K 1M


Y1
Y2

3. Band Pass Filter

F 10 K 100 K 200 K 300 K 350 K 500 K 1M


Y1
Y2

4. Band Stop Filter

F 10 K 100 K 200 K 300 K 350 K 500 K 1M

18
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Y1
Y2

PERCOBAAN 6

SYSTEM VUE

A. TUJUAN
1. Mahasiswa dapat mengenal program System Vue
2. Mahasiswa dapat mengunakan Program System Vue untuk simulasi pembangkit
3. Mahasiswa dapat memahami sinyal Sinus dan Cosinus pada System Vue
19
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

4. Mahasiswa dapat menjumlahkan dan mengalikan dua persamaan gelombang


menggunakan System Vue

B. Alat dan Bahan Praktikum


1. 1 Unit PC/Laptop
2. Program system vue original

SystemVue adalah sebuah lingkungan yang paling menarik dan inovatif untuk
desain baseband dan sistem komunikasi bandpass. SystemVue memiliki kemampuan
profesional yang luas yang mendukung pemrosesan sinyal digital (DSP) di dsp
microprossesor dan diprogram gate array (PGA), desain radio frekuensi analog (rf), dan
desain standar seperti IEEE 802.11g, bluetooth dan uwb. SystemVue juga dapat
digunakan untuk mensimulasikan thypical blok diagram representasi dari dasar-dasar
sistem komunikasi.

Dapat menampilkan ilustasi sinyal waktu dan spektrum baik kinerja ideal dan
terdegradasi akibat aditif kebisingan dan sistem non-linearities. SystemVue juga
memiliki kemampuan suara memanfaatkan wav file untuk input dan output. Suara dapat
digunakan untuk memperluas analisis untuk penilaian aural kinerja sistem komunikasi.

Lingkungan simulasi SystemVue yang disajikan di sini secara cepat-start untuk


memulai penyelidikan desain sistem komunikasi. Namun, SystemVue menyediakan
bantuan navigator luas yang menjelaskan setiap operasi dan semua token dari berbagai
perpustakaan, yang dapat digunakan sebagai suplemen dan referensi. Catatan aplikasi
SystemVue dan contoh dari teks ini semua tersedia dari opsi bantuan menu jendela
desain.

20
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Gambar 1. Tampilan SystemVue

1. Work Space

Ketika Anda mulai SystemVue, ruang kerja yang kosong akan terbuka. Ruang
kerja memiliki toolbar perintah pada toolbar atas dan Model token sisi kiri ruang kerja.
Alat ini digunakan untuk membuat model simulasi dan mengamati bagaimana mereka
bekerja.

Gambar 2. Halaman kerja SystemVue

2. Token Toolbar
Toolbar Token berisi semua komponen yang dibutuhkan untuk membuat model sistem.

21
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Gambar 3. Tooken Toolbar

2.1. Source Token

Source Token menghasilkan sinyal. Mereka adalah setara dengan function


generator, data, noise sources, dan lain-lain. Source Token hanya memiliki
output. (Mereka tidak memiliki masukan.)

Ada empat kelompok sumber sinyal token di perpustakaan, antara lain :

 Periodic (berkala)
 Noise / PN (kebisingan)
 Aperiodik, dan
22
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

 Import (mengimpor)

Masing-masing memiliki beberapa variasi.

Gambar 4. Jenis-jenis Source Token

2.2. Sink Tokens

Sink Token adalah setara dengan osiloskop, spectrum analyzer, dan lain-
lail Selalu memberikan nama Sink Token yang bermakna. Nama ini digunakan
untuk label layar.

Ada empat jenis Sink Token, antara lain :

 Analysis (analisa)
 Numeric (angka)
 Graphic (grafis)
 Export (ekspor)

Masing-masing memiliki beberapa variasi.

23
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Gambar 5. Jenis-jenis Sink Token

2.3. Adder Token

Token ini memungkinkan Anda untuk menambahkan dua (atau lebih)


sinyal bersama untuk membentuk satu output. Urutan koneksi penting, apakah
Anda terhubung ke input atau output. Di SystemVue, urutan koneksi selalu sama,
dari output ke input.

2.4. Multiplier Token

Token ini memungkinkan Anda untuk memperbanyak dua (atau lebih)


sinyal bersama untuk membentuk satu output.

2.5. Operator Token

Ada enam kelompok Operator Token, antara lain :

 Filters / Systems (Filter / Sistem)


 Integral / Diff (Intergral / Diff)
 Sample / Hold (Contoh / Tahan)
24
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

 Delay (penundaan)
 Logic (logika)
 Gain / Scale (penguatan / skala)

Masing-masing memiliki beberapa variasi.

Gambar 6. Jenis-jenis Operator Token

2.6. Function Token

Ada enam kelompok Function Token, antara lain :

 Non Linear
 Algebraic (aljabar)
 Functions (fungsi)
 Phase / Frequency (Fase / Frekuensi)
 Complex (kompleks)
 Multiplex

Masing-masing memiliki beberapa variasi.

25
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Gambar 7. Jenis-jenis Function Token

3. Command Toolbar

Command Toolbar memungkinkan Anda untuk menghubungkan ke token dan


menginstruksikan komputer untuk menjalankan model.

Gambar 8. Command Toolbar

3.1. Connect Tokens

Untuk menghubungkan token, Anda harus:

 Pilih ikon token terhubung pada command toolbar


 Pilih token pertama (output)
 Pilih token kedua (masukan)

Di SystemVue, urutan koneksi selalu sama, dari output dari satu token ke
masukan token yang lain. Tidak perlu untuk benar-benar menentukan input atau
output sejak SystemVue mengasumsikan bahwa Anda telah memilih output dari

26
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

token pertama yang telah Anda pilih dan ingin menghubungkannya ke masukan
dari token kedua yang telah Anda pilih.

3.2. Disconnect Tokens

Untuk melepaskan token:

 Pilih ikon disconnect token pada command toolbar


 Pilih token pertama (output)
 Pilih token kedua (masukan)

Di SystemVue, urutan pemutusan selalu sama, dari output dari satu token
ke masukan token yang lain. Sekali lagi, tidak perlu untuk benar-benar
menentukan input atau output sejak SystemVue mengasumsikan bahwa Anda
telah memilih output dari token pertama yang telah Anda pilih dan ingin lepaskan
dari masukan dari token kedua yang telah Anda pilih.

3.3. System Time

System Time memberitahu komputer bagaimana melakukan analisis. Ini


mungkin adalah bagian yang paling sulit dari program untuk digunakan, karena
membutuhkan pemahaman tentang bagaimana analisis sinyal digital bekerja. Jika
Anda meminta komputer untuk melakukan hal yang konyol, itu akan memberikan
hasil yang konyol.

27
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Gambar 9. System Time Spesification

3.4. Run System

Memilih ikon ini menginstruksikan komputer untuk menjalankan simulasi.

3.5. Analysis Window

Memilih ikon ini akan menampilkan array yang menakjubkan grafik dan plot.

4. Sinewave (Gelombang Sinus)

Yang paling sederhana dari semuasumber sinyal adalah sinewave. Ini memiliki
tiga atribut utama:

 Amplitudo
 Frekuensi
 Phase

Instrumen yang paling penting yang digunakan untuk mengukur sinewaves adalah:

 Multimeter
 Osiloskop
 Spectrumanalyzer.

28
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

4.1. Time Domain (Oscilloscope)

Model ini menghasilkan gelombang sinus 1 Hz.

Gambar 10. Model rangkaian Time Domain

 Klik tombol sistem run untuk menjalankan simulasi.

 Klik tombol jendela analisis untuk menampilkan hasil. Domain waktu


adalah tampilan default.

Gambar 11. Hasil analisis Time Domain

4.2. Frequency Domain (Spectrum Analyzer)


29
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Berbeda dengan tampilan domain waktu, komputer harus diberitahu untuk


menghasilkan tampilan domain frekuensi (spektrum analyzer). Hal ini dicapai

dengan menggunakan token Sink Kalkulator ditemukan di bagian bawah


jendela analisis. Ini membuka Jendela Kalkulator Sink. Dalamfile ini, besarnya
FFT telah diminta dan dihasilkan.

Gambar 11. Hasil analisis Frequency Domain

4.3. Sink Calculator Window

Gambar 12. Sink Calculator

30
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Ini adalah alat analisis yang sangat kuat. Pada tahap ini kita tertarik
pada fitur Spectrum. Perhatikan berbagai jenis analisis spektrum. Spektrum
Daya (dBm pada50ohm) perhitungan menghasilkan hasil yang sama sebagai
penganalisis spektrum standar. Untuk menghitung SpectrumDaya (dBm di
50ohm):

 Pilih kalkulator Sink Token [Token Kalkulator]


 Pilih Spectrum
 Pilih Spectrum Daya(dBm pada50ohm)
 Pilih Sinewave dari Select satu jendela

4.4. Define System Time

Menyiapkan waktu sistem dengan benar sangat penting untuk


menghasilkan spektrum yang bermakna.

Gambar 13. System Time Spesification

Jumlah sampel harus SetPower of2 (dalam hal ini 128). Ini
mengoptimalkan fungsi matematik ayang dikenal sebagaiFFT(Fast Fourier

31
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Transform), yang mengubah domain waktuke dalam domain frekuensi. Nomor


apapun dapat digunakan, tetapi memilih salah satu dari PowerSet2 nilai,
mengurangi jumlah artefak perhitungan yang merupakan hasil tak terelak kan dari
analisis komputer digital.

4.5. Modifikasi Model

Sebuah sine wave hanya memiliki satu komponen spektral. Meskipun


amplitudo (tegangan) dari (1 voltpeak) sine wave dalam domain waktua dalah1,
besarnya absolut dihitun gdalam domain frekuensi ½. Ini 'perbedaan' adalah hasil
alami dari FFT. The magnitiude mutlak dihitung adalah fungsi dari durasi waktu
yang ditetapkan oleh Waktu Sistem. Namun,Spectrum Power independen dari
waktu sistem. Peningkatan jumlah sampel meningkatkan resolusi frekuensi
domain dari spektrum. Menambahkan sine waves lebih.

Gambar 14. Penambahan sinewave

Jika sampel terlalu sedikit diambil, artefak spektral akan dibuat.

32
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Gambar 15. Model akhir

Gambar 16. Hasil analisis

5. Pulse

Semua bentuk gelombang berulang dapat di dekomposisi menjadi sine waves.


Frekuensi dasar memiliki periode yang sama dengan gelombang yang sedang dianalisis.
33
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Dalam kasus pulsa persegi panjang sederhana, semua komponen frekuensi yang harmonik
(kelipatan integer) dari fundamental. Amplitudo komponen (bentuk keseluruhan dari amplop
harmonik) mengikuti sinc atau fungsi.

5.1. Square Waves (Gelombang Persegi)

Gelombang persegiterdiri dariharmonikganjil darifundamental.

Gambar 17. Model square waves

Gambar 18. Hasil analisis square waves

5.2. Recatangular Pulses (Pulsa Persegi Panjang)

Sebuah pulsa rectangular terdiri dari harmonik genap dan ganjil dari fundamental.
Harmoni yang merupakan kelipatan integer dari durasi pulsa yang sama dengan nol.
Misalnya, setiap harmonik ke-4 pulsa dengan duty cycle25% sama dengan nol.

34
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Gambar 19. Model rectangular waves

Gambar 20. Hasil analisis rectangular patch

35
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

6. Triangle

6.1. Ramp (Jalan)

Gelombang jalan terdiri dari harmonik ganjil dari fundamental.

Gambar 21. Grafik hasil analisis

6.2. Triangle (Segitiga)

Gelombang segitiga memiliki harmonisa kurang dari ramp.

Gambar 22. Model triangle

36
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Gambar 23. Grafik hasil analisis

Model ini menggunakan Token Xtrnl (sebuah file teks eksternal) untuk mengubah
jalan ke dalam segitiga.

6.3. Arbitrary (Acak atau Sembarang)


37
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Gambar 24. Model dan grafik analisis arbitrary

Model ini menggunakan Token Xtrnl (sebuah file tekseksternal) untuk mengubah jalan ke
dalam segitiga.

Gelombang sembarang dapat memiliki spektrum yang kompleks.

38
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Percobaan 7

Amplitudo Modulation

Modulasi amplitudo digunakan dalam radio komersial dan siaran televisi. Meskipun secara
tradisional digunakan dalam sistem analog, proses ini dapat disesuaikan untuk membawa
informasi digital.

Persamaan AM:

Sebuah sinyal pembawa sinewave adalah bentuk dan modulasi sinyal

sinewave adalah dalam bentuk . Perhatikan bahwa amplitudo pembawa


frekuensi tinggi mengambil bentuk yang lebih rendah sinyal modulasi frekuensi membentuk
apa yang disebut amplop modulasi.

Indeks modulasi didefinisikan sebagai rasio amplitudo sinyal modulasi amplitudo sinyal

pembawa.  dimana .. Keseluruhan sinyal dapat dijelaskan oleh:

Akibatnya, memperluas seketika hasil ekspresi di AM :

39
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Dari sini kita amati bahwa sidebands atas dan bawah dibuat ketika menggunakan modulasi

amplitudo. Amplitudo sideband: , dan total spektrum diduduki adalah dua kali

bandwidth sinyal modulasi atau . Seringkali, amplitudo pembawa dinormalisasi dan


ekspresi tertulis:

Sinyal AM sering dicirikan dalam hal kekuasaan, karena kekuasaan, yang digunakan untuk
menggerakkan antena. Daya total dalam 1 Ω resistor diberikan oleh:

Dari sini kita amati bahwa dengan indeks modulasi 0, daya yang ditransmisikan sama dengan
daya pembawa. Namun, ketika indeks modulasi 1, daya yang ditransmisikan total meningkat
1,5 kali daya pembawa. Pada 100% modulasi, hanya 1/3 dari total daya dalam sidebands atau
hanya 1/2 dari daya pembawa dalam sidebands.

Dalam hal tegangan dan arus:

Jika pembawa dimodulasi oleh sinyal yang kompleks, modulasi efektif dapat ditentukan oleh
kombinasi indeks modulasi masing-masing komponen.

40
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

1. AM Modulator

Model ini secara langsung mengimplementasikan persamaan AM.

Ungkapan ini dapat dimodelkan oleh:


 Menambahkan DC offset sinyal baseband
 Mengalikan jumlah dengan pembawa

  Model ini mensimulasikan AM dua cara:

41
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

 Persamaan AM
 Sebuah tanda AM

DC offset dalam persamaan di atas mengontrol amplitudo pembawa transmisi.


Setiap nomor dapat digunakan tetapi nilai 1 menghasilkan gelombang AM standar dan 0
menghasilkan DSBSC.

AM Sweep Input

Token menyapu memungkinkan input modulasi untuk menjadi sebuah band


frekuensi. Perlu dicatat, bahwa sejak input akan pada setiap frekuensi yang diberikan
untuk hanya sebagian kecil dari waktu berjalan, amplitudo sideband akan tampak cukup
kecil.

Ini adalah penting bahwa periode token menyapu harus disinkronkan dengan
waktu sistem. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan menu Tools, global
Parameter Links, dan pengaturan periode sama dengan jumlah sampel kali langkah
waktu sistem (ns * dt)

Menggunakan tanda AM.

42
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Dengan langsung menerapkan persamaan AM, operator dapat dikurangi dengan mengurangi
DC offset, sehingga membawa amplitudonya lebih dekat dengan yang sidebands.

43
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Beberapa AM modulator dapat dikombinasikan untuk menunjukkan FDM (frequency


division multiplexing) seperti yang digunakan dalam banyak sistem siaran, termasuk AM
komersial dan FM broadcast.

Salah satu dari tiga stasiun AM dapat dideteksi oleh penerima, hanya dengan menyesuaikan
frekuensi osilator lokal.

2. Switching Modulator
 Unipolar Switching Moulator
 Bipolar Switching Modulator

44
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

 Square Law Modulator

45
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

3. Frequency Shifting

Sistem jam dalam harus setidaknya 3-5 frekuensi tertinggi dalam model.
Sebuah sampling rate yang sangat tinggi akan diperlukan karena band siaran AM
meluas ke 1,5 MHz. Seperti tingkat tinggi akan masuk akal karena kita, dalam hal ini,
terutama tertarik pada sinyal baseband.

Oleh karena itu operator RF telah bergeser ke frekuensi 30 - 50 KHz, dan 455 KHz IF
telah diturunkan menjadi 20 KHz. (Ada teknik lain, menggunakan penipisan, yang
tidak memungkinkan berbagai sinyal dan clock rate.)

Sweep Frequency Token

Periode menyapu baseband harus persis sama dengan waktu modeling. Hal ini
dapat dilakukan secara otomatis dengan menggunakan link parameter global dalam
menu tools. Atur periode menyapu ke dt * ns.

Broadcast Spectrum

Setiap stasiun siaran AM simulasi diberi amplitudo yang berbeda dan bandwidth
sinyal dalam rangka untuk membuat mereka lebih dibedakan.

46
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

AM Receivers

Sebuah penerima radio terdiri dari sebuah konverter bawah, IF bandpass filter,
amplop detektor, dan passband filter. Beberapa radio dapat menggunakan detektor
sinkron.

4. RF Mixer

Sebuah Mixer menggabungkan dua frekuensi masukan untuk menghasilkan


jumlah dan perbedaan frekuensi.

Mixer Output

47
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

IF Pass Band Filter

Jika sirkuit kontrol selektivitas penerima. Ini adalah filter bandpass


memisahkan satu sinyal dari semua orang lain. Model ini menggunakan Chebyshev 5
tiang IIR bandpass filter.

IF Output Frequency Domain

IF Output Time Domain

48
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Envelope Detector

Sebuah amplop detektor hanyalah penyearah setengah gelombang diikuti oleh


sebuah filter RC. Hal tersebut terintegrasi amplop, sehingga penggalian passband
tanpa heterodyning. Ia juga dikenal sebagai detektor asynchronous.

Envelope Detector Output

Baseband Filter

Sebuah amplop detektor menciptakan banyak komponen harmonik frekuensi


tinggi. Namun, ini tidak dapat melewati penguat audio. Dalam model ini, 5 KHz
Chebyshev 5 tiang IIR lowpass filter digunakan.

Audio Output

Output audio yang hampir identik dengan sinyal asli yang digunakan untuk
memodulasi amplitudo pembawa transmisi. Setelah model telah dipahami dan
diverifikasi, dapat runtuh dengan menggunakan Meta Token. Ini memfasilitasi
penciptaan sistem yang lebih kompleks.
49
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Image Frequency

Ada dua frekuensi, satu di atas dan satu di bawah osilator lokal, yang jika mereka memasuki
bagian RF, akan heterodyne turun ke IF dan melewati detektor. Frekuensi yang tidak
diinginkan dikenal sebagai frekuensi gambar dan harus dihilangkan sebelum mencapai mixer.

Dalam penerima AM standar, frekuensi gambar lebih tinggi dari osilator lokal.

Frekuensi gambar bisa lebih tinggi atau lebih rendah dari stasiun yang menarik

Rangkaian merdu di antena dan mixer masukan dirancang untuk menghilangkan frekuensi
gambar

Mixers

50
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Mencampur hanya waktu perkalian domain. Ini memiliki khasiat untuk menciptakan
penambahan dan pengurangan dalam domain frekuensi.

Ini berarti bahwa dua frekuensi baru telah dihasilkan, satu digeser ke atas dan yang lain
bergeser ke bawah dalam frekuensi. Sering kali filter digunakan untuk memilih salah satu
dari dua.

AM Mixers (Modulators)

Sebuah persamaan dasar menggambarkan modulasi amplitudo adalah:

Dari sini kita melihat bahwa AM melibatkan proses perkalian. Ada beberapa cara untuk
melakukan fungsi ini secara elektronik. Metode paling sederhana menggunakan switch.

Switching Modulators

Switching modulator semua dapat ditempatkan ke dalam dua kategori: unipolar dan bipolar.

51
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Bipolar Switching Modulator

Unipolar Switching Modulator

Square Law Modulator

Hubungan tegangan-arus dari dioda tidak linier dekat lutut dan dalam bentuk:
. Koefisien a dan b adalah konstanta yang terkait dengan dioda itu sendiri.

52
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Mixer in Radio Receivers

Setiap Super heterodyne penerima radio memiliki mixer. Tujuan itu adalah untuk menggeser
stasiun radio yang menarik ke frekuensi IF.

53
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

1 MHz AM pembawa ke dalam mixer

The mixer osilator input 455 KHz diatas frekuensi pembawa yang masuk.

Sebuah mixer yang ideal akan menggabungkan pembawa masuk dengan osilator lokal untuk
menciptakan jumlah dan perbedaan frekuensi.

SystemVue Mixer Models

54
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Ideal Mixer Output

Sebuah mixer nyata menggabungkan dua sinyal dan menciptakan sejumlah frekuensi baru:

 Tingkat DC
 Dua frekuensi asli
 Jumlah dan perbedaan dari dua frekuensi masukan
 Harmonisa dari dua frekuensi masukan
 Jumlah dan perbedaan dari semua harmonik

Non-Ideal Mixer Out

55
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Prinsip mixer output sinyal yang menarik adalah jumlah dan perbedaan frekuensi, baik yang
dapat digunakan sebagai IF. Namun, JIKA umumnya dipilih lebih rendah dari frekuensi
terendah yang diterima. Akibatnya, IF di radio AM telah standar untuk 455 KHz.

Mixer Comparasion

Mixer Outputs

Detectors

Ada dua tipe dasar detektor AM:

 Koheren (mengkuadratkan, sinkron)


 Non-koheren (envelope)

56
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Detektor koheren

Deteksi koheren bergantung pada regenerasi pembawa dan mencampurnya dengan sinyal
AM. Hal ini menciptakan jumlah dan perbedaan frekuensi. Perbedaan frekuensi sesuai
dengan modulasi sinyal asli.

Non-Coherent Detectors

Deteksi non-koheren tidak bergantung pada regenerasi sinyal pembawa. Detektor amplop
yang adalah yang paling umum, dan terdiri dari penyearah dioda sederhana dan detektor
puncak. Sebuah amplop detektor hanyalah penyearah setengah gelombang diikuti oleh low
pass filter.
Meskipun sinyal radio heterodyned ke 455 KHz frekuensi amplop tidak berubah. Dalam
penerima AM biasa tingkat amplop maksimum adalah 5 KHz.
Ada tiga jenis prinsip AM detektor:
 Envelope (amplop)
 Squaryng (Mengkuadratkan)
 Sinkronis

CQUAM

57
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Ide dasar dibalik C-Quam modulator sebenarnya cukup sederhana. Tahap output adalah AM
modulator biasa namun, sinyal pembawa telah digantikan oleh terbatas modulator amplitudo
vektor. Oleh karena itu, output limiter benar-benar sinyal fase-termodulasi.
Sebuah AM receiver standar akan mendeteksi variasi amplitudo sebagai L + R. Sebuah
penerima stereo juga akan mendeteksi variasi fasa dan untuk mengekstrak LR. Ini kemudian
akan memproses sinyal-sinyal ini untuk memisahkan saluran kiri dan kanan. Untuk
mengaktifkan decoder stereo, 25 Hz nada pilot ditambahkan ke saluran LR.

SSB (Single Side Band)

Tunggal sideband adalah bentuk AM dengan carrier dan satu sideband dihapus. Dalam siaran
AM normal, pemancar berperingkat dalam hal daya pembawa.

SSB pemancar mencoba untuk menghilangkan pembawa dan salah satu sidebands. Oleh
karena itu, pemancar dinilai dalam PEP [daya selubung puncak].

Dengan sinyal suara normal, pemancar SSB output 1/4 sampai 1/3 PEP.

Ada beberapa keuntungan menggunakan SSB:

 Pemanfaatan spektrum yang lebih efisien


 Kurang tunduk pada selective fading

58
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

 Lebih banyak kekuatan dapat ditempatkan dalam sinyal intelijen


 10 sampai 12 dB pengurangan kebisingan karena bandwidth membatasi

AM Modulation Waveforms

59
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

SSB Receivers

Receiver ini memerlukan osilator sangat stabil, baik yang berdekatan selektivitas saluran, dan
biasanya menggunakan teknik konversi ganda. Detektor Amplop tidak dapat digunakan
karena amplop bervariasi pada dua kali frekuensi amplop AM.

Osilator yang stabil diperlukan karena sinyal yang terdeteksi adalah sebanding dengan
perbedaan antara pembawa untransmitted dan band sisi seketika. Pergeseran kecil 50 Hz
membuat sinyal yang diterima tidak dapat digunakan.

Penerima SSB biasanya menggunakan tala frekuensi tetap daripada tuning terus menerus
seperti yang ditemukan pada kebanyakan radio. Penerima menggunakan osilator kristal untuk
memilih saluran frekuensi tetap.

 SSB – Single Sideband - radio amatir


 SSSC – Single Sideband Suppesses Carrier - pembawa percontohan kecil
ditransmisikan.
 ISB - Independent Sideband - Dua sidebands terpisah dengan pembawa ditekan.
Digunakan dalam telepon radio
 VSB - Vestigial Sideband - Sebuah parsial kedua sideband. Digunakan siaran TV
 ACSSB - Amplitudo Companded SSB
 SSB Filter Method

60
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

 SSB Double Heterodyne Filter Method

61
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

 SSB Phase Shift Method

62
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

 SSB Weaver Method

Filter Method

Cara termudah untuk membuat SSB adalah untuk menghasilkan DSBSC dan kemudian
menggunakan bandpass filter untuk mengekstrak salah satu sidebands.
Teknik ini dapat digunakan pada frekuensi carrier yang relatif rendah. Pada frekuensi tinggi,
Q dari filter menjadi sangat tinggi. Yang diperlukan Q yang diperlukan untuk menyaring dari
salah satu sidebands dapat didekati dengan:

63
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Beberapa jenis filter yang digunakan untuk menekan sidebands yang tidak diinginkan:

Single Heterodyne SSB Modulator

Mixer Output

64
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

SSB Output

Dalam rangka untuk mengurangi tuntutan ditempatkan pada filter, teknik heterodyne ganda
dapat digunakan.

Double Heterodyne SSB Modulator

65
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

First Mixer Output

First Filter Output

66
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Second Mixer Output

Second Filter Output

67
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Phase Shift Method

  Output dari mixer atas diberikan oleh:

Output dari mixer bawah diberikan oleh:

Output musim panas:. Ini sesuai dengan sideband atas saja.

Ini sesuai dengan sideband atas saja.

68
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Final Output

Kesulitan utama dengan teknik ini adalah kebutuhan untuk memberikan pergeseran fasa 90o
konstan selama seluruh band input audio. Untuk mengatasi kendala ini, metode Weaver atau
ketiga menggunakan sub pembawa audio, yang merupakan fase bergeser.

Weaver method

Ini memiliki keuntungan tidak membutuhkan fase shifter broadband Namun, penggunaan
empat mixer membuatnya canggung dan jarang digunakan.

69
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Final Output

70
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Percobaan 8
Frekuensi Modulasi

Pengertian FM

Modulasi frekuensi didefinisikan sebagai deviasi frekuensi sesaat sinyal pembawa (dari
frekuensi tak termodulasinya) sesuai dengan amplitudo sesaat sinyal pemodulasi. Sinyal
pembawa dapat berupa gelombang sinus, sedangkan sinyal pemodulasi (informasi) dapat
berupa gelombang apa saja (sinusoidal, kotak, segitiga, atau sinyal lain misalnya sinyal
audio). Gambar 1 mengilustrasikan modulasi frekuensi sinyal pembawa sinusoidal dengan
menggunakan sinyal pemodulasi yang juga berbentuk sinyal sinusoidal. Secara matematis,
sinyal termodulasi FM dapat dinyatakan dengan :

eFM = Vc sin ( ωc t + mf sin ωm t )

dengan:

eFM : sinyal termodulasi FM

em : sinyal pemodulasi

ec : sinyal pembawa

Vc : amplitudo maksimum sinyal pembawa

mf : indeks modulasi FM

ωc : frekuensi sudut sinyal pembawa (radian/detik)

ωm : frekuensi sudut sinyal pemodulasi(radian/detik)

71
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Gambar 1. (a) Sinyal pembawa (b) Sinyal pemodulasi


(c) Sinyal termodulasi FM

Indeks Modulasi FM

Seperti telah dibahas, pada modulasi frekuensi maka frekuensi sinyal pembawa
diubah-ubah sehingga besarnya sebanding dengan dengan besarnya amplitudo sinyal
pemodulasi. Semakin besar amplitudo sinyal pemodulasi, maka semakin besar pula frekuensi
sinyal termodulasi FM. Besar selisih antara frekuensi sinyal termodulasi FM pada suatu saat
dengan frekuensi sinyal pembawa disebut deviasi frekuensi. Deviasi frekuensi maksimum
didefinisikan sebagai selisih antara frekuensi sinyal termodulasi tertinggi dengan
terendahnya.
Indeks modulasi FM (mf) merupakan perbandingan antara deviasi frekuensi

maksimum dengan frekuensi sinyal pemodulasi:

mf = δ / fm

dengan:

δ : deviasi frekuensi maksimum


72
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

fm : frekuensi maksimum sinyal pemodulasi

mf : indeks modulasi FM

Besarnya indeks modulasi FM dapat dipilih sebesar mungkin sejauh tersedia bandwidth
(lebar bidang) untuk keperluan transmisinya. Biasanya besarnya indeks modulasi ini akan
dimaksimalkan dengan cara mengatur besarnya deviasi frekuensi maksimal yang diijinkan.

Sinyal sinusoidal umum termodulasi FM didefinisikan dengan:

Indeks modulasi FM didefinisikan sebagai rasio deviasi carrier untuk modulasi frekuensi:

Hasilnya, persamaan FM umumnya ditulis sebagai:

FM menghasilkan jumlah frekuensi sisi tak terbatas yang masing-masing merupakan


kelipatan bilangan bulat dari frekuensi modulasi sinyal. Fungsi Bessel digunakan untuk
menghitung amplitudo mereka.

Sebuah plot amplitudo dari carrier dan lima pertama frekuensi sisi sebagai fungsi dari indeks
modulasi menyerupai:

73
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Gambar 2. Indeks Modulasi

Gambar 3. Rangkaian indeks modulasi

74
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Gambar 4. Tampilan pada spektrum untuk Mfm=1

Gambar 5. Tampilan pada spektrum untuk Mfm=2.0

75
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Gambar 6. Tampilan pada spektrum untuk Mfm=2.4

Efek Sinyal Modulasi

Gambar 7. Rangkaian efek sinyal modulasi

76
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Gambar 8. Tampilan pada sinewave spectrum

Gambar 9. Tampilan pada squarewave spectrum

Analisis Frekuensi Gelombang Termodulasi FM

Persamaan gelombang FM dinyatakan sbb:

eFM = Vc J0 mf sin ωc t

+ Vc {J1 (mf) [sin (ωc + ωm )t - sin (ωc - ωm )t]}

77
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

+ Vc {J2 (mf) [sin (ωc + 2ωm )t - sin (ωc - 2ωm )t]}

+ Vc {J3 (mf) [sin (ωc + 3ωm )t - sin (ωc - 3ωm )t]}

+ Vc {J4 (mf) [sin (ωc + 4ωm )t - sin (ωc - 4ωm )t]}

+ ………

Dengan:

eFM : amplitudo sesaat gelombang termodulasi FM

Vc : amplitudo puncak pembawa

Jn : penyelesaian fungsi Bessel orde ke-n untuk indeks modulasi

mf : indeks modulasi FM

dan
Vc J0 (mf) sin ωc t = komponen frekuensi pembawa

Vc{J1 (mf) [sin (ωc+ωm)t - sin (ωc - ωm)t]} = komp. bid. sisi pertama

Vc {J2 (mf) [sin (ωc + 2ωm )t - sin (ωc - 2ωm )t]} = komp. bid. sisi ke-dua

vc {J3 (mf) [sin (ωc + 3ωm )t - sin (ωc - 3ωm )t]} = komp. bid. sisi ke-tiga

Vc {J4 (mf) [sin (ωc + 4ωm )t - sin (ωc - 4ωm )t]} = komp. bid. sisi ke-empat

Vc {J4 (mf) [sin (ωc + 5ωm )t - sin (ωc - 5ωm )t]} = komp. bid. sisi ke-lima dst

Penyelesaian fungsi Bessel orde ke-n untuk berbagai indeks modulasi dapat dilihat pada
gambar 11 dan tabel fungsi Bessel.

78
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Gambar 10. Tabel fungsi Bessel

Ji : nilai amplituda komponen frekuensi sideband ke i (i≠0)

Jo : nilai amplituda komponen frekuensi sinyal pembawa (bukan sideband)

β = mf : indeks modulasi

Lebar bandwidth pada modulasi FM dapat ditentukan menggunakan teorema carson sebagai
berikut :

BW{FM}=2(f{d}+f{m})

dimana,

fd = frekuensi deviasi

fm = frekuensi maksimum sinyal pemodulasi

Karakter dari transmisi modulasi frekuensi (Frequency Modulation, FM) adalah :

 Tidak dapat dipantulkannya gelombang elektromagnetic dari modulasi frekuensi


sehingga jarak pancaran adalah line of sight dan terbatas pada daya pancar.
 Ketahanan modulasi terhadap noise pada transmisi modulasi frekuensi, sehingga
kualitas sinyal informasi yang diterima jernih seperti aslinya.

79
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Gambar 11. Penyelesaian fungsi Bessel orde ke-n untuk berbagai indeks modulasi

Dengan memasukkan nilai-nilai indeks modulasi, frekuensi pembawa, dan frekuensi


pemodulasinya maka dapat ditentukan pula penyelesaian fungsi Bessel yang bersangkutan.
Selanjutnya dapat digambarkan spektrum frekuensi sinyal termodulasi FM yang
bersangkutan. Gambar 12 memperlihatkan contoh spektrum sinyal termodulasi FM.

Gambar 12. Spektrum sinyal termodulasi FM

80
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Lebar Bidang Untuk FM

Lebar-bidang yang dibutuhkan untuk mentransmisikan sinyal FM adalah:


BW = 2 ( n . fm )

Dengan n adalah nilai tertinggi komponen bidang-sisi dan fm adalah frekuensi tertinggi

pemodulasi. Oleh karena pada kenyataannya nilai n mencapai tak hingga, maka secara teoritis
lebar bidang yang dibutuhkan adalah tak hingga pula. Namun, amplitudo komponen bidang
sisi untuk n yang bernilai besar menjadi tidak terlalu signifikan sehingga kontribusinya dapat
diabaikan. Dengan pertimbangan ini, maka nilai n yang digunakan untuk menentukan lebar
bidang adalah nilai n yang masih memberikan kontribusi signifikan pada amplitudo
komponen bidang sisinya. Kontribusi yang dapat dianggap signifikan adalah yang
memberikan tegangan sebesar minimal 1% atau – 40 dB. Hal ini dapat dilihat pada tabel
fungsi Bessel, misalnya untuk mf sebesar 5 maka jumlah n yang signifikan adalah 8 (sampai

dengan J8 , untuk n > 8 diabaikan).

Pada tahun 1938 J.R. Carson menyatakan bahwa untuk mentransmisikan sinyal termodulasi
FM dibutuhkan lebar bidang minimal dua kali jumlahan deviasi frekuensi dengan frekuensi
maksimum sinyal termodulasi. Selanjutnya hal ini dikenal dengan Carson’s rule dan dapat
dinyatakan sebagai:

BW = 2 ( δ + fm )

dengan δ adalah deviasi frekuensi dan fm adalah frekuensi tertinggi sinyal pemodulasi.

FCC telah mengalokasikan lebar bidang sebesar 200 kHz untuk siaran FM (disebut FM
bidang lebar atau wideband FM). Deviasi frekuensi maksimum yang diijinkan adalah sebesar
δ = ± 75 kHz. Dengan batasan ini, maka besarnya indeks modulasi juga dibatasi (mulai
sebesar mf = 5 untuk fm=15 kHz hingga sebesar mf=1500 untuk fm=50 Hz). Gambar 13

memperlihatkan bidang frekuensi untuk siaran komersial FM.


Selain yang telah dibahas di atas, FCC juga mengalokasikan bidang frekuensi untuk siaran
FM bidang sempit (narrowband FM) sebesar 10 – 30 kHz. Indeks modulasinya dibuat
mendekati satu sehingga lebar bidang yang diperlukan sama dengan lebar bidang untuk sinyal
81
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

AM yaitu hanya sebesar 2 x fm. Contoh FM bidang sempit antara lain sistem radio mobil

untuk polisi, dinas kebakaran, pelayanan taksi, telefon seluler, radio amatir, dan lain-lain.

Gambar 13. Bidang frekuensi untuk siaran komersial FM

Stereo Modulator

FM Stereo Modulator

Stereo mensyaratkan bahwa ada sinyal pita twobase. Banyak stasiun radio juga disiarkan
saluran 3 yang digunakan untuk musik latar belakang. Sinyal-sinyal baseband multiplexing
bersama-sama dan digunakan untuk memodulasi frekuensi pembawa FM.

Gambar 14. FM Carrier

82
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Amplitudo sinyal komponen multiplexing menurun seiring dengan meningkatnya frekuensi.


Hal ini untuk mencegah operator dari luar menyimpang di saluran siaran yang ditugaskan.

Gambar 15. Rangkaian FM Stereo Modulator

83
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Gambar 16. Tampilan spektrum FM stereo baseband

Gambar 17. Tampilan spektrum FM stereo transmission

84
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

PERCOBAAN 9

GRAFIK FUNGSI DUA DIMENSI DAN TIGA DIMENSI PADA


MATLAB

A. Tujuan Percobaan

1. Mahasiswa dapat mengenali program Matrix Laboratory (MATLAB)


2. Mahasiswa dapat memrogram software MATLAB.
3. Mahasiswa dapat membuat gambar dua dimensi dan tiga dimensi dalam software
MATLAB.

B. Alat dan Bahan

1. Program MATLAB
2. Modul praktikum Telekomunikasi

C. Pendahuluan

MATLAB merupakan program yang menggunakan bahasa tingkat tinggi. MATLAB


merupakan kependekan dari MATrix LABoratory yang didasari oleh penggunaan matriks
didalamnya. MATLAB merupakan perangkat yang memiliki banyak kegunaan.
Kegunaan dari MATLAB antara lain dalam bidang telekomunikasi, pemrosesan sinyal
dan gambar, kontrol, matematika, pemodelan finansial, dan lain sebagainya.
Gambar 1 merupakan tampilan kerja dari MATLAB. Dari gambar tersebut dapat
diketahui ada 2 cara untuk menjalankan program MATLAB, yaitu pertama adalah
melalui jendela instruksi (command window) dimana pengguna mengetik instruksi lalu
menjalankan program tersebut, dan kedua adalah menulis instruksi pada text editor,
memformulasikan sebuah program dan mengeksekusi instruksi tersebut dalam batch
mode. Untuk menjalankan program salah satunya adalah dengan memilih menu Debug
 Run atau melalui pengetikan nama skrip pada bagian command prompt. Dalam hal
ini, file skrip harus disimpan dalam current directory, ekstensi yang digunakan adalah
bertipe .m, dan kadang-kadang disebut dengan M-files.

85
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Gambar 1.1 Tampilan Kerja MATLAB

1. Instruksi Membuat Gambar Dua Dimensi pada MATLAB


a. Batas pada Vektor-x
Gambar yang dimaksud dalam hal ini secara umum merupakan suatu grafik
fungsi tertentu. Dan untuk suatu grafik dua dimensi, terdapat vektor x dan juga
vektor y = y(x).
Untuk vektor x terdapat batas awal (initial value) dan batas akhir (final value).
Sintak yang secara umum digunakan adalah x = initial value : final value. Dalam
permasalahan lain, untuk membuat gambar yang lebih smooth dibutuhkan suatu
step yang lebih kecil (diantara nilai-nilai x tersebut). Fungsi step ini adalah
mengatur jarak (step) dari suatu nilai ke nilai berikutnya hingga batas akhir dari
elemen x. Untuk sintak yang digunakan adalah x = initial value : nilai step : final
value.

86
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Untuk elemen x yang lebih rumit misalkan -3π ≤ x ≤ -2π, maka digunakan
sintaks linspace, dimana dalam hal ini sintaks linspace akan membuat jarak sesuai
banyak linspace yang diperlukan.
Sintak yang digunakan adalah x = linspace (initial value, final value,
banyaknya elemen). Sebagai contoh jika memasukan x = linspace (0,0.2,5) maka
jawabannya (answer) adalah ans = 0 0.05 0.1 0.15 0.20.
Adapun sintaks lain yang dapat digunakan, yaitu logspace. Logspace ini
secara khusus akan menjadikan batas awal dan akhir (yang dimasukan pada sintak
logspace) menjadi pangkat dari 10. Misal sintaksnya adalah logspace (0,1,5) maka
ans = 1.00 1.78 3.16 5.62 10.00, dengan kata lain sintak logspace akan
membuat 5 elemen secara logaritmik dengan interval 100 hingga 101.

b. Tanda Khusus pada Beberapa Fungsi dalam Suatu Gambar


Pada suatu gambar, memungkinkan terdapat beberapa fungsi. Dalam hal ini,
diperlukan sebuah tanda (ciri) khusus yang dimiliki oleh masing-masing fungsi.
Berikut merupakan tanda khusus yang dapat diberikan pada suatu grafik.
Simbol Warna Simbol Jenis Titik Simbol Jenis Garis
B Biru . Titik - Solid
G Hijau o Lingkaran : Dotted
R Merah x Tanda-x -. Dashdot
C Cyan + Plus − Dashed
M Magenta * Bintang
Y Kuning s Kotak
K Hitam d Belah ketupat
W Putih <, > Segitiga
p Pentagram
h hexagram

Sintak yang dapat digunakan dari tabel diatas misal: plot (x,y,’g:*’) yang
diartikan bahwa grafik tersebut akan digambar dengan warna hijau bintang dengan
garis titik (dotted).

Sintak lain yang dapat digunakan adalah sebagai berikut:


87
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Instruksi Hasil Keterangan


Vektor dimunculkan
plot setelah teks “Color” dapat
(x,y1,’Col memeriksa elemen yang
or,[1 0 1], diambil dalam [0 1].
‘linewidth Nomor 4 menentukan
’,4) ketebalan garis.

c. Sintak Hold dalam Grafik


Jika suatu grafik dieksekusi dengan sintak plot, maka grafik tersebut akan
dibuang. Sintak hold digunakan untuk menggunakan grafik yang telah kita buat
sebelumnya. Berikut merupakan salah satu penggunaan sintak hold.
Instruksi Hasil Keterangan
x=linspace Mendefinisikan dari
(0,2*pi,150); vektor x serta
plot(x,cos(x)); menggambar
cos (x).

hold on Grafik sebelumnya


ditahan (tidak dihapus).
plot(x,sin(x)); Fungsi yang baru
digambar bersama
dengan grafik
sebelumnya.

hold off Mode hold dimatikan.


plot Grafik sebelumnya
(x,tan (x)); dihapus, dan digantikan
dengan penggambaran
grafik fungsi yang baru.

d. Membuat Kisi (Grid) pada Grafik

88
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Dengan sintak grid on, maka mengaktifkan kisi (grid), pada grafik. Sedangkan,
sintak hold off akan menghilangkan grid pada grafik.
Pengetikan sederhana dari grid pada grafik adalah mengganti dalam dua buah
mode. Teks disamping x-axis dan y-axis dapat dibuat menggunakan sintak xlabel
dan ylabel. Sebuah judul grafik dapat dimasukan dalam sintak titile. Berikut
merupakan contoh dari penggunaan sintak grid.
Instruksi Hasil Keterangan
x=linspace(0,2*pi,150); Mendefinisikan
plot(x,cos(x) vektor x dan
, ’r*’,x,sin(x) ,’k’) menggambarkan
cos(x) dan
sin(x).
Grid Ditambahkan
garis kisi (grid).

xlabel (‘x-axis’) Pe-labelan pada


ylabel (‘y-axis’) garis x dan y,
title (‘Graph of cos (x) serta judul dari
and sin (x)’) grafik.

Teks dapat dibuat pada titik yang spesifik pada gambar dengan cara
mengetikan sintak “text (x,y,’string’)”, dimana (x,y) adalah koordinat dimana titik
yang akan diberi nama. Cara yang paling mudah adalah memasukan teks kedalam
grafik menggunakan sintak “gtext (‘string’)”, dimana teks dimasukan dengan
menggunakan mouse untuk memilih titik. Sintak “legend (‘string1’,’string2’,...)”
mengatur legenda pada gambar menggunakan beberapa kata yang spesifik sebagai
label. Legenda dihapus dengan mengetikan “legend off”. Maka, sintak “axis
([x_min, x_max, y_min, y_max])” mengkhususkan batas hanya untuk 2 sumbu.
Jika batas sumbu-x dirubah, maka sintak yang digunakan adalah “xlim ([x_min,

89
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

x_max])”. Dengan cara yang sama, mengeksekusi sintak “ylim ([y_min,y_max])”,


yang mengatur batas sumbu-y.

e. Membuat Grafik pada Figure yang Berbeda


Pada pembahasan a hingga d merupakan gambar yang diberi nama Figure 1.
Dengan mengetikan (pada command prompt) “figure”, maka sebuah figure baru
akan dibuat dengan nama Figure 2 dengan tidak menghilangkan Figure 1.
Mengetik “figure (k)” akan memunculkan figure baru yang diberi nama Figure k.
Figure ini akan aktif dimana grafik selanjutnya akan dimunculkan.
Sintak “subplot (m,n,p)” atau “subplot (mnp)” membagi jendela figure
menjadi m x n dan memunculkan sebuah bagian figure yang disebut figure pth.

f. Sintak untuk Plotting


Ada beberapa sintak lain yang dapat digunakan untuk mengatur pembuatan
gambar (plotting) sebuah fungsi. Sintak “loglog (x,y)” menyebabkan sumbu x dan
y berada dalam skala logaritmik. Sintak “semilogx (x,y)” menyebabkan hanya
sumbu x yang berada dalam skala logaritmik. Sedangkan, sintak “semilogy (x,y)”
menyebabkan hanya sumbu y yang berada dalam skala logaritmik. Sintak “area
(x,y)” membuat daerah yang padat.
Sintak fplot digunakan untuk memudahkan membuat sebuah fungsi dengan
batas tertentu. Misal “fplot (‘abc’,[x_min,x_max])”, maka fungsi abc akan
diletakan pada interval [x_min, x_max]. Untuk memudahkan dalam menggambar
sintak yang dapat digunakan adalah ezplot. Sintak ini berguna ketika menggambar
tampilan dengan adanya symbolic expressions.

g. Membuat Fungsi Waktu Diskrit


Fungsi waktu diskrit memiliki bentuk f [ n ] , n ∈ z , dimana z merupakan bilangan
bulat. Dalam hal ini sintak yang tepat digunakan adalah sintak “stem (n,f)”. Sintak
ini membuat data berurut pada vektor f terhadap vektor n. Grafik terdiri dari sumbu
x yang ditandai lingkaran pada nilai data di titik tersebut.

h. Grafik dalam Koordinat Polar

90
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Sintak yang digunakan untuk membuat grafik dalam koordinat polar adalah
“polar (theta,r)”, dimana theta merupakan sudut (dalam satuan radian), dan r
merupakan jarak dari sumbu pusat.

i. Membuat Fungsi dengan Ketentuan Lebih Dari Satu


Pada dasarnya, suatu fungsi yang memiliki ketentuan yang lebih dari satu,
menyebabkan adanya perubahan pada suatu interval tertentu. Dan untuk
menggabungkan beberapa ketentuan tersebut maka digunakan variabel yang berisi
beberapa ketentuan tersebut.
Mengingat bahwa ada dua variabel dalam suatu sinyal waktu, yaitu t dan f. Jika
masing masing memiliki ketentuan yang dimisalkan t1, t2, dan t3 serta f1, f2, dan
f3, maka untuk menggabungkannya dapat ditulis dengan “t=[t1 t2 t3];” dan “f=[f1
f2 f3];” dan untuk menggambarkannya digunakan sintak “plot (t,f)”.

2. Instruksi Membuat Gambar Tiga Dimensi pada MATLAB


a. Membuat Kurva Tiga Dimensi
Sintak yang dapat digunakan adalah “plot3” yang dapat memunculkan kurva
dalam ruang tiga dimensi. Sintak ini merupakan sebanding dengan sintak plot.
Sintak dapat ditulis dengan “plot3(x,y,z)”, dimana x, y, dan z merupakan vektor
yang sama panjang. Garis merupakan gabungan dari ketiga koordinat tersebut.
Sintak untuk gambar dua dimensi dapat berlaku untuk gambar tiga dimensi dengan
menggunakan sintak yang tepat. Sebagai contoh, sintak “text” memiliki empat
argumen masukan (tiga koordinat dan sebuah string). Untuk memasukan label pada
sumbu x, sintak “zlabel” dibutuhkan. Sintak seperti grid, box, subplot, dan lain
sebagainya memiliki fungsi yang sama pada gambar tiga dimensi.

b. Menggambar Suatu Permukaan dalam Tiga Dimensi

91
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Dalam menggambarkan suatu permukaan dalam ruang tiga dimensi diperlukan


beberapa syarat jika z = f (x,y), x1≤x≤ x2, y1≤y≤ y2 adalah:
- Vektor x dan sumbu y harus memiliki batas tertentu.
- Dengan sintak meshgrid vektor x dan y dikonversi dalam dua matriks X
dan Y. Baris dari X merupakan salinan dari vektor x dan kolom dari Y
merupakan salinan dari vektor y.
- Matriks baru (Z), dideterminisasi dalam matriks X dan Y sesuai dengan
fungsi f (x,y); sehingga, kita definisikan Z=f (X,Y).
- Grafik tiga dimensi dimunculkan dengan sintak ”mesh (X,Y,Z)” atau
dengan sintak “surf (X,Y,Z)”

D. Langkah-langkah Percobaan

1. Membuat Gambar dalam Dua Dimensi

Berikut merupakan langkah untuk menggambar fungsi y(x) = x2, -2 ≤ x ≤ 2.

Instruksi Hasil Keterangan


x=-2:2 x = -2 -1 0 1 2 Vektor x didefinisikan dari
-2 hingga 2.
length ans = 5.00 Vektor x memiliki 5
(x) elemen.
y=x.^2 y=41014 Vektor y dibuat.
length ans = 5.00 Vektor y memiliki jumlah
(y) elemen yang sama dengan
x.
plot Grafik fungsi y(x) = x2, -2
(x,y) ≤x≤2

Berikut merupakan cara untuk memperoleh grafik fungsi yang lebih baik.

92
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Instruksi Hasil Keterangan


x=-2:0.1:2 x = -2.00 -1.90 -1.80 -1.70 -1.60 Vektor x didefinisikan dari
-1.50 -1.40 -1.30 -1.20 -1.10 -2 hingga 2 dengan step
-1.00 -0.90 -0.80 -0.70 -0.60 0.1.
-0.50 -0.40 -0.30 -0.20 -0.10
0 0.10 0.20 0.30 0.40
0.50 0.60 0.70 0.80 0.90
1.00 1.10 1.20 1.30 1.40
1.50 1.60 1.70 1.80 1.90
2.00
plot (x,y) Terjadi kesalahan (error)gambar Mencoba eksekusi
masing-masing vektor harus memiliki program, tetapi ada
panjang yang sama kesalahan karena panjang
(x) = 41 dan panjang (y) =
5.
y=x.^2 y=41014 Vektor y diperbaharui
disesuaikan dengan vektor
x yang baru.
length (y) ans = 41.00 Sekarang dua vektor
memiliki nomor elemen
yang sama, dan grafik
dapat dibuat.
plot (x,y) Grafik fungsi y(x) = x2, -2
≤x≤2

93
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

plot (y) Gambar fungsi disamping


sama dengan grafik plot
(x,y), namun gambar
disamping tidak dalam
interval garis x [-2 2]
tetapi [1 41]. Hal ini
dikarenakan gambar ini
merupakan elemen y
terhadap indeksnya, dan
bukan terhadap elemen x.

2. Membuat beberapa Fungsi dalam suatu Gambar

Berikut merupakan langkah untuk menggambar fungsi y(x) = x 2 cos (x), g(x) = x
cos (x), dan f(x) = 2x sin (x), 0 ≤ x ≤ 2π.

Instruksi Hasil Keterangan


x=linspace Definisi dari vektor x.
(0,2*pi,100);
y=(x.^2).cos(x); Definisi vektor y, g, dan
g= x.*cos(x); f.
f=(2.^x).*sin(x)
plot (x,y,x,g,x,f) Dengan menggunakan
sintaks plot dapat
menggambarkan
beberapa fungsi pada
suatu gambar.

94
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Langkah untuk menggunakan beberapa tanda (ciri) khusus pada gambar yang
berisi beberapa fungsi adalah sebagai berikut.

Instruksi Hasil Keterangan


x=linspace Definisi dari vektor x.
(-1,1,15);
y1=asin(x); Definisi vektor y1,
y2=acos(x); dan y2.
plot Fungsi pertama
(x,y1,’k:p’,x,y2,’r-o’) digambarkan dengan
pentagon hitam
dengan garis titik,
sedangkan fungsi
kedua digambarkan
dengan lingkaran
merah dengan garis
titik.

3. Pemberian Label pada Grafik Fungsi

Instruksi Hasil Keterangan

95
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

text (3,0.3,’string1’) Teks “string1”


gtext (‘string2’) diletakkan pada
legend (‘cos(x)’,’sin (x)’) titik dengan
koordinat [3 0.3],
dan teks “string2”
diletakkan
menggunakan
mouse. Instruksi
legenda
mengklarifikasi
fungsi mana yang
merupakan
koresponden dari
garis.
Axis([2,4,-1,0]) Mengganti batas.
Sumbu x pada [2
4] dan sumbu y
pada [-1 0]

4. Membuat Grafik pada Figure yang Berbeda

Instruksi Hasil Keterangan


figure Dibuat figure
baru yang diberi
nama figure 2.
Dan figure
sebelumnya tidak
dihilangkan.

96
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

x=0:.1:2*pi; Figure 2 yang


plot (x,x.*exp(-x)); aktif
menyebabkan
grafik digambar
pada figure 2.

subplot (2,3,5) Figure dibagi


menjadi 2 x 3 = 6
bagian. Bagian
figure yang aktif
adalah bagian ke-
lima.

plot (x,x.*exp(-x)) Hasil grafik


diletakan pada
bagian figure
yang telah dibagi.

97
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

subplot (2,3,3) Mengaktifkan


bagian figure ke-
tiga.

5. Membuat Grafik dengan Sintak yang berbeda

Instruksi Hasil Keterangan


x=1:100; Grafik dengan
y=2*x+30; fungsi y(x) =
plot (x,y) 2x+30, 1≤x≤100.

loglog(x,y) Grafik y(x) dalam


skala logaritmik.

semilogx (x,y) Grafik y(x)


dengan sumbu x
dalam skala
logaritmik.

98
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

semilogy (x,y) Grafik y(x)


dengan sumbu y
dalam skala
logaritmik.

area (x,y) Area yang


dipadatkan untuk
fungsi y(x).

Fplot (‘2*x+30’, Membuat grafik


[1,100]) y(x) dengan
% atau sederhana dengan
Ezplot (‘2*x+30’, menggunakan
[1,100]) fplot atau ezplot
dimana tidak
dapat membuat
beberapa vektor.

6. Membuat Fungsi Waktu Diskrit

Instruksi Hasil Keterangan


n=-3:3 n = -3 -2 -1 0 1 2 3 Perbedaan pada
f=n.^2 f= 9 4 1 0 1 4 9 titik n adalah 1.
Fungsi f[n] = n2.
stem (n,f) Grafik f[n] = n2, -
3≤n≤3 dengan
menggunakan
sintak stem.

99
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

stem (n,f,’r*’) Grafik dengan


tanda bintang
berwarna merah.

7. Membuat Grafik dalam Koordinat Polar

Instruksi Hasil Keterangan


theta=linspace(0,4 theta = 0 1.3963 2.7925 4.1888 Fungsi r = θ
*pi,10) 5.5851 6.9813 8.3776 9.7738
r=theta 11.1701 12.5664
r= 0 1.3963 2.7925 4.1888
5.5851 6.9813 8.3776 9.7738
11.1701 12.5664
Polar (theta,r,’ –*’) Grafik fungsi r =
θ menggunakan
koordinat polar.
Merupakan grafik
antara sudut
terhadap radius.
Sintak tambahan
menyebabkan
titik-titik
penghubungnya
ditandai bintang.

100
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

8. Membuat Fungsi dengan Beberapa Ketentuan

{
1 ,−2≤ t ≤ 2
f ( t )= 0 , 2<t <5
t sin (4 πt) , 5≤ t ≤ 8

Instruksi Hasil Keterangan


t1=-2 : .1 : 2; Tiga ketentuan
t2=2.1 : .1 : 4.9; waktu.
t3=5 : .1 :8;

f1=ones(size(t1)); Merupakan f1
yang sama
dengan t1. Jika
penulisan f1=1,
maka plot tidak
dapat dibuat,
karena vektor
lainnya tidaklah
sama.
f2=zeros(size(t2)); f(t) kedua bernilai
nol (zero).
f3=t3.*sin(4*pi*t3) f3 merupakan f(t)
; dari t3 yang
memiliki fungsi
sin (4π t3)
t=[t1 t2 t3]; Tiga waktu
interval
digabungkan, dari
interval -2 hingga
8.
f=[f1 f2 f3]; Ketiga fungsi
digabungkan
101
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

untuk kesatuan
fungsi.

plot(t,f) Fungsi f(t).


title(‘Multi-part
function f(t)’)

9. Membuat Kurva Tiga Dimensi

Instruksi Hasil Keterangan


x=0 : .1 : 100; Fungsi f(x) = (x,
y=cos(x); cos(x), sin(x))
z=sin(x); Untuk
0≤x≤100.
plot3(x,y,z) Grafik f(x,y,z)
pada gambar
tiga dimensi.

xlabel (‘x’) Label pada


ketiga sumbu.
ylabel
(‘y=cos(x)’)

zlabel
(‘z=sin(x)’)

10. Membuat Suatu Permukaan Tiga Dimensi

z=f ( x , y )=x + y ,1 ≤ x ≤ 5 ,1 ≤ y ≤ 5.
102
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Instruksi Hasil Keterangan


x=1:5; x =1 2 3 4 5 Menentukan
y=1:5; y =1 2 3 4 5 vektor x dan y.

[X,Y]= X=1 2 3 4 5 Mengkonversi


meshgrid (x,y) 1 2 3 4 5 vektor x dan y
1 2 3 4 5 dalam matriks X
1 2 3 4 5 dan Y dengan
1 2 3 4 5 menggunakan
sintak meshgrid.
Y= 1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
1 2 3 4 5
Z=X+Y Z=2 3 4 5 6 Matriks Z
3 4 5 6 7 sebanding
4 5 6 7 8 dengan
5 6 7 8 9 hubungan
6 7 8 9 10 Z=f (X,Y).
mesh (X, Y, Z) Grafik
permukaan
dimunculkan
dengan sintak
mesh.

surf (X, Y, Z) Sintak surf


membuat
permukaan yang
berwarna.

103
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

z = x+y Kurva ini


plot3 (x, y, z) dimunculkan
sebagai
pembanding,
bahwa untuk
menggambarkan
permukaan,
maka harus
menggunakan
matriks untuk
menggambarkan
suatu
permukaan.

E. Tugas

Buatlah grafik tiga dimensi seperti berikut.

Dimana 0 ≤ x ≤ 10, 0 ≤ y ≤ 10, dan z = 0.

[catatan: gunakan matriks dan salah satu sintak matriksnya “Z = zeros (size(X));”]

104
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

PERCOBAAN 10

SINYAL

A. Tujuan
 Mahasiswa dapat mengaplikasikan sistem menggunakan Software MATLAB
 Mahasiswa dapat mengaplikasikan fungsi Sinyal Waktu Kontinyu menggunakan
Software MATLAB.
 Mahasiswa dapat mengaplikasikan fungsi Sinyal Waktu Diskrit menggunakan
Software MATLAB.

B. Alat dan Bahan


 Program MATLAB

 Modul praktikum Telekomunikasi

C. Teori Dasar
 Definisi Sinyal
Sinyal didefinisikan sebagai kuantitas alami yang bervariasi sesuai dengan satu atau
lebih variabel yang independen seperti waktu dan ruang. Waktu biasanya merupakan
variabel yang independen, tetapi variabel seperti frekuensi dapat juga dipertimbangkan.
Contoh dari sinyal adalah suara, gambar, arus listrik, tegangan, pesan yang
ditransmisikan, dan lain-lain. Dari fungsi matematika, sinyal digambarkan oleh fungsi
105
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

dari satu atau variabel bebas. Menurut jumlah variabel independen, sinyal
dicirikan sebagai satu dimensi (1-D), dua dimensi (2-D), atau sinyal multidimensi.

 Kategori Tipe Variabel


Terdapat tiga kategori utama dimana sebuah sinyal dapa diklasifikasikan sesuai
dengan jenis dari variabel independen dan dependen.

a. Sinyal Waktu Kontinyu


Sinyal dikatakan sinyal waktu kontinyu (analog) jika variabel independen (waktu)
didefinisikan dalam interval terus menerus. Untuk sinyal 1-D, domain dari sinyal
adalah interval yang kontinyu dari sumbu nyata. Selain itu, nilai dependen yang
biasanya menunjukkan amplitudo sinyal juga merupakan variabel kontinyu.
Sinyal analog dinyatakan oleh fungsi x(t), dimana t adalah nilai real.
Bagaimanapun, sinyal waktu kontinyu atau fungsi pendekatan menggunakan
fungsi waktu diskrit yang sesuai dengan waktu yang sangan singkat.

b. Sinyal Waktu Diskrit


Sebuah sinyal dikatakan sinyal waktu diskrit jikan variabelnya bebas (waktu)
yang dirumuskan pada interval disktrit (misalnya, himpunan bilangan integer),
ketika nilai bergantung yang dirumuskan pada nilai kontinyu.

c. Sinyal Digital
Sinyal digital adalah sinyal yang kedua variabel nya bebas dan tidak bebas
(bergantung) yang mengambil nilai diskrit.

 Sinyal Waktu Kontinyu Dasar


a. Sinyal sinusoida
Katagori dasar yang ditunjukkan adalah sinyal sinusoida. Jenis sinyal dalam
bentuk x(t) = A cos (Ωt + θ ), dimana Ω adalah frekuensi sudut, diberikan dalam
rad = s, A adalah amplitudo sinyal amplitudo, dan u adalah phasa (dalam radian).
Sinyal sinusoida adalah sinyal periodic dengan periode dasar T yang di berikan
oleh T = 2 π /Ω s. Jadi frekuensi didefiniskan sebgai f = 1/T atau f = Ω/2 π .

b. Sinyal Eksponensial
106
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Sinyal eksponensial adalah sinyaldalam bentuk x(t) = Aebt. Jika b > 0, fungsi x(t)
meningkat ketika b < 0, x(t) adalah fungsi penurunan. Pada t = 0 sinyal
mengambil nilai x(0) = A sebagai ebt = 1.

c. Fungsi u(t)
Fungsi u(t) ditentukan oleh:

Namun, u(t) adalah sinyal waktu kontiny; sehingga nilai t = 0 dapat dihilangkan
dan u(t) dapat didfenisikan sebagai

Instruksi MATLAB menghasilkan fungsi unit step u(t) dengan instruksi


heaviside (t).

Berdasarkan program MATLAB, fungsi unit step ditentukan sebagai

d. Fungsi Pulsa Kotak


Fungsi pulsa kotak pT(t) adalah pulsa kotak dengan unit amplitudo dan durasi
waktu T. Hal ini didefinisikan dalam fungsi satuan u(t) sebagai berikut

D. Langkah Percobaan
1. Langkah untuk menggambar fungsi sinyal analog y(t) = cos(t), 0≤ t ≤10
107
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Instruksi Hasil Keterangan


t=0:0.01:10 Waktu (variabel
bebas) didefinisikan
dengan
menggunakan
langkah yang singkat
(waktu=0.01) dalam
domain kontinyu 0
≤ t ≤ 10
y=cos(t); Variabel yang
bergantung y (t)
didefinisikan pada
nilai kontinyu -1
≤ y ( t ) ≤1.
plot (t,y) Sinyal analog
digambarkan
menggunakan
instruksi plot.

2. Langkah untuk menggambar fungsi Sinyal Waktu Diskrit y(n) = cos[n]. Perhatikan
bahwa ketika mengacu pada waktu diskrit variabel n biasanya digunakan untuk
menyatakan waktu.

Instruksi Hasil Keterangan


n=0 : 10
y= cos (n);

108
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Plot Grafik sinyal waktu


(n,y,‘:0’) diskrit y[n]
menggunakan instruksi
plot dengan sintak yang
tepat. Poin yang
ditentukan oleh
lingkaran adalah nilai-
nilai y[n].
Stem (n,y) Menggunakan instruksi
stem lebih tepat ketika
berhubungan dengan
sinyal waktu diskrit.

3. Langkah untuk menggambar fungsi Sinyal Digital y[n] = cos[n] diplot sekali lagi,
tetapi kita menggunakan instruksi round untuk membatasi nilai-nilai y[n]. Artinya,
y[n] dapat -1, 0, 1.

Instruksi Hasil Keterangan


n=0:10 Waktu diskrit n
(variabel bebas)
definisikan dengan
langkah 1.
y=cos (n); Didefinisikan sebagai
variabel yang
bergantung.
y=round(y); Variabel y[n]
dibulatkan ke integer
yang terdekat; yaitu
diambil dari nilai-nilai
109
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

diskrit
plot(n,y,’:o’) Grafik sinyal waktu
diskrit menggunakan
instruksi plot dengan
sintak yang tepat. Poin
yang ditentukan oleh
lingkaran adalah nilai-
nilai y[n].

stem (n,y) Menggunakan instruksi


stem yang lebih tepat
untuk sinyal digital.

4. Langkah untuk menggambarkan Sinyal Sinusoida x(t) = 3 cos(3 πt+ π /3) di empat
periode

Pertama, periode T di hitung dengan T = 2 π / Ω= 2 π /3 π = 2/3. Oleh karena itu,


penerapan MATLAB sebagai berikut:

Instruksi Hasil Keterangan


A = 3; Amplitudo sinyal
adalah 3
Omega = 3*pi; Sudut frekuensi
adalah 3 π
Thita = pi/3; Phasa = π /3
T=2*pi/omega; Perioda = 2/3

110
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

t=0:0.01:4*T; Waktu yang


dirumuskan dari
0 – 4T.
x=A*cos(omega*t Mendefinisikan
+thita); sinyal
plot (t,y) Sinyal di plotkan
di empat periode
waktu

5. Gambarkan fungsi sinyal eksponensial x(t) = 3e0.4t dan y(t) = 2e-0.9t pada interval
waktu -2 ≤ t ≤ 5.

Instruksi Hasil/Keterangan

111
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

t = -2 : . 1 : 5 ;
x = 3*exp (0 . 4*t);
y = 2*exp (-0.9*t);
plot (t , y , t , y, ’ : ’);
legend (‘x (t)’ , ’ y (t) ’)

6. Langkah untuk menggambarkan fungsi u(t).


 Metode pertama menggunakan instruksi heaviside.

Instruksi Hasil Keterangan


t=-5:0.1:10; t=-5,...,-0.1, 0, 0.1,...,10 Definisi dari interval
waktu -5≤ t ≤ 10
u=heaviside(t) u=0,...,0, NaN, 1,...,1 Definisi dari u(t)
plot (t,u) Grafik dari u(t)

ylim([-0.31.3]) Perubahan Penampilan


grafik yang lebih baik
dan terbaca.

112
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

 Metode kedua menggunakan teknik pendifinisian dan fungsi plotting bagian


demi bagian.

Instruksi Hasil Keterangan


t1=-5:.1:0 t1 = -5, -4.9,....,0 Definisi pada
waktu interval
pertama -5≤ t ≤ 0.
t2=0:.1:10 t2 = 0, 0.1,...,10 Definisi pada
waktu interval 0
≤ t ≤ 10.
u1=zeros(size(t1)) u1 = 0, 0,...,0 Implementasi
bagian dri u(t) yang
sesuai dengan
waktu t1.
u2=ones(size(t2)); u2 = 1, 1,...,1 Implementasi
bagian dri u(t) yang
sesuai dengan
waktu t2.
t=[t1 t2]; t = -5,...,-0.1, 0,...,10 Gabungan dari dua
vektor waktu.
u=[u1 u2]; u = 0,...,0, 1,...,1 Gabungan dari dua
vektor waktu.
plot(t,u); Grafik dari fungsi
u(t) pada waktu
interval 0≤ t ≤ 10.

113
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

ylim([-0.3 1.3]) Perubahan


Penampilan grafik
yang lebih baik dan
terbaca.

 Metode ketiga implementasi dengan nilai 0 dan 1.

Instruksi Hasil Keterangan


t = -5:.1:10; t = -5,...,-0.1, 0,...,10 Definisi waktu
u=[zeros(1,50) U = 0,...,0, 1,...,1 Vektor t terdiri dari
one(1,101)]; 151 elemen. Dengan
demikian yang pertama
elemen 50 pada t
cocok dengan nol
“0”.Sedangkan
berikutnya elemen 101
(termasuk t=0)pada t
cocok dengan “1”.
Kedua vektor yang
berhubungan.
plot(t,u); Grafik dari fungsi u(t)
ylim([-0.3 1.3]) pada interval waktu 0
≤ t ≤ 10.

114
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

7. Langkah untuk menggambarkan sinyal pulsa kotak, T = 4, maka sinyal p4(t) memiliki
durasi T = 4 dengan pusat pada t = 0.

Instruksi Hasil Keterangan


t1=-5:.1:-2; Definisi interval waktu
pertama
-5≤ t ≤−2 .
t2=-2:.1:2; Definisi interval waktu
kedua -2≤ t ≤ 2.
t3=2:.1:!0; Definisi interval waktu
ketiga 2≤ t ≤ 10.
p1=zeros(size(t1)); Fungsi pT(t) adalah nol
adalah untuk -5≤ t ≤−2.
p2=ones(size(t2)); Fungsi pT(t) adalah
satu untuk -2≤ t ≤ 2.
p3=zeros(size(t3)); Fungsi pT(t) adalah nol
untuk 2≤ t ≤ 10.
t=[t1 t2 t3] Gabungan waktu
p=[p1 p2 p3]; Gabungan fungsi
Plot (t,p); Grafik sinyal dan
Ylim([-0.3 1.3]); dimodifasi agar
tampilan lebih baik dan
terbaca.

115
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

 Gambarkan pulsa kotak dengan menggunakan instruksi “rectpuls”. Dengan menggunakan


sintak “rectpuls” akan didapatkan pulsa kotak dengan durasi T = 1.

Instruksi Hasil Keterangan


t=-5:.1:10; Definisi waktu
s=rectpuls(t,4); Pulsa kotak dengan
lebar T = 4
Plot (t,s) Grafik sinyal dan
Ylim([-.3 1.3]) modifasi dari poros y
dan tampilan yang
lebih baik.

8. Sinyal Waktu Diskrit

 Complex Exponential Sequence

Intruksi Hasil

116
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

117
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

 Sinusoidal Sequence
Gambarkan sinyal sinusoida x[n] = 2cos(n/2 + π /4 ), 0 ≤ n ≥20 dan y[n] = 2 cos (n π /6+
n π /4 ) y[n] = 2 cos (n π /6+ n π / 4 ), 0 ≤ n ≥20

Intruksi Hasil

118
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

119
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

PERCOBAAN 11

SISTEM

A. Tujuan Percobaan

1. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami konsep sistem dalam Matrix


Laboratory (MATLAB)
2. Mahasiswa dapat memrogram software MATLAB.
3. Mahasiswa dapat membuat sebuah sistem sinyal dalam software MATLAB.

B. Alat dan Bahan

1. Program MATLAB

2. Modul praktikum Telekomunikasi

C. Pendahuluan

Sebuah sistem merupakan konsep dengan beragam fungsi yang digunakan dalam
berbagai kehidupan sehari-hari. Dalam pandangan teknik elektro, sistem merupakan
kesatuan manipulasi satu atau lebih sinyal untuk menunjukkan sebuah operasi dan
mengembalikan hasil operasi sebagai satu atau lebih sinyal. Pengertian umum lainnya,
bahwa sistem waktu kontinu atau waktu diskrit merupakan kesatuan yang merubah
sinyal masukan x(t) atau x[n] menjadi keluaran y(t) atau y[n] yang menunjukan keluaran
operasi tertentu. Transformasi x(t) atau x[n] ditunjukan dengan y(t)=S[x(t)] atau
y[n]=S[x[n]], dimana S merupakan sistem. Dalam sebuah sinyal sistem, sebuah sistem
dianggap sebagai black box, yang berarti sistem memeriksa hubungan dengan masukan,
keluaran, dan segala sesuatunya tanpa perlu mengetahui masukannya bekerja.
Sebuah contoh sederhana adalah gitar elektrik. Dengan gitar yang dipetik merupakan
masukannya, maka gitar elektrik, penguat, dan boks speaker merupakan sebuah sistem.
Maka keluaran sinyal berbeda dengan sinyal masukannya (suaranya lebih keras, misal
memiliki amplitudo yang lebih besar dan biasanya durasi yang lebih lama). Dengan
pendekatan black box, kita akan memperhatikan sinyal masukan dan keluarannya,
dibandingkan dengan memperhatikan implementasi dalam sistem tersebut (contohnya
rangkaian amplifier).
120
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

1. Klasifikasi Sistem
a. Sistem Berdasarkan Jumlah Masukan dan Keluaran
1.) Sistem Single-input single-output (SISO)
Gambar 3.1 menunjukan sistem SISO, dimana pada sistem ini menunjukan
hubungan I/O dalam bentuk sebuah masukan x(t) dan sebuah keluaran y(t) yang
merupakan respon sistem terhadap sinyal masukan.

Gambar 3.1 Blok Diagram Menggambarkan Sistem Waktu Kontinyu (atas)


dan Waktu Diskrit (bawah)

Jika keluaran y(t) = x(t-2), dan masukan x(t) = t cos (2πt), 0 ≤ t ≤ 3.

Instruksi Hasil Keterangan


t = 0 : .01 : 3; Grafik masukan x(t).
x = t . *cos(2*pi*t);
plot (t,x);
title(‘Input signal x(t)’)

plot (t+2,x); Grafik keluaran y(t).


title(‘Output signal y(t)’)

121
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

2.) Sistem Multiple-input single-output (MISO)


Sistem ini terdiri dari beberapa masukan sistem dan sebuah keluaran. Gambar
3.2 merupakan blok diagram dari sistem MISO.

Gambar 3.2 Blok Diagram Sistem MISO


Jika keluaran y(t) = x1(t) + x2(t). x3(t), dan masukan x1(t) =u(t)-u(t-3),
x2(t) = t sin (t), 0 ≤ t ≤ 4. x3(t) = t cos (t), 0 ≤ t ≤ 4.

Instruksi Hasil Keterangan


t = 0 : .01 : 4; Grafik masukan sinyal
x1 = heaviside (t) – x1(t), x2(t) dan x3(t)
heaviside (t-3);
x2 = t.*sin(t);
x3 = t.*cos(t);
plot (t,x1,t,x2,’:’,t,x3,’–‘);
legend
(‘x1(t)’,’x2(t)’,’x3(t)’)
y = x1+x2.*x3; Grafik respon sistem
plot (t,y); y(t).
legend (‘Output y(t)’)

3.) Sistem Single-input multiple-output (SIMO)


Sistem yang terdiri dari satu masukan dan beberapa keluaran sistem. Gambar
3.4 (a) merupakan blok diagram sistem SIMO.

4.) Sistem Multiple-input multiple-output (MIMO)

122
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Beberapa sinyal menjadi masukan, begitupun keluaran dari sistem ini adalah
beberapa keluaran. Gambar 3.4 (b) menunjukan blok diagram dari sistem MIMO
ini.

(a) (b)

Gambar 3.4 (a) Blok Diagram Sistem SIMO (b Blok Diagram Sistem MIMO)

Berikut percobaan MIMO.


Jika keluaran y1(t) = x1(t) + x2(t), dan keluaran y2(t) = x1(t) - x2(t)
Masukan x1(t) = u(t), dan x2(t) = 0,5 . u(t-1)

Instruksi Hasil Keterangan


t = 0 : .01 : 4; Grafik masukan
x1 = heaviside (t); sinyal.
x2 = 0.5*heaviside(t-1);
plot (t,x1,t,x2,’:’);
legend (‘x1(t)’,’x2(t)’)

123
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

y1 = x1+x2; Grafik respon


y2 = x1-x2; sistem.
plot (t,y1,t,y2,’:’);
ylim ([-0.1 2]);
legend (‘y1(t)’,’y2(t)’)

b. Sinyal Waktu Kontinyu dan Waktu Diskrit


Klasifikasi sistem kedua adalah berhubungan dengan keluaran dari sistem yang
disebut dengan sistem normal. Secara spesifik, sistem waktu kontinyu adalah
masukan sinyal waktu kontinyu, dan keluaran sinyal waktu kontinyu. Dengan kata
lain, sistem waktu diskrit merupakan sebuah sistem yang masukannya merupakan
sinyal waktu diskrit, dan keluarannya merupakan sinyal waktu diskrit. Selanjutnya,
disebut sistem hybrid jika masukan sinyal waktu kontinyu dan keluarannya
menjadi sinyal waktu diskrit, begitupun sebaliknya. Pengubah sinyal analog
menjadi sinyal digital atau (A/D) converter merupakan contoh sistem hybrid.

c. Sistem Deterministik dan Stokastik


Klasifikasi ketiga dari sistem adalah antara sistem deterministik dan sistem
stokastik. Dimana, sistem deterministik jika tidak adanya pengacakan yang
dilibatkan pada sinyal masukan hingga menjadi sinyal keluaran. Atau dengan kata
lain, keluaran dari sistem tersebut dapat diprediksi. Berbeda dengan sistem
stokastik dimana keluaran dari sistem berbeda dengan masukan yang diberikan,
dengan kata lain tidak dapat diprediksi keluaran dari sistem tersebut.

2. Sifat Sistem
Ada beberapa sifat sistem yang terdapat dalam sebuah sistem, baik waktu
kontinyu dan waktu diskrit, adalah sebagai berikut.

a. Sistem Kausal dan Non-Kausal


Sebuah sistem dikatakan kausal jika keluaran sistem y(t0) pada waktu t=t0
tidak tergantung pada masukan sistem x(t) untuk t>t0. Dengan kata lain, untuk
124
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

setiap sinyal masukan x(t), bersamaan dengan y(t) tergantung hanya pada nilai
sekarang dan nilai sebelum dari x(t). Begitupun dengan sistem jika dimasukan
sinyal waktu diskrit, sistem disebut kausal, jika keluaran y[n0] pada waktu n=n0
tergantung hanya pada nilai masukan x[n] untuk n≤ n0. Semua sistem normal
adalah kausal. Tetapi pada teknik, banyak sekali sistem non-kausal, contohnya
adalah pemrosesan data offline.

b. Sistem Statis (Memoryless) dan Dinamis (with Memory)


Sebuah sistem statis atau memoryless, jika untuk setiap masukan sinyal x(t)
atau x[n] diikuti dengan keluaran y(t) atau y[n] tergantung hanya pada nilai
masukan pada waktu yang sama. Tetapi, sebuah sistem tidak statis disebut dengan
sistem dinamis (memakai memori).

c. Sistem Linear dan Non-linear


Dengan y(t) merupakan respon sistem dari sistem S terhadap sinyal masukan
x(t), sehingga y(t)=S[x(t)]. Sistem S disebut linear jika setiap sinyal masukan x1(t)
dan x2(t) serta setiap nilai skalar a1 dan a2 mengikuti persamaan berikut.
S [ a1 x1 ( t )+ a2 x 2 ( t ) ] =a1 S [x 1 ( t ) ]+ a2 S [x 2 (t ) ]...............................persamaan 3.1
Dengan kata lain, respon sistem linear terhadap sinyal masukan merupakan
sebuah kombinasi linear dari dua sinyal yang sebanding dengan kombinasi linear
dari respon sistem pada setiap sinyal masukan. Sifat linearitas merupakan
kombinasi dari dua sifat, yaitu sifat penjumlahan dan homogenitas. Berikut
merupakan sifat penjumlahan.
S [ x 1 ( t )+ x 2 ( t ) ]=S [ x1 ( t )]+ S [x 2 ( t ) ]

Dan berikut merupakan sifat homogenitas dengan setiap nilai skalar a untuk
setiap masukan x(t).
S [ ax ( t ) ]=aS[ x ( t ) ]

Pada sinyal waktu diskrit sifat linear dimiliki dalam persamaan.


S [ a1 x1 [n]+ a2 x 2 [n] ] =a1 S [ x1 [n]]+ a2 S [x 2 [n]]..........................persamaan 3.2

125
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

d. Sistem Invarian Waktu dan Varian Waktu


Sistem invarian waktu, jika waktu geser pada sinyal masukan adalah sama
dengan waktu geser pada sinyal keluaran. Dengan kata lain, jika Dengan kata lain,
jika y(t) adalah respon sistem invarian waktu terhadap sinyal masukan x(t), maka
respon terhadap sinyal masukan x(t-t0) adalah y(t-t0). Maka, persamaan secara
matematis adalah.
y (t −t 0 )=S [ x ( t−t 0 ) ]..................................................................persamaan 3.3

Dan pada waktu sinyal diskrit adalah sebagai berikut.


y [n−n0 ]=S [x ( n−n0 ) ]...............................................................persamaan 3.4

Dan untuk sistem varian waktu adalah adanya perbedaan waktu geser pada
hasil keluaran jika dibandingkan dengan sinyal masukan.

e. Sistem Dapat Dibalikkan (Invertible) dan Tidak Dapat Dibalikkan (Non-


invertible)
Sistem dapat dibalikkan jika sinyal masukan x(t) yang diaplikasikan pada
sistem dapat diperoleh kembali dari respon sistem y(t). Dengan kata lain, sebuah
sistem dapat dibalikkan jika hubungan i/o y(t)=S[x(t)] adalah satu persatu, yaitu,
jika nilai masukan berbeda sama dengan nilai keluaran yang berbeda.

f. Sistem Stabil dan Tidak Stabil


Sistem stabil atau stabil bounded-input bounded-output (BIBO), jika respon
sistem untuk setiap sinyal masukan terbatas (bounded-input) menghasilkan
keluaran terbatas juga (bounded-output). Secara matematis, dengan positif nomor
M < ∞, seperti |x(t)|≤M. Sistem stabil jika ∀ t ∈ R sebuah nomor positif N < ∞,
sehingga |x(t)|≤N.

D. Langkah-Langkah Percobaan

1. Membuat Sifat Sistem Kausal/Non-kausal

126
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Jika sistem pertama (S1) memiliki hubungan i/o y(t)=x(t+1), dan sistem kedua (S2)
memiliki hubungan i/o y(t)=x(t-1). Gunakan masukan x(t)=u(t)-u(t-1). Tentukan
sistem kausal atau non-kausal.

Instruksi Hasil Keterangan


t1 = -3 : .1 : 0; Grafik pada interval -
x1 = zeros(size(t1)); 3≤t≤3 pada masukan
t2 = 0 : .1 : 1; sinyal x(t)=u(t)-

{
x2 = ones(size(t2)); 1 , 0 ≤ t ≤1
u(t-1)¿
t3 = 1 : .1 : 3; 0 , elsewhere

x3 = zeros(size(t3));
t = [t1 t2 t3];
x = [x1 x2 x3];
plot (t,x);
ylim ([-0.1 1.1]);
legend (‘x(t)’)

plot (t-1,x) Keluaran S1 adalah


ylim ([-0.1 1.1]); y(t)=x(t+1). Masukan
legend (‘y_1(t)’) x(t) bernilai nol untuk
t<0, tetapi keluaran y(t)
tidak bernilai nol untuk
t<0. Dengan kata lain,
y(t) tergantung pada
nilai yang akan datang
dari x(t). Sistem
tersebut tidak kausal.

127
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

plot (t+1,x) Keluaran S2 adalah


ylim ([-0.1 1.1]); y(t)=x(t-1). Keluaran
legend (‘y_2(t)’) y(t) bernilai nol untuk
t<1. Dengan kata lain,
y(t) tergantung hanya
pada nilai masa lampau
dari x(t). Sistem
tersebut kausal.

2. Membuat Sifat Sistem Statis/Dinamis

a. Gunakan masukan x(t)=u(t)-u(t-1). Jika sistem pertama (S1) memiliki hubungan i/o
y(t)=3x(t), dan sistem kedua (S2) memiliki hubungan i/o y(t)=x(t)+(t-1).. Tentukan
sistem statis atau dinamis.

Instruksi Hasil Keterangan


t1 = -3 : .1 : 0; Grafik pada interval -
x1 = zeros(size(t1)); 3≤t≤3 pada masukan
t2 = 0 : .1 : 1; sinyal x(t)=u(t)-

{01, elsewhere
x2 = ones(size(t2)); , 0 ≤ t ≤1
u(t-1)¿
t3 = 1 : .1 : 3;
x3 = zeros(size(t3));
t = [t1 t2 t3];
x = [x1 x2 x3];
plot (t,x);
ylim ([-0.1 1.1]);
legend (‘x(t)’)

128
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

plot (t,3*x); Keluaran sistem dengan


ylim ([-0.1 3.1]); hubungan i/o adalah
legend (‘y(t)’) y(t)=3x(t) tergantung
hanya pada nilai
masukan dengan waktu
yang sama. Dengan
kata lain, sistem
tersebut merupakan
sistem statis
(memoryless).

Untuk sistem kedua yang memiliki hubungan i/o y(t)=x(t)+x(t-1), ingat kembali
bahwa x(t)=u(t)-u(t-1)=1, 0≤t≤1; dengan demikian x(t-1)=u(t-1)-u(t-2)=1, 1≤t≤2
dan y(t)=u(t)-u(t-2)=1, 0≤t≤2. Nilai dari y(t) tergantung pada nilai masa lampau x(t),
jadi sistem tersebut adalah dinamis.

b. Tentukan jika waktu diskrit dengan hubungan i/o y[n]=x2[n] dan y[n]=x[n/2] adalah
sistem statis atau dinamis. Gunakan masukan x[n]=[0 1 2 3 4], -1≤n≤3.

Instruksi Hasil Keterangan


n = -3 : 3; Grafik sinyal waktu diskrit
x = [0 1 2 3 4]; x[n]=[0 1 2 3 4],
stem (n,x); -1≤ n ≤3.
axis([-1.1 3.1-.1 4.1]);
legend (‘x[n]’)

y = x.^2; Grafik dengan y[n]=x2[n],


stem (n,y); dimana nilai y[n]
axis([-1.1 3.1-.1 16.1]); tergantung hanya pada
legend (‘y_1[n]’) nilai x[n] untuk n-yang
sama. Dengan kata lain,
sistem merupakan sistem
129
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

statis.
a = 1/2; Hubungan i/o y[n]=x[n/2]
y = upsample (x,1/a) dimana sebagai contoh
stem (-2:7,y); nilai y[n] untuk n=6
axis([-2.2 7.2-.1 4.1]); tergantung pada nilai x[n]
legend (‘y_2[n]’) untuk n=3. Sistem tersebut
merupakan sistem dengan
memori (dinamis).

3. Membuat Sifat Sistem Linear/non-Linear

a. Dengan x1(t)=u(t)-u(t-1) dan x2(t)=u(t)-u(t-2) menjadi masukan sistem yang


memiliki hubungan i/o y(t)=2x(t) Tentukan sistem bersifat linear atau non-linear.

Instruksi Hasil Keterangan


t = -3 : .1 : 3; Deskripsi sinyal masukan
x1 = heaviside (t) – x1(t) dan x2(t)
heaviside (t-1);
x2 = heaviside (t) –
heaviside (t-2);
%Komputerisasi untuk Untuk pernyataan a1x1(t)+
bagian kiri dari a2x2(t)
persamaan 3.1

a1=2;
a2=3;
z=a1*x1+a2*x2;

130
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

y = 2*z; Sisi kiri dari persamaan


plot (t,y); 3.1 atau S[a1x1(t)+ a2x2(t)]
ylim ([-1 11]); dikomputerisasi dan
hasilnya ditampilkan.

%Komputerisasi untuk Pernyataan dari S[x1(t)]


bagian kanan dari S[x2(t)]
persamaan 3.2

z1=2*x1;
z2=2*x2;
z=a1*x1+a2*x2;
y = a1*z1+a2*z2; Sisi kanan dari persamaan
plot (t,y); 3.1 atau a1S[x1(t)]+
ylim ([-1 11]); a2S[x2(t)] dikomputerisasi
dan hasilnya ditampilkan.

Dari dua grafik diperoleh hasil yang sama, sehingga hubungan y(t)=2x(t) adalah
linear.

b. Dengan x1[n]=0.8[n], 0≤n≤5 dan x2[n]=cos[n], 0≤n≤5 menjadi masukan sistem


yang memiliki hubungan i/o y[n]=2x[n]. Tentukan sistem tersebut apakah linear
atau non-linear.

Instruksi Hasil Keterangan


n =0 : 5; y1 = 32.0000 9.3237 1.0221 Komputerisasi sisi kiri dari
x1 = 0.8.^n; 0.2595 0.4532 2.8409 persamaan 3.2
x2 = cos(n);
a1 = 2;
131
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

a2 = 3;
z = a1*x1+a2*x2;
y1 = 2.^z
z1 = 2.^x1; Komputerisasi sisi kanan
z2 = 2.^x2; dari persamaan 3.2.
y2 = a1*z1+a2*z2 Hasil dari kedua sisi
y2 = 10.0000 7.8450 5.3649
berbeda, sehingga dapat
4.3625 4.5637 6.1618
disimpulkan bahwa
y[n]=2x[n] adalah tidak
linear.

4. Membuat Sifat Sistem Invarian Waktu/Varian Waktu

a. Jika keluaran sinyal y(t)=te-tx(t). Tentukan jika sistem adalah invarian waktu dengan
menggunakan masukan sinyal x(t)=u(t)-u(t-5).

- Sisi kiri persamaan 3.3

1.) Plot terlebih dahulu masukan sinyal x(t)=u(t)-u(t-5).

2.) Plot respon sistem y(t) dengan menggeser 3 unit ke kanan untuk
merepresentasikan sinyal y1(t)=y(t-3).

- Sisi kanan persamaan 3.3

1.) Plot terlebih dahulu masukan sinyal x(t) yang digeser sebanyak 3 unit ke kanan
untuk merepresentasikan x(t-3)

2.) Plot respon sistem y2(t)= S[x(t-3)].

Instruksi Hasil Keterangan

132
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

t = -5 : .001 : 10; Respon y(t) pada sistem


p = heaviside(t)- terhadap sinyal masukan
heaviside(t-5); x(t)=u(t)-u(t-5) adalah
y = t . *exp(-t) . *p; y(t)=te-t[u(t)-u(t-5)]=te-1,
plot (t,y) 0≤t≤5.
ylim ([-.05 .4]);
legend (‘y(t)’);
plot (t+3,y) Keluaran sinyal y(t)
ylim ([-.05 .4]); digeser 3 unit ke kanan
legend (‘y(t-3)’); untuk mendapatkan sinyal
y1(t)=y(t-3).

Sinyal masukan x2(t)=x(t-3) didapatkan dengan x2(t)=u(t-3)-u(t-8). Dan respon


sistem y2(t)=S[x2(t)]= S[x(t-3)] dikomputerisasi menjadi y2(t)=te-t[u(t-3)- u(t-8)].

Instruksi Hasil Keterangan


t = -5 : .001 : 10;
p = heaviside(t-3)-
heaviside(t-8);
y2 = t . *exp(-t) .
*p;
plot (t,y2)
ylim ([-.01 .2]);
legend (‘S[x(t-3)]’);

Dari dua grafik yang diperoleh, kedua grafik tidak sama. Sehingga, hubungan i/o
y(t)=te-tx(t) adalah varian waktu, karena keluaran sistem tergantung pada keluaran
waktu t diluar dari x(t).

133
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

b. Tentukan apabila y[n]=x2[n] adalah invarian waktu. Gunakan sinyal masukan


x[n]=0.8n(u[n]-u[n-5]).

Sama dengan cara untuk waktu sinyal kontinyu, maka sinyal waktu diskrit adalah.

1.) Plot terlebih dahulu y[n] digeser sebanyak 2 unit ke kanan, sehingga didapatkan
sinyal y[n-2].

2.) Sinyal masukan x[n] digeser 2 unit ke kanan untuk mendapatkan sinyal x[n-2].

3.) Sistem respon S[x[n-2]] terhadap sinyal masukan x[n-2] dikomputerisasi dan
jika sama dengan y[n-2], maka sistem tersebut invarian waktu.

Instruksi Hasil Keterangan


n = 0 : 5; Respon sistem y[n]=
x = 0.8.^n; S[x[n]]
y = x.^2;
stem (n,y);
xlim ([-.1 5.1]);
legend (‘y[n]’)
stem (n+2,y) Sinyal keluaran digeser 2
legend (‘y[n-2]’) unit. y1[n]= y[n-2]
xlim ([1.9 7.1])

n = 2 : 7; Respon sistem y2[n]=


y2 = (0.8.^(n-2)).^2; S[x[n-2]] terhadap sinyal
stem (n,y2); masukan x[n-2] adalah
xlim ([1.9 7.1]); y2[n]=0.8n-2(u[n-2]-u[n-
legend (‘S[x[n-2]]’) 7])

Dalam hal ini y[n-2]=S[x[n-2]]; sistem waktu diskrit menjelaskan hubungan


y[n]=x2[n] adalah invarian.

134
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

5. Sistem Invertible dan non-Invertible

Jika sistem S1 dan S2 diuraikan dengan hubungan y1[n]=3x[n], dan y2[n]=x2[n],


keduanya adalah invertible. Dengan masukan x[n]=2n, -2≤n≤2.
Instruksi Hasil Keterangan
n = -2 : 2; Komputerisasi sisi kiri dari
x = -4 -2 0 2 4
x = 2*n persamaan 3.2
y1 = 3*x Keluaran sinyal y1[n] dari
y1 = -12 -6 0 6 12
S1.
y2 = x.^2 Keluaran sinyal y2[n] dari
y2 = 16 4 0 4 16
S1.

Dapat disimpulkan bahwa, untuk y1(t)=3x(t) adalah invertible, karena sistem pertama
adalah satu persatu sebagai nilai masukan yang berbeda pada nilai keluaran yang
berbeda (keduanya sama). Sedangkan, untuk y2(t)=x2(t) tidak satu persatu yaitu nilai
masukan yang berbeda dengan nilai keluaran. Sehingga, hubungan i/o y2(t)=x2(t)
adalah tidak invertible.

Mengembalikan Sistem Invertible

Peroleh kembali sistem inverse dengan y1[n]=3x[n] dan y2[n]=x2[n].

Hubungan i/o pada sistem pertama adalah z1[n]=(1/3)y1[n], sedangkan pada sistem
kedua (meskipun sistem ini bukan invertible) kita coba dengan hubungan i/o z2[n]=
√ y 1 [n ].

Instruksi Hasil Keterangan


y1 = [-12 -6 0 6 12]; Keluaran sinyal y1[n]=3x[n]
digunakan sebagai masukan sistem
inverse.

z1 = (1/3)*y1; z1 = -4 -2 0 2 4 Respon z1[n] dengan hubungan i/o


z1[n]= (1/3)y1[n] dengan sinyal
135
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

masukan adalah sama dengan sinyal


asli x[n]. maka, sistem tersebut adalah
invertible.
y2 = [16 4 0 4 16]; Keluaran sinyal y2[n]=x2[n]
digunakan sebagai masukan sistem
inverse.
Z2 = sqrt (y2); Respon z2[n] dengan hubungan i/o
z2[n]= √ y 1 [n ] dengan sinyal masukan
z2 = 4 2 0 2 4
adalah tidak sama dengan sinyal asli
x[n]. maka, sistem tersebut adalah
bukan invertible.

6. Membuat Sifat Sistem Stabil/Tidak Stabil

Dengan sinyal masukan x(t)=cos(2πt), digunakan pada hubungan i/o y1(t)=x2(t) dan
y2(t)=tx(t).

Instruksi Hasil Keterangan


t = 0 : .1 : 10; Grafik x(t). sinyal
x = cos(2*pi*t); masukan terbatas pada
plot (t,x); -1≤x(t)≤1, sehingga, x(t)
ylim ([-2 2]); terbatas pada M=1 atau |
x(t)|≤M.

y1 = x.^2; Keluaran sinyal y1(t)


plot(t,y1); terbatas pada 1≤y(t)≤1,
ylim ([-0.5 1.5]); sehingga y1(t) dibatasi
dengan N=1, atau |y(t)|
≤N.
Sehingga sistem yang

136
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

memiliki hubungan i/o


y1(t)=x2(t) adalah stabil
BIBO.
y2 = t.*x; Keluaran sinyal y2(t) tidak
plot (t,y2); dibatasi yaitu amplituda
semakin membesar
sebanding dengan
bertambahnya waktu.
Sehingga sistem yang
memiliki hubungan i/o
y2(t)=tx(t) adalah tidak
stabil BIBO.

E. Tugas

Tentukan sistem yang memiliki hubungan i/o y(t)=cos (x(t)) apakah statis atau dinamis!

137
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

PERCOBAAN 12

BIDANG ELEKTROTATIS ANTARA DUA BIDANG BOLA

A. TUJUAN
 Mahasiswa dapat mengaplikasikan Model Elektrostatis Antara Dua Beban Bola pada
Software CST EM STUDIO.

B. Alat Dan Bahan


 Komputer
 Software CST EM STUDIO (Computer Simulation Technology)

C. TEORI DASAR
Model elektrotatis antara dua beban bola ini dapat dengan mudah dikonstruksikan dan
disimulasikan dengan menggunakan software CST EM STUDIO, frekuensi rendah dan
statika modul CST STUDIO SUITE.

Model CAD memiliki sebuah objek yang telah ditetapkan dan sehingga setup cepat
dilakukan. Pilihan pada sebuah definisi potensial dapat ditemukan dalam simulasi pita
(ribbon). Dengan memilih open boundary conditions, bidang simetri yang tepat dan
tetrahedral mesh dengan elemen kurva, simulasi dapat dengan mudah dan akurat. Dalam
rangka meningkatkan akurasi simulasi. Sebuah vakum bola yang ditetapkan disetiap
lingkup PEC. Dengan radius 0,1 m lebih besar dari lingkup PEC. Ini menghasilkan mesh
padat di sekitar bola, dimana gradien bidang diharapkan menjadi yang terbesar.

138
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Deskripsi Nilai Parameter:

R0 1m radiasi lingkup PEC

Jarak 5m pemisahan anata titik tengah bola

U 1V Potensial antara bola

Agar dapat mengekstrak nilai bidang pada titik tertentu dalam domain perhitungan 3
dimensi, proses pemasangan template 3d “Evaluasi bidang pada koordinat acak” yang
digunakan.

D. Langkah Percobaan
1. Buka program CST pada PC/Komputer.
2. Klik file > new akan muncul tampilan seperti berikut:
3. Pilih CST EM STUDIO > Ok

139
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

4. Klik pada menu Modelling  pilih tool Sphere.

140
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

5. Masukan nilai Pramater Solid 1 seperti gambar di bawah ini.

141
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

6. Gambar model Sphere di bawah ini, terlihat pada tampilan 3D (atas) dan di 2D
menggunakan potongan bagian(bawah).

7. Berikutnya menentukan potensial, menggunakan “Potensial Listrik” tool pada menu


simulasi. Untuk satu bidang , untuk menentukan U/2 V, dan yang lain. Sebuah potensial
dari -U/2 V ditunjukkan pada gambar di bawah ini

142
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

8. Mengatur Background ke normal dan menambahkan 1,5m untuk ruang. Ditunjukkan


seperti gambar di bawah ini.

9. Pilih Menu Boundary Condition pilih Boundaries dan parameter yang ada di dalamnya
harus semuanya “Open”. Kemudian pilih Symetry Planes dan pada YZ pilih “Electric”.
Dan pada XZ dan XY pilih “Magnetic” seperti gambar di bawah ini.

143
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

144
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

10. Pada menu Simulation pilih Mesh Properties dan masukan nilai Cells per max modl box
edge pada bagian Model sebesar 60 dan Background sebesar 12, seperti gambar di bawah
ini.

11. Pada menu Simulation pilih Setup Solver dan matikan “Mesh Adaption” dan klik Start.
12. Setelah itu buka “Templated Based Post Processing” pada menu bar “2D and 3D Field
Results” pilih “Evaluate Field in arbitrary Coordinates”.

145
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

146
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

13. Setelah template telah dibuat, klik "Evaluate All" untuk menghitung bidang pada titik
P2.
14. Analisis Hasil Grafiknya E-Field [Es].

147
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

PERCOBAAN 13

LILITAN HELMHOLTZ

A. Tujuan Percobaan

1. Mahasiswa dapat memahami konsep medan magnetik.


2. Mahasiswa dapat melakukan simulasi lilitan helmholz pada CST Studio Suite 2015
Student Edition.
3. Mahasiswa dapat menganalisa hasil simulasi lilitan helmholtz pada CST Studio Suite
2015 Student Edition.

B. Alat dan Bahan

1. Program CST Studio Suite 2015 Student Edition

2. Modul praktikum Telekomunikasi

C. Pendahuluan

Dua buah kawat melingkar yang sesumbu, masing-masing terdiri dari N-buah lilitan
dan diberi arus I yang searah.

Gambar 5.1 Lilitan Helmholtz

148
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Jika titik P berada di tengah-tengah kumparan (z=b), maka karena arusnya searah,
induksi magnet di titik P sama dengan nol.

Induksi magnet di titik P:

Turunan pertama dari Bz terhadap z adalah:

Di z=b, turunan ini sama dengan nol.

Turunan kedua dari Bz terhadap z adalah

Di z=b, maka:

Turunan ini menjadi nol, jika R2-4b2=0, maka jarak kedua kumparan adalah

2b=R

Berarti bahwa jarak antara kedua kumparan harus sama dengan jari-jari kumparan.
Sehingga induksi magnet di titik P menjadi:

149
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Dalam eksperimen penentuan muatan spesifik dari elektron, diketahui bahwa


hubungan antara medan magnet dan arus listrik adalah

B = const.I

N
Maka besarnya konstanta adalah: const.=0,72µ0
R

D. Langkah-Langkah Percobaan

1. Mulai modul CST EM STUDIO tanpa project template dan pilih M-static solver
(gambar ) pada bagian home.

Gambar 5.2. Tampilan M-Static Solver Pada Bagian Home

2. Masuk pada toolbar modeling, lalu pilih circle pada bagian curves.

Gambar 5.3. Tampilan Circle pada Bagian Curves


150
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

3. Tekan escape, untuk menunjukan koordinat sebarang. Lalu masukan parameter a =


5m. Berikut merupakan tampilan parameter yang dimasukan.

Gambar 5.4. Tampilan Parameter Linngkaran Pertama

Lakukan proses translasi, dengan memilih toolbar Modeling  transform 


translate.

Gambar 5.5. Tampilan Pemilihan Translate

Lakukan proses translasi ke arah-Z sebesar –d. Dengan nilai d = a/2

151
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Gambar 5.6. Tampilan Transform Selected Object

Untuk membuat lingkaran kedua, pilih kembali toolbar transform  translate. Dan
pilih copy, lalu pada posisi Z isikan dengan parameter 2*d.

Gambar 5.7. Tampilan Pembuatan Lingkaran Kedua

152
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Berikut merupakan tampilan kedua lingkaran yang telah dibuat.

Gambar 5.8. Tampilan Kedua Lingkaran yang Telah Dibuat

4. Pilih simulation  current path  klik lingkaran yang berada di depan (berwarna
putih). Dan masukan parameter I. Dengan nilai I = 1 A.

Gambar 5.9. Tampilan Penentuan Arus pada Lingkaran Pertama

Lakukan hal yang sama pada lingkaran yang berada di posisi belakang.

5. Pilih pada toolbar simulation, pilihan background, dan masukan data sesuai tampilan
berikut.
153
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Gambar 5.10. Tampilan Pengaturan Background

Gambar 5.11. Tampilan Background

6. Pilih Boundaries pada toolbar simulations. Dan masukan data sesuai pilihan berikut.

154
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Gambar 5.12. Tampilan Pengaturan Boundaries

Gambar 5.13. Tampilan Boundaries

Pada sub-bagian tools boundaries, pilih symetry planes. Dan masukan data sesuai
tampilan berikut.

155
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Gambar 5.14 Tampilan Pengaturan Symetry Planes

7. Untuk membuat line diantara kedua lingkaran, aktifkan working coordinate system
(WCS) pada toolbar modeling.

Gambar 5.15. Tampilan Setelah WCS Diaktifkan

Kemudian pilih curves  line, untuk membuat garis. Dan masukan data sesuai
tampilan berikut.

156
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Gambar 5.16. Tampilan Seleksi Line

Setelah membuta garis tersebut, matikan WCS untuk mengembalikan pada tampilan
awal.

Gambar 5.17. Tampilan Layar Setelah WCS Dinonaktifkan

8. Lakukan simulasi pertama, dengan memilih simulation  Mesh view. Setelah mesh
tools terbuka, pilih update. Setelah proses meshing selesai, dengan ditandai ‘meshing

157
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

succesful’ pada layar bawah, ceklis background pada mesh tools, dan pilih cutting
plane. Amati tampilan pada layar.

9. Setelah selesai, tutup tampilan simulasi mesh tadi dengan memiliih close mesh view.

10. Lakukan proses untuk simulasi kedua.

11. Buat ‘torus’ untuk kedua lingkaran dan garis ditengahnya. Pilih modeling  torus.

Gambar 5.18. Seleksi Torus Pada Toolbar Modeling

Tekan escape, untuk sebarang koordinat. Dan masukan parameter, sesuai tampilan
berikut.

Gambar 5.19. Tampilan Parameter Torus Pertama

Jika ada tampilan delete current result, pilih OK.

12. Buat torus kedua, dengan parameter sebagai berikut.

158
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Gambar 5.20. Tampilan Parameter Torus Kedua

13. Buat silinder untuk garis diantara kedua lingkaran. Pilih cylinder pada shapes dalam
toolbar modeling. Pilih escape untuk koordinat sebarang.

Gambar 5.21. Tampilan Cylinder Pada Toolbar Modeling

Gambar 5.22. Tampilan Parameter Silinder

Berikut merupakan tampilan setelah menggunakan torus dan silinder.

159
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Gambar 5.23. Tampilan Setelah Menggunakan Torus dan Silinder

14. Pilih global properties pada toolbar home. Sehingga muncul mesh properties –
tetrahedral. Masukan parameter sesuai tampilan 5.24. Lalu pilih apply dan OK.

Gambar 5.24. Tampilan Mesh Properties – Tetrahedral

160
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

15. Setelah itu akan muncul mesh properties. Pilih update. Setelah selesai, ceklis bagian
background dan pilih cutting plane. Amati hasilnya. Bandingkan dan analisis hasil
simulasi dengan hasil simulasi sebelumnya.

16. Setelah selesai, aktifkan setup solver pada toolbar home. Masukan parameter sesuai
tampilan berikut.

Gambar 5.25. Tampilan Parameter Magnetostatic Solver Parameters

Pilih start untuk memulai.

161
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

17. Setelah simulasi selesai, pilih template based post processing pada toolbar post
processing. Kemudian pada scroll down kedua pilih Evaluate Field on Curve.

Gambar 5.26. Tampilan Template Based Postprocessing

Setelah muncul tampilan evaluate field on curve, pada pull down pertama (browse
results..) pilih B-Field (Ms). Dan pada component, pilih komponen Z. Pilih OK.

Setelah itu, pada template based postprocessing, klik pull down pertama dan pilih
General-1D. Dan pada pull down kedua, pilih Mix Template Results. Pada tampilan
Mix Template Results, pilih pada bagian A= Field Along Curves\curve1\Coordinates\
Z, dan paste pada bagian enter expression. Pilih OK. Berikut tampilan Mix template
results.

Gambar 5.27. Tampilan Mix Template Results


162
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Berikut merupakan tampilan akhir dari Template Based Postprocessing.

Gambar 5.28. Tampilan Akhir Template Based Postprocessing

Pilih evaluate all.

18. Setelah itu, pada navigation tree (bagian kiri layar), pilih folder Tables pada daftar
paling bawah. Pilih 1D Results. Maka akan muncul pilihan dua hasil, yaitu curve
1_B-Field (Ms) dan Mix 1D. Jika kita memilih salah satu, akan muncul grafik pada
layar. Amati kedua grafik tersebut.

163
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

19. Kita dapat membandingkan kedua hasil tersebut, dengan cara pilih 1D Results pada
daftar navigation tree. Klik kanan, dan pilih New Tree Folder.

Gambar 5.29. Tampilan Seleksi New Tree Folder

Beri nama folder dengan compare.

Drag kedua hasil grafik tadi pada folder compare. Maka, akan tampak kedua grafik
tersebut pada satu layar.

20. Lakukan analisa terhadap kedua hasil grafik.

Referensi:
164
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Bahtiar, Ayi. (2007). Handout Kuliah Listrik Magnet II. [online]. tersedia di
phys.unpad.ac.id/wp-content/uplads/2009/02/handout-listrik-magnet-ii.pdf (08-05-2016)

CST.com

165
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

PERCOBAAN 14

PLANE WAVE – NORMAL INCIDENCE (AIR-DIELECTRIC-AIR)

E. TUJUAN
 Mahasiswa dapat mengaplikasikan Model Elektrostatis Antara Dua Beban Bola pada
Software CST EM STUDIO.

F. ALAT DAN BAHAN


 Komputer
 Software CST EM STUDIO (Computer Simulation Technology)

G. TEORI DASAR
Ini adalah model yang sangat sederhana di mana wave plane (yang dihasilkan
menggunakan Waveguide port) dengan polarisasi linear melalui volume udara dibagi
oleh slab dielektrik, seperti ditunjukkan pada Gambar di bawah ini. Permitivitas
dielektrik pada parameter untuk memungkinkan koefisien refleksi harus dihitung untuk
berbagai skenario yang berbeda. Model ini disimulasikan dengan solver domain
frekuensi pada frekuensi 1 GHz.

166
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

H. LANGKAH PERCOBAAN
1. Mulai Prozect wizard dengan new project.

167
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

2. Pertama-tama untuk kawasan pertama. Bahan Background adalah normal.


Mendefinisikan blok dengan dimensi yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

168
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

3. Kemudian klik pada pick operation dan pilih extrude. Buat kawasan dielektrik dengan
panjang 299,79 mm. Buat mterial baru dengan parameter permittivity. Permittivity
meruakan bahan dielektrik yang seharusnya di parameter “eps”. Dengan nilai awal 4.

169
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

4. Lakukan lagi operasi extrude untuk membuat kawasan bidang yang kedua. Seperti
gambar di bawha ini.

5. Untuk membuat port wavegiude pada model. Piih end face pada model dan pilih
“Waveguide port” pada simulasi ribbon.

6. Langkah berikutnya adalah meniru Plane Wave dengan port Waveguide. Yaitu denga
cara menghasilkan TEM mode (kedua bidang E dan H yang memiliki transversal
170
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

komponen ke arah propagasi). Hal ini dapat docapai dengan menggunakan kondisi batas
yang tepat. Dengan menegakkan mode TEM sehingga vektor medan magnet hanya
menunjuk arah y, dan medan listrik nya dititik x.

7. Dan kemudian mode TEM, port pada simulasi ditunjukkan E-Field (kiri) dan H-Field
(kanan)

8. Pengaturan Post Processing Templates. Disini ditunjukkan bagaimana mengatur “Post


Processing Template” untuk mendapatkan amplitudodan fasa koefisien refleksi. Pada
“Pos Processing” pilih “Template Based Post Processing” dan kemudian cari “0D atau
1D Result dari 1D Result” pada kategori “General 1D” di bawah.

171
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

9. Tentukan hasil 0D, “ Y at given x” evaluasi pada x = 1 (dimana “x” adalah frekuensi).
Gunakan “S-Parameter\S1,1”. Hasil untuk menemukan fasa, klik “Ph”, kemudian
tentukan magnitudenya , dengan cara klik “Mag”.

172
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

173
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

10. Model ini disimulasikan dengan domain frekuensi solver. Untuk percobaan ini, kita tidak
perlu melakukan broadband sweep. Sebaliknya, kita mensimulasikan hanya pada satu
titik 1 GHz. Sebuah parameter sweep digunakan untuk bervariasi permetivitas (“eps”)
dari dielektrik slab. Untuk melihat hasil grafik, parameter sweep di jalankan dari 1
sampai 10, dengan interval 0,25.

174
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

PERCOBAAN 15

ANTENA KAWAT DIPOLE

A. Tujuan Percobaan

1. Mahasiswa dapat memahami konsep antena kawat dipole.


2. Mahasiswa dapat melakukan simulasi antena kawat dipole pada CST Studio Suite
2015 Student Edition.
3. Mahasiswa dapat menganalisa hasil simulasi antena kawat dipole pada CST Studio
Suite 2015 Student Edition.

B. Alat dan Bahan

1. Program CST Studio Suite 2015 Student Edition

2. Modul praktikum Telekomunikasi

C. Pendahuluan

Antena dipole yang sering digunakan adalah antena dipole tunggal atau antena dipole
setengah gelombang. Panjang antena dipole tunggal adalah ½ λ pada frekuensi operasi yang
mempunyai titik feeder di tengah, impedansi input yang sesuai (73Ω), dan mempunyai pola
radiasi berbentuk angka delapan terhadap arah depan kawat, dapat dilihat pada gambar 1.

175
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Gambar 1. Arus, Tegangan, dan Pola Radiasi pada Antena Dipole Tunggal
Gambar 1 memperlihatkan pendekatan tentang distribusi tegangan dan arus antena
yang dimisalkan bahwa antena adalah suatu potongan saluran transmisi dalam hubungan
terbuka sepanjang ¼ λ yang terkembang.
Medan listrik antena dipole tunggal bisa diketahui dari persamaan berikut:

Eθ=
r | sin θ |
j 60[ I 0 ] cos [ ( βLcos θ /2) ] −cos(βL/2)

Nilai I 0 dan β dihitung dengan persamaan berikut:

[ I 0 ]=I 0 e j(ωt− βr)



β=
L
Antena dipole tunggal mempunyai nilai L= ½ λ, sehingga nilai X adalah 1. Sehingga
berikut merupakan persamaan untuk pola radiasi angka delapan ke arah depan.
cos [ π . X /2. cos θ ]
E=
sin θ
Kuat medan listrik pada antena dipole pendek dapat ditampilkan dari persamaan :
60 π . I . L. sin θ
E( r ,θ , ϕ )=
λ .r
I adalah arus dipole dalam ampere yang dianggap mempunyai nilai yang sama dengan
arus rms I pada titik dari arus maksimum. Nilai r (jarak pada meter) dan θ tetap, sehingga E
tidak dipengaruhi oleh ϕ .
Medan listrik pada antena dipole tunggal dan dipole pendek digunakan untuk
menentukan pola radiasi antena tersebut beserta parameter yang lain.

D. Langkah Percobaan

Antena kawat dipole yang dirancang bekerja pada frekuensi 1 GHz, yang memiliki
panjang total 150 mm. Antena dimodelkan dengan sebuah silinder metal dengan panjang 150
mm dan diameter 5 mm. Silinder kedua dibuat dari vacuum yang dimasukan (operasi
Boolean) pada silinder pertama, untuk membuat sebuah ruang sebesar 20 mm. Parameter
pada model ditunjukan pada tabel 1.

176
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Tabel 1. Parameter Percobaan

Parameter Nilai Keterangan


L 150 mm Panjang dipole awal (lambda/2)
Ruang kosong antara 20 mm Pencatu gap antena
silinder 1 dan 2 (gap)
D 5 mm Diameter konduktor
Z0 73 ohm Terminal impedansi

Berikut merupakan hasil template yang dibuat untuk antena kawat dipole.

Gambar 2. Hasil Template Yang Dibuat

Silinder PEC dibuat dengan panjang antena keseluruhan L (gambar ) dan diameter D,
sepanjang sumbu-Z.

177
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Gambar 3. Hasil Silinder PEC Yang Digunakan Sebagai Bagian Metal dari Antena
Kawat Dipole

Silinder vacuum digunakan sebagai gap yang dibuat dengan panjang gap dan
diameter D, dan dimasukan di tengah-tengah silinder PEC sebelumnya.

Gambar 4. Silinder Vacuum (Objek Imitasi) Yang Dimasukan Pada Silinder PEC
Sebagai Gap Antena

178
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Tampilan terminal diskrit dibuat dengan mengambil dua tepi dalam batang metal dan
impedansinya disesuaikan dengan Z0 (73 ohm). Model akhir ditampilkan sebagai berikut.

Gambar 5. Tampilan Model Akhir Antena Kawat Dipole

Untuk menaikan (mengurangi) pengurangan frekuensi resonan (penaikan) panjang


dipole. Buat sweep-parameter sederhana untuk mengonfirmasi perilaku dan merubah panjang
dipole untuk mencocokan hasil. Nilai parameter akhir akan mendekati 135.6 mm.

E. Referensi

Fadlilah, Umi. (). Simulasi pola radiasi antena dipole tunggal. [online]. diakses dari
https://core.ac.uk/download/files/379/11724681.pdf (16-05-2016)

179
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

PERCOBAAN 16

WAVEGUIDES – RECTANGULAR WAVEGUIDE

A. TUJUAN
 Mahasisa dapat membuat dan memahami model rectangular waveguide
menggunakan software cst em studio.

B. ALAT DAN BAHAN


 Komputer
 Software CST EM STUDIO (Computer Simulation Technology)

C. TEORI DASAR
Sebuah Waveguide berongga adalah saluran transmisi yang terlihat seperti sebuah
pipa logam kosong. Mendukung propagasi Transverse Electric (TE) dan mode
transverse magnetik (TM). Ada jumlah mode yang tidak terbatas yang dapat
mempropagasi selama frekuensi operasi diatas frekuensi cut off. Notasi TE mn dan
TMmn biasanya digunakan untuk menunjukkan jenis gelombang dan tipe gelombang,
di mana m dan n adalah jumlah model dalam arah horisontal dan vertikal masing-
masing. Mode dengan frekuensi cutoff terendah disebut model dasar atau model
dominan. Untuk Rectangular Waveguide berongga mode dominan adalah TE 10 dan E
nya, bidang H dan J ditunjukkan pada Gambar di bawah ini.

180
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Analisis elektromagnetik dari Rectangular Waveguide diketahui, dan dapat dengan


mudah ditentukan dalam literatur, seperti [1]. Di sinidaftar hanya hasil akhir yang
dapat digunakan untuk memverifikasi hasil simulasi.

FCmn : frekuensi cutoff dari mode mn

βmn : konstanta propagasi sesuai dengan mode mn

αmn : pelemahan konstan sesuai dengan mode mn

k : ruang bebas bilangan gelombang

kcmn : bilangan gelombang yang sesuai dengan mode mn

a dan b : lebar dan tinggi Waveguide masing-masing

181
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Bagian dari model Rectangulah Waveguide dalam CST STUDIO Suite® dan 3
mode pertama dihitung dan distribusi analisis medan. Dimensi yang digunakan adalah
standar untuk WR-90 Waveguide. Karena background diatur untuk material perfectly
electrical conductor (PEC), kita hanya perlu model hampa udara dalam Waveguide,
dengan port Waveguide di setiap akhir. Kondisi batas "listrik" ke segala arah, dan
model disimulasikan menggunakan time domain solver. Dalam model ini 3 mode
pertama dihitung, dan E dan monitor H-bidang yang set-up di 10, 13,5 dan 15 GHz.

Parameter Nilai Deskripsi


A 22.86 mm Dimensi Big Edge
B 10.16 mm Dimensi Small Edge
Dimension
l 40 Panjang Waveguide

D. LANGKAH KERJA
1. Model ini hanya dibangun vacuum brick dengan dimensi dalam Rectangular
Waveguide WR90, karena material background secara otomatis pengaturan oleh
template adalah PEC. The "Waveguide Couplers & Divide " project template
yang harus digunakan, dengan rentang frekuensi dan monitor ditentukan pada
Gambar dibawah ini.
182
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Ringkasan dari template proyek yang digunakan dalam model ini

2. Pada Tabel adalah parameter yang akan digunakan dalam model ini.

Parameter Nilai Deskripsi


A 22.86 mm Dimensi Big Edge
B 10.16 mm Dimensi Small Edge Dimension
l 40 Panjang Waveguide

3. Waveguide dibuat sebagai vacuum brick dengan dimensi Tabel seperti di atas.

183
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

4. Port Waveguide ditempatkan di ujung kedua dari brick dengan memilih tampilan
dan memilih "Waveguide Port" pada Simulasi. Ketika mendefinisikan port
waveguide, itu penting bahwa jumlah mode diatur ke "3" (Gambar di bawah ini).
Ini berarti bahwa mode port solver akan mengambil lebih tinggi mode orde kedua
ke account.

184
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Dialog box untuk pengaturan Waveguide Port

5. Model akhir akan muncul seperti yang ditunjukkan pada gambar di bawah ini.

185
MODUL PRAKTIKUM TELEKOMUNIKASI S1 – TEKNIK ELEKTRO

Model akhir dari Hollow Rectangular Waveguide WR90

186

Anda mungkin juga menyukai